• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

9

Matematika, menurut Ruseffendi (Prihandoko: 2006), adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (Prihandoko: 2006), yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang dedukatif. Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya.

Untuk keperluan inilah, maka diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan siswa.

2.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Tujuan mata pelajaran matematika menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 adalah sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

(2)

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

2.2 Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2011:22) Pembelajaran kooperatif berasal dari kata “cooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama dengan saling membantu sebagai satu kelompok atau satu tim. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil yang menginteraksi keterampilan sosial yang bermuatan akademik Isjoni (2011: 27).

Sedangkan Agus Suprijono (2012: 54) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan melibatkan pelajaran secara aktif dalam proses pembelajaran menerus perbincangan dengan rekan-rekan dalam kelompok kecil Isjoni (2011: 21).

Menurut Christopher Cheong (2010: 77) dalam jurnal internasional berjudul From Group-based Learning to Cooperative Learning: A Metacognitive Approach to Project-based Group Supervision mengungkapkan:

“The projects generally involve the creation of an information system with a graphical user interface and a database back-end. Groups are free to choose appropriate methodologies, platforms, frameworks, and technologies to satisfy user requirements and complete their projects successfully”

Pernyataan tersebut berarti “membangun pembelajaran kooperatif biasanya diciptakan dari informasi yang berhubungan dengan siswa. Kelompok dipilih secara bebas dengan metode, bentuk, kerangka dan tegnologi yang tepat dan direncanakan agar berjalan dengan sukses”.

Sedangkan Wina Sanjaya (2013: 242) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen).

(3)

Pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar dalam kelompok saja tapi pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan beberapa jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuaannya berbeda dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama guna mencapai tujuan dalam pembelajaran tertentu.

Dalam pembelajaran kooperatif ini, dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan belajar.

2.2.1 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi (Rusman 2011: 210) Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat karena banyak pekerjaan orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dimana masyarakat secara budaya semakin beragam.

Dalam pembelajaran kooperatif tidak mempelajari materi saja. Namun, siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan kooperatif khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas.

Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.

2.2.2 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David dalam Anita Lie (2004: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur pembelajaran kooperatif, yaitu:

1. Saling ketergantungan positif

Menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri, agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.

2. Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur pembelajaran

(4)

cooperative learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

3. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk kelompok yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja.

4. Komunikasi antar anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak semua siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. 5. Evaluasi proses kelompok

Pengajara perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif.

Unsur pembelajaran kooperatif di atas tidak dapat tercapai jika hanya menggunakan model pembalajaran saja tanpa melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran harus menekankan siswa aktif berdiskusi dengan kelompok.

Untuk mencapai unsur tersebut, guru hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif membentuk, menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Kemudian siswa dapat membentuk makna tersendiri dari apa yang di pelajari.

2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe CRH (Course Review Horay) 2.3.1 Pengertian CRH (Course Review Horay)

Menurut Miftahul Huda (2013: 229-230) menyatakan Course Review Horay merupakan model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa dapat menjawab benar diwajibkan berteriak “horee!!” atau yel-yel lainnya yang disukai.

Model ini berusaha menguji pemahaman siswa dalam menjawab soal, dimana jawaban soal tersebut dituliskan pada kartu atau kotak yang telah dilengkapi nomor. Siswa atau kelompok yang memberi jawaban benar harus langsung berteriak “horee!!” atau menyanyikan yel-yel kelompoknya. Model ini

(5)

bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami konsep dengan baik melalui diskusi kelompok.

Sejalan dengan pendapat diatas (Widodo, 2007) mengatakan bahwa salah satu keunggulan dari penerapan pembelajaran kooperatif tipe CRH (Course Review Horay) ini adalah aktifitas belajar lebih banyak terpusat kepada siswa serta dapat menciptakan suasana dan interaksi belajar yang menyenangkan, sehingga membuat siswa lebih menikmati pelajaran dan tidak mudah bosan dalam belajar.

Model CRH (Course Review Horay) juga merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang bersifat menyenangkan dan meningkatkan kemampuan siswa dalam berkompetisi secara positif dalam pembelajaran, selain itu juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, serta membantu siswa untuk mengingat konsep yang dipelajari secara mudah.

Pembelajaran CRH (Course Review Horay) ini juga merupakan suatu pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk mengubah suasana pembelajaran di dalam kelas dengan lebih menyenangkan, sehingga siswa merasa lebih tertarik. Dalam pembelajaran CRH (Course Review Horay) ini, apabila siswa dapat menjawab secara benar maka siswa tersebut diwajibkan meneriakan kata “horay” ataupun yel-yel yang disukai dan telah disepakati oleh kelompok maupun individu siswa itu sendiri.

