• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dwiana Rahmania Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dwiana Rahmania Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRACT"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI METODE OPERATIF WANITA (MOW) PADA AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA

(KB) DI DESA BEJALEN KECAMATAN AMBARAWA KABUPATEN SEMARANG

Dwiana Rahmania

Program Studi Diploma IV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRACT

Woman Operative Medical Contraception or MOW is a highly effective permanent contraception, the safe and simple operative method, and has not side effects. Several factors related to the selection of contraceptive MOW are knowledge, attitude, motivation, and the husband’s support of the acceptors. The purpose of this study is to find the correlation between knowledge, attitude, motivation, and husband’s support with the selection of contraceptive MOW in acceptors at Bejalen Village Ambarawa Sub-district Semarang Regency.

This was an analytical study, with cross-sectional approach. The population in this study was acceptors at Bejalen Village Ambarawa Sub-district Semarang Regency as many as 225 acceptors. The samples were 70 respondents. The data sampling used purposive sampling technique. The data instrument used questionnaires. The data analysis used Chi-Square test.

The results of this study indicated that that there was a correlation between knowledge, attitude, motivation of acceptors with the selection of contraceptive MOW at Bejalen Village Ambarawa Sub-district Semarang Regency with p-value of 0.008 <α (0.05), 0.025 <α (0, 05), and 0.000 <α (0.05) for the variable of knowledge, attitude, and motivation, respectively. There was no correlation between husband’s support and the selection of contraceptive MOW with p-value of 0.641 > α (0.05).

Based on these results it could be concluded that there was a correlation between knowledge, attitude, and motivation with the selection of contraceptive MOW. For the health workers, they are expected to improve the counseling program about contraceptive MOW comprehensively as well as to change the negative public perception about contraceptive MOW.

Keywords: Contraceptive MOW, Acceptor, Knowledge, Attitude, Motivation, Husband’s Support

PENDAHULUAN

Program KB menurut UU No. 10 Tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan perkembangan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Arum dan Sujiyatini, 2009 : 28). Tujuan dari program KB adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga, dengan cara pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya (Sulistyawati, 2012 : 13).

Program KB merupakan bagian yang terpadu (integral) dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan, spiritual, dan sosial budaya penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional (Handayani, 2010 : 28). Program KB dilaksanakan dengan menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah terjadinya pembuahan antara sel sperma pria dengan sel telur wanita.

Melalui program KB ini, diharapkan visi BKKBN yaitu “Penduduk Tumbuh Seimbang 2015” dan misi BKKBN yaitu “Mewujudkan

(2)

Pembangunan yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” juga dapat terwujud. Hal tersebut karena salah satu dari prioritas pembangunan nasional yaitu mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan keluarga berkualitas sehingga mempercepat tercapainya pertumbuhan ekonomi dan tujuan pembangunan (BKKBN, 2013 : 8-9).

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai lembaga pemerintah di Indonesia mempunyai tugas untuk mengendalikan fertilitas melalui pendekatan 4 (empat) pilar program, yaitu Program Keluarga Berencana (KB), Kesehatan Reproduksi (KR), Keluarga Sejahtera (KS), dan Pemberdayaan Keluarga (PK). Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014, tertuang bahwa dalam rangka mempercepat pengendalian fertilitas melalui penggunaan kontrasepsi, program KB nasional di Indonesia lebih diarahkan kepada pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Berdasarkan data statistik rutin BKKBN menunjukkan bahwa pencapaian PA MKJP pada tahun 2012 sebesar 24,9% masih di bawah target 25,9% (BKKBN, 2013 : 32).

Dalam program KB, salah satu masalah yang dihadapi saat ini adalah masih rendahnya penggunaan MKJP, yaitu kontrasepsi Metode Operatif Wanita (MOW). Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), peserta KB MOW sempat mengalami peningkatan sebesar 3,7% (SDKI 2002/03) dari 56,6% akseptor KB, namun kembali turun menjadi 3% (SDKI 2007). Padahal salah satu sasaran strategis di bidang KB dan KR yang harus dicapai oleh BKKBN sampai dengan tahun 2014 dalam rangka pencapaian penurunan LPP menjadi 1,1%, Total Fertility Rate (TFR) menjadi 2,1, Net Reproductive Rate (NRR)=1, unmet need 5%, dan Contraceptive Prevalence Rate (CPR) 65% salah satunya adalah meningkatnya persentase peserta KB aktif MKJP khususnya MOW yaitu 27,5% (Witjaksono, 2012 : 6).

Kontrasepsi MOW memiliki angka kegagalan yang paling kecil (baik secara teoritis maupun praktek) dibandingkan dengan alat kontrasepsi lainnya. Secara teoritis angka kegagalan kontrasepsi MOW yaitu mencapai 0,04 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan dan dalam praktek angka kegagalan kontrasepsi MOW yaitu

0,1-0,5 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama penggunaan (Hartanto, 2010 : 38). Berdasarkan Laporan Umpan Balik Pelayanan Kontrasepsi Januari 2013, jumlah kasus kegagalan untuk MKJP secara nasional tercatat sebanyak 288 kasus. Untuk metode kontrasepsi IUD jumlah kasus kegagalan 129 orang (44,79%), MOW 26 orang (9,03%), MOP 16 orang (5,56%), dan implan 117 orang (40,63%). Dengan demikian dapat diketahui bahwa jumlah kasus kegagalan terkecil MKJP untuk metode kontrasepsi wanita yaitu kontrasepsi MOW (BKKBN, 2013 : 13)

Di Indonesia pada tahun 2011 jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) sebanyak 45.905.815 orang. Cakupan peserta KB aktif pada tahun 2011 adalah sebesar 34.872.054 orang (75,96%) yang meliputi 3.933.631 orang (11,28%) akseptor IUD, 1.216.355 orang (3,49%) akseptor MOW, 248.685 orang (0,71%) akseptor MOP, 1.032.033 orang (2,96%) akseptor kondom, 3.077.417 orang (8,82%) akseptor implan, 16.203.682 orang (46,47%) akseptor suntik, 9.000.384 orang (25,81%) akseptor pil (Profil Kesehatan Indonesia, 2011 : 125).

