• Tidak ada hasil yang ditemukan

Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Korespondensi: Dewi Kartikaningsih

Email: d_kartika_n@yahoo.com Hp: +62 813-5512-5216

Meningkatnya Kadar Malondialdehid Serum Setelah Dilakukan

Rehabilitasi Paru Menurunkan Depresi Serta Meningkatkan

Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Dewi Kartikaningsih1, Susanthy Djajalaksana1, Moch. Ridwan2, Harun Al Rasyid3

1Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang 2Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang

3Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang

Abstrak

Latar Belakang: Depresi merupakan komorbid utama pasien PPOK dan berhubungan dengan penurunan status kesehatan. Sampai saat

ini belum ada penelitian terapi rehabilitasi paru dihubungkan dengan efek stres oksidatif pada pasien PPOK dengan komorbid depresi. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan pengaruh program rehabilitasi paru terhadap kadar malondialdehid serum serta kualitas hidup pasien PPOK dengan depresi.

Metode: Penelitian klinis dengan metode quasi-experimental pada pasien PPOK dengan depresi di Poli Paru RSUP dr. Saiful Anwar, Malang

dari bulan Juni 2013-April 2014. Limabelas pasien pada kelompok perlakuan diberikan rehabilitasi paru selama 8 minggu, dan 15 pasien sebagai kelompok kontrol. Pada awal bulan pertama, akhir bulan kedua, dan akhir bulan ketiga, dilakukan pengukuran SGRQ-C dan BDI, serta diambil sampel darah untuk pengukuran kadar malondialdehid serum.

Hasil: Terjadi peningkatan kadar malondialdehid serum setelah dilakukan rehabilitasi paru pada kelompok perlakuan (p=0.001). Terdapat

hubungan signifikan antara kadar malondialdehid dengan tingkat depresi pada kelompok kontrol (p= 0,015) maupun perlakuan (p= 0,010). Juga terdapat hubungan signifikan antara kadar malondialdehid dengan kualitas hidup pada kelompok kontrol (p=0.042) maupun perlakuan (p=0.015), serta pengaruh rehabilitasi paru terhadap parameter impact SGRQ-C (p= 0.004).

Kesimpulan: Rehabilitasi paru meningkatkan kadar malondialdehid serum, menurunkan tingkat depresi, serta meningkatkan kualitas

hidup pasien PPOK dengan komorbid depresi. (J Respir Indo. 2015; 35: 211-7) Kata kunci: Rehabilitasi paru, PPOK, Depresi, Malondialdehid, SGRQ-C

Increase of Malondialdehyde Serum Level After Pulmonary

Rehabilitation Reduce Depression and Improve Quality of Life in

Chronic Obstructive Pulmonary Disease Patients

Abstract

Background: Depression is a major comorbid for COPD patients and associated with decline in health status. Until now, there is no

research of pulmonary rehabilitation therapies associated with oxidative stress in COPD patients with depression. The purpose of this study is to prove the influence of pulmonary rehabilitation programs toward malondialdehyde serum level and quality of life in COPD patients with depression.

Methods: Clinical study by quasi-experimental in COPD patients with depression. Fifteen patients in case group underwent pulmonary

rehabilitation programs for 8 weeks, and 15 patients were taken as control group. At early of the first month, and the end of second and third month, SGRQ-C and BDI measurement was performed, and blood samples were taken to measure malondialdehyde serum level.

Results: Serum malondialdehyde level significantly increased after pulmonary rehabilitation in case group (p=0.001). There was

significant relationship between malondialdehyde level and depression in control group (p=0.015) and case group (p=0.010), and between malondialdehyde level and quality of life in control group (p=0.042) and case group (p=0.010), accompanied with influence of pulmonary rehabilitation on impact parameter of SGRQ-C (p=0.004).

