• Tidak ada hasil yang ditemukan

P Sembari saudara mengikuti rubrikrubrik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "P Sembari saudara mengikuti rubrikrubrik"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Pengantar Redaksi

ara pembaca majalah TBK

yang budiman. Terima kasih anda tetap setia bersama kami. Sembari saudara mengikuti rubrik-rubrik yang kami sajikan, kami dari redaksi TBK sangat mengharapkan kritik dari bapak-bapak, ibu-ibu serta saudara/ saudari para pembaca agar TBK dapat lebih mampu memenuhi selera para pembaca yang budiman untuk hari-hari kedepan. Saudara/ saudari yang kami hormati. Bulan Februari 2011 ini kami

mengetengahkan sorotan utama yang menyangkut hasil pemilukada di

Kabupaten Karo tercinta ini.

Hasil Pemilukada hendaknya dapat digunakan sebagai hasil kita

bersama dan harapan kita agar Bupati dan Wakil Bupati terpilih untuk masa jabatan 2011-2016 nanti mampu mengakomodir, kepentingan daerah ini terutama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Karo umumnya.

Selamat kepada Bapak Dr. Kena Ukur Surbakti dan Terkelin Brahmana, SH sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kab. Karo semoga tetap sehat dan mampu bertugas dengan penuh semangat pengabdian. Terima kasih. Mejuah-juah. REDAKSI TBK

P

(2)

Birokrasi Yang (

Birokrasi Yang (

Birokrasi Yang (

Birokrasi Yang (

Tidak Pernah

Tidak Pernah

Tidak Pernah

Tidak Pernah

) Merdeka

) Merdeka

) Merdeka

) Merdeka

?

?

?

?

“Catatan Memperingati 65 Tahun Kemerdekaan”

Anderiasta Tarigan

ajian tentang

reformasi birokrasi seakan tidak bernah berakhir. Sebagai contoh, mantra “reformasi birokrasi” selalu menjadi “tema kampanye”, “kutipan orasi para kandidat” atau bahkan “pokok doa bersama” ketika memulai pertarungan politik (baik di tingkat Desa, Kabupaten/Kota, Propinsi bahkan di tingkat Nasional).

Level kajian juga terentang dalam spectrum yang cukup luas, mulai dari Roadmap Reformasi Birokrasi ala Kementrian PAN (2009) atau mungkin reformasi birokrasi dari desa (lihat Sudjatmiko, Kompas 14/08). Namun hasilnya mudah ditebak, perjalanan reformasi birokrasi seakan “sejarah tanpa perubahan”.

Pertanyaannya, apakah reformasi birokrasi tak mungkin dilakukan setelah 65 tahun republic ini merdeka? Apakah

kekuatan resistensi lebih unggul daripada kekuatan pro-reformasi di alam demokrasi ini? Atau lebih baik tak usah berbicara lagi reformasi birokrasi? Sejumlah pertanyaan diatas merupakan suasana kebatinan penyusunan tulisan ini.

KESADARAN BIROKRAT DAN BIROKRASI YANG MERDEKA Sejatinya, dalam kajian ilmu administrasi Negara terdapat 2 (dua) kubu dalam memandang keberadaan birokrasi. Para penganut birokrasi Hegelian memandang bahwa birokrasi merupakan struktur perantara (mediating structure) antara penguasa dan warga. Sementara para penganut Marxian, memandang birokrasi hanyalah alat kelas penguasa (Thoha, 2002, Tjokrowinoto, 2002).

Dalam perkembangannya, perbedaan 2 kubu tersebut semakin kabur dan lebih menyerupai labirin tanpa bias diurai siapa memanfaatkan

(3)

siapa. Format social tanpa kendali dominant sebagaimana dikemukakan Rhodes (2003) merupakan salah satu uraian

yang cukup gampang

menjelaskan fenomena birokrasi di abad ini.

Untuk itu dalam

meletakkan watak birokrasi konsep conscientizacao (tingkat kesadaran) yang diintrodusir freire (1985) dalam bukunya Paedagogy of Oppressed berguna sebagai alat bantu. Freire membagi tingkat kesadaran mulai dari magis, naif dan kritis. Mengikuti tipologi Fraire, dapat dikatakan bahwa ketika seorang birokrat masih memiliki tingkat kesadaran magis, ia akan kesulitan melihat kaitan antara persoalan dengan situasi atau sistem yang membelitnya. Implikasinya ia akan menerima begitu saja keadaan yang menimpanya. Bagi birokrat dengan kesadaran magis “tahu” mempersoalkan keadaan. Lebih baik menerima dan meratapi nasip, suatu saat “ratu adil” akan memberi kelegaan.

Kelompok kedua adalah para birokrat dengan tingkat kesadaran naif. Kelompok ini memandang sistem sebagai suatu yang given. Sistem sudah bagus, tak perlu dipersoalkan. Yang menjadi pokok perjuangan bagi

kelompok ini adalah bagaimana tetap eksis dalam sistem ini. Ikutlah selera zaman, begitulah jargon kelompok ini. Kalau orang menyogok untuk mendapatkan jabatan, ikutlah menyogok. Kalau perlu main dukun, pakailah dukun.

Kelompok yang ketiga adalah birokrat yang memiliki kesadaran kritis. Kelompok ini senantiasa “gelisah” memandang sistem yang keliru ini. Bagi kelompok ini sistem ini menindas bukan saja bagi “penguasa” tetapi juga bagi yang “dikuasai”. Tak ada yang bisa diharapkan dari sistem yang keliru ini. Dari kelompok yang ketiga ini sering bermunculan konsep dan aksi untuk melahirkan birokrasi yang “merdeka” ditandai dengan adanya profesionalisme dan harga diri. Namun yang sangat disayangkan, kelompok ini sering dicurigai kelompok “utopis”, “sok moralis”, “radikal” sehingga serikat tak diberi ruang karena (dianggap) merongrong wibawa pemerintah. Lalu bagaimana?

Timbulah dua kubu dalam memaknai kehadiran birokrasi yang merdeka. Satu kubu menganggap, dewasa inilah puncak kemerdekaan birokrasi. Birokrasi tidak lagi menjadi mesin politik “golkar” seperti

(4)

zaman orde baru yang dikenal dengan konsep “monoloyalitas”. Birokrasi bebas bergerak tanpa terbelenggu dengan hiruk pikuk politik, setidaknya inilah filosofi yang dianut melalui konsep “netralitas birokrasi”.

Kubu yang lain,

menganggap justru saat inilah

birokrasi kehilangan

kemerdekaannya. Birokrasi harus mengadakan “deal-deal politik” di balik layar dengan petualang politik untuk mempertahankan eksistensinya. Dengan format politik sebagai panglima seperti yang saat ini sedang berlangsung, birokrasi tak lebih hanyalah alat kelas penguasa sebagaimana dimaksud Marx.

DEMOKRASI DAN REFORMASI BIROKRASI.

Adakah korelasi antara demokrasi dengan reformasi birokrasi? Pertanyaan ini setidaknya telah dijawab oleh Eva Etzioni-Halevy (2009). Eva yang melakukan studi di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, dan Prancis, menguraikan 3 (tiga) kemungkinan hubungan antara birokrasi dan demokrasi.

Pada tahap awal, ketika tingkat kemandirian birokrasi

masih rendah dan demokrasi masih belum melembaga (kompetisi, transparansi dan partisipasi masih rendah), birokrasi hanya menjadi alat penguasa untuk melestarikan kekuasaannya selanjutnya, ketika tingkat kemandirian birokrasi berada pada kategori sedang dan demokrasi memasuki masa transisi maka birokrasi cendrung mulai menempatkan diri sebagai mediator atau broker antara kepentingan warga dan penguasa. Namun seringkali birokrasi masih menghindar dan melepaskan diri dari tanggung jawab. Pada tahap akhir, ketika demokrasi sudah mapan dan birokrasi mencapai tingkat kemandirian tinggi, ia akan bekerja professional. Pada tingkat ini birokrasi menjadi mitra bagi pada peminpin politik untuk menjalankan kebijakan yang mensejahterakan rakyat. Pada titik inilah kemerdekaan bagi birokrasi menemukan makna yang sebenarnya.

DIMANA KITA SEKARANG DAN HENDAK KEMANA KITA?

Birokrasi kita saat ini

hanya bergerak dari

“monoloyalitas” ke

“multiloyalitas”. Jika pada masa orde baru, birokrasi menjadi

(5)

salah satu pilar penyangga kekuasaan dengan jargon “monoloyalitas” maka saat ini di era reformasi, birokrasi menjadi makhluk yang multiloyalitas”.

Demokrasi procedural yang menempatkan pejabat politik pada setiap level pemerintah sebagai “pejabat pembinaan kepegawaian” memberi insentif pembentukan perilaku “multiloyalitas” birokrasi. Meminjam analogi Eva Etizioni – Halevy sebagaimana disinggung diatas, ketika demokrasi belum mapan, kepastian jalur karir tak jelas maka birokrat mengambil solusi yang aman secara politik dan murah secara ekonomis yakni mendekati pemimpin politik dan menyatakan loyal. Inilah pangkal mula “multiloyalitas” birokrasi. Kehadirannya semata-mata situasional dan dilematis.

Carut marut birokrasi sebagaimana diuraikan diatas membuat kita miris dan pesimis hadirnya birokrasi ideal (ideal

type) sebagaimana

dikonsepsikan Weber puluhan tahun silam ketika ia menulis Wirtschaft (ekonomi) und Gesellschaft (masyarakat).

Pilihan kini terbuka lebar, tergantung kita para birokrat. Apakah menjadi birokrat kritis dengan menjaga stamina hingga menggapai harapan akan ada perubahan kea rah yang lebih baik walau perlahan. Atau kita justru menurunkan tingkat kesadaran dan larut dalam hingga binger kesadaran naïf dan berprinsip “biarlah air bah datang asal setelah aku”. Kitalah yang memilihnya, yang jelas disaat kita merayakan 65 tahun kemerdekaan republic ini, birokrasi seakan belum memberi makna bagi kata “merdeka”.