Dalam aplikasinya pembelajaran CRH (Course Review Horay) tidak hanya menginginkan siswa untuk belajar keterampilan dan isi akademik. CRH (Course Review Horay) sebagai salah satu proses learning to know, learning to do, learning to be and learning to live together untuk mendorong terciptanya kebermaknaan belajar bagi peserta didik (Suprijono, 2012).

Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CRH (Course Review Horay) merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu kegiatan belajar secara berkelompok kecil yang lebih menekankan pada pemahaman materi dengan cara menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru.

(6)

2.3.2 Hakikat Pembelajaran CRH (Course Review Horay) pada Bidang Studi Matematika.

Pendekatan CRH (Course Review Horay) dalam pembelajaran matematika, berusaha untuk menguji sampai dimana pemahaman yang dimiliki oleh siswa. Selanjutnya guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil yang berkompetisi untuk mendapatkan poin sebanyak-banyaknya dengan menjawab benar pertanyaan dari guru yang dibacakan secara acak.

Dengan demikian siswa mampu berfikir lebih cepat dan memiliki motivasi dalam diri mereka masing-masing. Pembelajaran melalui metode ini dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif yang melahirkan sikap ketergantungan yang positif di antara sesama siswa, penerimaan terhadap perbedaan individu dan mengembangkan ketrampilan bekerjasama antar kelompok.

Kondisi seperti ini akan memberikan kontribusi yang cukup berarti untuk membantu siswa yang kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep pada matematika, pada akhirnya setiap siswa dalam kelas dapat mencapai hasil belajar yang maksimal (Latifa Rachmawati : 2009).

2.3.3 Tujuan Pembelajaran model CRH (Course Review Horay) :

1) Meningkatkan kinerja siswa dalam menyelesaikan tugas akademik; 2) Siswa dapat belajar dengan aktif;

3) Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang dan perbedaan cara pandang penyelesaian masalah;

4) Mengetahui langkah-langkah yang akan digunakan guru ketika menggunakan pembelajaran CRH (Course Review Horay).

2.3.4 Prinsip Pembelajaran CRH (Course Review Horay)

Dalam proses belajar mengajar, kegiatan siswa menjadi pusat perhatian guru. Untuk itu agar kegiatan pengajaran dapat merangsang siswa untuk aktif dan kreatif belajar tentu saja diperlukan lingkungan belajar yang kondusif. Salah satu

(7)

upaya kearah itu adalah dengan cara memperhatikan beberapa prinsip penggunaan variasi dalam mengajar. Prinsip-prinsip tersebut adalah :

1) Pembelajaran CRH (Course Review Horay) sebaiknya digunakan dengan suatu tujuan tertentu yang relevan dengan tujuan yang akan dicapai, sehingga pembelajaran akan sejalan dengan perencanaan awal pembelajaran;

2) Direncanakan secara baik dan eksplisit dicantumkan dalam rencana pelajaran. Jadi penggunaan pembelajaran CRH (Course Review Horay) ini harus benar-benar berstruktur dan direncanakan. Karena dalam menggunakan pembelajaran CRH (Course Review Horay) ini memerlukan keluwesan, spontan sesuai dengan umpan balik yang diterima dari siswa. Umpan balik ini ada dua yaitu :

a. Umpan balik tingkah laku yang menyangkut perhatian dan keterlibatan siswa.

b. Umpan balik informasi tentang pengetahuan dan pelajaran.

2.3.5 Kekurangan dan Kelebihan CRH (Course Review Horay)

Dalam setiap pembelajaran pasti memiliki kelemahan ataupun kelebihannya masing-masing.

1. Kelebihan pembelajaran CRH (Course Review Horay) a. Pembelajaran lebih menarik;

Artinya, dengan menggunakan pembelajaran CRH (Course Review Horay) siswa akan lebih bersemangat dalam menerima materi yang akan disampaikan oleh guru karena banyak diselingi dengan games ataupun simulasi lainnya.

b. Mendorong siswa untuk dapat terjun kedalam situasi pembelajaran;

Artinya, siswa diajak ikut serta dalam melakukan suatu games atau simulasi yang diberikan guru kepada peserta didiknya yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan guru.

c. Pembelajaran tidak monoton karena diselingi dengan hiburan atau game, dengan begitu siswa tidak akan merasakan jenuh yang bisa menjadikannya tidak berkonsentrasi terhadap apa yang dijelaskan oleh guru.