Conclusion: Pulmonary rehabilitation programs increased serum malondialdehyde level, reduced depression, and improved quality of life

in COPD patients with depression. (J Respir Indo. 2015; 35: 211-7)

(2)

PENDAHULUAN

Depresi merupakan komorbid utama pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan prevalensi 10–42%.1 Penelitian pasien PPOK oleh

Kandowangko dkk. dan Setyawan dkk. di RS Saiful Anwar Malang, mendapatkan depresi pada seluruh subjek penelitian.2,3

Rehabilitasi paru pada penderita PPOK bertujuan untuk mengontrol, mengurangi gejala, dan meningkatkan kapasitas fungsional, sehingga dapat hidup mandiri. Rehabilitasi paru mencakup usaha yang holistik untuk memulihkan keadaan pasien.4

Penyakit paru obstruktif kronik tidak hanya menyebabkan respons inflamasi paru yang abnormal tapi juga menimbulkan inflamasi sistemik termasuk stres oksidatif sistemik. Stres oksidatif terjadi jika

reactive oxygen species (ROS) tidak adekuat diambil

oleh antioksidan dan dapat menyebabkan terjadinya proses peroksidasi pada fosfolipid membran sel dan kerusakan DNA, sehingga menghasilkan malon dial­ dehid. Malondialdehid merupakan produk perok sidasi lemak yang menyebar dari daerah inflamasi menuju sirkulasi dan bisa diukur kadarnya dalam darah.5

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa program rehabilitasi paru mempengaruhi kadar malondialdehid serum sebagai penanda stres oksidatif pada pasien PPOK dengan komorbid depresi, karena sampai saat ini belum ada penelitian tentang hal ini.

METODE

Desain penelitian berupa penelitian klinis dengan metode quasi-experimental. Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2013 sampai dengan April 2014. Subjek penelitian adalah pasien PPOK yang datang di Poli Paru Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi terdiri dari: Pasien PPOK populasi A, B, C atau D; mendapat terapi PPOK sesuai standar GOLD 2013; mempunyai komorbid depresi menurut penilaian kuesioner Beck Depression

Inventory (BDI); laki­laki usia 45–80 tahun dengan

riwayat merokok atau perokok minimal 10 pack years;

tidak mengalami eksaserbasi minimal 2 minggu saat pemeriksaan kunjungan pertama; bersedia mengikuti penelitian ini dan menandatangani informed consent.

Kriteria eksklusi meliputi: Pasien PPOK dengan penyakit paru lain, seperti TB paru aktif, kanker paru, dll.; terapi oksigen jangka panjang; terdapat gangguan neurologis atau kardiovaskular berat yang mempengaruhi perlakuan program rehabilitasi paru; terdapat kontraindikasi untuk dilakukan program rehabilitasi medik.

Penelitian ini melibatkan 30 subjek penelitian yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pada kelompok perlakuan dilakukan program rehabilitasi paru selama 8 minggu (minimal 16 kali pertemuan) berupa: latihan fleksibilitas, latihan pernafasan, latihan ekstremitas atas, dan latihan ekstremitas bawah. Pada kelompok kontrol tidak dilakukan program rehabilitasi paru.

Pada setiap subjek penelitian dilakukan pemeriksaan fisik, laboratorium, foto toraks, dan faal paru. Masing­masing subjek mengisi kuesioner COPD

Assesment Test (CAT), Modified Medical Research Council Dyspnea Scale (mMRC), St. George Res-piratory Questionnaire–shorter version (SGRQ­C),

BDI, dan dilakukan pengambilan sampel darah vena untuk pemeriksaan kadar serum malondialdehid meng­ gunakan teknik ELISA. Pemeriksaan dilakukan pada awal bulan ke­1, akhir bulan ke­2, dan akhir bulan ke­3.

Data yang diperoleh dicatat pada lembar penelitian dan dianalisis dengan uji statistik repeated ANOVA, t-test, dan uji korelasi.

HASIL

Karakteristik subjek penelitian yang terbagi menjadi kelompok kontrol (15 orang) dan kelompok perlakuan (15 orang) bisa dilihat pada Tabel 1.

Pada kelompok perlakuan, dengan uji beda (repeated ANOVA) dan didapatkan perbedaan yang signifikan (p = 0,001) antara kadar malondialdehid serum sebelum dan sesudah dilakukan program rehabilitasi paru, yaitu terjadi peningkatan kadar malondialdehid dari 11,145 nmol/mL pada awal bulan ke­1 menjadi 17,779 nmol/mL pada akhir bulan ke­2.