Penulis tinggal di Kabanjahe

Pemerhati Pemerintahan Dan Sekarang Berdinas di Dispora Kab. Karo.

(6)

ak mudah menjadi seorang sahabat. Kalau sekedar menemani sahabat jalan-jalan, itu sih gampang. Demikian juga bila sekedar mendengarkan keluh kesah seorang sahabat, itupun tak sulit. Hamp ir semua sahabat pasti dapat melakukannya. Tapi, bisakah kita menjadi pahlawan buat sahabat?

Arti Seorang Pahlawan

Setiap kita mendengarkan kata pahlawan yang terbayang dalam benak kita adalah para pejuang yang gugur di medan peperangan. Mereka ini telah menyediakan jiwa dan raganya guna membela tanah air dan bangsanya agar lepas dari belenggu penjajahan. Atas pengorbanan yang dilakukan itulah mereka mendapatkan pahala, dan karenanya disebut orang-orang yang mendapat pahala atau kita sebut pahlawan.

Bagi bangsa Indonesia pahlawan menduduki tempat tersendiri dalam hati sanubari. Menyimak sejarah kelahiran Negara dan bangsa Indonesia, Siapapun menyadari bahwa

semua ini diraih melalui perjuangan yang tak henti dari para pahlawan bangsa.

Mereka silih berganti, generasi demi generasi, melawan penjajah yang hendak memperbudak dan merampas kekayaan dan martabat tanah airnya selama berpuluh-puluh tahun. Konon ratusan ribu bahkan mungkin jutaan putra bangsa telah gugur menjadi pahlawan dalam perjuangan merebut kemerdekaan ini.

Bangsa yang besar

adalah bangsa yang

menghormati para pahlawannya. Karena itu pula kita mengenal banyak pahlawan, namanya diabadikan di berbagai nama jalan, gedung, lapangan udara, atau tempat-tempat penting. Sebagian lagi menjadi pahlawan tak dikenal yang makamnya dirawat dengan baik di seluruh pelosok negeri. Tak lupa untuk mengenang kepahlawanan mereka, setiap tanggal 10 November bangsa Indonesia memperingati hari pahlawan.

Namun sebenarnya, yang berhak menyandang pahlawan

bukan saja mereka

(7)

mengorbankan jiwa dan raga

dalam merebut dan

mempertahankan kemerdekaan. Pahlawan juga akan ada di sekitar kita. Contohnya adalah guru, para pendidik anak-anak bangsa. Mereka membaktikan dirinya mencerdaskan anak-anak bangsa meskipun dengan pendapatan yang tak begitu besar kita mengenalnya sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Berangkat dari

pemahaman ini, maka kita pun dapat menemukan orang-orang yang telah menjadi pahlawan. Pak polisi yang menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dengan tanpa pamrih adalah para pahlawan. Pak hakim yang menegakkan hukum demi keadilan adalah para pahlawan. Para insinyur dan ahli teknologi yang berbuat di laboratorium untuk menemukan teknologi atau obat penyembuh sakit, juga dapat disebut pahlawan pendek kata orang-orang yang menyediakan

dirinya melakukan hal-hal terbaik bagi orang lain tanpa menharapkan imbalan bagi pribadinya adalah pahlawan.

Kita pun dapat menjadi pahlawan buat sahabat-sahabat di sekitar kita. Untuk menjadi pahlawan buat sahabat, tentu saja tak harus mengorbankan jiwa dan raga kita, tapi tetap membuat yang baik, dimana dan kapan saja.

Cara Jitu

(8)

adangkala kita sebagai pimpinan merasa sungkan dan risih saat harus menegur rekan sekantor yang salah meskipun yang kita tegur adalah bawahan, namun demi kedisiplinan dan berjalannya system kerja yang teratur, maka apa boleh buat kita sebagai pimpinan harus menegur mereka yang salah.

Berikut bagaimanan menegur bawahan yang baik dan jitu

1. Kumpulkan data-data yang akurat.

Dalam menegur seseorang kita harus memiliki alas an dan data-data yang akurat. Tanpa hal ini, kita bisa dianggap sewenang-wenang. Namun, setelah mengumpulkan data atau alasan tersebut kita tinggal menentukan waktu dan tempat membahas permasalahan ini. Akan tetapi perlu diingat pula oleh kita sebagai pimpinan jangan mencari-cari kesalahan orang lain hanya karena kita merasa ingin menegur secara obyektif.

2. Tegurlah setelah terjadi kesalahan. Kita jangan menunda-nunda waktu untuk menegur. Begitu kita telah melihat adanya kesalahan atau pelanggaran lakukanlah segera peneguran. Jangan menunda waktu untuk mencari kesalahan lainnya untuk bukti. Dan ingat ini bukan sidang pengadilan yang mengancam terdakwa masuk penjara. Jika kita telah menemukan atau memiliki

alasan dan informasi yang akurat, ditambah keyakinan maka sudah cukup alasan kita untuk menegurnya.

3. Lakukan secara proporsional. Usahakan kita jangan menegur ditengah orang banyak. Dan jangan sekalipun menegur melalui bantuan orang lain. Lakukanlah dengan empat mata dari pribadi ke pribadi. Pilihlah tempat yang dapat melindungi privacy. Ersikaplah proporsional jangan mempermalukan mereka di depan orang lain.

4. Berikan teguran dalam keadaan tenang.

Ingatlah! Jangan menegur dalam keadaan emosional. Karena emosi yang tak terkendali bisa memperburuk keadaan dan lingkungan pekerjaan. Lagi pula sesuatu yang dilakukan dalam keadaan tenang hasilnya akan jauh lebih baik dan objektif.

Teguran hendaknya jangan melenceng dari persoalan. Artinya kita tidak boleh menyinggung hal-hal yang tidak berkaitan dengan masalah pokok. Apalagi jika kita menyinggung masalah pribadi. Selain itu pula kita jangan mengungkit-ungkit kesalahan yang sudah berlalu mengesankan bahwa kita seorang pendendam.

5. Dengarkan pembelaannya. Kita jangan hanya menegur tanpa mau kita mendengarkan

K

(9)

penjelasannya. Tentu ia punya pembelaan diri mengapa ia melakukan kesalahan tersebut. Maka tak ada salahnya kita dengarkan baik-baik masalahnya. Siapa tahu bisa membantu kita dalam menyelesaikan persoalan ini. Setelah menegur, alangkah bijak jika kita juga memberikan solusi dan jalan keluar sebagai upaya perbaikan. Beritahu apa yang kita inginkan langkah selanjutnya, jangan biarkan mereka melakukan kesalahan lagi hanya karena mereka tidak tahu apa keingin kita sebagai pimpinan. 6. Membuat kesepakatan

Bicarakan hal terbaik yang dapat kita dan mereka lakukan untuk memperbaiki keadaan secara bersama. Kemudian buatlah kesepakatan dan komitmen dalam rangka perbaikan. Tentukan batas waktu. Akhiri prosedur pemberian teguran ini dengan saling pengertian, kemudian carilah kesepakatan agar kita bisa melihat perbaikan yang dilakukannya.

Jangan lupa teguran harus dilakukan dengan tegas sekaligus adil. Jangan hanya menegur orang-orang yang tidak kita sukai. Dalam hal ini kita sebagai pemimpin harus mengesampingkan sikap subjektif. Jika kita hanya menegur orang-orang tertentu, tentu ini preseden

buruk bagi citra seorang pemimpin. Mereka akan mengecap kita sebagai orang yang pilih kasih dan tidak adil. Dan hal yang tak kalah penting dalam menegur tunjukkan sikap untuk membantu, bukan menghukum atau menakut-nakuti dengan peraturan yang ada.

7. Awali keteladanan dari diri sendiri.

Ini merupakan kiat jitu terakhir dan sangat penting. Kesalahan bawahan sebenarnya dapat diminimalisir dengan keteladanan seorang pemimpin. Jadi kuncinya awali sesuatunya dari diri sendiri karena hampir dipastikan dimana seorang pemimpin dapat memberikan contoh terbaik biasanya akan diikuti oleh bawahan dengan baik pula. Patuhi komitmen yang telah disepakati dengan sikap pribadi yang menawan dan jadi teladan.

(Nurus Syamsu)

“Kesehatan diatas segala-galanya, banyak orang kehilangan segala-galanya karena kesehatannya buruk”.

(10)

Seni Bertengkar

ALA DR. GARY SMALLEY

erceraian bukan disebabkan suami istri bertengkar. Justru melalui pertengkaran, pasangan suami istri dapat memecahkan persoalan dalam perekawinan mereka. Tapi untuk mencapainya tentu saja ada seninya. Dr. Gary Smalley dalam buku Making Love Las Forever (Membina kasih untuk selamanya), memberikan kunci yang berlaku dalam keluarganya, yaitu :

1. Jelaskan apa yang menjadi pokok perselisihan. Pasti anda mengerti pasangan Anda jelas-jelasnya sebelum maju ke penyelesaian. Upayakan untuk bekerja menuju pengertian dalam dua bidang, yaitu menjaga perasaan dan kebutuhan pasangan.

2. Tetap berpegang pada masalah yang dibahas. Jangan mengungkit-ungkit sakit hati atau masalah lama. Bila Anda

menyimpang dari

permasalahan, mungkin perlu diperhatikan faktor lain dalam perselisihan, misalnya kelatihan, tingkat esterogen rendah, gula darah rendah, stres, masalah rohani atau emosional.

3. Peliharalah sebanyak-banyaknya kontak fisik dengan

lemah lembut.

4. Jangan menggunakan kata sarkastik.

5. Hindari pernyataan-pernyataan kamu. Gunakan saya rasa atau saya kira. Jangan ada kata Kamu selalu .... Kamu tidak akan.

6. Jangan gunakan pernyataan yang berlebih-lebihan.

7. Jangan memaki. Jangan biarkan cekcok meningkat amarah. Kalau ini terjadi, sepakatilah untuk melanjutkan pembicaraan dilain waktu.

