• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. METODE PENELITIAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lokasi peneluran maleo di kawasan TNLL Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah. Pengambilan data lapangan dilaksanakan selama ± 3 bulan, dari bulan April hingga Juni 2003.

(2)

P P

4.2. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Global

Positioning Systems (GPS), peta kawasan skala 1:50.000, kompas brunton, teropong binokuler, pita meter, altimeter, tambang plastik, kamera foto, field guide, dan tally sheet.

4.3. Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder:

1. Data Primer

Data ini diperoleh dari pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan. Pada penelitian ini data primer yang dikumpulkan meliputi jumlah sarang maleo yang terdapat di dalam kawasan TNLL.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari berbagai sumber terkait. Data ini mencakup data mengenai bio-ekologi maleo dan kondisi umum habitat peneluran maleo.

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

Pengumpulan data primer pada penelitian ini diawali dengan melakukan orientasi lapangan guna mengetahui kondisi areal penelitian, mencocokan peta kerja dengan kondisi lapangan serta menentukan titik awal pengamatan. Pendugaan populasi, preferensi habitat dan sebaran spasial maleo didasarkan atas inventarisasi terhadap sarang maleo dengan menggunakan kombinasi metode transek garis dan titik pengamatan (point of abundance).

Keterangan: P = titik pengamatan, X = posisi lubang sarang maleo, R = radius pengamatan

Gambar 2. Inventarisasi Lubang Sarang maleo dengan Kombinasi Metode Transek Garis dan Titik Pengamatan

X X X X X X R

(3)

Jarak antar titik pengamatan 20 m. Penarikan contoh pada lokasi penelitian dilakukan secara acak dengan alokasi luasan yang proporsional. Luas areal TNLL 217.991,18 Ha, akan tetapi wilayah hutan yang digunakan maleo untuk bertelur hanya 25,12 Ha dan terbagi ke dalam enam tipe habitat yakni hutan sekunder, semak belukar, semak dan perdu, sempadan sungai, tanaman bambu, dan tanaman coklat. Klasifikasi tipe habitat peneluran maleo berdasarkan atas jenis vegetasi dominan yang ditemukan di areal penelitian.

Dengan mempertimbangkan kondisi lapangan, intensitas sampling yang digunakan adalah 20%. Luas daerah yang teramati adalah 5,46 Ha. Unit contoh berbentuk lingkaran dengan radius 10 m dan luas ± 0,03 Ha. Jumlah unit contoh menurut luasan secara proporsional untuk setiap tipe habitat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1. Jumlah unit contoh berdasarkan luas secara proposional.

No Tipe Penutupan Lahan Luasan (Ha) Nh nh

1 Hutan Sekunder 1,93 64 14

2 Semak Belukar 2,91 97 21

3 Semak dan Perdu 7,31 244 53

4 Sempadan Sungai 9,52 317 69

5 Tanaman Bambu 2,21 74 16

6 Tanaman Coklat 1,24 41 9

TOTAL 25,12 837 182

Keterangan: Nh=jumlah unit contoh total; nh=jumlah unit contoh

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan melalui studi literatur dari pustaka, jurnal dan karya ilmiah lain yang dapat dipercaya serta wawancara dengan kelompok masyarakat setempat dan pihak pengelola TNLL.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1.Kondisi Umum Habitat Peneluran Maleo

Lokasi dan tipe habitat peneluran maleo diketahui berdasarkan informasi pihak TNLL. Data yang diperoleh bersifat deskriptif berdasarkan pengamatan terhadap kondisi umum masing-masing tipe habitat.

