i
PENINGKATAN EFISIENSI AIR COOLER
DENGAN SERABUT KELAPA
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Teknik Mesin
Diajukan oleh:
YOHANES RAGIL PURNOMO NIM: 115214051
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
ii
INCREASING THE EFFICIENCY OF AIR COOLER USING
COCONUT FIBERS
FINAL PROJECT
As partial fulfillment of the requirement to obtain the Sarjana Teknik degree
in Mechanical Engineering
by
YOHANES RAGIL PURNOMO Student Number: 115214051
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2016
vi
ABSTRAK
Pada zaman sekarang ini kenyamanan menjadi suatu tuntutan hidup. Kenyamanan di dalam beraktivitas didapatkan dengan tersedianya lingkungan yang bersih, sejuk, dan bebas polusi. Tujuan dari penelitian ini adalah memodifikasi air cooler yang ada di pasaran dengan menambahkan serabut kelapa, mengetahui karakteristik dari air cooler dan mengetahui peningkatan efisiensi dari air cooler tersebut.
Variasi penelitian dilakukan terhadap kondisi fluida air cooler dengan air cooler menggunakan air, air cooler menggunakan air ditambah 2 liter balok es, air cooler menggunakan air dan serabut kelapa, air cooler menggunakan air dengan 2 liter balok es dan serabut kelapa, air cooler menggunakan air dengan kondisi udara di kisaran suhu 40oC – 50oC, air cooler menggunakan air ditambah 2 liter balok es dengan kondisi udara di kisaran suhu 40oC – 50oC, air cooler menggunakan air dengan serabut kelapa dan dengan kondisi udara di kisaran suhu 40oC – 50oC, air cooler menggunakan air ditambah 2 liter balok es dengan serabut kelapa dengan kondisi udara di kisaran suhu 40oC – 50oC. Pengambilan data dilakukan pada setiap kecepatan setiap 15 menit sebanyak 4 data.
Dari penelitian didapatkan (a) Air Cooler dimodifikasi dengan baik sehingga dapat bersaing dengan air cooler yang ada di pasaran. (b) Karakteristik dari air cooler yang dibuat dengan 8 variasi penelitian kondisi udara mendapatkan hasil efisiensi terbaik dari air cooler menyala menggunakan air ditambah dengan cooling pad serabut kelapa dan ditambah dengan 2 liter balok es dengan kondisi udara meliputi :
Kondisi udara kering masuk (TdB in) = 31,50oC, kondisi udara basah masuk (TwB in)
= 21,00oC, kondisi udara kering keluar (TdB out) = 23,50oC, kondisi udara basah
keluar (TwB out) = 21,00oC, dan dengan efisiensi (η) = 91,89%.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Teknik
di Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma. Skripsi ini membahas mengenai modifikasi dan efisiensi air cooler yang dapat dijadikan refrensi untuk penggunaan air cooler dalam kehidupan sehari – hari dengan harga yang terjangkau dan perawatan yang mudah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skrispi ini melibatkan banyak pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc., Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, M.T., Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi.
3. Ir. Rines, M.T., Dosen Pembimbing Akademik.
4. Yohanes Paiman dan Anastasia Yulia Retno Sulistianingsih selaku orang tua yang memberikan motivasi dan semangat paling kuat serta membiayai penulis dalam menyelesaikan kuliah dan skripsi ini.
5. Stefani Presti Oktaviana, Ignatius Andri Hartanto, Maria Mardika Setiawati, sebagai kakak kandung dan kakak ipar penulis.
6. Anastasya Puji Astuti, Vinna Marcelia Tamaela, Yosep Dwi Nugroho sebagai teman seperjuangan sekaligus teman dekat penulis.
7. Ony, Arta, Ganang, Yoakim, Koido, Radyt, Dewi, Arga, Mia, Nata, Theo, Tasia, Antonio, Astrid, Praba, Julius yang selalu memberikan penghiburan penulis.
8. Teman-teman Teknik Mesin USD Angkatan 2011 dan Angkatan 2012. 9. Keluarga besar Keamanan Insadha Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
TITLE PAGE ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN ... v
ABSTRAK ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian ... 2 1.4 Batasan Masalah ... 3 1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Dasar teori ... 5
2.1.1 Air Cooler (Evaporative Cooler) ... 5
2.1.1.1 Tipe Desain Air Cooler (Evaporative Cooler)... 5
2.1.1.2 Bagian-Bagian Air cooler... 7
2.1.2 Pendinginan Evaporative ... 10
2.1.3 Kondisi Udara ... 13
2.1.3.1 Temperatur Bola Kering (Dry Bulb 13 Temperature) (dB)... 2.1.3.2 Temperatur Bola Basah (Wet Bulb Temperature) 14 (wB)... 2.1.3.3 Kelembaban Spesifik (Spesifik Humidity) (w).... 15
2.1.3.4 Kelembaban Relatif (Relatife Humidity) (RH).... 15
2.1.3.5 Temperature Dew - point (Ta)... 15
2.1.3.6 Volume Spesifik (v)... 16
2.1.3.7 Entalpi Udara (h)... 16
2.1.4 Psychrometric Chart ... 16
2.1.5 Efisiensi Pendinginan Evaporative ... 19
2.1.6 Faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara ... 21
xi
2.2 Tinjauan Pustaka ... 22
BAB III RANCANGAN MODIFIKASI AIR COOLER ... 26
3.1 Persiapan ... 26
3.2 Bahan Modifikasi Air Cooler ... 26
3.3 Alat-Alat Yang Digunakan ... 30
3.4 Fungsi Alat Yang Digunakan... 33
3.5 Proses Pengerjaan Modifikasi Air Cooler ... 34
3.5.1 Persiapan Merancang Cooling Pad Air Cooler... 34
3.5.2 Menyiapkan Alat Dan Bahan ... 35
3.5.3 Menyiapkan Keperluan Lainnya ... 36
3.5.4 Proses Pengambilan Data... 36
3.5.5 Cara Kerja Air Cooler (Evaporative Cooler)... 36
3.6 Hasil Modifikasi ... 36
3.7 Kesulitan Dalam Pengerjaan ... 37
3.8 Pengujian Cooling Pad Menggunakan Serabut kelapa Pada Air Cooler... 37
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 38
4.1 Objek Penelitian ... 38
4.2 Skematis Pengujian ... 38
4.3 Variasi Penelitian ... 39
4.4 Peralatan Pengujian ... 40
4.5 Cara Memperoleh Data ... 43
4.6 Cara Mengolah Data ... 44
4.7 Cara Menyimpulkan ... 45
BAB V HASIL PENGUJIAN, PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN ... 47
5.1 Hasil Pengujian ... 47
5.1.1Pengujian Air Cooler Dengan Menggunakan Cooling 47 Pad Honey Comb, Serabut Kelapa... 5.2 Perhitungan ... 56 5.2.1 Perhitungan Efisiensi Air Cooler Yang Ada Di Pasaran
56 Dengan Menggunakan Air...
5.2.2 Perhitungan Efisiensi Air Cooler ada di pasaran
56 Dengan Menggunakan air dengan 2 liter balok es...
5.2.3 Perhitungan Efisiensi Air Cooler Dengan
57 Serabut Kelapa Dengan Menggunakan Air...
5.2.4 Perhitungan Efisiensi Air Cooler Dengan
57 Serabut Kelapa Dengan Menggunakan 2 Liter Balok
Es...
xii
Di Pasaran Dengan Menggunakan Air Dengan Kondisi Udara dikisaran 45oC – 55oC... 5.2.6 Perhitungan Efisiensi Air Cooler Yang Ada Di
58 Pasaran Dengan Menggunakan Air Dengan 2 Liter
Balok Es Dengan Kondisi Udara dikisaran
45oC – 55oC...
5.2.7 Perhitungan Efisiensi Air Cooler Yang Ada Di
59 Pasaran Dengan Menggunakan Air Dengan
Variasi Serabut Kelapa Dengan Kondisi Udara dikisaran 45oC – 55oC... 5.2.8 Perhitungan Efisiensi Air Cooler Yang Ada Di
59 Pasaran Dengan Menggunakan Air Dengan
Variasi Serabut Kelapa Dengan 2 Liter Balok Es Dengan Kondisi Udara dikisaran
45oC – 55oC...