d. Siswa lebih semangat belajar karena suasana belajar lebih menyenangkan; Artinya, kebanyakan dari siswa mudah merasakan jenuh apabila metode yang digunakan oleh guru adalah metode ceramah. Oleh karena itu, dengan menggunakan pembelajaran CRH (Course Review Horay) mampu

(8)

membangkitkan semangat belajar terutama anak sekolah dasar yang notabene masih ingin bermain-main.

e. Adanya komunikasi dua arah;

Artinya, siswa dengan guru akan mampu berkomunikasi dengan baik, dapat melatih siswa agar dapat berbicara secara kritis, kreatif dan inofatif. Sehingga tidak akan menutup kemungkinan bahwa akan semakin banyak terjadi interaksi diantara guru dan siswa.

2. Kekurangan pembelajaran CRH (Course Review Horay) a. Siswa aktif dan siswa yang tidak aktif nilai disamakan;

Artinya, guru hanya akan menilai kelompok yang banyak mengatakan horey. Oleh karena itu, nilai yang diberikan guru dalam satu kelompok tersebut sama tanpa bisa membedakan mana siswa yang aktif dan yang tidak aktif.

b. Adanya peluang untuk berlaku curang.

Artinya, guru tidak akan dapat mengontrol siswanya dengan baik apakah ia menyontek ataupun tidak. Guru akan memperhatikan per-kelompok yang menjawab horey, sehingga peluang adanya kecurangan sangat besar.

2.3.6 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe CRH (Course Review Horay).

Bruce Joyce dan Marsahl Weil mengemukakan langkah-langkah dari CRH (Course Review Horay) yaitu:

a. informasi kompetensi, b. sajian materi,

c. tanya jawab untuk pemantapan, siswa atau kelompok menulis nomor, d. sembarang dan dimasukkan ke dalam kotak,

e. guru membacakan soal yang nomornya dipilih acak,

f. siswa yang punya nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan guru berhak menjawab jika jawaban benar diberi skor dan siswa menyambutnya dengan yel hore atau yang lainnya,

g. pemberian reward,

h. penyimpulan dan evaluasi, i. refleksi.

(9)

Menurut Suprijono (2012: 129) langkah-langkah CRH sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi.

3. Memberikan kesempatan kepada siswa bertanya jawab.

4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing.

5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan kalau benar diisi tanda(√) dan salah diisi tanda silang (×).

6. Siswa yang sudah mendapat tanda (√) vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak “horay” atau yel-yel lainnya.

7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah “horay” yang diperoleh. 8. Penutup.

Sedangkan menurut Hamid (2011: 223-224) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran CRH sebagai berikut:

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi.

c. Memberikan kesempatan kepada siswa bertanya jawab.

d. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9,16,atau 25 buah sesuai dengan kebutuhan. Kemudian setiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing siswa.

e. Guru menbacakan soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan kalau benar diisi tanda (√) dan salah diisi tanda silang (×).

f. Siswa yang sudah mendapat tanda (√) vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak “hore” atau yel-yel lainnya.

g. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah “hore” yang diperoleh. h. Penutup.

Dari pendapat di atas tentang langkah-langkah implementasi CRH (Course Review Horay) dapat dikaji bahwa dalam menerapkan pembelajaran CRH

(10)

(Course Review Horay) terdapat 5 tahapan yang perlu dilakukan. Masing-masing tahapan menunjukkan kegiatan yang berbeda-beda yang perlu dipahami oleh guru sehingga dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik.

Tahap pertama adalah mengidentifikasi topik pembelajaranan serta membagi kelompok. Guru menyajikan materi dengan menggunakan media pembelajaran, menjelaskan langkah-langkah CRH (Course Review Horay) kemudian membentuk siswa dalam kelompok.

Tahap kedua adalah perencanaan tugas yang akan dipelajari. Siswa diberikan permasalahan untuk didiskusikan bersama teman kelompok. Dalam tahap ini guru bertugas untuk pemahaman siswa terhadap soal yang mereka kerjakan dan membimbing siswa agar dapat terlaksana dengan baik.

Tahap ketiga adalah menyelesaikan tugas kelompok. Dalam tahap ini siswa diharapkan memastikan jawaban mereka, guru juga memotivasi dan mengamati siswa dalam berdiskusi. Selanjutnya guru memberikan lembar CRH kepada masing-masing kelompok dan meminta siswa untuk memilih nomor soal secara acak.

