• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Batasan Antarkelompok dan Identitas Target terhadap Perilaku Menolong antar Kelompok Agama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Batasan Antarkelompok dan Identitas Target terhadap Perilaku Menolong antar Kelompok Agama"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Batasan Antarkelompok dan Identitas Target terhadap Perilaku

Menolong antar Kelompok Agama

Ria Irwina Savitri, Amarina Ashar Ariyanto, Gagan Hartana Tupah Brama

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Email: irwinasavitri@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh batasan antarkelompok dan identitas target terhadap perilaku menolong antarkelompok agama. Partisipan dalam

penelitian ini adalah 74 orang mahasiswa yang beragama Islam. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 (batasan antarkelompok: semu, kentara) x 2(identitas target: ingroup, outgroup) two ways MANOVA design. Manipulasi untuk membuat batasan antarkelompok menjadi kentara dilakukan dengan cara mengingatkan partisipan kepada identitas kelompoknya. Sementara itu, untuk kondisi batasan yang semu, peneliti

mengingatkan partisipan akan common ingroup identity yang dimiliki bersama oleh ingroup dan outgroup dari partisipan. Peneliti juga memanipulasi identitas target melalui nama yang Islami untuk ingroup dan nama-nama Kristen untuk outgroup. Perilaku menolong diukur melalui skala perilaku menolong yang diadaptasi dariAbad-Merino, Newheiser, Dovidio, Tabernero, & Gonzalez (2013). Hasil dari pengujian MANOVA menunjukkan tidak ada pengaruh batasan antarkelompok dan identitas target terhadap perilaku menolong.

Kata kunci: identifikasi sosial; identitas kelompok/sosial; perilaku menolong antarkelompok, intergroup bias; rekategorisasi

(2)

The Impact of Group Boundaries and Target’s Identity toward Inter-Religion Groups Helping Behavior

Abstract

This study aims to see how the influence of intergroup boundaries and target’s identity toward inter-religion groups helping behavior. Participants in this study were 74 Muslim students. The study design was a 2 (intergroup boundaries: noticeable, unnoticeable) x 2 (the identity of the target: ingroup, outgroup) two-way MANOVA design. Researcher manipulate intergroup boundary became noticeable by reminding participants to group identity. Meanwhile, the researcher reminded participants about common ingroup identity that shared by the participants’ ingroup and outgroup to manipulate the intergoup boundary became

unnoticeable. Researcher also manipulate the target’s identity through an Islamic name for ingroup and Christian names for the outgroup. Helping behavior was measured through helping behavior scale that adapted from Abad-Merino, Newheiser, Dovidio, Tabernero, & Gonzalez (2013). The results of the MANOVA test showed no effect of intergroup boundaries and identity of the target to inter-religion helping behavior.

Keywords: social identification; social identity; intergroup helping behavior; intergroup bias; recategorization

Pendahuluan

Dalam kehidupan sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan atau pertolongan orang lain. Tingkah laku menolong sendiri didefinisikan sebagai tindakan menolong seseorang tanpa adanya keuntungan langsung yang didapatkan oleh si penolong (Baron, Branscombe, & Byrne, 2008). Mengapa seseorang mau menolong orang lain yang membutuhkan? Terdapat dua teori besar yang menjelaskan mengapa seseorang mau memberikan pertolongan kepada orang lain, yaitu teori empathy-altruism hypothesis dan cost-reward model. Empathy-altruism hypothesis menjelaskan bahwa empathic concern atau kepedulian empatik seseorang terhadap penderitaan orang lain akan mendorongnya untuk melakukan pertolongan (Baron, Branscombe, & Byrne, 2008). Sementara itu, cost-reward

(3)

model mengatakan bahwa perasaan tidak nyaman yang dialami oleh seseorang karena melihat orang lain kesulitan akan membuatnya memberikan pertolongan. Dengan menolong, seseorang dapat mengurangi perasaan tidak nyaman yang dimilikinya. Teori ini juga menekankan pentingnya pertimbangan cost yang mungkin harus dikeluarkan seseorang saat menolong atau tidak menolong.

Penjelasan tentang tingkah laku menolong kini mulai bergeser dari konteks menolong antarpribadi menjadi menolong antarkelompok. Yang dimaksud dengan tingkah laku menolong antarkelompok .adalah tingkah laku menolong yang terjadi ketika identitas kelompok dari penolong dan target (orang yang ditolong) tersebut salient atau kentara. Kentara berarti kedua belah pihak, baik penolong maupun target menyadari identitas kelompoknya masing-masing saat melakukan tindakan menolong tersebut. (Turner, Hogg, Oakes, Reicher, & Wetherell dalam Nadler, 2002). Beberapa temuan terdahulu menunjukkan, ketika individu berinteraksi dengan orang lain dari kelompoknya sendiri, perasaan, kepercayaan, dan tingkah laku interpersonal yang muncul cenderung lebih positif daripada dengan kelompok lain (Brewer, 2003). Hal tersebut menimbulkan bias sehingga individu lebih terdorong untuk menolong sesama anggota kelompoknya atau ingroup daripada anggota kelompok lain atau outgroup.

Studi Kuntsman dan Plant (2008) telah membuktikan bahwa bias dalam perilaku menolong antarkelompok dapat muncul pada situasi darurat seperti kecelakaan. Dalam penelitian Kuntsman dan Plant, seluruh partisipan merupakan kelompok ras kulit putih di Amerika, sehingga ingroup dari kelompok tersebut adalah sesama orang kulit putih sedangkan outgroup- nya adalah kelompok ras kulit hitam. Pada kondisi sangat darurat itu, pertolongan yang diberikan oleh orang kulit putih kepada korban yang berasal dari outgroup lebih lambat dan lebih buruk kualitasnya dibandingkan pertolongan yang diberikannya kepada ingroup.

