• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? POTRET PEMEKARAN DAERAH. Disusun Oleh : Sri Lestari Rahayu 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi? POTRET PEMEKARAN DAERAH. Disusun Oleh : Sri Lestari Rahayu 1"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pemekaran Daerah : Kebutuhan Atau Euforia Demokrasi ? POTRET PEMEKARAN DAERAH

Disusun Oleh :

Sri Lestari Rahayu1 ABSTRAKSI

Tujuan pembentukan DOB adalah untuk meningkatkan kemandirian daerah, meningkatkan pelayanan publik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Lebih luas lagi tujuan pembentukan DOB diharapkan membawa kemudahan mendapatkan lapangan pekerjaan dan kemudahan memperoleh dana transfer ke daerah dari Pemerintah Pusat seperti DAU, DAK dan DBH. Namun kebanyakan daerah yang akan mengusulkan pemekaran masih belum memiliki persiapan dan arah pembangunan yang jelas. Hal evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri 2012 menyatakan bahwa 78,7 persen daerah hasil pemekaran yang dinyatakan gagal mencapai tujuannya, dan sisanya 21,3 persen daerah hasil pemekaran yang dinyatakan berhasil. Kegagalan tersebut disebabkan daerah belum memberikan kontribusi positif pada perkembangan daerah dan wilayah sekitarnya. Selain itu, kegagalan disebabkan juga oleh ketidakmampuan daerah hasil pemekaran memenuhi kewajiban selama masa transisi pemerintahan dari daerah induk, atau tidak dapat memenuhi persyaratan utama, yaitu tidak mampu melaksanakan kinerjanya dengan baik. Evaluasi terakhir dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Daerah (KPPOD) menyebutkan, antara lain: kinerja daerah hasil pemekaran tidak lebih baik apabila dibandingkan dengan daerah yang tidak dimekarkan atau daerah induk; dan pemekaran daerah belum mampu mewujudkan kemandirian, akan tetapi dapat membebani anggaran pemerintah pusat melalui alokasi transfer dana ke daerah yang terus membesar dari tahun ke tahun.

PARADIGMA BARU DESENTRALISASI

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai cakupan geografis yang sangat luas. Dengan kondisi kepulauan tersebut, maka berbagai persoalan yang sering muncul, antara lain: (i) belum optimalnya akses antarpulau, (ii) masih terdapat daerah tertinggal khususnya di bidang pembangunan infrastruktur, (iii) rendahnya fasilitas pelayanan publik, (iv) masih terdapat kemiskinan dan pengangguran, dan (v) rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat. Akibat persoalan tersebut dan bantuan atau program pemerintah pusat tak kunjung datang mengakibatkan muncul kelompok-kelompok masyarakat yang termotivasi untuk membentuk daerah otonom baru (DOB). Pembentukan DOB era reformasi sangat dimungkinkan dan diperbolehkan berdasarkan UU 25 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diamandemen dengan UU 32 tahun 2004 dan PP 129 tahun 2000 tentang Pemekaran Daerah juga telah direvisi dengan PP 78 tahun 2007.

Pada hakikatnya pembentukan DOB akan meningkatkan kemandirian daerah dan pelayanan publik sehingga kondisi-kondisi yang telah dikemukakan sebelumnya bisa teratasi dan menjadi lebih baik dibandingkan sebelum DOB. Perubahan paradigma dari sentralistis era orde baru menjadi desentralistis di era reformasi sangat mendasar dan 1Penulis adalah Peneliti Madya yang bekerja pada Pusat Kebijakan APBN, BKF.

(2)

mampu mengubah pemahaman politik masyarakat Indonesia. Menurut pemahaman masyarakat, pembentukan DOB diharapkan membawa peningkatan kesejahteraan masyarakat, kemudahan mendapatkan lapangan pekerjaan, dan kemudahan memperoleh dana transfer ke daerah dari Pemerintah Pusat seperti DAU, DAK dan DBH.

