• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas Landasan Pendidikan - Tokoh2 Pendidikan Di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tugas Landasan Pendidikan - Tokoh2 Pendidikan Di Indonesia"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi pendidikan tidak jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Visi pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki sasaran jelas, dan tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam subsistem pendidikan merupakan suatu hal yang sangat wajar, karena kepedulian untuk menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sudah seyogyanya sistem pendidikan tidak boleh jalan di tempat, namun setiap perubahan juga harus disertai dan dilandasi visi yang mantap dalam menjawab tantangan zaman.

Hidup dan kehidupan tak akan dapat terlepas dari pendidikan. Kegiatan atau proses pendidikan akan terasa amat penting dan sangat dibutuhkan dalam menghadapi ilmu dan teknologi yang sangat pesat kemajuannya seperti sekarang ini. Hal tersebut dilakukan agar suatu negara tidak tergilas zaman yang sejatinya sedang berpacu dengan waktu. Segala upaya pemerintah perlu dilakukan untuk peningkatan mutu pendidikan dan pembenahan sistem yang telah ada tanpa mengabaikan norma-norma atau aturan-aturan yang berlaku . Oleh karena itu, negara (Indonesia) selayaknya tetap berkaca pada masa lalu.

Awal mula adanya pendidikan di Indonesia dipelopori oleh para tokoh pendidikan. Tokoh-tokoh pendidikan itulah yang berperan penting dalam kemajuan dan perkembangan pendidikan di Indonesia. Beberapa tokoh pendidikan yang berpengaruh di Indonesia antara lain Ki Hajar Dewantara, Mohammad Syafei, KH. Ahmad Dahlan dan R.A. Kartini.

B. Rumusan Masalah

1. Siapa saja tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam bidang pendidikan di Indonesia? 2. Bagaimana biografi dari para tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia?

3. Apa-apa saja kiprah dari tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia? C. Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan siapa saja tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia

2. Menjelaskan biografi dari para tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia 3. Menjelaskan kiprah para tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia

(2)

PEMBAHASAN

2.1 Tokoh-tokoh Pendidikan di Indonesia

Pendidikan yang kita laksanakan sekarang ini tidaklah lepas dari usaha-usaha para tokoh pendidikan terdahulu yang telah merintis dengan perjuangan yang sangat berat dan tidak mengenal lelah. Oleh karena itu, bila kita berbicara tentang pendidikan yang kini berlangsung tidaklah arif bila tidak membicarakan sosok dan tokoh-tokoh pendidikan tersebut, dengan hanya menerima jerih payah dan karya mereka.

Pada dasarnya cukup banyak tokoh pelaku sejarah yang sangat berjasa dalam dunia pendidikan Indonesia. Namun, dalam kesempatan ini hanya sebagian yang bisa dikemukakan, dengan tidak mengurangi dan mengecilkan arti perjuangan dan jasa-jasa tokoh-tokoh yang lain. Tokoh-tokoh pendidikan tersebut adalah :

1. Ki Hajar Dewantara (1889-1959)

Ki Hajar Dewantara yang sebelumnya bernama Raden Mas Suwardi Suryaningrat, lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Putra dari K.P.H. suryaningrat, dan cucu dari Pakualam III.

Ia pertama kali bersekolah di ELS yaitu Sekolah Dasar untuk anak-anak Eropa/Belanda dan juga kaum bangsawan. Selepas dari ELS ia kemudian melanjutkan pendidikannya di STOVIA yaitu sekolah yang dibuat untuk pendidikan dokter pribumi di kota Batavia pada masa kolonial Hindia Belanda, yang kini dikenal sebagai fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Meskipun bersekolah di STOVIA, Ki Hadjar Dewantara tidak sampai tamat sebab ia menderita sakit ketika itu.

Ki Hadjar Dewantara cenderung lebih tertarik dalam dunia jurnalistik atau tulis-menulis, hal ini dibuktikan dengan bekerja sebagai wartawan dibeberapa surat kabar pada masa itu, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Gaya penulisan Ki Hadjar Dewantara pun cenderung tajam mencerminkan semangat anti kolonial.

Ki Hajar Dewantara aktif dalam organisasi sosial dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama Boedi Oetomo di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.

(3)

Ki Hajar Dewantara juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indonesia yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker. Kemudian Douwes Dekker mendirikan Indische Partij, beliau diajak juga.

Ketika pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun 1913, timbul reaksi dari kalangan nasionalis, termasuk Ki Hajar Dewantara. Kemudian ia menulis Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga (Een voor Allen maar Ook Allen voor Een).

Tulisan Ki Hajar Dewantara yang paling terkenal adalah Seandainya Aku Seorang Belanda (Als ik een Nederlander was), dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan Douwes Dekker, 13 Juli 1913. Akibat tulisan ini ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka (atas permintaan sendiri). Namun, Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda pada tahun 1913. Ketiga tokoh ini dikenal sebagai "Tiga Serangkai".

Dalam pengasingan di Belanda, Ki Hajar Dewantara aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya.

Pada tahun 1919, Ki Hajar Dewantara kembali ke Indonesia dan bergabung dalam sekolah binaan dari saudaranya. Menjadi guru di sekolah tersebut membuatnya mempunyai pengalaman mengajar yang kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang akan dia dirikan.

Pada tahun 1922 saat berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara semenjak saat itu ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya.

Setelah Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantara pernah menjabat beberapa jabatan penting di pemerintahan, yaitu, Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan RI yang pertama, Anggota dan Wakil Ketua DPA, Anggota Parlemen dan mendapatkan gelar “Doktor Honoris Causa” dalam Ilmu Kebudayaan dari Universitas Gajah Mada, tanggal 19 desember 1956.

Ki Hajar Dewantara menuninggal dunia pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta. Beliau telah memberikan karya terbaiknya kepada nusa dan bangsa. Semboyan “Tut wuri

(4)

Handayani” diabadikan sebagai lambang dan semboyan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

2. Mohammad Syafei ( 1899-1969)

Mohammad Syafei seorang yang berdarah Minang dilahirkan di Kalimantan Barat tepatnya di daerah Natan tahun 1895. Anak dari Mara Sutan dengan Indung Khadijah. Ia menamatkan di Sekolah Rakyat tahun 1908, masuk sekolah Raja (Sekolah Guru) lulus pada tahun 1914 dan kemudian mengikuti kursus guru gambar pada Bataviashe Kunstkring di Betawi, disamping itu ia juga mempelajari beberapa macam pekerjaan tanggan pada tukang-tukang Indonesia di Betawi dan Bogor seperti kepandaian mengerjakan tulang, tanduk, bambu dan lain-lain.

Karena berpendapat untuk memajukan Indonesia dengan cepat kaum ibu adalah salah satu tenaga penting bagi usaha tersebut. Setibanya di Jakarta dari Bukit Tinggi dia lalu mengajar pada sekolah Kartini di pintu Besi Gunung Sahari, Jakarta dengan murid pada permulaannya hanya 36 orang wanita. Pada waktu itu anak-anak perempuan belum dibiasakan untuk meninggalkan rumah karena masih dalam pingitan. Dia menjadi guru pada sekolah Kartini selama 6 tahun dan meningkat pesat menjadi 800 orang lebih ketika ditinggalkannya pada tahun1927.Selama mengajar di sekolah kartini beliau juga diizinkan untuk mengerjakan pekerjaan tangan secara fakultatif. Dia bekerja pada surat kabar harian yang diterbitkan oleh bapak Alam Mara Sutan dan majalah migguan untuk pembaca dewasa dan majalah anak-anak sekolah rakyat pemerintahan Hindia Belanda dan sekolah-sekolah swasta. Disela-sela kesibukannya menyempatkan diri untuk belajar menggambar.

Pada tahun 1916 dia menempuh ujian mengikuti ujian negara untuk menjadi guru gambar pada sekolah lanjutan tingkat pertama dan lulus dengan hasil yang memuaskan. Beliau adalah anak Indonesia yang pertama yang mendapatkan Ijasah tersebut. Bahkan saat menyerahkan hasil ujian Juru bicara penguji berkata:”Hasil pekerjaan beliau sangat baik seandainya tuan adalah orang Belanda tuan akan mendapatkan nilai 9 atau 10 tetapi Karena tuan bangsa pribumi kami berikan nilai 8 untuk tuan”.

Beliau juga aktif dalam gerakan politik semenjak tamat sekolah di Bukit Tinggi bahkan aktif dalam Budi Utomo, membantu Wanita Putri Merdeka serta menjadi anggota partai Insulide pada tahun 1915 yang kemudian berubah menjadi Indische Partij. Dibawah pimpinan Tiga Serangkai beliau memajukan usul pada Pemerintah Hindia Belanda supaya memudahkan Bahasa Belanda bagi anak-anak Indonesia. Dalam tahun itu juga beliau mengajukan mosi meminta pemerintah Hindia Belanda untuk membuat Parlemen bagi

(5)

Indonesia. Dalam tahun 1917 pada kongres Insulide di Semarang beliau juga mengajukan usul pemerintahan Hindia Belanda untuk menukar “Punale Sanctie” dengan perjanjian buruh merdeka.