Bias dalam perilaku menolong antarkelompok juga ditemukan dalam studi . Abad-Merino, dkk (2013). Temuan dari Abad-Merino, dkk menunjukkan bahwa . bias dalam perilaku menolong antarkelompok juga dapat terjadi dalam tingkah laku yang lebih bersifat subtle ( tersamar). Oleh karena itu, pengukuran perilaku menolong tidak hanya berdasarkan pada apakah partisipan secara aktual memberikan atau tidak memberikan pertolongan, tetapi dilihat dari jenis pertolongan yang diberikan. Jenis pertolongan yang diberikan dapat . berupa pertolongan berorientasi kemandirian atau pertolongan berorientasi ketergantungan. Dalam

(4)

penelitiannya, Abad-Merino, dkk (2013) membuktikan bahwa warga Amerika non-Latin (90,5% warga kulit putih dan 9,5% Amerika-Asia) melakukan pembedaan dalam menolong target orang Latin, orang Afrika-Amerika dengan orang Amerika kulit putih. Orang Amerika non-Latin yang memiliki prasangka tinggi terhadap orang Latin paling banyak memberikan pertolongan berorientasi kemandirian dan paling sedikit memberi pertolongan berorientasi ketergantungan kepada target kulit putih dibandingkan dengan target Afrika-Amerika dan target Latin (Abad-Merino, dkk, 2013). Pertolongan yang diberikan kepada outgroup (target Afrika-Amerika dan target Latin) lebih banyak berorientasi ketergantungan.

Beberapa studi di atas menunjukkan bahwa terdapat bias dalam perilaku menolong antarkelompok. Dalam The Common Ingroup Identity Model dijelaskan bahwa bias tersebut ternyata dapat dikurangi salah satunya dengan cara membuat batasan antarkelompok menjadi semu melalui adanya common ingroup identity, yaitu kesamaan identitas yang dimiliki oleh kelompok-kelompok yang bersangkutan. Salah satu cara untuk memunculkan common ingroup identity adalah dengan mengingatkan individu dari masing-masing kelompok tentang identitas superordinat yang telah mereka miliki bersama, misalnya satu negara. Penyadaran akan adanya common ingroup identity yang dimiliki bersama oleh kelompok-kelompok yang bersangkutan akan membuat batasan antarkelompok menjadi semu. Proses yang terjadi saat batasan antarkelompok semu adalah proses rekategorisasi dimana sejumlah individu yang berasal dari kelompok-kelompok yang berbeda dikondisikan untuk memersepsi diri mereka dan outgroup-nya sebagai satu kelompok (Gaertner & Dovidio, dalam Dovidio, Gaertner, & Saguy, 2007; Gaertner & Dovidio, 2005). Gaertner, Mann, Murrel, dan Dovidio (1989) dalam eksperimennya juga mengondisikan partisipannya untuk melakukan rekategorisasi sehingga partisipan menganggap anggota dari kelompok lain sebagai ingroup.

Salah satu studi yang telah membuktikan teori The Common Ingroup Identity Model dalam perilaku menolong antarkelompok adalah Levine, Prosser, Evans, & Reicher (2005). Pada studi pertama, Levine, dkk memanipulasi batasan antara kelompok partisipan (pendukung Manchester United) dan outgroup-nya (pendukung Liverpool) menjadi kentara atau salient. Kondisi ini disebut juga sebagai kondisi exclusion , dimana outgroup secara nyata di’keluarkan’ dari ingroup. Manipulasi yang dilakukan Levine, dkk adalah mendorong partisipan untuk mengingat/menyadari identitas ingroup-nya sebagai pendukung MU. Hasilnya partisipan secara signifikan menolong lebih banyak ingroup daripada outgroup atau korban yang bukan pendukung sepak bola. Pada studi kedua, batasan tersebut dibuat menjadi

(5)

semu dengan memunculkan common ingroup identity antara partisipan dan outgroup-nya yaitu sebagai sesama pendukung sepak bola Inggris. Kondisi ini disebut juga sebagai kondisi inclusion. Hasilnya, jumlah korban yang ditolong dari ingroup maupun outgroup sama banyak.yang menunjukkan bahwa pada kondisi dimana batasan antarkelompok semu, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pertolongan yang diberikan pendukung MU kepada ingroup maupun outgroup.

Studi 2 Levine, dkk (2005) di atas membuktikan bahwa batasan antarkelompok yang semu dapat mengurangi bias antarkelompok dalam perilaku menolong. Partisipan tidak lagi membedakan apakah pertolongan . diberikan ditujukan kepada outgroup .atau ingroupnya. Temuan Levine, dkk sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya dari Gaertner, dkk (2000) dan Dovidio, Gaertner, Validzic, Matoka, Johnson, & Frazier (1997) yang juga membuktikan bahwa bias terhadap outgroup dan konflik antarkelompok dapat dikurangi dengan memunculkan identitas superordinat yang berfungsi sebagai common ingroup identity. Pada tahun 2009, Nadler, Harpaz-Gorodeisky, dan Ben-David juga telah membuktikan bahwa adanya common ingroup identity antarkelompok mampu meningkatkan jumlah pertolongan yang berorientasi kemandirian dan menurunkan pertolongan yang berorientasi ketergantungan kepada outgroup.

.Apabila dikaitkan dengan konteks masyarakat Indonesia.yang sangat majemuk; terdapat Beragam etnis, agama, kepercayaan dan kelompok .di Indonesia. Masyarakat Indonesia dikenal dengan budaya kekeluargaannya dan saling menghormati meskipun berasal dari kelompok sosial yang berbeda. .Masyarakat Ambon misalnya, mereka dikenal dengan budaya Pela-gandong yang sejak dulu berperan dalam merekatkan kelompok pemeluk agama Islam dan Kristen sebelum terjadinya konflik. Bahkan saat terjadi konflik pun, pemeluk agama Islam dan Kristen di Ambon masih banyak yang saling melindungi satu sama lain (Wakano, 2011). Di Bali, pemeluk agama Islam dan Hindu saling hidup berdampingan dan tolong menolong satu sama lain dalam tradisi “ngejot” (Bahri, 2013). Struktur bangunan Pura Dalem atau Pura Langgar di Desa Binutun, Bangli dan Masjid Al-Hikmah di Kesiman Kertalangu, Denpasar juga menunjukkan akulturasi dari budaya Islam dan Hindu (Burhani, 2010). Di Kampung Arar, Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat terdapat sebuah gereja, yang bernama Gereja Immanuel dibangun 100% oleh masyarakat Islam (Karundeng, 2012).