Selain itu, berkembang juga pemahaman masyarakat bahwa dengan pembentukan DOB akan membuka peluang untuk menjadi PNS baru, kenaikan (promosi) jabatan, menjadi anggota legeslatif daerah, dan berbagai impian lainnya. Pada saat tersebut, pembentukan DOB menjadi arena baik bagi para pemburu rente maupun para petualang politik untuk mengejar kepentingan sendiri dan/atau kelompok tertentu tanpa memikirkan kepentingan lebih luas ataupun kepentingan jangka panjang.

Tabel 1. Jumlah Daerah Otonom Baru 1999-2012

DOB 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2007 2008 2012 Jml DOB

Propinsi 2 1 1 1 - 1 1 - 1 8

Kabupaten 38 - - 34 23 24 15 36 4 168

Kota 12 - 12 2 3 - 2 3 - 34

Jumlah DOB 46 1 13 37 26 25 18 39 5 210

Sumber: Kemendagri 1999-2009 dan Buku Saku Keuangan Daerah 2012

Sejak UU 25 tahun 1999 diterbitkan dan diikuti dengan PP 129 tahun 2000, telah berkembang pesat DOB sebanyak 6 propinsi, 113 kabupaten dan 29 kota tahun 1999-2004. Tahun 2005 sampai dengan 2006 tidak ada usulan yang masuk untuk calon DOB. Tahun 2007-2008 DOB bertambah sebanyak 1 propinsi, 31 kabupaten dan 5 kota. Hampir sama dengan tahun 2005-2006, tahun 2009-2011 tidak ada usulan calon DOB.2

Tahun 2007 pelaksanaan otonomi daerah dan mekanisme persyaratan pemekaran daerah lebih diperketat, diantaranya tentang jumlah kabupaten, waktu pemekaran dan rekomendasi dari kabupaten induk dan provinsi. Bagi daerah yang akan melakukan pemekaran harus sungguh-sungguh berasal dari aspirasi tingkat paling bawah dan disampaikan secara eksplisit, serta adanya rekomendasi dari kabupaten induk, pemerintah dan DPRD Provinsi serta dari Kementerian Dalam Negeri3. Namun, seperti yang telah dikemukakan pada tabel 1., pengusulan calon DOB tetap banyak dan hampir semuanya disetujui menjadi DOB definitif.

Pada umumnya, kebanyakan daerah-daerah yang akan membentuk DOB masih belum memiliki persiapan dan arah pembangunan daerah yang jelas, atau bahkan tingkat pemahamannya masih belum sama. Kunci sukses untuk membentuk DOB adalah daerah yang bersangkutan harus memiliki dan menggali sumber data/informasi secara rinci dan akurat, yaitu: a) jumlah penduduk, b) tingkat pendidikan, c) tingkat kesehatan, d) sumberdaya alam dan potensi-potensi yang dapat digali dan dikembangkan, e) kualitas sumberdaya manusia, dan f) kemampuan dalam mengelola dan mengembangkan daerah setelah terlepas dari daerah induknya, dan mempunyai potensi yang lebih baik dari daerah induknya.

2Perlu dicermati mengapa tidak ada usulan DOB atau DOB yang disetujui oleh DPR dan Pemerintah tahun

2005-2006 dan 2009-2011. Sampai saat ini Penulis belum menemukan kenapa pada tahun-tahun tersebut tidak ada DOB.

3Mekanisme pemekaran daerah telah diatur dalam PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,

(3)

Namun dalam praktiknya, banyak DOB justru akibat dorongan emosional dari para pejabat daerah dan/atau golongan elite masyarakat. Akhirnya terjadi kesepakatan untuk membentuk DOB, akan tetapi mengabaikan penilaian syarat teknis pembentukan DOB. Selain itu, banyak yang memaksakan diri membentuk DOB, padahal sebetulnya daerah tersebut belum mampu dan/atau belum membutuhkan menjadi DOB. Namun karena terdapat harapan bahwa dengan membentuk DOB akan mendapat bagian dana-dana pusat yang dapat didaerahkan diikuti dengan mekarnya birokrasi.

