• Tidak ada hasil yang ditemukan

Available online at ScienceArticle. Fisheries Technology 1 (2014) 1-10

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Available online at ScienceArticle. Fisheries Technology 1 (2014) 1-10"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Fisheries Technology 1 (2014) 1-10

Pemanfaatan Ekstrak Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Guna Mengurangi Bau Amis

Petis Ikan Layang (Decapterus spp)

Rizqi Akbar Ega Putra1*

1) Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, FPIK Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145

Email: rizqi.a4.32@gmail.com Received 9 December 2014

Abstrak

Petis ikan layang (Decapterus spp) terbuat dari hasil samping perebusan ikan pindang layang (Decapterus spp) yang kaya akan protein namun berbau amis. Penambahan ekstrak jeruk nipis dapat mengurangi bau amis pada petis ikan layang. Pembuatan petis ikan layang dengan campuran ekstrak jeruk nipis 15% dapat menaikkan mutu petis ikan layang dengan mengurangi bau amis. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan menggunakan faktor konsentrasi ekstrak jeruk nipis (5%, 10%, dan 20%). Parameter yang diuji meliputi uji organoleptik, uji kadar protein, derajat keasaman (pH), dan uji mikrobiologi (kapang). Analisis data menggunakan metode Kruskal-Wallis dan di uji lanjut menggunakan Multiple Comparison. Hasil perlakuan terbaik yaitu petis ikan layang dengan penambahan ekstrak jeruk nipis 15% dengan nilai organoleptik warna 6,37; kenampakan 6,14; tekstur 5,19; aroma 6,75; rasa 5,61; kadar protein 12,25%; derajat keasaman (pH) 4,37 dan total mikroba (kapang) 6,5 x 101 koloni/ml. Bagaimanapun juga penambahan ekstrak jeruk nipis 15% dapat mengurangi bau amis petis ikan layang. Jadi penambahan ekstrak jeruk nipis 15% disarankan untuk pembuatan petis ikan layang (Decapterus spp).

(2)

2 Pendahuluan

Petis ikan merupakan produk berbentuk pasta, berwarna coklat kehitaman dan umumnya terbuat dari cairan tubuh udang selama penggaraman serta diuapkan melalui perebusan lebih lanjut (Sari dan Kusnadi, 2015). Petis ikan yang terdapat di Indonesia merupakan hasil penyaringan dari proses perebusan (pemindangan) ikan atau limbah hasil perebusan yang tidak digunakan tetapi masih memiliki zat gizi yang cukup besar. Sebagai hasil sekunder, petis ikan yang dikumpulkan dari cairan tersebut diuapkan lagi dengan perebusan dan ditambahkan gula sebagai bahan pengawet (Soeseno, 1984). Adapun fungsi dari petis itu sendiri adalah sebagai penyedap atau penambah rasa dalam masakan maupun sambal yang telah disediakan (Nasran, 1993).

Jeruk nipis atau Citrus aurantifolia adalah buah yang banyak mengandung senyawa kimia antara lain senyawa limonen, linalui asetat, asetat geramie, fellandren, sitral dan asam sitrat. Jeruk nipis sendiri mengandung protein 0,8 g, lemak 0,3 g, vitamin C 27 mg, asam sitrat 7-8 g serta mineral-mineral seperti fosfor dalam 100 g (Rafacz et al., 2005). Bau amis pada ikan ditimbulkan oleh kandungan protein ikan yang tinggi. berkurangnya kesegaran ikan terutama berasal dari amonia, trimethylamin, asam lemak yang mudah menguap dan hasil-hasil dari oksidasi asam lemak (Sulaiman dan Noor, 1982). Cara yang umum digunakan untuk menghilangkan bau amis pada ikan

adalah dengan pencelupan pada larutan air jeruk nipis. Larutan tersebut efektif dalam menghilangkan bau amis pada ikan sebab mengandung senyawa asam sitrat dan asam askorbat, senyawa tersebut dapat bereaksi dengan senyawa TMA membentuk senyawa trimetil ammonium yang selanjutnya diubah ke bentuk bimetal ammonium, hingga bau amis pada ikan hilang (Poernomo et al., 2004).