(6)

Sampai saat ini, belum ada studi eksperimen terkait perilaku menolong antarkelompok dalam konteks kelompok agama di Indonesia yang mengkaji bagaimana pengaruh dari batasan antarkelompok terhadap jenis pertolongan yang diberikan kepada ingroup dan outgroup. Penelitian ini mereplikasi studi dari Levine, dkk (2005) dan bertujuan untuk mengetahui apakah batasan antarkelompok akan mempengaruhi perilaku menolong antarkelompok agama, khususnya antar kelompok Islam dan Kristen. Fokus penelitian ini adalah apakah kentara atau semunya batasan antarkelompok akan mempengaruhi jenis perilaku menolong yang diberikan kelompok Islam kepada outgroup dibandingkan dengan yang diberikan kepada ingroup.

Penelitian ini mengacu pada .penelitian yang telah digunakan oleh Levine, dkk (2005), . namun juga . bertujuan untuk . Menguji apakah ada . interaksi antara batasan antarkelompok dan identitas penerima pertolongan terhadap jenis . pertolongan yang diberikan (berorientasi kemandirian .atau beorientasi ketergantungan) .. Dalam penelitian ini, peneliti memanipulasi batasan antarkelompok dan identitas target yang akan menerima pertolongan. Batasan antar kelompok akan dimanipulasi menjadi kentara dan semu. Identitas target dimanipulasi melalui nama dari target, yaitu nama yang Islami dan nama-nama Nasrani, misalnya nama baptis. Kemudian peneliti akan mengukur perilaku menolong yang diberikan, apakah berorientasi kemandirian atau . berorientasi ketergantungan .

Peneliti menduga batasan antarkelompok dan identitas dari target yang menerima pertolongan akan mempengaruhi jenis pertolongan yang diberikan kepada target . .. Berdasarkan penelitian dari Abad-Merino, dkk (2013) peneliti menduga pada kondisi dimana batasan antarkelompok yang kentara (kondisi exclusion), partisipan yang Islam akan lebih banyak memberikan jenis pertolongan yang berorientasi ketergantungan kepada target yang beragama Kristen .daripada kepada target yangberagama Islam. Target beragama Islam (ingroup) akan lebih banyak mendapatkan pertolongan berorientasi kemandirian daripada target beragama Kristen (outgroup). Peneliti juga menduga pada kondisi inclusion (batasan antarkelompok yang semu), pertolongan berorientasi kemandirian akan diberikan sama banyak kepada Islam maupun Kristen karena adanya proses rekategorisasi. Berikut hipotesis dalam penelitian ini:

1. Batasan antarkelompok (kentara atau semu) akan mempengaruhi mean perilaku menolong berorientasi kemandirian secara signifikan.

2. Batasan antarkelompok (kentara atau semu) akan mempengaruhi mean perilaku menolong berorientasi ketergantungan secara signifikan.

(7)

3. Identitas dari target atau penerima pertolongan (Islam atau Kristen) akan mempengaruhi mean perilaku menolong berorientasi kemandirian secara signifikan. 4. Identitas dari target atau penerima pertolongan (Islam atau Kristen) akan

mempengaruhi mean perilaku menolong berorientasi ketergantungan secara signifikan.

5. Interaksi antara batasan antarkelompok (kentara atau semu) dan identitas atau penerima pertolongan (Islam atau Kristen) akan mempengaruhi mean perilaku menolong berorientasi kemandirian secara signifikan.

6. Interaksi antara batasan antarkelompok (kentara atau semu) dan identitas atau penerima pertolongan (Islam atau Kristen) akan mempengaruhi mean perilaku menolong berorientasi ketergantungan secara signifikan.

Tinjauan Teoritis

Tingkah laku menolong antarkelompok didefinisikan sebagai tingkah laku menolong yang terjadi ketika identitas kelompok dari penolong dan target (orang yang ditolong) tersebut salient atau kentara. Kentara berarti kedua belah pihak baik penolong maupun target menyadari identitas kelompoknya masing-masing saat tindakan menolong itu terjadi (Turner, dkk dalam Nadler, 2002). Jika identitas kelompok atau keanggotaan kelompok tidak disadari oleh kedua pihak (tidak kentara), maka tingkah laku tersebut masih tergolong sebagai tingkah laku menolong antarpribadi. Dalam perilaku menolong antarkelompok, penolong akan mengategorisasikan target yang menerima pertolongan sebagai ingroup atau outgroup.

Tingkah laku menolong juga memiliki bentuk yang beragam, mulai dari tingkah laku menolong yang sangat sederhana seperti mengambilkan pensil yang terjatuh (Greitemeyer & Osswald, 2010), memberikan bantuan finansial atau donasi (Marsh, Kozak, & Ambady, 2007; Twenge, Baumeister, DeWall, Ciarocco, & Bartels, 2007; Sze, dkk, 2011), menjadi sukarelawan (Sturmer, dkk, 2005), hingga menolong seseorang dalam situasi darurat (Levine, dkk, 2005; Kunstman & Plant, 2008). Menurut Nadler dan Halabi (2006) selain dilihat dari bentuknya, perilaku menolong juga dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu autonomous-oriented helping (pertolongan berorientasi kemandirian) dan dependency-oriented helping (pertolongan berorientasi ketergantungan). Pertolongan berorientasi ketergantungan merepresentasikan anggapan penolong bahwa penerima pertolongan tidak mampu memecahkan masalahnya sendiri dan membuatnya bergantung kepada pemberi

(8)

pertolongan. Di sisi lain, pertolongan berorientasi kemandirian adalah sebuah pertolongan yang dapat meningkatkan kepercayaan diri dari penerimanya dan membuatnya lebih mandiri dalam menyelesaikan masalah. Contoh pertolongan berorientasi ketergantungan adalah memberikan uang bulanan untuk menghidupi tetangga yang baru saya dipecat dari tempatnya bekerja. Sementara itu, pertolongan berorientasi kemandirian adalah melatih tetangga tersebut untuk dapat menjahit baju, sehingga ia dapat membuka jasa jahit baju untuk menghidupi keluarganya.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat bias dalam perilaku menolong antarkelompok. Pertolongan yang diberikan kepada outgroup terbukti lebih sedikit, lebih lambat dan lebih berorientasi ketergantungan daripada pertolongan yang diberikan kepada ingroup (Abad-Merino, dkk, 2013; Kuntsman & Plant, 2008; Levine, dkk, 2005, Nadler, dkk 2009; ). Namun, bias tersebut ternyata dapat dikurangi dengan adanya proses rekategorisasi. Teori Common Ingroup Identity Model menekankan proses rekategorisasi yang berdampak pada semakin positifnya sikap seseorang kepada orang lain yang sebelumnya dianggap outgroup. Menurut Gaertner dan Dovidio (2012) rekategorisasi ini muncul karena adanya kesamaan identitas superordinat atau identitas yang lebih tinggi dibandingkan identitas kelompok sebelumnya. Setelah proses rekategorisasi, sikap terhadap eks outgroup menjadi lebih positif, termasuk dalam perilaku prososial atau tingkah laku menolong.

