METODA KONVERGENSI DALAM PERHITUNGAN MODULUS
PERKERASAN DARI DATA LENDUTAN
oleh:
Djunaedi Kosasih1
ABSTRACT
Pavement structure deflects under a wheel load. Theoretically, pavement deflection can be calculated from data, such as composition and thickness of pavement layers, material characteristics (i.e. modulus and poisson ratio), and wheel load and configuration. On the other hand, deflection can also be measured on site by using, for example, Falling Weight Deflectometer. Thus, back calculation can be adopted to back calculate pavement modulus from deflection data, in such a way, that the resulting theoretical deflection has to match with the measured one. This paper outlines back calculation algorithms used in program BackCalc, especially for pavement structures modeled as a two-layered system. Convergence process between the theoretical and the measured deflections can be carried out, either on any two points of the deflection bowl, or until a minimum total deflection deviation is achieved. Two options of accuracy level for this process are also discussed. Keywords: Pavement deflection, back calculation, program BackCalc, two-layered
system, convergence process, pavement modulus. ABSTRAK
Struktur.perkerasan akan mengalami lendutan pada saat menerima beban roda kendaraan. Secara teoritis, besarnya lendutan struktur perkerasan dapat dihitung dari data komposisi dan tebal lapisan perkerasan, karakteristik bahan perkerasan (modulus dan konstanta poisson), dan konfigurasi dan beban roda kendaraan. Di lain pihak, lendutan struktur perkerasan juga dapat diukur di lapangan, misalnya dengan menggunakan alat ukur Falling Weight Deflectometer. Oleh karena itu, Back Calculation dapat dikembangkan untuk menghitung balik modulus perkerasan berdasarkan data lendutan dengan mempersamakan cekung lendutan teoritis terhadap cekung lendutan survai. Makalah ini menguraikan algoritma Back Calculation yang digunakan dalam program BackCalc, khususnya untuk struktur perkerasan yang dimodelkan sebagai sistem dua-lapisan. Proses konvergensi antara cekung lendutan teoritis dan survai dapat dilakukan, apakah terhadap dua titik pada cekung lendutan, atau sampai dihasilkan deviasi lendutan total minimum. Dua pilihan tingkat akurasi dalam proses konvergensi tsb juga turut dibahas. Kata kunci: Lendutan perkerasan, Back Calculation, program BackCalc, sistem struktur
dua-lapisan, proses konvergensi, modulus perkerasan.
1
I. PENDAHULUAN
Evaluasi struktur perkerasan dengan menggunakan data lendutan masih umum dilakukan karena teknik pengukuran lendutan yang non-destruktif. Hal ini terlihat dari berbagai alat ukur lendutan yang telah dikembangkan, seperti Benkelman Beam (dengan beban statis), Falling Weight Deflectometer (dengan beban tumbuk), dan Dynaflect atau Road Rater (dengan beban getar)[1]. Secara teoritis, besarnya lendutan struktur perkerasan juga dapat dihitung dari data komposisi dan tebal lapisan perkerasan, karakteristik bahan perkerasan (modulus dan konstanta poisson), serta konfigurasi dan beban roda kendaraan. Jelaslah, bahwa proses Back Calculation seharusnya dapat dikembangkan dari teori tersebut untuk dapat menghitung balik modulus perkerasan berdasarkan data lendutan dengan mempersamakan cekung lendutan teoritis dan cekung lendutan survai.
Dari literatur[1,2] diketahui bahwa proses Back Calculation sebenarnya masih memiliki sejumlah keterbatasan, seperti tidak dipertimbangkannya gradasi modulus tanah dasar dalam arah vertikal akibat perbedaan kadar air, juga gradasi modulus perkerasan (lapisan beraspal) dalam arah vertikal akibat variasi temperatur, atau ketergantungan modulus lapisan agregat dan tanah dasar pada tegangan yang terjadi, dan seterusnya. Meskipun demikian, di sisi lain, ada juga sejumlah potensi manfaat dari modulus perkerasan yang dihasilkan, seperti untuk desain dan analisis desain lapisan tambahan, untuk koreksi variasi pengaruh lingkungan terhadap kekuatan struktur perkerasan, atau untuk kontrol kwalitas hasil pekerjaan konstruksi, dan sebagainya.