Seringkali petis ikan yang dijumpai masih mengandung bau amis yang didapat dari sumber ikan itu sendiri. Bau amis tersebut dapat menurunkan kualitas dari petis ikan. Sehingga diperlukan suatu cara untuk bagaimana agar bau amis pada petis ikan dapat dihilangkan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pemanfaatan jeruk nipis dan untuk mengetahui pada konsentrasi berapa bau amis pada petis ikan dapat dikurangi.

Metodologi Bahan dan alat

Bahan pada penelitian ini meliputi cairan hasil proses pemindangan ikan layang (Decapterus spp), yang diambil dari kecamatan Slopeng Kabupaten Sumenep Madura, tepung terigu, gula pasir, jeruk nipis yang dibeli dipasar Blimbing Malang.

Alat – alat yang digunakan selama penelitian ini adalah gelas ukur 100 ml, timbangan digital, panci, kompor, pengaduk, pengocok telur, sedangkan peralatan yang digunakan dalam uji tersebut antara lain labu

(3)

3 destruksi, erlenmeyer 250 ml, soxhlet,

FATE-X, desikator, labu destilasi, bunsen, kapas, selongsongan, oven, cawan porselin, tanur listrik, dan kertas saring.

Metode pengujian

Metode yang digunakan dalam pengujian kali ini adalah dengan metode eksperimental. Menurut Hadi (1990), metode experimental merupakan metode yang digunakan untuk menentukan hubungan sebab – akibat dari variabel yang diteliti. Pengujian dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi jeruk nipis terbaik (5%, 10% dan 15%) dengan analisis objektif yang meliputi uji organoleptik dengan parameter warna, bau, kenampakan, rasa dan tekstur. Selanjutnya diteruskan dengan menguji kadar protein, pH, dan mikrobiologi (kapang), guna mengetahui perubahan yang terjadi setelah penambahan konsentrasi asam. Konsentrasi jeruk nipis yang diberikan, yaitu: perlakuan kontrol (tanpa penambahan jeruk nipis), perlakuan penambahan jeruk nipis dengan konsentrasi 5%, perlakuan penambahan jeruk nipis dengan konsentrasi 10% dan perlakuan penambahan jeruk nipis dengan konsentrasi 15%. Tiap perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan.

Prosedur pengujian larutan jeruk nipis Prosedur pengujian dilakukan secara subjektif meliputi uji organoleptik dengan parameter warna, kenampakan, aroma tekstur serta rasa yang dilanjutkan

perhitungan menggunakan metode different

test dengan tipe multile comparison

(Larmond, 1970). Sedangkan analisis objektif meliputi analisis kimia (pengujian kadar Protein. Konsentrasi larutan jeruk nipis (5%, 10%, dan 15%) ditambahkan kedalam cairan petis ikan layang dan dihomogenkan dengan bantuan pengkocok telur agar asam dari jeruk nipis dan cairan petis ikan layang tercampur dan mencapai tingkat kekentalan yang diinginkan. Saat pencampuran, kondisi petis ikan layang harus dalam keadaan dingin (<40 0C).

Pengujian organoleptik

Uji organoleptik meliputi uji hedonik dengan skala nilai 1 – 9 bertujuan untuk mengetahui penilaian panelis pada produk dan tingkat kesukaan (Soekarto, 1985). Pelaksanaan dilakukan dengan cara menghidangkan petis ikan layang yang telah ditandai dan panelis diminta untuk memberikan scoring pada score sheet yang disiapkan. Pengujian menggunakan 35 panelis. Parameter uji berupa warna, bau, kenampakan, rasa dan tekstur.