Metode Penelitian

Penelitian tentang perilaku menolong ini dilakukan dalam konteks antar kelompok agama, yaitu agama Islam dan Kristen. Partisipan dalam penelitian ini adalah 74 mahasiswa beragama Islam dari empat kelas mata kuliah agama Islam di sebuah universitas di Depok, Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen .. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 (batasan antarkelompok: semu, kentara) x 2(identitas target: ingroup, outgroup) two ways MANOVA design. Peneliti melakukan manipulasi terhadap batasan antarkelompok menjadi kentara dan semu. Untuk memanipulasi batasan antarkelompok menjadi semu, peneliti mengingatkan partisipan kepada identitas kelompoknya. Sementara itu, untuk memanipulasi batasan antarkelompok menjadi kentara, peneliti mengingatkan partisipan akan common ingroup identity yang dimiliki bersama oleh ingroup dan outgroup dari partisipan. Selain itu, peneliti juga memanipulasi identitas target

(9)

melalui nama yang Islami untuk ingroup dan nama-nama Kristen untuk outgroup. Perilaku menolong diukur melalui skala perilaku menolong berorientasi kemandirian dan ketergantungan kepada target yang berasal dari ingroup atau outgroup dalam empat ilustrasi kasus.

Prosedur Penelitian

Di awal penelitian, peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari penelitian ini. Kemudian, partisipan dibagi secara acak ke dalam 4 kelompok, exclusion-target Islam, exclusion-target Kristen, inclusion-target Islam dan inclusion-target Kristen. Partisipan diminta untuk membaca dan mengisi bagian-bagian dari kuesioner yang dibagikan secara berurutan dimulai dari cover story, data kontrol, dan seterusnya.

Pada kondisi exclusion, peneliti memanipulasi batasan antarkelompok menjadi kentara dengan meminta partisipan mengisi alat ukur Identifikasi terhadap Islam dan kemudian menulis esai tentang bagaimana umat Islam menyikapi permasalahan yang sedang dihadapi Indonesia. Sementara itu, pada kondisi inclusion, batasan antarkelompok dimanipulasi menjadi semu dengan meminta partisipan untuk mengisi alat ukur Identifikasi terhadap Indonesia dan kemudian menulis esai tentang topik yang sama tetapi dari sudut pandang orang Indonesia. Peneliti tetap meminta partisipan pada kondisi inclusion untuk mengisi alat ukur Identifikasi terhadap Islam di akhir kuesioner untuk melihat tingkat identifikasi partisipan terhadap ingroup-nya.

Setelah pertisipan mengisi alat ukur identifikasi dan menulis esai, terdapat alat ukur perilaku menolong yang berupa empat buah ilustrasi cerita. Di akhir setiap ilustrasi cerita partisipan .terdapat dua item perilaku menolong, yaitu perilaku menolong berorientasi kemandirian dan perilaku menolong berorientasi ketergantungan. Partisipan diminta memberikan rating pada skala yang disediakan pada setiap item dari skala 1 (sangat tidak setuju) hingga 5 (sangat setuju). Setiap partisipan akan menerima empat buah ilustrasi cerita dengan target ingroup atau outgroup. Manipulasi yang dilakukan terhadap identitas target adalah dengan menggunakan nama-nama Islami untuk target ingroup dan nama-nama Kristen untuk target outgroup.

(10)

Hasil Penelitian

Dari 74 partisipan, 86.49% diantaranya adalah perempuan dan sisanya laki-laki. Rentang usia partisipan berkisar antara 17 sampai dengan 20 tahun, dengan mayoritas partisipan berumur 18 tahun (55.4%). Sebelum melakukan analisis terhadap perilaku menolong partisipan, peneliti membandingkan mean tingkat identifikasi dari semua kelompok berdasarkan batasan antarkelompok (kentara atau semu) dan identitas target atau penerima pertolongan (Islam atau Kristen). Dalam studi ini, terdapat empat kelompok partisipan, yaitu kelompok kentara-Islam, kentara-Kristen, semu-Islam, dan semu-Kristen. Berdasarkan analisis one-way annova, F – ratio yang diperoleh sebesar 1.123 tidak berhasil melewati critical value dari 0.442. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat identifikasi terhadap Islam antara empat kelompok partisipan, F(3,70) = 1.123, p > 0.05.

Setelah melakukan analisis awal, peneliti kemudian menghitung persebaran skor perilaku menolong berorientasi kemandirian dan perilaku menolong berorientasi ketergantungan dari empat kelompok partisipan. Setelah itu, peneliti melakukan pengujian MANOVA untuk melakukan pengujian terhadap enam hipotesis dalam penelitian ini. Di bawah ini terdapat hasil pengujian berdasarkan analisis statistik yang telah dilakukan.

Pengujian H1: Tidak terdapat pengaruh utama (main effect) yang signifikan dari batasan antarkelompok terhadap perilaku menolong berorientasi kemandirian, F (1, 70) = 0.20, p > 0.05, η2 =0.003. Hanya sekitar 0.3% variasi skor perilaku menolong berorientasi kemandirian yang dapat dijelaskan oleh batasan antarkelompok dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Temuan tersebut menunjukkan bahwa hipotesis pertama gagal dibuktikan.

Pengujian H2: Tidak terdapat pengaruh utama (main effect) yang signifikan dari batasan antarkelompok terhadap perilaku menolong berorientasi, F (1,70) = 7.86, p > 0.05, η2 = 0.022. Hanya 2.2% variasi dari skor perilaku berorientasi ketergantungan yang dapat dijelaskan oleh batasan antarkelompok dan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Temuan tersebut menunjukkan bahwa hipotesis kedua gagal dibuktikan.

