• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI MODEL RUNTUN WAKTU"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

UJI STATISTIK PORTMANTEAU DALAM VERIFIKASI

MODEL RUNTUN WAKTU

Salah satu langkah yang paling penting dalam membangun suatu model runtun waktu adalah dari diagnosisnya dengan melakukan pemeriksaan apakah suatu model yang diidentifikasi telah tepat. Uji portmanteau telah menjadi bagian penting dari pemeriksaan diagnostik (diagnostic checking) runtun waktu. Tahap ketiga dari proses pemeriksaan diagnostik ini (Box dan Jenkins, 1994) tidak hanya memeriksa ketidakcukupan dari model yang sesuai tetapi juga menyarankan perbaikan pada model yang sesuai dalam langkah selanjutnya pada prosedur pementukan model.

Residual sangat umum digunakan sebagai alat diagnostik untuk menguji seberapa baik kelayakan model. Suatu model dikatakan telah tepat jika deret dari residualnya terdistribusi secara bebas dan acak disekitar nol, serta jika tidak ada informasi yang dapat digunakan untuk memperbaiki suatu model. Dalam prakteknya cara yang paling popular dalam pemeriksaan diagnostik sebuah model runtun waktu adalah uji portmanteau. Uji ini pertama kali diusulkan oleh Box dan Pierce pada tahun 1970, dimana mereka mempelajari distribusi dari residual autokorelasi dalam proses ARIMA (Chand, 2011).

Beberapa uji lack of fit untuk model ARIMA berdasarkan pada koefisien autokorelasi residual yang diberikan oleh

(2)

๐‘Ÿ๐‘˜= ๐œ€๐‘ก๐œ€๐‘กโˆ’๐‘˜ ๐‘› ๐‘ก=๐‘˜+1 ๐œ€๐‘ก2 ๐‘› ๐‘ก=1 (๐‘˜ = 1,2, โ€ฆ )

Dan untuk memeriksa kecukupan dari model yang cocok tersebut Box dan Pierce mengusulkan uji statistik portmanteau

๐‘„ = ๐‘› ๐‘Ÿ ๐‘˜2

๐‘š

๐‘˜=1

yang berdistribusi ๐œ’๐‘šโˆ’๐‘โˆ’๐‘ž2 .

Dalam diskusi Prothero dan Wallis pada tahun 1976, Chatfield menyebutkan sifat kekuatan yang buruk dari ๐‘„ dan merekomendasikan untuk fokus pada autokorelasi residual pada beberapa lag pertama dan lag musiman. Serta menunjukkan perkiraan yang buruk dari distribusi sampel ๐‘„. Prothero dan Wallis juga menyarankan penggunaan faktor koreksi ๐‘›+2 ๐‘›โˆ’๐‘˜ pada ๐‘„ (Chand, 2011).

3. 1 Uji Portmanteau Ljung-Box (๐‘ธ๐‘ณ๐‘ฉ)

Pada uji portmanteau Box-Pierce terjadi permasalahan ketika ๐‘› tidak besar. Ljung-Box menunjukkan bahwa untuk ๐‘› = 100 pendekatan statistik ๐‘„ ke distribusi Chi-kuadrat tidak memuaskan. Setelah dilakukan beberapa diskusi mengenai distribusi sampel dari uji statistik yang diusulkan oleh Box-Pierce, sehingga Ljung-Box pada tahun 1978 mengusulkan uji statistik baru dengan menggantikan koefisien autokorelasi residual ๐‘Ÿ๐‘˜ dengan nilai standarnya ๐‘Ÿ๐‘˜ (Peรฑa-Rodrรญguez, 2002).

๐‘Ÿ๐‘˜2= ๐‘› + 2 ๐‘› โˆ’ ๐‘˜ ๐‘Ÿ๐‘˜

(3)

๐‘„๐ฟ๐ต= ๐‘› ๐‘› + 2 ๐‘Ÿ๐‘˜

2

๐‘› โˆ’ ๐‘˜

๐‘š

๐‘˜=1

Statistik ๐‘„๐ฟ๐ต memiliki distribusi sampel yang jauh lebih dekat ke ๐œ’๐‘šโˆ’๐‘โˆ’๐‘ž2 .

3. 2 Uji Portmanteau Monti (๐‘ธ๐‘ด๐‘ป)

Ljung (1982) menunjukkan bahwa menggunakan terlalu banyak autokorelasi residual dapat mengurangi kekuatan uji. Sehingga, Monti pada tahun 1994 memperkenalkan uji portmanteau ๐‘„๐‘€๐‘‡ berdasarkan autokorelasi parsial residual ๐œ™๐‘˜๐‘˜ yang dirumuskan sebagai berikut:

๐‘„๐‘€๐‘‡ = ๐‘› ๐‘› + 2 ๐œ™๐‘˜๐‘˜

2

๐‘› โˆ’ ๐‘˜

๐‘š

๐‘˜=1

Statistik ๐‘„๐‘€๐‘‡ berdistribusi Chi-kuadrat dengan derajat kebebasannya ๐‘š โˆ’ ๐‘ โˆ’ ๐‘ž. Berdasarkan hasil simulasi, Monti menunjukkan bahwa uji ๐‘„๐‘€๐‘‡ lebih sensitif dibandingkan uji ๐‘„๐ฟ๐ต, namun hasil evaluasi dari Kwan dan Wu (1997) melalui simulasi Monte-Carlo untuk data yang dibangkitkan dengan periode bulanan, hanya menemukan sedikit perbedaan antara uji ๐‘„๐‘€๐‘‡ dan uji ๐‘„๐ฟ๐ต.