Tahap keempat adalah permainan dengan mempresentasikan hasil diskusi. Guru memberikan soal secara acak sesuai nomor yang dipilih para siswa. Siswa mengerjakan soal tersebut dengan berdiskusi bersama kelompok masing-masing. Setelah selesai siswa diharapkan untuk mempresentasikan jawaban mereka dan siswa lain menaggapi.

Ketika guru mengumumkan jawaban yang benar dan masing-masing tim dengan jawaban benar harus mengisi kartu horay dengan tanda benar (O) dan lainnya mengisi tanda silang (X), dan memberi bintang kepada tim yang mendapatkan tanda benar (O) berbentuk garis vertika/horizontal/ diagonal dan memberikan penghargaan berupa hadiah kepada kelompok yang berhasil membentuk banyak garis.

Tahap kelima adalah evaluasi. Dalam tahap ini, siswa bersama guru mengevaluasi proses pembelajaran yang telah berlangsung yaitu dengan memberikan refleksi, umpan balik, serta penghargaan kepada siswa untuk

(11)

memotivasi siswa dalam proses belajar mulai dari tahap pertama hingga tahap akhir.

Sejalan dengan implementasi di atas Bruce Joyce dan Marsha Weil (1996:7) mengatakan model pembelajaran ini membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, dan sarana mengekspresikan diri. Unsur model pembelajaran Joyce dan Weil (1986:14-15) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut:

1. Sintak (syntax)

2. Sistem sosial (social system)

3. Prinsip reaksi (prinsiples of reaction) 4. Sistem pendukung (support system)

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marshal Weil mengetengahkan empat kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) Model interaksi sosial; (2) Model pengolahan informasi; (3) Model persona-humanistik; (4) Model modifikasi tingkah laku.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memiliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif, dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

2.4 Penerapan Pembelajaran CRH (Course Review Horay) Pada Materi Operasi Hitung Pecahan.

Untuk melaksanakan pembelajaran CRH (Course Review Horay), guru perlu melakukan persiapan yang memadai, agar pelaksanaannya berjalan dengan lancar sehingga siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran tersebut. Kegiatan dalam pembelajaran model CRH (Course Review Horay) yaitu untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yaitu:

(12)

2) Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan masalah, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan memisalkan yang ditanyakan dengan suatu variabel,

3) Saling membuat ikhtisar/rencana penyelesaian soal pemecahan masalah, 4) Menuliskan penyelesaian soal pemecahan masalah secara urut, dan 5) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian (Suyitno, 2005:4).

Penerapan pembelajaran CRH (Course Review Horay) untuk meningkatkan hasil pemahaman siswa pada materi operasi hitung pecahan adalah sebagai berikut:

1. Menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

Guru menyampaikan semua tujuan yang ingin dicapai dan memotivasi siswa agar siswa senantiasa belajar dengan sungguh-sungguh.

2. Menyajikan atau mendemonstrasikan materi sesuai topik dengan tanya jawab.

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan metode pembelajaran klasik, kemudian siswa diharapkan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru.

3. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil.

Guru menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok belajar dan membantu siswa agar melakukan transisi secara efisien sehingga pembelajaran dapat dimulai dengan segera.

4. Membuat kartu atau lembaran kertas.

Untuk menguji pemahaman siswa,guru menyuruh siswa membuat kartu atau lembaran kertas yang diserahkan kepada guru yang nantinya akan diisi nomor, kemudian dikembalikan pada tiap-tiap kelompok;

5. Guru membacakan soal aritmatika sederhana.

Guru akan membacakan soal secara acak dan siswa menuliskan jawabannya didalam kartu atau kertas yang nomornya disebutkan guru.

6. Mendiskusikan soal-soal.

Setelah pembacaan soal dan jawaban yang telah ditulis oleh sisawa didalam kartu atau lembaran kertas, guru dan siswa mendiskusikan soal yang telah diberikan tadi.

7. Bagi yang jawaban benar, siswa memberi tanda ceklist dan lansung berteriak horay atau menyanyikan yel-yel yang dibuat atas dasar kesepakatan dari kelompoknya masing-masing;

8. Nilai siswa dihitung dari jawaban yang benar dan yang banyak berteriak horay .

9. Guru memberikan hadiah (reward) pada siswa yang memperoleh nilai tinggi atau yang banyak mengatakan horay.

10. Guru membubarkan kelompok dan siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing; 11. Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian soal peluang;

12. Guru memberikan kuis.

Dari langkah-langkah pembelajaran diatas, dapat kita ketahui kekurangan dan kelebihan dari pembelajaran yang telah dilakukan.