Jumlah PUS di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 sebanyak 6.663.396 orang. Jumlah akseptor KB aktif sebanyak 5.285.530 orang yang meliputi 439.687 orang (8,32%) akseptor IUD, 287.911 orang (5,45%) akseptor MOW, 58.318 orang (1,10%) akseptor MOP, 119.166 orang (2,25%) akseptor kondom, 519.973 orang (9,84%) akseptor implan, 3.017.353 orang (57,09%) akseptor suntik, 843.122 orang (15,95%) akseptor pil (Profil Kesehatan Indonesia, 2011 : 125).

Di Kabupaten Semarang, jumlah PUS tahun 2012 sebanyak 204.310 orang. Jumlah peserta KB aktif tahun 2012 sebanyak 160.754 orang yang meliputi 19.649 orang (12,22%) akseptor IUD, 8.073 orang (5,02%) akseptor MOW, 1.982 orang (1,23%) akseptor MOP, 1.253 orang (0,78%) akseptor kondom, 25.594 orang (15,92%) akseptor implan, 90.544 orang (56,31%) akseptor suntik, 13.688 orang (8,51%) akseptor pil. Pencapaian peserta KB aktif untuk akseptor KB MOW tertinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Ambarawa yaitu 701 orang (7,77%) dan terendah di Wilayah Kerja Puskesmas Jimbaran yaitu 120 orang (2,32%) (Profil Kesehatan Kabupaten Semarang, 2012 : 28).

Ada beberapa pilihan kontrasepsi untuk wanita, tetapi data akseptor KB di atas

(3)

menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi wanita untuk akseptor KB MOW masih rendah mulai dari tingkat Nasional, Propinsi, hingga Kabupaten. Pola penggunaan kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh metode kontrasepsi hormonal seperti suntik, pil, dan bersifat jangka pendek karena sifatnya yang praktis dan juga cepat dalam mendapatkan pelayanannya.

Untuk memilih suatu metode kontrasepsi, dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor pasangan yaitu motivasi, umur, gaya hidup, frekuensi senggama, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan kontrasepsi yang lalu, sikap. Faktor kesehatan yaitu status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul. Faktor metode kontrasepsi yaitu efektivitas, efek samping minor, kerugian, biaya dan komplikasi potensial (Hartanto, 2010 : 36-37).

Selain faktor-faktor tersebut, pengetahuan dan dukungan suami juga mempengaruhi dalam pemilihan suatu metode kontrasepsi (Nurhudaipah, 2012). Hasil penelitian Nurhudaipah (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan penggunaan alat kontrasepsi (p-value=0,001). Tetapi ada penelitian yang menunjukkan bahwa faktor tingkat pengetahuan tidak memiliki hubungan yang bermakna (p-value =0,537) dengan pemilihan jenis kontrasepsi (Kusumaningrum, 2009 : 11).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari 2014, diketahui bahwa di Wilayah Kerja Puskesmas Ambarawa terdapat 10 desa, dimana untuk penggunaan kontrasepsi MOW tertinggi di Desa Bejalen (7,1%) dan didapatkan data jumlah akseptor KB aktif di Desa Bejalen untuk semua jenis kontrasepsi sebanyak 225 orang yang meliputi 16 orang akseptor KB IUD, 16 orang akseptor KB MOW, 23 orang akseptor KB implan, 24 orang akseptor KB pil, 146 orang akseptor KB suntik serta untuk akseptor KB MOP dan akseptor KB kondom tidak ada. Hasil wawancara pada 10 akseptor KB dapat diketahui alasan tidak memilih menggunakan kontrasepsi MOW yaitu karena dari faktor pengetahuan, dimana ada 4 orang mengatakan khawatir akan mempengaruhi gairah seksual. Hal tersebut menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan yang menyebabkan mereka tidak tahu tentang

kontrasepsi MOW. Menurut Lukas dalam Anggraini dan Martini (2011 : 226) bahwa penggunaan kontrasepsi MOW tidak menurunkan gairah seks, jadi tidak perlu khawatir soal seks. Dilihat dari tingkat pendidikan, mayoritas berpendidikan dasar (SD, SMP) (80%), dimana tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan (Budiman dan Agus, 2013 : 4-6).

Dari faktor sikap, ada 3 orang yang beranggapan bahwa tidak baik menolak rizki dari Yang Maha Kuasa (banyak anak banyak rizki) sehingga mereka tidak timbul adanya kemauan untuk menggunakan kontrasepsi MOW. Kepercayaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam bersikap. Sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupannya. Sikap dapat bersifat positif maupun negatif, orang mempunyai sikap positif terhadap suatu objek yang bernilai pada pandangannya dan akan bersikap negatif terhadap objek yang dianggapnya tidak bernilai dan atau merugikan (Slameto, 2010 : 188-189).

Dari faktor motivasi, ada 2 orang yang mengatakan takut menyesal dikemudian hari bila menggunakan kontrasepsi MOW. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak adanya keinginan atau dorongan dari dalam diri untuk memilih menggunakan kontrasepsi MOW dan tidak termotivasi dari orang sekitar yaitu suami dan dari lingkungan juga mayoritas menggunakan kontrasepsi suntik, sehingga keinginan atau motivasi akseptor KB untuk memilih menggunakan kontrasepsi MOW masih rendah.

Dari faktor dukungan suami, ada 1 orang yang mengatakan tidak diperbolehkan oleh suami karena dilakukan tindakan pembedahan/operasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa kurang adanya dukungan dari suami. Dukungan suami merupakan dorongan terhadap istri baik secara moral maupun material, dimana dukungan suami sangat mempengaruhi istri dalam pemilihan alat kontrasepsi tertentu. Dukungan suami sangat membantu istri menentukan penggunaan alat kontrasepsi yang cocok untuk

(4)

ia dan memberikan rasa nyaman dan percaya diri dalam mengambil keputusan tersebut.

