• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terkecuali manusia. Proses penuaan dimulai dengan menurunnya regenerasi sel pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. terkecuali manusia. Proses penuaan dimulai dengan menurunnya regenerasi sel pada"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1.Penuaan

Semua makhluk hidup secara alami akan mengalami proses penuaan, tidak terkecuali manusia. Proses penuaan dimulai dengan menurunnya regenerasi sel pada orang dewasa seiring dengan adanya peningkatan usia. Terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab proses penuaan. Ada dua kelompok golongan besar dalam mempercepat proses penuaan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan genetik, radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, dan sistem kekebalan yang menurun sedangkan faktor eksternal yaitu gaya hidup tidak sehat, diet tidak terkontrol, kebiasaan, polusi lingkungan, dan stres. Faktor internal dan eksternal dapat dicegah, dan diperlambat ataupun dapat dihambat sehingga usia harapan hidup dapat lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik (Pangkahila, 2017).

2.1.1 Teori Penuaan

Teori-teori tentang penuaan telah banyak dikemukan oleh banyak ilmuwan, hal ini memberikan wawasan yang penting untuk memahami perubahan fisiologis yang berkaitan dengan usia. Pandangan menyeluruh sangat diperlukan untuk memahami proses penuaan, hal itu disebabkan penuaan bukan berasal dari satu faktor saja, namun terjadi dari banyak faktor. Dari beberapa teori tentang proses penuaan

(2)

yang ada, pada dasarnya penuaan dikelompokan dalam teori “pakai dan rusak” (wear and tear theory) dan teori program. Teori “pakai dan rusak” meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, dan radikal bebas. Teori program meliputi teori replikasi sel, proses imun, dan teori hormon (Pangkahila, 2017; Goldman, Klatz, 2007).

1. Teori pakai dan rusak (wear and tear theory)

Teori ini mengemukakan bahwa tubuh dan sel akan menjadi cepat rusak karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Organ-organ dalam tubuh manuasia seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan organ lain dapat menurun fungsinya, karena adanya toksin dalam makanan dan lingkungan yang ada di sekitar kita, konsumsi lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin yang berlebihan, dapat pula disebabkan oleh sinar ultraviolet, stress fisik dan emosional. Kerusakan yang dapat ditimbulkan bukan saja pada organ namun juga bisa terjadi pada tingkat sel.

Penyalahgunaan organ tubuh akan mempercepat kerusakan organ tubuh manusia. Pada saat usia muda sistem pemeliharaan dan perbaikan tubuh mampu melakukan kompensasi terhadap pengaruh penggunaan dan kerusakan normal ataupun berlebih. Namun pada tubuh yang telah mengalami proses penuaan, maka tubuh akan kehilangan kemampuan dalam memperbaiki kerusakan yang terjadi karena penyebab apapun.

Dr. August Weismann tahun 1882 memperkenalkan pertama kali teori bahwa dengan pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tepat akan

(3)

dapat membantu mengembalikan kondisi tubuh sehingga proses penuaan tidak berlangsung dengan cepat. Hal ini merangsang tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan fungsi organ dan sel tubuh.

2. Teori Neuroendokrin

Pada saat tubuh dalam usia muda fungsi organ tubuh sangat optimal, contohnya kemampuan tubuh dalam bereaksi terhadap panas dan dingin, kemampuan motorik, fungsi memori, juga funsi seksual. Dengan bertambahnya usia, jumlah hormon pada tubuh juga akan semakin menurun dan menyebabkan adanya penurunan fungsi organ tubuh manusia. Hal ini yang menyebabkan adanya keluhan-keluhan seperti menjadi tidak tahan terhadap suhu dingin, gerakan menjadi lambat, masa otot berkurang, lemak tubuh meningkat, daya ingat menurun,dan fungsi seksual yang menurun.

3. Teori Kontrol Genetik

Teori kontrol genetik menggangap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat jam bilogik. Peristiwa ini dimulai dari proses konsepsi sampai kematian dalam suatu model yang terprogram. Walaupun manusia memiliki sistem jam biologik (biological clock) namun variasinya sangatlah besar.

Di dalam tubuh manusia terdapat pelindung bagi setiap sel, yaitu struktur khusus pada ujung kromosom yang disebut telomer. Pada setiap pembelahan sel telomer akan memendek san sewaktu telomer telah terpakai semua maka pembelahan sel akan berhenti dan menyebabkan kematian. Oleh sebab itu

(4)

telomer dikenal sebagai jam biologik. 4.Teori Radikal Bebas

Radikal Bebas ialah suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas akan cenderung menarik elektron lain dan mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal bebas. Molekul akan berubah menjadi radikal bebas bila bertambah atau berkurangnya satu elektron pada molekul lain. Pengurangan atau penambahan elektron ini akan menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan sampai kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak dan protein.

Bertambahnya usia manuasia akan menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi kerusakan sel yang diakibatkan oleh radikal bebas, sehingga mengganggu metabolisme sel, merangsang mutasi sel, dan akhirnya mengakibatkan terjadinya kanker, serta membawa kematian (Goldmann dan Klatz, 2007).

2.1.2 Gejala Penuaan

Proses penuaan dimulai dengan menurunnya fungsi dari beberapa organ tubuh dan bahkan beberapa fungsi organ tubuh menjadi terhenti. Akibat yang ditimbulkan dari menurunnya fungsi tersebut yaitu akan menyebabkan munculnya berbagai tanda dan gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian yaitu (Pangkahila, 2011):

(5)

1. Tanda fisik, seperti masa otot berkurang, adanya peningkatan lemak, kulit menjadi berkerut, daya ingat mulai berkurang, menurunnya fungsi seksual, dan menyebabkan reproduksi terganggu, kemampuan kerja menurun, sakit tulang.

2. Tanda psikis, seperti terjadinya penurunan gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung, serta merasa tidak berarti lagi.

Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dan langsung menampakkan perubahan fisik dan psikis, namun proses penuaan tersebut akan berjalan melalui 3 tahap sebagai berikut (Pangkahila, 2011; Pangkahila, 2014):

a. Tahap subklinik (usia 25-35 tahun)

Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai mengalami penurunan, yaitu hormon testosteron, growth hormone, dan hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas yang dapat merusak sel dan DNA, sehingga mulai mempengaruhi kinerja organ tubuh. Kerusakan ini tidak tampak dari luar, sehingga pada tahap ini orang merasa masih seperti tampak normal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaan. Pada rentang usia ini dianggap usia muda dan normal, padahal sebenarnya sudah mulai terjadi proses penuaan.

b. Tahap transisi (usia 35-45 tahun)

Pada tahap ini kadar hormon menurun hingga 25 persen. Massa otot berkurang sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun, akibatnya kekuatan dan tenaga terasa hilang, sedangkan komposisi lemak akan terus meningkat. Keadaan

(6)

ini menyebabkan terjadinya resistensi insulin, meningkatnya resiko penyakit jantung, dan pembuluh darah, serta obesitas. Gejala-gejala yang mulai muncul pada tahap ini adalah penglihatan dan pendengaran menurun, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual menurun. Pada tahap ini orang merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua.

c. Tahap klinik (usia 45 tahun keatas)

Pada tahap ini, penurunan kadar hormon terus menurun yang meliputi DHEA, melatonin, growth hormone, testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin, dan mineral juga terjadi. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar satu kilogram setiap tiga tahun, yang mengakibatkan ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh, dan berat badan. Pada tahap ini, penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama sehingga mengganggu keharmonisan banyak pasangan.