Faktor-faktor tersebut menjadi pusat daya tarik bagi daerah tanpa mempertimbangkan kondisi atau keadaan bahkan kebutuhan daerah tersebut sehingga apabila memaksakan diri akan berdampak negatif terhadap keberhasilan DOB setelah pemekaran. Pembentukan DOB tersebut menimbulkan kontroversi dalam masyarakat, meskipun pembentukan DOB sudah ditempuh sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan bahkan masih menimbulkan konflik antara yang pro dan yang kontra, akan tetapi pembentukan DOB masih tetap saja berjalan tanpa menghiraukan kondisi yang masih berpolemik.

Beberapa fakta dilapang menunjukkan bahwa usulan daerah untuk membentuk DOB terkesan terburu-buru dan kurang persiapan yang matang sehingga memicu munculnya beberapa persoalan, seperti: terbentuknya kelembagaan yang berlebihan/kurang memadai dengan kebutuhan/kemampuan daerah, dan struktur organisasi pemerintahan daerah menjadi gemuk kurang memperhitungkan efektivitas dan efisiensi anggaran. Sementara itu, hasil dari pembentukan DOB masih kurang pengawasan sehingga pelayanan publik/masyarakat masih belum banyak perubahan yang berarti dan cenderung tidak efektif terutama bila dipandang dari perkembangan perekonomian daerah, kemampuan keuangan daerah, dan kemampuan aparatur pemerintah daerah hasil pemekaran.

DAERAH PEMEKARAN YANG MAMPU BERKEMBANG

LIPI (2007)4menyimpulkan bahwa setelah lima tahun pemekaran tahun 2000-2006 dilakukan evaluasi kepada Provinsi Banten, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Gorontalo, dan Provinsi Kepulauan Riau. Evaluasi tersebut dimaksudkan untuk menghitung kinerja daerah pasca pemekaran. Keberhasilan kinerja daerah hasil pemekaran dihitung apakah daerah hasil pemekaran tersebut dapat angka kinerja yang positif atau negatif.

Dari beberapa provinsi yang dikaji menunjukkan indikator pertumbuhan yang positif, yaitu Provinsi Banten dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,24 persen, Provinsi Bangka Belitung dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,16 persen, Provinsi Gorontalo dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 6,95 persen, dan Provinsi Kepulauan Riau dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 7,10 persen. Sebagai informasi bahwa Provinsi Kepulauan Riau adalah hasil pemekaran yang paling belakang. Meskipun yang paling belakang dalam membentuk provinsi baru, akan tetapi menunjukkan kemampuan PDRB per kapita yang tertinggi yaitu sebesar Rp34,54 juta per kapita, dan menunjukkan 4 LIPI (2007), Joko Suryanto dan Endang Soesilowati, Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat pada empat Provinsi Pemekaran.

(4)

indikator kinerja ekonomi (IKE) yang terbaik yaitu sebesar 8,64 dan bahkan empat kali lebih baik dari Provinsi Gorontalo maupun provinsi Banten.

Meskipun Provinsi Gorontalo telah berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih cepat daridapa Provinsi Banten dan Provinsi Bangka Belitung, akan tetapi pada pertumbuhan kemiskinan paling tinggi (yaitu 29,13 persen), dan angka PDRB per kapita menunjukkan angka yang rendah dibandingkan provinsi lainnya yaitu sebesar 0,12 persen, sedang IKE juga menunjukkan angka yang rendah yaitu 2,06. Dengan demikian, bila disandingkan diantara keempat provinsi tersebut, maka Provinsi Gorontalo merupakan provinsi yang tingkat kemajuannya paling lambat.

Pertumbuhan PDRB per kapita merupakan hasil hasil pembagian dari besaran PDRB terhadap jumlah penduduk, sehingga besaran PDRB bisa merupakan kunsi dari kinerja ekonomi. Pada umumnya PDRB daerah induk masih lebih baik dari daerah baru. Untuk mengukur IKE dengan melakukan perbandingan antarprovinsi baru yang dimekarkan dengan daerah induknya. Untuk mengukur percepatan proses pemerataan pembangunan dalam pemenuhan kebutuhan pelayanan publik dilakukan pendekatan dengan perhitungan atas data PDRB berdasarkan penggunaan.