Beliau juga turut aktif dalam gerakan Dr.A.G. Niewenhuis seorang ahli pendidikan dan bahasa unutk mengajar bahasa pada anaka-anak usia 10 tahun ke atas dengan demikian bahasa asing dipelajari terlebih dahulu sebelum bahasa asing menjadi sendi yang kuat untuk mempelajari bahasa asing.hal ini disebabkan karena anak-anak yang berumur 6 tahun pada sekolah HIS diajarkan bahasa belanda yang membuat anak-anak zaman itu sangat terbebani. Gerakan itu berhasil dengan dibentuknya sekolah Schakel yang setraf dengan HIS tapi muridnya adalah tamatan sekolah kelas 3 sekolah Bumiputra adau rakyat.

Sesudah aktif dalam berbagai bidang tersebut di Indoesia selama lebih dari 10 tahun. Dia mencoba memberi tinjauan terhadap berbagai hal tentang keadaan di Indonesia .Dia ingin menambah tinjauannya tersebut dengan sudut pandang dari luar negeri khususnya dari Balanda karena tinjauan tersebut nantinya akn membawa manfaat bagi pendidikan Indonsia juga.

Moh. Syafei pada tanggal 31 Mei 1922 berangkat ke negeri Belanda menempuh pendidikan atas biaya sendiri. Belajar selama 3 tahun dengan memperdalam ilmu musik, menggambar, pekerjaan tangan, sandiwara termasuk memperdalam pendidikan dan keguruan. Di Belanda di melakuakan tinjauan ke baerbagai bidang seperti ilmu dan tinjauan masyarakat sehingga dia tidak mengikuti pelajaran kelas seperti biasa tetapi lebih banyak mendapatkan pelajaran istimewa atau Privaat-oderwijs. Dibidang pendidikan dia mendapati bahwa sekolah-sekolah swaasta lebih baik dari pada sekolah pemerintah terutama pada pendidikan dasar dan menengah.

Pada tahun 1925 kembali ke Indonesia untuk mengabdikan ilmu pengetahuannya pada sekolah Kartini Jakarta dan perguruan lain serta diangkat menjadi Ajunct Inspektur oleh pemerintah Hindia Belanda tetapi dia menolaknya karena ingin membuat sekolah dengan sistem sendiri. Moh. Syafei bertekad mendirikan sebuah sekolah yang dapat mengembangkan bakat murid-muridnya dan disesuaikan dengan kebutuhan rakyat Indonesia, baik yang hidup di kota maupun di pedalaman.

Pendidikan menurut Syafei memiliki fungsi membantu manusia keluar sebagai pemenang dalam perkembangan kehidupan dan persaingan dalam penyempurnaan hidup lahir dan batin antar bangsa. Mohammad Syafei meninggal dunia pada tanggal 5 Maret 1969. 3. K.H. Ahmad Dahlan (1869-1923)

(6)

Ahmad Dahlan, yang nama kecilnya adalah Muhammad Darwis lahir di Yogyakarta pada tahun 1869M/1285 H. Ayahnya seoranng ulama bernama K.H. Abu Bakar bin K.H. Sulaiman, pejabat Khatib di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta.

Pada umur 15 tahun dia pergi haji dan tinggal di Mekkah, selama 5 tahun. Ketika pulang kembali kekampungnya tahun1888 dia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.

Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekkah dan menetap selama 2 tahun pada masa ini, dia sempat berguru kepada Syeikh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asy’Ari.

Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.

Selain itu sekembalinya dari mekkah, ia memberikan pengajaran di beberapa sekolah (pesantren). Ia mengajar ke beberapa kota sambil menawarkan penjualan batiknya kepada setiap orang. Hal ini dilakukan guna membantu kesulitan orang tuanya.

Adapun sebagai Ulama Islam, ia merupakan seseorang yang memiliki otak brilian dan jiwa toleran yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari pribadinya yang memberikan perhatian utamanya pada kehidupan religius, ketidakefesienan pendidikan agama, aktifitas misionaris kristen dan sikap anti agama dari kaum cerdik pandai. Dari sinilah ia disebut sebagai pemimpin yang memiliki komitmen yang tinggi kepada sikap moderat dan toleransi agama.

Pada tanggal 1 Desember 1911, Ahmad Dahlan mendirikan sebuah sekolah dasar dalam lingkungan Kraton Yogyakarta. Di sekolahan ini pelajaran umum diberikan oleh beberapa pribumi berdasarkan sistem pendidikan gubernemen. Inilah sekolah Islam swasta pertama yang mendapatkan subsidi dari pemerintah.

Dalam hubungan sosial, ia sangat aktif dalam segala usaha yang bertujuan membangun pendidikan bagi masyarakat. Ia pernah menjadi anggota Budi Utomo cabang Yogyakarta pada tahun 1908 dan menjadi pimpinannya. Sebagian besar dari anggota kelompok ini adalah dari kelompok priyayi dan hampir tidak ada ulama yang masuk menjadi anggotanya.

(7)

Dalam mewujudkan dunia pendidikan Islam ini, ia lakukan bersamaan dengan kegiatan yang dilakukn oleh H.O.S. Cokroaminoto.Kalau Cokroaminoto lebih banyak menekankan tentang teori-teori politik dan sosiologi, maka Ahmad Dahlan lebih banyak memberikan penekanan pada ajaran-ajaran keagamaan Islam dilingkungan masyarakat.

Dari semua ini nampak, walau hanya sebagian saja, sosok kepribadian Ahmad Dahlan yang begitu dinamis, tolerir, dan mempunyai watak yang progresif dan konstruktif. Namun sayangnya tidak sempat menuliskan ide-ide dan harapan-harapan kepada kita dalam bentuk tulisan. Mugkin dikarenakan kesibukan dan keseriusan beliau di dalam mewujudkan aspek pendidikan dalam tataran praktis dan aplikatif, bukan teoritis-teoritis saja.

Tanpa disadari waktu olehnya, ia pun kembali kepada Tuhan, dengan ikhlas. Alau begitu jasa-jasa beliau masih dikenang sampai saat ini, khususnya dalam dunia pendidikan, dengan lahirnya lembaga pendidikan Muhammadiyah.

4. Raden Ajeng Kartini (1879-1904)

Raden Ajeng Kartini lahir di Mayong (Jepara), pada tanggl 21 April 1879. Hari kelahirannya ini sampai sekarang terus diperingati sebagai hari Kartini. Ayahnya bernama R.M. Sosroningrat, putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV, seorang bangsawan yang menjabat bupati jepara, yang merupakan kakek dari R.A Kartini. R.M. Sosroningrat merupakan orang yang terpandang sebab posisinya kala itu sebagai bupati Jepara kala Kartini lahir. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, beliau ini merupakan anak seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Kota Jepara. Menurut sejarah, Kartini merupakan keturunan dari Sri Sultan Hamengkubuwono VI, bahkan ada yang mengatakan bahwa garis keturunan ayahnya berasal dari kerajaan Majapahit.

R.A Kartini sendiri memiliki saudara berjumlah 11 orang yang terdiri dari saudara kandung dan saudara tiri. Beliau sendiri merupakan anak kelima, namun ia merupakan anak perempuan tertua dari 11 bersaudara. Sebagai seorang bangsawan, R.A Kartini juga berhak memperoleh pendidikan, Ayahnya kemudian menyekolahkan Kartini kecil di ELS (Europese Lagere School). Disinilah Kartini kemudian belajar Bahasa Belanda dan bersekolah disana hingga ia berusia 12 tahun sebab ketika itu menurut kebiasaan ketika itu, anak perempuan harus tinggal dirumah untuk 'dipingit'.

Beliau terkenal sebagai seorang tokoh yang dengan gigih memperjuangkan emansipasi wanita, yakni suatu upaya memperjuangkan hak-hak wanita agar dapat sejajar dengan kaum pria.

(8)

Perjuangan emansipasi wanita yang dilakukan oleh R.A. Kartini tersebut disalurkan melalui pendidikan, yakni dengan mendirikan sekolah khusus kaum wanita. Jenis sekolah yang dirintis dan didirikan oleh R. A. Kartini adalah:

1. Sekolah Gadis di Jepara, dibuka tahun 1903; 2. Sekolah Gadis di Rembang.

Pada dasarnya apa yang dicita-citakan dan dilakukan oleh Kartini hanyalah sebagai perintis jalan yang nantinya harus diteruskan oleh “Kartini-kartini” baru.

R. A. Kartini meninggal dalam usia cukup muda yaitu empat hari setelah ia melahirkan, tepatnya tanggal 17 September 1904.