2.2 Penuaan Kulit

Menurut Yaar dan Gilchrest (2008) teori penuaan kulit terdiri dari 2 yaitu : 1. Teori programatik, yaitu teori yang mengemukakan bahwa penuaan

merupakan suatu proses fisiologis yang disebabkan oleh program genetik yang diturunkan serta bervariasi untuk setiap spesies. Pada teori ini terdapat 2 proses yaitu :

(7)

a. Pemendekan telomer. Telomer adalah bagian terminal dari kromosom yang akan memendek setiap adanya sel membelah. Pemendekan telomer ini dpercaya akan menjadi pemicu kerusakan seluler oleh karena ketidakmampuan sel dalam menduplikasi dirinya sendiri secara baik.

b. Penuaan seluler. Penuaan seluler merupakan terbatasnya kapasitas sel dalam menjalankan pembelahan sel. Sel-sel dengan penuaan menunjukkan telomer yang pendek, penghentian pertumbuhan sel, resisten terhadap apoptosis dan terganggunya diferensiasi.

2. Teori Stochastic, penuaan terjadi merupakan akibat dari akumulasi kerusakan gen dan protein. Teori ini memiliki proses-proses sebagai berikut:

a. Stres oksidatif pada sel. Oksigen dibutuhkan oleh sel untuk metabolisme, dan akan menerima transfer elektron tunggal yang selanjutnya memjadi terbentuknya rangkaian reactive oxygen species (ROS) yang merusak molekul-molekul biologik lainnya.

b. Penuaan dan kerusakan DNA. Penurunan kapasitas perbaikan DNA terkait dengan akselerasi penuaan dan akumulasi kerusakan DNA. Ada hipotesis yang menghubungkan pemendekan telomer dan kerusakan DNA dengan jalur sinyal seluler yang bergantung baik pada tipe sel maupun intensitas sinyal, dapat memperantarai diferensiasi adaptif,

(8)

apoptosis ataupun penuaan.

c. Raseminasi asam amino. Raseminasi ialah suatu proses subtitusi asam L-amino menjadi asam D-amino dalam protein, terjadi selama proses penuaan dan mempengaruhi fungsi protein, asam D-amino tidak memiliki fungsi dan membahayakan. Raseminasi lebih disebabkan karena adanya akumulasi protein-protein disfungsional pada jaringan yang menua.

d. Glikosilasi non-enzimatik. Hal ini terjadi apabila terdapat ikatan glukosa terhadap protein. Jika ikatan ini terjadi, maka protein menjadi rusak dan tidak berfungsi secara efisien. Salah satu cara untuk menurunkan risiko ikatan silang adalah dengan mengurangi konsumsi karbohidrat dan gula pada diet.

2.3 Efek Sinar Ultraviolet

Perubahan warna kulit dibagi menjadi dua berdasarkan latar belakang penyebabnya, yaitu constitutive skin color, perubahan warna kulit dan melanin seseorang disebabkan oleh faktor genetik, dan facultative skin color, perubahan warna kulit dan melanin disebabkan oleh pengaruh sinar ultraviolet dan hormon (Baumann, Saghari, 2009b).

Sinar ultraviolet dibagi dalam 3 spektrum yaitu UVC (270 - 290 nm), UVB (290 - 320 nm), dan UVA (320 - 400 nm). Paparan sinar UVC tidak akan sampai ke

(9)

permukaan bumi karena sinar UVC akan diserap oleh lapisan ozon dan atmosfir, namun lain halnya dengan sinar UVA dan UVB yang dapat mencapai permukaan bumi dan dapat memberikan pengaruh terhadap proses penuaan kulit. Rasio UVA : UVB adalah 20 : 1, walaupun demikian sinar UVB memberikan efek samping lebih banyak dibandingkan sinar UVA (Alam dan Harvey, 2010). Sinar UVB lebih pendek dibandingkan sinar UVA. Sinar UVA menembus sampai dengan lapisan dermis pada kulit, sedangkan UVB sampai pada lapisan epidermis (Ozario dkk.,2013).

Gambar 2.1

Radiasi Sinar Ultraviolet pada kulit ( Orazio dkk., 2013)

Paparan UVA dan UVB pada kulit dapat menurunkan antioksidan endogen pada semua lapisan kulit seperti glutathione (GSH), Superoxide dismutase (SOD), katalase, dan ubiquinol (Pandel dkk., 2013). Sedangkan paparan UVA dan UVB

(10)

menghasilkan radikal bebas seperti Hydrogen Peroxidase, Anion Superoxide, Nitric Oxide sehingga dapat terjadi reative oxygen species (Icihashi dkk., 2009).

2.3.1 Efek Akut Sinar Ultraviolet

Efek akut sinar ultraviolet dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu : 2.3.1.1 Eritema

Eritema atau sunburn merupakan sebuah kondisi kulit yang ditandai dengan timbulnya ruam atau kemerahan. Eritema sendiri terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain eritema multiforme, eritema nodusum dan fotosensitivitas. Fotosensitivitas disebabkan oleh adanya peningkatan sensitivitas kulit terhadap sinar UV. Eritema terbentuk tergantung kepada panjang gelombang sinar UVA. Sinar UVA dibagi menjadi dua, yaitu UVA 1 (340-400 nm) dan UVA 2 (320-340 nm). Sinar UVA 2 lebih berefek dalam meningkatkan resiko terjadinya eritema pada kulit. Eritema dapat pula disebabkan oleh paparan sinar UVB namun responnya lebih lambat (Taylor, 2007).

2.3.1.2 Pigmentasi

Pada pigmentasi, pasien sering mengutarakan keluhan berupa hiperpigmentasi seperti freckle, lentigo dan melasma. Respon pigmentasi kulit mengikuti paparan sinar ultraviolet yang terdiri dari reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan melanin baru. Respon kecoklatan pada kulit tergantung dari panjang gelombang ultraviolet. Eritema yang diinduksi oleh UVB akan diikuti dengan pigmentasi.

(11)

Melanisasi yang terjadi akibat paparan kumulatif UVA akan bertahan lebih lama dibandingkan dengan yang terjadi akibat paparan kumulatif sinar UVB. Hal ini disebabkan karena lokalisasi pigmen yang diinduksi UVA berada lebih basal (Bauman dan Saghari, 2009b).

Sinar UVB lebih efektif dalam menstimulasi pigmentasi daripada sinar UVA. Sinar UVA tidak memiliki efek dalam meningkatkan produksi melanin, tetapi meningkatkan distribusi melanin yang sudah ada sebelumnya pada lapisan kulit, sehingga paparannya akan bersifat intermediate pigmentary darkening, karena pigmentasi hanya dapat bertahan hingga 6-8 jam setelah paparan. Sinar UVB dapat meningkatkan produksi melanin, peningkatan enzim tirosinase, peningkatan jumlah sel melanosit dan distribusi melanin, sehingga sinar UVB bersifat delayed pigmentary darkening, karena pigmentasinya dapat bertahan 10-14 hari setelah paparan (Baumann dan Saghari, 2009b).

Untuk menentukan pigmentasi pada kulit dapat digunakan skala Fitzpatrick yang bersifat semi kuantitatif untuk melihat 6 jenis fenotip kulit, yang dapat menggambarkan dari warna kulit, level melanin, respon inflamasi terhadap sinar ultraviolet serta resiko terjadinya kanker. Dosis minimal eritematosa ( MED) adalah metode kuantitaf untuk melaporkan jumlah UV (khususnya UVB) yang diperlukan untuk menginduksi terjadinya sunburn pada kulit setelah terpapar ultraviolet 24- 48 jam dengan menilai eritema dan edema yang terjadi ( Orazio dkk., 2013).

(12)

Tabel 2.1 Skala Fitzpatrick

2.3.2 Efek Kronis Sinar Ultraviolet

Efek kronis sinar ultraviolet dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 2.3.2.1 Photoaging

(13)

salah satunya ialah photoaging. Photoaging biasa dilihat pada bagian-bagian tubuh yang mudah terlihat seperti wajah, leher, dan tangan. Tanda-tanda dari photoaging ini antara lain adanya keriput atau kerutan, perubahan tekstur kulit, penurunan elastisitas, serta dispigmentasi pada kulit dan daerah bibir.

