• Tidak ada hasil yang ditemukan

FONOLOGI BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS GENERATIF SKRIPSI SARJANA. Oleh : RAYNAVOREGITALIANA TAMBUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FONOLOGI BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS GENERATIF SKRIPSI SARJANA. Oleh : RAYNAVOREGITALIANA TAMBUNAN"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

FONOLOGI BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS

GENERATIF

SKRIPSI SARJANA

Oleh :

RAYNAVOREGITALIANA TAMBUNAN

140703017

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)
(3)

FONOLOGI BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS GENERATIF OLEH :

RAYNAVOREGITALIANA TAMBUNAN ABSTRAK

Latar belakang ini ada tiga yaitu: yang pertama mengkaji mengenai kaidah morfofonemik dalam bahasa Batak Toba, yaitu pada prefiks maN-, dan paN-, yang kedua mengkaji mengenai proses fonologi generatif yang memfokuskan pada ciri-ciri pembeda serta yang ketiga mengenai proses asimilasi. Tujuannya untuk menentukan ciri-ciri pembeda dari kaidah morfofonemik, proses fonologi generatif dan proses asimilasi. Temuan dalam penelitian ini terdapat pada kaidah morfofonemik, proses fonologi generatif dan proses asimilasi serta ciri-ciri pembeda yang ada pada tatabahasa generatif yang dikemukakan oleh Chomsky dan Halle. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif.

Skripsi membahas mengenai kaidah morfofonemik, proses fonologi generatif dan proses asimilasi yang ada dalam bahasa Batak Toba.

Kata Kunci : kaidah morfofonemik, proses fonologi generatif, proses asimilasi,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi ini adalah “Fonologi Bahasa Batak Toba : Analisis Generatif”. Penulis memilih judul ini karena penulis tertarik untuk membahas morfofonemik serta proses-proses fonologis secara generatif dan juga untuk menambah kontribusi mengenai ilmu fonologi generatif. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada seluruh pihak yang ikut membantu selama penyelesaian skripsi ini baik beupa material maupun moril.

Agar memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang skripsi ini, penulis memaparkan rincian sistematika penulisan sebagai berikut.

Bab I merupakan pendahuluan, pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Bab II merupakan tinjauan pustaka, yang mencakup kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan. Bab III merupakan metodologi penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi penelitian, sumber data, metode dan teknik pengumpulan data serta metode analisis data. Bab IV membahas mengenai pembahasan tentang permasalahan yang ada pada rumusan masalah. Bab V merupakan kesimpulan dan saran.

(5)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, mengingat waktu dan kemampuan penulis yang sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis.

Medan, April 2018 Penulis, Raynavoregitaliana Tambunan NIM. 140703017

(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan Syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis masih diberikan kesehatan selama mengikuti perkuliahan di kampus serta diberi semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini hingga pada waktunya dan seperti yang diharapkan.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Sastra Batak di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini berjudul “Fonologi Bahasa Batak Toba: Analisis Generatif”. Dalam penyusunan dan penulisian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan sebesar-besarnya menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang membantu, diantaranya :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S. sebagai pimpinan atau dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A.,Ph.D. selaku wakil dekan I Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku wakil dekan II Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku wakil dekan III Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

(7)

5. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. selaku ketua serta sekaligus sebagai penguji I dan bapak Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum. selaku sekretaris program Studi Bahasa dan Sastra Batak yang telah banyak memberikan masukan-masukan yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Asriaty R. Purba, M.Hum. selaku penguji II yang juga banyak memberikan masukan-masukan yang bermanfaat dan menyemangati penulis dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Ramlan Damanik, M.Hum. selaku dosen pembimbing akademik atau dosen wali selama perkuliahaan dan sekaligus sebagai dosen pembimbing yang telah begitu banyak mendidik dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini hingga selesai, semoga bapak dan keluarga sehat selalu dan terimakasih untuk arahan dan bimbingannya pak.

8. Kepada Bapak Drs. Jekmen Sinulingga, M.Hum. yang juga banyak memberikan arahan-arahan dan nasihat, penulis mengucapkan terimakasih banyak pak, semoga bapak sehat selalu dan panjang umur.