Dari fenomena tersebut diatas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “beberapa faktor yang berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang”.

METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi, kemudian melakukan analisis dinamika kolerasi antara fenomena atau antara faktor risiko dengan faktor efek (Notoatmodjo, 2012 : 37).

Populasi dan Sampel Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang berjumlah 225 akseptor KB.

Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah 70 akseptor KB.

Adapun teknik sampling penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2012 : 124). Pengambilan sampel akseptor KB, diambil dengan cara, yaitu: peneliti memilih anggota populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dengan mendatangi rumah calon responden. Selanjutnya calon responden diberi penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian dan diminta kesediaannya untuk menjadi responden. Calon responden bersedia, maka selanjutnya menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Adapun kriteria inklusi yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu: 1) Wanita dengan usia > 26 tahun; 2) Wanita dengan paritas ≥ 2; 3) Bersedia menjadi responden.

Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: Drop out KB saat penelitian.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang pada tanggal 5-9 Mei 2014.

Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan oleh peneliti adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu pengumpulan data secara langsung dari responden akseptor KB dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Data sekunder diperoleh dari Bidan Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang.

Alat pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu 4 kuesioner yang terdiri dari kuesioner pengetahuan, sikap, motivasi, dan dukungan suami. Kuesioner pengetahuan berisi 12 item pernyataan dan telah disediakan 2 pilihan jawaban yaitu ‘benar’ dan ‘salah’. Kuesioner sikap berisi 8 pernyataan, dan telah disediakan 4 pilihan jawaban yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Kuesioner motivasi berisi 8 pertanyaan, dan telah disediakan 2 pilihan jawaban yaitu ‘ya’ dan ‘tidak’. Sedangkan kuesioner dukungan suami berisi 7 pertanyaan, dan telah disediakan 2 pilihan jawaban yaitu ‘ya’ dan ‘tidak’.

Analisis Data Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang diteliti menggunakan distribusi frekuensi.

Adapun data yang dianalisis secara univariat meliputi pengetahuan, sikap, motivasi, dan dukungan suami akseptor KB tentang kontrasepsi MOW, pemilihan kontrasepsi MOW.

Analisis Bivariat

Analisis dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, motivasi dan dukungan suami akseptor KB dengan pemilihan kontrasepsi MOW di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang dengan menggunakan uji Chi-Square.

Penarikan kesimpulan didasarkan pada uji statistik dengan melihat nilai signifikasinya dimana:

Ho ditolak apabila nilai p – value ≤ α (0,05) Ho diterima apabila nilai p – value > α (0,05)

(5)

HASIL PENELITIAN Analisis Univariat

Pengetahuan Akseptor KB tentang Kontrasepsi MOW

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Akseptor KB tentang Kontrasepsi MOW Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

No Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) 1 2 3 Kurang Cukup Baik 25 23 22 35,7 32,9 31,4 Jumlah 70 100,0

Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa pengetahuan akseptor KB tentang kontrasepsi MOW di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang sebagian besar dalam kategori kurang yaitu sejumlah 25 orang (35,7%).

Sikap Akseptor KB tentang Kontrasepsi MOW Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan

Sikap Akseptor KB tentang Kontrasepsi MOW Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

No Sikap Frekuensi Persentase (%) 1 2 Negatif Positif 45 25 64,3 35,7 Jumlah 70 100,0

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang, sebagian besar memiliki sikap negatif terhadap kontrasepsi MOW yaitu 45 orang (64,3%). Motivasi Akseptor KB tentang Kontrasepsi MOW

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Motivasi Akseptor KB tentang Kontrasepsi MOW Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

No Motivasi Frekuensi Persentase (%) 1 2 Rendah Tinggi 46 24 65,7 34,3 Jumlah 70 100,0

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang, sebagian besar memiliki motivasi rendah terhadap kontrasepsi MOW yaitu 46 orang (65,7%).

Dukungan Suami Akseptor KB tentang Kontrasepsi MOW

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dukungan Suami Akseptor KB tentang Kontrasepsi MOW Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang No Dukungan Suami Frekuensi Persentase (%) 1 2 Tidak Mendukung Mendukung 45 25 64,3 35,7 Jumlah 70 100,0

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa suami akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang, sebagian besar tidak mendukung terhadap kontrasepsi MOW yaitu 45 orang (64,3%). Pemilihan Kontrasepsi MOW

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pemilihan Kontrasepsi MOW pada Akseptor KB Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang No Pemilihan Kontrasepsi Frekuensi Persentase (%) 1 2 Non MOW MOW 54 16 77,1 22,9 Jumlah 70 100,0

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang, sebagian besar tidak memilih menggunakan kontrasepsi MOW yaitu 54 orang (77,1%).

(6)

Analisis Bivariat

Hubungan Pengetahuan tentang Kontrasepsi MOW dengan Pemilihan Kontrasepsi MOW

Tabel 6. Hubungan antara Pengetahuan tentang Kontrasepsi MOW dengan Pemilihan Kontrasepsi MOW pada Akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Pengetahuan

Pemilihan MOW

Total

Chi Square P-value

Non MOW MOW

f % F % f % Kurang Cukup Baik 21 21 12 84,0 91,3 54,5 4 2 10 16,0 8,7 45,5 25 23 22 100 100 100 9,654 0,008 Jumlah 54 77,1 16 22,9 70 100

Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai ² hitung = 9,654 dengan p-value 0,008. Oleh karena p-value = 0,008 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

pengetahuan tentang kontrasepsi MOW dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang.