8. Hindari adu kekuatan dan tindakan, misalnya Kamu tidur di sofa nanti malam!

9. Jangan gunakan perlakuan diam (ngambek).

10. Jagalah agar pertengkaran Anda tidak didengar orang lain. 11. Pastikan apa yang Anda

kemukakan dapat dipahami oleh pasangan.

12. Selesaikan masalah dengan solusi win-win (menang-menang) yaitu kedua belah pihak setuju dengan solusi. 13. Usahakan untuk mencerminkan

rasa hormat dalam kata-kata dan tindakan, selama penyelesaian perselisihan.

(11)

Menjelajahi Dunia

Internet

emajuan Teknologi

Informasi (TI)

merupakan factor pendorong utama terjadinya globalisasi. Dengan TI kita dapat berinteraksi dengan siapapun, dibelahan bumi manapun dan kemanapun. Internet merupakan salah satu dari teknologi yang tengah berkembang pesat di dunia. Awalnya, internet dikembangkan oleh dunia kampus dan inter guna keperluan penelitian, namun sekarang dapat dinikmati oleh masyarakat umum. Hal ini melihat manfaat yang dapat diambil dari teknologi ini. Bahkan beberapa Negara terus mendorong masyarakatnya untuk memanfaatkan internet guna mencerdaskan bangsanya.

Banyak yang dapat dilakukan melalui internet, seperti mencari data melalui search engine, melihat-lihat (browsing), ngobrol (chatting), surat menyurat elektronik (E-mail), belajar, diskusi interaktif (milis), cari teman, belanja, dan

sebagainya. Kita tak perlu keluar rumah untuk jalan-jalan keliling dunia untuk mengetahui sesuatu hal di belahan bumi lain. Mungkin TENAH juga perlu membuka e-mail sehingga mempermudah pengiriman berita.

Bagi netter pemula biasanya hanya melakukan browsing dari satu web/ home page ke web lain. Banyak menu pilihan belantara cyber ini, sehingga perlu ditetapkan info apa yang ingin dicari sebelum kita mulai mebrowse, sebab salah jalan bisa tersesat masuk ke web lain. Hati-hati sebab banyak juga web kurang baik bagi setiap pengunjung dan Anda bisa tersesat di sana.

Di internet banyak sekali web yang bernuansa kristiani terutama dari luar negeri, di Indonesia juga sudah ada beberapa. Ada yang membuat info tentang buku-buku kristen, dan bila kita memiliki akses maka kita dapat memesan buku

(12)

itu lewat internet. Ada juga yang memuat tentang organisasi/ gereja. Sehingga diharapkan informasi tentang mereka dapat diketahui masyarakat umum yang membutuhkannya, juga dengan itu dapat menciptakan link/ network. Jemaat yang sedang diluar negeri atau berada di wilayah pelayanan suatu gereja tetap dapat mengikuti perkembangan. Dan hal terpenting, setiap orang yang memiliki kepentingan dengan organisasi/ gereja tersebut dapat memberikan aspirasinya lewat media ini yang bisa menjadi masukan positif. Ada beberapa home pege yang bernuansa kristiani, antara lain :

www.haleluyanet.com www.doulos.or.id www.gki.or.id www.hkbp.or.id www.bethany.or.id

GBKP juga sudah ada internet sekalipun masih berapiliasi secara oikumene, namun kurang bisa dikonsumsi semua orang karena masih berbahasa Jerman. Bisa dilihat di :

www.oikumene.de/partner/id-gbkp)

Bagi yang ingin

melanjutkan study di perguruan tinggi, hampir semua PTN dan

beberapa PTS telah membuat Home page sebagai sarana informasi sehingga calon mahasiswa dapat memilih tempat study sesuai dengan kemampuannya, misalnya : www.itb.ac.id www.ui.ac.id www.unair.ac.id www.usu.ac.id www.undip.ac.id www.uph.edu www.maranatha.edu, dll Sementara bagi yang sedang mencari pekerjaaan atau ingin meningkatkan karir,

beberapa home page

menyediakan layanan jasanya bagi mereka, seperti :

www.jobsdb.com www.karir.com www.birokerja.com www.consultcareer.com www.hotjobs.com www.job-indonesia.com, dll

Bahkan ada beberapa home page isinya tentang budaya Karo dan berita-berita dari Tanah Karo. Bagi yang rindu Tanah Karo atau Kota Medan boleh mengunjungi situs ini tanpa harus datang dari tempat yang jauh.

www.berastagi.co.nz www.tanahkaro.com www.takasima.web.com

(13)

www.putrakaro.com www.anakmedan.com www.batakweb.com

Sebelumnya ada beberapa banyak situs-situs Karo yang baru dan ada yang dibuat secara pribadi seperti mahasiswa Karo membuat

www.lamurde.tripod.com, juga ada permatagbkp.web.com. Namun belum berjalan dengan baik. Dalam waktu dekat home page Permata akan dapat dirampungkan.

MAILING LIST PERMATA

Membuat home page Permata merupakan program kerja Permata klasis Jakarta Bandung. Namun sampai sekarang masih dalam proses pencarian data. Namun untuk melihat animo masyarakat terhadap internet saat ini sudah ada mailing list bagi Permata, merupakan tempat diskusi interaktif/ jambur inganta ngerana bagi pemuda gereja dan bagi siapa saja yang tertarik terhadap Permata. Milis Permata merupakan tempat obrolan paling ramai seputar Permata dan Orang Karo di internet. Ada belajar/ bekerja di luar negeri, namun masih didominasi dari Jakarta dan Bandung, sebagian ada dari Medan, Batam,

Lampung dan sebagainya. Info mulai dari renungan, tips-tips menarik, mencari teman, lowongan pekerjaan dan berita menarik tentang sosial masyarakat Karo.

Untuk mencari peserta, caranya mudah :

1. Kirim e-mail kosong (tanpa berita) ke : permata-gbkp-subseribe@yahooogrops.com. 2. Dalam waktu 15 menit Anda akan menerima kembali mail konfirmasi tersebut tanpa merubah apapun (klik reply kemudian klik send).

3. Anda sudah menjadi anggota dan secara otomatis akan menerima e-mail melalui :

Permata-gbkp@yahoogroups.com.

Kalau menemui kesulitan dapat mehubungi bagian

pelayanan :

permatajb@yahoo.com

(14)

Sejarah Perkembangan

Kabupaten Karo

anah Karo berbentuk sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II setelah melalui proses yang sangat panjang dan dalam perjalanan sejarah Kabupaten ini telah mengalami beberapa perubahan mulai dari zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang hingga zaman kemerdekaan.

Sebelum kedatangan penjajahan Belanda

diawal abad XX di daerah dataran tinggi Karo, di kawasan itu hanya terdapat kampung (kuta), yang terdiri dari satu atau lebih “kesain” (bagian dari kampung).

Tiap-tiap kesain diperintah oleh seorang “pengulu”. Menurut P. Tambun dalam bukunya “Adat Istiadat Karo”, balai Pustaka 1952, arti dari pengulu adalah seorang dari marga tertentu dibantu oleh 2 orang anggotanya dari kelompok “Anak Beru” dan “Senina”. Mereka ini

disebut dengan istilah “Telu si Dalanen” atau tiga sejalan menjadi satu badan administrasi / pemerintahan dalam lingkungannya. Anggota ini secara turun menurun dianggap sebagai “pembentuk kesain” , sedang kekuasaan mereka adalah pemerintahan kaum keluarga.

Diatas kekuasaan pengulu kesain, diakui pula kekuasaan kepala kampong asli (Perbapaan) yang menjadi kepala dari sekumpulan kampung yang asalnya dari kampung asli itu. Kumpulan kampung itu

dinamai Urung.

Pimpinannya disebut dengan Bapa Urung atau biasa juga disebut Raja Urung. Urung artinya suatu kelompok kampung dimana semua pendirinya masih dalam satu marga atau dalam satu garis keturunan.

Menurut P. Tambun seperti diatas ada beberapa system atau cara

(15)

penggantian perbapan atau Raja Urung atau juga Pengulu dizaman itu, yaitu dengan memperhatikan hasil keputusan “runggun/ permusyawaratan” kaum kerabat berdasarkan kepada 2 (dua) dasar / pokok yakni :

a. Dasar Adat : “Sintua-Singuda” yang dicalonkan. Yang pertama-tama berhak menjadi Perbapan adalah anak tertua. Namun kalau ia berhalangan atau karena sebab yang lain, yang paling berhak di antara saudara-saudaranya adalah jatuh kepada anak termuda. Dari semua calon Perbapaan maka siapa yang terkemuka atau siapa yang kuat mendapatkan dukungan, misalnya siapa yang mempunyai banyak Anak Beru dan Senina, besar kemungkinan jabatan Perbapan / Raja Urung atau Pengulu, akan jatuh kepadanya. Jadi dengan demikian, kedudukan Perbapan, yang disebutkan di atas harus jatuh kepada yang tertua atau yang termuda, tidaklah sepenuhnya dijalankan secara baik waktu itu. Banyak contoh terjadi dalam hal pergantian Perbapan seperti itu, antara lain ke daerah Perbapan Lima Senina. Lebih-lebih kejadian seperti itu terjadi setelah didaerah itu berkuasa kaum penjajah Belanda dipermulaan abad XX (1907). Belanda melakukan “intervensi” dalam hal penentuan siapa yang

dianggap pantas sebagai Perbapan dari kalangan keluarga yang memerintah, walaupun ada juga selalu berdasarkan adat.

b. Dasar “Bere-bere”, yakni menurut keturunan dari pihak ibu. Hanya dari keturunan ibu/ kemberahen tertentu saja yang pertama-tama berhak menjadi Perbapan. Namun setelah kedatangan penjajahan Belanda sistem atau dasar “Bere-bere” ini dihapuskan.