Radiasi oleh sinar UVB lebih banyak diserap oleh jaringan epidermis, hal ini menyebabkan banyak perubahan pada keratinosit, akan tetapi radiasi sinar UVA dapat mempengaruhi baik keratinosit epidermis maupun fibroblast pada lapisan dermis. Sinar UVA mempunyai pengaruh tidak langsung pada lapisan kulit, yaitu dengan terbentuknya reactive oxygen species (ROS), kemudian akan merusak untai DNA, mengaktivasi faktor transkripsi dan peroksidase lipid. Sebaliknya, UVB berpengaruh langsung pada kulit, yaitu terjadi cross-linking basa pirimidin maupun kerusakan pada DNA (Alam dan Havey, 2010).

2.3.2.2 Fotokarsinogenesis

Fotokarsinogenesis adalah suatu mekanisme kompleks dari kerusakan DNA yang disebabkan oleh sinar UV, kerusakan dari mekanisme perbaikan dan kegagalan dari sistem imun kulit dalam mendeteksi adaya sel ganas. Saat sinar UV memasuki lapisan kulit, maka UV akan bereaksi dengan DNA. Dalam keadaan normal, bila terjadi kerusakan pada DNA, maka siklus sel akan terhenti untuk memberikan waktu sel untuk memperbaiki diri. Kerusakan DNA ini menyebabkan terjadinya kanker kulit. Dari data epidemiologi menunjukkan bahwa paparan kronis sinar UV merupakan penyebab 65% terjadinya melanoma dan 90% kanker kulit

(14)

non-melanoma.

Kanker kulit primer diklasifikasikan berdasarkan sel asal dari kanker tersebut yaitu skuamous sel karsinoma dan basal sel karsinoma yang berasal dari keratinosit pada epidermis, sedangkan melanoma maligna berasal dari melanosit. Penelitian menunjukkan bahwa basal sel karsinoma terjadi akibat paparan sinar UV yang mengubah jalur sinyal hedgehog yang merupakan sinyal untuk pertumbuhan sel (Brown dan Schleve, 2013).

2.4 Kulit

Kulit merupakan organ tubuh luar yang memiliki berbagai fungsi, diantaranya adalah sebagai pelindung tubuh dari berbagai trauma dan organ dalam, sebagai indra peraba, organ yang berperan dalam ekresi dan termoregulasi. Kulit disebut juga integumen yang terdiri dari dua macam jaringan yaitu jaringan epitel yang terdiri dari lapisan epidermis dan jaringan pengikat (penunjang) yang terdiri dari lapisan dermis. Dua struktur yaitu epidermis dan dermis saling berhubungan dengan dermal epidermal junction (Baumann dan Saghari, 2009a).

Gambar 2.2

(15)

2.4.1 Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis merupakan lapisan bagian terluar. Ketebalan epidermis antara 0,04 mm (kulit kelopak mata) sampai 1,5 mm (kulit telapak tangan). Epidermis disusun dari lapisan keratinosit, dimana keratinosit dihasilkan dari stem cells yang berada di bagian basal epidermis yang disebut dermal-epidermal junction (DEJ). Menurut Baumann dan Saghari (2009) berdasarkan proses keratinisasi dan pematangan keratinosit, maka epidermis dibagi menjadi 4 yaitu sebagai berikut:

1. Stratum Basal. Sel basal bertanggung jawab terhadap populasi sel epidermis. Lapisan ini terdiri dari 10% stem cells, 50% amplifying cells dan 40% postmitotic cells. Secara normal, stem cells membelah perlahan, tetapi dalam kondisi tertentu seperti proses penyembuhan serta terpapar oleh growth factor, stem cells akan membelah dengan cepat. Amplifying cells bertanggung jawab terhadap pembelahan sel secara keseluruhan untuk menjadi postmitotic cells yang akan bermigrasi ke lapisan lebih atas.

2. Stratum spinosum. Lapisan spinosum ini terdiri dari 5-12 lapisan yang mengandung granula lamelar, ceramids, kolesterol, dan beberapa enzim seperti protease, fosfatase, lipase serta glikosidase. Granula lamelar mengandung cathelicidin dan peptida antimikroba. Pada lapisan ini diikat oleh desmosom, yang memiliki fungsi sebagai filamen intermediet antar sel keratinosit.

(16)

granula keratohialin mengandung profilagrin yang merupakan prekursor filagrin. Protein filagrin akan mengalami cross-link dengan filamen keratin sehingga membentuk struktur yang kuat. Sel granula memiliki kemampuan anabolik dalam disolusi inti sel dan organel.

4. Stratum korneum. Lapisan korneum terdiri dari 15 lapisan yang tidak mengandung organel sel. Bangunan lapisan ini disebut “brick-mortar”, dimana brick merupakan sel keratinosit, sedangkan mortar merupakan lipid dan protein yang berasal dari granula lamelar. Lapisan ini banyak mengandung asam amino sehingga mempunyai kemampuan mengikat air. Stratum korneum disebut juga lapisan mati, karena sel sudah tidak mensintesis protein dan tidak dapat menangkap sinyal sel.

Gambar 2.3

(17)

Sel lainnya yang terdapat di lapisan epidermis adalah sel melanosit, yaitu sel dendritik di stratum basal, berfungsi mensintesis melanin. Satu sel melanosit akan mendistribusikan melanin ke 36 lapisan keratinosit. Sel Langerhans berfungsi sebagai imunitas, dan sel Merkel, fungsinya masih belum jelas, tetapi sel ini berkaitan dengan serabut saraf dan kelenjar endokrin (Scott dan Bennion, 2011).

Membran basal, merupakan lapisan homogen dengan ketebalan 0,5-1 mm mengandung banyak komponen pengikat antara stratum basal dengan lapisan dermis. Lapisan atas membran basal adalah tonofilamen sitoplasma dari sel basal yang akan mengikat membran basal oleh hemidesmosom. Membran ini akan mengeluarkan serat fibril yang dapat mengikat serat kolagen di lapisan dermis, sehingga lapisan ini akan membentuk struktur yang kuat dan stabil dalam mengikat seluruh lapisan epidermis sampai dengan lapisan dermis (Scott dan Bennion, 2011). 2.4.2 Lapisan Dermis

Lapisan dermis berada dibawah lapisan epidermis. Lapisan dermis merupakan bagian terbesar kulit dan memberikan kelenturan, elastisitas, dan kekuatan traksi kulit (Kolarsick dkk., 2011).

Lapisan dermis terdiri dari struktur kolagen, folikel rambut, kelenjar sebasea, kelenjar apokrin, kelenjar ekrin, pembuluh kapiler, pembuluh limfatik dan pembuluh saraf. Sel utama pada lapisan ini adalah sel fibroblas, yang akan menghasilkan kolagen (70%-80%) untuk kekenyalan, elastin (1%-3%) untuk elastisitas dan proteoglikan untuk kelembaban. Fungsi lapisan dermis ini sebagai regulasi suhu

(18)

melalui keringat dan pembuluh darah, proteksi mekanis melalui serat kolagen dan asam hialuronat dan sebagai serat sensoris yang diatur oleh persyarafan kulit (Scott dan Bennion, 2011).

2.4.3 Lapisan Subkutis

Lapisan ini berada di bawah lapisan dermis yang disebut juga sebagai lemak subkutan karena terdiri dari sel-sel lemak. Lapisan subkutis memiliki kolagen tipe I, III dan V, pembuluh saraf, pembuluh darah dan pembuluh limfe. Fungsi dari lapisan ini ialah sebagai panas tubuh dan cadangan lemak (Scott dan Bennion, 2011).

2.5 Melanin

Melanin adalah pigmen yang dihasilkan oleh sel melanosit yang memiliki fungsi sebagai penyerap sinar UV. Melanin juga berfungsi untuk menahan radikal bebas sehingga dapat melindungi kulit dari kerusakan lebih lanjut akibat paparan sinar UV. Melanin terdiri dari dua tipe yaitu eumelanin yang merupakan pigmen berwarna coklat kehitaman dan pheomelanin, yang memberikan warna kuning atau merah pada kulit.