Kelebihan : Siswa diajak untuk mampu menjelaskan kepada siswa lain satu

kelompoknya, dapat mengeluarkan ide-ide yang ada di dalam pikirannya secara spontanitas sehingga lebih memahami materi tersebut. Siswa dilatih untuk mampu

(13)

bekerjasama dan menghargai pendapat orang lain. Siswa mampu berfikir dengan cepat.

Kekurangan : Adanya kecurangan yang dilakukan siswa, dikarenakan posisi

duduk yang berkelompok sehingga guru tidak banyak mengontrol tiap kelompok, siswa merasa lebih tertekan dibandingkan dengan mengerjakan soal masing-masing sehingga dalam pembelajaran model CRH (Course Review Horay), terdapat kesempatan yang sama bagi setiap anggota kelompok untuk berhasil. Dukungan kelompok dalam belajar, dan tanggung jawab individual digunakan untuk penampilan atau penentuan hasil akhir. Secara kongkrit penerapan pembelajaran CRH (Course Review Horay), yakni sebagai berikut:

1. Mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara belajar secara berkelompok;

2. Mengembangkan kecepatan berfikir siswa; 3. Menciptakan kelompok belajar;

4. Melakukan penilaian dengan cara memperhatikan suatu kelompok yang sering mengatakan horay.

2.5 Motivasi Belajar

2.5.1 Pengertian Motivasi Belajar

Menurut James O Whittaker (Wasty Soemanto 2003: 205) motivasi adalah keadaan yang mengaktifkan maupun memberikan dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku agar mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut.

Selanjutnya menurut Sadirman A.M. (2012:75) mengatakan motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dan kegiatan belajar siswa dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki tercapai.

Berdasarkan dua pendapat diatas dapat penulis menyimpulkan bahwa motivasi memiliki pengertian yang sama yaitu menunjukkan suatu dorongan yang

(14)

timbul dari dalam diri seseorang dan menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu guna tujuan yang diinginkan.

Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan oleh seseorang yang mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan suatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuhkan kebutuhannya. Segala yang menarik minat orang lain belum tentu dapat membangkitkan minatnya sejauh apa yang ia lihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri.

Menurut Prasetya Irawan dalam Agus Suprijono (2012: 162) mengutip hasil penelitian Fyan dan Maehr bahwa dari tiga faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu latar belakang, kondisi atau konteks sekolah dan motivasi, maka faktor terakhir merupakan faktor yang paling baik.

Studi yang dilakukan Suciati menyimpulkan bahwa konstribusi motivasi sebesar 36%, sedangkan McClelland menunjukkan bahwa motivasi berprestasi mempunyai konstribusi sampai 64% terhadap prestasi belajar.

Indikator motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno dalam Agus Suprijono (2012: 163) dapat diklasifikasikan sebagi berikut :

a) Adanya hasrat dan keinginan berhasil.

b) Adanya dan dorongan kebutuhan dalam belajar. c) Adanya harapan dan cita-cita masa depan. d) Adannya penghargaan dalam belajar.

e) Adanya kegiatan yang menarik dan menyenangkan dalam belajar.

f) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik.

Dari pengertian motivasi belajar, dapat disimpulkan 3 fungsi motivasi sebagai berikut:

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi motivasi dalam hal ini sebagai motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

2. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.

3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan

(15)

perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut (Suprijono, 2009: 163-164).

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud motivasi belajar adalah dorongan yang timbul dalam diri individu untuk melakukan tindakan, sehingga mencapai hasil yang lebih baik dari pada hasil sebelumnya. Hasil yang dimaksudkan disini adalah hasil belajar.

2.5.2 Aspek-Aspek Motivasi Belajar

Dalam membicarakan aspek-aspek motivasi belajar, hanya dibahas dari dua sudut pandang yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang yang disebut “motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang disebut “motivasi ekstrinsik” (Sardiman A.M. 2012: 89).

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsi tanpa perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Siswa yang memiliki motivasi intrinsik cenderung akan menjadi seseorang yang terdidik, berpengetahuan yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu.

Untuk mendapatkan semuanya itu perlu belajar. Belajar adalah suatu cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Sebenarnya motivasi baik itu intrinsik maupun ekstrinsik adalah sesuatu yang abstrak dan tidak dapat dilihat bentuknya.