5.2.9 Perhitungan Rata-Rata Air Cooler... 60 5.3 Analisa Data ... 65 5.3.1 Efisiensi Air Cooler Yang Ada Di Pasaran Dengan Air
65 Cooler Yang Sudah Ditambahkan Dengan
Serabut Kelapa... 5.3.2 Efisiensi Air Cooler Yang Ada Di Pasaran Dengan Air
66 Cooler Yang Sudah Ditambahkan Dengan
Serabut Kelapa Masing–masing Dengan
Penambahan 2 Liter Balok Es... 5.3.3 Efisiensi Air Cooler Yang Ada Di Pasaran Dengan Air
68 Cooler Yang Sudah Ditambahkan Dengan
Serabut Kelapa Dengan Kondisi Udara dikisaran 45oC – 55oC Dengan Kecepatan Low... 5.3.4 Efisiensi Air Cooler Yang Ada Di Pasaran Dengan Air Cooler Yang Sudah Ditambahkan Dengan Serabut
Serabut Kelapa Dengan Kondisi Udara dikisaran
45oC – 55oC Dengan Kecepatan Medium... 69 5.3.5 Efisiensi Air Cooler Yang Ada Di Pasaran Dengan Air Cooler Yang Sudah Ditambahkan Dengan Serabut Serabut Kelapa Dengan Kondisi Udara di
Kondisi Udara dikisaran 45oC – 55oC Dengan
Kecepatan High... 70 5.3.6 Efisiensi Air Cooler Yang Ada Di Pasaran Dengan Air Cooler Yang Sudah Ditambahkan Dengan Serabut
xiii
Kelapa Dengan Penambahan 2 Liter Balok Es Dengan Kondisi Udara dikisaran 45oC – 55oC Dengan
Kecepatan Low... 71
5.3.7 Efisiensi Air Cooler Yang Ada Di Pasaran Dengan Air Cooler Yang Sudah Ditambahkan Dengan Serabut Kelapa Dengan Penambahan 2 Liter Balok Es Dengan Kondisi Udara dikisaran 45oC – 55oC Dengan Kecepatan Medium... 72
5.3.8 Efisiensi Air Cooler Yang Ada Di Pasaran Dengan Air Cooler Yang Sudah Ditambahkan Dengan Serabut Kelapa Dengan Penambahan 2 Liter Balok Es Dengan Kondisi Udara dikisaran suhu 45oC – 55oC Dengan Kecepatan High... 73
5.3.5 Membandingkan Hasil Efisiensi Air Cooler... 74
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 76
6.1 Kesimpulan ... 76
6.2 Saran ... 77
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data hasil penelitian untuk berbagai kondisi air cooler dan kondisi kecepatan udara Low... 42 Tabel 4.2 Data hasil penelitian untuk berbagai kondisi air cooler dan kondisi
kecepatan udara Medium... 42 Tabel 4.3 Data hasil penelitian untuk berbagai kondisi air cooler dan kondisi
kecepatan udara High... 42
Tabel 5.1 Hasil pengujian setelah air cooler menyala dengan menggunakan
air,kecepatan kipas Low... 45
Tabel 5.2 Hasil pengujian setelah air cooler menyala dengan menggunakan
air, kecepatan kipas Medium... 45
Tabel 5.3 Hasil pengujian setelah air cooler menyala dengan menggunakan
air, kecepatan kipas High... 46
Tabel 5.4 Hasil pengujian setelah air cooler menyala dengan menggunakan
air dengan 2 liter balok es, kecepatan kipas Low... 46
Tabel 5.5 Hasil pengujian setelah air cooler menyala dengan menggunakan
air dengan 2 liter balok es, kecepatan kipas Medium... 46
Tabel 5.6 Hasil pengujian setelah air cooler menyala dengan menggunakan
air dengan 2 liter balok es, kecepatan kipas High... 47
Tabel 5.7 Hasil pengujian setelah air cooler menyala dengan menggunakan
dan tambahan modifikasi serabut kelapa, air kecepatan kipas
Low... 47
Tabel 5.8 Hasil pengujian setelah air cooler menyala dengan menggunakan
dan tambahan modifikasi serabut kelapa, air kecepatan kipas
Medium... 47
Tabel 5.9 Hasil pengujian setelah air cooler menyala dengan menggunakan
dan tambahan modifikasi serabut kelapa, air kecepatan kipas
High... 48 Tabel 5.10 Hasil pengujian setelah air cooler menyala
dengan menggunakan air dengan 2 liter balok es dan tambahan
Serabut kelapa, kecepatan kipas Low... 48 Tabel 5.11 Hasil pengujian setelah air cooler menyala dengan menggunakan
air dengan 2 liter balok es dan tambahan modifikasi serabut
kelapa, kecepatan kipas Medium... 48 Tabel 5.12 Hasil pengujian setelah air cooler menyala dengan menggunakan
air dengan 2 liter balok es dan tambahan modifikasi serabut
kelapa, kecepatan kipas High... 49 Tabel 5.13 Hasil pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
xv
45oC –55oC, kecepatan kipas Low... 49 Tabel 5.14 Hasil pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
menggunakan air biasa dengan kondisi udara dikisaran suhu
45oC – 55oC, kecepatan kipas Medium... 49 Tabel 5.15 Hasil pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
menggunakan air biasa dengan kondisi udara dikisaran suhu
45oC – 55oC, kecepatan kipas High... 50 Tabel 5.16 Hasil pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
menggunakan air dengan 2 liter balok es dengan kondisi udara
dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan kipas Low... 50 Tabel 5.17 Hasil pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
menggunakan air dengan 2 liter balok es dengan kondisi udara
dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan kipas Medium... 50
Tabel 5.18 Hasil pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
menggunakan air dengan 2 liter balok es dengan kondisi udara
dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan kipas High... 51
Tabel 5.19 Hasil pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan penambahan serabut kelapa menggunakan air biasa dengan kondisi udara
dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan kipas Low... 51
Tabel 5.20 Hasil pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan penambahan serabut kelapa menggunakan air biasa dengan kondisi udara
dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan kipas Medium... 51 Tabel 5.21 Hasil pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan penambahan
serabut kelapa menggunakan air biasa dengan kondisi udara
dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan kipas High... 52 Tabel 5.22 Hasil pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan penambahan
Serabut kelapa menggunakan air dengan 2 liter balok es dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC –55oC, kecepatan
kipas Low... 52 Tabel 5.23 Hasil pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan penambahan
serabut kelapa menggunakan air dengan 2 liter balok es
dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC –55oC, kecepatan kipas
Medium... 52 Tabel 5.24 Hasil pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan penambahan
serabut kelapa menggunakan air dengan 2 liter balok es
dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC –55oC, kecepatan kipas High... 53 Tabel 5.25 Hasil rata - rata pengujian setelah air cooler menyala dengan
menggunakan air, kecepatan kipas Low... 57 Tabel 5.26 Hasil rata - rata pengujian setelah air cooler menyala dengan
xvi
menggunakan air, kecepatan kipas Medium... 57 Tabel 5.27 Hasil rata –rata pengujian setelah air cooler menyala dengan
menggunakan air, kecepatan kipas High... 57 Tabel 5.28 Hasil rata - rata pengujian setelah air cooler menyala dengan
menggunakan air dengan 2 liter balok es, kecepatan kipas Low... 57 Tabel 5.29 Hasil rata - rata pengujian setelah air cooler menyala dengan
menggunakan air dengan 2 liter balok es, kecepatan kipas Medium. 58 Tabel 5.30 Hasil rata - rata pengujian setelah air cooler menyala dengan
menggunakan air dengan 2 liter balok es, kecepatan kipas High.. 58
Tabel 5.31 Hasil rata - rata pengujian setelah air cooler menyala dengan menggunakan air dan tambahan serabut kelapa, kecepatan kipas
Low... 58 Tabel 5.32 Hasil rata - rata pengujian setelah air cooler menyala dengan
menggunakan air dan tambahan serabut kelapa, kecepatan kipas
Medium... 58 Tabel 5.33 Hasil rata - rata pengujian setelah air cooler menyala dengan
menggunakan air dan tambahan serabut kelapa, kecepatan kipas
High... 58 Tabel 5.34 Hasil rata - rata pengujian setelah air cooler menyala dengan
menggunakan air dengan 2 liter balok es dan tambahan
serabut kelapa, kecepatan kipas Low... 59 Tabel 5.35 Hasil rata - rata pengujian setelah air cooler menyala dengan
menggunakan air dengan 2 liter balok es dan tambahan
serabut kelapa, kecepatan kipas Medium... 59 Tabel 5.36 Hasil rata - rata pengujian setelah air cooler menyala dengan
menggunakan air dengan 2 liter balok es dan tambahan
serabut kelapa, kecepatan kipas High... 59 Tabel 5.37 Hasil rata - rata pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