(3)

Pada kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Selain itu, pada kelompok perlakuan juga terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0,029) antara skor BDI sebelum dan sesudah dilakukan program rehabilitasi paru, yaitu terjadi penurunan skor BDI dari 13,867 pada awal bulan ke­1 menjadi 7,000 pada akhir bulan ke­3. Hal ini menunjukkan penurunan tingkat depresi yang signifikan setelah dilakukan rehabilitasi paru. Pada kelompok kontrol perbedaannya tidak signifikan.

Skor SGRQ­C pada kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan signifikan (p = 0,004), antara awal bulan ke­1 dengan akhir bulan ke­2, dan antara awal bulan ke­1 dengan akhir bulan ke­ 3, yaitu terjadi penurunan skor SGRQ­C parameter

impact dari 529,847 menjadi 430,020, sehingga bisa

disimpulkan bahwa terdapat perbaikan kualitas hidup yang signifikan pada skor SGRQ-C parameter impact setelah dilakukan program rehabilitasi paru. Pada kelompok kontrol perbedaannya tidak signifikan.

Analisis hubungan antara kadar serum malondiladehid dan skor BDI menggunakan uji korelasi pada kelompok perlakuan mendapatkan nilai korelasi pada awal bulan ke­1 sebesar 0,774; akhir bulan ke­2 sebesar 0,782; dan akhir bulan ke­3 sebesar 0,643. Pada kelompok kontrol, didapatkan nilai korelasi pada awal bulan ke­1 sebesar 0,649; dan akhir bulan ke­2 sebesar 0,602. Korelasi positif ini menunjukkan bahwa bila skor BDI makin meningkat, yang berarti tingkat depresi meningkat, maka kadar malondialdehid juga makin meningkat.

Hubungan antara kadar malondialdehid dan skor SGRQ­C total menggunakan uji korelasi, pada kelompok perlakuan, didapatkan nilai korelasi antara skor SGRQ­C total dengan kadar malondialdehid pada awal bulan ke­1 sebesar 0,650; akhir bulan ke­2 sebesar 0,658; dan akhir bulan ke­3 sebesar 0,613. Pada kelompok kontrol, didapatkan nilai korelasi pada awal bulan ke­1 sebesar 0,520; akhir bulan ke­2 sebesar 0,614; dan akhir bulan ke­3 sebesar 0,530. Korelasi positif ini menunjukkan bahwa jika skor SGRQ­C semakin meningkat, yang berarti mengalami penurunan kualitas hidup, maka kadar malondialdehid juga meningkat.

Tabel 1. Karakteristik subjek

Untuk melihat perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, digunakan uji t tidak berpasangan. Nilai sig. t hitung untuk equal variances

assumed (ragam yang sama) untuk parameter kadar

malondialdehid pada akhir bulan ke-2 (p = 0,001), dan kadar malondialdehid pada akhir bulan ke­3 (p = 0,009), sehingga bisa disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada parameter kadar malondialdehid, yaitu kadar malondialdehid pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Sedangkan untuk parameter BDI, dan SGRQ­C (symptom, activity, impact, dan skor total) memberikan perbedaan yang tidak bermakna.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini didapatkan 4 populasi PPOK (A, B, C, D). Populasi D paling banyak yang mengikuti penelitian ini yaitu 10 orang (33,3%), dan yang mengikuti program rehabilitasi medik paling banyak juga dari populasi D, sebanyak 5 orang (16,5%). Hal tersebut mungkin karena sebagian besar pasien PPOK mencari pertolongan medis

karakteristik (%)KontrolN (%)PerlakuanN

Jumlah subjek 15 100 15 100 Jenis kelamin Perempuan Laki­laki 150 1000 150 1000 Umur (tahun) Rata­rata Rentang (50­76)64,87 (55­77)66,47 Indek Massa Tubuh (IMT)