Secara umum, ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam proses Back Calculation, yaitu pendekatan database dan pendekatan iteratif. Pendekatan database dilakukan dengan membandingkan cekung lendutan survai terhadap cekung lendutan teoritis yang telah tersimpan dalam database untuk rentang data modulus perkerasan dan modulus tanah dasar sesuai dengan variasi struktur perkerasan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Pendekatan database pada dasarnya dapat dioperasikan sangat efisien. Namun, pendekatan ini tidak selalu siap untuk mengakomodasi variasi struktur perkerasan yang mungkin terjadi di lapangan. Sedangkan, pendekatan iteratif dilakukan untuk menghitung modulus perkerasan secara iteratif sesuai dengan struktur perkerasan yang ada di lapangan sampai kriteria konvergensi tercapai. Program BackCalc didasarkan pada pendekatan iteratif.
Makalah ini dimaksudkan untuk mendiskusikan algoritma Back Calculation yang telah dikembangkan dalam program BackCalc berdasarkan pendekatan iteratif, khususnya untuk struktur perkerasan yang dimodelkan sebagai sistem dua-lapisan. Proses konvergensi yang dilakukan dapat dipilih, apakah terhadap dua titik pada cekung lendutan, atau terhadap deviasi lendutan total minimum. Dua pilihan tingkat akurasi, tinggi dan rendah, juga disertakan dalam algoritma yang dikembangkan.
II. DATA STRUKTUR PERKERASAN
Proses Back Calculation akan menghasilkan modulus perkerasan yang benar jika dan hanya jika data struktur pekerasan dapat ditentukan dengan tepat. Data struktur perkerasan umumnya tersedia dalam dokumen desain, atau diukur secara langsung di lapangan apakah melalui uji coring yang destruktif atau dengan alat ukur yang non-destruktif, seperti misaalnya Ground Penetrating Radar (GPR).
Gambar 1: Pemodelan struktur perkerasan
Gambar 1 memperlihatkan contoh data struktur perkerasan dari jalan tol Jakarta-Cikampek, yang terdiri dari 9-lapisan, hasil uji coring tahun 1999 pada lajur lambat jalur A (arah Cikampek) di STA 2+050[3,4]. Secara umum, jalan tol ini telah menerima beberapa kali kegiatan pelapisan tambahan (yaitu lapisan P2 ÷ P6).
Idealnya, model struktur perkerasan yang dianalisis harus disesuaikan dengan jumlah lapisan perkerasan yang dijumpai di lapangan. Oleh karena itu, struktur perkerasan pada Gambar 1 seharusnya dimodelkan sebagai sistem struktur 9-lapisan. Namun, dalam uraian berikut, struktur perkerasan ini hanya akan dimodelkan sebagai sistem struktur dua-lapisan saja. Meskipun kurang teliti, model sistem struktur dua-lapisan masih sering digunakan dalam praktek mengingat faktor kemudahan dalam proses perhitungannya, dan khususnya untuk mengevaluasi kondisi tanah dasar akibat pengaruh musim[2].
Pemodelan struktur perkerasan ke dalam sistem struktur dua-lapisan dapat menghasilkan banyak model alternatif. Model alternatif yang mungkin dapat dianggap paling rasional
diperlihatkan pada Gambar 1, dimana lapisan-lapisan perkerasan yang digabungkan pada dasarnya memiliki kesamaan karakteristik[5]. Perlu dicatat, bahwa untuk pemodelan sistem struktur berlapis, ketebalan lapisan terbawah selalu dianggap tak terhingga.
Untuk keperluan perhitungan cekung lendutan teoritis, konstanta poisson (µ) dari setiap lapisan perkerasan yang telah dimodelkan di atas juga harus diketahui. Nilai µ ditentukan oleh karakteristik bahan perkerasan yang digunakan melalui uji laboratorium. Nilai µ yang umum untuk tanah dasar, lapisan agregat dan lapisan beraspal berturut-turut adalah 0.4, 0.3 dan 0.4.
