• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ACUAN TEORITIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II ACUAN TEORITIK"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

ACUAN TEORITIK

2.1. Bahan Ajar Modul

2.1.1 Pengertian Bahan Ajar Modul

Proses pembelajaran di kelas merupakan proses interaksi antara murid dengan guru dan sumber belajar di suatu lingkungan kelas. Jadi, salah satu hal penting dalam proses pembelajaran di kelas selain murid dan guru yaitu sumber belajar. Salah satu sumber belajar yang biasanya digunakan adalah bahan ajar.

Bahan ajar merupakan salah satu perantara guru dalam menyampaikan materi kepada murid. Menurut Prastowo (2014: 28) “bahan ajar merupakan sebuah susunan atas bahan-bahan yang berhasil dikumpulkan dan berasal dari berbagai sumber belajar yang dibuat secara sistematis”. Jadi, dalam membuat bahan ajar hendaknya tidak berasal dari satu atau dua sumber tetapi haruslah dari berbagai sumber supaya bahan ajar yang di susun memuat lebih banyak pengetahuan atau informasi.

Pendapat lain tentang pengertian bahan ajar yaitu menurut Majid (2016: 173) “bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar”. Sebuah bahan ajar paling tidak mencakup antara lain :

a. Petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru) b. Kompetensi yang akan dicapai

c. Informasi pendukung d. Latihan-latihan

e. Petunjuk kerja, dapat berupa lembar kerja f. Evaluasi

Adapun menurut Amri dan Iif Khoiru Ahmadi (2010: 159) “bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas”. Bahan ajar yang dimaksud bisa berupa tulisan seperti buku pelajaran, modul, handout, LKS ataupun bahan tidak tertulis seperti video pembelajaran, CD pembelajaran.

Menurut Tasri (2011: 5) “bahan ajar adalah segala bentuk konten baik teks, audio, foto, video, animasi, dan lain-lain yang dapat digunakan untuk belajar”. Jadi, konten

(2)

apapun selama itu bisa digunakan dalam belajar maka konten tersebut dapat dikatakan sebagai bahan ajar.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan, bahwa bahan ajar adalah bahan yang dibuat dari beberapa sumber belajar yang digunakan untuk membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran dalam proses belajar mengajar dan bentuknya bisa berupa tertulis maupun tidak tertulis.

Menurut Mudlofir (2011: 140), bahan ajar dibagi menjadi 3 jenis kelompok yaitu: 1. Bahan ajar cetak, seperti buku pembelajaran, modul, Lembar Kerja Siswa (LKS),

handout, brosur dan pamphlet.

2. Bahan ajar audio visual, seperti video/film pembelajaran dan VCD pembelajaran. 3. Bahan ajar audio, seperti radio, kaset pembelajaran dan CD pembelajaran.

Bahan ajar cetak merupakan salah satu bahan ajar yang sering digunakan guru dalam proses pembelajaran di kelas. Salah satu bahan ajar cetak yang mudah dibuat oleh guru yaitu modul. Menurut Sabri (Lubis dkk, 2015: 19) “modul merupakan satu unit lengkap yang terdiri dari serangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013: 924), modul merupakan “kegiatan program belajar mengajar yang dapat dipelajari oleh murid dengan bantuan yang minimal dari guru pembimbing, meliputi perencanaan tujuan yang akan dicapai secara jelas, penyediaan materi pelajaran, alat yang dibutuhkan, serta alat untuk penilai, mengukur keberhasailan murid dalam penyelesaian pelajaran”.

Depdiknas dalam Arlitasari dkk (2013: 84) mengartikan “modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan di desain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik”.

Menurut Prastowo (2014: 209) “modul merupakan sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya agar mereka dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari guru”.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, modul merupakan bahan ajar yang berisi satu topik pembelajaran yang disusun dan didesain sedemikian hingga siswa merasa mudah dalam menerima materi tersebut karena sesuai tingkat pemahaman dan usia siswa tersebut dan dengan modul siswa dapat belajar dengan atau tanpa adanya guru.

(3)

Menurut Russel dalam Wena (2014: 230), modul memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Self contain,

b. Bersandar pada perbedaan individu, c. Adanya asosiasi (hubungan), d. Pemakaian bermacam-macam, e. Partisipasi aktif siswa,

f. Penguatan langsung,

g. Pengawasan strategi evaluasi.

2.1.2 Fungsi dan Tujuan Modul

Fungsi modul menurut Prastowo (2014: 210) yaitu sebagai berikut:

a. Sebagai bahan ajar mandiri, artinya modul mampu meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar sendiri tanpa tergantung kepada kehadiran guru.

b. Sebagai pengganti fungsi pendidik, maksudnya sebagai bahan ajar yang mampu menjelaskan materi pembelajaran dengan baik dan mudah dipahami oleh siswa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya.

c. Sebagai alat evaluasi, artinya modul dapat mengukur dan menilai sendiri tingkat penguasaannya terhadap materi yang dipelajari.

d. Sebagai bahan rujukan siswa karena mengandung berbagai materi yang harus dipelajari oleh siswa.

Dapat disimpulkan fungsi modul yaitu sebagai bahan ajar yang mampu meningkatkan pemahaman siswa tanpa tergantung kehadiran guru serta mampu menjelaskan materi pembelajaran sesuai tingkat pemahaman dan usia siswa tersebut.