Pada ras kulit hitam melanosom berada di stratum basal, satu melanosit mengandung 200 melanosom berukuran 0,5-0,8 mm, tidak memiliki membran sehingga satu sama lain saling berlekatan, dan distribusi secara individual. Sedangkan pada ras kulit putih, melanosom banyak terdapat di stratum korneum, satu melanosit hanya mengandung 20 melanosom, memiliki membran dan distribusi secara

(19)

berkelompok. Pada ras kulit putih melanosom didegradasi lebih cepat daripada ras kulit hitam oleh karena itu akan sangat sedikit ditemukan melanin pada stratum korneum pada ras kulit putih (Kindred dkk., 2010).

Eumelanin berbentuk elips dan berada dalam melanosom. Jumlah eumelanin akan meningkat sesuai dengan paparan dari sinar UV. Pheomelanin berbentuk sferis, banyak mengandung sulfur dan asam amino sistein. Fungsinya melanin selain untuk memberikan warna pada kulit, melanin juga akan memberikan pigmen warna pada rambut serta mata (Kindred dkk., 2010). Pada gambaran di lapisan epidermis, akan tampak melanin berwarna lebih lebih gelap dibandingan jaringan disekitarnya.

Gambar 2.4

Distribusi melanin pada epidermis (James dkk, 2006)

2.5.1 Sintesis Melanin

Melanin dibentuk oleh melanosit dengan enzim tirosinase memegang peranan penting dalam proses pembentukannya. Akibat dari kerja enzim tirosinase, tiroksin akan diubah menjadi 3,4 dihidroksifenilalanin (DOPA) kemudian oksidasi DOPA

(20)

menjadi Dopakuinon. Apabila dopakuinon berikatan dengan sistein, oksidasi sisteinildopa akan menghasilkan pheomelanin. Apabila tidak ada sistein, dopakuinon akan berubah menjadi dopakrom, kemudian dopakrom akan mengalami dekarboksilasi dan tautomerisasi menjadi eumelanin (Kindred dan Halderl., 2010).

Gambar 2.5

(21)

Gambar 2.6

Struktur Eumelanin dan Pheomelanin (Nasti dan Timares, 2015)

Enzim tirosinase dibentuk dalam ribosom, ditransfer dalam lumer retikulum endoplasma kasar, melanosit diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi. 4 tahapan yang dapat dibedakan pada pembentukan granul melanin yang matang ialah:

a. Tahap I, Sebuah vesikel dikelilingi oleh membran dan menunjukkan awal proses dari aktivitas enzim tirosinase dan pembentukan substansi granul halus pada bagian perifernya. Untaian padat elektron memiliki suatu susunan molekul tirosinase yang rapi pada sebuah matrik protein.

b. Tahap II, stuktur akan berbentuk oval dan memperlihatkan pada bagian dalam fiamen-filamen dengan jarak sekitar 10 nm, aktifitas enzim tirosinase meningkat, melanin disimpan didalam matriks protein.

(22)

c. Tahap III, terjadi peningkatan pembentukan melanin membuat struktur halus agak sulit terlihat.

d. Tahap IV, melanin telah sempurna dan matang, dengan panjang 1 μm dan diameter 4 μm, berbentuk elips.

2.5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Melanogenesis

Faktor yang dapat mempengaruhi proses melanogenesis bisa dibagi 2, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang paling sering mempengaruhi adalah paparan sinar UV dan obat-obatan, sedangkan faktor internal yang berpengaruh adalah hormon dan inflamasi (Costin dan Hearing, 2007).

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi melanogenesis antara lain yaitu : 1. Sinar UV Terhadap Produksi Melanin

Paparan sinar UV menyebabkan terjadinya pigmentasi, pigmentasi ini terjadi dengan beberapa cara yaitu peningkatan kerja enzim melanogenik, peningkatan transfer melanosom menuju keratinosit, peningkatan aktivitas dendritik sel melanosit, serta kerusakan DNA akan menstimulasi proses melanogenesis itu sendiri (Kindred dan Halder, 2010).

Melanosit serta keratinosit memiliki respon yang sangat cepat terhadap sinar UV, baik secara parakrin maupun autokrin. Paparan sinar UV menyebabkan adanya peningkatkan ekspresi proopiomelanocortin (POMC) yaitu prekursor melalui melanocyte stimulating hormone (MSH), TYR, TYRP-1, endotelin-1

(23)

(ET-1), hormon adrenokortikotropik(ACTH), Stem Cell Factor (SCF), steel factor (SLF), basic fibroblast growthfactor (bFGF), nerve growth factor (NGF), granulocyte-macrophagecolony-stimulating factor (GM-CSF), steel factor, leukemia inhibitory factor (LIF), hepatocyte growth factor (HGF), prostaglandin E2 (PGE-2) serta prostaglandinF2α (PGF2α). Sitokin, hormon dan growth factors disekresi oleh keratinosit selanjutnya bekerja sebagai sinyal parakrin yang akan ditangkap oleh reseptor permukaan sel melanosit antara lain fibroblast growth factor receptor (FGFR), granulocyte-macrophagecolony-stimulating factor receptor (GM-CSFR), reseptor endotelin B (ETBR), melanocortin-1 receptor (MC1R), reseptor prostaglandin E1 (EP1) dan reseptor prostaglandin F (FP), sehingga akan mengaktifkan mitogen activated protein kinase (MAPK), protein kinase A (PKA), protein kinase C (PKC), paxillin kinase linker (PKL), cAMP response element-binding protein (CREB), cAMP response elements (CRE), melanocyte-specific MITF isoform (MITF-M) dan microphthalmia-associated transcription factor (MITF). Proses ini akan meningkatkan sintesis dan distribusi melanin (Costin dan Hearing, 2007).

(24)

Gambar 2.7

Jalur sinyal keratinosit dan melanosit pada melanogenesis(Costin dan Hearing, 2007)

Sinar UVA akan menstimulasi pigmentasi hingga terbentuk tanning, namun efeknya hanya sementara, dibandingkan UVB yang efeknya jauh lebih lama. Sinar UVA harus bereaksi terlebih dahulu dengan fotosensitiser endogen (flavin, porfirin, melanin), sedangkan UVB dengan kuinon dan flavin, menghasilkan ROS yang pada akhirnya dapat merusak untaian tunggal DNA. Sinar UVB menstimulasi pigmentasi tidak hanya menyebabkan tanning, tapi juga menyebabkan sunburn. Delayed tanning yang dihasilkan oleh sinar UVB akan meningkatkan jumlah sel melanosit dan proses melanogenesis. Seluruh spektrum sinar UV akan bereaksi dengan target molekul didalam sel yaitu molekul kromofor. Molekul kromofor

(25)

yang akan menyerap sinar UV ini adalah basa asam nukleat yaitu purin dan pirimidin, dan protein yaitu triptofan dan tirosin (Costin dan Hearing, 2007).

Produk-produk yang dihasilkan oleh DNA setelah terpapar UVB telah banyak diteliti karena mempunyai efek terhadap terjadinya kanker kulit. Produk-produk tersebut adalah cyclobutyl pyrimidine dimers (CPDs) dan (6-4) photo products. Proses sintesis secara langsung juga dapat disebabkan oleh nitric oxide (NO), telah diketahui bahwa NO adalah massanger molecule intraseluler dan interseluler, yang akan meningkatkan cyclic guanosine monophosphate (cGMP) sehingga menstimulasi proses sintesis melanin (Costin dan Hearing, 2007).