Karena itu, pertanyaannya adalah bagaimana mengukur motivasi tersebut? Uno (2011:23) menyebutkan bahwa untuk dapat mengetahui motivasi instrinsik atau motivasi yang datang dari dalam diri seseorang dapat diukur dengan: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan.

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar (Sardiman A.M. 2012: 89). Motivasi ekstrinsik diperlukan agar siswa mau belajar. Guru harus dapat membangkitkan minat siswa dengan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya. Kesalahan

(16)

dalam menggunakan motif-motif ekstrinsik bukan menjadi pendorong, tetapi menjadikan siswa malas belajar.

Untuk itu guru harus tepat dan benar dalam memotivasi siswa dalam rangka proses interaksi belajar mengajar. Dalam pendidikan dan pengajaran, guru bukan hanya berperan menjadi administator, demonstrator, pengelola kelas, mediator, fasilitator, supervisor, dan evaluator, tetapi juga sebagai motivator dan pembimbing.

Sebagai motivator guru berperan untuk mendorong siswa agar giat belajar. Usaha ini dapat diusahakan guru dengan memanfaatkan bentuk-bentuk motivasi sekolah agar dapat membangkitkan gairah belajar siswa. Menurut Djamah (Samsudin 2003) ada enam hal yang dapat diusahakan guru yaitu:

1) Membangkitkan dorongan kepada siswa agar belajar.

2) Menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran.

3) Memberikan ganjaran terhadap prestasi belajar yang dicapai siswa sehingga dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di kemudian hari.

4) Membentuk kebiasaan belajar siswa secara individual maupun kelompok.

5) Membantu kesulitan belajar siswa secara individual maupun kelompok. 6) Menggunakan metode yang bervariasi.

Selain Djamarah, Uno (2011:23) menyebutkan bahwa upaya agar siswa dapat termotivasi untuk belajar, hal-hal di luar diri siswa yang dapat mendorong dirinya untuk belajar antara lain:

1) Adanya penghargaan dalam belajar;

2) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan; 3) Adanya lingkungan belajar yang kondusif.

Dari paparan di atas, dapat kita mengerti bahwa motivasi terjadi karena ada dua hal. Pertama motivasi ada karena adanya keinginan dari dalam diri sendiri untuk belajar. Motivasi jenis ini disebut juga dengan motivasi intrinsik, dan kedua adalah motivasi belajar yang muncul dari dalam diri siswa untuk tertarik belajar

(17)

karena adanya dorongan dari pihak di luar dirinya yang disebut sebagai motivasi ekstrinsik.

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan motivasi intrinsik dan ekstrinsik, untuk melihat motivasi belajar siswa. Khusus untuk motivasi intrinsik, indikator yang akan digunakan untuk mengukur dua jenis motivasi belajar ini, yaitu indikator yang disampikan oleh Uno (2011:23).

Sedangkan motivasi ekstrinsik indikator yang akan digunakan pada motivasi belajar siswa adalah indikator yang disampaikan oleh Djamarah (2003). Untuk mengukur motivasi belajar peneliti menggunakan angket, angket ini diberikan setelah siswa diberikan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran CRH (Course Review Horay).

2.6 Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 40-41), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.

Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan.

Menurut Woordworth dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:41), “Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar”. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru dan mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung.

Menurut Hamalik (2006: 30) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Pendapat beberapa para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya dari hal yang tidak mereka ketahui sebelumnya menjadi tahu.

(18)

Hasil belajar digunakan guru untuk dijadikan tolak ukur atau kriteria dalam mencapai tujuan dalam pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa telah mampu memahami belajar dan dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku. Menurut peneliti hasil belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data angka (hasil tes).

Hasil belajar diperoleh pada kegiatan akhir dalam bentuk pemberian evaluasi terhadap siswa yang dilakukan di dalam kelas. Pengambilan hasil belajar digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan belajar dan menunjukkan kompetensi siswa melalui pengadaan tes bagi siswa.

2.6.1 Pengukuran Hasil Belajar Matematika

Menurut Sudjana (2013: 3), penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil belajar yang di capai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Menurutnya ada tiga istilah yang merujuk pada aktivitas-aktivitas utama dalam kegiatan penilaian/pengukuran kelas, yaitu (1) asesmen, (2) pengukuran dan (3) evaluasi. Prosedur teknik yang dimaksud adalah teknik tes dan teknik nontes.

Menurut Chatterji dalam Supratiknya (2013: 4), aktivitas terakhir dalam rangkaian kegiatan penilaian kelas adalah evaluasi, yaitu “a procces that comes after measurement is completed. It involves making a value judgmentor interpretation of the resulting data in a decision making context”.