Berdasarkan fungsi diatas, tujuan pembuatan modul yaitu agar siswa mampu belajar mandiri dengan adanya ataupun tanpa adanya kehadiran seorang guru serta siswa mampu mengukur tingkat kecepatan belajarnya dan tingkat penguasaan materinya. Menurut Hamdani (2011: 220) salah satu tujuan penyusunan modul adalah menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan siswa yaitu bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik materi ajar dan karakteristik siswa serta latar belakang lingkungan sosialnya.

(4)

2.1.3 Prinsip-prinsip Penyusunan Modul

Prinsip-prinsip penyusunana modul menurut Hamdani (2011: 221) adalah sebagai berikut:

a. Disusun dari materi yang mudah untuk memahami yang lebih sulit dan dari yang konkret untuk memahami yang semikonkret dan abstrak.

b. Menekankan pengulangan untuk memperkuat pemahaman.

c. Umpan balik yang positif akan memberikan penguatan terhadap siswa.

d. Memotivasi adalah salah satu upaya yang dapat menentukan keberhasilan belajar. e. Latihan dan tugas untuk menguji diri sendiri.

2.1.4 Alur Penyusunan Modul

Adapun alur penyusunan modul menurut Amri dan Iif Khoiru Ahmadi (2010: 201) yaitu sebagai berikut:

a. Menetapkan judul modul yang akan disusun.

b. Menyiapkan buku-buku sumber dan buku referensi lainnya.

c. Melakukan identifikasi terhadap kompetensi dasar, melakukan kajian terhadap materi pembelajarannya, serta merancang bentuk kegiatan pembelajaran yang sesuai.

d. Mengidentifikasi indikator pencapaian kompetensi dan merancang bentuk dan jenis penilaian yang akan disajikan.

e. Merancang format penulisan modul. f. Penyusunan draf modul.

2.1.5 Susunan Modul

Menurut Vembiarto dalam Prastowo (2014: 214) susunan modul di Indonesia terdiri dari:

a. Rumusan tujuan pengajaran yang harus dimiliki siswa.

b. Petunjuk guru, berisi tentang bagaimana pengajaran dapat diselenggarakan secara efisien.

c. Lembar Kegiatan Siswa berisi materi pokok bahasan.

d. Lembar Kerja Bagi Siswa, berisi pertanyaan dan masalah-masalah. e. Kunci Lembar Kerja Bagi Siswa.

f. Lembar Evaluasi g. Kunci Lembar Evaluasi

(5)

Selain susunan di atas biasanya modul dilengkapi dengan glosarium, umpan balik dan tindak lanjut serta daftar pustaka.

2.2 Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Realistic Mathematics Education (RME) adalah suatu teori pembelajaran dalam pendidikan matematika yang berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses matematisasi baik horizontal maupun vertikal.

Realistic Mathematics Education (RME) atau pembelajaran matematika realistik merupakan proses belajar mengajar dalam pendidikan matematika yang diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Menurut Freudenthal matematika merupakan aktivitas manusia, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk melakukan reinvent (menemukan kembali) terhadap objek-objek matematika dengan bimbingan guru.

Suharta (Supardi, 2012: 245) mengatakan bahwa ”Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika yang harus dikaitkan dengan realita karena matematika merupakan aktivitas manusia”. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan sehari-hari supaya anak bisa lebih memahami tentang matematika.

Menurut Hobri (Rahmi dkk, 2012: 134) dalam Realistic Mathematics Education (RME) proses pengembangan konsep-konsep dan gagasan matematika bermula dari dunia nyata. Dunia nyata tidak berarti konkret secara fisik dan kasat mata, namun juga termasuk yang dapat dibayangkan oleh pikiran anak. Pembelajaran RME tidak dimulai dengan pemberian teorema/definisi/rumus, tetapi meminta siswa untuk menemukan sendiri teorema/definisi/rumus tersebut dalam Realistic Mathematics Education (RME) menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam belajar matematika.

Dua pandangan penting RME adalah “mathematics must be connected to reality and mathematics as human activity” (Novikasari, 2007: 6). “Mathematics must be connected to reality”, maksudnya dalam matematika hendaknya dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari siswa supaya siswa lebih paham tentang matematika. “Mathematics as human activity”, maksudnya matematika sebagai aktivitas manusia sehingga dalam proses pembelajaran matematika hendaknya melibatkan aktivitas siswa.

(6)

Ada tiga prinsip dalam Realistic Mathematics Education (RME) menurut Gravemeijer (Kusmanto, 2004: 27), yaitu:

a. Guided reinvention through progressive mathematization

Karena matematika dalam pembelajaran dalam Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebagai aktivitas manusia maka guided reinvention mempunyai arti bahwa dalam belajar matematika siswa harus diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri proses yang dialami ahli-ahli matematika saat matematika ditemukan. Upaya ini akan tercapai jika pengajaran yang dilakukan menggunakan situasi yang berupaa fenomena-fenomena dan mengandung konsep matematika serta nyata dalam kehidupan sehari-hari siswa.

b. Didactical phenomenology

Situasi yang diberikan fenomena yang dijadikan bahan dan area aplikasi dalam pengajaran matematika haruslah berangkat dari keadaan yang nyata bagi siswa sebelum mencapai tingkatan matematika secara formal.

c. Self-developed models

Peran self-developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari informasi matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model suatu situasi yang dekat dengan alam sekitar dan dalam siswa.