3. 3 Uji Portmanteau Peรฑa-Rodrรญguez ๐‘ซ๐’Ž

Peรฑa dan Rodrรญguez mengusulkan uji portmanteau yang baru pada tahun 2002 dengan menggunakan transformasi dari determinan ๐‘…๐‘š untuk menguji

adanya autokorelasi pada residual. Untuk data runtun waktu stasioner, matriks korelasi residual orde ๐‘š, ๐‘…๐‘š didefinisikan sebagai:

(4)

๐‘…๐‘š= 1 ๐‘Ÿ1 โ€ฆ ๐‘Ÿ๐‘š ๐‘Ÿ1 1 โ€ฆ ๐‘Ÿ๐‘šโˆ’1 โ‹ฎ โ‹ฎ โ‹ฑ โ‹ฎ ๐‘Ÿ๐‘š ๐‘Ÿ๐‘šโˆ’1 โ€ฆ 1 (3.1)

Uji portmanteau Peรฑa-Rodrรญguez dirumuskan sebagai berikut: ๐ท๐‘š= ๐‘› 1 โˆ’ ๐‘…๐‘š1 ๐‘š Dan didapatkan ๐‘…๐‘š = ๐‘…๐‘šโˆ’1 1 โˆ’ ๐‘…๐‘–2 dimana ๐‘…๐‘– 2 = ๐‘Ÿ(๐‘š)โ€ฒ ๐‘…๐‘š โˆ’1

๐‘Ÿ(๐‘š) , dengan ๐‘Ÿ(๐‘š) = ๐‘Ÿ1, ๐‘Ÿ2, โ€ฆ , ๐‘Ÿ๐‘š โ€ฒ, merupakan koefisien

korelasi yang dikuadratkan dari model linier ๐œ€๐‘ก= ๐‘–๐‘—=1๐‘๐‘—๐œ€๐‘กโˆ’๐‘—+ ๐‘ข๐‘ก. Secara rekursif

didapatkan

๐‘…๐‘š 1 ๐‘š = ๐‘š 1 โˆ’ ๐‘…๐‘–2

๐‘–=1

1 ๐‘š

(3.2)

dan 1 โˆ’ ๐‘… ๐‘š 1 ๐‘š dapat diinterpretasikan sebagai rata-rata kuadrat koefisien korelasi (Peรฑa-Rodrรญguez, 2002).

๐ท๐‘š dapat juga ditafsirkan berdasarkan koefisien autokorelasi parsial.

Perhatikan bahwa 1 โˆ’ ๐‘… ๐‘–2 =๐ฝ๐พ๐บ (1,๐‘–)

๐ฝ๐พ๐‘‡ kemudian dengan cara yang sama

didapatkan 1 โˆ’ ๐‘… ๐‘–โˆ’12 =๐ฝ๐พ๐บ (1,๐‘–โˆ’1) ๐ฝ๐พ๐‘‡ sehingga 1 โˆ’ ๐‘…๐‘–2 1 โˆ’ ๐‘…๐‘–โˆ’12= ๐ฝ๐พ๐บ(1, ๐‘–) ๐ฝ๐พ๐บ(1, ๐‘– โˆ’ 1)= 1 โˆ’ ๐œ™๐‘–๐‘– 2

dimana ๐œ™๐‘–๐‘–2 =๐ฝ๐พ๐บ 1,๐‘–โˆ’1 โˆ’๐ฝ๐พ๐บ(1,๐‘–)๐ฝ๐พ๐บ(1,๐‘–โˆ’1) merupakan kuadrat koefisien autokorelasi ke-i. sehingga determinan ๐‘…๐‘š dapat dituliskan sebagai

(5)

๐‘…๐‘š 1 ๐‘š= 1 โˆ’ ๐œ™๐‘–๐‘–2

๐‘š

๐‘–=1

๐‘š+๐‘–โˆ’1 ๐‘š

๐œ™ ๐‘š = ๐œ™11, โ€ฆ , ๐œ™๐‘š๐‘š โ€ฒ dan menggunakan hasil dari Monti (1994) bahwa ๐‘›1 2๐œ™

๐‘š cenderung berdistribusi normal multivariat dengan vektor rata-rata nol

dan matriks varians-kovarians ๐ผ๐‘šโˆ’ ๐‘„๐‘š , dimana ๐‘„๐‘š= ๐‘‹๐‘š๐‘‰โˆ’1๐‘‹๐‘šโ€ฒ , ๐‘‰ adalah

matriks informasi untuk parameter ๐œƒ dan ๐œ™, dan ๐‘‹๐‘š adalah matriks ๐‘š ร— ๐‘ + ๐‘ž ,

dengan elemen-elemen ๐œƒโ€ฒ dan ๐œ™โ€ฒ ditentukan oleh ๐œ™ ๐ต 1 โˆž๐‘–=0๐œ™๐‘–โ€ฒ๐ต๐‘– dan ๐œƒ ๐ต 1 โˆž๐‘–=0๐œƒ๐‘–โ€ฒ๐ต๐‘–.