Maksudnya, evaluasi merupakan proses sesudah pengumpulan data atau informasi baik dengan teknik pengukuran (tes atau skala) maupun dengan teknik asesmen lain selesai dilakukan bahkan sesudah data atau informasi tersebut selesai diolah.

Pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran hasil belajar adalah suatu pengukuran berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dilaksanakan dengan menggunakan istilah tiga aktivitas, yaitu: (1) asesmen, (2) pengukuran, (3) evaluasi serta pengumpulan data atau informasinya dengan teknik pengukuran tes dan skala.

(19)

2.7 Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang akan dilakukan mengacupada penelitian-penelitian terdahulu yang relevan, yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

1. Marteni Dewi, 2014 Penelitian berjudul Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe CRH (Course Review Horay) Terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa Kelas 5 SD Tahun Pelajaran 2013/2014. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran CRH (Course Review Horay) dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas 5 SD di Gugus IV Kecamatan Buleleng.

Berdasarkan hasil uji-t, diperoleh t hitung sebesar 4,46, sedangkan t tabel dengan db = 37 pada taraf signifikansi 5% adalah 1,74. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel. Disamping itu, rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang belajar dengan pembelajaran CRH (Course Review Horay) (21,83) lebih tinggi daripada rata-rata skor kelompok siswa yang belajardengan model pembelajaran konvensional (15,2).

2. Setyaningsih, 2014 Penelitian berjudul Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Bentuk Pasar Dengan Metode CRH (Course Review Horay) Berbantuan Media Gambar Kelas VIII SMP N 1 Bulu Kabupaten Sukoharjo. Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah berdasarkan hasil penelitian diperoleh aktivitas siswa siklus I sebesar 70,83% meningkat menjadi 87,50% pada siklus II.

Sedangkan aktivitas guru dalam siklus I sebesar 71,86% meningkat menjadi 90,6% pada siklus II. Rata-rata hasil belajar kognitif menunjukkan pada siklus I sebesar 72,67 meningkat menjadi 83,20 pada siklus II. Sedangkan ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar 70% meningkat menjadi 83,33% pada siklus 2. Penelitian yang saya lakukan

(20)

memiliki persamaan dengan penelitian Setyaningsih yaitu menggunakan model CRH (Course Review Horay) dan hasil belajar.

3. Darmawati, Arnentis dkk. 2011 penelitian berjudul Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe CRH (Course Review Horay) Untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Pekanbaru Tahun Pelajaran 2011/2012.

Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah hasil menunjukkan bahwa siklus I berarti sikap ilmiah siswa adalah 82,25 % (cukup), penyerapan rata-rata siswa adalah 81,08 (cukup), ketelitian belajar siswa adalah 80,56 % (cukup) dan kelompok penghargaan predikat yang super ada 4 kelompok. Pada siklus kedua rata-rata sikap ilmiah siswa meningkat menjadi 90,99 % (baik), penyerapan rata-rata siswa adalah 89,61 (baik), ketuntasan belajar siswa adalah 100 % (sangat baik) dan Kelompok penghargaan yang super predikat ada 2 kelompok. Penelitian yang saya lakukan memiliki persamaan dengan penelitian Setyaningsih yaitu menggunakan model CRH (Course Review Horay) dan hasil belajar.

Dari ketiga penelitian terdahulu, dapat dilihat perbedaan yang mencakup jelas dari ketiga hasil penelitian tersebut. Dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif tipe CRH (Course Review Horay) dalam pembelajaran mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar.

Serta pada hasil penelitian terdahulu jelas sekali perbedaan dengan penelitian yang dilakukan saat ini yaitu belum memasukan variabel motivasi belajar. Dengan demikian ada keterkaitan dalam penelitian yang dilakukan dengan peneliti sebelumnya.

Hal ini memberikan kesempatan dan celah kepada penulis untuk memasukan variabel motivasi dalam penelitian tindakan kelas pada mata pelajaran yang diteliti yakni mata pelajaran Matematika untuk SD kelas 5 dan dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti motivasi belajar dan hasil belajar.

(21)

2.8 Kerangka Berpikir

Penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk memperbaiki situasi pembelajaran yang terjadi pada siswa kelas 5 SD Negeri Banyurip. Fakta yang didapat mengenai suasana pembelajaran pada siswa disekolah ini adalah bahwa guru masih mendominasikan pembelajaran. Akibatnya siswa kurang termotivasi dalam belajar matematika, dan hasil belajarnya pun menjadi rendah.