Berhasil atau tidaknya proses pembelajaran dengan pendekatan dalam Realistic Mathematics Education (RME), tergantung pada kemampuan guru dalam membuat desain atau model dalam Realistic Mathematics Education (RME) dengan menghadirkan soal-soal konstektual yang berkualitas dan menantang, sehinggan siswa mau mencoba berpikir dengan cara baru dan mengkomunikasikan apa yang dihasilkannya.

Menurut Suryanto dalam Tandililing (1991: 5) Realistic Mathematics Education (RME) atau Pendidikan Matematika Realistik memiliki ciri khusus, yaitu:

a) Pemberian realistic contextual problem (masalah kontekstual yang realistic) sebelum pengenalan konsep-konsep matematis.

b) Siswa memecahkan maslah kontekstual dengan bantuan guru atau temannya, sehingga diharapkan murid bisa re-ivent (menemukan) konsep atau prinsip-prinsip matematis atau menemukan model matematis.

c) Setelah menemukan penyelesaian, siswa diarahkan untuj mendiskusikan penyelesaian mereka.

(7)

d) Siswa dipersilakan untuk merefleksi (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan apa yang telah dihasilkan baik hasil kerja mandiri atau hasil diskusi dengan temannya.

e) Siswa juga dibantu agar mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika yang memang ada hubungannya.

f) Siswa diajak mengembangkan atau memperluas hasil dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip matematis yang lebih rumit.

g) Menekankan matematika sebagai kegiatan bukan produk ladi atau hasil siap pakai. Untuk mempelajari matematika sebagai kegiatan cara yang cocok adalah learning by doing (belajar dengan mengerjakan matematika).

Dalam proses pembelajaran dikelas, Traffers (Wijaya, 2012: 21) merumuskan lima karakteristik Realistic Mathematics Education (RME) mempunyai, yaitu:

1) Penggunaan konteks

Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi siswa tidak hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah yang digunakan.

Manfaat lain penggunaan konteks di awal pembelajaran adalah untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika. Proses pencarian (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan oleh De Lange (Widaningsih, 2010: 134)

(8)

Gambar 2.1 Konsep matematisasi De Lange

Sebagai matematisasi konseptual, melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization).

2) Penggunaan model untuk matematisasi progresif

Dalam Realistic Mathematics Education (RME), model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah.

3) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak diberikan kepada siswa sebagai produk yang siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka dalam Realistic Mathematics Education (RME) siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.

Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika.

Karakteristik ke tiga daru Realistic Mathematics Education (RME) ini tidak hanya bermanfaat dalam membantu siswa memahami konsep matematika, tetapi juga

Dunia Nyata Matematisasi dalam refleksi Abstraksi dan Formalisasi Matematisasi dalam aplikasi

(9)

sekaligus mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa karena siswa itu sendiri yang menemukan konsep, prinsip atau rumus matematika.

4) Interaktivitas

Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif secara simultan. Pengembangan kemampuan kognitif ini diantaranya dengan mendapatkannya pengetahuan melalui teman-temannya, sedangkan pegembangan kemampuan afektif diantaranya tentang bagaimana siswa tersebut berinteraksi atau berkomunikasi dengan teman-temannya.

Kata “pendidikan” memiliki implikasi bahwa proses yang berlangsung tidak hanya mengajarkan pengetahuan yang bersifat kognitif, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai untuk mengembangkan potensi alamiah afektif siswa.

5) Keterkaitan

Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep-konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. Realistic Mathematics Education (RME) menempatkan keterkaitan (intertwinement) antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Misalnya suatu masalah mungkin menyangkut penjumlahan dan pengurangan pecahan atau terkait dengan bidang-bidang lain seperti geometri, aljabar, dan aritmetika. Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walau ada satu konsep yang dominan).

Beberapa kelebihan Realistic Mathematics Education (RME) uang dikemukakan oleh Sumarmo dalam Widaningsih (2010: 136) antara lain:

1. Melalui penyajian masalah konstektual dapat meningkatkan pemahaman konsep dan memahami keterkaitan matematika dengan dunia sekitarnya.

2. Siswa terlibat langsung dalam proses doing math sehingga mereka tidak takut belajar matematika.

3. Siswa dapat memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari untuk membuat konsep matematika.

(10)

4. Memberi peluang pengembangan potensi dan kemampuan berpikir alternatif. 5. Kesempatan cara penyelesaian yang berbeda.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan kelebihan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) yaitu siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya. Selain itu, kelebihan pendekatan ini yaitu suasana proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan kehidupan nyata (realistik), sehingga siswa tidak cepat bosan belajar matematika. Jadi, dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) diharapkan siswa dapat meningkatkan tingkat pemahaman matematika karena dalam menemukan konsep pembelajaran mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.

Realistic Mathematic Education (RME) memiliki beberpa kelemahan diantaranya (Jarmita dan Hazami, 2013: 217):

1. Karena sudah terbiasa diberi informasi terlebih dahulu, maka siswa masih kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya.