2. Obat-Obatan Terhadap Melanin

Contoh obat-obatan yang bisa menyebabkan hiperpigmentasi kulit adalah sulfonamide dan tetrasiklin, nonsteroid anti inflammatory drugs (NSAID), diuretik dan obat-obatan psikosis. Bisa juga ditemui pada penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang dan pasien epilepsi yang mengkonsumsi hidatoin. Pada pengobatan pasien Parkinson, levodopa dapat meningkatan produksi melanin, hal ini disebabkan karena DOPA akan diubah menjadi melanin. Diketahui ada beberapa kemoterapi yang dapat menyebabkan hiperpigmentasi, yaitu cyclophosphamide, 5-flouroursil, doxorubicin, dan bleomycin, mekanisme obat-obatan kemoterapi tersebut terhadap melanin masih belum jelas diketahui, namun dari hipotesis yang ada menyebutkan bahwa kemungkinan terjadi akibat adanya toksisitas langsung dari bahan tersebut terhadap melanosit (Costin dan Hearing, 2007).

(26)

3. Hormon Terhadap Melanin

Hormon juga bisa mempengaruhi produksi dari melanin. Contohnya selama masa kehamilan terutama pada wanita hamil trimester akhir, akan mengalami peningkatan hormon seperti estrogen, progesteron dan MSH. Hormon seks dapat meningkatkan gen transkripsi yang mengkode enzim melanogenik yaitu Tyrosine dan DOPAchrome tautomerase. Sel melanosit memiliki reseptor estrogen baik di sitosol maupun inti sel, sedangkan dari hasil sebuah penelitian menyatakan bahwa hormon estrogen dapat bekerja pada sel keratinosit melalui jalur genomik dan non-genomik. Hormon estrogen akan bekerja dengan mengikat reseptornya yaitu estrogen receptors α (ERα) dan estrogen receptors β (ERβ) kemudian mengaktifkan estrogen responsive element (ERE) dan general transcription factor (GTF) untuk proliferasi dan diferensiasi sel. ERα terdapat pada jaringan reproduksi, tulang, kardiovaskuler dan otak, baik pada perempuan maupun laki-laki. Erβ juga terdapat di jaringan reproduksi, paru-paru, kandung kemih, jantung, ginjal dan kulit. Estrogen memiliki fungsi yang berbeda-beda berdasarkan tipe sel yaitu keratinosit, fibroblas dan melanosit. Pada keratinosit, estrogen akan menstimulasi proliferasi sel keratinosit, yang juga akan meningkatkan sekresi GM-CSF (Costin dan Hearing, 2007).

4. Penuaan Terhadap Melanin

Bertambahnya usia manusia akan menyebabkan jumlah sel melanosit berkurang 10-20% per tahun. Berkurangnya jumlah sel melanosit ini bisa terjadi di area yang

(27)

terpapar maupun yang tidak terpapar oleh sinar matahari dan diikuti dengan menurunnya vaskularisasi pada kulit sehingga kulit terlihat lebih pucat. Selama manusia hidup, tidak lepas dari paparan sinar UV pada kulitnya, sehingga akumulasi dari paparan tersebut akan membuat bagian-bagian tertentu dari sel melanosit mengalami peningkatan densitas dan menyebabkan berbagai kelainan pada kulit (Costin dan Hearing, 2007).

5. Inflamasi Terhadap Melanin

Adanya proses inflamasi pada kulit akan menstimulasi keratinosit, melanosit dan sel-sel inflamasi lainnya untuk memproduksi sitokin dan mediator inflamasi, seperti leukotrien (LT), prostaglandin (PG) dan tromboksan (TXB). Mediator-mediator inflamasi ini akan mengakibatkan meningkatkan sintesis melanin serta distribusinya. Dari penelitian didapatkan bahwa sel melanosit memiliki reseptor produk-produk inflamasi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya post inflammatory hyperpigmentation ( Kindred dan Halder,2010).

2.6 Kelainan Pigmentasi Kulit

Kelainan pigmentasi pada kulit dapat di kelompokan menjadi enam jenis yaitu : 2.6.1 Freckles ( Efelid )

Freckles merupakan bercak pigmentasi yang berwarna coklat terang dengan ukuran lebih kecil dari lentigo serta permukaannya rata dengan kulit. Biasanya terdapat di daerah kulit yang terpapar sinar matahari. Perbedaan lentigo dengan

(28)

freckles terletak pada sel melanosit normal akan tetapi produksi pigmen melanin meningkat di lapisan basal epidermal (Lapeere dkk., 2008).

2.6.2 Lentigo

Lentigo disebut juga lentigo solaris atau liver spots adalah makula berpigmen, ukurannya kecil, berbatas tegas dan dikelilingi oleh kulit normal. Biasanya mengenai usia lanjut. Mekanisme kerja lentigo yaitu adanya proliferasi melanosit yang terdapat pada daerah dermo-epidermal junction. Mula–mula akan tampak bercak kecil dengan ukuran kurang dari 1 mm, berwarna coklat muda sampai kehitaman, semakin membesar, tersebar sampai ukuran beberapa sentimeter. Biasanya timbul di daerah yang sering terpapar sinar matahari seperti wajah, punggung tangan, lengan serta punggung (Goichnik dkk., 2008).

2.6.3 Melasma

Melasma paling sering muncul di daerah yang terpapar sinar matahari seperti wajah. Hal ini disebabkan karena pada daerah wajah memiliki jumlah melanosit epidermal yang lebih banyak dibanding bagian tubuh lainnya. Gambaran klinis akan tampak bercak bentuk ireguler, warna coklat muda sampai coklat tua dengan batas tegas dan biasanya simetris. Terdapat 3 macam pola distribusi melasma yaitu sentrofasial (63% : dahi, hidung, dagu, di atas bibir), malar (21% : hidung dan pipi), dan mandibular (16% : ramus mandibula). Dengan pemeriksaan lampu Wood kita dapat mengklasifikasikan melasma menjadi tipe epidermal, dermal dan campuran, namun sebagian besar

(29)

melasma memiliki distribusi melanin di epidermis bagian basal dan dermis (Lapeere dkk., 2008).

2.6.4 Melanoma Maligna

Melanoma maligna merupakan tumor yang berasal dari sel melanosit. Melanoma maligna mempunyai 3 bentuk yaitu lentigo maligna melanoma, superficial spreading melanoma, dan nodular melanoma. Faktor resiko terjadinya melanoma maligna yaitu riwayat sunburn berlebih, terutama pada ras kulit putih. Sebanyak 40-70% melanoma maligna timbul secara de novo, sedangkan kurang dari 40% yang timbul dari nevi (Campoli dan Walsh, 2011). 2.6.5 Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi

Hiperpigmentasi pasca inflamasi banyak terjadi tertama pada kulit berwarna gelap. Keadaan ini disebabkan oleh meningkatnya sintesis melanin sebagai respon peradangan dan inkontinensia pigmen, yaitu terperangkapnya pigmen melanin di dalam makrofag pada bagian atas dermis.

Hiperpigmentasi pasca inflamasi bisa terjadi disebabkan oleh obat, reaksi fototoksis, infeksi, trauma dan alergi. Gambaran klinisnya berupa makula hiperpigmentasi. Gambaran histologi bisa didapatkan timbunan pigmen dengan akumulasi melanophages dan peningkatan melanin di lapisan dermal atau epidermal (Laperee dkk., 2008).

2.6.6 Okronosis

Okronosis disebabkan oleh penggunaan obat-obatan yang akan membentuk substansi lir asam homogentistik polimer selama metabolismenya. Okronosis

(30)

merupakan hiperpigmentasi asimptomatik pada wajah, bagian belakang leher, punggung dan tungkai. Penyebab paling banyak yaitu pengunaan hidrokuinon dalam jangka waktu yang panjang dan konsentrasi yang tinggi. Okronosis eksogen biasanya terjadi setelah penggunaan anti malaria, produk mengandung resorsinol, fenol, air raksa, dan picric acid (Lapeere dkk., 2008).

2.7 Faktor – Faktor yang Menghambat Melanogenesis

Penghambat melanogenesis banyak digunakan sebagai bahan aktif dari produk perawatan kulit. Mekanisme kerja antihiperpigmentasi dapat melalui penghambat enzim tirosinase, penghambat transfer melanosom, agen sititoksik terhadap melanosit dan antioksidan (Baumann dan Allemann, 2009).