III. DATA LENDUTAN
Contoh data lendutan yang akan dianalisis juga diperoleh dari jalan tol Jakarta-Cikampek hasil survai tahun 1999 pada lajur lambat jalur A (arah Cikampek) di STA 2+050, seperti diperlihatkan pada Gambar 2[3,4]. Data lendutan ini diukur dengan menggunakan alat ukur Falling Weight Deflectometer pada 7 titik bacaan yang membentuk cekung lendutan termasuk lendutan maksimum. Ketujuh titik bacaan ditetapkan masing-masing pada jarak (x) = 0, 300, 600, 750, 900, 1200 dan 1500 mm dari pusat beban. Beban yang bekerja adalah sekitar 50 kN dengan diameter bidang kontak 300 mm. Data pendukung yang turut dicatat pada saat survai lendutan adalah data suhu udara dan permukaan perkerasan, musim, dan kondisi perkerasan di sekitar titik pengukuran. Data pendukung ini mempengaruhi modulus perkerasan yang dihasilkan dari proses Back Calculation.
tidak benar (konvergensi tahap pertama) benar benar E1 E2
Sesuaikan tidak benar Data Struktur Perkerasan: - Komposisi Lapisan (1 dan 2) - Ketebalan Lapisan (H1)
Menentukan Modulus Tanah Dasar (E2)
Menentukan Modulus Lapisan Perkerasan (E1)
Menghitung
(konvergensi Sesuaikan
Data Lendutan Survai: - Lendutan Maksimum (dmax)
- Cekung Lendutan (xi dan di)
Cekung Lendutan Teoritis (d'max dan d'i)
tahap kedua) - Konstanta Poisson (µ1 dan µ2)
Membandingkan dmax = d'max ? Proses Selesai Membandingkan di = d'i ? atau Deviasi min ?
IV. ALGORITMA BACK CALCULATION
Program BackCalc dikembangkan di Laboratorium Rekayasa Jalan, ITB, berdasarkan program DAMA dari The Asphalt Institute (1983)[6], sebagai salah satu kegiatan dalam rangka penelitian RUT (Riset Unggulan Terpadu) ke-IX yang disponsori oleh Kementerian Riset dan Teknologi pada tahun 2002/03[7]. Gambar 3 memperlihatkan diagram alir program BackCalc untuk sistem struktur dua-lapisan. Seperti terlihat, bahwa ada dua tahapan proses konvergensi yang harus dilakukan untuk memperoleh modulus perkerasan (E1 dan E2); dan dua pendekatan alternatif telah diintegrasikan untuk proses
konvergensi tahap kedua yang sangat bermanfaat baik untuk keperluan analisis rinci maupun untuk keperluan riset.
Gambar 3: Diagram alir program BackCalc dengan dua tahapan konvergensi untuk sistem struktur dua-lapisan
Untuk sistem struktur dua-lapisan, proses Back Calculation hanya akan menghitung dua variabel bebas, yaitu modulus dari kedua lapisan perkerasan yang dimodelkan. Jadi, secara matematis, hanya dua kondisi batas yang diperlukan dalam proses konvergensi (dmax dan di). Umumnya, dua titik konvergen pada cekung lendutan survai yang
digunakan harus termasuk dmax, sehingga ada 6 kemungkinan target cekung lendutan yang
dapat dipilih, yaitu dmax dan salah satu dari d300, d600, d750, d900, d1200 sampai d1500.
Dalam studi pengembangan dan pengujian algoritma program BackCalc[8] ditemukan bahwa keenam target cekung lendutan tersebut ternyata dapat menghasilkan modulus perkerasan yang berlainan. Oleh karena itu, metoda konvergensi alternatif yang didasarkan pada deviasi lendutan total minimum diusulkan, seperti pada persamaan (1). Selanjutnya, nilai persen deviasi lendutan total dihitung sebagai persen perbandingan antara luas simpangan terhadap luas cekung lendutan survai, persamaan (1a), yaitu:
∑
= − = 7 1 ' i i i d d Deviasi . . . (1)}
{
% 100 * ) ( * ) ( ) ( * ) ' ( ) ' ( % 1 6 1 1 1 6 1 1 1 i i i i i i i i i i i i x x d d x x d d d d Deviasi − + − − + − = + = + + = + +∑
∑
. . . (1a)Jika tanda dari (d'i−di) dan (d'i+1−di+1) berbeda pada nilai i tertentu, maka rumus luas simpangan perlu dikoreksi, sebagai berikut:
) ( ' ' ) ' ( ) ' ( 1 1 1 2 1 1 2 i i i i i i i i i i x x d d d d d d d d Simpangan Luas − − + − − + − = + + + + + . . . (1b)
IV.1. Algoritma Konvergensi Tahap Pertama
Proses konvergensi tahap pertama adalah untuk mempersamakan lendutan maksimum teoritis (d’max) dengan lendutan maksimum survai (dmax). Di sini, modulus tanah dasar
(E2) ditetapkan konstan, sedangkan modulus lapisan perkerasan (E1) harus dicari secara
iteratif sampai kriteria konvergensi tercapai. Algoritma yang digunakan terdiri dari empat prosedur, yaitu: prosedur pertama adalah hanya untuk menetapkan nilai E1 awal
sebesar 3000 MPa.