Teorema 3.3.1

Jika model teridentifikasi dengan benar, ๐ท๐‘š akan menyebar secara asimtot

sebagai ๐‘š๐‘–=1๐œ†๐‘–๐œ’1,๐‘–2 , dimana ๐œ’1,๐‘–2 ๐‘– = 1, โ€ฆ , ๐‘š merupakan variabel acak ๐œ’12 dan

๐œ†๐‘– ๐‘– = 1, โ€ฆ , ๐‘š adalah nilai eigen dari ๐ผ๐‘šโˆ’ ๐‘„๐‘š ๐‘Š๐‘š, dimana ๐‘Š๐‘š adalah sebuah matriks diagonal dengan elemen-elemen ๐‘ค๐‘–๐‘– = ๐‘š โˆ’ ๐‘– + 1 ๐‘š ๐‘– = 1, โ€ฆ , ๐‘š .

Pembuktian terdapat dalam lampiran 1.

Untuk model ARMA bentuk untuk nilai eigen dari ๐ผ๐‘šโˆ’ ๐‘„๐‘š ๐‘Š๐‘š sulit. Menurut

Box dan Pierce (1970) matriks ๐‘„๐‘š= ๐‘‹๐‘š๐‘‰โˆ’1๐‘‹๐‘šโ€ฒ dapat diperkirakan dengan

matriks ๐‘„๐‘š= ๐‘‹๐‘š ๐‘‹๐‘šโ€ฒ ๐‘‹๐‘š โˆ’1๐‘‹๐‘šโ€ฒ apabila ๐‘š cukup besar.

Berdasarkan uraian di atas peluang ๐‘ƒ ๐ท๐‘š > ๐‘ฅ dapat ditaksir dengan membalikan fungsi karakteristik dari ๐‘š๐‘–=1๐œ†๐‘–๐œ’1,๐‘–2 (Imhof, 1961). Pendekatan

distribusi ๐œ†๐‘–๐œ’1,๐‘–2 dilakukan oleh distribusi berbentuk ๐‘Ž๐œ’๐‘2, distribusi Gamma

(6)

dengan parameter ๐‘Ž dan ๐‘ yang didefinisikan sebagai ๐‘Ž = ๐œ†๐‘–2

๐œ†๐‘– dan ๐‘ = ๐œ†๐‘– 2

๐œ†๐‘–2 . Dimana ๐œ†๐‘– dan ๐œ†๐‘–2 dapat didekati oleh

๐œ†๐‘– ๐‘š ๐‘–=1 =๐‘š + 1 2 โˆ’ ๐‘ + ๐‘ž ๐œ†๐‘–2 ๐‘š ๐‘–=1 = 1 6๐‘š ๐‘š + 1 2๐‘š + 1 โˆ’ ๐‘ + ๐‘ž

Dengan demikian dapat ditentukan pendekatan distribusi ๐ท๐‘š dengan

distribusi Gamma, ฮ“ ๐›ผ = ๐‘ 2 , ๐›ฝ = 1 2๐›ผ dimana parameternya didefinisikan dengan ๐›ผ = 3๐‘š ๐‘š + 1 โˆ’ 2 ๐‘ + ๐‘ž 2 2 2 ๐‘š + 1 2๐‘š + 1 โˆ’ 12๐‘š ๐‘ + ๐‘ž dan ๐›ฝ = 3๐‘š ๐‘š + 1 โˆ’ 2 ๐‘ + ๐‘ž 2 ๐‘š + 1 2๐‘š + 1 โˆ’ 12๐‘š ๐‘ + ๐‘ž Distribusi ini memiliki rata-rata ๐›ผ

๐›ฝ= ๐‘š+1 2โˆ’ ๐‘+๐‘ž dan variansi ๐›ผ ๐›ฝ2= ๐‘š+1 2๐‘š+1 3๐‘šโˆ’2 ๐‘+๐‘ž .

Pendekatan di atas akan lebih baik jika menggunakan koefisien autokorelasi yang distandarkan ๐‘Ÿ๐‘˜ sehingga uji portmanteau terbaru menjadi

๐ท๐‘š= ๐‘› 1 โˆ’ ๐‘…๐‘š 1 ๐‘š

๐‘…๐‘š adalah matriks korelasi yang dibangun berdasarkan ๐‘Ÿ๐‘˜. Pendekatan ๐ท๐‘š lebih baik dari ๐ท๐‘š, terutama untuk sampel berukuran kecil (Peรฑa dan Rodrรญguez, 2002). Nilai ๐ท๐‘š akan bernilai lebih besar dari sama dengan nol untuk semua nilai ๐‘Ÿ๐‘˜.

Referensi

Dokumen terkait