Kurang Normal Lebih 2 9 4 13,3 60,0 26,7 4 9 2 26,7 60,0 13,3 Populasi PPOK A B C D 2 4 4 5 6,6 13,2 13,2 16,5 4 4 2 5 13,2 13,2 6,6 16,5 Riwayat merokok Ya Tidak 150 1000 150 1000 Tingkat depresi Ringan Sedang Berat 11 3 1 36,3 9,9 3,3 11 3 1 36,3 9,9 3,3 BDI Rata­rata 12,13 13,87

Komorbid lain selain depresi Kardio­vaskular Dislipidemia Rheumatoid artritis Jumlah 7 1 0 8 7 0 2 9

(4)

apabila gejala pernafasannya sudah lebih berat. Mercken dkk.6 mendapatkan subjek penelitian yang mengikuti

program latihan rehabilitasi medik adalah pasien PPOK derajat sedang dan berat. Sedangkan Ikalius dkk.7

mendapatkan subjek penelitian yang mengikuti program rehabilitasi paru berupa sepeda statis dan fisioterapi dada paling banyak stadium sedang.6,7

Penyakit paru obstruktif kronik juga dikaitkan dengan peningkatan IL-6 sebagai respons inflamasi pada paru, dan respons sistemik akibat partikel serta gas inhalasi, terutama asap rokok. Selain itu, stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofag serta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor κß sehingga memacu faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada. Terdapat hubungan antara inflamasi dan stres oksidatif pada depresi. Bukti yang ada menunjukkan peran inflamasi dan stres oksidatif sebagai kontributor utama neuroprogresion pada depresi, yang menunjukkan peningkatan biomarker inflamasi dan stres oksidatif. Proses neuroprogression tersebut meliputi tahap neurodegenerasi, kematian sel, pengurangan neurogenesis, pengurangan plastisitas saraf dan peningkatan respons autoimun. Stres oksidatif merupakan konsekuensi dari ketidakseimbangan biologis antara ROS dan antioksidan, yang mengarah ke perubahan biomolekul dan hilangnya kontrol dari intraseluler melalui jalur redox-related signalling

pathway. Ketika terdapat dalam jumlah berlebihan,

ROS menimbulkan kerusakan, yang mempengaruhi konstituen seluler dengan pembentukan molekul proinflamasi, seperti malondialdehid, neoepitopes, 4­hidroksinonenal, dan kerusakan molekul yang berhubungan dengan respons kekebalan tubuh, yang akhirnya menyebabkan kematian sel.8

Pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang signifikan antara kadar malondialdehid dan skor BDI pada kelompok kontrol dan perlakuan, pada awal bulan ke­1, akhir bulan ke­2, dan akhir bulan ke­3, yaitu semakin tinggi skor BDI yang menandakan semakin tinggi pula tingkat depresi, maka kadar malondialdehid serum juga meningkat. Hal ini juga didukung dari hasil uji beda skor BDI

berdasarkan waktu pengukuran dan proporsi subjek penelitian berdasarkan tingkat depresi pada tiga waktu pengukuran. Dalam hal ini pada kelompok perlakuan terjadi penurunan skor BDI, sehingga terdapat penurunan tingkat depresi yang signifikan setelah dilakukan rehabilitasi paru, yaitu pada awal bulan ke­1 terdapat 73,3% pasien depresi ringan, sedangkan pada akhir bulan ke­3 meningkat menjadi 93,3%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Setyawan dkk.3 yang mendapatkan perbedaan

signifikan nilai BDI kelompok perlakuan antara awal penelitian dibandingkan dengan akhir bulan ke­2 (p = 0,012), dan akhir bulan ke-3 (p = 0,008). Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan program rehabilitasi paru pada kelompok perlakuan terdapat perbaikan atau penurunan nilai BDI.3