Hubungan Sikap dengan Pemilihan Kontrasepsi MOW

Tabel 7. Hubungan antara Sikap dengan Pemilihan Kontrasepsi MOW pada Akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Sikap

Pemilihan MOW

Total Chi

Square P-value

Non MOW MOW

f % F % f % Negatif Positif 39 15 86,7 60,0 6 10 13,3 40,0 45 25 100 100 5,057 0,025 Jumlah 54 77,1 16 22,9 70 100

Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai ² hitung = 5,057 dengan p-value 0,025. Oleh karena p-value = 0,025 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

sikap dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang.

Hubungan Motivasi dengan Pemilihan Kontrasepsi MOW

Tabel 8. Hubungan antara Motivasi dengan Pemilihan Kontrasepsi MOW pada Akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Motivasi

Pemilihan MOW

Total Chi

Square P-value

Non MOW MOW

f % F % f % Rendah Tinggi 43 11 93,5 45,8 3 13 6,5 54,2 46 24 100 100 17,692 0,000 Jumlah 54 77,1 16 22,9 70 100

Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai ² hitung = 17,692 dengan p-value 0,000. Oleh karena p-value = 0,000 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

motivasi dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang.

(7)

Hubungan Dukungan Suami dengan Pemilihan Kontrasepsi MOW

Tabel 9. Hubungan antara Dukungan Suami dengan Pemilihan Kontrasepsi MOW pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Dukungan Suami

Pemilihan MOW

Total

Chi Square P-value

Non MOW MOW

F % F % f % Tidak Mendukung Mendukung 36 18 80,0 72,0 9 7 20,0 28,0 45 25 100 100 0,218 0,641 Jumlah 54 77,1 16 22,9 70 100

Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai ² hitung = 0,218 dengan p-value 0,641. Oleh karena p-value = 0,641 > α (0,05), disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang.

PEMBAHASAN Analisis Univariat

Gambaran Pengetahuan Akseptor KB tentang Kontrasepsi MOW di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Kurangnya pengetahuan akseptor KB tentang kontrasepsi MOW di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang ini disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh akseptor KB tentang kontrasepsi MOW itu sendiri dan juga bisa disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, dimana mayoritas akseptor KB memiliki latar belakang pendidikan dasar (SD, SMP) yaitu 94,29%. Telah diketahui bahwa rendahnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi pengetahuan mereka tentang berbagai hal termasuk tentang kontrasepsi MOW, hal ini karena kurangnya daya serap mereka terhadap informasi yang diperoleh. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru.

Hal ini sesuai dengan pendapat Budiman dan Agus (2013 : 4-6), yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun non formal), berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.

Gambaran Sikap Akseptor KB tentang Kontrasepsi MOW di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Sikap yang dimaksud adalah reaksi atau respon akseptor KB yang masih tertutup terhadap kontrasepsi MOW. Menurut Wawan dan Dewi (2011 : 27-28), sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objeknya, sikap merupakan predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu (purely psychic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual. Jadi, jika akseptor KB memiliki sikap negatif terhadap kontrasepsi MOW maka ia akan memiliki perasaan dan pandangan buruk terhadap kontrasepsi MOW, sehingga akan berdampak terhadap perilakunya untuk menolak kontrasepsi MOW, begitupun sebaliknya.

Gambaran Motivasi Akseptor KB tentang Kontrasepsi MOW di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Faktor dari dalam diri adalah sebagian besar para akseptor KB takut menyesal di

(8)

kemudian hari. Hal ini karena kurang pahamnya akseptor KB tentang kelebihan-kelebihan dari kontrasepsi MOW, sehingga mereka masih ragu apakah kontrasepsi MOW ini cocok untuk digunakan sebagai alat kontrasepsi atau tidak, hal ini tentunya menurunkan motivasi ibu untuk menggunakan kontrasepsi MOW. Sedangkan faktor dari luar diantaranya adalah tidak termotivasi dari orang sekitar yaitu suami (keluarga) dan dari lingkungan yaitu ibu-ibu yang mayoritas menggunakan kontrasepsi suntik (37,1%), sehingga hal ini dapat mengurangi motivasi ibu untuk berpartisipasi menjadi akseptor KB MOW. Sesuai dengan pandapat Widayatun (2009) yang menyatakan bahwa faktor intrinsik seseorang dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi motivasi seseorang.

Ini sejalan dengan pendapat Hidayat (2009 : 77) yang menyatakan bahwa semua perilaku atau tindakan timbul dari dua sumber, yaitu: internal dan eksternal. Kekuatan internal ada ditentukan oleh diri sendiri dan kekuatan eksternal yaitu kekuatan dari luar yang tidak dapat dikontrol oleh manusia sendiri.

Motivasi dari akseptor KB ini sangat penting karena hal ini akan berpengaruh dalam pemilihan kontrasepsi MOW. Motivasi yang baik dapat membuat akseptor KB merasa mantap untuk menggunakan kontrasepsi MOW, sedangkan motivasi yang kurang dapat membuat akseptor KB tersebut ragu dalam memilih menggunakan kontrasepsi MOW. Gambaran Dukungan Suami Akseptor KB tentang Kontrasepsi MOW di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa walaupun sebagian besar suami memberikan dukungan emosional dan dukungan informasional kepada ibu dalam pemilihan kontrasepsi MOW, akan tetapi pada dukungan penilaian sebagian besar suami tidak membebaskan dalam pemilihan alat kontrasepsi yang baik atau sesuai dengan kondisi ibu khususnya dalam pemilihan alat kontrasepsi MOW (74,3%). Hal ini disebabkan para suami ini takut, jika istrinya memakai kontrasepsi MOW akan membahayakan kesehatannya, apalagi bagi suami yang tahu bahwa penggunaan kontrasepsi MOW dilakukan dengan tindakan operasi (pembedahan), ketakutan terhadap bahaya operasi tentu lebih besar, sehingga terkadang banyak suami yang menyarankan istrinya

untuk menggunakan kontrasepsi yang lebih sederhana. Pada dukungan instrumental lebih banyak suami yang tidak menyediakan dana untuk penggunaan kontrasepsi MOW (64,3%), dan tidak menyediakan media massa (surat kabar, majalah kesehatan) sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan mengenai alat kontrasepsi MOW bagi ibu (62,3%). Hal tersebut dapat menyebabkan ibu merasa kurang diperhatikan oleh suami sehingga dapat menggurangi semangat ibu untuk berpartisipasi menjadi akseptor KB MOW.