9. Seluruh dosen-dosen yang lain yang mengajar di Program Studi Bahasa dan Sastra Batak yang juga banyak memberi semangat, dukungan serta arahan-arahan dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini.

10. Yang teristimewa kepada Orangtuaku, Bapak Alm. Parulian Tambunan dan ibu Masriany Simangunsong yang telah memberikan kasih sayang yang begitu besar, mendidik, memberikan semangat yang luar biasa dari kecil hingga sampai saat ini, dan banyak memberikan bantuan baik berupa

(8)

moril dan materi, yang juga selalu ada dalam situasi apapun. Kepada ibu terimakasih banyak, semoga segala rezeki di lancarkan selalu dan diberi umur yang panjang. Love You Mae dan buat bapak yang sudah bahagia surga.

11. Kepada kedua adikku Reynaldi Tambunan dan Greyuni Grace Tambunan, yang juga memberikan semangat kepada kakaknya dalam penulisan skripsi ini.

12. Kepada seluruh keluarga yang juga memberikan motivasi dan dukungan yang besar kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. 13. Kepada para informan yang memberikan waktu kepada penulis untuk

memberikan data yang penulis butuhkan dalam rangka penulisan skripsi ini.

14. Kepada abangda Jepri Siahaan yang selalu menyemangati penulis. Terimakasih untuk perhatian dan kasih sayang selama ini. Semoga hubungan ini sampai selamanya sayang dan segala impian kita terkabul terutama dapat membanggakan keluarga kita masing-masing.

15. Kepada sahabat penulis di lingkungan kos Rimma Gultom, Muhammad Khaidir Batubara yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dan selalu menyemangati penulis dalam pengerjaan skripsi ini. Semoga persahabatan kita ini awet dan sampai selamanya dan kita sukses dalam menggapai masa depan kita nanti.

16. Kepada Rempong Squaaaad, Meida Angelina Bangun, Chitra Rohayu Sitohang, Emma Ambarita, Anita Sitorus, Weni Silalahi, Lastri Hutabarat

(9)

yang memberikan semangat yang luar biasa, walaupun kadang ada percekcokan dalam pertemanan kita ini, kelen teman terbaik all, semoga sukses proses skripsian kita yaaaa, semoga rempong squaaad ini abadi sampai selamany, sayang kalian guys.

17. Kepada Rianta Simanjuntak, yang memberikan dukungan juga kepada penulis, semoga badainya tetap yah, kurangi paok-paoknya, semangat ngejar target yah.

18. Kepada semua kawan-kawan satu satambuk penulis 2014, terimakasih untuk pertemanan selama kuliah ini, semoga kebersamaan ini tetap awet walaupun kita sudah wisuda nanti. Sukses buat kelen semua yaaa.

19. Kepada abang/kakak alumni yang juga memberikan dukungan yang besar. 20. Kepada abang/kakak senior dan juga junior-junior yang tidak bisa disebut satu persatu, penulis memberikan ucapan terimakasih yang banyak untuk dukungan yang diberikan, untuk semangat serta doa-doa yang dipanjatkan. Semoga proses perkuliahannya berjalan lancar dan segala yang diharapkan tercapai.

Akhir kata, penulis berharap semoga dukungan, bantuan, pengorbanan dan budi baik yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak yang memberikan. Amin.

Medan, April 2018

(10)

HATA PATUJOLO

Parjolo sahali mandok mauliate ma ahu tu Amanta Debata disiala denggan basa-Na do jala dilean dope hahipason, hagogoon dohot pangurupion tu ahu boi hipas ahu pasaehon skripsion.

Molo judul skripsi on ima “Fonologi Bahasa Batak Toba : Analisis Generatif”. Judul on dipilit panurat alana naeng mambahas morfofonemik jala proses-proses fonologi na adong di bahasa Batak Toba. Jala panurat naeng manambai buku-buku pandukung mengenai fonologi generatif. Panurat dang lupa mandok mauliate jala pasahathon las ni roha tu saluhutna angka dongan dohot tu natua-tua na mangurupi panurat pasaehon skripsi on.