Faktor-faktor penghambat melanogenesis yaitu : 2.7.1 Penghambat enzim tirosinase

Menurut Baumann dan Alleman (2009) bahan-bahan yang berfungsi penghambat enzim tirosinase antara lain :

1. Hidrokuinon (HQ), merupakan gold standart antihiperpigmentasi. Hidrokuinon mempunyai mekanisme kerja menghambat kerja enzim tirosinase, merusak sel melanosit langsung, mempercepat degradasi melanosom, serta menghambat sintesis enzim melanogenesis (Bruce, 2013).

2. Aloesin, senyawa kimia C-glycosylated chromone ini berasal dari tanaman aloe vera. Senyawa ini bisa menghambat enzim tirosinase dengan cara,yaitu

(31)

menghambat hidroksilasi tirosin menjadi DOPA dan oksidasi DOPA menjadi DOPAkuinon. Efek inhibisinya lebih kuat dibanding arbutin dan asam kojik. 3. Arbutin, senyawa kimia β-D-glucopyranoside merupakan sebuah molekul

hidrokuinon yang berikatan dengan glukosa. Mekanisme kerjanya sebagai penghambat reversibel aktivitas enzim tirosinase di dalam melanosit daripada penurun sintesis enzim tirosinase itu sendiri.

4. Flavonoid, merupakan turunan benzopyrane yang memiliki cincin fenol dan cincin pyrane, lebih dari 4000 flavonoid telah diidentifikasikan dari berbagai tanaman. Sinar UVB di lapisan epidermis dapat menghasilkan ROS terutama dari proses lipid peroksidase membran keratinosit dan melanosit. Flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal radikal bebas ini, sehingga proses melanogenesis yang dipicu oleh adanya ROS dapat dihambat dan dinetralisir.

5. Asam kojik, merupakan metabolit jamur seperti Aspergillus, Acetobacter dan Penicillium. Asam kojik akan mengikat copper sehingga dapat menghambat aktivitas enzim tirosinase. Asam kojik memiliki efek pengawet dan antibiotik sehingga bahan ini banyak digunakan pada kosmetik karena sifatnya yang lebih stabil.

6. Hidrokumarin, merupakan senyawa kumarin yang bekerja langsung pada enzim tirosinase sehingga menghambat melanogenesis dan juga menghambat sintesis glutation. Kombinasi antara hidrokumarin dengan vitamin E dapat mencegah

(32)

hiperpigmentasi dengan bekerja sebagai penetralisir radikal bebas.

2.7.2 Penghambat Transfer Melanosom

Menurut Gu dkk (2014) bahan-bahan yang berperan dalam menghambat transfer melanosom antara lain :

a. Niasinamid, disebut juga nikotinamid merupakan zat aktif dari vitamin B3. Niasinamid memiliki efek antiinflamasi, antioksidan dan imunomodulator. Niasinamid dapat menurunkan pigmentasi kulit hingga 24%.

b. Kedelai, memiliki protein yang dapat mencerahkan kulit yaitu soybean trypsininhibitor (STI) dan Bowman-Birk inhibitor (BBI). Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat aktivitas PAR-2 sehingga melanosom tidak dapat ditransfer ke dalam keratinosit sehingga dapat menurunkan kelainan pigmentasi hingga 69%.

2.7.3 Agen Sitotoksik Terhadap Melanosit

Bahan-bahan yang bersifat sitotoksik terhadap melanosit antara lain:

a. Asam azeleat, banyak terdapat pada biji-bijian seperti gandum dan barley. Asam azeleat ini secara klinis telah terbukti dapat mengurangi hiperpigmentasi, walaupun mekanisme kerjanya masih belum diketahui dengan jelas. Hipotesis menyatakan bahwa asam azeleat memiliki kemampuan menghambat produksi energi sintesis DNA melanosit sehingga

(33)

mampu menurunkan proliferasi melanosit, dan juga secara parsial dapat menghambat enzim tirosinase (Baumann dan Allemann, 2009).

b. Monobenzon, merupakan bentuk monobenzil eter dari hidrokuinin yang mempunyai cara kerja dengan menghacurkan melanosit sehingga akan terbentuk depigmentasi secara permanen. Biasanya cara kerja ini banyak digunakan dalam perawatan pasien vitiligo, sehingga warna kulit dapat menjadi putih merata (Rordam dkk., 2012).

2.7.4 Antioksidan

Antioksidan adalah molekul yang dapat menangkap molekul radikal bebas sehingga menghambat atau menghentikan reaksi oksidatif. Oksidatif adalah reaksi kimia yang dapat menghasilkan radikal bebas, sehingga memicu reaksi berantai yang dapat merusak sel (Halliwell dan Guttridge, 2007).

Antioksidan berpengaruh pada regulasi sintesis melanin sehingga menghambat terjadinya hiperpigmentasi. Antioksidan mencegah pembentukan prostaglandin sehingga mencegah terjadinya inflamasi dan aktivitas enzim tirosinase (Baumann dan Allemann, 2009).

Beberapa antioksidan yang telah terbukti memiliki efek antipigmentasi antara lain:

1. Vitamin C, antioksidan ini bekerja menghambat pembentukan melanin dengan menurunkan oksidasi melanin dan mencegah DOPAkuinon kembali menjadi

(34)

DOPA, tetapi karena ketidakstabilan dari senyawa ini maka penggunaannya masih dipertanyakan.

2. Vitamin E, senyawa α-tocopherol dapat menghambat melanogenesis dengan cara menghambat aktivitas hidroksilasi enzim tirosin. Efek inhibisi vitamin E ini lebih tinggi dibanding arbutin dan asam kojik.

3. Green Tea, antioksidan ini sering digunakan baik secara oral maupun topikal. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat jalur mitogen activated protein kinase (MAPK), Ras dan activator protein 1 (AP-1), sehingga dapat mencegah sunburn, imunosupresi dan photoaging.

4. Alpha Lipoic Acid (ALA), senyawa ini larut dalam air dan lipid, sehingga dapat bekerja pada tingkat membran sel maupun dalam sel. ALA dapat menghambat kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh sinar UV, dan mengikat copper sehingga menurunkan pembentukan melanin. Pada tingkat inti sel, ALA dapat memblok gen microphthalmia-associated transcription factor (MITF) sehingga melanin tidak terbentuk.

2.8 Hidrokuinon

Hidrokuinon (HQ) secara alami banyak ditemukan dalam sayuran, buah-buahan (blueberry, cranberry), biji-bijian (gandum), teh, kopi dan minuman anggur merah. Hidrokuinon adalah senyawa fenolik yang menurunkan produksi melanin secara reversibel dengan menghambat oksidasi tyrosine menjadi L-3,4-

(35)

dihydroxyphenylalanine dengan menekan aktivitas tyrosinase dan melanosome selektif yang akan merusak melanosit (Chandra dkk., 2012).

2.8.1 Farmakodinamik

Hidrokuinon menurunkan glutathione dan akan menyebabkan kerusakan pada oksidatif membran lipid dan protein. Hidrokuinon juga memodifikasi pembentukan melanosom atau menghambat sintesis RNA dan DNA dengan degradasi melanosom dan destruksi melanosit secara bersamaan. Hidrokuinon mempunyai efek depigmentasi dengan menghambat enzym tyrosinase hingga 90% dan mencegah terbentuknya melanosom serta bersifat sitotoksik terhadap melanosit. Hidrokuinon akan bekerja menurunkan oksidasi enzymatik dari tyrosinase dan oksidasi fenol, yang akan menghambat produksi melanin dengan cara menghambat golongan sulfidril dan bertindak sebagai substrak untuk tyrosinase (Tse, 2010).