Pengujian H3: Tidak terdapat pengaruh utama (main effect) yang signifikan dari identitas target atau penerima pertolongan terhadap perilaku menolong berorientasi kemandirian, F (1, 70) = 0.83, p > 0.05, η2 = 0.012. Hanya 1.2% variasi dari skor perilaku menolong berorientasi

(11)

kemandirian yang dapat dijelaskan oleh identitas dari target, sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Temuan tersebut menunjukkan bahwa hipotesis ketiga gagal dibuktikan.

Pengujian H4: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari identitas target terhadap skor perilaku menolong berorientasi ketergantungan, F (1, 70) = 3.41, p > 0.05, η2= 0.010. Hanya 1% variasi skor dari perilaku menolong berorientasi ketergantungan yang dapat dijelaskan oleh identitas target. Temuan tersebut menunjukkan bahwa hipotesis keempat gagal dibuktikan.

Pengujian H5: Tidak ada pengaruh pengaruh efek interaksi (interaction effect) antara batasan antarkelompok dan identitas target terhadap skor perilaku menolong berorientasi kemandirian, F (1,70) = 0.56, p > 0.05, η2 = 0.008. Hanya 0.8% variasi dari skor perilaku menolong

berorientasi kemandirian yang dapat dijelaskan oleh interaksi dari batasan antarkelompok dan identitas target. Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis kelima dalam penelitian ini gagal dibuktikan.

Pengujian H6: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari interaksi antara batasan antarkelompok dan identitas target terhadap skor perilaku menolong berorientasi ketergantungan, F (1,70) = 0.85, p > 0.05, η2 = 0.002. Hanya sekitar 0.2% variasi dari skor perilaku menolong berorientasi ketergantungan yang dapat dijelaskan oleh interaksi antara batasan antarkelompok dan identitas target. Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesis keenam dalam penelitian ini gagal dibuktikan.

Dari pengujian keenam hipotesis, dapat disimpulkan bahwa masing-masing faktor (batasan antarkelompok dan identitas target) dan interaksi antar kedua faktor tidak mempengaruhi perilaku menolong berorientasi kemandirian dan ketergantungan yang diberikan oleh partisipan.

Pembahasan

Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pengaruh batasan antarkelompok dan identitas target terhadap perilaku menolong antarkelompok. Seluruh partisipan pada kondisi exclusion (batasan antarkelompok kentara) maupun inclusion (batasan

(12)

antarkelompok semu), merupakan orang Islam yang diukur perilaku menolongnya terhadap target yang berasal dari ingroup (sesama orang Islam) atau outgroup (orang Kristen). Temuan umum penelitian ini membuktikan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari batasan antarkelompok dan identitas target terhadap jenis perilaku menolong yang dilakukan partisipan. Jenis perilaku menolong tersebut ialah perilaku menolong berorientasi kemandirian dan perilaku menolong berorientasi ketergantungan. Tidak pula ditemukan pengaruh dari interaksi batasan antarkelompok dan identitas target terhadap kedua jenis perilaku menolong tersebut. Hasil ini berbeda dengan Nadler, dkk (2009) dan Abad-Merino, dkk (2013).

Penelitian yang dilakukan Nadler, dkk (2009) menunjukkan bahwa dalam kondisi minimal groups dan real group, partisipan lebih banyak memberikan pertolongan berorientasi ketergantungan daripada kemandirian kepada anggota kelompok lain (outgroup). Pola ini berubah setelah partisipan diingatkan akan common ingroup identity yang dimiliki bersama dengan kelompok lain sehingga pertolongan yang lebih banyak diberikan kepada outgroup menjadi pertolongan berorientasi kemandirian. Temuan tersebut semakin dikuatkan oleh temuan Abad-Merino, dkk (2013). Ketika batasan antarkelompok tidak dibuat semu atau partisipan tidak diingatkan terhadap common ingroup identity yang dimilikinya, Abad-Merino, dkk menemukan perilaku menolong yang lebih banyak diberikan partisipan kepada outgroup-nya adalah perilaku menolong berorientasi ketergantungan.

Temuan dalam penelitian ini dapat berbeda dengan Nadler, dkk (2009) dan Abad-Merino, dkk (2013) karena ada beberapa faktor atau kondisi yang berbeda pada eksperimen yang dilakukan. Pertama, Nadler, dkk memanipulasi ancaman terhadap identitas kelompok partisipan. Apabila target menjadi sumber ancaman bagi identitas kelompok partisipan, maka ia akan semakin banyak memberikan pertolongan berorientasi ketergantungan. Nadler, dkk menjelaskan bahwa partisipan memberikan pertolongan kepada outgroup yang dianggap mengancam untuk menunjukkan sisi positif dari kelompoknya sehingga mencegah ancaman tersebut. Kedua, partisipan dalam studi Nadler, dkk merupakan anggota dari kelompok yang memiliki status lebih tinggi daripada kelompok lain. Ketika posisi status tersebut dalam kondisi yang tidak stabil, maka partisipan lebih banyak memberikan perilaku menolong berorientasi ketergantungan kepada outgroup. Kedua penjelasan ini menyimpulan bahwa tidak adanya bias dalam jenis perilaku menolong kepada outgroup dalam batasan

(13)

antarkelompok yang kentara disebabkan oleh identitas kelompok dari partisipan yang tidak terancam dan status yang dimiliki kelompoknya dalam kondisi yang stabil.

Selain itu, tidak terjadinya bias antarkelompok dalam kondisi batasan antarkelompok yang kentara dapat disebabkan oleh sedikitnya partisipan yang merupakan high identifier atau sangat mengidentifikasi diri dengan ingroup. Dalam penelitian Levine, dkk (2005) batasan antarkelompok yang kentara membuat partisipannya melakukan bias saat menolong outgroup. 94% partisipan dalam penelitian Levine,dkk adalah high identifier sedangkan partisipan high identifier dalam kondisi exclusion pada penelitian ini hanya sebesar 58,97%.