Analisis kadar protein (Dewan Standarisasi Nasional, 1992)

Pengujian kadar protein dilakukan menggunakan metode Kjeldahl-mikro. Pertama sampel cairan ditimbang sebanyak 0,2 gram dan dimasukkan kedalam labu Kjeldahl 30 ml. Selanjutnya 2 gram K2SO4, 50 mg HgO dan H2SO4 ditambahkan kedalam

(4)

4 cairan. Sampel tersebut dididihkan 1 – 1,5

jam hingga cairan berwarna jernih dan dinginkan serta tambahkan air hasil penyulingan secara perlahan. Kemudian isi labu dipindahkan ke alat destilasi dan tambahkan 8 – 10 mol NaOH, Na2S2O3 lalu didestilasi. Destilat yang terbentuk ditampung dalam erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml Asam Borat dan 2 tetes larutan indikator (campuran metil merah dan metil biru) hingga volume destilat sebesar 15 ml. Setelah itu destilat diencerkan sampai kira – kira 50 ml dan ditiriskan menggunakan HCl 0,02 N hingga warna abu – abu terbentuk.

Perhitungan:

%𝑁 = 𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 − 𝑚𝑙 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 14, 007

𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 100 % % 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 = % 𝑁 × 6,25

Analisis derajat keasaman (pH) (AOAC, 1995)

Sampel cairan ditimbang 0,5 g dan dilakukan pengenceran dengan perbandingan petis ikan layang : air aquades (1 : 5) lalu di mixer agar homogen. Selanjutnya sampel tersebut di ukur dengan pH meter. Nilai didapat setelah 1 menit pembacaan pH meter hingga angka konstan.

Analisis mikrobiologi (kapang) (Fardiaz, 1992)

Sampel diambil sebanyak 10 ml, lalu dimasukkan dalam erlenmeyer berisi larutan NaCl fisiologis sebanyak 90 ml dan dihomogenkan (pengenceran 10-1).

Selanjunya dilakukan pegenceran bertingkat 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan masing – masing dituang kedalam cawan petri sebanyak 1 ml secara duplo. Setelah itu dituang kedalam cawan petri media PCA dan dibiarkan hingga padat dan dilakukan inkubasi selama ± 2 hari. Perhitungan :

Koloni/ml = ∑ koloni/cawan x 1

𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟

Analisis data organoleptik

Analisis data untuk organoleptik menggunakan statistik non-parametrik dengan metode Kruskal-Wallis dan di uji lanjut menggunakan Multiple Comparison (Steel dan Torrie, 1989). Prosedur pengujian Kruskal-Wallis adalah sebagai berikut : pertama data diurutkan dari yang terkecil ke terbesar untuk semua perlakuan dalam satu parameter. Selanjutnya dihitung total urutan untuk tiap perlakuan dan juga rataannya. Untuk penentuan nilai akhir dihitung menggunakan rumus : 𝐻 = 12 𝑛 𝑛 + 1 ∑ 𝑖 𝑅𝑖 𝑛𝑖− 3 𝑛 + 1 𝐻′ = 𝐻 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑖 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑔𝑖 = 𝐼 − ∑𝑇 𝑛 − 1 𝑛(𝑛 + 1) Uji Multiple Comparison :

𝑅𝑖 − 𝑅𝑗 𝑥 (𝑁 + 1)𝑘/6

Kode yang dipakai dalam pengujian organoleptik adalah : JN0 untuk perlakuan kontrol, JN1 untuk perlakuan Jeruk nipis 5%,

(5)

5 JN1 untuk perlakuan Jeruk nipis 10%, JN1

untuk perlakuan Jeruk nipis 15%,.

Hasil dan pembahasan Uji organoleptik

Warna

Warna adalah parameter pertama dalam penentuan tingkat kesukaan konsumen dan yang paling penting sebelum parameter lainnya (Winarno, 1997). Penambahan jeruk nipis dengan konsentrasi 15% memberikan pengaruh warna terhadap petis ikan layang, hal tersebut disebabkan ekstrak jeruk nipis sendiri memiliki zat warna

karetenoid yang akan membuat warna dari

petis ikan layang menjadi lebih mengkilat namun tetap berwarna coklat sebagaimana mestinya. Dibawah ini disajikan gambar histogram hasil pengujian organoleptik pada warna dengan selang kepercayaan 95%.