2. Untuk memahami satu materi pelajaran dibutuhkan waktu yang cukup lama.

3. Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti temannya yang belum selesai.

4. Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran saat itu. 5. Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan dalam

evaluasi/ memberikan nilai.

2.3 Model Pengembangan ADDIE

Borg & Gall (Tegeh dan I Made Kirna, 2013: 13) mengatakan bahwa, “ penelitian pengembangan adalah usaha untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang akan digunakan dalam pendidikan”. Suatu produk dikatakan valid apabila merefleksikan jiwa pengetahuan (state of the art knowledge) yang disebut validitas isi, serta komponen-komponen produk tersebut harus konsisten satu sama lain yang disebut validitas konstruk.

Untuk dapat mengetahui produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat luas, maka diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2014: 297). Jadi, tujuan dari penelitian pengembangan adalah untuk menguji

(11)

kevalidan dan keefektifan suatu produk yang dikembangkan oleh seorang peneliti sebelum disebarkan kepada masyarakat luas.

Salah satu model pengembangan peneltian yang dapat digunakan yaitu model pengembangan ADDIE. Model pengembangan ADDIE merupakan model pengembangan yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda yang terdiri dari Analyze (analisis), Design (perancangan), Development (pengembangan), Implementation (implementasi), dan Evaluate (evaluasi). Secara visual dapat digambarkan sebagai berikut (Tegeh dan I Made Kirna, 2013: 16).

Gambar 2.2 Tahapan Model ADDIE

Tahapan-tahapan ADDIE tersebut dijelaskan sebagai berikut (Aka, 2013: 6): 1. Analyze (analisis)

Analysis (analisa) yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task analysis). Tahap analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh peserta belajar, yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task analysis). Oleh karena itu, output yang akan kita hasilkan adalah berupa karakteristik atau profile calon peserta belajar, identifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan.

Analyze

Design

Development

(12)

2. Design (perancangan)

Desain merupakan langkah kedua dari model desain pengembangan ADDIE. Pada tahap ini yang harus dilakukan pertama yaitu merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan realistic). Selanjutnya menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yag telah dirumuskan tadi. Kemudian tentukanlah strategi pembelajaran media yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, dipertimbangkan pula sumber-sumber pendukung lain, misalnya sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya, dan lain-lain. Semua itu tertuang dalam sautu dokumen bernama blue-print yang jelas dan rinci.

3. Development (pengembangan)

Pengembangan merupakan langkah ketiga dalam mengimplementasikan model desain pengembangan ADDIE. Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print alias desain tadi menjadi kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan. Satu langkah penting dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi.

Dalam konteks pengembangan bahan ajar (buku atau modul), tahap pengembangan dilakukan dengan cara menguji isi dan keterbacaan modul atau buku ajar tersebut kepada pakar yang terlibat pada saat validasi rancangan dan peserta didik yang akan menggunakan modul atau buku ajar tersebut. Hasil pengujian kemudian digunakan untuk revisi sehingga modul atau buku ajar tersebut benar-benar telah memenuhi kebutuhan pengguna.

Langkah pengembangan meliputi kegiatan membuat, membeli, dan memodifikasi bahan ajar. Dengan kata lain mencakup kegiatan memilih, menentukan metode, media serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi atau substansi program. Dalam melakukan langkah pengembangan, ada dua tujuan penting yang perlu dicapai, antara lain yaitu:

a. Memproduksi, membeli, atau merevisi bahan ajar yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya.

b. Memilih media atau kombinasi media terbaik yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

(13)

4. Implementation (implementasi)

Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah keempat dari model desain pengembangan ADDIE. Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang sedang kita buat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan sedemikian rupa sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. Tujuan utama dari langkah ini antara lain :

a. Membimbing siswa untuk mencapai tujuan atau kompetensi.

b. Menjamin terjadinya pemecahan masalah/solusi untuk mengatasi kesenjangan hasil belajar yang dihadapi oleh siswa.

c. Memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran, siswa perlu memiliki kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan.

5. Evaluation (evaluasi)

Evaluasi yaitu proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap empat tahap di atas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi.

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari model desain pengembangan ADDIE. Evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan nilai terhadap program pembelajaran. Evaluasi terhadap program pembelajaran bertujuan untuk mengetahui beberapa hal, yaitu :

a. Sikap siswa terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan.

b. Peningkatan kompetensi dalam diri siswa, yang merupakan dampak dari keikutsertaan dalam program pembelajaran.

c. Keuntungan yang dirasakan oleh sekolah akibat adanya peningkatan kompetensi siswa setelah mengikuti program pembelajaran.