Dukungan suami sangatlah penting dalam memberikan semangat istrinya untuk berpartisipasi menjadi akseptor KB MOW. Yang perlu diperhatikan adalah dukungan suami tersebut tidak dapat diberikan secara setengah-setengah seperti hanya memberikan dukungan instrumental saja, informasional saja, emosional saja atau penilaian saja, sebaiknya dukungan suami diberikan secara sepenuhnya mencakup semua aspek didalamnya.

Gambaran Pemilihan Kontrasepsi MOW di

Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa

Kabupaten Semarang

Belum meratanya promosi yang menjangkau ke seluruh masyarakat ini karena terbatasnya tenaga kesehatan. Kurangnya promosi kesehatan tentang kontrasepsi MOW, tentunya akan membuat masyarakat lebih memilih kontrasepsi yang ia ketahui. Promosi kesehatan sangat penting untuk perubahan perilaku kesehatan. Promosi kesehatan ini dapat diawali dengan pemberian KIE atau informasi-informasi kesehatan. Dengan memberikan informasi tentang kontrasepsi MOW, maka akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut khususnya untuk akseptor KB.

Sesuai dengan pendapat Hartanto (2010 : 27) yang menyatakan bahwa KIE merupakan salah satu komponen penting dalam pelayanan kependudukan/KB. Dimana KIE penting untuk meningkatkan pengetahuan dan membina kelestarian peserta KB.

Terbatasnya tenaga kesehatan yaitu di Desa Bejalen hanya terdapat 1 (satu) tenaga kesehatan yaitu 1 (satu) Bidan Desa. Petugas kesehatan juga merupakan faktor penting dalam mempengaruhi perubahan perilaku. Dengan adanya promosi kesehatan seperti KIE yang dilakukan oleh petugas kesehatan selain dapat meningkatkan pengetahuan, masyarakat

(9)

juga lebih terdorong dan tertarik sehingga cenderung dalam merubah tingkah lakunya. Petugas kesehatan yang memberikan pengetahuan mengenai kontrasepsi MOW akan lebih menarik minat masyarakat yaitu para akseptor KB untuk ikut berpartisipasi menjadi akseptor KB MOW karena dianggap bahwa tenaga kesehatan lebih dipercaya, lebih berpengalaman, dan mempunyai pengetahuan yang baik.

Rendahnya minat akseptor KB terhadap kontrasepsi MOW juga disebabkan oleh tersedianya pilihan metode kontrasepsi lain yang sifatnya lebih praktis dan juga tidak terlepas dari rendahnya pengetahuan terhadap alat kontrasepsi tersebut. Kurangnya pengetahuan akseptor KB tentang kontrasepsi MOW, yang menimbulkan ketakutan seperti rasa takut akan proses penggunaan atau prosedur MOW itu sendiri, dimana prosedur penggunaan kontrasepsi MOW ini melalui operasi, yaitu tindakan pembedahan dengan memotong atau mengikat bagian saluran yang dilalui sel telur untuk mencegah agar tidak terjadi pembuahan, sedangkan bagi sebagian banyak orang operasi merupakan hal yang menakutkan dan dikhawatirkan dapat membahayakan penggunanya. Itulah sebabnya kontrasepsi MOW ini kurang diminati oleh ibu-ibu, terutama ibu-ibu yang takut dengan prosedur operasi.

Kurangnya pengetahuan akseptor KB tentang kontrasepsi MOW (meliputi pengertian, keuntungan, keterbatasan, indikasi, kontraindikasi, waktu penggunaan, serta efek samping) tersebut juga akan berpengaruh terhadap kemantapan ibu dalam menerima kontrasepsi MOW dan bersedia menjadi akseptor KB MOW, sehingga sangat diperlukan pemahaman yang baik tentang kontrasepsi MOW bagi para akseptor KB. Setiap metode kontrasepsi memiliki kelebihan dan kekurangan, namun walaupun kontrasepsi MOW ini memiliki banyak kelebihan dan dapat menekan laju pertambahan jumlah penduduk.

Analisis Bivariat

Hubungan antara Pengetahuan Akseptor KB tentang Kontrasepsi MOW dengan Pemilihan Kontrasepsi MOW di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa akseptor KB yang memilih menggunakan

kontrasepsi MOW lebih banyak terjadi pada akseptor KB dengan pengetahuan baik dibandingkan akseptor KB dengan pengetahuan cukup ataupun kurang.

Hal ini disebabkan karena berbagai macam informasi yang diterima oleh akseptor KB baik dari petugas kesehatan maupun dari media massa, menjadikan pengetahuan akseptor KB menjadi lebih baik. Akseptor KB mengetahui banyak tentang kontrasepsi MOW seperti tahu bahwa kontrasepsi MOW ini memiliki efektifitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan, dan juga memiliki banyak kelebihan serta efek samping penggunaan kontrasepsi MOW jarang sekali ditemukan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jadi dengan pengetahuan ini tentu ibu akan lebih mantap menggunakannya. Hal ini sangat berbeda jika akseptor KB tidak mengetahui kelebihan dan manfaat dari kontrasepsi MOW, tentu ibu menjadi tidak tertarik sehingga lebih memilih kontrasepsi lain yang dirasa cocok dan yang ia ketahui.

Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai ² hitung = 9,654 dengan p-value 0,008. Oleh karena p-value = 0,008 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang kontrasepsi MOW dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya dimana pada penelitian yang dilakukan Nurhudaipah (2012) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan penggunaan alat kontrasepsi (p-value=0,001). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Kusumaningrum (2009) menyatakan bahwa faktor tingkat pengetahuan tidak memiliki hubungan yang bermakna (p=0,537) dengan pemilihan jenis kontrasepsi.

Hubungan antara pengetahuan tentang kontrasepsi MOW dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada akseptor KB yaitu karena pengetahuan itu menjadi dasar terbentuk niat dan tindakan seseorang. Jadi, seseorang itu bertindak dengan dasar apa yang ia ketahui, sehingga jika seorang ibu sangat mengetahui tentang kontrasepsi MOW (meliputi pengertian, keuntungan, keterbatasan, indikasi, kontraindikasi, waktu penggunaan, efek samping), maka ibu akan lebih tertarik dan mantap untuk menggunakannya.

(10)

Hasil di atas sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2012 : 138), yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior).

Sependapat dengan pernyataan Depkes RI (2004), yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik tentang sesuatu hal, maka ia cenderung akan mengambil keputusan yang lebih tepat berkaitan dengan masalah tersebut dibandingkan dengan mereka yang pengetahuannya rendah. Oleh karena itu diharapkan para akseptor KB memiliki pengetahuan yang baik tentang kontrasepsi MOW, karena dengan pengetahuan yang baik ini, akseptor KB dapat lebih mantap untuk menggunakannya.

Hubungan antara Sikap Akseptor KB dengan Pemilihan Kontrasepsi MOW di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Akseptor KB yang memilih menggunakan kontrasepsi MOW lebih banyak terjadi pada akseptor KB dengan sikap positif dibandingkan dengan sikap negatif.

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Anggaraini (2013) dengan judul ‘hubungan pengetahuan dan sikap pasangan usia subur terhadap pemilihan kontrasepsi modern’, yaitu penggunaan kontrasepsi oleh pasangan usia subur ditinjau dari sikap positif sebanyak 15 responden (68%) dan sikap negatif sebanyak 9 responden (64,29%). Jadi disimpulkan bahwa penggunaan kontrasepsi modern lebih banyak terjadi pada pasangan usia subur yang mempunyai sikap positif dibandingkan pada pasangan usia subur yang mempunyai sikap negatif.

Dalam hal ini karena sikap merupakan pandangan dan perasaan seseorang terhadap kontrasepsi MOW, jadi jika sikap akseptor KB ini positif terhadap kontrasepsi MOW, maka ia akan menerima dan berpandangan positif terhadap kontrasepsi MOW sehingga cenderung setuju untuk berpartisipasi menjadi akseptor KB MOW, sedangkan jika akseptor KB bersikap negatif terhadap kontrasepsi MOW maka ia akan menolak kontrasepsi MOW dan cenderung untuk tidak ingin berpartisipasi menjadi akseptor KB MOW.

Sesuai dengan pendapat Wawan dan Dewi (2011 : 27-28) yang menyatakan bahwa sikap merupakan pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objeknya. Sikap dapat bersifat positif maupun negatif. Apabila bersifat positif, maka cenderung akan melakukan tindakan mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu. Sebaliknya bila bersikap negatif maka cenderung akan melakukan tindakan menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu (Wawan dan Dewi, 2010 : 34).

Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai ² hitung = 5,057 dengan p-value 0,025. Oleh karena p-value = 0,025 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Umaroh (2003) menyatakan bahwa faktor yang melatarbelakangi praktik akseptor keluarga berencana dalam memilih kontrasepsi MOW salah satunya adalah sikap akseptor terhadap kontrasepsi MOW.

Sesuai dengan pendapat Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010 : 53) yang menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen, yakni: kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap objek, kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Hubungan antara Motivasi Akseptor KB dengan Pemilihan Kontrasepsi MOW di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Akseptor KB yang memilih menggunakan kontrasepsi MOW lebih banyak terjadi pada akseptor KB dengan motivasi tinggi dibandingkan akseptor KB dengan motivasi rendah.

Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai ² hitung = 17,692 dengan p-value 0,000. Oleh karena p-value = 0,000 < α (0,05), disimpulkan bahwa ada hubungan antara motivasi dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa

(11)

Kabupaten Semarang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunarti (2010) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan pemilihan kontrasepsi tubektomi (t hitung 4,031 > t tabel 1,960).

Hubungan motivasi dengan pemilihan kontrasepsi MOW yaitu karena motivasi merupakan daya penggerak seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Jadi, para akseptor KB yang memilih menggunakan kontrasepsi MOW ini memang didasari oleh motivasi untuk menggunakan kontrasepsi ini.

Hasil ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Hasibuan (1995) dalam Notoatmodjo (2010 : 120), bahwa motivasi adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan yang akhirnya seseorang bertindak atau berperilaku. Rangsangan dan daya penggerak seseorang itu berbentuk suatu aktivitas nyata berupa aktivitas fisik. Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dalam aktivitasnya, maka seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya yang dapat ia lakukan untuk mencapainya. Dalam hal hubungannya dengan pemilihan alat kontrasepsi yang menjadikan penggunaan salah satu metode alat kontrasepsi sebagai salah satu tujuan akhir maka diperlukan motivasi yang kuat untuk menentukan pilihan metode yang tepat bagi akseptor KB.

Sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2012 : 127) yang menyatakan bahwa promosi kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang tumbuhnya motivasi, karena persyaratan utama untuk seseorang berpartisipasi adalah motivasi. Dampak seseorang tidak memiliki motivasi yaitu orang tersebut akan sulit untuk perpartisipasi di segala program. Oleh karena itu, dengan adanya motivasi dari dalam diri akseptor KB, maka akan menggerakkan dan memantapkan para akseptor KB tersebut untuk berpartisipasi menjadi akseptor KB MOW.