Gambar 1. Histogram Nilai Rataan Organoletik pada Warna

Berdasarkan rataan rangking uji Kruskal-Wallis menggambarkan bahwa penambahan ekstrak jeruk nipis dengan

konsentrasi 15% diterima oleh para panelis jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Kenampakan

Kenampakan petis ikan layang menunjukkan bahwa penambahan jeruk nipis dengan berbagai konsentrasi (5%, 10% dan 15%) tidak memberikan pengaruh pada kenampakan petis ikan layang itu sendiri. Meskipun rataan pada penampakan mengalami perbedaan, namun tidak terlalu signifikan. Dibawah ini disajikan gambar histogram hasil pengujian organoleptik pada kenampakan dengan selang kepercayaan 95%.

Gambar 2. Histogram Nilai Rataan Organoleptik pada Kenampakan

Dari gambar histogram nilai rataan organoleptik pada kenampakan diatas, dapat disimpulkan panelis lebih menyukai penambahan ekstrak jeruk nipis dengan konsentrasi 10% dan 15% yang mendapat nilai rataan 6,14. Namun perbedaan selisih nilai tidak terlalu signifikan. Hal tersebut disebabkan akibat kenampakan ekstrak jeruk nipis yang berwarna bening sehingga tidak 5,3 6,14 6,3 6,37 0 2 4 6 8 Kontrol 5% 10% 15% N ila i R a ta a n Wa rn a Perlakuan (%) 5,3 5,8 6,14 6,14 4,5 5 5,5 6 6,5 Kontrol 5% 10% 15% N ila i R at aa n Ken am p ak an Perlakuan (%)

(6)

6 berpengaruh spesifik pada kenampakan petis

ikan layang tersebut.

Tekstur

Pemberian ektrak jeruk nipis pada cairan petis ikan layang mempengaruhi penilaian panelis. Dibawah ini disajikan gambar histogram hasil pengujian organoleptik pada tekstur dengan selang kepercayaan 95%.

Gambar 3. Histogram Nilai Rataan Organoletik pada Tekstur

Perlakuan kontrol lebih disukai oleh panelis karena kekentalan dan kepadatan petis ikan layang tidak berubah oleh pemberian cairan tambahan (nilai rataan 7,25). Sedangkan untuk penambahan ekstrak jeruk nipis 5%, 10%, dan 15% terdapat penambahan cairan. Untuk penambahan ekstrak jeruk nipis 15% tidak disukai oleh panelis disebabkan jumlah cairan yang terlalu banyak pada konsentrasi tersebut (nilai rataan 5,19).

Aroma

Penambahan ekstrak jeruk nipis 5%, 10%, dan 15% memberikan pengaruh aroma pada hasil dari petis ikan layang. Aroma petis ikan layang sendiri dipengaruhi oleh perubahan senyawa TMAO menjadi TMA yang direduksi oleh mikroba pembusuk (Saleh et al., 1975). Dibawah ini disajikan gambar histogram hasil pengujian organoleptik pada aroma dengan selang kepercayaan 95%.

Gambar 4. Histogram Nilai Rataan Organoletik pada Aroma

Dari tabel histogram diatas menunjukkan bahwa rataan tertinggi pada penambahan ekstrak jeruk nipis sebesar 15% dengan nilai 6,75, sedangkan untuk nilai terendah didapat perlakuan kontrol sebesar 4,73. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa bau amis dapat dihilangkan dengan penambahan ekstrak jeruk nipis sebesar 15%.