Mengangkat dan mengganti Perbapan dilakukan oleh “Kerunggun” Anak Beru-Senina dan Kalimbubu. Namun setelah zaman Belanda cara seperti itu diper-modern, dengan cara kekuasaannya dikurangi, malah akhirnya diambil alih oleh kerapatan Balai Raja Berempat. Demikian pula, dasar pengangkatan “Pengulu” dan Perbapan. Kekuasaan Raja Urung yang tadinya cukup luas, dipersempit dengan keluarnya Besluit Zelfbestuur No. 42/1926, dimana antara lain dapat dibaca.... jabatan Raja-raja Urung dan Pengulu akan diwarisi oleh keturunan langsung yang sekarang ada memegang jabatan itu...

Marilah kembali melihat sistem pergantian Perbapan Urung dan Pengulu Kesain, sebelum datangnya penjajahan Belanda ke daerah dataran Tinggi Tanah Karo.

(16)

Yang pertama-tama berhak untuk mewarisi jabatan Perbapan Urung atau Pengulu ialah anak tertua, kalau dia berhalangan, maka yang paling berhak adalah anak yang termuda/ bungsu. Sesudah kedua golongan yang berhak tadi itu, yang berhak alah anak nomor dua yang tertua, kemudian anak nomor dua yang termuda. Orang yang berhak dianggap sanggup menjadi Perbapan Urung tapi karena sesuatu sebab menolaknya, maka dengan sendirinya hilang haknya dan hak keturunannya yang menjadi Perbapan/ Raja Urung. Hal ini juga menurut P. Tambun dalam bukunya merupakan adat baru. Maksudnya adalah untuk menjaga supaya pemangkuan perbapan yang dilaksanakan oleh orang lain hanya dilakukan dalam keadaan terpaksa.

Sementara itu orang yang berhak menurut adat menjadi Perbapan/ Raja, tetapi masih dalam keadaan dibawah umur ataupun belum kawin, maka jabatan itu boleh dipangku/ diwakili kepada orang lain menunggu orang yang berhak itu sudah mencukupi syarat.

Peraturan tetap tentang memilih siapa sebagai pemangku itu tidak ada. Yang sering dilakukan ialah orang yang paling cakap diantara kaum sanak keluarga terdekat, termasuk juga Anak Beru dan marga yang seharusnya

memerintah sebagai Perbapan/ Raja. Adapun jabatan pemangku itu dipilih dari kalangan Anak Beru dari lain marga dari Perbapan/ Raja. Jadi mustahillah sipemangku tadi berhak atas kerajaan yang dipangkunya untuk selama-lamanya, pasti disatu waktu akan dikembalikan kepada yang berhak. Sedangkan kalau jabatan sebagai Perbapan/ Raja dipegang oleh kaum keluarga dari si pemangku yang berhak, misalnya saudara satu ayah lain ibu, ada kemungkinan akan mendakwa dan mempertahankan jabatan itu di kemudian hari, terlebih kalau dia sudah bertahun-tahun sudah memangku jabatan itu, sehingga merasa segan malah menolak menyerahkannya kembali kepada berhak. Keadaan seperti itu juga pernah terjadi, malah menimbulkan perselisihan berkepanjangan antar kerabat yang seketurunan.

Dalam pemangkunya sementara itu, diadatkan sehingga merupakan kewajiban bagi si pemangku yaitu menyerahkan 1/3 dari semua pendapatan kerajaan kepada orang yang seharusnya memangku jabatan tersebut.

Seperti diuraikan di depan, baik Perbapan Urung/ Raja Urung ataupun Pengulu yang dibantu oleh “Anak Beru-Senina”, yang merupakan “Telu Sendalanen”,

(17)

maka jabatan dari “Anak Beru-Senina” itupun juga bersifat turun-temurun.

Dengan sistem ini Pemerintah Tradisional Karo telah berjalan hampir ratusan tahun. Sistem itu mengalami sedikit perubahan pada abad ke 18 ketika Karo berada dibawah pengaruh Aceh yang membentuk raja berempat di Tanah Karo.

Seiring dengan masuknya pengaruh kekuasaan Belanda ke daerah Sumatera Timur melalui kerajaan Siak Riau maka terjadi pula perubahan penting di daerah ini karena Belanda juga ingin menguasai seluruh Tanah Karo di Deli waktu itu sudah mulai berkembang perkebunan tembakau yang sudah diusahai oleh pengusaha-pengusaha Belanda. Namun tidak selamanya kekuasaan Belanda tertanam dengan mudah di daerah Sumatera Utara terlebih-lebih di daerah dataran tinggi Karo. Dan bagi orang Karo di masa lampau, kedatangan Belanda identik dengan pengambilan tanah rakyat untuk perkebunan. Banyak penduduk Deli dan Langkat yang kehilangan tanahnya karena Sultan memberikan tanah secara tak semena-mena untuk jangka waktu 99 tahun (kemudian konsesi 75 tahun) kepada perkebunan tanpa menghiraukan kepentingan rakyat. Kegetiran dan

penderitaan penduduk melahirkan

perang Sunggal yang

berkepanjangan (1872-1895) yang juga dikenal sebagai perang Tanduk Benua atau Batakoorlog. Dalam perang tersebut orang Melayu dan orang Karo bahu-membahu menentang Belanda, antara lain dengan membakar bangsal-bangsal tembakau.

Di satu pihak ada persoalan antara Sultan Deli dan Datuk Sunggal karena Sultan Deli memberikan konsesi kepada Maskapai Belanda untuk membuka perkebunan tembakau dan daerah Sunggal termasuk di dalamnya. Perlawanan rakyat Sunggal dipimpin oleh Datuk Kecil (Datuk Muhammad Dini), Datuk Abdul Jalil dan Datuk Sulung Barat.

Bantuan dari Tanah Karo dipusatkan di kampung Gajah. Tokoh Karo yang sangat terkenal dalam peperangan ini adalah Langkah Surbakti, berasal dari kampung Susuk Tanah Karo dan Nabung Surbakti, dikenal sebagai Penghulu Juma Raja. Karena hebatnya serangan-serangan yang dilancarkan, pihak Belanda mengirim ekspedisi ke Sunggal sampai tiga kali. Akibat peperangan itu, di pihak tentara Belanda banyak jatuh korban. Serdadu berkebangsaan Eropah 28 orang dan serdadu Bumi Putra tewas 3 orang.

(18)

Yang luka-luka, serdadu Eropah 320 orang dan serdadu Bumi Putra 270 orang.

Pekabaran injil ke Tanah Karo (1894) tidak terlepas dari kerusuhan-kerusuhan perkebunan tersebut. Pihak perkebunan mengharapkan bahwa gangguan-gangguan orang Karo akan dapat dipadamkan melalui pekabaran injil. Jadi yang membiayai misionari (Nederlans Zendilingsgenotschap), ke Karo adalah pihak perkebunan, diprakarsai oleh J.TH Gremers, Direktur Perkebunan tembakau Deli Maatschappij pada saat itu.

Garamata yang mengadakan perlawanan pada awal abad ini (1901-1905) juga berpendapat bahwa jika Belanda dibiarkan ke Tanah Karo maka tanah rakyat mungkin sekali diambil untuk perkebunan. Pikiran ini didasarkan pada pengalaman orang Karo di dataran rendah, di Deli dan Langkat. Selanjutnya dia juga berpendapat orang Karo mempunyai cara hidup sendiri dan istiadatnya sendiri dan tidak perlu dicampuri oleh orang Belanda (lihat Masri Singarimbun, Garamata : Perjuangan melawan Penjajah Belanda, 1901-1905, Balai Pustaka, Jakarta 1992). Namun kekuatan Belanda yang begitu besar tidak dapat dibendung.

Sebelumnya pembangkangan yang sangat terkenal dilakukan oleh

Sibayak PA Tolong atau Sibayak Kuta Buluh, yang melakukan pembangkangan terhadap pembayaran pajak kepada Belanda (lihat Bab VI buku Darmawan Prinst dan Darwin Prinst : Sejarah dan Kebudayaan Karo, penerbit Grama Jakarta, 1985).

1. Masa Penjajahan Belanda Setelah Belanda dapat menguasai daerah Sumatera Timur melalui perjanjian dengan raja-raja yang berbentuk kontrak yang disebut dengan Lange Verklaring (Perjanjian Panjang) dan Korte Verklaring (Perjanjian Pendek) maka pada tanggal 1 Maret 1887 Belanda membentuk daerah Sumatera Timur menjadi daerah Kresidenan yang sebelumnya termasuk daerah Kresidenan Sumatera Timur yang berkedudukan di Bengkalis (Riau). Kresidenan Sumatera Timur dipimpin oleh Seorang Residen bangsa Belanda, berpusat di Medan yang terdiri atas 4 daerah afdeling yaitu : Afdeling Deli dan Serdang, Afdeling Simalungun dan Karo Laden, Afdeling Langkat, dan Afdeling Asahan.

Selanjutnya wilayah administrasi afdeling Simalungun dan Karo Laden dibagi lagi menjadi Onderafdeling, yaitu onderafdeling Simalungun dan Onderafdeling Karo Laden. Masing-masing dari

(19)

Onderafdeling itu dipimpin oleh Controleur (Pengawas) orang Belanda berkedudukan di Pematang Siantar dan Kabanjahe.

Di daerah administrasi Onderafdeling Karo Laden, Pemerintahannya disebut dengan nama Selfbestuur, di bawah kekuasaan Controleur Belanda, terdapat 5 pemerintahan swapraja pribumi tingkat Kerajaan / lanschaap yang dipimpin oleh Sibayak dan 18 Kerajaan Urung yang dipimpin oleh Raja Urung yang merupakan pemerintahan pribumi bawahan atau bagian dari Kerajaan / Landschap (Ke-Sibayaken).