2.4 Tinjauan Penelitian yang Relevan

Setelah melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang masalahnya terdapat kaitan dengan masalah yang akan diteliti, ditemukan beberapa hasil penelitian sebagai berikut :

(14)

1. Ricky (2015), melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Modul Matematika Berbasis Pendekatan Scientific”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kefektifan penggunaaan bahan ajar modul matematika berbasis pendekatan scientific dalam proses pembelajaran matematika. Penelitian ini menggunakan metode pengembangan Research and Development (R&D) yang dikembangkan oleh Sugiyono.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul yang dikembangkan valid dan efektif digunakan untuk siswa kelas VII. Modul mendapat penilaian layak dari ahli materi sebesar 80,7% dan dari ahli media sebesar 78,5%. Selain itu modul efektif digunakan oleh siswa dilihat dari nilai ketuntasan klasikal yang mencapai 84,4% dengan rata-rata nilai 79,7 serta mendapat respon yang baik dari siswa terhadap penggunaan modul yaitu sebesar 78,8%. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa modul yang dikembangkan mendapat penilaian layak dari pakar serta efektif digunakan dalam pembelajaran oleh siswa kelas VII SMP Negeri 3 Sumber dengan ketuntasan klasikal mencapai 84,4%.

Persamaan penelitian yang dilakukan peneliti dan Ricki Nurdiandana yaitu meneliti tentang pengembangan bahan ajar modul matematika, tetapi ada perbedaan dari pendekatannya. Pendekatan yang digunakan oleh Ricki Nurdiandana yaitu pendekatan scientific sedangkan pendekatan yang digunakan peneliti yaitu pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). Selain itu, perbedaan lainnya terletak pada metode pengembangan yang digunakan. Ricky Nurdiandana menggunakan metode pengembangan Research and Development (R&D) yang dikembangkan oleh Sugiyono, sedangkan peneliti menggunakan metode pengembangan ADDIE.

2. Anwar (2014), melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Matematika Berbasis Penemuan Terbimbing Materi Lingkaran Untuk Siswa MTs Darul Masholeh Kelas VIII”. Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir sarjana dengan hasil penelitian.

Hasil respon siswa uji coba I dikelas VIII B pertemuan I diperoleh yang merespon sangat bagus 18 orang, pertemuan II diperoleh yang merespon sangat bagus 24 orang, pertemuan III diperoleh yang merespon sangat bagus 29 orang, dan dipertemuan ke IV rata-rata skor ulangan harian sebesar 85.1429. Kemudian respon siswa uji coba II dikelas VIII A pertemuan I diperoleh yang merespon sangat bagus 19 orang, pertemuan II diperoleh yang merespon sangat bagus 24 orang, pertemuan III diperoleh yang merespon sangat bagus 29 orang, dan rata-rata skor ulangan harian

(15)

sebesar 95.71249. Kemudian hasil validasi I dan II oleh expert judgment mengalami perbaikan signifikan, yaitu dari skor 19 dan 21 skor komulatif 44 dan 45 dan skor ini termasuk kategori sangat bagus. Bahan ajar matematika berbasis penemuan terbimbing yang dikembagkan ini layak dan tepat apabila digunakan sebagai bahan ajar mata pelajaran matematika pokok bahasan lingkaran.

Persamaan penelitian yang dilakukan peneliti dan Anwar yaitu penelitian tentang pengembangan bahan ajar modul matematika, tetapi ada perbedaan dari pendekatannya. Pendekatan yang digunakan oleh Anwar Khotib yaitu pendekatan penemuan terbimbing sedangkan pendekatan yang digunakan peneliti yaitu pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).

3. Yuthi (2015), melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Cetak Berupa Buku Teks Matematika Terintegrasi Pendidikan Berkarakter”. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan buku teks matematika yang terintegrasi pendidikan berkarakter bagi siswa SMP/MTs. Metode pengembangan yang digunakan dalam penelitian Yuthi yaitu gabungan dari metode pengembangan yang dikembangkan oleh Sugiyono dan metode pengembangan ADDIE.

Hasil penelitian setelah penelitian berlangsung dan hasil data yang didapatkan dianalisis, maka peneliti mendapat hasil yang cukup memuaskan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai rata-rata kelas yang didapat setelah menggunakan buku teks matematika berkarakter yaitu mencapai 74,63 dan memiliki nilai signifikansi yang tinggi yaitu 0,001. Berdasarkan hasil penilaian karakter peserta didik memiliki rata-rata nilai karakter yang baik, yaitu mencapai criteria Mulai Berkembang (MB), dan penggunaan buku teks matematika berkarakter dalam proses pembelajaran mendapat respon yang baik dari peserta didik. Berdasarkan hal tersebut, dapat peneliti katakana bahwa buku teks matematika terintegrasi pendidikan berkarakter dapat dinyatakan efektif dan laik untuk digunakan lebih luas.

Persamaan penelitian yang dilakukan peneliti dan Yuthi yaitu penelitian tentang pengembangan bahan ajar, tetapi ada perbedaan dari jenis bahan ajar yang dibuat. Bahan ajar yang dibuat oleh Yuthi yaitu bahan ajar berbentuk buku teks sedangkan bahan ajar yang dibuat peneliti yaitu bahan ajar berbentuk modul.

4. Yeni (2014), melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Materi Limit Fungsi Aljabar dengan Penggunaan Video Pembelajaran”. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar video pembelajaran menggunakan Active

(16)

Presenter pada pokok bahasan limit fungsi aljabar yang digunakan siswa kelas XI SMA/MA. Penelitian ini menggunakan metode pengembangan ADDIE.