Penelitian ini sesuai dengan Rybka dkk9,

penelitian pada 15 pasien depresi dan 19 subjek sehat, yang mendapatkan peningkatan kadar salah satu produk lipid peroksidase, yaitu malondialdehid pada pasien depresi dibandingkan subjek sehat. Peningkatan kadar peroksida pada pasien depresi disertai dengan berkurangnya antioksidan secara signifikan, yaitu superoxide dismutase (SOD), dan

glutathione peroxidase (GPx). Pada penelitian oleh

Bal10, juga didapatkan peningkatan kadar malon­

dialdehid pada pasien dengan depresi, diban dingkan dengan subjek yang sehat. Penelitian oleh Khajehnasiri dkk11 di Iran pada pekerja shift di pengeboran minyak,

didapatkan peningkatan kadar malondialdehid serum. Bertentangan dengan penelitian Vargas dkk12

yang meneliti 150 perokok dan 191 non perokok, didapatkan rata­rata 9,4% perokok yang mengalami depresi. Pada pemeriksaan marker stres oksidatif, antioksidan, dan marker inflamasi pada perokok yang depresi didapatkan peningkatan kadar marker stres oksidatif yang signifikan, yaitu nitric oxide metabolite (Nox), dan advanced oxi dation protein products

(AOPP). Namun pada pero kok, dengan depresi maupun tanpa depresi, tidak terdapat perbedaan kadar lipid hidroperoksida dan malondialdehid serum, karena pada penelitian ter sebut terdapat faktor komorbid ketergantungan nikotin.9­12

(5)

Dibandingkan orang sehat, pasien PPOK mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah. Pasien PPOK dengan komorbid depresi mempunyai kualitas hidup lebih rendah dibandingkan dengan pasien PPOK tanpa depresi. Inflamasi diketahui mempunyai efek terhadap fungsi paru pada PPOK, dan terhadap berkurangnya aktivitas fisik. Latihan fisik memiliki efek anti inflamasi dan juga perbaikan gejala PPOK. Sehingga dengan latihan fisik akan meningkatkan kualitas hidup menjadi lebih baik. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Setyawan dkk.3 bahwa pada kelompok perlakuan setelah

latihan fisik terjadi penurunan sitokin pro inflamasi, yaitu IL­6, sehingga dengan menurunnya sitokin pro inflamasi diharapkan dapat meningkatkan efek anti inflamasi. Latihan memiliki efek anti inflamasi dan meningkatkan pertahanan antioksidan. Hal ini ditandai dengan menurunnya sitokin pro inflamasi, seperti IL­6, dan pada akhirnya akan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK.3,13,14

Pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang signifikan antara kadar malondialdehid dan skor SGRQ­C total pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada awal bulan ke­1, akhir bulan ke­2, dan akhir bulan ke­3. Semakin tinggi skor SGRQ­C total yang menandakan semakin rendah kualitas hidup, maka kadar malondialdehid serum akan semakin meningkat. Pada hasil uji beda skor SGRQ­C berdasarkan waktu pengukuran, kelompok perlakuan pada parameterimpact terjadi penurunan

skor SGRC­C antara awal bulan ke­1 dengan akhir bulan ke­2, dan awal bulan ke­1 dengan akhir bulan ke­3, sehingga terdapat peningkatan kualitas hidup yang signifikan setelah dilakukan rehabilitasi paru pada parameter impact. Parameter impact berhubungan dengan kondisi psikososial. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Setyawan dkk3, yaitu

terdapat peningkatan kualitas hidup pada parameter

impact. Dan sesuai juga dengan penelitian Jila dkk15,

yaitu terdapat efek menguntungkan dari latihan, berupa meningkatnya fungsi fisiologi dan kualitas hidup. Penelitian Paz­Diaz dkk.16 menunjukkan perbaikan

skor total SGRQ­C, tetapi tidak ada perbaikan pada parameter impact. 3,15,16

Reactive oxygen species bersifat sangat reaktif dan dapat bermanfaat. Dalam hal ini digunakan oleh sistem kekebalan tubuh sebagai cara untuk menyerang dan membunuh patogen. Tetapi ketika ditemukan dalam kondisi berlebihan, dapat menyebabkan kerusakan sel baik secara langsung atau sebagai perantara dalam jalur sinyal yang beragam. Sumber peningkatan ROS selama latihan diantaranya karena kebocoran dari sistem transpor elektron mitokondria, sistem xanthin oxidase/dehidrogenase, dan respons inflamasi. Stres oksidatif terlibat dalam patogenesis PPOK dan berkontribusi terhadap proses inflamasi dan aktivitas proteolitik. Dalam beberapa tahun terakhir peran sitokin inflamasi telah dibuktikan berhubungan dengan stres oksidatif stres. Ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh temuan terbaru yang menunjukkan bahwa latihan memiliki efek anti inflamasi yang kuat dan meningkatkan pertahanan antioksidan, hal ini dapat ditandai dengan menurunnya sitokin pro inflamasi, seperti IL-6. Penelitian Panagiotakos dkk.16