Perbedaan temuan ini dapat pula dijelaskan berdasarkan analisis teori the arousal: cost-reward model terhadap item-item perilaku menolong pada alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini. Apabila ditinjau dari teori the arousal: cost-reward model (Dovidio, dkk, dalam Kunstman & Plant (2008), individu cenderung tidak ingin menolong jika cost (biaya) untuk menolong dianggap tinggi meskipun cost untuk tidak menolong juga tinggi. Cost untuk menolong dapat terdiri dari waktu dan tenaga, kemungkinan terluka, termasuk perasaan aversif karena harus berinteraksi dengan seseorang yang mungkin membuat target tidak nyaman. Ketika berada dalam situasi dimana cost untuk menolong maupun tidak menolong tergolong tinggi, maka saksi mata cenderung tidak menolong (Saucier, Miller, & Doucet, 2005).

Item pertolongan berorientasi kemandirian pada studi ini menggambarkan cost yang lebih rendah dibandingkan dengan item pertolongan yang berorientasi ketergantungan. Hal ini dapat mendorong partisipan untuk memberikan skor lebih tinggi pada pertolongan berorientasi kemandirian karena cost yang dikeluarkan lebih rendah daripada pertolongan berorientasi ketergantungan meskipun target merupakan outgroup.

Penulisan item-item jenis pertolongan dalam alat ukur perilaku menolong juga diduga berpotensi menimbulkan social desirability. Potensi tersebut muncul karena target yang diceritakan dalam ilustrasi cerita bukanlah orang asing, melainkan diandaikan sebagai orang yang sudah cukup dikenal oleh partisipan. Eagly (2009) mengatakan bahwa perilaku menolong perempuan lebih tinggi daripada laku-laki jika targetnya adalah orang yang sudah dekat atau dikenal. Sementara itu, jika target merupakan orang asing, maka laki-laki lebih banyak menolong daripada permpuan. Di samping itu, penulisan item juga diduga dapat

(14)

memunculkan social desirability. Contohnya, pada ilustrasi cerita pertama, terdapat item perilaku menolong yang berorientasi kemandirian seperti: “Anda akan membantu Josephine membuat kerangka esai agar memudahkannya dalam menulis?”. Penulisan item tersebut dapat mengarahkan partisipan untuk memberikan rating yang tinggi baik pada skala perilaku menolong berorientasi kemandirian maupun ketergantungan.

Diluar variabel ancaman terhadap identitas kelompok dan ketidakstabilan status, sedikitnya jumlah partisipan yang tergolong high identifier, dan item-item jenis perilaku menolong yang kurang baik, peneliti menduga masih ada faktor-faktor lain yang membuat hasil penelitian ini berbeda dengan studi-studi sebelumnya. Pertama, peneliti menduga tingkat prasangka yang dimiliki oleh partisipan terhadap orang Kristen dapat memprediksi apakah ia akan melakukan diskriminasi dalam perilaku menolong atau tidak. Kuntsman dan Plant (2008) menemukan pengaruh prasangka terhadap bias dalam perilaku menolong yang pengukurannya menggunakan observasi terhadap tindakan aktual.

Kedua, kontak antarkelompok juga dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Kontak antarkelompok disebut oleh Hewstone, Rubin, & Willis (2002) sebagai salah satu cara untuk mengurangi bias antarkelompok. Peneliti menduga tidak adanya bias atau diskriminasi dalam perilaku menolong pada penelitian ini dapat dipengaruhi oleh intensitas dan frekuensi pengalaman partisipan dalam berinteraksi dengan orang Kristen sebagai outgroup-nya. Lingkungan kampus yang majemuk dimana partisipan berada memungkinkan partisipan sudah terbiasa melakukan kontak dengan orang selain kelompoknya sendiri. Ketiga, norma sosial dan budaya di tempat partisipan tinggal dapat mendorong partisipan untuk memperlakukan orang diluar kelompoknya sama dengan anggota kelompoknya sendiri. Di Indonesia terdapat norma tak tertulis yang menganjurkan masyarakatnya untuk berbuat baik kepada siapapun termasuk kepada orang dari kelompok sosial yang berbeda.

Akhirnya, penelitian ini secara umum memberikan gambaran baru dalam literatur perilaku antarkelompok bahwa batasan antarkelompok serta identitas kelompok antara target dan saksi mata tidak secara universal menjadi faktor utama yang mempengaruhi perilaku menolong antarkelompok. Faktor-faktor lain seperti prasangka, tingkat identifikasi terhadap ingroup, kontak antarkelompok dan faktor budaya perlu dieksplorasi lebih lanjut. Selanjutnya, peneliti dapat melihat faktor apa yang sebenarnya paling mempengaruhi perilaku menolong antarkelompok.

(15)

Kesimpulan

Dari seluruh analisis yang telah dilakukan peneliti dapat menyimpulkan bahwa batasan antarkelompok dan identitas target tidak terbukti mempengaruhi perilaku menolong berorientasi kemandirian dan perilaku menolong berorientasi ketergantungan. Tidak ditemukan pula pengaruh dari interaksi batasan antarkelompok dan identitas target terhadap perilaku menolong berorientasi kemandirian maupun ketergantungan. Dengan demikian, tidak ada hasil penelitian yang sesuai dengan hipotesis yang telah disusun sebelumnya.

Saran

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti masih memiliki banyak kekurangan. Apabila di kemudian hari terdapat pihak lain yang ingin melanjutkan atau mereplikasi studi ini, terdapat beberapa hal yang penting untuk diperhatikan.

1) Partisipan dalam studi berikutnya sebaiknya dipastikan mayoritas atau seluruhnya merupakan orang yang sangat mengidentifikasi diri dengan Islam, misalnya anggota organisasi Islam atau santri di pondok pesantren.

2) Sebaiknya pada penelitian selanjutnya, tingkat identifikasi terhadap Islam dan Indonesia sebagai identitas subordinat dan identitas superordinat juga diukur oleh peneliti. Selanjutnya, dilakukan analisis statistik untuk melihat bagaimana pengaruh tingkat identifikasi partisipan kepada kelompok subordinat dan superordinat terhadap perilaku menolong antarkelompok.

3) Hendaknya peneliti berikutnya mengosongkan kata-kata seperti “Islam” pada alat ukur identifikasi terhadap Islam dan “Indonesia” pada alat ukur identifikasi terhadap Indonesia yang digunakan untuk memanipulasi batasan antarkelompok. Lalu meminta partisipan untuk mengisi sendiri bagian-bagian yang kosong tersebut agar dapat memperkuat manipulasi yang dilakukan.