Untuk menghormati cita-cita Kartini, pada tahun 1913 didirikan Sekolah Rendah untuk anak-anak perempuan di beberapa kota besar, yaitu dengan nama sekolah Kartini. Bahkan karena besarnya jasa-jasa Kartini tersebut W. R. Supratman mengabdikan namanya dalam satu buah lagu gubahannya yang berjudul “Ibu Kita Kartini”.

2.2 Kiprah Tokoh-tokoh Pendidikan di Indonesia 1. KI HAJAR DEWANTARA

Sekembalinya ke tanah air, bersama rekan-rekannya, RM Soewardi Soeryaningrat mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa (3 Juli 1922). Perguruan ini mendidik para siswanya untuk memiliki nasionalisme sehingga mau berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Demi memuluskan langkahnya-langkahnya, RM Soewardi Soeryaningrat pun berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Sebagai seorang bangsawan yang berasal dari lingkungan Kraton Yogyakarta dan dengan gelar RM di depan namanya, dia kurang leluasa bergerak.

Aktivitas Taman siswa pun ditentang oleh Pemerintah Belanda melalui Ordonasi Sekolah Liar pada 1932. Dengan gigih RM Soewardi Soeryaningrat pun berjuang hingga ordonansi itu dicabut. Sambil mengelola Tamansiswa, RM Soewardi Soeryaningrat tetap rajin menulis. Namun bukan lagi soal politik, melainkan soal pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Tahun 1943, ketika Jepang menduduki Indonesia, Ki Hajar Dewantara bergabung ke Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Di organisasi tersebut, dia menjadi salah seorang pimpinan bersama Soekarno, Muhammad Hatta, dan K.H. Mas Mansur. Setelah Indonesia merdeka, ia pun dipercaya menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama. Berbagai aktivitasnya dalam memperjuangkan pendidikan di tanah air sebelum hingga

(9)

Indonesia merdeka tersebut, membuatnya dianugerahui gelar doktor kehormatan oleh Universitas Gadjah Mada (1957).

Perguruan Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922, pada mulanya bernama “National Onderwijs Institut Taman Siswa” di Yogyakarta. Secara lengkap bagian-bagian pendidikan pada Perguruan Taman Siswa ini adalah:

1. Taman Indria (setingkat dengan TK).

2. Taman Anak (setingkat kelas I-III sekolah Rendah). 3. Taman Muda (setingkat kelas IV-VI sekolah Rendah). 4. Taman Dewasa (setara SMP).

5. Taman Madia (setara SMA).

6. Taman Guru B-1 (mendidik calon guru untuk Taman Anak dan Taman Madia). 7. Taman Guru B-2.

8. Taman Guru B-3 (mendidik calon guru untuk taman Dewasa)

9. Taman Guru B-3 ini terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian A untuk Jurusan Ilmu Pasti dan Alam, dan Bagian B untuk Jurusan Budaya.

10. Taman Guru Indria (mendidik anak wanita yang ingin manjadi guru pada Taman Indria). Di dalam penyelenggaraan pendidikan, Ki Hajar Dewantara menghendaki di terapkannya sistem among, yang mengemukakan 2 dasar, yaitu:

1. kemerdekaan sebagai syarat untuk menghidupkan dan batin sehingga dapat hidup merdeka (dapat berdiri sendiri)

2. kodrat alam sebagai syarat untuk menghidupkan dan mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-bainya.

Penyelenggaraan Taman Siswa didasarkan pada asas pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai berikut:

1. asas kemerdekaan; 2. asas kodrat alam; 3. asas kebudayaan; 4. asas kebangsaan; 5. asas kemanusiaan;

Kelima asas tersebut ia sebut dengan “Panca Darma Taman Siswa”.

Di samping itu, penyelenggaraan Taman Siswa didasrkan pada beberapa semboyan yang menjiwainya berikut ini.

1. Lawan sastra ngesti mulia; dengan kecerdasan jiwa (kita). Menuju kearah kesejahteraan. 2. Suci tata ngesti tunggal; dengan kesucian batin dan teraturnya hidup batin, kita mengejar

kesempurnaan.

3. Tut wuri handayani; mengikuti dari belakang sambil memberikan pengaruh. Kita berhamba pada sang anak.

(10)

Tujuan Pendidikan menurut Beliau adalah sebagai proses pembudayaan kodrat alam setiap individu yang kemampuan-kemampuan bawaan untuk dapat mempertahankan hidup, yang tertuju pada pencapaian kemerdekaan lahir dan batin, sehingga memperoleh keselamatan dalam hidup batiniah.

Peranan Ki Hadjar Dewantara dalam Perkembangan Pendidikan di Indonesia Saat ini Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang mendidik itu sendiri. Menurut Kihajar dewantara mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis).

Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.

Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Keinginan yang kuat dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingat pentingnya guru yang memiliki kelimpahan mentalitas, moralitas dan spiritualitas. Beliau sendiri untuk kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan generasi bangsa ini telah mengubah namanya dari ningratnya sebagai Raden Mas soewardi Suryaningrat menjadi Ki hajar dewantara. Perubahan nama tersebut dapat dimakna bahwa beliau ingin menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan Negara ini. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan

(11)

para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Yang utama sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai model keteladanan dan sebagai fasilitator kelas.

Nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.

Menerjemahkan dari konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara tersebut, maka banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di Indonesia haruslah memiliki 3 Landasan filosofis, yaitu nasionalistik, universalistic dan spiritualistic. Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan. Prinsip dasarnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian tumbuh dalam diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan harga diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya.

Output pendidikan yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Dalam pemikiran kihajar dewantara, metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Metode ini secara teknik pengajaran meliputi ‘kepala, hati dan panca indera’ (educate the head, the heart, and the hand).

(12)

Teladan sesungguhnya memiliki makna sesuatu dari proses mengajar, hubungan dan interaksi selama proses pendidikan yang kemudian pada hari ini atau masa depan peserta didik menjadi contoh yang selalu di tiru dan di gugu. Jadi guru teladan tidak ada hubungannya dengan sosok guru yang senantiasa menjaga wibawa, menjaga ‘image’ dengan selalu menampilkan dirinya ‘ferfect’ dan ‘penuh aturan’ dan kaku di hadapan peserta didiknya.

Dalam sebuah proses belajar, sadar atau tidak maka ‘perilaku’ seorang guru akan menjadi komunikasi (penyampaian pesan) paling efektif dan pengaruhnya sangat besar (90%) pada peserta didik. Perilaku inilah yang akan menjadi ‘teladan’ bagi kehidupan social peserta didik. Secara psikologis pengaruh ‘perilaku’ tersebut adalah pengaruh bawah sadar peserta didik, yang akan muncul kembali saat ia melakukan aktifitas dalam ‘bersikap’, ‘bertindak’ atau ‘menilai sesuatu’ pada dirinya maupun orang lain.

Jika merefleksikan pada motivasi pendidikan Ki hajar Dewantara maka seorang guru yang ingin diteladani haruslah melepaskan ‘trompah’ dari jiwa, sikap, dan perilaku mengajarnya. Guru tidak berangkat dari ‘kepahlawanan’ untuk kemudian ‘mendidik’ tetapi dari mendidiklah kemudian dia layak menjadi ‘pahlawan’ pada hati setiap manusia lain.

Bagaimana agar ketadanan seorang guru berbuah hal yang baik pada jiwa, sikap dan perilaku peserta didiknya dimasa akan datang, maka seorang guru haruslah ‘profesional’ dalam pengajaran dan hubungan social. Bukan professional ‘to have’ tetapi professional ‘to be’. Bukan professional disebabkan kebendaan (materi) tetapi professional bersumber dari ‘penguasaan diri’, ‘pengabdian’ dan ‘kehormatan’ diri dan bangsanya. Sehingga dalam prosesnya ‘mengajar’ akan menjadi cara hidup seorang guru untuk mencapai kemanfaatan sebanyak-banyaknya melalui ‘pengabdiannya’ dan proses menebarkan ‘kehormatan’ tersebut pada hati, kepala dan pancaindera peserta didiknya.

Proses memindahkan segala’keteladanan diri’ pengetahuan diri dan perilaku professional seorang guru kepada peserta didik dibutuhkan teknik yang oleh Ki hajar dewantara disebuat ‘among’ mendidik dengan sikap asih, asah dan asuh, dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu ‘mengajar’ tetapi juga mampu ‘mendidik’. Pada posisi inilah guru juga harus mampu menjadi motivator dikelasnya. Karena Motivator memiliki kekuatan sinergis antara mengajar dan mendidik seperti motivasi dari pendidikan Ki Hajar itu sendiri.

Karakter yang ingin kita bangun bukan hanya kesantunan, tetapi secara bersamaan kita bangun karakter yang mampu menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi,” katanya. Seolah pernyataan menunjukkan isyarat bahwa sudah saatnya kita kembali merefleksi konsepsi pendidikan kita saat ini

(13)

berjalan. Sebab konsepsi pendidikan karakter sebenarnya merupakan hasil pemikiran luhur dari Bapak Pendidikan Nasional kita, Ki Hajar Dewantara.