Rasa

Perlakuan penambahan ekstrak jeruk nipis dengan konsentrasi 10% dapat meningkatkan rasa dari petis ikan layang 7,25 6,37 5,5 5,19 0 2 4 6 8 Kontrol 5% 10% 15% N ila i R at aa n T e ks tu r Perlakuan (%) 4,73 5,76 6,18 6,75 0 2 4 6 8 Kontrol 5% 10% 15% N ila i R at aa n A ro m a Perlakuan (%)

(7)

7 tersebut. Dibawah ini disajikan gambar

histogram hasil pengujian organoleptik pada rasa dengan selang kepercayaan 95%.

Gambar 5. Histogram Nilai Rataan Organoletik pada Rasa

Perlakuan penambahan ekstrak jeruk nipis dengan konsentrasi 10% lebih disukai oleh panelis dikarenakan konsentrasi tersebut tidak terlalu masam. Namun dapat dilihat nilai rataan tersebut kurang bisa diterima oleh panelis. Meski begitu perlakuan penambahan ekstrak jeruk nipis dengan konsentrasi 10% mendapat nilai tertinggi dengan rataan 5,99 yang disebabkan oleh rasa ekstrak jeruk nipis dengan konsentrasi 10% tidak terlalu masam ataupun asin.

Analisis kimia

Analisis kimia ini diujikan guna mengetahui pengaruh penambahan ekstrak jeruk nipis terbaik (ekstrak jeruk nipis dengan konsentrasi 15%) terhadap kandungan protein dari petis ikan layang yang dibuat. Pengujian kadar protein

Protein adalah zat pangan sangat penting untuk tubuh manusia. Protein

berperan dalam zat pembangun dan zat pengatur (Winarno, 1997). Dari gambar histogram dibawah ini, dapat disimpulan bahwa petis ikan layang (cairan) memiliki kadar protein yang cukup tinggi sekitar 30,79%. Hal tersebut disebabkan petis ikan layang adalah cairan hasil samping pemindangan yang kaya akan protein dari ikan. Berikut disajikan gambar histogram hasil analisis protein pada selang kepercayaan 95%.

Gambar 6. Histogram Nilai Rataan Kadar Protein pada Petis Ikan Layang

Dapat dilihat bahwa nilai rataan kadar protein petis ikan layang sebelum diberi perlakuan adalah 12,25%, hal tersebut dikarenakan adanya penambahan tepung terigu dan gula pasir saat pembuatan petis ikan layang sehingga jumlah protein menurun.

Setelah penambahan ekstrak jeruk nipis dengan konsentrasi 15% pada petis ikan layang, jumlah kadar protein pada petis ikan layang tidak meningkat terlalu besar. Dapat diasumsikan bahwa penambahan 4,73 4,81 5,99 5,61 0 2 4 6 8 Kontrol 5% 10% 15% N ila i R at aa n A ro m a Perlakuan (%) 30,79 12,25 12,42 0 5 10 15 20 25 30 35 N ila i R at aa n Ka d ar P ro te in (% ) Perlakuan Cairan Pindang

Petis sebelum perlakuan Petis Setelah perlakuan

(8)

8 asam organik tidak terlalu mempengaruhi.

Tetapi asumsi tersebut belum dapat dipastikan karena kadar protein yang di uji menurut metode Kjeldahl hanya menganalisis kadar protein kasar atau kadar nitrogen pada bahan (Winarno, 1997). Sehingga alat

Kjeldahl membaca bahwa nitrogen tersebut

adalah protein.

Derajat keasamaan pH

Nilai pH pada perlakuan penambahan ekstrak jeruk nipis pada petis ikan layang mengalami penurunan dari ada pH sebelum penambahan ekstrak jeruk nipis. Dibawah ini disajikan gambar histogram hasil analisis derajat keasaman (pH) pada selang kepercayaan 95%.