Dengan nilai E1 awal dan nilai E2 yang telah diasumsikan terlebih dahulu diperoleh nilai
d’max awal. Kemudian, nilai d’max awal digunakan untuk memperkirakan nilai E1 dalam
1 1 1 1 1 1 max max 1 * 0 . 1 ' , 1000 max E awal E E awal E E awal E d awal d E = ∆ + = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = ∆ . . . (2)
Nilai ∆E1 minimum sebesar 1000 MPa dimaksudkan untuk mempercepat terbentuknya
kondisi batas: d'maxawal≤dmax ≤d'max atau d'maxawal≥dmax ≥d'max
Untuk kondisi dimana nilai E1 yang dicari adalah sangat besar sehingga memerlukan
proses iterasi yang panjang, maka nilai ∆E1 pada persamaan (2) perlu dikoreksi, sebagai
berikut: ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ∆ = ∆ − − − + 1 ) log (log * ' ' ' log 1 1 1 1 max max max max 1 10 , max E awal E E awal E E awal d d awal d d awal E . . . (3)
Prosedur terakhir adalah untuk melakukan proses iterasi dengan pendekatan pertambahan nilai ∆E1 sampai kriteria konvergensi tahap pertama tercapai. Setiap kali kondisi batas
tercapai, maka nilai ∆E1 diperkecil dengan faktor 10. Kriteria konvergensi tahap pertama
yang digunakan adalah: 0049 . 0 'max−dmax ≤
d (x0.001 mm) . . . (4)
IV.2. Algoritma Konvergensi Tahap Kedua IV.2.1. Metoda konvergensi pada lendutan di
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, alternatif pertama dari proses konvergensi tahap kedua adalah untuk mempersamakan lendutan teoritis (d’i) dengan lendutan survai (di)
pada salah satu titik konvergen. Dalam proses ini, modulus lapisan perkerasan (E1) telah
menghasilkan d'max=dmax, tetapi d'i≠di. Oleh karena itu, di sini modulus tanah dasar (E2) masih harus dicari secara iteratif sampai kriteria konvergensi tercapai, yaitu d'i=di.
Berbeda dengan proses konvergensi tahap pertama yang menggunakan teknik extrapolasi, proses konvergensi tahap kedua didasarkan pada teknik “grid” untuk mendapatkan kondisi batas d'iawal≤di≤d'i atau d'iawal≥di ≥d'i.
Dengan teknik “grid”, nilai E2 diubah mulai dari 20 MPa sampai diperoleh kondisi batas
dengan ketentuan sebagai berikut:
untuk E2≤320MPa: E2 =E2awal*2.0 320
2>
E MPa: E2 =E2awal+160.0 . . . (5)
Setelah kondisi batas diperoleh, proses iterasi kemudian dilakukan dengan pendekatan pertambahan nilai ∆E2 (dimulai dengan ∆E2 = 10 MPa) sampai kriteria konvergensi tahap
kedua tercapai. Setiap kali kondisi batas tercapai, maka nilai ∆E2 diperkecil dengan
faktor 10. Kriteria konvergensi tahap kedua yang digunakan adalah: Akurasi
Tingkat E2≤
∆ . . . (6)
dimana tingkat akurasi dapat dipilih apakah sebesar 0.049 MPa untuk tingkat akurasi tinggi atau sebesar 1.00 MPa untuk tingkat akurasi rendah.