4.5.2. Pendugaan Populasi Maleo

Pendugaan populasi maleo dihitung dengan menggunakan metode nest

count, yakni metode inventarisasi satwaliar yang dilakukan dengan cara

(4)

maleo, sarang dibuat secara berpasangan untuk meletakkan telur. Menurut del Hoyo et al. (1994) burung maleo tampak bersifat monogami dan memelihara ikatan dengan pasangannya sepanjang tahun. Data yang diperoleh melalui pengamatan dihitung ukuran dan kepadatan populasinya. Pertama kali dihitung kepadatan populasi di setiap unit contoh pada masing-masing tipe penutupan lahan. Tahapan pendugaan populasi maleo dengan menggunakan metode nest

count adalah:

(a). Intensitas Sampling (f) f =

N n keterangan:

n = total luas unit contoh yang diamati N = Total luas areal penelitian

(b). Nilai dugaan kepadatan populasi maleo per luas unit contoh (yi) i y = i i a x 2 keterangan:

yi = kepadatan populasi per unit contoh (individu/Ha)

xi = jumlah sarang aktif ditemukan dalam unit contoh ke-i

ai = luas unit contoh tipe penutupan lahan ke-i

Selanjutnya dihitung nilai dugaan populasi pada setiap tipe habitat (a). Nilai dugaan titik/rata-rata contoh (y ) hi

hi y = n yhi

keterangan:

h = tipe penutupan lahan ke-h i = unit contoh ke-i n = jumlah unit contoh (b). Keragaman populasi contoh ( 2

yhi S ) 2 yhi S = 1 n n / ) y ( yhi2 hi 2 − −

(c). Keragaman rata-rata contoh ( 2 yh S ) 2 yh S = (1 f ) n S h h 2 yh fh = h h h N n N −

(5)

keterangan:

Nh = jumlah unit contoh total stratum ke-h

nh = jumlah unit contoh stratum ke-h

(d). Nilai penduga selang pada selang kepercayaan 95% 2 y 1 n ; 2 / h t . S h y ± α keterangan: 1 n ; 2 /

tα = Nilai t tabel pada selang kepercayaan 95% (e). Koefisien variasi (CV)

CV = 100% y S . t h 2 y 1 n ; 2 / − h × α

Setelah itu dihitung nilai dugaan populasi total seluruh kawasan: (a). Nilai dugaan titik/rata-rata contoh ( Y) )

Y) =

h h h n n . y

(b). Nilai dugaan populasi total ( Y) ) Y) = YN.)

keterangan:

N = Total unit contoh penelitian (c). Keragaman nilai dugaan ( 2

Y S)) 2 Y S) = −

Wh.S2h n f 1 h W = N Nh f = N n N−

(d). Keragaman rata-rata contoh ( 2 Yˆ S ) 2 Y S) = (1 f) n S2 Yˆh −

(e). Nilai penduga selang pada selang kepercayaan 95% 2 Y 1 n ; 2 / . S t Y) ± α ) (f). Koefisien variasi (CV) CV = 100% Y S t 2 Yˆ 1 n ; 2 / × − α )

(6)

4.5.3. Preferensi Habitat Peneluran Maleo

Svardson (1949) dalam Bailey (1984) menyatakan bahwa seleksi habitat merupakan spesialisasi. Bagi suatu spesies, memilih habitat tertentu berarti membatasi diri pada habitat tersebut dan akan mencapai adaptasi terutama kesesuaian dalam penggunaan sumberdaya yang ada.

Menurut Cody (1964) evolusi preferensi habitat ditentukan oleh struktur morfologi, fungsi-fungsi tingkah laku, kemampuan memperoleh makanan dan perlindungan. Faktor-faktor yang mendorong satwa untuk memilih suatu habitat antara lain adalah ciri struktural dari lansekap, peluang mencari pakan dan bersarang atau keberadaan spesies lain.

Dalam kaitannya dengan ketersedian daya dukung, satwaliar seringkali memilih habitat yang preferensial (sesuai) bagi kelangsungan hidupnya dari sekian banyak tipe habitat yang ada. Untuk menentukan habitat preferensial bagi maleo untuk bersarang di TNLL digunakan metode Indeks Neu. Indeks ini merupakan salah satu indeks yang paling umum digunakan karena memiliki keuntungan berupa penghitungan selang kepercayaan untuk nilai indeks. Indeks

Neu memiliki persamaan sebagai berikut: (a). Total sarang (N)

N =

= m 1 i i n keterangan :

ni = jumlah sarang pada habitat ke-i (b). Proposi jumlah sarang pada habitat ke-i (ui)

i

u =

N ni

(c). Indeks pemilihan habitat ke-i (wi) i w = i i p u

(d). Indeks pemilihan habitat yang distandarkan (SDI) SDI =

= h 1 i i i w w =

= h 1 i i i i w p u

(7)