Gambar 7. Histogram Nilai Rataan Derajat Keasaman (pH) pada Petis Ikan Layang

Dapat dilihat bahwa dari nilai rataan kadar derajat keasaman (pH) pada petis ikan layang, produk ini termasuk dalam bahan pangan berasam rendah. Fardiaz (1992) menuturkan, bahan pangan dapat dikelompokkan kedalam kelompok –

kelompok menurut pH-nya, yakni bahan pangan bermasam rendah (> 5,3), bahan pangan bermasam medium (4,5 - 5,3) dan bahan pangan bermasam tinggi (3,7 - 4,5).

Dari gambar histogram diatas, tingginya nilai pH pada petis ikan layang sebelum perlakuan disebabkan oleh bubur terigu dan gula pasir yang besifat basa ditambahkan. Sedangkan nilai pH yang turun setelah diberi perlakuan (penambahan ekstrak jeruk nipis) karena perlakuan tersebut bersifat masam. Dapat disimpulkan jika penambahan ekstrak jeruk nipis dapat menurunkan nilai pH produk petis ikan layang.

Pengujian mikrbiologi (kapang)

Petis adalah makanan dengan kategori makanan semi basah yang mempunyai aw sekitar 0,6 – 0,9 dan mikroorganisme yang dapat tumbuh adalah kapang. Dibawah ini disajikan gambar histogram hasil pengujian mikrobiologi (kapang) pada selang kepercayaan 95%.

Gambar 8. Histogram Jumlah Mikroorganisme (Kapang) pada Petis Ikan Layang

5,69 5,65 4,37 0 1 2 3 4 5 6 N ila i R at aa n Ka d ar p H Perlakuan Cairan Pindang

Petis sebelum perlakuan Petis Setelah perlakuan

2,2 25 65 0 10 20 30 40 50 60 70 Ju m la h (k o lo n i/m l) Perlakuan

Kontrol (cairan pindang) Petis sebelum perlakuan Petis Setelah perlakuan

(9)

9 Dari analisis diatas, bahan pangan

petis ikan layang memenuhi standar minimum total mikroba pada bahan pangan, yaitu sebesar 5 x 105 koloni/ml (SNI, 1992). Hal tersebut disebabkan kadar garam yang tinggi dan efek pemanasan yang menghambat tumbuhnya kapang. Namun pada petis ikan layang sebelum dan sesudah penambahan ekstrak jeruk nipis mengalami peningkatan total mikroba yang disebabkan jumlah kadar air pada sampel tersebut. Derajat keasaman (pH) juga mempengaruhi pertumbuhan kapang karena kapang dapat hidup di pH 2 – 8,5 dan lebih cepat tumbuh pada kondisi asam (pH rendah). Dapat disimpulkan bahwa penambahan ekstrak jeruk nipis dapat menjadi prekursor terhadap pertumbuhan kapang.

Kesimpulan

Petis ikan layang adalah bahan pangan hasil perebusan dari limbah pemindangan yang masih memiliki nilai gizi yang tinggi. Nilai gizi tersebut diantaranya adalah protein. Petis ikan layang dari cairan sisa pemindangan diuapkan oleh perebusan dan ditambahkan gula sebagai pengawet organik. Dari hasil penelitian diatas, penambahan ekstrak jeruk nipis sebesar 15% dapat mengurangi bau amis petis ikan layang. Untuk analisis kimia yaitu pengujian kadar protein didapatkan nilai rataan sebesar 12,25% - 12,42%. Sehingga disimpulkan bahwa penambahan ekstrak jeruk nipis

sebesar 15% tidak mempengaruhi kadar protein secara signifikan. Analisa derajat keasaman (pH), menunjukkan nilai rataan sebesar 5,69 – 5,63 dimana petis ikan layang termasuk bahan pangan bermasam rendah. Sedangkan untuk uji mikrobiologi (kapang), menunjukkan bahan pangan ini layak konsumsi sebab total mikroba (kapang) hanya 6,5 x 101 koloni/ml jika dibandingkan dengan standar SNI (1992), yaitu 5 x 105 koloni/ml.

Daftar Pustaka

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. 16th Edition. Association of Official Analytical Chemist Inc. Arlington. Virginia.