IV.2.2. Metoda deviasi lendutan total minimum
Metoda kedua dari proses konvergensi tahap kedua adalah untuk meminimumkan deviasi lendutan total. Prosedur yang dilakukan sama persis seperti pada alternatif pertama, kecuali kriteria konvergensi yang perlu ditambah dengan satu kriteria tambahan dari persamaan (1), yaitu: Akurasi Tingkat E Deviasi dan (minimum) 2 ≤ ∆ → . . . (7)
V. HASIL PERHITUNGAN PROGRAM BACKCALC
Secara umum, program BackCalc dimaksudkan untuk menghitung modulus perkerasan dari berbagai model struktur perkerasan dan target cekung lendutan dengan hasil utama seperti contoh pada Gambar 4.
Pada gambar sebelah kiri diperlihatkan model struktur perkerasan dengan nilai modulus yang dihasilkan; dan pada gambar sebelah kanan diperlihatkan kedua cekung lendutan survai dan cekung lendutan teoritis, beserta tanda untuk titik-titik konvergen dan juga besarnya deviasi dari cekung lendutan teoritis baik deviasi total maupun deviasi pada titik-titik konvergen saja. Juga ditampilkan jumlah iterasi yang diperlukan sampai tercapainya kondisi konvergen.
Titik Lendutan, xi Data Lendutan Survai, di Lendutan Teoritis, d'i Deviasi Lendutan (mm) (x0.001 mm) (x0.001 mm) (x0.001 mm) 0 192.00 192.00 0.00 300 154.00 136.60 17.40 600 122.00 106.34 15.66 750 94.00 94.00 0.00 900 73.00 83.13 10.13 1200 59.00 65.67 6.67 1500 50.00 52.77 2.77 52.64 (total)
Gambar 4: Hasil perhitungan program BackCalc
Deviasi lendutan pada titik-titik konvergen (dmax dan d750) terlihat tidak sama dengan nol.
Hal ini menunjukkan bahwa proses konvergensi telah dilakukan dengan metoda deviasi lendutan total minimum. Sebaliknya, jika metoda konvergensi adalah titik-titik konvergen dmax dan d750, maka deviasi lendutan pada titik-titik konvergen tersebut akan
tepat sama dengan nol. Tabel 1 memperlihatkan baik data lendutan survai maupun lendutan teoritis dan deviasi lendutan yang dihasilkan dari program BackCalc.
Tabel 1: Data lendutan survai dan lendutan teoritis hasil perhitungan program BackCalc
Mengamati data cekung lendutan pada Gambar 4 terlihat, bahwa untuk struktur perkerasan yang sedang dianalisis, lendutan d750 terletak pada titik belok dari cekung
lendutan. Hal ini mengisyaratkan bahwa lendutan titik belok selain lendutan maksimum sebaiknya dijadikan sebagai titik-titik konvergen dalam proses Back Calculation, khususnya untuk sistem struktur dua-lapisan. Sebagai catatan tambahan, deviasi yang terjadi antara data dan hasil perhitungan cekung lendutan mungkin masih dapat diperkecil dengan pemodelan sistem struktur tiga-lapisan atau lebih.
V.1. Pengaruh Dari Posisi Konvergensi Terhadap Modulus Perkerasan
a) Titik konvergen dmax , d300
b) Titik konvergen dmax , d600
c) Titik konvergen dmax , d750
d) Titik konvergen dmax , d900
e) Titik konvergen dmax , d1200
f) Titik konvergen dmax , d1500
Gambar 5: Hasil perhitungan program BackCalc untuk berbagai titik konvergen
Tingkat Akurasi Tinggi Tingkat Akurasi Rendah Beda (%) Jumlah Iterasi 57 32 -43.86
E1 (MPa) 2,899.14 2,884.37 -0.51
E2 (MPa) 191.19 192.00 0.42
Deviasi Lendutan (x0.001 mm) 0.04 0.31 675.00 Deviasi Lendutan Total (x0.001 mm) 52.64 52.70 0.11 Deviasi Lendutan Total (%) 8.50 8.47 -0.35
Gambar 5 memperlihatkan cekung lendutan teoritis, modulus perkerasan, dan deviasi lendutan total yang dihasilkan dari program BackCalc untuk 6 kombinasi titik-titik konvergen. Terlihat, bahwa penetapan lokasi konvergensi sangat mempengaruhi modulus perkerasan yang dihasilkan. Oleh karena itu, proses back calculation pada dasarnya sulit untuk menghasilkan solusi yang unik.