Ki Hadjar mengartikan pendidikan sebagai daya upaya memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Salah satu nilai luhur bangsa Indonesia yang merupakan falsafah peninggalan Ki Hadjar Dewantara yang dapat diterapkan yakni tringa yang meliputi ngerti, ngrasa, dan nglakoni . Ki Hadjar mengingatkan, bahwa terhadap segala ajaran hidup, cita-cita hidup yang kita anut diperlukan pengertian, kesadaran dan kesungguhan pelaksanaannya. Tahu dan mengerti saja tidak cukup, kalau tidak merasakan menyadari, dan tidak ada artinya kalau tidak melaksanakan dan tidak memperjuangkannya. Merasa saja dengan tidak pengertian dan tidak melaksanakan, menjalankan tanpa kesadaran dan tanpa pengertian tidak akan membawa hasil. Sebab itu prasyarat bagi peserta tiap perjuangan cita-cita, ia harus tahu, mengerti apa maksudnya, apa tujuannya. Ia harus merasa dan sadar akan arti dan cita-cita itu dan merasa pula perlunya bagi dirinya dan bagi masyarakat, dan harus mengamalkan perjuangan itu. “Ilmu tanpa amal seperti pohon kayu yang tidak berbuah”, “Ngelmu tanpa laku kothong”, laku tanpa ngelmu cupet”. Ilmu tanpa perbuatan adalah kosong, perbuatan tanpa ilmu pincang. Oleh sebab itu, agar tidak kosong ilmu harus dengan perbuatan, agar tidak pincang perbuatan harus dengan ilmu.

Berkenaan dengan pendidikan karakter ini lebih lanjut Suyanto (2010) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan pendidikan karakter yang diterapakan secara sistematis, dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Sebab kecerdasan emosi ini menjadi bekal penting dalam mempersiapkan anak masa depan dan mampu menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Ada sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu (1) karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) kemandirian dan tanggung jawab; (3) kejujuran/amanah, diplomatis; (4) hormat dan santun; (5) dermawan, suka tolong menolong dan gotong royong/kerjasama; (6) percaya diri dan pekerja keras; (7) kepemimpinan dan keadilan; (8) baik dan rendah hati; (9) karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Kesembilan karakter itu, perlu ditanamkan dalam pendidikan holistik dengan menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Hal tersebut diperlukan agar

(14)

anak mampu memahami, merasakan/mencintai dan sekaligus melaksanakan nilai-nilai kebajikan. Bisa dimengerti, jika penyebab ketidakmampuan seseorang untuk berperilaku baik, walaupun secara kognitif anak mengetahui, karena anak tidak terlatih atau terjadi pembiasaan untuk melakukan kebajikan.

2. MOHAMMAD SYAFEI

INS Kayu Tanam didirikan pada tanggal 31 Oktober 1926, sebagai reaksi terhadap sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda. INS sebuah lembaga pendidikan yang merupakan akronim dari Indonesche Nederlandsche School dan kemudian tersohor dengan nama RP Indonesche Nederlandsche School (RP INS) Kayutanam. RP INS kayutanam tahun 1926 memiliki 75 orang siswa terdiri atas dua kelas (1A dan 1B) dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia. Gedung sekolah RP INS Kayutanam dibangun sendiri oleh siswa tahun 1927 terbuat dari bambu beratap rumbia.

Perkembangan selanjutnya INS yang sekarang berada di bawah tanggung jawabnya diusahakan supaya berkembang lebih cepat dari sebelumnya. Atas jasa Dr.Sjofjan Rassat,pemimpin rumah sakit di Kayu Tanam dan pemimpin urusan kesehatan pada perguruan INS pada tahun 1935 perguruan INS dapat memakai tanah seluas 8 hektar di pelabuhan, 3 kilometer di luar Kayu Tanam. Sebelumya INS hanya menempati tanah seluas 1 hektar tetapi tanah itu telah penuh dengan kelas sehingga tidak dapat menembah gedung, sedangkan masih banyak tempat belajar yang kurang selain rumah guru dan asrama siswa. Tahun 1936 pemindahan dilakukan berangsur-angsur dan pada bulan November 1936 murid-murid sudah dapat belajar di Pelabihan.

Proses pemindahan dari Kayutanam ke Palabih selesai pada tahun 1939. Kemajuan terus tercapai dengan terbangunnya asrama dengan kapasitas 300 orang dan 3 perumahan guru, dengan jumlah murid 600 orang, asrama dilengkapi dengan satu ruang makan dan dapur, 1 restoran, 1 gedung koperasi, 1 lapangan tennis, 1 tempat berenang dan bersampan, 1 tambak ikan, taman bacaan, 1 tempat bersenam, 1 ruang ibadah, 1 workshop (ruang teori dan praktek), 1 pesanggerahan, 1 ruang auditorium (teater dan paneran), 1 kebun percobaan, 1 ruang peternakan, 2 buah rumah peranginan, 1 tribun lapangan bola dengan kamar pakaian, ruang musik, 1 politeknik dan 8 ruang belajar Kolom renang disini dimaksudkan untuk menumbuhkan jiwa watermindednespada pelajar karena letak Indonesia yang dikelilingi oleh lautan dihalaman depan INS di Pelabihan terdapat tanah seluas 20 hektar milik R. Sjofjan Rassat yang kemudian diserahkan untuk pemeliharaan ternak kerbau kolektif dan

(15)

sawah-sawah serta pemerahan susu.tumbuhan-tumbuhan disini mengenai getah, kelapa dan buah-biahan sedang dihalaman INS ditanami tanaman muda atau sayur.

Pemindahan dan pembangunan INS menelan banyak biaya untuk keperluan itu Ibu Chalidjah megizinkan menjual sebagian perhiasannya seharga enam ribu Gulden. Untuk membayar pelunasan tersebut. Biaya operasional INS ini diperoleh dari berbagai kerajinan tangan siswa dan kreatifitas lainnya seperti dengan menggelar pertunjukan dengan tiket terjangkau, termasuk tidak menerima subsidi dari pihak manapun termasuk dari pemerintah Belanda.

Walaupun sebenarnya pihak Belanda bersedia memberikan segala macam bantuan tetapi semua bantuan itu dia tolak. Untuk Moh. Syafei sendiri Belanda disediakan berbagai macam kedudukan seperti menjadi asisten Lektor dalam Bahasa Indonesia di Universitas Leiden, menjadi Hoofdredaktur pada balai pustaka, serta menjadi Ajunct Inspektur pada pendidikan untuk anak-anak Bumiputra. Beliau lebih suka pada perguruan sendiri walaupun sulit tetapi merdeka. Tahun 31 oktober 1941 Moh. Syafei berhenti sebagai orang yang mempunyai perguruan tersebut semua Inventarisnya diserahkan pada Nusa dan Bangsa Indonesia.

Filosofi Pendidikan Menurut Mohammad Syafei

M. Syafei mempunyai pandangan bahwa Pergerakan Nasional Indonesia hanya akan berhasil mencapai tujuannya dengan cepat dan tepat, karena kemerdekaan tidak mungkin diperoleh dengan beberapa orang pemimpin saja, tetapi harus didukung oleh seluruh rakyat. Oleh karena itu, rakyat juga harus ikut berjuang dan agar perjuangan dapat mencapai tujuan, maka rakyat perlu ditingkatkan kecerdasannya. Untuk meningkatkan kecerdasan rakyat, pendidikan harus ditingkatkan pula, yaitu pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan perjuangan mencapai Indonesia Merdeka.

Mohammad Syafei menentukan arah garis pegangan dalam melakukan pekerjaan pendidikan seperti berikut:

1. Berusaha mencapai Indonesia Mulia Sempurna

2. Pendidikan Umum dan Kejuruaan sedapat mungkin disatukan

3. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar,Bahasa Belanda sekedar mengerti, bahasa Inggris aktif

4. Kebudayaan nasional sangat dipentingkan 5. Bakat dikembangkan

6. Pusat pemikiran diutamakan

7. Percaya dan berusaha atas tenaga sendiri 8. Rasa kekeluargaan yang mendalam

(16)

9. Biasa pada hidup sederhana

10. Contoh sebagai media pendidikan

11.Sebanyak mungkin pekerjaan diberikan pada pelajar sehingga mereka tidak hanya sebagai objek tetapi juga subjek

12. Menjadi manusia susila, bertubuh kuat dan sehat cerdas logis serta ulet dan gigih

13. Mempunyai raasa tanggung jawab terhadap keselamatan Nusa bangsa Indoesia serta berkeprimanusiaan.

14. Menjadi manusia kreatif aktif dan kreatif, imajinasi dan emosiolnal yang sehat 15. Usaha-usaha didasarkan atas koperasi

16. Bersendikan pengetahuaan umum yang sederajat dengan MULO atau SMP diberikan pengetahuaan Umum

17. Tiga cara pengajaran dipergunakan:auditif, visual, monotorik-taktil

18. 50% untuk mengembangkan ilmu biasa dan 50% untuk perkembangan bakat,kejuruaan dan latihan untuk menjadi subjek

19. Pelajar dibiasakan dalam dua macam keadaan, dalam keadaan serba kurang dan kecukupan

Keyakinan INS Kayu Tanam yang selalu dipegang teguh oleh M. Syafei dalam melola INS dari tahun ke tahun, dengan rasa:

1. Mendidik rakyat kearah kemerdekaan.

2. Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 3. Mendidik pemuda-pemuda supaya berguna bagi masyarakat.