2.8.2 Efek Samping

Efek samping hidrokuinon dapat menyebabkan iritasi lokal, dermatitis kontak, perubahan warna kuku, leukoderma, okronosis dan efek halo (Chandra dkk, 2010). Berdasarkan penelitian yang sudah pernah ada, hidrokuinon dapat menyebabkan toksisitas akut serta kronis, kelainan pada ginjal (nephropathy), proliferasi sel, dan bisa berpotensi karsinogenik dan teratogenik. Efek samping akut bisa berupa dermatitis kontak iritan, hiperpigmentasi postinflamasi dan perubahan warna kuku. Untuk efek samping kronis biasanya berupa okronosis eksogen yang biasa mengenai daerah wajah seperti pipi, dahi dan daerah periorbital. Untuk menghindari efek

(36)

samping ini, biasanya menggunaan hidrokuinon harus diawasi dan dimonitor setiap 3 bulan, dan apabila ada tanda-tanda terjadinya efek samping, maka penggunaan hidrokuinon harus dihentikan setidaknya 1 bulan lalu pasien diperiksa lebih lanjut dengan biopsi (Tse, 2010).

2.9 Kacang Merah

Adapun klasifikasi kacang merah menurut rukmana (2009) adalah sebagai berikut : Regnum : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermaeh Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Leguminales Famili : Leguminoceae Subfamili : Papillionaceae Genus : Phaseolus

Spesies : Phaseolus vulgaris L

Kacang merah (Phaseolus Vulgaris L) merupakan tipe tumbuhan yang tegak (tidak merambat) dan umumnya dipanen polong tua sehinga disebut bush bean. Tanaman ini bisa tumbuh tinggi mencapai sekitar 3,5 meter sampai 4,5 meter. Kacang merah dapat tumbuh baik pada daerah berhawa dingin atau basah dengan ketinggian antara 1.400 meter hingga 2.000 meter diatas permukaan laut. Temperatur

(37)

yang dibutuhkan kacang merah untuk tumbuh sekitar 16 derajat celcius hingga 27 derajat celcius. Daerah yang dikenal sebagai penghasil kacang merah di Indonesia antara lain Lembang, Cipanas, Batu Malang dan Pulau Lombok. Kacang merah adalah jenis kacang-kacangan yang mudah didapat, dijual di pasar-pasar tradisional, harganya reatif murah dan memiliki serat cukup tinggi. Kacang merah juga mempunya susunan asam amino esensial yang lengkap. Kandungan protein dari kacang merah (23,1) lebih tinggi dibandingkan dengan daing sapi (18,8) dan ayam (18,2), udang segar (21,0) per 100 gram bahan makanan (Wardani, 2016)

Gambar 2.8

Kacang Merah ( Phaseols vulgaris L )

2.9.1 Kandungan Zat Kacang Merah

Kacang merah memiliki kandungan kimia berupa, vitamin C, antioksidan, fenol, tannin dan flavonoid. Adapun hasil analisis ekstrak etanol kacang merah di UPT. Laboratorium Analitik Universitas Udayana (Lampiran 1) yaitu:

(38)

Tabel 2.2 Hasil Analisis Ekstrak Kacang Merah Sampel Vitamin C (mg/100gr) Flavonoid (mg/100gr QE) Fenol (mg/100gr GAE) Tanin (mg/100gr TAE) Antioksidan (mg/L GAEAC) Ekstrak Kacang Merah 799,35 1188,29 1147,08 158,43 944,54 Keterangan: QE : Quercetine equivalent GAE : Gallic acid equivalent TAE : Tannic acid equivalent

GAEAC : Gallic acid equivalent antioxidant capacity

2.9.1.1 Flavonoid

Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi. Flavonoid berperan penting dalam memberikan rasa dan warna pada buah dan sayur. Kandungan senyawa flavonoid dalam tanaman sangat rendah, sekitar 0.25%. Komponen tersebut pada umumnya terdapat dalam keadaan terikat atau terkonjugasi dengan senyawa gula. Flavonoid secara alami juga dilaporkan sebagai derivat benzo-γ-pirene. Polifenol mempunyai cincin fenol multiple dalam strukturnya dan flavonoid mempunyai tiga cincin dalam strukturnya (Suen dkk., 2016)

(39)

Flavonoid bertindak sebagai antioksidan dikarenakan memiliki gugus hidroksil yang dapat mendonorkan atom hidrogen kepada senyawa radikal bebas dan menstabilkan ROS. Secara in vitro, senyawa flavonoid telah terbukti mempunyai efek biologis yang sangat kuat. Sebagai antioksidan, flavonoid dapat menghambat penggumpalan keping-keping sel darah, merangsang produksi nitrit oksidan yang dapat melebarkan (relaksasi) pembuluh darah, dan juga menghambat pertumbuhan sel kanker. Di samping berpotensi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas (free radical scavenger), flavonoid juga memiliki beberapa sifat seperti hepatoprotektif, antitrombotik, antiinflamasi, dan antivirus. Sifat antiradikal flavonoid terutama terhadap radikal hidroksil, anion superoksida, radikal peroksil, dan alkoksil. Senyawa flavonoid ini memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap ion Fe (Fe diketahui dapat mengatalisis beberapa proses yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas). Aktivitas anti peroksidatif flavonoid ditunjukkan melalui potensinya sebagai pengkelat Fe (Suen dkk., 2016).

Pada kacang merah, didapatkan flavonoid isoflavon dan proantosianidin. Isoflavon merupakan jenis flavonoid yang paling umum ditemukan pada kacang-kacangan, seperti kedelai, kacang hitam, kacang merah, dan kacang hijau. Isoflavon juga diketahui memiliki potensi untuk mencegah penyakit kronik seperti kardiovaskular dan kanker (Saewan dan Jimtaisong, 2013)

Antosianin merupakan pigmen yang bertanggung jawab terhadap warna pada buah, sayur, biji-bijian dan bunga. Antosianin termasuk kategori flavonoid, yang

(40)

dalam penelitian memiliki kekuatan 150 kali lebih besar dari flavonoid dimana kurang lebih 4.000 jenis flavonoid yang sudah teridentifikasi. Antosianin mempunyai sifat antioksidan dan sebagai penghambat enzim tirosinase. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa selain sebagai antioksidan, antosianin juga mempunyai efek anti-inflamasi, efek anti-diabetik, anti-kanker, dan dapat memperbaiki profil lipid darah dan memiliki efek vasoprotektif (Wrolstad, 2001).

Antosianin melindungi dengan berbagai cara :

1. Menetralkan enzim yang menghancurkan jaringan ikat

2. Kapasitas antioksidan yaitu mencegah oksidan dari kerusakan jaringan ikat, memperbaiki kerusakan protein pada dinding pembuluh darah. 3. Mempunyai kemampuan mencegah reaksi alergi.

4. Melindungi vitamin E dan carotenoid dalam partikel LDL dari oksidasi (Miguel, 2011)

Ada 3 macam antosianin pada kacang merah yaitu pelargonidin 3-O-β-D-glucoside (P3G), cyanidin 3-O-β-D-3-O-β-D-glucoside (C3G) dan delphinidin 3-O-β-D- glucoside (D3G). Dengan pemeriksaan metode pemeriksaan spektroskopik, antosianin ini memliki efek sebagai penghambat enzim tirosinase yang baik. Untuk efek penghambat enzim tirosinase paling kuat adalah oleh C3G dan yang terlemah adalah P3G ( Tsuda dan Osawa, 1997).

Cyanidin 3-O-β-D-glucoside merupakan antosianin yang paling umum kita temukan pada bahan-bahan alami. Sifatnya sebagai penghambat enzim tirosinase

(41)

sehingga antosianin ini dapat mencegah terbentuknya ROS dari paparan sinar UVA maupun sinar UVB.