menggunakan air biasa dengan kondisi udara dikisaran suhu
45oC – 55oC, kecepatan kipas Low... 59 Tabel 5.38 Hasil rata - rata pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
menggunakan air biasa dengan kondisi udara di kisaran suhu
45oC – 55oC, kecepatan kipas Medium... 59 Tabel 5.39 Hasil rata - rata pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
menggunakan air biasa dengan kondisi udara dikisaran suhu
45oC – 55oC, kecepatan kipas High... 60 Tabel 5.40 Hasil rata - rata pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
menggunakan air dengan 2 liter balok es dengan kondisi udara
dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan kipas Low... 60 Tabel 5.41 Hasil rata - rata pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
xvii
menggunakan air dengan 2 liter balok es dengan kondisi udara
dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan kipas Medium... 60 Tabel 5.42 Hasil rata - rata pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
menggunakan air dengan 2 liter balok es dengan Kondisi Udara
dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan kipas High... 60
Tabel 5.43 Hasil rata - rata pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan penambahan Serabut Kelapa menggunakan air biasa
Dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan
kipas Low... 61 Tabel 5.44 Hasil rata - rata pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
penambahan serabut kelapa menggunakan air biasa
Dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan
kipas Medium... 61 Tabel 5.45 Hasil rata - rata pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
penambahan serabut kelapa menggunakan air biasa
Dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan
kipas High... 61 Tabel 5.46 Hasil rata - rata pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
penambahan serabut kelapa menggunakan air dengan
2 liter balok es dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan kipas Low... 61 Tabel 5.47 Hasil rata - rata pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
penambahan serabut kelapa menggunakan air dengan
2 liter balok es dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC – 55oC,
kecepatan kipas Medium... 62 Tabel 5.48 Hasil rata - rata pengujian air cooler yang ada di pasaran dengan
penambahan serabut kelapa menggunakan air dengan
2 liter balok es dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC – 55oC, kecepatan kipas High... 62
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Direct evaporative cooling... 6
Gambar 2.2 Indiract evaporative cooling... 7
Gambar 2.3 Casing... 7
Gambar 2.4 Blower... 8
Gambar 2.5 Cooling pad honey comb... 8
Gambar 2.6 Pompa air... 9
Gambar 2.7 Water Distribution Line... 9
Gambar 2.8 Motor penggerak/motor listrik... 10
Gambar 2.9 Tangki penampungan air... 10
Gambar 2.10 Proses pendinginan evaporative dari kondisi A ke kondisi B.. 13
Gambar 2.11 Pengukur temperatur bola kering dan bola basah... 14
Gambar 2.12 Rangka diagram psikometrik... 18
Gambar 2.13 Delapan proses thermodinamika dasar... 18
Gambar 3.1 1 unit air cooler... 27
Gambar 3.2 Strimin... 27
Gambar 3.3 Cooling pad menggunakan serabut kelapa... 28
Gambar 3.4 Selang dengan diameter dalam 5/8 inch... 28
Gambar 3.5 Pompa air... 29
Gambar3.6 Kabel tie... 29
Gambar 3.7 Es batu... 29
Gambar 3.8 Sekrup... 30
Gambar 3.9 Isolasi... 30
Gambar 3.10 Anemometer... 31
Gambar 3.11 Thermometer Dry and Wet... 31
Gambar 3.12 Gunting kawat... 31
Gambar 3.13 Cutter... 32
Gambar 3.14 Stopwatch... 32
Gambar 3.15 Penggaris besi... 32
Gambar 3.16 Obeng plus... 33
Gambar 3.17 Benang... 33
Gambar 3.18 Rancangan rumah serabut kelapa... 34
Gambar 3.19 Pemasangan variasi serabut kelapa... 35
Gambar 4.1 Skema rangkaian alat dan posisi alat ukur... 38
Gambar 4.2 (a) Termometer bola kering dan (b) termometer bola basah... 41
Gambar 4.3 Roll kabel listrik... 41
Gambar 4.4 Termokopel dan penampil suhu digital... 42
xix
Gambar 4.6 Alat tulis... 42 Gambar 4.7 Stopwatch... 43 Gambar 4.8 Anemometer... 43 Gambar 5.1 Efisiensi air cooler yang ada di pasaran dengan air cooler
dengan penambahan serabut kelapa... 66
Gambar 5.2 Efisiensi air cooler dengan penambahan serabut
kelapa dengan penambahan 2 liter balok es... 67
Gambar 5.3 Efisiensi air cooler yang ada di pasaran dengan penambahan
Serabut kelapa dan dengan kondisi udara dikisaran 45oC –
55oC dengan kecepatan Low... 68
Gambar 5.4 Efisiensi air cooler yang ada di pasaran dengan penambahan
Serabut kelapa dan dengan kondisi udara dikisaran 45oC –
55oC dengan kecepatan medium 69
Gambar 5.5 Efisiensi air cooler yang ada di pasaran dengan penambahan
serabut kelapa dan dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC – 55oC dengan kesepatan high... 70
Gambar 5.6 Efisiensi air cooler dengan penambahan serabut kelapa
dengan penambahan 2 liter balok es dengan kondisi udara
dikisaran suhu 45oC – 55oC dengan kecepatan low... 71
Gambar 5.7 Efisiensi air cooler dengan penambahan serabut kelapa
dengan penambahan 2 liter balok es dengan kondisi udara
dikisaran suhu 45oC – 55oC dengan kecepatan medium... 72
Gambar 5.8 Efisiensi air cooler dengan penambahan serabut kelapa
dengan penambahan 2 liter balok es dengan kondisi udara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman sekarang ini kenyamanan menjadi suatu tuntutan hidup. Hampir semua orang yang tidak hanya orang–orang kelas atas, tetapi juga kelas menengah ke bawah. Kenyamanan dalam beraktivitas dapat diperoleh dengan tersedianya lingkungan yang bersih, sejuk, dan bebas dari polusi. Keadaan yang seperti itu pada saat ini sudah sangat sulit ditemukan terutama pada daerah perkotaan yang memiliki kualitas udara yang buruk, kotor dan bau.
Udara kotor dapat disebabkan karena adanya polusi udara. Polusi udara ini dapat disebabkan dari berbagai macam hal, seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, asap pabrik, asap pembakaran sampah, bakteri atau virus, bau keringat manusia, bau sampah, dan bau air sungai. Berbagai macam upaya telah dilakukan manusia untuk mengurangi udara panas dan kotor, contoh yang banyak digunakan adalah AC (Air Conditioner) dan air cooler.
AC (Air Conditioner) bekerja dengan cara mensirkulasikan udara dalam suatu ruangan melewati bagian evaporator yang terdiri dari pipa-pipa dan sirip-sirip pendingin yang didalamnya terdapat fluida pendingin (freon) yang disirkulasikan. AC (Air Conditioner) sangat mudah didapatkan di toko-toko elektronik, dan udara dingin yang dihasilkan bervariasi sesuai kebutuhan. Namun AC (Air Conditioner) mempunyai beberapa kekurangan yang cukup merugikan yaitu selain memerlukan daya listrik yang besar, penggunaan freon sebagai cairan pendingin yang tidak ramah lingkungan. Freon dapat merusak lingkungan karena bereaksi dengan ozone yang dapat menyebabkan pemanasan global. Jika dibandingkan dengan air cooler maka semua kekurangan dari AC (Air Conditioner) dapat diatasi karena air cooler selain hanya membutuhkan daya yang relatif kecil tetapi juga lebih ramah lingkungan.
Prinsip kerja air cooler hampir sama dengan AC (Air Conditioner) tetapi udara dilewatkan pada suatu ruangan melewati suatu cooling pad dimana cooling pad berfungsi sebagai tempat mengalir air dingin yang nantinya akan menghasilkan
2
udara dingin dan sekaligus sebagai penyaring udara kotor. Air cooler lebih menguntungkan dibandingkan AC (Air Conditioner). Adapun keuntungannya adalah lebih ramah lingkungan karena menggunakan air dingin, perawatan yang mudah dan daya yang dibutuhkan juga kecil karena hanya menggunakan kipas angin dan pompa. Dilihat dari segi ekonomi pun air cooler lebih murah dibandingkan dengan AC (Air Conditioner). Kerugian dari penggunaan air cooler adalah pendinginan udaranya bersifat lokal, lebih repot karena harus mengisi ulang air dan membekukan ice pack.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tantang air cooler. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi udara dingin yang dihasilkan.