Adapun kelima pemerintahan Swapraja Pribumi atau Lanschap yang dipimpin oleh Sibayak itu adalah :

1. Landschaap Lingga yang berkedudukan di Kabanjahe yang membawahi enam urung yaitu Urung XII Kuta di Kabanjahe, Urung Telu Kuru di Lingga, Urung Lima Senina di Batu Karang, Urung Tiga Pancur di Tiga Pancur, Urung IV Teran dan Naman dan Urung Tiganderket di Tiganderket. 2. Landschaap kuta buluh yang

berkedudukan di Kuta Buluh membawahi dua urung yaitu Urung Namohaji di Kuta Buluh

dan Urung Liang Melas di Sampe Raya.

3. Landschaap Sarinembah yang berkedudukan di Sarinembah membawahi empat urung yaitu Urung XVII Kuta di Sarinembah, Urung Perbesi di Perbesi, Urung Juhar dan Urung Kuta Bangun di Kuta Bangun. 4. Landschaap Suka membawahi

empat urung yaitu Urung Suka di Suka, Urung Suka Piring di Seberaya, Urung Ajinembah di Ajinembah dan Urung Tongging di Tongging.

5. Landschaap Barusjahe membawahi dua urung yaitu Urung Sipitu Kuta di Barusjahe dan Urung Sienam Kuta di Sukanalu.

Walaupun nama Selfbestuur tapi dalam prakteknya para Raja-raja (Sibayak) hanya sebagai alat-alat pemerintah Belanda dalam mencapai tujuan politiknya, hal ini terbukti dari kenyataan bahwa raja-raja tersebut tidak bebas menentukan kebijakan pemerintahan misalnya soal pajak dan rodi, pembangunan sekolah dan lain-lain. Maka tidak heran selama Belanda berkuasa di Indonesia di Tanah Karo tidak ada satu buah pun Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas. Menyadari akan hal inilah maka beberapa tokoh muda mulai bergerak dalam bidang politik

(20)

dengan membentuk organisasi partai politik yang sudah ada di Medan, Batavia dan Yogyakarta.

Limpek-limpek Kegeluhen

Adi Rido Pekepar Radu La

Ngalo

Adi Rutang Pekepar Radu

Ngalo

entu enggo me si angka, adi ngikutken si biasa kalak si rido nge maka ngalo, kalak si rutang nge si arus nggalar. Kepeken labo gelgel bage, sebab ibas sada-sada bagin perlakon lit jadi adi radu rutang pekepar maka enggo radu ngalo. Erkiteken sie banci turah kemamangen entah pe jadi

penungkunen iba ukurta, tuhu kin lah e?

Penungkunen e banci ituriken jababna. Ibas sada kuta lit sada jabu, pendahinna ku juma ku rumah. Kalimbubu si arah ndeharana kalak si lit buatenna entah pe kalak lit. Ibas sada paksa anak jabu enda seh perluna duit man pokokna

(21)

nuan. Jumana enggo mesai kal ibanna, nimai nuan nari ngenca. Atena nuan kentang, tapi la lit duitna nukur bibit kentang ras pupukna. Erkiteken sie kuliper ia ras ndeharana ndarami duit raihen ku temanna sebalengen rumah ras si sada kesain, tapi sada pe la rulih. Kujah isingetkenna, ku je isingetkenna, tapi kurang iperdiateken kalak.

Ngituh tuhu nggeluh enda ndai, duit man pokok nuan-nuan pe la lit. Bas kalimbubunta ah lit nge min duit, tapi labo iangkana geluhta mesera, labo sekalipe kita isampatina. Em gelah itehndu: nina man ndeharana.

“Adi lit sura-surandu ngeraih man Bapa ah, tangkapken manuk ena sada, kari sidahi ia, maka banci kam ngerana nehken sura-surandu,” nina ndeharana ngaloi.

Adi bage naring ... lanai padah ... enggo me ...,” nina rikutken nembeh atena rido pusuhna nandangi kalimbubuna e.

Kalimbubuna e kalak mejingkat ras kalak nggit erdahin. Seakatan nampati ndeharana ku juma, erbinaga ka ia. Tiap minggu ia ndarami barang binaga si man baban ku Medan. Mulih i Medan nari maba taneh gemuk tah pupuk. Tambah sie, adi ibas kuta e man bana nge kalak

kerina minjam, bage pe erdaya barang ulih ku juma. Ibas rumahna lit ka kede-kedena inganna erbinaga.

Sekali maba barang ia i Medan nari, emkap pupuk sada motor truk. Kenek motor truk e sekalak ngenca. Emaka terpaksa isampatina pesusur barang e ras nusunca ibas kedena. Ndeharana i juma denga, anakna kerina sekolah. Latih kal akapna ngangkati pupuk e, enggo curcur kal panasna. Sanga bage ka reh kalak si nukur ku kedena. Je teringet ia kelana si banci ikut nampati. Kela pe labo sekali pe nggit nampati. Itehna pe bagenda latihna kuakap, labo ia reh ngurupi, lalap nge la iangkana ukurku”, bagem nina rido ibas pusuhna. Labo iangkana kelana pe enggo me leben rido pusuhna, bage ka pe si kela labo itehna rido pusuh mamana. Jadina ia pekepar radu rido pusuh erbahan sada pe ia la ngalo. Si jadi eme bibit ceda ukur sebab duana ia si agak-agaken.

Maka ola jadi bage, kai arusna ilakoken? Si ilakoken e me balikna. Adi ndai pekepar ia rido, arusna pekepar ia rutang. Kalimbubu, eme si mamana idahna kelana paksana susah, la lit pokokna nuan-nuan, rutang min pusuhna mereken penampat. Iana ka me si kela; idahna mamana kuskas latih

(22)

erdahin rutang ka pusuhna nampati, tentu adi bage duana ia rutang pusuh, duana ka ia ngalo. Tambah sie ibas ia pekepar ola siagak-agaken maka ola jadi bibit si sangkuten pusuh. Kerna si enda perlu iangka ibas ndalinken lagu langkah nandangi sangkep nggeluh, senina, kalimbubu ras anak beru, maka ola jadi si la bagi ukur arah pudi. Payo entah lang?

(Bujur Sitepu)***

M u t a h

NGUKUMI BARUS

sum e, ibas kuta si Degal, melala denga rumah adat. Si Degal anak perana kuta si beluh mantik cibakut ras itik i sabah. Gia ia anak perana kuta, tapi labo seri ras anak perana kuta si deban. Adi anak perana kuta berngi kenca, apai denga ka paksana terang bula e, lawes niar-niar kuta kujah kuje ngenehen si nguda-nguda, nenahkenca ras nure-nure. Sora surdam entah beluat (balobat) i teruh sapo rusur ibegi. Tapi adi si Degal kenca elah man berngi pinter nge gelgel ku surambih inganna medem. Adi la lit temanna ngeranai, minter ia medem.

Paksa e paksana muro i sabah. Melala ka perik mbunga si mbulan takal, ecah, kedi-kedi ras pua rusur reh man buron, erkiteken perik si man page kerina e, tapi si mbuena kal reh rusur mbue-mbue sekali reh, perik mbunga si mbulan takal. Tapi paksana

las tengah wari e, kurang nge perehna perik kabang ku bas page e. Ijem gel-gel si Degal lawes mantik ku sabah-sabah matik cibakut ras itik. E maka mekatep erkiteken beluhna matik la ndekah enggo kari datca mbue. Kerina si datca e itustusina.

Deherken sebabna muro sekalak si nguda-nguda, si Tega gelarna. Adi ngikutken tutur, rimpal nge kalak enda. Gia situhuna labo lit perkade-kaden, aminna gia kuta kalak enda pedauh, tapi gel-gel nge si tatapen sabab kelang-kelang kelbung ingan sabah e kal ngenca. Aminna gia labo si kade-kaden, tapi ibas kerja-kerja kalak, rusur nge kalak enda si tatapen, gia la si perkuanen. Erkiteken labo enggo si Degal nure-nure entah naki-naki, e maka labo enggo iperkuankenna si Tega, gia rusur ia mentas arah galungi sabahna. Si Tega pe sip nge rusur. Labo enggo nina

(23)

sekali kal gia, “Kuja kam e kaka?” entah nina, “Ija nari kam e kaka?” Bagem kalak enda, rusur si tatapen, merincuh si perkuanen, tapi radu mbelin akapna takalna mulaisa ngerana. Idah si Tega pe dem pertustus si Degal cibakut, labo enggo pernah nina, “Enta deba cibakutndu ena kaka!” Mekatep nge idahna dua puluh ah ibas tustusen e, labo enggo pernah nina, “Enta sada kal cibakut ena gelah kututung kaka.”

Sekali mentas si Degal arah galungi sabah si Tega. Entah kai dalanna maka pang si Tega ngerana, nina, “Ih dem kal kap dat kam sada tustusen kaka.”

“Melala,” nina ngaloi si Degal.

“Banci man bangku deba kaka, gelah kututung,” nina si Tega.

Sinik si Degal. Sabab labo atena iberena min.

“Sip nari pe kam kaka. Degil naring nge kam kaka.”

“Piga kin man bandu?”

“Dua ah, gelah kututung. Langa aku man e.”

“Ah, endi baba gia kari kerina ku rumah. Tanggerken kari.”

“La gelah julandu e kaka?” “Lang. Idahndu nge kap teptep wari aku mantik. Rulih kal nge gelgel. Si dat aku nderbih pe langa keri.”

“La kin pet bibi ras bengkila?” “Pet kin gia, adi teptep wari nari kal nge e man bengkau, me leja ka nge? Enggo tabehen iakap kami bulung gadung kayu e saja entah pucuk ropah e.”

“E gia. Baba ku rumah kaka. Jagar-jagarku nge ndai.”

“Kam erjagar-jagar. Aku tutus. Adi ipindondu kubere,” nina Degal iberekenna. Erkiteken la ialoken si Tega, iamparkenna idas galungi. Lawes si Degal ku sabahna.