Dewan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-10-2718-1992. Petis Udang. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta. Gramedia Pustaka Umum. Hadi, S. 1990. Metodologi Research.

Yogyakarta. Andi Offset.

Larmond, E. 1970. Methods for Sensory. Evaluation of Food. Alih Bahasa : Susrini Idris. Nuffic-Unibraw/Animal Husbandry.

Nasran. 1993. Pengolahan Petis Udang/Ikan dalam Kumpulan hasil-hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.

Poernomo, D. Sugeng, H.S dan Agus, W. 2004. Pemanfaatan Asam Cuka, Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) dan Belimbing Wuluh (Averrhoa blimi) untuk Mengurangi Bau Amis Petis Ikan

(10)

10 Layang (Decapterus spp.). Volume VIII

Nomor 2 Tahun 2004.

Rafacz, K. A., C. M. Parsons dan R. A. Jungk. 2005. The Effects of various Organic Acids on Phytate Phosphorus Utilization in Chicks. Poult. Sci., 84: 1353.

Saleh, M., Yunizal., dan Marlon, T. 1975. Komposisi Kimia Ikan dan Perubahan yang Terjadi Selama Kemunduran Mutu Ikan. Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan. Jakarta.

Sari, V. R., dan J. Kusnadi. 2015. Pembuatan Petis Instan (Kajian Jenis dan Proporsi Bahan Pengisi). Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol 3(2): 381-389

Soekarto, S. T. 1985. Jeruk Nipis dan Pemanfaatannya. Jakarta. Penebar Swadaya.

Soeseno, S. 1984. Teknik Penangkapan dan Teknologi Ikan. Jakarta. Yasaguna. Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip

dan Prosedur Statistika. Terjemahan B. Sumantri. Jakarta. PT. Gramedia. Sulaiman S dan Z Noor. 1982. Pengaruh

Asam Cuka Terhadap Rasa Amis dari Daging Ikan Mujair yang Dipanggang. Agritech Vol.3 (3-4).

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia.

Gambar

Gambar 1. Histogram Nilai Rataan Organoletik  pada Warna
Gambar 3. Histogram Nilai Rataan Organoletik  pada Tekstur
Gambar 6. Histogram Nilai Rataan Kadar  Protein pada Petis Ikan Layang
Gambar 7. Histogram Nilai Rataan Derajat  Keasaman (pH) pada Petis Ikan Layang

Referensi

Dokumen terkait

Persamaan ini menunjukan bahwa hubungan berpikir regulasi diri dengan hasil belajar pendidikan Kewarganegaraan kelas IV di SDN Negeri Cakung Barat Wilayah Binaan II

BMT memang beroperasi dilingkungan para usaha mikro dan sangat membantu dalam mengatasi permasalahan modal mereka, ditambah lagi setelah pemerintah membuat

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa terdapa beberapa faktor-faktor pencapaian indeks prestasi semester mahasiswa program

Katalis Ni/TiO 2 dan Co/TiO 2 dengan sifat semikonduktornya dan kemampuan fotokatalitiknya diharapkan mampu melakukan proses cracking terhadap metil ester yang dibuat

pihak yang bertikai telah bersetuju untuk merujuk pertikaian antara mereka kepada timbang tara dan telah memilih penimbang tara tertentu, maka keputusan penimbang tara akan

pabrikan5 )an masa kadaluarsa kurang dari 2 jam akan menjamin mutu akan menjamin mutu persediaan ?armasi8 alkes dan !&gt;CP selama disimpan dan digunakan5 persediaan ?armasi8 alkes

Biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan obyek PPh.. &gt; prinsip realisasi xx - xx &gt; conservatism/penyisihan xx xx

PENGARUH GERMINASI DAN KOMBINASI GERMINASI-ELISITASI MENGGUNAKAN JAMUR TEMPE TERHADAP KANDUNGAN PROKSIMAT DAN KARAKTERISTIK ADONAN KACANG KORO.. PEDANG (Canavalia