1.2 Rumusan Masalah
Air cooler yang berada di pasaran masih dimungkinkan untuk dinaikkan nilai efisiensinya atau masih dimungkinkan untuk diturunkan suhu udara keluar dari air cooler. Bagaimana menemukan salah satu solusi untuk meningkatkan efisiensi air cooler yang ada di pasaran ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian tentang peralatan air cooler ini adalah :
a. Menbandingkan hasil air cooler sebelum dan sesudah ditambahkan serabut kelapa.
b. Mengetahui karakteristik dari air cooler sebelum dan sesudah dimodifikasi, meliputi :
Efisiensi terbaik dari air cooler dengan menggunakan air.
Efisiensi terbaik air cooler dengan menggunakan air dan ditambah dengan 2 liter balok es.
Efisiensi terbaik air cooler dengan menggunakan air ditambah dengan serabut kelapa.
3
Efisiensi terbaik air cooler dengan menggunakan air ditambah dengan serabut kelapa dan ditambah dengan 2 liter balok es.
Efisiensi terbaik dari air cooler dengan menggunakan air dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC - 55oC.
Efisiensi terbaik air cooler dengan menggunakan air dan ditambah dengan 2 liter balok es dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC - 55oC.
Efisiensi terbaik air cooler dengan menggunakan air ditambah dengan serabut kelapa dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC - 55oC.
Efisiensi terbaik air cooler dengan menggunakan air ditambah dengan serabut kelapa dan ditambah dengan 2 liter balok es dengan kondisi udara dikisaran suhu 45oC - 55oC.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah yang diambil dalam memodifikasi air cooler ini adalah : a. Air cooler yang diteliti, mempergunakan salah satu dari air cooler yang di jual
di pasaran.
b. Air cooler menggunakan cooling pad honey comb dan serabut kelapa.
c. Ada 3 kecepatan udara yang dilakukan di dalam penelitian ini kecepatan high, kecepatan medium dan kecepatan low, sesuai dengan yang dipergunakan pada air cooler yang ada di pasaran.
d. Ukuran cooling pad honey comb dengan tinggi 280 mm, panjang 250 mm dan lebar 25 mm.
e. Ukuran serabut kelapa dengan tinggi 185 mm, panjang 250 mm dan lebar 25 mm.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian tentang air cooler dengan modifikasi penambahan serabut kelapa ini adalah :
4
b. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi bagi para pembuat dan para peneliti air cooler.
c. Hasil penelitian dapat sebagai contoh air cooler yang telah dimodifikasi yang dapat digunakan oleh semua kalangan masyarakat luas.
d. Hasil penelitian dapat di pergunakan untuk menambah kasanah ilmu
5
BAB II
DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori 2.1.1 Air Cooler
Air cooler merupakan sebuah mesin pendingin yang menggunakan prinsip evaporative cooling. Pendinginan evaporative atau secara teknik disebut dengan pendinginan adiabatik adalah suatu proses pengkondisian udara yang dilakukan dengan membiarkan kontak langsung antara udara dengan uap air sehingga terjadi perubahan dari panas sensibel menjadi panas laten. Pada daerah yang beriklim panas dan kering seperti Amerika Serikat dan beberapa negara lain, penggunaan air cooler dapat dilihat pada sebagian atau seluruh bangunan yang ada pada daerah tersebut karena air cooler dapat mereduksi seperempat dari penggunaan energi refrigerant air conditioner. (Althouse, Bracciano, and Turnquist, 2005).
2.1.1.1 Tipe Desain Air Cooler (Evaporative Cooler)
a. Direct evaporative cooling
Direct evaporative cooling merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendinginkan udara dengan sangat sederhana. Sistem ini menambahkan uap air langsung ke uap air yang sudah ada di udara sehingga meningkatkan kelembaban spesifik (w). Prinsip kerja evaporative cooling dapat dilihat pada Gambar 2.1 dimana udara dari luar (outdoor air) dialirkan secara paksa menggunakan blower atau fan melalui cooling pad yang dijaga tetap lembab dengan mengalirkan air dari bagian atas cooling pad sehingga sebagian panas sensibel dari udara dipergunakan untuk menguapkan sebagian air yang ada di udara sehingga menyebabkan suhu udara menjadi dingin. (Karpiscak, 1994, p.3)
6
w : nilai w naik
Tdb : suhu udara kering turun
Twb : suhu udara basah tetap
RH : Kelembaban relative naik
Gambar 2.1 Direct evaporative cooling 2. Indirect evaporative cooling
Indirect evaporative cooling merupakan proses mendinginkan tanpa meningkatkan kelembaban spesifik udara (w). Menggunakan sistem indirect, lebih mahal dan mengkonsumsi energi yang lebih banyak jika dibandingkan dengan menggunakan sistem direct evaporative cooler. Prinsip kerja dari sistem ini ditunjukkan pada Gambar 2.2. Supplay fan mengalirkan udara luar (outdoor air) hingga bersentuhan dengan satu sisi permukaan heat exchanger yang dingin, yang di dalamnya mengalir udara (secondary air) yang suhunya relatif rendah. Setelah terjadi perpindahan panas antara udara yang mengalir di luar heat exchanger dengan udara yang berada di dalam melalui heat exchanger, udara yang di dalam suhunya menjadi naik dan pada saat bersamaan pada sisi lain heat exchanger bersentuhan dengan cooling pad sehingga terjadi proses direct evaporative cooling. (Karpiscak, 1994, p.3)
7
Gambar 2.2 Indiract evaporative cooling
2.1.1.2 Bagian-Bagian Air cooler
Air Cooler terdiri dari beberapa bagian antara lain : (a) rumah atau casing, (b) blower, (c) cooling pad, (d) pompa, (e) water distribution line, (f) motor penggerak, (g) tangki air.
a. Rumah atau casing
Bagian yang merupakan frame atau rangka dari sebuah air cooler dan berfungsi sebagai tempat melekatnya cooling pad, pompa, instalasi water distribution, dan bak penampungan air.
8
b. Blower atau fan
Blower atau fan merupakan peralatan yang berfungsi mengalirkan udara luar dengan prinsip perbedaan tekanan yang terjadi pada inlet dan outlet.
Gambar 2.4 Blower
c. Cooling pad
Cooling pad merupakan bagian yang berfungsi sebagai filter dan media pendingin. Umumnya cooling pad terbuat dari bahan fiberglass, serat selulosa, atau aspen wood fiber. Dengan bentuk seperti rumah tawon, memungkinkan air yang mengalir melalui cooling pad dapat melakukan kontak dengan udara cukup lama, sehingga proses penguapan dapat terjadi semaksimal mungkin.
9
d. Pompa
Pompa berfungsi mensirkulasikan air dari bak penampungan air. Pompa bekerja ketika udara dialirkan oleh fan melewati cooling pad dimana pompa mengalirkan air dari bak penampungan air ke bagian atas cooling pad.
Gambar 2.6 Pompa air
e. Water distribution line
Water distribution line merupakan peralatan yang terletak di bagian atas dari cooling pad. Peralatan ini berfungsi mendistribusikan air agar seluruh permukaan dari cooling pad dapat menerima aliran air sehingga seluruh permukaan dapat dijaga tetap basah. (E-source, 1995)
10
f. Motor Penggerak
Motor penggerak / motor listrik adalah alat yang dapat merubah energi listrik menjadi energi gerak. Dalam hal ini motor listrik menggerakkan blower.
Gambar 2.8 Motor penggerak/motor listrik
g. Tangki air
Tangki air berfungsi untuk menampung air yang akan disirkulasikan dalam sistem.
Gambar 2.9 Tangki penampungan air
2.1.2 Pendinginan Evaporative
Proses pendinginan evaporative atau secara teknik disebut dengan proses pendinginan adiabatik adalah suatu proses pengkondisian udara yang dilakukan dengan membiarkan kontak langsung antara udara dengan air, sehingga terjadi perpindahan panas dan perpindahan massa antara keduanya. Temperatur bola kering udara akan menurun dalam proses ini, dan panas sensibel yang dilepaskan
11
digunakan untuk menguapkan sebagian butiran air. Apabila selang waktu kontak air dan udara mencukupi, maka udara akan mencapai kondisi saturasi. Ketika kondisi equilibrium tercapai, temperatur air menurun hingga sama dengan temperatur bola basah udara. Secara umum akan diperoleh bahwa temperatur bola basah udara sebelum dan sesudah proses adalah sama karena proses semacam ini terjadi di sepanjang garis temperatur bola basah (Twb) yang konstan.