Hasil penelitiannya antara lain : 1) hasil evaluasi terhadap media yang diperoleh dari dua ahli media dan dua ahli materi diperoleh prosentase sebesar 79% (baik) untuk kualitas isi dan tujuan dan 97,5% (sangat baik) untuk aspek kualitas pembelajaran dari segi media. Sedangkan untuk respon siswa terhadap media yang dibuat yaitu 70,6% (baik); 2) Pengembangan modul matematika ini efektif untuk meningkatkan motivasi belajar matematika peserta didik kelas XI di SMA Al-Azhar 5 Cirebon. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai kelas sebesar 84,4231 (sedang) dan harga thitung = 3,4776 yang lebih besar dari ttabel = 1,9691.

Persamaan penelitian yang dilakukan peneliti dan Yeni yaitu penelitian tentang pengembangan bahan ajar, tetapi ada perbedaan dari jenis bahan ajar yang dibuat. Bahan ajar yang dibuat oleh yaitu bahan ajar berbentuk video pembelajaran sedangkan bahan ajar yang dibuat peneliti yaitu bahan ajar berbentuk modul.

5. Erah (2012), melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Non Cetak Berbasis Ebook dengan Aplikasi Adobe Captivate 3.0 untuk Kelas VIII SMPN 1 Cilimus”. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar non cetak berbasis Ebook dengan aplikasi Adobe Captivate 3.0 untuk Kelas VIII SMPN 1 Cilimus. Penelitian ini menggunakan metode pengembangan ADDIE. Hasil penelitiannya yaitu hasil post test dengan nilai rata-rata 84,35 maka bahan ajar yang dikembangkan ini efektif untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Persamaan penelitian yang dilakukan peneliti dan Erah yaitu penelitian tentang pengembangan bahan ajar, tetapi ada perbedaan dari jenis bahan ajar yang dibuat. Bahan ajar yang dibuat oleh Erah yaitu bahan ajar non cetak berbasis Ebook dengan Aplikasi Adobe Captivate 3.0 sedangkan bahan ajar yang dibuat peneliti yaitu bahan ajar berbentuk modul.

6. Herayanti (2014), melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Non Cetak Berbasis Web Menggunakan E-Learning XHTML Editor (eXe) pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar Kelas VIII MTs An-Nur Kota Cirebon”. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bahan ajar berbasis web menggunakan eXe sebagai bahan ajar matematika kelas VIII MTs pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar. Metode pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pengembangan Research and Development (R&D) yang dikembangkan oleh Sugiyono.

(17)

Hasil penelitiannya antara lain : 1) hasil evaluasi terhadap media yang diperoleh dari dua ahli media dan dua ahli materi diperoleh prosentase sebesar 81% (sangat baik) untuk kualitas isi dan tujuan dan 88% (sangat baik) untuk aspek kualitas pembelajaran dari segi media; 2) hasil belajar siswa yang menggunakan bahan ajar berbasis web menggunakan eXe sebesar 90,3% dengan rata-rata tes 88,22; 3) Bahan ajar berbasis web menggunakan eXe dinilai efektif dengan diperoleh thitung sebesar

3,634 yang lebih besar dari ttabel yaitu sebesar 2,309.

Persamaan penelitian yang dilakukan peneliti dan Herayanti yaitu meneliti tentang pengembangan bahan ajar, tetapi ada perbedaan dari jenis bahan ajar yang dibuat. Bahan ajar yang dibuat oleh Herayanti yaitu bahan ajar non cetak Cetak Berbasis Web Menggunakan E-Learning XHTML Editor (eXe) sedangkan bahan ajar yang dibuat peneliti yaitu bahan ajar berbentuk modul.

7. Leli (2014), melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis E-book Menggunakan PDF (Portable Document Format) Pokok Bahasan Suku Banyak Kelas XI SMAN 1 Susukan Kabupaten Cirebon”. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu: 1) mengembangkan bahan ajar berbasis e-book menggunakan PDF pokok bahasan suku banyak untuk kelas XI, 2) teridentifikasinya keefektifan pemanfaatan bahan ajar matematika yang dikembangkan di kelas, dan 3) untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan bahan ajar e-book menggunakan PDF. Metode pengembangan yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode pengembangan ADDIE.

Hasil penelitian ini untuk uji keefektifan diperoleh thitung sebesar 4,339 dan dengan

taraf signifikan 5% diperoleh ttabel sebesar 2,001. Karena thitung > ttabel maka terdapat

peningkatan hasil belajar siswa menggunakan bahan ajar e-book menggunakan PDF. Respon siswa terhadap bahan ajar ini sebesar 83,2% yang memiliki kriteria Sangat Baik. Karena respon positif terhadap bahan ajar e-book menggunakan PDF, maka bahan ajar tersebut layak digunakan dalam proses pembelajaran siswa kelas XI pada pokok bahasan suku banyak.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Leli dan peneliti yaitu meneliti pengembangan bahan ajar tetapi memiliki perbedaan pada bahan ajar yang dikembangkan. Bahan ajar yang dikembangkan oleh Leli Yani yaitu pengembangan bahan ajar e-book menggunakan PDF, sedangkan bahan ajar yang digunakan peneliti yaitu bahan ajar modul berbasis pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).