Latih kal iakap si Tega rukur erkiteken itadingken si Degal cibakut e. Emaka ibabana ku sapo. Karaben mulih ia ku rumah, ibabana, igulena. Mejile penggulena. Asum man isungkun nandena ija nari datca cibakut e. Adi ikatakenna nocoi, tentu la tek nandena, sabab pelin-pelin kal cibakut, labo banci dat bage ibas kunkun. Emaka sip ia. Kenca elah man, ia naring duana ras nandena, iturikenna kuga dalanna maka ibereken si Degal cibakut e. Cirem nandena megi kata anakna e.

Pepagina i sabah reh si Tega ndahi si Degal. Nina, “Cuba nanami ka bekasku nggule e. Entah kadena kari kurang.” Iberekenna cibakut si enggo igule e tare kopor.

“Adi kam nggulesa tek aku maka entabeh naring nina, Terakap nge kari sira lacinana. Gia kurang terakap sira entah lacina, adi kam nanggersa, entabeh naring kuakap,” nina si Degal, cirem sitik ia. Italangina tutup kopor e, jenari nina ka, “E ... itamandu ka kap adumna cinur, ntabeh kal e.”

Bage me rusur, telu wari sekali, ibereken si Degal rusur cibakut bekasna mantik man si Tega, nande Tega pe enggo nungkun-nungkun ukurna kerna pemere si Degal la erngadi-ngadi cibakut man anakna. Reh nina ukurna maka kuga pe enggo me si ngenan anakna ras si Degal.

Ibas sada wari kenca dung peranin i sabah, ikataken si Tega man bibina maka sereh atena man si Degal.

(24)

Enggo ersada arihna. Isehken bibina

man nandena.

Ise

hken nandena man bapana. Megi kata e, merawa kal bapana man nandena. Dalanna maka la ia senang, kurang jore iakapna orangtua si Degal. Pendahinna pe ku juma ngenca. Atena min maka kalak bayak perejen anakna. Janah enggo mbaru enda kalak bayak nungkunni anakna. Asum e reh nina si Tega, maka lenga atena sereh. Kenca dung peranin maka atena erjabu. Enda enggo dung peranin, sereh ia nina, labo man kalak bayak ndai, tapi man anak perana kuta pemantik-mantik. Lanai iakapna gunana nggeluh adi sahun si Tega sereh man si Degal.

Ndele kal ate nande Tega, erkiteken la senang bapa Tega ibas persereh anakna. Adi nande si Tega, ngena nge atena perserehna anakna man si Degal. Emaka lanai si tabehen ia ibas jabu e.

Ibas sada wari lawes si Tega nangkih man si Degal. Megi berita e, murta kap bapa Tega. Bicara idahna berkat, mangkursa pe nggit ia. Pepagina reh piga-piga diberu ngendes kerna si Tega enggo nangkih ku jabu si Degal. Irungguken ate kerna ndigan reh ndahi ia. Minter merawa

kal ia. Ban rawana nina, “Enggo me, maka genduari nari lanai ia anakku. La ise pe banci ku rumah enda ngerungguken kerna perjabun si Tega”.

“Labo kalak bage. Adi enggo ia lawes nangkih ku jabu kalak enggo merandal. Pengindona nge erbanca,” nina sekalak turangna.

“Melas kal kuakap e. Enggo rutang katangku man kalak si reh mbaru, enda.”

“E gia adi enggo idalankenna dalanna, em pagi man beluhen man kalak si reh mbaru enda. Eka man runggunken, nina turangna e.

“Melas kal kuakap,” nina bapa si Tega merampus. Ndeharana pe enggo iperengkona. Turangna si nije pe enggo iperengkona ban rawana.

Amin gia bage enggo ieteh bapa si Degal, tapi rusur la erngadi-ngadi isuruhna anak beruna ndahi anak beru si Tega, gelah alu anjar-anjar icakapkenna maka idungi kerna perjabun si Tega. Tapi bapa si Tega mekeng kal rusur. Lalap langa banci irungguken.

Enggo seh dua tahun la terdungi lalap kerna kerja adat perjabun si Degal ras si Tega erkiteken la senang lalap Pa Tega. Enggo mehuli kula si Tega. Enggo natang tuah. Enggo ipebetehken man kalimbubu, urangtua si Tega.

Megi berita maka enggo si Tega natang tuah, kepe nusur kang ukur bapana. Enggo nggit ia iarihken kerna ndahi anakna maba naruh manuk mbentar.

Sekali las kal wari. Agakna geling. Lawes si Tega iarakken si Degal lawes ku sabah nocoi kunkun. Datca cibakut, kaperas ribu-ribu ras

(25)

serpu-serpu agakna setengah taduken. Jenari lawes ia ridi. Seh ia rumah minter itanggerkenna. Kenca tasak, wari enggo gelap, man ia duana, ntabeh iakapna duana man, sabab beluh kal si Tega nggule nurung. Gesteng kal kerina ibahanna.

Kenca elah man agakna setengah jam, reh kalimbubu ras sangkep nggeluh maba pangan si ntabeh. Maba naruh manuk mbentar, mesur-mesuri, erkiteken si Tega enggo mehuli tahunna. Emaka iulihina man, melala denga keri nakan ipan si Degal. Erkiteken ntabeh kal. Kenca dung man kerina, ngisap-ngisap si dilaki janah man belo si diberu ka kerina.

Sedak kal iakap si Degal erkiteken besurna. Gulisahen ia rempet. Melala kalak si ermamang ate, lit deba mekusik, “Entah pinakitna nge min tapi adi mara kenca kari, nggit ka ikataken kalak itama mamana ah nge maka mate. Sabab labo mbaru enda senang atena anakna ah man si Degal. Banci ka nge kita iorati polisi”.

Reh ka nina ije sekalak ngaloi, “Adi bujur nge kita labo kebiaren. Adi lit kari pengadun, iperiksa dokter kari nakan ras bengkau si tading, labo lit kai ije, ma labo kebiaren.”

Enggo mbue cakap. Enggo ndele kal ate nande ras bapa si Degal. Nungkun-nungkun ukurna, nina, “La gelah itama kalimbubu ah anakku ah.” Ukur kerina si arah ia pe kerina naram-naram maka lit ndai isina si la mehuli ibas nakan ras bengkau ndai.

Tempa-tempa mutah rusur atena si Degal. Tapi la mbera ndarat. Lesek janah aru ate si Tega ngidah perbulangenna bage.

Dungna reh pariban si Degal, Pa Gori, la iangkana kuga maka bage

jadina si Degal. Labo erkiteken itama si la mehuli ibas pangan ndai tapi erkiteken besursa nge man. Nina man si Degal, “Ariko ku ture kita lebe. Entah i ture banci ko kari mutah.” Nina man si Tega, “Ola kam mbiar permen, labo kai pe e. Enta kami ku ture kentisik. I rumah saja kam.”

Irande pa Gori si Degal ku ture. Seh i ture suksuk ia duana. Jenari nina Pa Gori, “Kana kai nge engko e?”

“Labo kaden pe pa. Ncocoi kami ndai ras permenndu. Dat kami cibakut ras binurung ntah setengah taduken ah. Ntabeh kal kuakap ndai man. Besur kal aku. Ija langa pe nusur nakan ndai enggo ka reh kalimbubuta ah maba pangan ntabeh. Ntabeh kal kuakap man. Menam la kueteh erngadi-ngadi. Dungna sedak kal kuakap, mutah atena rusur, tapi lang denga mbera, adi kari enggo mutah enggo me senang kuakap.”

Bicara danak-danak engko e, man ukaten kap engko e. Sengkerauk man bibina, sengkerauk man nande ningen. Enda engko enggo mbelin, nandangi jadi bapa ka kentisik nari. Emaka cuba cekoh kalah-kalahmu e.”

Icekuh si Degal kalah-kalahna alu tanna. Lebe la mbera, tapi dungna enggo melala kal iutahkenna. Emaka enggo erturih ukurna. Ia mutah-mutah e, ibegi i rumah nari. Si Tega enggo reh, la tergengkenca i rumah.

“Labo kebiaren permen, enggo ia mutah, enggo senang iakapna, ku rumahken gelah. Man si Degal nina nungkun, “Enggo senang akapko beltekmu e ndai?”

“Enggo pa,” nina si Degal. “Ku rumah kita dage?” “Sitik nari pa.”

(26)

Kenca enggo ersenangna iakap si Degal, maka ku rumah ia. Lebe erdalan Pa Gori, jenari arah pudi si Degal, janah arah pudi kal si Tega.

Kenca ia kundul teluna i rumah, ituriken Pa Gori kai dalanna maka bage si Degal. “Labo lit pinakit kai pe. Kepe ndai suari nocoi anakku enda ras permain. Datca melala cibakut ras binurung, entabeh iakapna man, beras page mbaru ka nakan, emaka moler. E saja pe min ndai enggo me bias, ije reh ka kalimbubu maba pangan ntabeh. Lanai terangkar anakku enda, enggo

besursa. Emaka tambarna si merandalna, mutah ngenca. Enggo mutah, enggo malem. Emaka enggo merandal, enggo kita mejuah-juah.”

Megi kata pa Gori, minter tawa kerina. Nande ras bapa si Degal pe enggo meriah ukurna. Kalimbubu pe enggo meriah kal ukurna. Si meriahna kal ukurna e me si Tega, ndehara si Degal.

Asam

Ngerana

rpagi-pagi si lampas, sope jam enem, enggo kundul Pa Dumange i kede kopi Pa Gentes.

“Kuga, enggo tasak cimpa unung-unungta? Adi enggo tasak tama kopingku, “nina Pa Dumange.

“Enggo, piga kin man bandu?” nungkun perkede.

“Sada lebe, adi kurang kari ma kupindo tambahna,” nina Pa Dumange.

“Adi bage, dua saja. Adi la kari keri, tadingken sada ibas piring e. Adi biasana kuidah keri nge gel-gel duana ibahan kam,” nina Pa Gentes.

“Kak, kak, kak,” tawa Pa Dumange, kena kal iakapna.

Kek, kek, kek,” tawa ka Pa Gentes. Pa Dumange, tawana erkak-kak, tapi Pa Gentes tawana erkekkek.