4. Menanamkan kepercayaan pada diri sendiri dan berani bertanggungjawab. 5. Tidak mau menerima bantuan yang mengikat.

Tujuan pertama dari INS yaitu mendidik rakyat ke arah kemerdekaan, merupakan landasan keyakinan M. Syafei untuk mendirikan INS. Apabila rakyat Indonesia telah mengerti arti kemerdekaan dan dapat melihat kehidupan rakyat terjajah, maka mereka akan ikut secara sadar dalam setiap gerakan mencapai Indonesia Merdeka. Melalui pendidikan rakyat dapat mempunyai idiologi politik dan dapat mengetahui sasaran untuk diperjuangkan. Pendidikan kemerdekaan yang diberikan M. Syafei melalui INS adalah kemerdekaan dalam arti yang luas, yaitu kemerdekaan berfikir, berbuat, menentukan pilihan, dan berpikir berdasarkan kenyataan.

INS juga memberikan pendidikan yang sesuai dengan masyarakat, yang bertentangan dengan tujuan pendidikan pemerintah Hindia Belanda yang hanya ingin mendapatkan tenaga terdidik yang murah untuk kepentingan mereka. M. Syafei menyadari, walaupun jumlah sekolah banyak didirikan Belanda, tetapi pada hakikatnya adalah untuk kepentingan mereka. Cara tradisional dalam menyelenggarakan pendidikan dengan tujuan intelektualistis semata, tidaklah sesuai dengan perkembangan jiwa anak Indonesia. Sistem tersebut hanya akan mendidik anak Indonesia menjadi robot pemerintah Hindia Belanda yang melaksanakan

(17)

kepentingan Belanda di Indonesia. Otak anak didik hanya diisi dengan bermacam pengetahuan yang kegunaannya bagi kehidupan masyarakat Indonesia belum tentu manfaatnya. Dasar pendidikan tersebut jauh berbeda dengan kenyataan hidup masyarakat Indonesia, pendidikan yang diselenggarakan Belanda tidak sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia. Hal inilah yang akan diubah oleh M. Syafei melalui INS.

Bahan pelajaran yang diberikan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang hidup dalam masyarakat Indonesia, di samping teori yang mendasari ilmu pengetahuan tersebut, prakteknya diberikan dengan seimbang. Dengan demikian apabila tingkatan teori kurang tinggi dapat diimbangi oleh praktik yang baik. Dengan dasar pandangan yang demikian INS melaksanakan secara seimbang antara teori dan praktik dengan tujuan akhir diletakkan pada kemampuan untuk melaksanakan teori tersebut sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Di samping itu pelajaran diberikan sesuai dengan harus dipupuk dengan baik dan diberikan latihan yang sesuai supaya dapat dikembangkan secara optimal.

M. Syafei ingin menghilangkan penyakit pendidikan pada waktu itu, yaitu verbalisme.Verbalisme dalam pendidikan akan menghasilkan anak ibarat orang membuat kue, bagaimana bentuk cetakannya begitulah bentuk kuenya. Sistem pendidikan yang begini akan menghasilkan manusia yang sempit alam fikirannya atau akan menghasilkan anak didik yang serba tanggung menghadapi kehidupan masyarakat dan pendidikan yang demikian tidak berguna dan tidak dibutuhkan masyarakat. Anak didik dilatih dengan bekerja sambil belajar, kecerdasan berpikir anak didik dengan cara ini dapat dikembangkan seluas-luasnya, karena mereka dibiasakan bekerja dengan teratur, intensif, dan kreatif. Penyakit verbalisme dapat dihilangkan secara berangsur, sehingga setiap pendidikan bermanfaat bagi masyarakat.

Tujuan lain INS yaitu menanamkan kepercayaan pada diri sendiri dan berani bertanggung jawab, merupakan tujuan pendidikan INS yang penting bagi masyarakat Indonesia pada waktu itu. Sistem ini akan memupuk kepribadian anak didik dengan kepribadian Indonesia, bukan kepribadian Barat. Anak didik akan mempunyai jiwa yang dinamis, percaya pada diri sendiri, berani berbuat, dan berani bertanggung jawab. Dengan tujuan ini M. Syafei akan membentuk kepribadian anak didik sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia.

INS berusaha mendidik supaya anak dapat berdiri sendiri dalam keadaan yang bagaimanapun. Tujuan ini merupakan reaksi langsung terhadap sistem pendidikan pemerintah Hindia Belanda yang selalu membuat hasil didikannya tergantung kepada mereka.

Segala bantuan yang akan mengikat tidak boleh diterima, karena kerja sendiri, dan usaha sendiri. Untuk mencapai tujuan tersebut dilaksanakan dengan sistem belajar sambil bekerja.

(18)

M. Syafei berusaha membangkitkan watak yang baik terhadap anak didiknya di samping aktif, kreatif dan efisien dalam bekerja. Bahan serta alat pelajaran diambilkan dari lingkungan dan mudah memperolehnya. Anak didik dibiasakan bekerja dengan alat sederhana untuk mencapai tujuan pendidikan.

Kenyataan yang berlaku pada waktu itu dalam dunia pendidikan yaitu pendidikan yang bersifat umum dan intelektualistis, hanya mementingkan kecerdasan otak semata dan kurang memperhatikan serta membina bakat yang dimiliki anak didik. Terpengaruh oleh cita-cita Dewey dengan pragmatisme dan Kerschensteiner dengan Arbeitschule serta didorong oleh keinginan sendiri bahwa Tuhan tidak sia-sia menjadikan manusia dan alam lainnya, maka segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia mesti berguna sesuai dengan kodrat kejadian bumi dan isinya oleh Tuhan. Kalau sekiranya manusia dan alam lainnya itu tidak berguna, hal itu disebabkan karena manusia itu sendiri yang tidak pandai mempergunakannya.

Prinsip Pendidikan

Prinsip pertama yang dipegang teguh oleh M. Syafei dalam pendidikannya adalah "belajar, bekerja, dan berbuat". Apabila murid hanya mendengarkan saja ilmu pengetahuan yang diajarkan guru melalui kata-kata yang kadang-kadang tidak dimengerti, tidak akan berguna bagi murid karena mereka tidak tahu dan tidak akan pandai mempergunakan pengetahuan tersebut dalam kehidupannya atau untuk memperbaiki tingkat kehidupannya kelak di kemudian hari sesudah tamat belajar. Murid hanya akan dipenuhi oleh bermacam pengetahuan yang tinggi dan muluk-muluk, tetapi apabila sudah memasuki kehidupan masyarakat yang sesungguhnya mereka akan bingung dan serba tanggung, sebab mereka tidak pandai mempergunakan ilmu yang banyak mereka miliki itu. Dengan demikian ilmu yang telah diperoleh tidak bermanfaat bagi murid, dan orang lain, ibarat sepotong emas yang terbenam di dalam lumpur.

Sistem pendidikan yang demikian hanya akan membuat murid menjadi orang suka meniru, karena sudah dibiasakan barang siapa yang pandai menirukan apa yang dikatakan gurunya, dialah yang akan mendapatkan nilai yang tinggi atau dianggap tinggi prestasinya. Orang yang berprestasi demikian di dalam kelas, dalam masyarakat belum tentu berhasil. Pendidikan yang demikian akan melahirkan bangsa yang suka meniru tanpa berpikir dan bangsa itu tidak akan dapat menjadi bangsa yang besar. Bangsa yang demikian tergantung hidupnya terhadap bangsa lain, tidak dapat mengambil inisiatif sendiri.

(19)

M. Syafei menghendaki supaya pendidikan itu didapat melalui pengalaman yang terus-menerus untuk dapat membentuk kebiasaan. Supaya kebiasaan yang akan diperoleh murid sesuai dengan yang diharapkan, maka pendidikan yang akan dialaminya itulah yang diarahkan. Kurikulum sekolah harus disesuaikan dengan kebiasaan murid yang diharapkan itu. Kebiasaan yang sudah membaku pada diri seorang murid, menyebabkan mereka terbiasa pula berpikir secara terpola, karena kebiasaan yang sudah membaku itu didapatnya melalui pengalaman yang sudah direncanakan terlebih dahulu. Jadi, dengan memberikan pengalaman dengan berulang-ulang akan menimbulkan kebiasaan dan kebiasaan ini akan menimbulkan cara berpikir yang lebih aktif, karena pikirannya sudah biasa dilatih melalui pengalaman yang terarah secara terus-menerus.