(18)

8. Aidah (2014), melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Handout dengan Pendekatan Pemecahan Masalah pada Pokok Bahasan Segitiga dan Segiempat di Kelas VII MTsN Kandanghaur”. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan dan mengetahui kualitas handout dengan pendekatan pemecahan masalah sebagai bahan ajar matematika kelas VII MTs pada pokok bahasan segitiga dan segiempat. Metode pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pengembangan Research adan Development (R&D) yang dikembangkan Sugiyono.

Hasil dari penelitian yaitu untuk validasi ahli media sebesar 85% dengan kriteria Sangat Baik dan untuk ahli materi sebesar 86% dengan kriteria Sangat Baik. Untuk hasil belajar siswa sebesar 59% dengan pencapaian KKM rata-rata tes 68,05. Uji efektivitas menggunakan uji Mann Whitney Z = -5,055 dengan taraf signifikan 0,000. Hasil respon positif dari siswa dan validasi dari expert judgment menunjukan bahwa bahan ajar handout dengan pendekatan pemecahan masalah dikatakan layak dan efektif digunakan dalam pembelajaran matematika.

Persamaan penelitian yag dilakukan Aidah dan peneliti yaitu meneliti pengembangan bahan ajar tetapi memiliki perbedaan pada jenis bahan ajar dan pendekatan yang digunakan. Aidah Khamaliatush Shobiha menggunakan bahan ajar handout dengan pendekatan pemecahan masalah, sedangkan peneliti menggunakan bahan ajar ajar modul berbasis pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).

9. Eni (2013), melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Modul Matematika Berbasis Pendekatan Kontruktivisme dan Pemecahan Masalah sebagai Media Pembelajaran Pada Materi Pokok Segitiga”. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar modul matematika berbasis kontruktivisme dan pemecahan masalah yang valid dan efektif sebagai media pembelajaran pada materi pokok segitiga.

Hasil penelitian ini yaitu melalui hasil penilaian instrumen angket yang dilakukan oleh ahli desain media sebesar 88,01%, ahli materi sebesar 79,50%, siswa uji coba kelompok kecil 84,93% dan siswa uji coba lapangan terbatas sebesar 82,56%. Data tersebut menunjukkan bahwa modul yang dikembangkan bersifat layak dan tidak perlu direvisi, tetapi perlu ditinjak lanjut mengenai komentar dan saran guna penyempurna produk. Hasil perhitungan dari siswa uji coba kelompok kecil dengan menggunakan uji-t memberikan hasil thitung = 14,027 > ttabel = 1,694. Hal ini dapat dikatakan bahwa

(19)

coba lapangan terbatas dengan menggunakan uji-t memberikan hasil thitung = 1,731 >

ttabel = 1,669. Hal ini dapat dikatakan bahwa nilai (pretest-posttest) kelas

eksperimen lebih baik daripada selisih nilai (pretest-posttest) kelas kontrol. Dapat disimpulkan bahwa bahan ajar modul matematika berbasis pendekatan kontruktivisme dan pemecahan masalah layak dan efektif digunakan dalam proses pembelajaran pada materi pokok segitiga.

Persamaan penelitian yang dilakukan Eni dan peneliti yaitu meneliti pengembangan bahan ajar modul tetapi memiliki perbedaan pada pendekatan yang digunakan. Eni Rahmawati menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan kontruktivisme dan pemecahan masalah, sedangkan peneliti menggunakan bahan ajar ajar modul berbasis pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).

10. I’Anah (2014), melakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Komputer dalam Pembelajaran Matematika pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana karakteristik bahan ajar berbasis komputer yang dikembangkan dan bagaimana efektivitas bahan ajar berbasis komputer yang dikembangkan. Metode pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pengembangan Research adan Development (R&D) yang dikembangkan Sugiyono. Metode pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pengembangan Research adan Development (R&D) yang dikembangkan Sugiyono.

Hasil dari penelitian yaitu untuk validasi ahli media rata-rata 36,00 dengan prosentase keidealan sebesar 90% dengan kriteria Baik dan untuk ahli materi rata-rata 47,50 dengan prosentase keidealan sebesar 86% dengan kriteria Sangat Baik. Untuk hasil uji keefektivitan menggunakan uji-t related dengan thitung sebesar 3,538 dan

sehingga didapat ttabel sebesar 2,011. Karena thitung > ttabel dan validasi dari expert

judgment maka bahan ajar berbasis komputer yang dikembangkan dikatakan efektiv dan layak digunakan dalam pembelajaran matematika.

Persamaan penelitian yag dilakukan I’Anah dan peneliti yaitu meneliti pengembangan bahan ajar tetapi memiliki perbedaan pada jenis bahan ajar. I’Anah menggunakan bahan ajar berbasis komputer, sedangkan peneliti menggunakan bahan ajar ajar modul berbasis pendekatan Realistic Mathematic Education (RME).

(20)

Berdasarkan hasil penelitian diatas, tidak terdapat kesamaan dengan masalah penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti hanya saja menggunakan bahan ajar yang sama yaitu modul. Oleh karena itu, penelitian dengan judul “Pengembangan Bahan Ajar Modul Matematika Berbasis Pendekatan Realitic Mathematic Education (RME) dalam Pembelajaran Matematika” layak dilakukan karena masalah yang akan diteliti bukan duplikasi dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

2.5 Kerangka Pemikiran

Matematika merupakan suatu ilmu yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan. Tetapi, banyak siswa yang kesulitan dalam mempelajari matematika salah satu faktornya yaitu kurangnya pemahaman siswa dalam proses pembelajaran matematika. Sebagian besar bahan ajar yang ditemui lebih banyak berisi latihan berhitung daripada pemahaman tentang konsep matematika itu sendiri. Padahal, pemahaman konsep matematika merupakan hal penting yang harus diajarkan kepada siswa, karena bagaimana siswa bisa mempelajari matematika apabila siswa itu sendiri tidak mengerti konsep matematikanya bagaimana.