Hubungan antara Dukungan Suami Akseptor KB dengan Pemilihan Kontrasepsi MOW di

Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa

Kabupaten Semarang

Berdasarkan uji Chi Square didapat nilai ² hitung = 0,218 dengan p-value 0,641. Oleh karena p-value = 0,641 > α (0,05), disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan kontrasepsi MOW

pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya dimana pada penelitian yang dilakukan Kusumaningrum (2009) menyatakan bahwa dukungan pasangan tidak memiliki hubungan yang bermakna (p=1,000) dengan pemilihan jenis kontrasepsi yang digunakan pada PUS. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Indira (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor dukungan suami terhadap pemilihan jenis kontrasepsi pada keluarga miskin yang akan digunakan istri (p-value = 0,032).

Tidak ada hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada akseptor KB pada penelitian ini, dikarenakan pemilihan kontrasepsi MOW bukan hanya didasarkan dukungan suami secara emosional saja, namun ada pertimbangan lain misalnya dana yang tersedia yaitu diketahui dari dukungan instrumental dimana lebih banyak suami yang tidak menyediakan dana untuk penggunaan kontrasepsi MOW (64,3%), atau kondisi ibu juga sangat mempengaruhi pemilihan kontrasepsi. Jadi, meskipun suami ini mendukung ibu untuk berpartisipasi menjadi akseptor KB MOW, namun jika dana yang tersedia tidak mencukupi untuk penggunaan kontrasepsi MOW atau kondisi ibu tidak memungkinkan, maka ibu lebih memilih kontrasepsi lain yang dirasa sesuai atau cocok untuk dirinya.

Hasil ini berbeda dengan apa yang dinyatakan Ninuk (2007) yang dikutip oleh Rafidah dan Arief (2012 : 75) bahwa dukungan atau partisipasi suami sangat dibutuhkan oleh seorang istri. Dukungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dukungan yang diberikan oleh suami terhadap istri dalam memutuskan, memilih serta memberikan persetujuan untuk berpartisipasi menjadi akspetor KB MOW. Bila suami tidak mengijinkan atau tidak mendukung, maka para istri akan cenderung mengikuti dan hanya sedikit istri yang berani untuk tetap menggunakan kontrasepsi MOW.

Pada program KB, bentuk partisipasi laki-laki bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Partisipasi secara langsung sebagai akseptor KB dan partisipasi pria secara tidak langsung adalah dengan mendukung istri dalam ber-KB, motivator, merencanakan jumlah anak dalam keluarga dan mengambil

(12)

keputusan bersama (Pinem, 2009 : 53). Peran suami dalam mendukung istri untuk ber-KB yaitu bisa dengan mendukung istri untuk berpartisipasi menjadi aksptor KB MOW. Dengan adanya dorongan atau dukungan dari suami setidaknya istri akan termotivasi atau yakin dalam memilih untuk menggunakan kontrasepsi MOW.

Meskipun demikian, dukungan suami bukan merupakan satu-satunya faktor yang berhubungan dengan pemilihan suatu metode kontrasepai pada istri, tetapi ada faktor lain seperti umur, gaya hidup, frekuensi senggama, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan kontrasepsi yang lalu, faktor kesehatan (status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul), faktor metode kontrasepsi (efektivitas, efek samping minor, kerugian, biaya dan komplikasi potensial) (Hartanto, 2010 : 36-37).

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah banyak faktor yang berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi MOW tetapi peneliti disini hanya meneliti tentang faktor pengetahuan, sikap, motivasi, dan dukungan suami. Selain itu, peneliti juga hanya mencari hubungan antara pengetahuan, sikap, motivasi, dan dukungan suami akseptor KB dengan pemilihan kontrasepsi MOW, dan tidak menggali lebih dalam faktor yang paling berhubungan atau berpengaruh dengan pemilihan kontrasepsi MOW.

KESIMPULAN

Ada hubungan antara pengetahuan tentang kontrasepsi MOW dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang dengan p-value = 0,008 < α (0,05).

Ada hubungan antara sikap dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang dengan p-value 0,025 < α (0,05).

Ada hubungan antara motivasi dengan pemilihan kontrasepsi MOW pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang dengan p-value = 0,000 < α (0,05).

Tidak ada hubungan antara dukungan suami dengan pemilihan kontrasepsi MOW

pada akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang dengan p-value 0,641 > α (0,05).

SARAN

Diharapkan untuk lebih meningkatkan pengetahuannya tentang alat kontrasepsi jangka panjang khususnya kontrasepsi MOW, yaitu dengan mencari dari berbagai sumber misalnya majalah, koran, televisi, media internet, atau dengan menanyakan langsung kepada tenaga kesehatan, sehingga tahu dan mantap untuk menggunakannya.

Dapat dijadikan masukkan dalam memberikan KIE bagi tenaga kesehatan khususnya para bidan dalam meningkatkan pelayanan bermutu dan berkualitas kepada akseptor KB mengenai alat kontrasepsi MOW.

Diharapkan institusi pendidikan, dalam hal ini dapat menambah kepustakaan atau referensi mengenai alat kontrasepsi sehingga memudahkan peneliti selanjutnya dalam mencari bahan referensi penelitian.

Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam tentang alasan-alasan akseptor KB tidak memilih menggunakan kontrasepsi MOW sebagai alat kontrasepsi, sebab-sebab dukungan suami tidak berhubungan atau berpengaruh terhadap pemilihan kontrasepsi MOW pada istri serta faktor-faktor lain yang mungkin berhubungan dengan pemilihan kontrasepsi MOW, sehingga dapat diketahui faktor yang paling berpengaruh dalam penggunaan kontrasepsi MOW.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Affandi, B. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. [2] Anggaraini, N. 2013. Hubungan

Pengetahuan dan Sikap Pasangan Usia Subur Terhadap Pemilihan Kontrasepsi Modern. Banda Aceh: D-IV Kebidanan Stikes U’budiyah.