Supaya anak berpikir secara aktif dan kritis, bagi M. Syafei nilai anak didiknya tidak menjadi masalah yang nomor satu. Yang diutamakan adalah bagaimana proses kerja untuk mencapai hasil tersebut. Melalui pengalaman suatu proses kerja yang telah dilalui dan diketahui dengan baik dapat pula dipergunakan untuk mengerjakan hal lain yang sejenis. Lebih diharapkan apabila proses kerjanya baik dan hasil kerjanya juga baik. Dengan demikian M. Syafei mempergunakan dalam sistem pendidikannya proses kerja yang baik dengan hasil yang baik.

Pengalaman, kebiasaan, dan berpikir aktif serta kritis yang paling tepat dilatih melalui pekerjaan tangan kata M. Syafei, bukan dengan pelajaran yang melulu mengutamakan teori saja. Pekerjaan tangan dapat diberikan dalam berbagai-bagai bentuk dan cara, seperti menggambar, kerajinan tangan, bertukang, dan sebagainya. Tentu saja pemberiannya kepada murid harus dilihat tingkatan umurnya, makin rendah umur murid makin rendah dan sederhana tingkat kesukaran pekerjaan tangan yang diberikan kepadanya.

Menurut M. Syafei pada setiap manusia terdapat tiga hal pokok yang dapat dikembangkan untuk mendidik manusia itu ke arah yang dikehendaki, yaitu: melihat (45%), mendengar (25%) dan bergerak (35%). Apabila melihat saja yang dilatih selama masa pendidikan, murid akan merupakan orang yang tidak berdaya dalam kehidupan masyarakat di kemudian hari, karena mereka tidak akan dapat berbuat. Begitu juga dengan mendengar saja, akan membentuk manusia peniru yang baik tanpa kesadaran. Sebaliknya apabila unsur bergerak yang dikembangkan berarti sekaligus ketiga unsur itu dikembangkan, karena untuk dapat bekerja dan berbuat orang harus dapat melihat dan mendengar. Dengan bekerja dan berbuat dalam pendidikan sekaligus dapat mengembangkan seluruh pancainderanya dengan aktif.

(20)

Dalam sistem pendidikan semacam ini tugas guru hanya sebagai pengontrol saja sesudah memberi tahukan bagaimana proses mengerjakannya, sedangkan dalam proses pengerjaannya seluruhnya tergantung kepada aktivitas murid sendiri. Murid diberikan kebebasan untuk mengerjakan, boleh sama dengan yang diajarkan guru dan boleh juga berbeda sama sekali. Yang penting adalah bahwa proses pengerjaannya harus benar dan tepat. Dengan demikian murid akan terbiasa bekerja secara aktif, efektif, dan efisien mengingat waktu yang diberikan untuk mengerjakan sesuatu terbatas.

Nasionalisme

Mohammad Syafei mendasarkan konsep pendidikannya pada nasionalisme dalam arti konsep dan praktik penyelenggara pendidikan INS kayu tanam didasarkan pada cita-cita menghidupkan jiwa bangsa Indonesia dengan cara mempersenjatai dirinya dengan alat daya upaya yang dinamakan aktif kreatif untuk menguasai alam semangat nasionalisme.

Mohammad Syafei dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Cipto Mangunkusumo dan Douwes Dekker dan Perhimpunan di negeri Belanda. Semangat nasionalismenya yang sedang tumbuh menimbulkan pertanyaan, mengapa bangsa Belanda yang jumlahnya sedikit dapat menguasai bangsa Indonesia yang jumlahnya sangat besar. Pertanyaan ini dapat dipecahkan setelah berada dan hidup tengah tengah masyarakat Belanda. Ternyata faktor alam dan lingkungan masyarakat mempengaruhi jiwa manusia. Bagaimanakah bangsa Indonesia dapat menguasai alam yang kaya raya dengan berbagai macam mineral, dengan tanah yang subur? Hal ini dapat terwujud melalui sistem pendidikan yang dapat mengembangkan jiwa bangsa yang aktif kreatif.

Developmentalisme

Pandangan pendidikan Mohammad Syafei sangat dipengaruhi oleh aliran Develomentalisme, terutama oleh gagasan sekolah kerja yang dikembangkan John Dewey dan George Kerschensteiner, serta pendidikan alam sekitar yang dikembangkan Jan Ligthar. John Dewey berpendapat bahwa pendidikan bahwa pendidikan terarah pada tujuan yang tidak berakhir, pendidikan merupakan sesuatu yang terus berlangsung, suatu rekonstruksi pengalaman yang terus bertambah. Tujuan pendidikan sebagaimana adanya, terkandung dalam proses pendidikan, dan seperti cakrawala, tujuan pendidikan yang dibayangkan ada sebelum terjadinya proses pendidikan ternyata tidak pernah dicapai seperti cakrawala yang tidak pernah terjangkau. Oleh karena itu, seperti yang dinyatakan oleh John

(21)

Dewey, rekonstruksi pengalaman kita harus diarahkan pada mencapai efesiensi sosial, dengan demikian pendidikan harus merupakan proses sosial.

Sekolah yang baik harus aktif dan dinamis, dengan demikian anak belajar melalui pengalamannya dalam hubungan dengan orang lain. Sehubungan dengan hal ini, John Dewey menyatakan bahwa pendidikan anak adalah hidup itu sendiri. Disini pertumbuhannya terus bertambah, setiap pencapaian perkembangan menjadi batu loncatan bagi perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, proses pendidikan merupakan salah satu bentuk penyesuain diri yang terus menerus berlangsung. Dalam proses tersebut berlangsung proses psikologis (perubahan tingkah laku yang tertuju pada tingkah laku yang canggih, terencana dan bertujuan) dalam proses sosiologis (perubahan adat istiadat ,sikap kebiasaan dan lembaga) yang tidak terpisahkan.

Pandangan John Dewey bahwa pendidikan harus tertuju pada efisiensi sosial, atau kemanfaatan pada kehidupan sosial; dan belajar berbuat atau belajar melalui pengalaman langsung yang lebih dikenal dengan sebutan learning by doing, mempunyai pengaruh besar terhadap konsep pendidikan Muhammad Syafei. George Kerschensteiner mendirikan Arbeit schule atau sekolah Aktivitas. Ia mengartikan sekolah aktivitas sebuah sekolah yang membebaskan tenaga kreatif potensial dari anak. Pada awalnya Kerschensteiner memperkenalkan prinsip aktivitas untuk bidang-bidang industri dan pekerjaan tangan, kemudian memperluasnya pada aspek-aspek tingkah laku mental dan moral. Menurut Kerschensteiner, tugas utama pendidikan adalah pengembangan warga negara yang baik dan sekolah aktivitasnya berusaha mendidik warga negara yang berguna dengan jalan:

1. Membimbing anak untuk bekerja menghidupi dirinya sendiri;

2. Menanamkan dalam dirinya gagasan bahwa setiap pekerjaan mempunyai tempatnya masing-masing dalam memberi pelayanan kepada masyarakat.

3. Mengajarkan kepada anak bahwa melalui pekerjaannya, ia akan memberi sumbangan dalam turut serta membantu masyarakat untuk kearah suatu kehidupan bersama lebih sempurna.

Gagasan dan model sekolah yang dikembangkan Kersschenteiner sangat mempengaruhi konsep dan praktik pendidikan Mohammad Syafei di INS Kayu Tanam.

Aplikasi Pendidikan Kurikulum

Kurikulum yang dikembangkan Moh. Syafei merupakan kurikulum untuk pendidikan dasar. Meskipun demikian, untuk tahun-tahun awal sekolah dasar ia menghendaki

(22)

kurikulumnya berupa materi pendidikan prasekolah. Contohnya kegiatan bermain main dengan pasir, kertas dan lain-lain mendapat perhatian istimewa. Dengan demikian dari segi ini kurikulum pendidikan dasar.

Beberapa mata pelajaran dibahas Syafei secara khusus, yaitu bahasa ibu, menggambar, membersihkan sekolah dan kelas, berkebun dan bemain-main.

Mata Pelajaran

Mata pelajaran yang dkembangkan di INS Kayutanam adalah:

1. Bahasa Ibu (terdiri atas 3 aktifitas yaitu pasif, setengah aktif dan aktif)

2. Menggambar (terdiri atas : menggambar bebas, menggambar menurut contoh (gambar orang lain, benda-benda buatan manusia, benda-benda alam), menggambar di luar kepala, kerangka, gelas, otak dll, menggambar garis lurus, dengan cat air dan menggambar perspektif)

3. Membersihkan sekolah dan kelas (pembentukan karakter yang positif, bekerja tuntas dari awal hinggá akhir, tertib penggunaan alat dan langkah-langkah kerja harus diperhatikan serta menumbuhkan kecakapan sosial, komunikasi, kepemimpinan dan kerjasama

4. Berkebun (prinsipnya sama dengan kebersihan sekolah, namun tahapannya dimulai dari persiapan, penanaman, pemeliharaan dan pemetikan hasil). Penekanannya untuk menjalani pelajaran berhitung

5. Bermain-main (Kegiatan yang menyenangkan dilakukan berkelompok, melibatkan kalah dan menang. Hal ini menanamkan rasa sportifitas, kebersamaan, dan kepemimpinan.