Penelitian ini memilih pendekatan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan dua siklus, dengan pemikiran bahwa evaluasi pada siklus pertama akan menjadi catatan untuk dijadikan masukan pada siklus 2. Namun demikian uji coba pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe CRH (Course Review Horay) tetap dilanjutkan hingga tercapai kreteria KKM yaitu ≥ 65.

Pemilihan model pembelajarn Kooperatif tipe CRH (Course Review Horay) dipilih berdasarkan situasi subjek penelitian yaitu siswa kelas 5. Pada usia ini, siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan sudah bisa bekerja sama dan berdiskusi dalam kelompok, dengan model kooperatif tipe CRH (Course Review Horay) diharapakan bahwa pembelajaran akhirnya mendorong agar terjadi kerja sama diantara siswa.

Model pembelajaran CRH (Course Review Horay) mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual, model CRH (Course Review Horay) dirancang untuk menyelesaikan masalah-masalah teoritis dan praktis dari sistem pengajaran individual. Mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa.

Perlunya semacam individualisasi telah dipandang penting khususnya dalam pelajaran matematika. Pembelajaran dari tiap kemampuan yang diajarkan sebagian besar tergantung pada penguasaan kemampuan yang dipersyaratkan. Dengan membuat para siswa belajar dalam tim-tim pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah, dan saling memberi dorongan untuk maju, maka guru dapat membebaskan diri mereka dari

(22)

memberikan pengajaran langsung kepada sekelompok kecil siswa yang homogen yang berasal dari tim-tim yang heterogen. Berikut dapat dilihat dalam Gambar 2.1

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

(Arikunto :2010)

2.9 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis tindakan adalah sebagai berikut:

a. Penerapan pembelajaran CRH (Course Review Horay) dalam pembelajaran matematika kelas 5 SD Negeri Banyurip dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

(23)

b. Penerapan pembelajaran CRH (Course Review Horay) dalam pembelajaran matematika kelas 5 SD Negeri Banyurip dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Hal ini dikarenakan pembelajaran CRH (Course Review Horay) dipilih berdasarkan situasi subyek penelitian yaitu siswa kelas 5. Pada usia ini, siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan sudah bisa bekerja sama dan berdiskusi dalam kelompok, dengan model koopertif tipe CRH (Course Review Horay) diharapkan bahwa pembelajaran akhirnya mendorong agar terjadi kerja sama diantara siswa.

Hal tersebut juga didukung dengan penerapan matematika yang dekat dengan kehidupan siswa. Dalam pembelajaran CRH (Course Review Horay) siswa menjadi sentral dari proses pembelajaran yang sedang berlangsung, sedangkan guru hanya sebagai mediator ataupun fasilitator yang bertugas untuk menyediakan dan memenuhi kebutuhan siswa saat proses pembelajaran.

Pendekatan ini membutuhkan peningkatan peran guru untuk lebih memotivasi siswa sehingga diharapkan pembelajaran CRH (Course Review Horay) dapat digunakan sebagai usaha perbaikan atau sebuah tindakan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika.

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Penjelasan Hadits Shahih Rasulullah Tentang

pelaksanaan pembelajaran fisika berbasis HOTS berada pada kategori sedang (TS). Berdasarkan hasil observasi pembelajaran beberapa aspek HOTS sudah muncul tetapi

Sedangkan penelitian eksplanatif bermaksud tidak hanya sekedar memberi gambaran mengenai suatu gejala sosial tertentu yang menjadi fokus perhatian yang ingin

Untuk mengetahui kemampuan guru dalam proses kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi pada mata pelajaran IPS di Kelas IV igunakan lembar observasi

Dengan mempraktikkan gerakan menendang bola pada gambar yang tersedia di power point, siswa dapat mendemonstrasikan cara menendang bola ke tujuan yang ditentukan dengan

Dengan metode penilaian seperti ini maka juri jalur cukup menghitung jumlah usaha yang diperlukan seorang atlit untuk menyelesaikan crux pertama (mencapai nilai bonus) dan

Algoritma ini dimulai dengan proses perhitungan spatial fuzzy clustering, yang mana hasil pengklusteran digunakan untuk menginisialisasi nilai fungsi level set,

1) Variabel Putus SD dan APM SD membentuk sudut hampir 180 o , berarti kedua variabel itu memiliki korelasi negatif yang cukup besar. Hal ini memberikan makna bahwa angka