Oleh karena itu, guru hendaknya menyediakan bahan ajar yang dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika. Modul merupakan salah satu bahan ajar yang mudah dibuat oleh guru. Modul adalah bahan ajar yang berisi satu topik pembelajaran yang disusun dan didesain sedemikian hingga siswa merasa mudah dalam menerima materi tersebut sesuai tingkat pemahaman dan usia siswa tersebut.

Tujuan pembuatan modul supaya siswa mampu belajar mandiri dengan adanya ataupun tanpa adanya kehadiran seorang guru serta siswa mampu mengukur tingkat kecepatan belajarnya dan tingkat penguasaan materinya. Fungsi modul yaitu sebagai bahan ajar yang mampu meningkatkan pemahaman siswa tanpa tergantung kehadiran guru serta mampu menjelaskan materi pembelajaran sesuai tingkat pemahaman dan usia siswa tersebut.

Bahan ajar modul biasanya menampilkan pokok bahasan yang disertai dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa, uraian materi, lembar kerja siswa dan kunci jawaban dari lembar kerja. Bahan ajar modul yang dikembangkan peneliti yaitu berisi tentang pokok bahasan himpunan yang berisi indikator pencapaian siswa, uraian materi himpunan, tes pemahaman siswa, kunci jawaban tes pemahaman, tokok matematikandan glosarium.

(21)

Pendekatan yang digunakan dalam modul yang dikembangkan peneliti yaitu pendekatan Realistic Mathematic Education (RME). Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan Freudenthal di Belanda pada tahun 1983. Realistic Mathematics Education (RME) adalah suatu teori pembelajaran dalam pendidikan matematika yang berdasarkan pada ide bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai suatu sumber pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses matematisasi baik horizontal maupun vertikal.

Kelebihan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) dari pendekatan pembelajaran matematika yang lainnya yaitu siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak mudah lupa dengan pengetahuannya. Selain itu, kelebihan pendekatan ini yaitu suasana proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan kehidupan nyata (realistik), sehingga siswa tidak cepat bosan belajar matematika. Jadi, dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) diharapkan siswa dapat meningkatkan tingkat pemahaman matematika karena dalam menemukan konsep pembelajaran mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.

Untuk menghasilkan modul matematika berbasis pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) yang memiliki kualitas yang layak digunakan dalam proses pembelajaran maka peneliti membuat rancangan modul matematika berbasis pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) menggunakan metode pengembangan ADDIE. Model desain instruksional ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate) merupakan model pengembangan bahan ajar yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda pada tahun 1990-an. Diharapkan dengan adanya pembelajaran menggunakan modul matematika berbasis pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) memiliki kualitas yang baik untuk pembelajaran matematika.

Dari kerangka pemikiran di atas, dapat divisualisasikan melalui gambar berikut:

(22)

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Kurangnya pemahaman matematika siswa

Modul matematika berbasis pendekatan Realistic Mathematic Education

(RME)

Model Pengembangan ADDIE

modul matematika berbasis pendekatan Realistic Mathematic Education

(RME) yang memiliki kualitas yang layak digunakan dalam proses

pembelajaran matematika

Mengembangkan

Menggunakan

Gambar

Gambar 2.1 Konsep matematisasi De Lange
Gambar 2.2 Tahapan Model ADDIE
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Kurangnya pemahaman matematika siswa

Referensi

Dokumen terkait

Data penelitian diperoleh dengan menggunakan tes untuk mengetahui pengaruh media karikatur terhadap kemampuan menulis naskah drama oleh siswa SMP Swasta HASANUDDIN Medan

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti difokuskan pada pengembangan instrumen tes prestasi dengan pendekatan model Rasch pada mata pelajaran Dasar dan Pengukuran Listrik

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka penelitian ingin mengadakan suatu penelitian yang berjudul “ Estimasi Potensi Limpasan Permukaan menggunakan Penginderaan

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah research and development (R&D), dengan model pengembangan ADDIE. Subjek penelitian ini yaitu siswa

Sebagai saran, agar masyarakat lebih banyak yang mengenal dan bisa dengan leluasa memilih beragam produk-produk UMKM binaan Posdaya secara online , maka situs

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah konsentrasi mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap ketepatan mendarat, dengan sumbangan tingkat konsentrasi

menurut Bell dan Akroyd (2006) dan Chamot (1999)merupakan bagian dari teori pembelajaran kognitif yang menyatakan bahwa perilaku, motivasi, dan aspek lingkungan belajar

Näin ollen suojelualueisiin, suojeluohjelmiin ja Natura 2000 -verkostoon kuulumattoman kalliomaan pinta-ala on valtakunnallisesti arvok- kaiden kallioalueiden osalta yhteensä