Berikut ini adalah fakta yang terjadi dalam proses pendinginan udara dengan cara saturasi adiabatik :
a. Hanya terjadi perpindahan panas internal, jumlah panas sensibel yang dilepaskan adalah sama dengan jumlah panas laten yang diterima, dan jumlah panas total dari udara yang melalui pendinginan adalah konstan.
b. Temperatur bola basah adalah konstan, temperatur bola kering turun, dan temperatur dew point naik.
c. Titik-titik air pada pad basah pada air cooler akan dengan sendirinya menyesuaikan pada temperatur bola basah. Apabila titik-titik air yang masuk pada pendinginan memiliki temperatur lebih rendah daripada temperatur bola basah, maka mula-mula temperatur titik-titik air tersebut akan naik hingga mencapai temperatur bola basah kemudian baru menguap. Apabila titik-titik air yang masuk pada pendingin memiliki temperatur lebih tinggi daripada temperatur bola basah, maka temperatur titik-titik air itu akan turun hingga mencapai temperatur bola basah oleh karena terjadinya penguapan. Temperatur air yang akan masuk ke pendingin hanya memiliki pengaruh yang sangat kecil terhadap efisiensi pendinginan oleh karena panas untuk pendingin 1 kg air hingga mencapai temperatur bola basah biasanya kurang dari 23,29 kJ, sedangkan panas yang akan diserapnya ketika menguap adalah sebesar 1118,3 kJ.
d. Kuantitas pendinginan udara yang dihasilkan adalah berbanding secara lurus terhadap jumlah air yang menguap.
e. Apabila kondisi udara jenuh tercapai, maka temperatur bola kering dari udara yang keluar dari pendingin adalah sama dengan temperatur bola basah dan sama dengan temperatur dew-point. Namun bagaimanapun juga, kondisi udara
12
100% jenuh jarang sekali dapat dicapai, dan udara yang meninggalkan pendingin walaupun memiliki batas temperatur bola basah sebagai batas paling rendah, namun sesungguhnya tidak benar-benar mampu mencapai temperatur itu.
Dari pengertian diatas, dapat diturunkan persamaan untuk menyatakan proses saturasi adiabatik dari campuran udara – uap air, yaitu jumlah panas sensibel yang dilepas adalah sama dengan jumlah panas laten yang diserap, atau secara matematis untuk satu satuan massa udara, dapat dinyatakan sebagai :
(ca + cw) ( Tdb – Twb) = Lv (ws – w) (2.1)
pada Persamaan (2.1)
ca = panas jenis udara kering, kJ/kg.K
cw = panas jenis uap air, kJ/kg.K
w = kelembaban spesifik udara sebelum proses, kg/kg Tdb = temperatur bola kering, K
Twb = temperatur bola basah, K
Lv = panas laten penguapan air , kJ/kg
ws = kelembaban spesifik udara setelah proses, kg/kg
Syarat agar proses pendinginan evaporative dapat berlangsung dengan baik adalah kondisi lingkungan yang panas dan kering, yaitu lingkungan yang memiliki suhu tinggi dan temperatur bola basah yang relatif rendah. Dibandingkan dengan pendinginan sistem refrigerasi, pendinginan evaporative jauh lebih murah. Biaya awal yang dikeluarkan untuk membuat sebuah sistem pendinginan refrigerasi untuk ukuran yang sama, dan energi listrik yang dibutuhkan untuk pengoprasian alat pendingin evaporative pada umumnya kurang dari satu per lima kali dari energi yang dibutuhkan untuk alat pendingin refrigerasi. Hal inilah yang membuat alat pendingin evaporative menjadi pilihan yang disukai di daerah dengan kondisi udara lingkungan yang mengijinkan.
13
Gambar 2.10. Proses pendinginan evaporative dari kondisi A ke kondisi B
2.1.3 Kondisi Udara
Kondisi udara dapat dinyatakan dengan : (a) Temperatur bola kering, (b) Temperatur bola basah, (c) Kelembaban spesifik, (d) Kelembaban relatif, (e) Temperatur dew point, (f) Volume spesifik, dan (g) Entalpi udara.
2.1.3.1 Temperatur Bola Kering (dry bulb temperature) (dB)
Temperatur bola kering adalah temperatur udara yang ditunjukkan oleh termometer biasa. Informasi ini cukup sederhana, namun tidak mampu memberikan keterangan yang lengkap karena temperatur bola kering hanya menyatakan derajat kandungan panas sensibel dari suatu substansi, tidak menyatakan kandungan panas laten di dalam udara.
14
Gambar 2.11 Pengukur temperatur bola kering dan bola basah
2.1.3.2 Temperatur Bola Basah (wet bulb temperature) (wB)
Penjelasan sederhana mengenai temperatur bola basah adalah temperatur paling rendah yang mampu ditunjukkan oleh termometer yang ‘bola’nya dililit dengan kain atau sumbu basah ketika termometer diletakkan di tempat yang dilalui aliran udara. Panas laten penguapan ditentukan oleh temperatur bola basah, bukan temperatur bola kering karena penguapan aktual terjadi pada pembacaan temperatur bola basah. Ketika udara yang tidak jenuh berhembus melalui termometer bola basah, air dari permukaan yang dibasahi akan menguap, dan panas laten yang diserap oleh proses penguapan air menyebabkan turunnya temperatur yang ditunjukkan oleh termometer. Pada kondisi kesetimbangan, temperatur yang ditunjukkan oleh termometer akan konstan. Temperatur inilah yang disebut dengan temperatur bola basah. (bisa dilihat pada Gambar 2.11)
15 2.1.3.3 Kelembaban Spesifik (spesifik humidity) (w)
Kelembaban spesifik (w) didefinisikan sebagai massa uap air tiap satuan massa udara kering dalam campuran tertentu pada temperatur bola kering (TdB)
tertentu saat menyatakan kandungan uap air sebenarnya dalam udara. Untuk mengetahui besar kelembaban spesifik (w) dapat ditentukan dengan melihat Psychrometric Chart dinyatakan dengan skala vertikal yang terletak pada batas kanan dari diagram.
2.1.3.4 Kelembaban Relatif (relatife humidity) (RH)
Udara bebas akan selalu mengandung uap air, dan apabila udara tersebut mengandung seluruh uap air yang mampu dibawanya, maka dikatakan bahwa udara tersebut mengalami kondisi jenuh. Pada temperatur yang rendah, sangat sedikit uap air yang dibutuhkan untuk membuat udara menjadi jenuh, dan pada temperatur yang tinggi diperlukan banyak uap air untuk membuat udara menjadi jenuh. Dengan demikian, apabila tiba-tiba temperatur udara turun maka sebagian uap air tersebut akan mengembun. Akan tetapi udara tidak selalu berada pada kondisi jenuh, udara pada umumnya berada pada keadaan dibawah titik jenuh. Kelembaban relatif merupakan ukuran dreajat kejenuhan udara pada temperatur bola kering (TdB)
tertentu. Besaran ini menyatakan prosentase kejenuhan udara. RH = 100% berarti udara dalam keadaan jenuh dan RH = 0% berarti udara dalam keadaan kering sempurna. RH didefinisikan sebagai rasio antara tekanan parsial aktual uap air dengan tekanan parsial saturasi uap air pada temperatur bola kering tertentu. Untuk mengetahui nilai RH dapat dilihat pada Psychrometric Chart.
2.1.3.5 Temperature Dew-point (Ta)
Jika udara didinginkan, maka kemampuan udara untuk mempertahankan uap air yang dikandungnya akan menurun. Pada penurunan temperatur yang lebih lanjut akan menyebabkan kondensasi atau terjadinya embun. Temperatur dew-point didefinisikan sebagai temperatur dimana uap air dalam udara yang didinginkan
16
mulai mengembun. Hal ini berarti udara harus didinginkan mencapai temperatur dew-point untuk mengurangi kandungan uap air yang ada didalamnya.
2.1.3.6 Volume Spesifik (v)
Untuk menghitung volume spesifik campuran udara - uap air, digunakan persamaan gas ideal. Volume spesifik adalah volume udara campuran dengan satuan meter-kubik per kilogram udara kering. Dapat juga dikatakan sebagai meter - kubik udara kering atau meter kubik campuran per kilogram udara kering, karena volume yang diisi oleh masing-masing substansi sama. Dari persamaan gas ideal, volume spesifik v dapat dinyatakan dengan melihat Psychrometric Chart.