Metode Pendidikan 1. Sekolah Kerja

Pemikiran Syafei tentang pendidikan banyak dipengaruhi oleh pemikiran pendidikan awal abad 20 di Eropa, yaitu pemikiran pendidikan yang dikembangkan berdasarkan konsep sekolah kerja atau sekolah hidup atau sekolah masyarakat. Menurut konsep ini sekolah hendaknya tidak mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat. Untuk itu Syafei mengutip pemikiran Guning: "sebagian sekolah, karena kesalahannya sendiri dan ada pula sebagian yang tidak salah, telah mengasingkan diri dari kehidupan sejati dan telah membentuk dunianya sendiri. Mengukur segala-galanya menurut pahamnya sendiri. Selama hal itu tidak berubah, maka sekolah tidak dapat memenuhi kewajibannya. Ia selalu memaksakan kehendaknya sendiri kepada masyarakat yang seharusnya ia mengabdi kepada masyarakat. Pada tempatnyalah." Sekolah cara baru "bukan saja menghendaki sekolah kerja, tetapi akan berubah menjadi "Sekolah Hidup" atau "Sekolah Masyarakat".

(23)

2. Pekerjaan tangan

Berdasarkan pemikiran di atas ia menghendaki guru mengaktifkan pengajaran, maksudnya membuat murid menjadi aktif dalam proses pengajaran. Metode dari pengajaran demikan ialah pekerjaan tangan.

3. Produksi/kreasi

Dalam menjelaskan metode tangan ini, ia berkali-kali menggunakan konsep-konsep respsi, reproduksi, dan produksi atau kreasi. Resepsi produksi adalah metode lama, anak sebagai objek dan pasif, serta umumnya verbalistis. Sedangkan metode produksi ini, anak diberi kesempatan untuk aktif berbuat atau mencipta. Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman berbuat yang melibatkan emosi, pemikiran, dan tubuh. Secara umum dapat dikatakan bahwa pengajaran hendaknya mengupayakan aktivitas seoptimal mungkin pada siswa. Pengajaran jangan terperangkap dan berhenti dalam bentuk reseptif dan reproduktif.

Dasar pendidikan yang dikembangkan oleh Moh. Syafei adalah kemasyarakatan, keaktifan, kepraktisan, serta berpikir logis dan rasional. Berkenan dengan itulah maka isi pendidikan yang dikembangkannya adalah bahan-bahan yang dapat mengembangkan pikiran, perasaan, dan ketrampilan atau yang dikenal dengan istilah 3 H, yaitu Head, Heart dan Hand. Implikasi terhadap pendidikan adalah:

1. Mendidik anak-anak agar mampu berpikir secara rasional

2. Mendidik anak-anak agar mampu bekerja secara teratur dan bersungguh-sungguh. 3. Mendidik anak-anak agar menjadi manusia yang berwatak baik.

4. Menanamkan rasa cinta tanah air.

5. Mendidik anak agar mandiri tanpa tergantung pada orang lain. Peranan Pendidikan di Indonesia

Terdapat berbagai usaha yang dilakukan oleh Mohammad Syafei dan kawan-kawan dalam mengembangkan gagasan dan berupaya mewujudkannya, baik yang berkaitan dengan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam maupun tentang pendidikan dan perjuangan/pembangunan bangsa Indonesia pada umumnya.

Peranan pendidikan INS Kayu Tanam terlihat dalam beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam yang dalam bidang kelembagaan antara lain menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, seperti ruang rendah (7 tahun, setara SD untuk masa sekarang), ruang dewasa (4 tahun sesudah ruang rendah, setara sekolah menengah untuk masa sekarang), dan sebagainya. Terdapat pula program khusus untuk menjadi guru, yakni tambahan satu tahun setelah ruang dewasa untuk pembekalan kemampuan mengajar dan praktik mengajar.

(24)

Dalam perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini, sudah banyaknya sekolah-sekolah yang memasukan materi atau unsur ketrampilan-kerajinan (menggambar, pekerjaan tangan dan sejenisnya) dalam setiap mata pelajaran menandakan bahwa pandangan M. Syafei memang sesuai dengan tujuan dari pemberian pendidikan kepada anak-anak Indonesia.

Selain itu Ruang Pendidik INS Kayu Tanam juga menyelenggarakan usaha lain sebagai bagian dari mencerdaskan kehidupan bangsa, yakni penerbitan Sendi (majalah anak-anak), buku bacaan dalam rangka pemberantasan buta huruf/aksara dan angka dengan judul Kunci 13, mencetak buku-buku pelajaran dan lain-lain. Usaha-usaha ini berperan besar bagi perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini, karena merupakan awal tonggak untuk masyarakat Indonesia mulai sadar bahwa pentingnya pendidikan dan juga masih selalu terjadi program-program pemberantasan buta huruf/aksara hingga saat ini untuk mencapai warga negara Indonesia yang berpendidikan sesuai dengan cita-cita luhur pancasila.

3. K.H. Ahmad Dahlan

Melihat kondisi umat Islam yang saat itu cukup kritis, K.H. Ahmad Dahlan terdorong untuk mendirikan organisasi yang kemudian dinamakan Muhammadiyah. Organisasi ini berdiri pada 8 November 1912 di yogyakarta. Perkumpulan Muhammadiyah berusaha mengembalikan ajaran Islam kepada sumber aslinya, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Hal ini diwujudkan melalui usaha memperluas dan mempertinggi pendidikan Islam, serta memperteguh keyakinan agama Islam.

Tujuan dari berdirinya organisasi ini ialah mengadakan dakwah Islam, memajukan pendidikan dan pengajaran, menghidupkan sifat tolong-menolong, mendirikan tempat ibadah dan wakaf, mendidik dan mengasuh anak-anak agar menjadi umat Islam yang berarti, berusaha ke arah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam, serta berusaha dengan segala kebijaksanaan supaya kehendak dan peraturan islam berlaku dalam masyarakat. Rumusan tujuan ini sesuai dengan apa yang tertulis dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Desember 1950. Setelah organisasi ini berdiri, sekolah yang didirikan semakin banyak, karena pendirian sekolah dan madrasah menjadi prioritas dalam setiap gerakan Muhammadiyah. Oleh karena itu, di mana ada cabang perkumpulan organisasi ini dipastikan terdapat sekolah atau Madrasah Muhammadiyah. Hal ini dimungkinkan karena kalangan pendukung Muhammadiyah kebanyakan berasal dari kaum pedagang dan pegawai di wilayah perkotaan sehingga mudah untuk dikoordinasikan.

(25)

Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat.

Pendidikan Islam yang dalam hal ini diwakili oleh pondok pesantren telah tersebar sebelum kedatangan penjajah kolonial Belanda ke Indonesia. Ia merupakan lembaga pendidikan tingkat menengah dan tinggi. Pendidikan Islam untuk tingkat permulaan diberikan di masjid, langgar, musallah atau surau. Santri diberi kebebasan memilih bidang studi dari guru yang diingininya. Ada santri senior yang diberi wewenang untuk mengajar. sorogan dan bandongan atau weton. Di pondok pesantren tidak ada sistem kelas, tidak ada ujian atau pengontrolan (evaluasi proses belajar) kemajuan santri dan tidak ada batas lamanya belajar (kelas). Penekanannya pada kemampuan menghafal saja, tidak merangsang santri untuk berdiskusi dengan sesama santri. Cabang-cabang ilmu yang dipelajari terbatas pada ilmu-ilmu agama Islam yang meliputi hadits, musthalah hadits, fikih sunnah/ushul fikih, ilmu tauhid, ilmu tasauf, ilmu mantik, ilmu falaq dan bahasa Arab.

Kyai Ahmad Dahlan, melihat kondisi sosial pendidikan umat Islam pada waktu itu, tergerak untuk melakukan aktivitas yang menerapkan sistematika kerja organisasi ala Barat. Melalui pelembagaan amal usahanya, Kyai Ahmad Dahlan melakukan penangkalan kultural (budaya) atas penetrasi pengaruh kolonial Belanda dalam kebudayaan, peradaban dan keagamaan, utamanya adalah intensifnya upaya Kristenisasi yang dilakukan misi zending dari Barat.

Usaha-usaha pembaharuan Islam bidang pendidikan yang dilakukan Kyai Ahmad Dahlan dan para pemimpin persyarikatan Muhammadiyah meliputi dua segi yaitu segi cita-cita dan tehnik pendidikan dan pengajaran.