Itama Pa Gentes kopi,

iidangkenna ras dua cimpa unung-unung tare piring. Kenca enggo idang i lebe-lebe Pa Dumange, nina, “Isapna gp sada bungkus rikut pe sada colokna.”

Sip Pa Gentes, ibuatna ibas lemari nari isap gp sada bungkus ras colok sada, iberekenna man Pa Dumange. Italangi Pa Dumange isap, jenari idekdekna sada, itama ku biberna, jenari icolokina. Iselduna, iamparkenna isapna ibas ingan abu rokok, italangina kulit cimpa unung-unung. Maka ipanna me cimpa e. Kenca keri ipanna sada, inemna kopi. Kenca e ikulitina ka cimpa sada nari, ipanna ka. Jenari inemna ka kopi.

“E ma keri nge dua? Tambahi sada nari?” nina Pa Gentes.

“Keri aku nge telu nari anak, tapi si karah pudi kari teran, kuga me?” nina Pa Dumange.

(27)

“Kek, kek, kek,” tawa ka Pa Gentes.

Reh ka kalak minem deherken Pa Dumange, temanna minem rusur erpagi-pagi. Pa Dungari ia. “Iah pindo inemenndu Pa Dungari,” nina Pa Dumange.

“La pe ipindo, enggom iagak Pa Gentes ah, ras cimpana dua, isapna sada bungkus ras colokna ka sada,” nina Pa Dungari.

“Payo, minter tuhu mejingkat Pa Gentes nama tehndu,” nina Pa Dumange.

La ndekahsa enggo reh Pa Gentes maba teh susu ras cimpa tare piring. Erhua denga cimpa e, ban lasna.

“Isapna ndai ija?” nungkun Pa Dungari.

“Banci,” nina Pa Gentes, minter ilegina, iberekenna man Pa Dungari.

“Nderbih ngkai maka la kam nggit ngerana isuruh asum mereken luahta si ngalo bere-bere?” nungkun Pa Dungari.

“Ibas mereken luah man beberenta, bebere Pa Keramat nderbih?”

“Ue.”

“Ah, si tuhuna mberat kal nge kuakap nurikenca. Sabap labo ka kueteh seninanta Pa Keramat labo pang ngerana ku tengah. Pangen ia ibedil maka ngerana. Janah pe adi la si mada bebere kal, ma arus nge kita ngerana?”

“Perban kam la nggit rebih, emaka kupala-palai kal ngerana,” nina Pa Dungari.

“Adi gelgel ma ietehndu kal nge nggit nge aku ngerana ku tengah enda? La gia ngena ate kalak pengeranangku, tapi la tulpak,” nina Pa Dumange.

“Genduari, ngkai maka rempet

lanai?”

“Mela aku,” nina Pa Dumange. “Ngkai maka mela?”

“Maka aku mela, mejile kal ajarku man kalak si njabuken bana. Ola rubat-rubat, mejingkat erdahin gelah minter idah bekas latih, bagah-bageh ningku rusur. Tapi adi aku tep-tep wari rubat ras kalak ah i rumah, mekisat ka ku juma. Mehamat ernande-bapa, bibi-bengkila, ermami-ermama, ningku, tapi aku sitik pe la mehamat man ise pe. Em dalanna maka lanai aku nggit ngerana ku tengah. Kutatap man bangku belikna kerina si kuturiken e.”

“Kak, kak, kak,” tawa ka Pa Dumange. Jenari nina, “Ajarku e gelah begiken, aku la man usihen ningen.”

“Kak, kak, kak,” tawa ka Pa Dumange. Jenari nina ka, “Em dalanna aku sip. La lit asam ngerana.”

“Eak, adi kerna si ena, ban gelah bage. Ibas asum peberkat sekolah permenta si Timbung mbaru enda, e ngkai maka la kam nggit ngerana?”

“E pe iana ka me. Dage la iakap pemela-melaken, ngerana kita mereken ajar man permenta gelah seh kal sekolahna, idahna anakta ah, sada pe la nggit sekolah. Entah labo min tergalari belanjana tep-tep bulan. Seh kelas 4 tah 5 i kutanta enda, ngelandih. Kalak e diberu nge ngelandih, kuga me, kai asamku ngerana. Adi ngerana aku enggo me gelarna pet-pet ngerana naring, asal iembus saja.”

“Kak, kak, kak,” tawa ka Pa Dungari. “Ibas kalak mengket rumah, bagi asum mengket rumah anakta ipupus Pa Kulamit, e kuga ka dalanna maka la kam nggit ngerana?”

“Mandang bana aku Pa Dungari. Kalak mengket rumah si mbaru, kubahan kata si mejile kal,

(28)

jenari ma seh nge matandu ernen, rumahku adah tarum rih ras dingding salimar silalap? Ma Enggo petca aku e adi nggit aku ngerana?” nina Pa Dumange terdauhen, “Nuri-nuri aku man kalak si beluhen asangken aku, kuga iakapndu e?”

“Jadi ibas kerja kai pe lanai kam nggit ngerana ku tengah?” nungkun Pa Dungari.

“Sabap ngerana la rasam, erdiate kalak kerina,” nina Pa Dumange. Tuhu kata Pa Dumange, adi ngerana kita lit min asamta, asam ningen labo duit, tapi adi ola rubat ningen, kita pe ola rubat. Adi tutus atendu sekolah ningen, anakta pe tutus min kerina atena sekolah. Adi ngerana

man kalak si mengket rumah, kita pe

enggo min mengket rumah. (Ng.B. 8.7.1988)

1. Kuja pe kam lawes bahanlah usur si mehuli maka meriah akapndu nggeluh.

2. Tambahilah usur pemetehndu, maka kam usur idarami kalak.

3. Tutus kam ibas si kitik, maka iteki ibas si galang.

Turi-turin Karo Sidekah

BENGKAU NTABEH

POLA BENGGAL-BENGGAL RARU

Oleh : Ngukumi Barus

uri-turin enda terjadi ibas sada kuta, kuta apai la pedah ituriken. Ibas sada berngi, ibas sada rumah sada-sada.

“Aku ulin kuakap ibahan sada rumah kami rumah sada-sada o mama,” nina si Ngerti man mamana. Mamana enda e me kap turang nandena janah bapa ndeharana. Jadi ia tumbuk ras impalna kal.

“Ngkai maka bage nim Ngerti?” nina mamana nungkun.

“Enggo me kuakap rusur

kami man cakapenken anak rumah ah kerina. Kami naring rusur man runggunken kalak la erngadi-ngadi. Mawen-mawen labo kueteh pe salahku, enggo aku irawai anakndu mama!” nina si Ngerti man mamana.

Rukur mamana, kuga maka tengteng katana man beberena e. Dungna nina : “Bagenda ban sekali man impalmu. Asum ia ku juma, ope denga ia reh ku rumah, geleh sada manuk, mejile bahan pertasakna, mejile sayat-sayatna

(29)

ras gat-gatna. Terakap bahan lacina ras acemna. Kettu kal bahan getahna. Kenca dung simpan lebe ibas lemari bengkau. Darami inemen kari pola benggal-benggal raru kelang-kelang entebu ras macem.

Kenca ben reh ia i juma nari, tentu ku lau ia lebe. Kenca ia reh i lau nari, kenca ia kundul sikap erdakan atena, pedarat bengkau ras nakan e. Bage pe pola benggal-benggal raru e. Mejile bahan pengeranam man impalmu tah kuga nina. Adi la lit manukmu i rumah ah, manuk mamim enda pagi pindo.”

“Lit denga nge manuk i rumah ah ma,” nina si Ngerti.

Bagem ibas sada wari ibahan si Ngerti man ndeharana/ impalna si Suasa. Ben reh si Suasa raron i juma nari. Kenca ia seh i rumah, minter ibuatna kuran ku lau ia ridi ras ngelegi lau. Reh i lau nari kundul ia pegara api atena. Italangi si Ngerti lemari bengkau, ipedaratna bengkau ndai ras nakan bage pe pola benggal-benggal. Sengget kal si Suasa, perban la enggo bage ibahan perbulangenna man bana. Perubaten nge gel-gel gatin jadi adi ben kenca bage wari erkiteken latihna akapna erdahin ku juma. Cirem ia, meriah kal

ukurna.

Langa denga ia ngerana, pangan paksana enggo idang kerina, reh bapa ras nande si Suasa.

“Mari kundulken ma!” nina si Ngerti man mamana.

“Kundulken nde!” nina si Suasa, ikimbangkenna amak.

“Man ia empatna. Entabeh iakapna. Kenca man, nungkun mamana, bagi la ietehna dahin e. “Kai nge ndai dahin, maka gelehko manuk, entabeh sikap perpanmu pola benggal-benggal raru kelang-kelang si macem ras ntebu ibahan ko inemen?

“Bagenda nge e ma, perbahan rusur kal kami rubat ras anakndu, kami rusur man runggunken anak rumah enda, enggo mela aku rusur. Adi kalak anak rumah enda la enggo kuidah rubat. Salahku pe mekatep kal la kueteh, enggo aku irawai anakndu. E maka igelehken manuk gia sekali, entah alu dalan bage lanai kari kami rubat-rubat nina ukurku.”

Merandal anakku. Emaka kam pe o Suasa, adi nembeh kal atendu man perbulangenndu o anakku, entah kai gia sekali dalanna, entah gia sekali la erdalan, ban pagi pangan

(30)

entabeh man bana. Gelah alu dalan bage susur ukurndu si merawa, ras lemlem ibas pusuh-pusuhndu pekepar. Gelah ola pagi kam rubat rusur man runggunken.

Sitik pe lanai ieteh si Suasa kai man belasenkenna ngaloi kata bapana.

Bicara erpekara ndai talu tuhu-tuhu iakapna man bana.

“Em inget ame!” nina nandena. “Labo rubat man

bahanen ibas erjabu e, tapi ukur mehuli nge man bahanen.”

Sip si Suasa megiken kata nandena. Ndauh enggo itangkelina.