Sementara itu, untuk mengukur kegiatan pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat dari tingkat akselerasi pembangunan dan keterbukaan wilayah. Adapun dampak dari pemekaran daerah terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dihitung dari perubahan standar hidup masyarakat di daerah yaitu dapat dikaitkan dengan kegiatan pembangunan yang terjadi di daerah. Sehingga untuk mengukur tingkat pembangunan perlu dibandingkan antara daerah baru dengan daerah induk.

Selanjutnya pemekaran daerah baru yang telah mampu meningkatkan kinerja perekonomian daerahnya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dalam kurun waktu 2002-2006 sebagai berikut:

a) Provinsi Banten yang pertama kali melakukan pemecahan dari daerah induknya Provinsi Jawa Barat. Pertumbuhan ekonominya menunjukkan angka lebih cepat dari provinsi lainnya, bahkan lebih cepat dari daerah induknya. Akselerasi pertumbuhan dibarengi dengan makin meningkatnya keterbukaan wilayah pertumbuhannya lebih besar dari Provinsi Jawa Barat. Karena Provinsi Banten merupakan sentra kegiatan industri seperti bandara udara dan pelabuhan laut yang mendukung perdagangan di provinsi tersebut, selain itu juga adanya perkembangan industri di daerah Cilegon dan Tangerang cukup besar, dan standar hidup di Provinsi Banten meningkat sebesar 4,09 persen atau lebih besar dari pada Provinsi Jawa Barat sebesar 2,69 persen.

b) Provinsi Bangka Belitung merupakan provinsi yang kaya sebagai penghasil timah. Berani memisahkan diri dari daerah induknya Provinsi Sumatera Selatan. Dari ketiga indikator perubahan ekonomi, Provinsi Bangka Belitung lebih rendah dari pada provinsi induknya. Hal ini disebabkan oleh menurunnya kegiatan pertambangan timah. Dengan demikian tampaknya Provinsi Bangka Belitung belum menghasilkan percepatan ekonomi yang lebih baik dari pada daerah induknya.

c) Provinsi Gorontalo merupakan provinsi sebagai sentra produksi pertanian yang memisahkan diri dari Provinsis Sulawesi Utara, telah menunjukkan akselerasi

(5)

pertumbuhan daerah secara rata-rata yang lebih cepat (296,31 persen) dibanding provinsi induknya (139,53 persen). Sementara itu, indicator keterbukaan wilayah (20,25 persen) lebih rendah dari daerah induk (64,64 persen), sedangkan peningkatan standar hidup daerah induk (1,81 persen) lebih besar dari pada yang diterima masyarakat Provinsi induknya (-0,71 persen).

d) Provinsi Kepulauan Riau. Akselerasi pertumbuhan daerah Provinsi Kepulauan Riau secara rata-rata lebih cepat (128,63 persen) dibandingkan dengan daerah induk Provinsi Riau (95,05 persen), dengan rata-rata pertumbuhan wilayah (-6,23 persen) sedangkan daerah induk (– 4,37 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa peran Pulau Batam sangat berpengaruh terhadap Provinsi Kepri. Demikian pula, besarnya rata-rata pertumbuhan standar hidup yang diterima oleh masyarakat Provinsi Kepri (3,78 persen) lebih baik dari daerah induk (-5,86 persen).

Kondisi masyarakat dapat diketahui dari angka harapan hidup, angka melek huruf, dan rata-rata lama sekolah, serta rata-rata pengeluaran riil (kesehatan, pendidikan, dan pendapatan) akan diperoleh dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mencerminkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan, dapat dijabarkan sebagai berikut :

a) Provinsi Banten. Angka harapan hidup dalam Tahun 2004 dan 2006 menunjukkan angka yang lebih baik dari daerah induk, sedang angka melek huruf di daerah induk lebih rendah dari daerah baru, serta rata-rata lama sekolah dalam Tahun 2006 daerah baru (8,1 tahun) lebih bagus dari daerah induk (7,5 tahun). Sementara itu, rata-rata pengeluaran riil per kapita Tahun 2004, daerah induk (Rp619,7) dan daerah baru (Rp619,2), dan Tahun 2006 daerah baru (Rp621,1), dan daerah induk (Rp620,0).