[3] Anggraini, Y., dan Martini. 2011.

Pelayanan Keluarga Berencana.

Yogyakarta: Rohima Press.

[4] Arum, D.N.S., dan Sujiyatini. 2009.

Panduan Lengkap Pelayanan KB.

(13)

[5] Asih dan Oesman.2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Jakarta: Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

[6] Azwar, S. 2013. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

[7] BKKBN. 2013. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Tahun 2012. Jakarta: Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.

[8] Budiman dan Agus R. 2013. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

[9] Depkes RI. 2004. Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005-2009.Jakarta.

[10] Handayani, S. 2010. Buku Ajar Pelayanan

Keluarga Berencana. Yogyakarta:

Pustaka Rihama.

[11] Hartanto, H. 2010. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

[12] Hidayat, A. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

[13] Hidayat, D. R. 2009. Ilmu Perilaku Manusia Pengantar Psikologi Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media.

[14] Indrasanto, D.2006.Glosarium Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. [15] Kementrian Kesehatan.2012.Pusat Data

dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2011.Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. [16] Kusumaningrum, R.2009.Faktor-Faktor

Yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis

Kontrasepsi Pada Pasangan Usia

Subur.Semarang: Universitas Diponegoro. [17] Indira, L.K.T.2009.Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Pemilihan Jenis

Kontrasepsi Yang Digunakan Pada Keluarga Miskin. Semarang: Universitas Diponegoro.

[18] Notoatmodjo, S.2002.Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta.

[19] ___________, S.2010.Ilmu Perilaku Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta.

[20] ___________, S.2010.Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi.Jakarta: Rineka Cipta. [21] ___________, S.2012.Metodologi

Penelitian Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta.

[22] ___________, S.2012.Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta: Rineka Cipta.

[23] Nurhudaipah, A.2012.Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Wanita Pasangan Usia Subur (PUS).Semarang: DIV Kebidanan Stikes Ngudi Waluyo Ungaran.

[24] Nursalam.2013.Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis Edisi 3.Jakarta: Salemba Medika.

[25] Riyanto, A.2011.Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

[26] Pinem, S. 2009. Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi. Jakarta: CV. Trans Info Media.

[27] Purwanto, N. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

[28] Prasetyawati, A. E. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Kebidanan Holistik. Yogyakarta: Nuha Medika.

[29] Prawirohardjo, S. 2005.Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

[30] Profil Kesehatan Kabupaten Semarang Tanun 2012.

[31] Purwadarminta. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Alfabeta. [32] Rafidah, I., dan Arief W. 2012.

Pengaruh Dukungan Suami Terhadap Kepatuhan Akseptor Melakukan KB Suntik.Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. [33] Saifuddin, AB. 2006. Buku Panduan

Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

(14)

[34] Santjaka, A. 2011. Statistik Untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

[35] Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Jakarta: Rineka Cipta.

[36] Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

[37] Sulistyawati, A. 2012. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba Medika.

[38] Sunarti. 2010. Hubungan Antara Motivasi Dan Tingkat Pengetahuan Akseptor

Dengan Pemilihan Kontrasepsi

Tubektomi (Studi Di Klinik Perkumpulan

Keluarga Berencana Indonesia

Klaten).UNS.

[39] Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EKG.

[40] Suratun, dkk. 2008. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media.

[41] Umaroh. 2003. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Akseptor Keluarga Berencana Dalam Memilih Kontrasepsi MOW. Jepara.

[42] Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. [43] Uno, H.B.2013.Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.

[44] Wawan dan Dewi. 2011. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia.Yogyakarta: Nuha Medika.

[45] Widayatun, T. R. 2009. Ilmu Perilaku. Jakarta : 112-116.

[46] Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

[47] Witjaksono, J. 2012. Rencana Aksi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Konsultasi Kepala Seksi (Mission Center).

Gambar

Tabel 1.  Distribusi  Frekuensi  Berdasarkan  Pengetahuan Akseptor KB tentang  Kontrasepsi  MOW  Desa  Bejalen  Kecamatan Ambarawa Kabupaten  Semarang
Tabel 6.  Hubungan  antara  Pengetahuan  tentang  Kontrasepsi  MOW  dengan  Pemilihan  Kontrasepsi  MOW  pada  Akseptor  KB  di  Desa  Bejalen  Kecamatan  Ambarawa  Kabupaten Semarang
Tabel 9.  Hubungan  antara  Dukungan  Suami  dengan  Pemilihan  Kontrasepsi  MOW  pada  akseptor KB di Desa Bejalen Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

Referensi

Dokumen terkait

Siklus regeneratif menggunakan uap yang diekstraksi dari turbin untuk memanaskan fluida kerja pada tingkat keadaan cair jenuh yang dipompakan menuju boiler,

Indikator membanting pintu kejadian temper tantrum tidak terlihat, hal ini terlihat dari persentase jawaban tertinggi terdapat pada pernyataan positif, yaitu pada

Pada Percobaan katak ini kita dapat melihat warna ventrikel pada saat sistol dan diastole.Pada waktu sistol ,ventrikel akan berwarna putih dan pada saat diastole akan

Timur lokasi prospeksi yang dipilih adalah Kambaratu dan sekitarnya yang secara admin- istratif berada di wilayah Kecamatan Haharu dan Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur

Pada penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu hasil analisis atribut di lapangan F3 Laut Utara, Belanda menunjukkan bahwa atribut energy

Suhu air pada sampeldi sumur warga dan kolam berada pada rentang suhu kamar, sedangkan untuk sampelair di wilayah sampah dan jalur menuju pemukiman memiliki nilai

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji emisi gas dinitrogen oksida (N 2 O) dari tanah sawah tadah hujan melalui interaksi pemberian jerami padi dan bahan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 120 data mengandung gaya bahasa. Gaya bahasa tersebut terbagi dalam 10 kategori yaitu gaya bahasa hiperbol, personifikasi, ironi,