Asa hatop pangantusion tu skripsi on, panurat mambagi tu lima bagian. Bab na parjolo patoranghon latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dohot manfaat tujuan penelitian. Di bab na paduahon ima tinjauan pustaka, na patoranghon mengenai kepustakaan na relevan dohot teorina digunahon. Udutni muse bab na patoluhon ima metodologi penelitian na patoranghon metode dasar, lokasi penelitian, sumber data, metode dohot teknik pengumpulan data jala metode analisis data. Bab na paopathon ima pambahasan disonma sude masalah dipatorang na adong di judul skripsi on. Bab na palimahon ima kesimpulan dohot saran.

Panurat godang dope hahurangan dibagasan panurathon ni skripsi on. Alai sian bagas ni roha mangido ma ahu pandapot manang hatorangan sian hamu

(11)

angka na manjaha, asa lam tu na dengganna ma muse skripsi on. Manang na aha pe dipatorang di skripsion gabe pangantusion ma dihita saluhutna.

Medan, April 2018 Panurat, Raynavoregitaliana Tambunan NIM. 140703017

(12)

htpTjolo

pr\joloshlimn\dho\mUliatEmaHTamn\tdE btdisiald^gn\bsndojldilEan\dopEhhipsno\hgo goano\dohto\p>Rpiano\TaHboIhips\aHpsaEh no\s\k\rpi\siano\ moloJdL\s\k\rpi\siano\Imponologibhsbt k\tobanlissi\gEnertpi\JdL\ano\dipilti\pNrt \alnnaE^mm\bhs\mro\poponemki\jlp\rosse\p\r osse\fonologinado^dibhsbtk\tobjlpNrt\nae^m nm\bIBKBKpn\DK^menenIponologigenertpi\pNrt \d^Lpmn\dko\mUliatejlpsht\hno\ls\nirohTs LhT\na^kdo<n\dohto\TnTaTanm>RpipNrt\ps aehnno\s\k\rpi\siano\ ashtpo\p<n\Tsiano\Ts\k\rpi\siano\pNr t\mm\bgiTlimbgian\bb\npr\joloptor^hno\l tr\belk^mslh\RMsn\mslhTJan\penelitian\do hto\mn\pat\penelitian\dibb\npDahno\Imtni\ jUanpS\thnptor^hno\me<enIkepS\tkan\nrelep n\dohto\teaorindiGnhno\UdT\niMsebb\nptoLh no\Immetodologipenelitian\nptor^hno\metodedsr\ loksipenelitian\sM\berdtmetodedohto\tke\nki\p <M\Pln\dtjlmetodeanlissidtbb\npaopt\hno\ Impm\bhsn\disno\mSdemslh\diptor^nado^diJd

(13)

L\s\k\rpi\siano\bb\nplimhno\Imkesmi\Pln\ dohto\srn\ pNrt\god^dopehHr<n\dibgsn\pNrt\hno\nis \k\rpi\siano\alIsian\bgs\nirohm<idomaHp n\dpto\mn^htor<n\sianhMa^knmn\jhaslm\T de^gn\nmMses\k\rpi\siano\mn^nahpediptor^dis\k \rpi\ano\gbep<n\Tsiano\mdihitsLhT\n mdn\, ap\rli\2018 pNrt\ ry\nporegitliantm\Bnn\ n\Im\. 140703017

(14)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Ucapan Terimakasih ... iv

Hata Patujolo ... viii

htpTjolo ... x

Daftar Isi ... xi

Istilah-istilah ... xiv

Singkatan dan Lambang ... xv

1.1 Singkatan ... xv

1.2 Lambang ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kepustakaan yang Relevan ... 7

2.2 Teori yang Digunakan ... 9

2.2.1 Batas Fonologi Generatif ... 9

2.2.2 Ciri-ciri pembeda ... 11

2.2.3 Proses Fonologi ... 18

(15)