2.1.3.7 Entalpi Udara (h)
Entalpi adalah besarnya energi yang dimiliki udara pada kondisi tertentu, yang besarnya tergantung dari nilai suhu dan tekanannya. Harga entalpi nol untuk udara kering dipilih pada 00C. Harga entalpi nol untuk uap air berada pada air jenuh bersuhu 00C, yang datanya sama dengan yang digunakan untuk tabel-tabel uap (steam). Untuk mengetahui nilai entalpi dapat dicari dengan melihat pada Psychrometric Chart.
2.1.4 Psychrometric Chart
Psikometrik adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat termodinamika dari udara basah. Secara umum digunakan untuk mengilustrasikan dan menganalisis perubahan sifat termal dan karakteristik dari proses dan siklus sistem penyegaran udara (air conditioning). Diagram psikometrik adalah gambaran dari sifat-sifat termodinamika dari udara basah dan variasi proses sistem penyegaran udara dan siklus sistem penyegaran udara. Dari diagram psikometrik akan membantu dalam perhitungan dan menganalis kerja dan perpindahan energi dari proses dan siklus sistem penyegaran udara. Gambar 2.12. Psychrometric chart dapat dilihat pada lampiran.
17
Temperatur bola kering (TdB) ditunjukkan oleh garis-garis vertikal yang
ditarik dari sumbu horisontal diagram. Temperatur bola kering adalah ukuran dari panas sensibel, dan perubahan dari temperatur bola kering menyatakan perubahan dari panas sensibel.
Temperatur bola basah (TwB) ditunjukkan oleh garis-garis yang ditarik dari
garis saturasi kemudian menurun ke arah kanan bawah sehingga membentuk gradien negatif. Temperatur bola basah adalah merupakan indikator dari panas total (jumlah dari panas sensibel dan panas laten).
Temperatur dew-point (TDP) ditunjukkan dengan titik-titik yang ada di
sepanjang garis saturasi. Pada saat kondisi jenuh (saturasi), temperatur dew-point (TDP) = temperatur bola basah (TwB) = temperatur bola kering (TdB). Temperatur
dew-point adalah ukuran panas laten, dan perubahan dari temperatur dew-point menyatakan perubahan panas laten.
Kelembaban spesifik (W) dinyatakan dengan skala vertikal yang terletak pada batas kanan dari diagram.
Kelembaban relatif (RH) dinyatakan dengan garis yang ditarik dari sebelah kiri bawah diagram yang kemudian membelok ke arah kanan atas dengan kelengkungan yang menyerupai garis saturasi (100% RH).
Volume spesifik (v) adalah kebalikan dari massa jenis dan dinyatakan dalam volume campuran udara - uap air dalam setiap satu satuan udara kering. Volume spesifik dinyatakan dengan garis yang ditarik mulai dari sumbu dB kemudian miring tajam ke arah kiri atas, membentuk gradien negatif. Entalpi atau kandungan panas total (h) dinyatakan dalam jumlah panas yang dikandung oleh setiap satuan massa udara kering. Nilai dari entalpi dapat dilihat di sepanjang skala yang terdapat di garis saturasi pada sisi sebelah kiri diagram.
18
Gambar 2.12. Rangka diagram psikometrik
Proses yang bisa dilakukan untuk mengkondisikan udara meliputi : pemanasan sensibel, pendinginan sensibel, humidifikasi dan dehumidifikasi, namun seringkali dua proses diatas digabung untuk memperoleh temperatur dan kelembaban yang diharapkan.
Gambar 2.13 menyajikan delapan proses termodinamika dasar yang digambarkan dalam psychrometric chart.
Gambar 2.13. Delapan proses termodinamika dasar Proses-proses tersebut adalah :
a. Pemanasan sensibel (OA) b. Pendinginan sensibel (OB) c. Humidifikasi (OC)
d. Dehumidifikasi (OD)
e. Pemanasan dan humidifikasi (OE) f. Pendinginan dan dehumidifikasi (OF)
19
g. Pendinginan dan humidifikasi (OG) h. Pemanasan dan dehumidifikasi (OH)
2.1.5 Efisiensi Pendinginan Evaporative
Perpindahan panas konveksi secara umum dinyatakan dengan :
𝑑𝑞𝑠 = ℎ𝑐 𝑑𝐴 (𝑇𝑠− 𝑇) (2.2)
Dimana : dqs = Kalor (W)
hc = Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K) dA = Luas area (m2)
Ts = Temperatur permukaan (K)
T = Temperatur fluida (K)
Laju aliran panas sensibel dinyatakan dengan :
𝑑𝑞𝑠 = 𝑚𝑎 𝑐𝑝𝑚 𝑑𝑇 (2.3)
Dimana : dqs = Kalor (joule)
ma = Laju aliran massa udara (kg/s)
cpm = Panas jenis (Kal/gr oC)
dT = Selisih temperatur (K)
pada Persamaan (2.3) ma adalah laju aliran massa udara.
Dengan menggabungkan kedua Persamaan (2.2) dan (2.3) diperoleh : ℎ𝑐 𝑑𝐴(𝑇𝑠− 𝑇) = 𝑚𝑎 𝑐𝑝𝑚 𝑑𝑇 ℎ𝑐 . 𝑑𝐴
𝑚𝑎 . 𝑐𝑝𝑚= 𝑑𝑇
(𝑇𝑠−𝑇) (2.4)
Dimana: hc = Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K)
dA = Luas area (m2)
Ts = Temperatur permukaan (K)
T = Temperatur fluida (K)
ma = Laju aliran massa udara (kg/s)
cpm = Panas jenis (kal/gr oC)
hc = Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K)
dT = Selisih temperatur (K)
Dengan mengintegralkan pada batas-batas tertentu, diperoleh :
ℎ𝑐 𝑚𝑎 𝑐𝑝𝑚 ∫ 𝑑𝐴 𝐴 0 = ∫ 𝑑𝑇 (𝑇𝑠−𝑇) 𝑇2 𝑇1 (2.5)
20
Dimana: hc = Nilai koefisiensi perpindahan panas konveksi (W/m2K)
ma = Laju aliran massa udara (kg/s)
cpm = Panas jenis (Kal/gr oC)
dA = Luas area (m2)
dT = Selisih temperatur (K)
Ts = Temperatur permukaan (K)
T = Temperatur fluida (K)
T1 = Temperatur udara masuk sistem (K)
T2 = Temperatur udara keluar sistem (K)
menghasilkan, 1 − 𝑇1− 𝑇2
𝑚𝑎 𝑐𝑝𝑚= exp ( ℎ𝑐 𝐴
𝑚𝑎 𝑐𝑝𝑚) (2.6)
Dimana: T1 = temperatur udara masuk sistem (K)
T2 = Temperatur udara keluar sistem (K)
ma = Laju aliran massa udara (kg/s)
cpm = Panas jenis (Kal/gr oC)
hc = Nilai koefisiensi perpindahan panas konveksi (W/m2K)
A = Luas area (m2)
Jika, efisiensi dari alat pendingin evaporative yang terkadang disebut juga efisiensi saturasi dinyatakan dengan Persamaan (2.7).
𝜂 = 𝑇1− 𝑇2
𝑇1− 𝑇𝑠 (2.7)
Dimana: η = Efisiensi (%)
T1 = Temperatur udara masuk sistem (K)
T2 = Temperatur udara keluar sistem (K)
Ts = Temperatur permukaan (K)
maka dari Persamaan (2.7) dapat dinyatakan Persamaan (2.8). 𝜂 = 1 − exp (− ℎ𝑐 𝐴
𝑚𝑎 𝑐𝑝𝑚) (2.8)
Dimana: η = Efisiensi (%)
hc = Nilai koefisiensi perpindahan panas konveksi (W/m2K)
21
ma = Laju aliran massa udara (kg/s)
cpm = Panas jenis (Kal/gr oC)
Efisiensi ini dapat didefinisikan sebagai : penurunan temperatur bola kering yang dihasilkan dibagi dengan selisih temperatur bola kering dan temperatur bola basah udara yang memasuki sistem.