Gambar 2.9

Struktur Flavonoid Kacang Merah ( Tsuda dan Osawa, 1997 ) 2.9.1.2 Fenol

Fenol mempunyai efek melindungi kulit dari radiasi sinar UV. Polifenol mempunyai efek antiinflamasi, imunomodulator, memperbaiki DNA yang rusak dan memperbaiki fungsi sel. Oleh karena fungsinya ini maka polifenol dapat menghambat terjadinya proses melanogenesis sehingga peningkatan jumlah melanin tidak terjadi. 2.9.1.3 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air (aqueous antioxidant), banyak ditemukan dalam buah-buahan. Senyawa ini, merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh pada senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Dalam keadaan murni, vitamin C berbentuk kristal putih dengan berat

(42)

molekul 176,13 dan rumus molekul C6H606. Sebagai antioksidan, vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu. Selain itu, vitamin C juga dapat menyumbangkan elektron, ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler. Oleh karena itu, kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas penting dalam menjaga integritas membran sel.

Vitamin C saat diluar dari sel mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron ke dalam tokoferol teroksidasi dan mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan. Pada umumnya, penggunaan vitamin C sebagai antioksidan berkombinasi dengan sumber antioksidan lain.

2.9.1.4 Tanin

Tanin adalah senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada beberapa tanaman, sifatnya dapat larut dalam air, gliserol, alkohol, dan hidroalkohol, namun tidak larut dalam benzene dan eter. Tanin mampu mengikat protein, sehingga protein pada tanaman dapat resisten terhadap degradasi oleh enzim protease. Tanin selain mengikat protein juga bersifat melindungi protein dari degradasi enzim mikroba maupun enzim protease pada tanaman (Ignat dkk., 2011), sehingga tanin sangat bermanfaat dalam menjaga kualitas silase. Tanin merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam senyawa polifenol (Deaville dkk., 2010). Tanin mempunyai kemampuan mengendapkan protein, karena tanin mengandung sejumlah kelompok ikatan fungsional yang kuat dengan molekul protein yang selanjutnya akan

(43)

menghasilkan ikatan silang yang besar dan komplek yaitu protein tanin. Tanin bersifat sebagai antioksidan dan juga mempunyai kemampuan sebagai anti tirosinase (Feng dkk., 2014).

2.9.2 Mekanisme flavonoid sebagai antioksidan

Paparan sinar UVB dapat menghasilkan ROS pada lapisan epidermis yang terjadi dari proses lipid peroksidase membran keratinosit dan melanosit. Flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan untuk menangkal terbentuknya radikal bebas, sehingga proses melanogenesis yang distimulasi oleh adanya ROS dapat dihambat dan dinetralisir (Baumann dan Alleman, 2009).

2.9.3 Mekanisme flavonoid sebagai Thyrosinase inhibitor

Enzim tirosinase (monofenol monooksidase) adalah enzim yang mengandung cooper dengan aktivitas kimia sebagai katalisator proses hidroksilasi orto-monofenol menjadi difenol dan katalisator proses oksidasi difensol menjadi orto-kuinon. Penghambat enzim tirosinase dibagi menjadi 4 group, yaitu :

1. Competitive Thyrosinase Inhibitors, merupakan zat yang dapat berikatan dengan free enzyme sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substratnya, contoh zat ini adalah cooper chelator, non metabolized analog dan turunan substrat itu sendiri.

(44)

2. Uncompetitive Tyrosinase Inhibitors, merupakan zat yang hanya akan berikatan dengan kompleks enzim-substrat.

3. Mixed Tyrosinase Inhibitors, merupakan kombinasi antara competitive dan uncompetitive, tetapi dengan perbandingan yang tidak sama.

4. Non competitive Tyrosinase Inhibitors, merupakan kombinasi seimbang antara competitive dengan uncompetitive inhibitors (Zwergel dkk., 2011).

Gambar 2.10

Mekanisme Flavonoid, Vitamin C , Tanin dalam Menghambat Pembentukan Melanin TANIN

(45)

Keterangan: Tirosinase merupakan enzim yang mengkatalisis terjadinya melanin ( Pheomelanin dan Eumelanin ). Apabila kerja enzim tirosinase dihambat maka sintesis melanin tidak akan terjadi.

2.10 Krim

Krim merupakan emulsi setengah padat atau cairan kental. Jenis krim ada dua, yaitu air dalam minyak dan minyak dalam air. Krim pada dasarnya merupakan salep yang kadar minyaknya telah dikurangi dengan penambahan air sehingga berfungsi sebagai emulsi (Mahalingam dkk., 2008).

Saat ini produk-produk kosmetik seperti krim banyak ditambahkan dengan zat antioksidan. Antioksidan topikal ini berfungsi untuk menekan efek ROS pada kulit sehingga bisa menekan atau mencegah terjadinya proses melanogenesis. Basis krim minyak dalam air menjadi pilihan antioksidan topikal karena stabil, mudah menyerap serta mudah dihapus (Dreher dan Maibach, 2011).

2.11 Marmut (Cavia porcellus)

Penggunaan marmut sebagai hewan coba harus sesuai dengan etika yang berlaku. Sesuai dengan hasil lokakarya Pembentukan Panitia Etik Penelitian Kedokteran Tahun 1986 disebutkan bila percobaan menimbulkan sesuatu yang lebih dari sekedar rasa nyeri atau penderitaan ringan dalam waktu singkat, harus dilakukan dengan premedikasi yang memadai dan dianestesi sesuai dengan praktik kedokteran hewan yang lazim. Hal lainnya yang harus diperhatikan ialah pada akhir percobaan,

(46)

hewan yang akan menanggung nyeri hebat atau kronik penderitaan, rasa tidak enak, cacat yang tidak dapat disembuhkan, harus dibunuh dengan cara yang layak (Fatchiyah, 2013).

Alasan pemilihan marmut karena secara biologis mirip marmut dengan manusia dan memiliki pigmen melanin baik dari jenis eumelanin dan pheomelanin, tetapi ada juga yang tidak memiliki melanin atau albino. Marmut lebih penakut dibandingkan mencit atau kelinci, jarang menggigit, marmut juga mempunyai proporsi berat badan dan kaki yang tidak sebanding, sehingga walaupun dipelihara secara berkelompok mereka tidak mudah untuk melarikan diri. Berat lahir marmut sekitar 75-100 gram, berat usia dewasa betina 450 gram dan jantan 500 gram (Suryanto, 2012).

Klasifikasi Marmut adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Mammalia Order : Rodentia Suborder : Hystricomorpha Family : Caviidae Subfamily : Caviinae Genus : Cavia

(47)

Gambar 2.11 Marmut (Cavia porcellus)

Gambar

Tabel 2.1   Skala Fitzpatrick
Tabel 2.2 Hasil Analisis Ekstrak Kacang Merah  Sampel  Vitamin C  (mg/100gr)  Flavonoid  (mg/100gr  QE)  Fenol  (mg/100gr GAE)  Tanin  (mg/100gr TAE)  Antioksidan (mg/L GAEAC)  Ekstrak  Kacang  Merah  799,35  1188,29  1147,08  158,43  944,54  Keterangan:
Gambar 2.11  Marmut (Cavia porcellus)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan studi Harahap (2017) mengatakan bahwa distribusi berdasarkan kepatuhan diet cairan adalah sebagian besar tidak patuh sebanyak 65

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi dengan Judul PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN PENDEKATAN INTERACTIVE CONCEPTUAL INSTRUCTION PADA KONSEP GAYA SISWA KELAS

Berangkat dari permasalahan di atas, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: “Mengapa pemerintah Perancis tetap mengambil kebijakan mendeportasi Etnis

Perpustakaan Keliling dari Perpustakaan dan Arsip Daerah Jawa Tengah. memiliki 4 mobil untuk operasional perpustakaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi amilum kulit pisang, SSG dan interaksinya terhadap mutu fisik granul pembawa, mengetahui pengaruh granul

mendemonstrasikan dan memvisualisasikan konsep-konsep matematika tertentu, 2) sebagai alat bantu konstruksi, dalam pembelajaran geogebra digunakan untuk memvisualisasikan

Berdasarkan uraian di atas, menurut Pemerintah ketentuan Pasal 98 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2)

untuk mencapai setting point tersebut adalah 159 detik. Waktu yang diperlukan untuk mencapai setting point baru ketika setting point naik relatif lebih cepat karena