Penentuan preferensi satwa terhadap tipe habitat diuji menggunakan

Chi-Square dengan persamaan sebagai berikut:

2 χ =

= − h 1 i i 2 i i E ) E O ( keterangan:

Oi = Jumlah sarang pada habitat ke-i

Ei = Harapan jumlah sarang pada habitat ke-i

h = Jumlah tipe habitat Kriteria uji yang digunakan adalah: 1. Jika χ ≤ 2 2

05 . 0

χ , maka tidak terdapat pemilihan habitat 2. Jika χ > 2 2

05 . 0

χ , maka terdapat pemilihan habitat

4.5.4. Pola Sebaran Spasial Sarang Maleo

Connell (1963) menyatakan bahwa pola sebaran spasial merupakan karakteristik yang penting dari komunitas ekologi. Pola ini merupakan salah satu sifat dasar dari suatu kelompok organisme kehidupan.

Alikodra (1990) mengemukakan bahwa penyebaran satwa liar dapat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan, fasilitas untuk berkembang biak, pemangsaan, kondisi cuaca, sumber air, maupun adanya perusakan lingkungan.

Ludwig dan Reynolds (1988) menyatakan pola penyebaran satwa liar di alam bebas dapat berbentuk acak (random), kelompok (clumped) dan seragam (uniform), penentuan pola sebaran spasial horizontal suatu komunitas ekologi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan indeks penyebaran (ID), yaitu: ID = x s2 keterangan: s2 = keragaman contoh x = rata-rata contoh

Penentuan bentuk pola sebaran dengan kasus ukuran contoh kurang dari 30 (n<30) digunakan uji Chi-Square dengan persamaan sebagai berikut:

2

χ = ID.(n–1) keterangan:

n = ukuran contoh/jumlah kontak ID = indeks penyebaran

(8)

Kriteria uji yang digunakan adalah: 1. Jika χ ≤ 2 2

975 . 0

χ , maka pola sebaran seragam (uniform). 2. Jika 2 975 . 0 χ < χ < 2 2 025 . 0

χ , maka pola sebaran acak (random). 3. Jika χ ≥ 2 2

025 . 0

χ , maka pola sebaran kelompok (clumped).

Pada kasus dengan ukuran contoh lebih dari atau sama dengan 30 (n ≥30) digunakan uji statistik dengan persamaan sebagai berikut:

d = 2χ2 2(n1)1 keterangan:

2

χ = Chi-Square

n = ukuran contoh/jumlah kontak Kriteria uji yang digunakan adalah:

1. Jika d < -1.96, maka pola sebaran seragam (uniform) 2. Jika d < 1.96, maka pola sebaran acak (random) 3. Jika d > 1.96, maka pola sebaran kelompok (clumped)

Gambar

Gambar 1. Peta penyebaran lokasi peneluran maleo dalam kawasan TNLL
Tabel 1. Jumlah unit contoh berdasarkan luas secara proposional.

Referensi

Dokumen terkait

Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki

Penelitian ini dapat menambah data kepustakaan yang berkaitan dengan faktor- faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pada pasien CKD yang menjalani hemodialisa di RSUD

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan melakukan survei dan pengambilan sampel tanah berdasarkan posisi lahan yaitu pada bagian

(1) Tunjangan Alat Kelengkapan dan Tunjangan Alat Kelengkapan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf f dan huruf g diberikan setiap bulan

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, masalah penelitian yang penulis rumuskan adalah: “Apakah terdapat korelasi yang signifikan antara kemampuan cadence

Untuk menaksir / memperkirakan debit aliran / laju aliran air bersih terdapat beberapa metode yang dapat digunakan yaitu berdasarkan jumlah terdapat beberapa metode yang

Penafsiran kebutuahn RTH Kota Salatiga akan menggunakan beberpa penggabungan parameter seperti kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk, berdasarkan

Terimakasih diucapkan kepada kepala kelurahan pabbundukang yang telah memberi kesempatan sehingga acara bisa berjalan dengan lancar dan juga kepada pengurus