𝜼 =𝑻𝒅𝑩 𝒊𝒏− 𝑻𝒅𝑩 𝒐𝒖𝒕
𝑻𝒅𝑩 𝒊𝒏− 𝑻𝒘𝑩 𝒊𝒏 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.9)
Dimana:
TdB in = temperatur bola kering udara yang memasuki sistem
TdB out = temperatur bola kering udara yang keluar sistem
TwB out = temperatur bola basah udara yang keluar sistem
Penurunan temperatur bola kering yang mampu dicapai dengan proses pendinginan evaporative tidak dapat lebih rendah daripada temperatur bola basah aliran udara yang memasuki sistem. Pada daerah yang memiliki kelembaban tinggi, udara bebas telah membawa kandungan uap air yang cukup tinggi sehingga hal ini sangat membatasi jumlah pendinginan sensibel yang mampu dicapai dengan proses evaporasi.
2.1.6 Faktor Pertimbangan Dalam Pemilihan Sistem Penyegaran Udara
Sistem penyegaran udara untuk kenyamanan manusia dirancang agar temperatur, kelembaban, kebersihan dan pendistribusian udara dapat dipertahankan pada keadaan yang diinginkan. Oleh sebab itu, perancangan harus mempertimbangkan faktor-faktor pemilihan sistem penyegaran udara. Adapun faktor-faktor pemilihan sistem penyegaran udara meliputi:
a. Faktor kenyamanan
Kenyamanan pada sistem penyegaran udara yang dirancang ditentukan oleh beberapa parameter, antara lain: aliran udara, kebersihan udara, bau, kualitas ventilasi, tingkat kebisingan dan interior ruangan. Tingkat keadaan pada sistem
22
penyegaran udara dirancang dapat diatur dengan sistem pengaturan yang ada pada mesin penyegar udara.
b. Faktor ekonomi
Dalam proses pemasangan, operasi dan perawatan, serta sistem pengaturan yang digunakan harus diperhitungkan pula segi-segi ekonominya. Oleh sebab itu, dalam percancangan sistem penyegaran udara harus mempertimbangkan biaya awal, operasional dan biaya perawatan yaitu sistem tersebut dapat beroperasi maksimal dengan biaya total yang serendah-rendahnya.
c. Faktor operasi dan perawatan
Pemilihan sistem penyegaran udara yang paling disukai adalah sistem yang mudah dipahami konstruksi, susunan dan cara menjalankannya. Beberapa faktor pertimbangan operasi dan perawatan meliputi:
Konstruksi sederhana Tahan lama
Mudah direparasi jika terjadi kerusakan Mudah perawatannya
Dapat fleksibel melayani perubahan kondisi operasi Efisiensi tinggi
2.2 Tinjauaan Pustaka
Miske (2009) telah melakukan penelitian air cooler berjudul “Rancang Bangun Evaporative Cooler” yang bertujuan untuk mendapatkan evaporative cooler yaitu evaporative cooler portable yang dapat dipakai di tempat-tempat yang panas dan kering. Penelitian meliputi : (a) Studi literatur, dilakukan untuk mengumpulkan dan mempelajari literatur-literatur yang dapat menunjang proses pembuatan evaporative cooler. (b) Desain evaporative cooler meliputi desain kebutuhan udara pada ventilasi, casing dan pad, pressure drop, pompa. (c)
23
Pembuatan evaporative cooler. (d) Eksperimen, dengan mengambil data yang meliputi tempertur bola kering udara lingkungan (dB in), temperatur bola basah lingkungan (wB in), tempertur bola kering yang dihasilkan (dB out) dan temperatur bola basah yang dihasilkan (wB out). (e) Analisa, yang meliputi pengaruh jumlah pad pada efektifitas evaporative cooler; pengaruh kecepatan udara terhadap efektifitas evaporative cooler; pangaruh peletakan pad terhadap efektifitas evaporative cooler; pengaruh kecepatan udara terhadap waktu penguapan air. Kesimpulan yang diambil secara keseluruhan dari hasil penelitian tersebut adalah : (a) Evaporative cooler hasil rancangan memiliki efektifitas maksimum 91,43%. (b) Efektifitas evaporative cooler akan semakin meningkat apabila jumlah pad lebih banyak dan kecepatan udara semakin rendah. (c) Efektifitas evaporative cooler akan semakin meningkat jika pad diletakkan dekat dengan cerobong. (d) Laju penguapan air meningkat jika kecepatan udara semakin tinggi.
Selrianus (2008) telah melakukan penelitian air cooler yang bertujuan : (a) Mencari dan memilih bahan bersifat alamiah yang bisa digunakan sebagai bahan untuk cooling pad pada evaporative cooler. (b) Meningkatkan efisiensi pendinginan dari evaporative cooler. (c) Mempelajari pengaruh kecepatan aliran udara, ketebalan, temperatur bola kering (dB) udara masuk, dan temperatur air yang mengalir di cooling pad terhadap efisiensi pendinginan. Penelitian menggunakan metode : (a) Mencari dan menentukan cooling pad dengan cara penentuan kriteria bahan yang akan dipilih, membandingkan sifat pad (penyerapan air, ukuran pori, durability, sifat reaktif terhadap bahan lain, kekakuan pada keadaan lembab dari setiap alternatif bahan). (b) Merancang sistem pengujian untuk pengukuran tekanan. (c) Membuat pad yang digunakan untuk pengujian. (d) Melakukan pengujian untuk mengukur penurunan tekanan. (e) Pembuatan cooling pad. (f) Pengujian yang meliputi mencatat sifat udara (dB in, wB in, dB out, wB out), mengukur kecepatan udara, mengukur temperatur air pada water tank, mengukur laju penguapan dengan cara mencatat waktu yang diperlukan untuk menguapkan air ke udara pada volume tertentu dan mengulang kembali langkah pertama dengan tingkat kecepatan yang berbeda. (g) Analisa meliputi hubungan kecepatan udara terhadap efisiensi pendinginan, laju penguapan setiap cooling pad, pengaruh RHin
24
terhadap efisiensi pendinginan, pengaruh suhu air pada water tank dengan efisiensi pendinginan dan membandingkan efisiensi dan kecepatan yang dihasilkan alternatif cooling pad. (h) kesimpulan. Hasil penelitian ini adalah (a) Efisiensi yang dihasilkan oleh cooling pad yang terbuat dari bahan ijuk dan serabut kelapa kurang maksimal karena tidak seluruh permukaan cooling pad basah. Hal ini diakibatkan oleh water distribution line yang tidak bekerja dengan baik dalam mengatur air yang membasahi cooling pad. (b) Efisiensi pendinginan ijuk maksimal 50% dan serabut kelapa 51%. Tetapi efisiensi rata-rata cooling pad yang terbuat dari serabut kelapa lebih baik dari pada cooling pad yang terbuat dari bahan ijuk. (c) dari kedua bahan alternatif cooling pad yang dianalisa, efisiensi yang dihasilkan tidak lebih baik daripada cooling pad asli dari evaporative cooler. Efisiensi maksimal dari cooling pad asli sebesar 55% sedangkan ijuk hanya 50% dan serabut kelapa 51%. (d) Suhu air pada water tank yang lebih dingin meningkatkan efisiensi pendinginan. Ekadewi1), Fandi2), Selrianus3) (2007) telah melakukan penelitian air cooler berjudul “Penggunaan Serabut Kelapa Sebagai Bantalan Pada Evaporative Cooler” yang bertujuan : (a) Pengujian dilakukan untuk mengetahui kinerja air cooler, yang meliputi penurunan temperatur bola kering - db udara, efektifitas air cooler dan laju penguapan air. Penelitian menggunakan metode : (a) Pengujian dilakukan untuk mengetahui kinerja evaporative cooler, yang meliputi penurunan temperatur bola kering udara, efektifitas evaporative cooler dan laju penguapan air, dengan bantalan serabut dan bantalan asli dari manufaktur. (b) Variabel yang diukur selama pengujian adalah temperatur udara (bola basah dan bola kering) pada masukan dan keluaran, temperatur air, kecepatan aliran udara, waktu 100 ml air habis selama pengujian. Bantalan serabut kelapa yang diuji memiliki beberapa ketebalan yaitu 1 cm, 1.5 cm dan 2.4 cm. Bantalan ditata dalam wire mess dan sebagian dalam jala-jala. (c) Dari hasil pengujian dilakukan analisa yang meliputi: pengaruh kecepatan udara, pengaruh temperatur bola kering udara masuk, temperatur air terhadap kinerja air cooler. Kesimpulan yang diambil secara keseluruhan dari hasil penelitian tersebut adalah : (a) Kecepatan aliran udara yang lebih rendah menghasilkan penurunan temperatur db dan efektifitas lebih tinggi, serta memerlukan laju penguapan air lebih rendah. (b) Semakin tinggi temperatur bola
25
kering dan semakin rendah RH udara masuk, semakin besar penurunan temperatur db dan semakin tinggi efektifitas evaporative cooler. (c) Semakin rendah temperatur air yang membasahi bantalan, semakin sedikit laju penguapan air. (d) Semakin tebal bantalan semakin bagus kinerja air cooler. (e) Serabut kelapa dapat digunakan sebagai bantalan dalam air cooler.