menunjukkan penurunan kadar marker inflamasi pada orang yang aktif melakukan latihan fisik dibandingkan mereka yang tidak melakukan latihan fisik. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Setyawan dkk.3

bahwa terdapat penurunan kadar IL­6 pada pasien PPOK setelah dilakukan latihan fisik berupa rehabilitasi paru.3,5,7,16,17

Secara keseluruhan, peningkatan stres oksi datif diakibatkan oleh beban dari latihan akut. Pinho dkk.18

mengamati ketika pasien PPOK telah menyelesaikan 8 minggu program rehabilitasi paru, akti vitas xanthin

oksidase (XO) tidak meningkat dan kadar lipid

peroksida darah menurun, sehingga di simpulkan bahwa rehabilitasi paru jangka panjang akan mengurangi stres oksidatif yang diinduksi latihan.18

Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: semua subjek penelitian berjenis kelamin laki­laki, sehingga tidak bisa menggambar. Terdapat pasien yang tidak melanjutkan rehabilitasi paru, sehingga diperlukan anamnesa dan komunikasi, informasi dan edukasi. yang lebih baik untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi. Diperlukan per timbangan

(6)

penye suaian metode rehabilitasi paru sesuai dengan kondisi pasien.

KESIMPULAN

Terdapat korelasi positif tingkat depresi dengan kadar malondialdehid serum pada pasien PPOK dengan komorbid depresi. Terdapat korelasi negatif kadar malondialdehid serum dengan kualitas hidup pada pasien PPOK dengan komorbid depresi, yaitu pada parameter impact. Terjadi peningkatan kadar malondialdehid serum setelah dilakukan reha bilitasi paru pada pasien PPOK dengan komorbid depresi. Terjadi peningkatan kadar malondialdehid serum pada kelompok perlakuan setelah dilakukan rehabilitasi paru pada pasien PPOK dengan komorbid depresi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cafarella PA, Effing TW, Usmani ZA. Treatments for anxiety and depression in patients with chronic obstructive pulmonary disease: A literature review. Asian Pacific Society of Respirology. 2012; p. 627–38.

2. Kandowangko JW, Djajalaksana S, Al Rasyid H. Pengaruh Komorbid (depresi) pada Masing­masing Populasi PPOK Berdasarkan GOLD 2011 Terhadap Kadar Interleukin (IL)­6 dan Kualitas Hidup. Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang. 2013; h. 61–70. 3. Setyawan UA, Djajalaksana S, Ridwan M, dkk.

Penurunan Kadar Interleukin­6 Serum dan Per­ baikan SGRQ serta Perbaikan Komorbid Depresi pada Populasi Pasien PPOK yang Diintervensi Rehabilitasi Medik. Tugas Akhir, Tidak Diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang. 2014; h. 55–7, 67–9.

4. Oca MM, Torres SH, Sanctis D. Skeletal muscle inflammation and nitric oxide in patients with COPD. Eur Respir J. 2005; 26: 390–7.

5. Toro J, and Rodrigo R. Oxidative Stress: Basic Overview. Oxidative Stress and Antioxidants. 2009; 1: 2–3.

6. Ikalius, Yunus F, Suradi, dkk. Perubahan Kualitas Hidup dan Kapasitas Fungsional Penderita Penyakit

Paru Obstruktif Kronis Setelah Rehabilitasi Paru. Majalah Kedokteran Indonesia. 2007; 57:447–52. 7. Mercken EM, Hageman GJ, Langen RC, et al.