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Metode Dasar ... 21

3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 21

3.2.1 Metode Pengumpulan Data ... 21

3.2.2 Teknik Pengumpulan ... 22

3.3 Lokasi Penelitian ... 23

3.4 Sumber Data ... 23

3.5 Metode Analisis Data ... 24

BAB IV PEMBAHASAN ... 26 4.1 Analisis Data ... 26 4.2 Proses Morfofonemik ... 26 4.2.1 Prefiks maN- ... 27 4.2.2 Prefiks paN- ... 48 4.3 Proses Asimilasi ... 68

4.3.1 Proses Asimilasi Pada Prefiks maN- ... 68

4.3.2 Proses Asimilasi Pada Prefiks maN-... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

5.1 Kesimpulan ... 87

5.2 Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(16)

ISTILAH-ISTILAH

1. Bilabial : Pertemuan dua belah bibir bersama-sama bertindak

sebagai artikulator dan titik artikulasi ([p], [b], [m] dan [w]).

2. Labiodental : Dihasilkan dari pertemuan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah sebagai artikulator ([f], dan [v]).

3. Apiko-dental : Dihasilkan oleh ujung lidah sebagai artikulator dan daerah antar gigi (dents) sebagai titik artikulasi ([t], [d], dan [n]).

4. Apiko-alveolar : Dihasilkan oleh ujung lidah sebagai artikulator dan lengkungan kaki gigi (alveolum) sebagai titik

artikulasi ([s], [z], [r], dan [l]).

5. Velar (dorso-velar) : Konsonan dihasilkan oleh belakang lidah (dorsum) sebagai artikulator langit-langit titik artikulasi([k], [g], [x], dan [h]).

6. Glotal (hamzah) : Dibentuk oleh posisi pita suara sama sekali merapat hingga menutup glotis ([?]).

7. Laringal : Dibentuk pita suara terbuka lebar, udara keluar dan digesekkan melalui glotis ([h]).

8. Konsonan paltal : Dihasilkan oleh bagian tengah lidah sebagai

artikulator dan langit-langit keras (platum) sebagai artikulasi ([c], [j], [s], [n], dan [y]).

9. Kosonan geser : Konsonan ini sering disebut konsonan frikatif dibentuk menggesekkan udara yang keluar dari paru-paru ([h], [s], [S], [z], dan [x]).

10. Bunyi nasal : Bunyi yang dihasilkan dengan menutup arus udara keluar melalui rongga mulut.

(17)

SINGKATAN DAN LAMBANG

1.1 Singkatan

BBT „Bahasa Batak Toba‟

sil. „Silabis‟ kons. „Konsonantal‟ son. „sonooran‟ ant. „anterior‟ kor. „koronal‟ ting. „tinggi‟ ren. „rendah‟ bel. „belakang‟ bul. „bulat‟ nas. „nasal‟ mal. „malar‟ bers. „bersuara‟ lat. „lateral teg. „tegang‟ tek. „tekanan‟

(18)

1.2 Lambang

[...] „pengapit realisasi fonetis atau ciri-ciri pebeda‟

/.../ „pengapit realisasi fonemis‟

(...) „tidak wajib‟

{...} „pengapit beberapa bentuk pilihan‟

„...‟ „makna‟

+ „batas morfem‟ atau „memiliki ciri‟

- „tidak memiliki ciri‟

# „batas kata‟

„menjadi‟

„diikuti oleh‟

Ø „lesap/ luluh, kosong‟

* „bentuk yang tidak digunakan‟

α „penanda variabel alpa‟

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fonologi adalah suatu kajian bahasa yang berusaha mengkaji bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bunyi ujaran yang dimaksud adalah pembentukan fonem-fonem yang disatukan menjadi sebuah kata. Dari Fonologi, bunyi-bunyi ujaran ini dapat dipelajari dengan dua sudut pandang. Pertama, bunyi-bunyi ujaran dipandang sebagai media bahasa semata, tidak berbeda seperti benda dan zat. Dengan demikian, fonologi memandang bunyi bunyi sebagai bahan mentah dan bunyi-bunyi fonetik dan fonemik dipandang sebagai bagian dari sistem bahasa Bunyi-bunyi ujaran adalah unsur bahasa terkecil yang merupakan bagian dari struktur kata yang sekaligus berfungsi untuk membedakan makna. Fonologi yang memandang bunyi-bunyi ujaran sebagai bagian dari sistem bahasa disebut fonemik (Muslich, 2008:2).