26
BAB III
RANCANGAN MODIFIKASI AIR COOLER
3.1 Persiapan
Perlu diketahui bahwa pembuatan variasi air cooler ini dilakukan hanya untuk mengetahui efisiensi kerja dari air cooler sebelum dan sesudah ditambah modifikasi pada bagian cooling padnya. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dari awal adalah dengan mengidentifikasi air cooler yang akan dimodifikasi kemudian mempelajari sistem kerja dari air cooler itu sendiri setelah itu menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan. Proses persiapan selanjutnya adalah pengukuran-pengukuran terhadap variasi air cooler meliputi suhu keluaran dari air cooler yaitu suhu bola basah dan suhu bola kering, kelembaban udara, kecepatan angin dan sirkulasi air.
3.2 Bahan Modifikasi Air Cooler
Bahan–bahan yang digunakan untuk memodifikasi air cooler ini adalah : a. 1 unit air cooler
b. Kawat Strimin
c. Pad serabut kelapa 250 mm x 185 mm x 25 mm d. Selang dengan diameter dalam 5/8 inch
e. Pompa air f. Kabel tie g. Es batu h. Sekrup i. Isolasi
27
Gambar 3.1 1 Unit air cooler
28
Gambar 3.3 Cooling pad menggunakan serabut kelapa
29
Gambar 3.5 Pompa air
Gambar3.6 Kabel tie
30
Gambar 3.8 Sekrup
Gambar 3.9 Isolasi
3.3 Alat – Alat Yang Digunakan
Peralatan yang digunakan untuk memodifikasi air cooler meliputi: a. Anemometer b. Thermometer c. Gunting d. Cutter e. Stopwatch f. Penggaris besi g. Obeng Plus h. Benang
31
Gambar 3.10 Anemometer
Gambar 3.11 Thermometer Dry and Wet
32
Gambar 3.13 Cutter
Gambar 3.14 Stopwatch
33
Gambar 3.16 Obeng plus
Gambar 3.17 Benang
3.4 Fungsi Alat Yang Digunakan
Fungsi dari alat–alat yang digunakan dalam penelitian air cooler sebagai berikut :
a. Anemometer berfungsi sebagai alat pengukur kecepatan angin yang keluar melalui blower.
b. Thermometer Dry Wet berfungsi sebagai alat pengukur suhu basah dan kering yang keluar dari air cooler sebelum dan sesudah diberi variasi.
34
c. Gunting kawat berfungsi untuk memotong strimin.
d. Cutter berfungsi untuk memotong selang, cable tie dan isolasi.
e. Stopwatch sebagai alat penghitung waktu ketika dilakukan pengambilan data. f. Penggaris besi digunakan sebagai pengukur panjang, lebar dan tinggi, strimin
dan cooling pad.
g. Obeng plus digunakan untuk melepas dan memasang baut yang terdapat pada air cooler.
h. Benang digunakan sebagai pengikat serabut kelapa.
3.5 Proses Pengerjaan variasi Air Cooler
Proses pengerjaan variasi air cooler terdapat tahap–tahap pembuatan sebagai berikut :
3.5.1 Persiapan Merancang Cooling Pad Air Cooler
Dalam merancang cooling pad air cooler pembuatan desain dilakukan dengan proses manual dan sederhana. Hal-hal yang dilakukan adalah :
a. Memotong strimin dengan ukuran 25 cm x 30 cm ( 2 lembar ) sebagai wadah dari spoons ( lihat gambar ).
b. Mengikat serabut kelapa dengan jumlah berat total 50 gram dengan benang dan disusun secara horisontal.
35
c. Melubangi selang air dengan menggunakan baut puntir berdiameter 2 mm sepanjang 20 cm dan diletakkan diatas variasi serabut kelapa.
d. Menyambungkan pompa dengan selang air dan menutup bagian ujung selang dengan kabel tie kemudian memasangnya pada bagian depan cooling pad. e. Cooling pad menggunakan serabut kelapa diletakkan didepan cooling pad
honey comb.
Gambar 3.19 Pemasangan cooling pad menggunakan serabut kelapa
3.5.2 Menyiapkan Alat dan Bahan
Setelah perancangan air cooler selesai dilaksanakan maka, perlu menyiapkan alat dan bahan untuk pembuatan alat. Setelah pembuatan variasi serabut kelapa air cooler selesai dilaksanakan maka, perlu menyiapkan alat ukur kecepatan angin (anemometer) dan suhu (thermometer) pada proses selanjutnya untuk proses pengambilan data.
36 3.5.3 Menyiapkan Keperluan Lainnya
Setelah menyiapkan bahan–bahan air cooler selesai, maka perlu mempersiapkan untuk keperluan lainnya. Setelah menyiapkan Thermometer dan Anemometer, selanjutnya menyiapkan stopwatch dan es batu lalu mengisi air diantara level max dan min pada tangki penampungan air.
3.5.4 Proses Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan setiap 15 menit pada kecepatan 1 sampai kecepatan 3, sebelum menggunakan variasi dan sesudah menggunakan variasi, menggunakan air biasa dan menggunakan air es. Thermometer dan Anemometer diletakkan didepan blower untuk proses pengambilan data.
3.5.5 Cara Kerja Air Cooler (Evaporative Cooler)
Cara kerja dari air cooler ini sebenarnya sangat sederhana yaitu sama seperti cara kerja kipas angin biasa. Perbedaannya adalah ada sirkulasi air didalamnya, yang bertujuan untuk mendinginkan udara. Sebenarnya ada beberapa cara untuk mendinginkan udara dengan contoh penambahan es pada bak penampung, dengan begitu suhu air dapat lebih rendah.
Mekanisme perpindahan kalor yang terjadi pada air cooler yaitu menggunakan penguapan air untuk mendinginkan dan menambah kadar air atau kelembaban pada aliran udara, sehingga temperatur bola kering menjadi lebih dingin daripada sebelum mengalami proses penguapan. Temperatur bola kering menjadi lebih dingin karena udara dari luar (outdoor air) dialirkan secara paksa menggunakan blower atau fan melalui cooling pad yang dijaga tetap lembab dengan mengalirkan air dari bagian atas cooling pad sehingga sebagian panas sensibel dari udara dipindahkan ke air dan menjadi panas laten dan menyebabkan suhu udara menjadi dingin.
3.6 Hasil Modifikasi
37 3.7 Kesulitan Dalam Pengerjaan
Adapun kesulitan–kesulitan dalam pengerjaan air cooler antara lain sebagai berikut :
a. Membuat celah pada pad serabut kelapa agar air dapat bersikulasi dengan merata.
b. Membuat sirkulasi air agar sederhana dan optimal.
c. Pemasangan selang sebagai penyalur air menuju cooling pad tambahan.
3.8 Pengujian Cooling Pad Menggunakan Serabut Kelapa Pada Air Cooler
Pada pengujian ini alat menggunakan 3 kecepatan dan 2 pad. Ada dua kabel fungsi dengan salah satunya adalah kabel pompa tambahan, hal ini dimaksudkan agar dapat dipilih pompa yang mana yang akan mengalirkan air.
Pada proses selanjutnya adalah menyalakan air cooler, kecepatan putar fan / kipas dapat diatur terhadap hasil pendinginan udara yang dihasilkan. Perhitungan dilakukan setelah data yang diperlukan didapat. Data yang dibutuhkan adalah data temperatur bola kering udara lingkungan (TdB in), data temperatur bola basah
lingkungan (TwB in), data temperatur temperatur bola kering yang dihasilkan (TdB out) dan data temperatur bola basah yang dihasilkan (TwB out). Data temperatur
lingkungan diambil di sekitar air cooler dan data temperatur yang dihasilkan diambil di depan hembusan air cooler. Semua data diambil menggunakan termometer bola kering dan termometer bola basah.
38
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Objek Penelitian
Objek yang diteliti adalah air cooler yang merupakan hasil modifikasi dari air cooler yang ada di pasaran.
4.2 Skematis Pengujian
Skematis pengujian pada air cooler disajikan pada Gambar 4.1.