Decreased exercise­induced expression of nuclear factor­κB­regulated genes in muscle of patients with COPD. Chest. 2011; 139:337–46.

8. Bakunina N, Pariante CM, Zunszain PA, Immune mechanisms linked to depression via oxidative stress and neuroprogression. Immunology. 2014; 144: 365–73.

9. Rybka J, Kornatowska KK, Leżańska PB. Interplay between the pro­oxidant and antioxidant systems and proinflammatory cytokine levels, in relation to iron metabolism and the erythron in depression. Free Radical Biology and Medicine. 2013; 63: 187–94.

10. Bal N, Acar ST, Yazıcı A. Altered Levels of Malondialdehyde and Vitamin E in Major Dep­ ressive Disorder and Generalized Anxiety Di­ sorder. The Journal of Psychiatry and Neuro­

logical Sciences. 2012; 25:206–11.

11. Khajehnasiri F. Total Antioxidant Capacity and Malondialdehyde in Depressive Rotational Shift Workers. Journal of Environmental and Public Health. 2013; p. 1–5.

12. Vargas HO, Nunes SOV, de Castro MRP. Oxidative stress and inflammatory markers are associated with depression and nicotine dependence. Neuroscience. 2013; 544:136–40. 13. Nicholas SH, and Michael IP. Does physical

inactivity cause chronic obstructive pulmonary disease? Clinical Science. 2010; 118: 565–72. 14. Wasem SMA, Hossain M, Rizvi SAA, et al., Oxidative

Stress and Lipid Profile in COPD Patients: Beneficial Role of Exercise and Scope for Improvement. Biomedical Research. 2013; 24: 135–8.

15. Jila AF, Zolfaghari MR, Tofighi A. Influence of aerobic training on red cell antioxidants defense, plasma malondialdehyde capacity in patients multiple sclerosis. International Research Journal of Applied and Basic Science.2013;4: 1757–61. 16. Paz-Dı´az H, Montes de Oca M, Lo´pez JM, et al.

(7)

anxiety, dyspnea and health status in patients with COPD. Am J Phys Med Rehabil. 2007; 86:30–6. 17. Panagiotakos DB, Pitsavos C, Chrysohoou C, et

al. The associations between leisure­time physical

activity and inflammatory and coagulation markers

related to cardiovascular disease: the ATTICA Study. Preventive Medicine.2005;40: 432–7. 18. Pinho RA, Chiesa D, Mezzomo KM, et al. Oxidative

stress in chronic obstructive pulmonary disease patients submitted to a rehabilitation program. Respiratory Medicine.2007;101:1830–5.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik subjek

Referensi

Dokumen terkait

Pemenjaraan penyalah guna narkoba, apalagi bila dibaurkan dengan napi lainnya tentu akan menularkan penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba kepada napi lainnya,

Hal ini memperlihatkan bahwa pembuatan saluran drainase umur tanaman dan mempunyai peranan penting dalam emisi karbon pada agroekosistem kelapa sawit yang

Setelah VPN tunnel terbentuk, rute yang dilalui antara kantor pusat dengan kantor cabang seperti berada pada satu jaringan LAN yang sama dan juga dengan menggunakan metode

Skripsi yang berjudul KONSEP “AKU” MENURUT GABRIEL MARCEL ini merupakan bentuk keprihatinan penulis terhadap eksistensi manusia modern sebagai “aku” yang tertutup

Adapun besar pengaruh supervisi dan kepemimpinan kepala madrasah secara bersama-sama terhadap kinerja guru diketahui bahwa koefesien korelasi (R square) variabel supervisi

This thesis entitled Washback Effect of Classroom Tests in Grades 7 – 8 Junior High School in Surabaya prepared and submitted by Maria.. Tirtaningrum (8212712002) has been

Pemberian skoring adalah langkah awal yang peneliti laksanakan dalam melakukan analisis pendahuluan ini. Pemberian skoring berasal dari jawaban angket yang telah dijawab

The purpose of this study is to see which grammatical errors are mostly made by the first year students of PETRA 3 Christian Senior High School Surabaya in