b) Provinsi Bangka Belitung. Angka harapan hidup daerah baru (67,2 tahun) Tahun 2004 lebih rendah dari daerah induk (67,7 tahun), dan Tahun 2006 angka harapan hidup daerah baru dan daerah induk meningkat, masing-masing (68,3 tahun) dan (68,8 tahun). Adapun angka melek huruf daerah induk (96,6 persen) masih lebih baik dari daerah baru (95,4 persen), sedang rata-rata lama sekolah daerah induk lebih baik dari darah baru. Sementara itu. dalam periode 2004 dan 2006 pengeluaran riil per kapita daerah induk lebih rendah dibandingkan dengan daerah baru.

c) Provinsi Gorontalo. Angka usia harapan hidup daerah induk (Provinsi Sulawesi Utara) Tahun 2004 (71,0 tahun) dan daerah baru lebih rendah (64,4 tahun), sedang dalam Tahun 2006 daerah baru (65,6 tahun) lebih rendah dari daerah induk (71,8 tahun). Adapun angka melek huruf daerah induk (99,1 persen) masih lebih baik dari daerah baru (94,7 persen), sedang rata-rata lama sekolah daerah induk (8,6 tahun) lebih baik dari daerah baru (6,8 tahun), sedang Tahun 2006 daerah induk (8,8 tahun) dan daerah baru (6,8 tahun). Sementara itu, dalam Tahun 2004 pengeluaran riil per kapita daerah induk (Rp611,9) sedang daerah baru (Rp585,0). Selanjutnya dalam Tahun 2006 pengeluaran riil per kapita daerah induk (Rp616,9) dalam Tahun 2004, dan daerah baru (Rp608,7).

d) Provinsi Kepulauan Riau. Dalam Tahun 2004, angka usia harapan hidup daerah induk (69,8 tahun) dan daerah baru (68,8 tahun), sedang Tahun 2006 masing-masing menunjukkan peningkatan menjadi 69,6 tahun dan 70,8 tahun. Selanjutnya, angka

(6)

melek huruf di daerah induk (96,4 persen) dan daerah baru (94,7 persen), kemudian Tahun 2006 daerah induk (97,8 persen) dan daerah baru (96,0 persen). Sementara itu, rata-rata lama sekolah dalam Tahun 2004 dan Tahun 2006, daerah baru masing-masing 8,0 tahun dan 8,4 tahun sedang daerah induk 8,2 tahun dan 8,4 tahun. Sedangkan, rata-rata pengeluaran riil per kapita Tahun 2004, daerah induk (Rp616,6) dan daerah baru (Rp613,0), sedang Tahun 2006 daerah baru (Rp625.5) dan daerah induk (Rp625,0).

Dampak pemekaran daerah terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat tidak terlepas dari perubahan ekonomi daerah, diasumsikan bahwa dengan pemekaran akan menghasilkan efisiensi sehingga tingkat pelayanan publik menjadi akan meningkat. Dari hasil kajian dengan menggunakan formula IKE yang diaplikasikan dari studi Bappenas, ternyata empat provinsi yang diamati sampai Tahun 2006 menunjukkan IKE yang lebih rendah dari IKE daerah induknya masing-masing.

Selanjutnya dari pengamatan proporsi PDRB masing-masing provinsi induk jauh lebih besar dari pada provinsi baru. Di sisi lain, rata-rata pertumbuhan akselerasi pembangunan, daerah baru lebih baik dari daerah induk. Dengan makin tingginya keterbukaan wilayah dapat diperkirakan bahwa daerah baru lebih mampu menggerakkan perekonomiannya dengan kegiatan ekonomi swasta, kecuali Provinsi Gorontalo masih di bawah daerah induk.

Berdasarkan nilai yang diperoleh atas perhitungan standar hidup, daerah baru hasil pemekaran menunjukkan peningkatan lebih baik dari daerah induk kecuali Provinsi Bangka Belitung masih di bawah daerah induk. Apabila standar hidup daerah baru lebih tinggi dari daerah induknya, mengindikasikan bahwa daerah tersebut telah mampu meningkatkan taraf hidup masyarakatnya, dan sebaliknya. Keadaan tersebut mencerminkan seberapa besar pengaruh pemekaran terhadap kesejahteaan masyarakat yang dapat diamati melalui peningkatan IPM.