Ada 5 pertimbangan yang kiranya dapat diajukan untuk memilih solusi yang dianggap terbaik sesuai dengan maksud yang diinginkan.
1. Deviasi lendutan total minimum. Secara umum, untuk contoh yang digunakan, deviasi lendutan total minimum dapat dihasilkan dengan titik-titik konvergen dmax dan
d750 (sebagai lendutan titik belok).
2. Modulus lapisan perkerasan yang representative. Proses konvergensi perlu dilakukan dengan titik-titik konvergen dmax dan d300 (lendutan di sebelah kiri lendutan titik
belok).
3. Modulus tanah dasar yang representative. Proses konvergensi perlu dilakukan dengan titik-titik konvergen dmax dan d1200 (lendutan di sebelah kanan lendutan titik
belok).
4. Karakteristik bahan tanah dasar atau lapisan agregat yang dipengaruhi oleh tegangan yang terjadi. Ini memerlukan proses konvergensi yang sedikit lebih kompleks. 5. Model struktur perkerasan tiga-lapisan atau lebih.
V.2. Pengaruh Dari Tingkat Akurasi Terhadap Modulus Perkerasan
Pengaruh dari tingkat akurasi dalam proses konvergensi terhadap modulus perkerasan yang dihasilkan program BackCalc diperlihatkan pada Tabel 2. Contoh hasil perhitungan modulus perkerasan, lendutan dmax, dan deviasi lendutan total untuk setiap iterasi dengan
tingkat akurasi yang tinggi disajikan pada Lampiran. Data yang disajikan dalm Lampiran tersebut dimaksudkan untuk dapat memperjelas algoritma yang telah dijelaskan.
Secara umum, dua pilihan tingkat akurasi dalam proses konvergensi yang disediakan dalam program BackCalc memberikan hasil yang relatif tidak berbeda, kecuali jumlah iterasi yang cukup efisien untuk pilihan tingkat akurasi rendah dan deviasi lendutan pada titik-titik konvergen yang meskipun sangat berbeda tetapi pengaruhnya terhadap modulus perkerasan dan deviasi lendutan total tidak significant.
Hasil ini mengindikasikan bahwa pilihan tingkat akurasi rendah dapat diusulkan untuk keperluan praktis, khususnya jika jumlah data yang dianalisis banyak, sehingga waktu pengoperasian komputer dapat lebih efisien. Sedangkan, pilihan tingkat akurasi tinggi seharusnya digunakan untuk keperluan riset.
VI. KESIMPULAN
Berikut adalah beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas:
1. Algoritma dengan pendekatan pertambahan nilai modulus perkerasan yang digunakan dalam program BackCalc untuk proses konvergensi sangat cocok untuk mencari deviasi lendutan total minimum.
2. Perbedaan tingkat akurasi dalam proses konvergensi tidak begitu mempengaruhi modulus perkerasan yang dihasilkan tetapi sangat mempengaruhi efisiensi waktu pemrosesan komputer.
3. Proses Back Calculation tidak dapat menghasilkan modulus perkerasan yang unik. Oleh karena itu, pemilihan metoda konvergensi, apakah berdasarkan titik-titik konvergen, atau berdasarkan deviasi lendutan total minimum, perlu disesuaikan dengan keperluan analisis yang sedang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Transportation Research Board (1991), “Nondestructive Deflection Testing and
Back Calculation for Pavements”, TRR-1377, Proceedings of a Symposium,
Washington DC, USA.
2. AASHTO (1993), “Guide for Design of Pavement Structures”, Washington DC, USA.
3. PT. Jasa Marga (Persero) (1994), ”Referensi Program MMS - Volume II: Sistem
Referensi Data”, Jakarta, Indonesia.
4. Puslitbang Jalan PU (1999), ”Laporan Pengujian Lapangan - Jalan Tol Jagorawi
dan Jakarta Cikampek”, Bandung, Indonesia.