4) Studi selanjutnya sebaiknya juga mempertimbangkan variabel lain yang dapat mempengaruhi perilaku menolong antarkelompok, seperti kontak antarkelompok (intergroup contact), ancaman terhadap identitas kelompok, status kelompok, norma sosial dan budaya di tempat partisipan berada. Penelitian berikutnya hendaknya

(16)

menciptakan situasi yang lebih mendorong kemunculan diskriminasi dalam perilaku menolong antarkelompok sesuai dengan adat dan faktor budaya partisipan

5) Studi selanjutnya sebaiknya perlu mempertimbangkan strategi yang tepat untuk dapat mengukur prasangka yang dimiliki partisipan secara adekuat sehingga dapat dianalisis lebih lanjut bagaimana prasangka dan interaksinya dengan variabel-variabel lain dalam mempengaruhi perilaku menolong antarkelompok.

6) Peneliti selanjutnya sebaiknya memvariasikan tingkat keparahan kondisi yang dialami oleh target untuk melihat pengaruhnya terhadap perilaku menolong antarkelompok.

Daftar Referensi

Abad-Merino, S., Newheiser, A.-K., Dovidio, J. F., Tabernero, C., & Gonzalez, I. (2013). The dynamics of intergroup helping: the case of subtle bias against Latinos. Cultural Diversity and Ethnic Minority Psychology , 1-8. doi: 10.1037/a0032658

Bahri, S. (2013). “Ngejot”, Tradisi Menjaga Kerukunan Umat Beragama di Bali. Diunduh dari http://www.dakwatuna.com/2013/08/08/37725/ngejot-tradisi-menjaga-kerukunan-umat-beragama-di-bali/#axzz2jnRCZALo pada Desember 2013

Baron, R., Branscombe, N., & Byrne, D. (2008). Social Psychology 12th Ed. Boston: Pearson. Batson, D. (2012). The empathy – altruism hypothesis: issues and applications. dalam j.

decety. The Empathy: From Bench to Bedside. London: The MIT Press. Brewer, M. (2003). Intergroup Relations 2nd Ed. Buckingham: Open University Press.

Burhani, R. (2010). Pura Dalem Jawa Simbol Kerukunan Muslim-Hindu diunduh dari

http://www.antaranews.com/berita/215881/pura-dalem-jawa-simbol-kerukunan-muslim-hindu pada Desember 2013

Cialdini, R. B., Brown, S. L., Lewis, B. P., Luce, C., Neuberg, S. L. (1997). Reinterpreting the empathy – altruism relationship: when one into one equals oneness. Journal of Personality and Social Psychology,Vol. 73(3), 481-494

Cikara, M., Bruneau, E. G., & Saxe, R. R. (2011). Us and them: intergroup failures of empathy. Current Directions in Psychological Science, Vol.20,149-153 . doi: 10.1177/0963721411408713

Dach-Gruschow, K., & Hong, Y. (2006). The racial divide in response to the aftermath of Katrina: a boundary condition for common ingroup identity model. Analyses of Social Issues and Public Policy, Vol 6 (1) , 125-141.

(17)

Dovidio, J., & Morris, W. (1975). Effects of stress and commonality of fate on helping behavior. Journal of Personality and Social Psychology, Vol 31(1) , 145-149.

Dovidio, J., Gaertner, S., Validzic, A., Matoka, K., Johnson, B., & Frazier, S. (1997). Extending the benefits of recategorization: evaluations, self-disclosure, and helping. Journal of Experimental Social Psychology , 401-420.

Dovidio, J., Gaertner, S., & Saguy, T. (2007). Another view of ‘‘we’’: Majority and minority group perspectives on a common ingroup identity. European Review of Social Psychology , 296-330. doi: 10.1080/10463280701726132

Dreu, C. K., & Nauta, A. (2009). Self-interest and other-orientation in organizational behavior: implications for job performance, prosocial behavior, and personal initiative. Journal of Applied Psychology, Vol. 94(4), 913–926. doi: 10.1037/a0014494

Eagly, A. H. (2009). The his and hers of prosocial behavior: An examination of social. American Psychologist, 644-658

ELSAM. (2013). Siaran Pers ELSAM No: 054/PHK/ELSAM/IV/2013 diunduh dari

http://www.elsam.or.id/article.php?id=2400&lang=in#.Unk1yFNc2KE pada Desember 2013

Ellemers, N., & Haslam, S. (2012). Social Identity Theory. Dalam P. Van Lange, A. Kruglanski, & E. Higgins. The Handbook of Theories of Social Psychology Vol.2 (hal 379-398). London: Sage.

Febriani, Fina. (2012). Hubungan antara Identifikasi Sosial dan Perilaku Memaafkan: Studi pada Kelompok Muslim. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Field, A. (2009). Discovering Statistics Using SPSS 3rd Ed. London: SAGE Publications Ltd. Gaertner, S., Mann, J., Murrel, A., & Dovidio, J. (1989). Reducing intergroup bias: the

benefits of recategorization. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 57(2) , 239-249.

Gaertner, S. L., & Dovidio, J. F. (1977). The subtlety of white racism, arousal, and helping behavior. Journal of Personality and Social Psychology, Vol 35(10), 601-707. Gaertner, S. L., Dovidio, J. F., Banker, B. S., Houlette, M., Johnson, K. M., McGlynn, E. A.

(2000). Reducing intergroup conflict: from superordinate goals to decategorization, recategorization, and mutual differentiation. Group Dynamics: Theory, Research, and Practice, Vol. 4(1), 98-114. doi: 10.1037//1089-2699.4.1.98

(18)

Gaertner, S. L., & Dovidio, J. F. (2012). The Common Ingroup Identity Model. Dalam P. A. Van Lange, A. W. Kruglanski, & E. T. Higgins, Handbook of Theories of Social Psychology Vol.2 (hal. 439-457). London: Sage.

Gravetter, F. J., & Forzano, L. A. (2009). Research Methods for The Behavioral Sciences. New York: McGraw Hill.

Graziano, W., Habashi, M., Sheese, B., & Tobin, R. (2007). Agreeableness, empathy, and helping: a person x situation perspective. Journal of Personality and Social Psychology, Vol 93(4) , 583-599.

Greitmeyer, T., & Osswald, S. (2010). Effects of prosocial video games on prosocial behavior. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 98,(2), 211–221. Doi: 10.1037/a0016997

Hewstone, M., Rubin, M., & Willis, H. (2002). Intergroup Bias. Annual Reviews, Vol.53 , 575-604.