Dari empat provinsi yang diamati, terlihat adanya peningkatanyang lebih baik di daerah pemekaran dibandingkan dengan daerah induknya. Namun demikian, kualitas hidup masyarakat daerah induk. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas peningkatan kualitas hidup masyarakat secara optimal. Selanjutnya evaluasi daerah otonomi baru (EDOB)5, dalam Tahun 2010 dilakukan terhadap daerah otonom baru yang berusia 3 (tiga) tahun ke bawah, dengan tujuan untuk melihat tingkat perkembangan daerah otonom dalam mempersiapkan 10 aspek persiapan pemerintahan daerah, yaitu : a) Pembentukan organisasi perangkat daerah;

b) Pengisian personil;

c) Pengisian keanggotaan DPRD;

d) Penyelenggaraan urusan wajib dan pilihan; e) Pembiayaan;

f) Pengalihan aset, peralatan dan dokumen; g) Pelaksanaan pemetapan bats wilayah;

h) Penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan; i) Penyiapan rencana dan prasarana pemerintahan, dan

(7)

j) Pemindahan ibu kota bagi daeah yang ibu kotanya dipindahkan.

Sampai dengan September 2010, terdapat 57 DOB yang berusia di bawah tiga tahun (pembentukan mulai Tahun 2007-2009), dari hasil evaluasi DOB tersebut hanya terdapat 23 DOB yang dinyatakan memiliki kinerja baik (> 22,8 persen), yaitu:

a. Di tingkat provinsi: 1) Provinsi Jawa Timur. 2) Provinsi Jawa Tengah. 3) Provinsi Sulawesi Selatan. b. Di tingkat kabupaten: 1) Kabupaten Sleman. 2) Kabupaten Wonosobo. 3) Kabupaten Boyolali. 4) Kabupaten Karanganyar. 5) Kabupaten Jombang. 6) Kabupaten Luwu Utara. 7) Kabupaten Kulon Progo. 8) Kabupaten Pacitan.

9) Kabupaten Sukoharjo, dan 10) Kabupaten Bogor. c. Di tingkat kota: 1) Kota Yogyakarta. 2) Kota Magelang. 3) Kota Tangerang. 4) Kota Semarang. 5) Kota Samarinda. 6) Kota Bogor. 7) Kota Sukabumi. 8) Kota Depok. 9) Kota Makasar, dan 10) Kota Cimahi.

DAERAH PEMEKARAN YANG KURANG DAN SULIT BERKEMBANG

Sebagaimana disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri dalam Peringatan Hari Otonomi Daerah ke-XVI tahun 2012 menyatakan bahwa 78,7 persen daerah hasil pemekaran yang gagal mencapai tujuannya, dan hanya 21,3 persen daerah hasil pemekaran yang berhasil. Kegagalan tersebut disebabkan daerah belum memberikan kontribusi yang positif terhadap perkembangan daerah dan wilayah sekitarnya. Selain itu, kegagalan dilihat dari ketidakmampuan daerah hasil pemekaran memenuhi kewajiban selama masa transisi pemerintahan dari daerah induk atau tidak dapat memenuhi persyaratan utama, yaitu daerah tidak mampu melaksanakan kinerjanya dengan baik.

Kriteria daerah hasil pemekaran dapat dinyatakan gagal mencapai tujuan pemekaran, antara lain: (i) tidak berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (ii) tidak

(8)

dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik/masyarakat, (iii) tidak melalui proses daerah wilayah administratif, sambil menunggu terbentuknya sarana dan prasarana sebelum resmi menjadi daerah otonom baru, (iv) indikator kinerja di bawah rata-rata nasional (seperti tingkat kesejahteraan, belanja modal relatif rendah, jumlah ketersediaan dokter), (v) pengaturan batas wilayah belum diatur secara tegas dan formal dengan peraturan Menteri Dalam Negeri akibatnya muncul sengketa daerah perbatasan, (vi) DOB belum dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai, termasuk pengisian personil masih belum sesuai dengan kualifikasi, (vii) pemekaran hanya berdasarkan alasan wilayah, bukan karena faktor kebutuhan masyarakat, sehingga tidak berhasil meningkatkan PAD, dan (viii) tingkat pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.