Kyai Ahmad Dahlan dianggap sebagai tokoh pembaharuan Islam yang cukup unik,dan dikagumi karena usaha pembaharuan Islamnya merupakan upaya terobosan-terobosan terhadap masalah-masalah umat yang mendesak untuk diatasi. Ia juga tidak memiliki background pendidikan Barat, tetapi gagasannya yang maju membuka lebar-lebar pintu ijtihad, (kesungguhan perubahan dalam Islam) dan melarang pengikutnya bertaklid, (mengikuti tanpa mengetahui alasan dalilnya yang tepat). Format pembaharuan dalam Islam persyarikatan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan Islam, tercermin dan dapat dilihat dari ide-ide dasar yang merupakan cita-cita penyelenggaraan pendidikan, seperti yang dituturkan pendirinya yaitu konsepsi kyai intelek dan intelek kyai

(26)

Usaha modernisasi dan pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam yang dilakukan persyarikatan Muhammadiyah pada awal kelahiran organisasi ini, nampak dari pengembangan kurikulum melalui dua jalan yaitu :

1. Mendirikan tempat-tempat pendidikan dimana ilmu agama dan ilmu umum diajarkan bersama-sama.

2. Memberikan tambahan pelajaran agama pada sekolah-sekolah umum yang sekuler. Untuk mengaktualisasikan gagasan besarnya dalam dunia pendidikan tersebut, Ahmad Dahlan langsung mengaplikasikannya sebagai praktisi dalam tindakan dan karya nyata. Jika ditelisik sepak terjang Ahmad Dahlan dalam dunia pendidikan, setidaknya ada poin poin penting dalam konsep pemikiran pendidikannya berkait dengan lembaga pendidikan:

1) Landasan Pendidikan

Pelaksanaan pendidikan hendaknya didasarkan pada landasan yang kokoh. Landasan ini merupakan kerangka filosofis dalam merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal (Al-Khaliq) maupun horizontal (makhluk). Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai ‘abdullah (hamba Allah) dan khalifah fil ardh (pemimpin di bumi). Dalam proses kejadiannya, manusia dikaruniai ruh dan akal oleh Allah. Untuk itu, pendidikan hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi ruh untuk menalar petunjuk pelaksanaan ketundukan dan kepatuhan manusia kepada Khaliqnya.

Di sini eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoritis dan metodologis bagaimana menata hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horizontal dalam konteks tujuan penciptaannya. Meskipun dalam banyak tempat, Al-Qur`an senantiasa menekankan pentingnya penggunaan akal, tetapi Al-Qur’an juga mengakui akan keterbatasan kemampuan akal. Hal ini memiliki dua dimensi, yaitu fisika dan metafisika. Manusia merupakan integrasi dari kedua dimensi tersebut yaitu dimensi ruh dan jasad.

2) Tujuan Pendidikan

Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaruan dari tujuan pendidikan yang saling bertentangan pada saat itu, yakni pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di satu sisi, pendidikan pesantren hanya bertujuan utnuk menciptakan individu yang saleh dan mendalami ilmu agama. Sebaliknya, pendidikan sekolah model Belanda merupakan

(27)

pendidikan sekular yang di dalamnya tidak diajarkan agama sama sekali. Akibat dualisme pendidikan tersebut, lahirlah dua kutub intelektual: lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan alumni sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.

Melihat ketimpangan tersebut Ahmad Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh, menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta dunia dan akhirat. Bagi Ahmad Dahlan, kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual, dan dunia-akhirat) merupakan hal yang integral, tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Inilah yang menjadi alasan mengapa Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di Madrasah Muhammadiyah.

3) Materi pendidikan

Berangkat dari tujuan pendidikan tersebut KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan hendaknya meliputi:

a. Pendidikan akhlaq, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik berdasarkan Al-Qur`an dan Sunnah.

b. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh lagi berkesinambungan antara perkembangan mental dan gagasan, antara keyakinan dan intelektual serta antara dunia dengan akhirat.

c. Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.

4) Model Mengajar

Dalam menyampaikan pelajaran agama, KH. Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual melainkan kontekstual. Karena pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi.  Cara belajar-mengajar di pesantren menggunakan sistem weton dan sorogan, madrasah

Muhammadiyah menggunakan sistem klasikal seperti sekolah Belanda.

 Bahan pelajaran di pesantren diambil dari kitab-kitab agama. Sedangkan di madrasah Muhammadiyah bahan pelajarannya diambil dari buku-buku umum.

 Hubungan guru-murid. Di pesantren hubungan guru-murid biasanya terkesan otoriter karena para kyai memiliki otoritas ilmu yang dianggap sakral. Sedangkan madrasah Muhammadiyah mulai mengembangkan hubungan guru-murid yang akrab.

5) Ijtihad Sistem Pengajaran

Upaya mengaktualisasikan gagasan tersebut bukan merupakan hal yang mudah, terutama bila dikaitkan dengan kondisi objektif lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional waktu itu. Dalam hal ini, Ahmad Dahlan melihat bahwa problem epistemologi

(28)

dalam pendidikan Islam tradisional disebabkan karena ideologi ilmiahnya hanya terbatas pada dimensi relijius yang membatasi diri pada pengkajian kitab-kitab klasik para mujtahid terdahulu, khususnya dalam madzhab Syafi’i. Sikap ilmiah yang demikian menyebabkan lahirnya pemikir yang tidak mampu mengolah dan menganalisa secara kritis ilmu pengetahuan yang diperoleh, sehingga produktif dan kreatif terhadap perkembangan peradaban kekinian.

.

4. Raden Ajeng Kartini

R.A. Kartini terkenal sebagai seorang tokoh yang dengan gigih memperjuangkan emansipasi wanita, yakni suatu upaya memperjuangkan hak-hak wanita agar dapat sejajar dengan kaum pria.

Perjuangan emansipasi wanita yang dilakukan oleh R.A. Kartini tersebut disalurkan melalui pendidikan, yakni dengan mendirikan sekolah khusus kaum wanita. Jenis sekolah yang dirintis dan didirikan oleh R. A. Kartini adalah:

1. Sekolah Gadis di Jepara, dibuka tahun 1903 2. Sekolah Gadis di Rembang

Pada dasarnya apa yang dicita-citakan dan dilakukan oleh Kartini hanyalah sebagai perintis jalan yang nantinya harus diteruskan oleh “Kartini-kartini” baru.

Pemikiran Kartini Tentang Pendidikan

Peran R.A. Kartini dalam memajukan pendidikan di Indonesia merupakan salah satu contoh kontribusi wanita yang dicetak dengan tinta emas dalam sejarah. Pada masa itu, kondisi pendidikan di tanah air sangat memprihatinkan, khususnya bagi kaum wanita. Anak-anak di bawah umur 12 tahun masih diperbolehkan mengikuti pelajaran di sekolah. Namun setelah di atas 12 tahun, mereka tidak diperbolehkan lagi belajar di luar rumah.

Kartini mendobrak kondisi yang memprihatinkan tersebut dengan membangun sekolah khusus wanita. Selain itu, ia juga mendirikan perpustakaan bagi anak-anak perempuan di sekitarnya. Usaha Kartini ini didukung oleh sahabatnya, Rosa Abendanon, dan suaminya, Raden Adipati Joyodiningrat. Pemikiran-pemikiran Kartini dalam memajukan dunia pendidikan dapat kita baca dalam kumpulan suratnya : “Door Duisternis Tot Licht”, yang terlanjur diartikan sebagai “Habis Gelap Terbitlah Terang” tetapi menurut Prof. Haryati Soebadio (cucu tiri Ibu Kartini) – mengartikan kalimat “Door Duisternis Tot Licht” sebagai “Dari Gelap Menuju Cahaya”, tersirat siapa Kartini sebenarnya.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa setelah diterapkan levels of inquiry, literasi sains pada aspek mengidentifikasi isu yang bersifat ilmiah mengalami peningkatan

pada entitas bagian Bidang Hukum BKD memproses data persetujuan cuti yang menghasilkan permintaan cuti dan disimpan ke dalam database yang bernama tabel cuti, dan juga

Hasil dari penelitian ini Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan gigi dan mulut dari 14 puskesmas di 7 kabupaten/kota Provinsi Bangka Belitung berjumlah 41 orang , yaitu 13 dokter

In Sections 4.2 and 4.3, we shall indeed make extensive exercises studying how different mark-up rates affect the aggregate dynamics of an economy, and how the effects of

Jika pencarian tersebut gagal, maka ES akan mencari rule lain yang memiliki konklusi yang sama dengan rule pertama tadi.. Tujuannya adalah membuat rule kedua

where a and b are van der Waals coefficients , specific to each gas Term a is adjusted to represent the attractive forces of the molecules, without giving any specific

[r]

Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul yang telah.. membagikan ilmunya dalam setiap mata kuliah yang penulis