Fonetik adalah bagian dari sistem fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Bunyi tersebut dihasilkan oleh alat ucap manusia mempunyai jumlah yang tidak terbatas. Fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti. Bunyi-bunyi tersebut berbeda fonetiknya akibat perbedaan anatomi manusia. Bunyi-bunyi dapat digolongkan menjadi bunyi tidak disertai hambatan arus udara pada alat bicara yang disebut bunyi vokal dan bunyi dibentuk dengan menghambat arus udara

(20)

pada alat berbicara yang disebut konsonan. Vokal dan konsonan dikategorikan sebagai fonem (Alwi dkk, 2003:49-52). Secara universal, setiap bahasa diyakini memiliki fonem tersebut. Fonemik hanyalah bentuk dan jumlah fonem dalam bahasa yang bersangkutan serta sebagai kaidah-kaidah fonologi. Salah satunya pada bahasa Batak Toba.

Ferguson (dalam Abbas, 1983:11) mengemukakan bahwa profil kebangsaan dapat digambarkan berdasarkan status, fungsi dan penggunaannya di dalam bangsa atau masyarakat yang bersangkutan. Dalam hal ini Bahasa Batak Toba menjadi salah satu bahasa dari sekian banyaknya bahasa di Sumatera Utara yang berlokasi di Kabupaten Toba Samosir, khususnya Kecamatan Laguboti. Secara geografis, Kecamatan Laguboti terletak pada 2°13‟- 2°23‟ Lintang Utara dan 98°08‟ - 99°15‟ Bujur Timur. Secara topografi daerah ini terletak pada ketinggian 905-150M dari permukaan Laut. Luas wilayah mencapai 73,90KM² dan tersebar di 23 kel/desa.

Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa ibu yang penuturnya harus dilestarikan. Bahasa batak Toba merupakan bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara yang digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa Batak Toba digunakan juga dalam upacara-upacara adat dan peristiwa yang lain.Bahasa ini merupakan jati diri dari suku Batak Toba. Dirjen UNESCO Irina Bokova mengatakan (Sindonew.com), bahasa merupakan nilai tambah bagi kualitas hidup dan kohesisosial. Sangat jelas, untuk meningkatkan kualitas hidup, bahasa perlu dilestarikan. Rasa penghargaan yang tinggi terhadap bahasa sendiri perlu ditanamkan dalam benak kaum muda karena mereka adalah penentu masa depan

(21)

bangsa. Untuk itu perlu diadakan pengkajian dalam bahasa Batak Toba secara mendalam terutama dalam kajian Fonologi Generatif.

Berjalannya waktu dan semakin berkembangnya zaman. Bahasa Batak Toba sudah mulai mengalami pergeseran. Hal ini disebabkan sifat dari bahasa itu sendiri yang dinamis, perkembangang zaman, IPTEK, kata-kata serapan atau hal lain yang menimbulkan permasalahan dalam bunyi-bunyi ujaran. Permasalahan bunyi-bunyi ujaran tersebut dapat berupa penggunaan kata-kata yang berbeda atau penggunaan fonem yang berbeda-beda. Misalnya, dilihat dari penggunaan bunyi-bunyi ujaran para orangtua dan generasi muda. Pada umunya orangtua masih menggunakan bunyi-bunyi ujaran yang masih asli bahasa batak Toba, sedangkan generasi muda sudah mulai mengalami pergeseran bahasa yang disebabkan perkembangan zaman ditambah pencemaran kebahasaan melalui kata-kata serapan.

Penelitian fonologi sudah banyak dilakukan. Namun, pada umunya hanya berdasarkan teori fonologi struktural saja. Fonologi struktural memiliki kesenjangan dalam memaparkan sistem fonem, sehingga perlu diperbaharui dengan sistem Fonologi Generatif.