Selanjutnya dari Evaluasi Pemeringkatan Hasil Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah pada 25 April 2010, terdapat enam kabupaten/kota pada periode 2007-2009 yang mempunyai kinerja rendah, antara lain : (i) Kabupaten Indragiri Hulu, (ii) Kabupaten Manggarai Barat, (iii) Kabupaten Kepulauan Mentawai, (iv) Kabupaten Penajam Paser Utara, (v) Kabupaten Bombana, dan (vi) Kabupaten Konawe Selatan.

Selanjutanya, pembentukan DOB akan menggunakan persyaratan yang lebih ketat sebagaimana tertuang dalam konsep Desain Besar Penataan Daerah (Desartada), untuk mengetahui berapa jumlah idealnya sebuah provinsi di Indonesia dari Tahun 2010-2025. Sebelum ditetapkan sebagai daerah otonom hasil pemekaran, daerah yang akan dimekarkan perlu dilakukan evaluasi, asistensi, supervisi, bimbingan, dan pelatihan agar setelah ditetapkan sebagai daerah otonom maka daerah tersebut bisa mandiri dan berkembang sesuai tujuannya. Namun, apabila setelah pemekaran tidak ada peningkatan, maka daerah tersebut bisa digabung kembali dengan daerah induknya atau daerah lain.

Evaluasi terakhir dari Komite Pemantauan Pelaksanaan Daerah (KPPOD) menyebutkan bahwa :

a) kinerja daerah hasil pemekaran tidak lebih baik apabila dibandingkan dengan daerah yang tidak dimekarkan atau daerah induk;

b) pemekaran daerah belum mampu mewujudkan kemandirian, akan tetapi dapat membebani anggaran pemerintah pusat melalui alokasi transfer dana ke daerah yang terus membesar dari tahun ke tahun;

c) konsep awal pemekaran adalah tidak menambah belanja APBN karena anggaran wilayah pemekaran diambil dari alokasi anggaran daerah induk;

d) Alokasi anggaran ke daerah pemekaran naik lima kali lipat, sedangkan dana untuk daerah non pemekaran naik dua kali lipat;

e) Peningkatan anggaran tidak berbanding lurus dengan peningkatan kinerja pemerintah dan pencapaian sasaran pembangunan;

f) Alokasi anggaran banyak dipergunakan untuk pengeluaran rutin, berupa gaji PNS, pembangunan gedung dan sarana pemerintahan, pengadaan fasilitas bagi pejabat pemerintah daerah pemekaran, serta biaya perjalanan dinas; dan

g) Anggaran pembangunan mengecil karena porsi terbesar anggaran dipergunakan untuk pengeluaran rutin sehingga dampaknya untuk pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat terabaikan.

Gambar

Tabel 1. Jumlah Daerah Otonom Baru 1999-2012

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 200 responden dan uraian-uraian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa tingkat kualitas

Berdasarkan hasil Gambar 4.6 diketahui bahwa pada grafik secara visual terdapat 5 eigen value atau 5 faktor yang terbentuk dari variabel nilai rapor mata

membuang sampah sembarangan, penggunaan air secara berlebihan, serta kebiasaan anak mencabuti dan menginjak tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar sekolah. Penelitian ini

This shows that the application of learning using cooperative learning model type of Numbered Head Together (NHT) with Connected type giving positive influence

Maka terjawab sudah pertanyaan penelitian dalam tulisan ini bahwa faktor yang mempengaruhi keluarnya Kebijakan Konservasi Hutan oleh APP di pengaruhi oleh Pertama,

Dan semua pengetahuan didasarkan pada tiga sumber yaitu; alam (physical universe), manusia (constitution of the human mind) dan sejarah (the historical study of

Dengan keuangan yang sangat terbatas dan model kampanye yang lain dari yang lain, yaitu menolak memberikan uang kepada rakyat,  ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung

Analisis sistem produksi ini dilakukan untuk menganalisis sistem produksi pada industri gula semut fortifikasi vitamin A Tujuan dari pembuatan analisis sistem produksi gula