Indah. (2011). Pluralisme dan Kesederhanaan Toleransi. Diunduh dari

http://kabarinews.com/pluralisme-dan-kesederhanaan-toleransi/37646 pada Desember 2013.

Kaplan, R., & Saccuzzo, D. (2005). Psychological Testing: Principles, Applications, and Issues 6th Ed. Toronto: Thomson Wadsworth

Karundeng, N. (2012). Gereja Immanuel Dibangun 100% oleh Umat Islam: Oase Kerukunan

Islam-Kristen Indonesia. Diunduh dari

http://unik.kompasiana.com/2012/02/22/gereja-immanuel-dibangun-100-oleh-umat-islam-oase-kerukunan-islam-kristen-indonesia-441204.html pada Desember 2013. Kumar, R. (1996). Research methodology: A step-by-step guide for beginners. London:

SAGE Publications Ltd.

Kunstman, J., & Plant, E. (2008). Racing to help: racial bias in high emergency helping situations. Journal of Personality and Social Psychology, 95(6) , 1499-1510. doi: 10.1037/a0012822

Levine, M., Prosser, A., Evans, D., & Reicher, S. (2005). Identity and emergency intervention: how social group membership and inclusiveness of group boundaries shapes helping behavior. Personality and Social Psychology Bulletin , 443-453. doi: 10.1177/0146167204271651

Mashoedi, S. (2009). Tingkah Laku Menolong. Dalam S. Sarwono, & E. Meinarno, Psikologi Sosial (hal. 121-145). Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

(19)

Marsh, A. A., Kozak, M. N., & Ambady, N. (2007). Accurate identification of fear facial expressions predicts prosocial behavior. Emotion, Vol. 7(2), 239–251. doi: 10.1037/1528-3542.7.2.239

Nadler, A. (2002). Inter-group helping relations as power relations:maintaining or challenging social dominance between groups though helping. Journal of Social Issues, Vol. 58(3), 487--502

Nadler, A., & Halabi, S. (2006). Intergroup helping as status relations: effects of status stability, identification, and type of help on receptivity to high-status group's help. Journal of Personality and Social Psychology. Vol 91(1) , 97-110. doi: 10.1037/0022-3514.91.1.97

Nadler, A., Harpaz-Gorodeisky, G., & Ben-David, Yael. (2009). Defensive helping: threat to group identity, ingroup identification,status stability, and common group identity as determinants of intergroup help-giving. Journal of Personality and Social Psychology, 97(5) , 823-834. doi: 10.1037/a0015968

Nunnally, J. C., & Bernstein, I. H. (1994). Psychometric theory. New York, NY: McGraw- Hill

Piff, P. K., Kraus, M. W., Core, S., Cheng, B. H.., & Keltner, D. (2010). Having less, giving more: the influence of social class on prosocial behavior. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 99(5), 771–784. doi: 10.1037/a0020092

Piliavin, I. M., Rodin, J., & Piliavin, J. A. (1969). Good Samaritanism: An underground phenomenon?Journal of Personality and Social Psychology, Vol 13(4), 289-299 Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B. N. (2011). Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT Indeks. Sturmer, S., Synder, M., & Omoto, A. (2005). Prosocial emotions and helping: the

moderating role of group membership. Journal of Personality and Social Psychology, 97 (5) , 532-546. doi: 10.1037/0022-3514.88.3.532

Saucier, D., Miller, C., & Doucet, N. (2005). Differences in helping whites and blacks: a meta-analysis. Personality and Social Psychology Review, Vol 9(1) , 2-16.

Spatz, C., & Kardas, E. (2008). Research Methods: Ideas, Techniques, & Repots. New York: McGraw-Hill.

Sze, J. A., Gyurak, A., Goodkind, M. S., & Levenson, R. W. (2011, August 22). Greater emotional empathy and prosocial behavior in late life. Emotion, 1-12. doi: 10.1037/a0025011 .

(20)

Turner, J.C., & Reynolds, K. J. (2012). Self-Categorization Theory. Dalam P. Van Lange, A. Kruglanski, & E. Higgins. The Handbook of Theories of Social Psychology Vol.2 (hal 379-398). London: Sage.

Twenge, J. M., Baumeister, R. F., DeWall, C. N., Ciarocco, N. J., Bartels, J. M. (2007). Social exclusion decreases prosocial behavior. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 92(1), 56–66. DOI: 10.1037/0022-3514.92.1.56

Wakano, A. (2011). Warga Muslim dan Kristen di Ambon Saling Melindungi. Diunduh dari

http://lomboknews.com/2011/09/12/warga-muslim-dan-kristen-di-ambon-saling-melindungi/ pada Desember 2013.

Worchel, S. (1998). A developmental view of the search for group identity. Dalam e. a. Worchel, Social Identity: International Perspectives (hal. 53-74). London: Sage.

Referensi

Dokumen terkait

Orang tua merupakan orang yang mempunyai pengaruh sangat besar terhadap perkembangan anak, baik dari segi psikis ataupun psikologis. Disamping perkembangan psikis

Berdasarkan uraian sebelumnya maka kesadaran menabung pada bank syariah di Kota Ternate bagi segmen masyarakat berusia sekolah dapat dikatakan sebagai fungsi dari sejarah

Menurut peneliti, pentingnya masalah ini untuk diteliti mengenai kegiatan promosi yang dilakukan showroom mobil Vans Motor pada bursa mobil di otobursa mobil bekas

Selain konsistensi mengawal keselamatan pelayaran, pemerintah juga terus menegakkan keselamatan angkutan jalan baik moda angkutan bus untuk penumpang maupun truk untuk

Konsentrasi garam NaCl hingga 3000 ppm berpengaruh tidak nyata terhadap parameter persentase perkecambahan, laju perkecambahan, persentase kecambah normal, persentase

Untuk itu, kelompok “Satwa Makmur” sudah memiliki 50 ekor ternak kambing yang dapat menghasilkan 400 kg gas metan. Jika gas metan yang dihasilkan kandang ternak dikonversi maka

Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar rupiah (kurs), dan jumlah uang yang beredar secara simultan berpengaruh

In this paper, after shadow detection and computing disparity map from high resolution satellite stereo images, a new method based on morphological filtering and