“Adi rubat kita bas jabu meriah akap kalak si ernembeh ate man banta, enda arus tangkeli,” nina bapana.

Kenca wari si e lanai pernah ia rubat ibas jabuna. Enggo silegi-legi ukurna ia pekepar.

Mela La

Mersik

an jelma manusia sada keriahen ukur adi cawir metua. Gia melala ka nge urangtua nina, maka cawir ola cawirsa. Sabap adi cawir kal metua kurang nge si erkeleng ate ibas ia lanai ngasup erkai pe. Tapi kalak si cawir metua lit kelebihenna asangken kalak si la cawir metua. Kalak si cawir metua melala erbage enggo idahna, ibegina ras igejapkenna ibas kegeluhen enda. Bage me Pa Kurmak seh bagi katana nai, “Mbera-mbera ndekah aku nggeluh gelah kuidah pagi sikugapana pe.”

Enggo seh tahun 1982. Si Ampeluk ras ndeharana si Rapan enggo pindah nadingken kota Medan, lawes ku kuta mamana Pa Rapan. Ibereken mamana sitik

jumana. Tambahna isewaina juma kalak si deban. Anakna si Lukpan erdahin i Medan, kenek motor prah naruhi barang-barang. Kenca piga-piga tahun bapana ras nandena ku kuta, turah ukurna ndahi orangtuana sebab empo atena. Seh i kuta iturikenna sura-surana man nandena ras bapana. Meriah kal ukur nande bapana ibas pemindonna erjabu, erkiteken sada si Lukpan kal ngenca anakna. Emaka isungkuni sekalak singuda-nguda e nggit isungkuni. Erkiteken nina si Lukpan dua minggu ngenca ia pere, e maka minter ibahan kerja kitik-kitik, gelah enggo sah ia erjabu. Gelah enggo la nai kalak nise, gia ibaba si Lukpan ndeharana e ku kota inganna erdahin.

Ibas kerja si kitik e nungkun

(31)

Pa Kurmak man si Lukpan, nina, “Ija nge kam erdahin, maka ndekah me bapandu i jenda kam la pernah idah”.

“I Medan nini bulang,” nina Lukpan ngaloi.

“Erkai dahinndu e kempu.” “Ibas perusahan galang import ras export nini bulang.”

“Erbahan pot bunga nge entah pot si nipake i rumah sakit ah kempu?”

“Kak, kak, kak,” tawa kalak si megi kata Pa Kurmak. Motu kal iakapna Pa Kurmak.

Kenca ndai tawa kerina, nina si Lukpan, “Labo erbahan pot nini bulang. Tapi perusahaan ngirem barang ku luar negeri janah ngaloken barang-barang luar negeri man dayanken i jenda.

Ola kam megelut kempu. La enggo kubegi kata port-port ena. Ola tama ukurndu, ietehndu gelah maka nini bulangndu aku, labo enggo ndauh perdalanku ngkahe. Labo enggo ilepusina deleng Barus e.”

“Labo aku megelut nini bulang.”

“Adi bage kai saja dahinndu i je?”

“Aku pegawai kantor.” “Adi bage, tentu galang kal nge gajindu.”

“Sitik kal nini bulang. Dua ratus ribu rupiah teptep bulan.”

“Sitik nindu, galang kal kap ena.”

“Lang nini bulang adi inehen gaji teman-temanku si ni je.”

Rukur Pa Kurmak. Reh nina ukurna, “Kempu enda tentu perbual kang bagi bapana. Adi bage ulin kubuali ka ia.” Emaka nina man si Lukpan, “Situhuna galang nge

gajindu e kempu. Tapi adi inehen gaji kami si nuan lacina saja i jenda, enggo kitik kal ena. Adi si suan lacina 1 ha gelah gia, adi enggo erbuah ia paksana perberasenna dat 300 kg sekali ngutip. Adi rembang kenca erga 3000 rupiah sekilo, sekali ngutip dat siwah ratus ribu rupiah. Adi mejile ia, banci kita ngutip dua kali sada minggu. Jadi gaji sada minggu sada juta waluh ratus ribu rupiah. Ban sepuluh kali saja kita ngutip seh mampul. Adi kalak dua puluh kali pe lit ia ngutip maka enggo keri, jadi sepuluh kali siwah ratus ribu, dat kita siwah juta rupiah. Ma galang dat kami perjuma enda.”

Megi kata Pa Kurmak, kitik kal ukur si Lukpan. Ikatakenna gajina dua ratus ribu teptep bulan, atena ngataken maka mbelin kal gajina. Gelah mehangke kal kerina si nipulung ibas kerja e. Tapi minter kal kai pe lanai lit ertina gajina e ibahan Pa Kurmak.

Rempet tawa kerina megi bual si Lukpan, minter kal ipantikken nini bulangna Pa Kurmak, alu bual ka. Kenca dung tawa, reh nina Pa Kurmak, “Adi enggo kita ngisap, dahi ka entah apai ndai langa idahi kam.”

Lawes si Lukpan ndahi kalimbubu si deban, ayona megara mbiring.

Kenca piga-piga wari i kuta, kenca sai rebuna, berkat si Lukpan ras ndeharana ku kota Medan, si nina ia erdahin ibas kantor import export galang.

Erkiteken lit salahna, dua bulan kenca ia erjabu, ipengadi tokihna. Emaka mulih ia ku kuta. Kenca lima wari ia i kuta, jumpa ia ras Pa Kurmak ibas kede kopi.

(32)

“Ndigan nai kam reh kempu?” nungkun Pa Kurmak man si Lukpan.

“Enggo lima wari nini bulang,” nina ngaloi si Lukpan.

“Banci kin itading-tadingken ingandu erdahin ah ndai kempu?”

“Enggo kupindoken ngadi nini bulang.”

“Engkai maka ipindo kam ngadi. Ma kin mesera kal muat dahin bage belinna gaji?”

“Kuinget katandu mbaru enda nini bulang. Beliden gaji ku juma nuan lacina asangken jadi pegawai swasta adah ndai. Emaka enggo kami arih ras kempundu, maka kami nuan lacina saja.”

“Payo kal nge kempu. Tapi ija ibuat pokok, melala kal nge kempu.”

“Lit denga kubaba duit man pokok kami nini bulang.”

“Adi enggo lit pokok, juma ija ibuat?”

“Enggo lit 1 ha nina nande ras bapa.”

“Merandal kempu adi bage.” “Pagi mulai me ate kami ku juma.”

“Tapi gelah itehndu maka bage ningku mbaru enda, murah muat duit siwah juta arah nuan lacina, kitik kal gajindu e ningku, sabap kuidah peruisndu, metunggung kuakap jadi kenek motor Medan – Belawan entah tukang sapu i dalan-dalan kota Medan ah. Iakapndu la kueteh maka gaji dua ratus ribu ibas babahndu nge ngenca, si tuhuna entah lima puluh ribu rupiah kal pe labo lit, nina ukurku asum e ndai. Emaka bage ningku man bandu.”

“Kak, kak, kak,” tawa kerina

si nibas kede kopi e.

“Bage gia tahan kin kam erdahin ku juma nahanken las matawari ah kempu?”

“Ngasup nini bulang.” “Merandal.”

Minem pa Kurmak ras si Lukpan.

Si Lukpan ibas perjabunna ras ndeharana rubat la erngadi-ngdi. Entah kata rasinna kin bage.

Sahun isuanna lacina. Erkiteken pangen ia rusur bual asangken erdahin, kurang pengarak-ngarak, kurang penama pupuk, rikutken duit penukur pupuk pe bagi si kurang, emaka pemompa pe kurang ka. Tapi bage pe seh paksana, gia la bagi kalak perbuahna, erbuah ka nge lacina si Lukpan. Rembang meherga erga lacina. Tapi bicara gia bage, adi labo melala, tentu labo melala dat duit. Kenca ngadi erbuah lacina, rubat belin si Lukpan ras ndeharana. Tentu perubatenna kerna tukur lacina. Lawes si Lukpan entah ku ja. Ibabakenna kerina duit tukur lacina. Sada bulan kenca si e, enggo ka seh si Lukpan i kuta. Emaka jumpa ka me ia ras Pa Kurmak i kede kopi si biasana ia minem. Nungkun Pa Kurmak, nina, “Ija kam gelgel sada bulan enda kempu ninina?”

“I Medan nini bulang.” “Erkai kam i Medan kempu? Maka kempu ah itadingkenndu sisada i jenda?”

“Melala kal mbaru enda dat duit erkiteken meherga lacina ndai. Payo tuhu kata nini bulang ndai beliden gaji ku juma asangken erdahin i Medan, nina ukurku, nini bulang.”

Referensi

Dokumen terkait

Surat Izin Praktik selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis yang diberikan kepada tenaga medis yang menjalankan praktik setelah memenuhi persyaratan sebagai pengakuan

Selama proses GLS, peneliti melakukan pembelajaran dengan memberikan materi teknik pembelajaran menulis dan membaca kepada siswa, selanjutnya memberikan instrumen untuk

Lebih lanjut, penelitian ini dibatasi menjadi lima submasalah penelitian atas dasar pendapat Kluckhon yakni hakikat hidup manusia, hakikat karya manusia, hakikat

Hari ini masih berlang- sung model penjajahan atas kontrol dan pen- gusaan sumber daya alam di negeri ini, mo- nopoli atas tanah dengan penguasaan tanah oleh

tarkastuslautakunnan tehtävä on kuntalain 71 §:n toisen momentin mukaan arvioida valtuuston asettamien tavoitteiden toteutumista, mitä voidaan pitää enemmän

Tujuan penelitian dan pengembangan ini adalah mengembangkan model pembelajaran senam lantai yang efektif untuk siswa SMP Negeri se-Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang

Belajar 15 Menit 1. Guru meminta siswa untuk menanyakan kembali materi. yang

Penelitian ini hanya akan fokus pada beberapa variabel yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di NTT, seperti laju pertumbuhan ekonomi, kepadatan