5. Yoder, EJ. dan Witczak, MW. (1973), “Principles of Pavement Design”, John Wiley and Sons, New York, USA.
6. The Asphalt Institute (1983), “Computer Program DAMA – User’s Manual”, Maryland, USA.
7. Kosasih, D. (2002), “Integrasi Mobil Survai Jalan dan Sistem Manajemen Jalan
untuk Prediksi Kebutuhan Dana 5-Tahunan Pemeliharaan Jaringan Jalan Kota yang Optimum”, Laporan Pelaksanaan RUT-IX, Bandung, Indonesia.
8. Megi, SR. (2003), “Pengembangan Proses Back Calculation untuk Analisis Kondisi
Struktural Perkerasan Lentur”, Skripsi Program Studi Teknik Sipil, Universitas
No.Iterasi E2 (MPa) E1 (MPa) dmax (x0.001 mm) Deviasi Total (x0.001 mm) 1 20.000 67,236.401 191.998 932.278 2 40.000 46,207.635 192.003 459.920 3 80.000 14,196.039 192.002 271.732 4 160.000 3,640.800 191.999 78.776 5 320.000 1,703.992 192.000 197.701 6 160.000 3,640.716 192.001 78.776 7 170.000 3,358.382 192.002 69.309 8 180.000 3,122.050 191.999 60.917 9 190.000 2,921.021 191.999 53.463 10 200.000 2,747.951 192.000 53.413 11 210.000 2,597.529 191.996 59.081 12 210.000 2,597.529 191.996 59.081 13 209.000 2,611.579 192.000 58.462 14 208.000 2,625.927 192.000 57.846 15 207.000 2,640.472 192.000 57.228 16 206.000 2,655.215 192.000 56.607 17 205.000 2,670.215 191.997 55.987 18 204.000 2,685.215 192.002 55.358 19 203.000 2,700.635 192.000 54.729 20 202.000 2,716.205 191.999 54.098 21 201.000 2,731.969 191.999 53.516 22 200.000 2,747.956 192.000 53.414 23 199.000 2,764.168 192.000 53.314 24 198.000 2,780.580 192.001 53.217 25 197.000 2,797.279 192.000 53.123 26 196.000 2,814.211 192.000 53.033 27 195.000 2,831.380 191.999 52.945 28 194.000 2,848.788 191.999 52.860 29 193.000 2,866.438 192.000 52.777 30 192.000 2,884.438 191.997 52.701 31 191.000 2,902.438 192.003 52.766 32 191.000 2,902.438 192.003 52.766 33 191.100 2,900.730 191.999 52.696 34 191.200 2,898.881 192.000 52.636 35 191.300 2,897.066 192.000 52.644 36 191.300 2,897.066 192.000 52.644 37 191.290 2,897.246 192.000 52.643 38 191.280 2,897.426 192.000 52.643 39 191.270 2,897.606 192.000 52.642 40 191.260 2,897.816 191.999 52.642 41 191.250 2,897.816 192.005 52.642 42 191.240 2,898.176 191.999 52.641 43 191.230 2,898.176 192.005 52.640 44 191.220 2,898.536 191.999 52.639 45 191.210 2,898.536 192.005 52.639 46 191.200 2,898.896 192.000 52.637 47 191.190 2,899.076 192.000 52.636 48 191.180 2,899.256 192.000 52.640 49 191.180 2,899.256 192.000 52.640 50 191.181 2,899.256 191.999 52.640 51 191.182 2,899.231 191.999 52.639 52 191.183 2,899.204 192.000 52.638 53 191.184 2,899.204 191.999 52.638 54 191.185 2,899.173 191.999 52.637 55 191.186 2,899.141 192.000 52.635 56 191.187 2,899.141 191.999 52.636 57 191.186 2,899.141 192.000 52.635
LAMPIRAN: Contoh hasil perhitungan program BackCalc pada setiap iterasi dengan metoda konvergensi deviasi lendutan total minimum dan tkt akurasi tinggi
Catatan: Data dmax = 192 (x0.001 mm)
* = deviasi minimum
* = deviasi minimum
* = deviasi minimum
* = deviasi minimum
* = deviasi minimum
** = deviasi minimum dan tingkat akurasi sudah tercapai