Dalam Transformasi Generatif (TG), proses pembentukan kalimat harus melewati tiga fase, yaitu fase struktur frase, frase transformatif dan frase morfofonemik. Dari ketiga rumus tersebut jika diaplikasikan dalam bahasa batak Toba akan diperoleh hasil berupa serangkaian segmen fonologi dalam bahasa yang bersangkutan dan digunakan dalam struktur fonetik berupa ujaran yang didengar.

(22)

Salah satu pandangan yang sangat menonjol dalam Fonologi Generatif adalah memperlakukan fitur distingtif sebagai satuan terkecil dalam analisis fonologi. Pandangan inilah yang membedakannya dengan teori struktural, yang beranggapan bahwa fonem sebagai satuan terkecil. Halle (1964), misalnya, telah menunjukkan bahwa morfem-morfem dalam tata bahasa generatif bisa langsung diwakili oleh fitur distingtif dengan menyampingkan fonem (Mulyadi, 1997: Jurnal Komunikasi Penelitian)

Peneliti memilih fonologi bahasa Batak Toba kajian generatif karena belum ada kajian-kajian yang lengkap mengenai morfofonemik dan proses-proses fonologi. Morfofonemik itu merupakan proses perubahan-perubahan fonem yang timbul dalam pembentukan kata akibat pertemuan morfem dengan morfem lain misalnya, pada kata mamboan terdiri dari dua morfem morfem ma(N-) dan morfem boan. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti fonologi generatif ini karena fonologi bahasa Batak Toba kaya dengan proses-proses morfofonemiknya terutama pada prefiksnya serta proses-proses fonologinya secara generatif.

Alasan lain dari penulis mengangkat judul ini karena penulis merasa analisis secara generatif sangat unik dalam hal ciri pembedanya. Dalam analisis generatif, bahasa Batak Toba memilki ciri-ciri pembeda bunyi serta proses asimilasi baik berupa resiprokal, progresif maupun regresif.

(23)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana kaidah morfofonemik pada prefiks dalam bahasa Batak Toba?

2. Bagaimana proses fonologi secara generatif dalam bahasa Batak Toba? 3. Bagaimana proses asimilasi dalam bahasa Batak Toba?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan penulis adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan kaidah morfofonemik pada prefiks dalam bahasa Batak Toba (BBT).

2. Menjelaskan proses fonologi dalam bahasa Batak Toba (BBT). 3. Menjelaskan proses asimilasi dalam bahasa Batak Toba (BBT).

1.4 Manfaat Penelitian

Suatu kegiatan penelitian dilakukan memiliki unsur tertentu dan bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dalam skripsi ini, penulis memberikan beberapa manfaat, yaitu :

1. Memperkenalkan Fonologi Generatif bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang dapat memperkaya kebudayaan nasional.

(24)

2. Melestarikan dan mengembangkan Bahasa Batak Toba khususnya di Desa Sibuea, Kecamatan Laguboti menjadi lebih baik.

3. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang fonologi generatif.

4. Memberikan kontribusi tentang fonologi generatif bahasa Batak Toba khususnya terhadap mahasiswa Sastra Batak dan masyarakat yang terkait dengan disiplin ilmu fonologi generatif.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi ini.

Dalam skripsi Muhammad Hafizh Matondang tahun 2012 dengan judul skripsinya „Fonologi Bahasa Mandailing Dialek Kanopan: Analisis Tata bahasa Generatif‟. Jumlah fonem vokal dalam bahasa Mandailing ada 9 buah. Di dalam ciri utama pada fonem bahasa Mandailing terdapat pada ciri [kons.], [sil.], [son.], dan [nas.]. Dimana ciri pembeda berbeda satu sama lainnya. Begitupun dengan ciri distingtif pada cara artikulasi fonem bahasa Mandailing dan ciri distingtif untuk vokal pada fonem bahasa Mandailing. Berbeda dengan penulis, pada skripsi ini yang diteliti fokusnya hanya fonem saja, sedangkan penulis akan membahas proses-proses fonologis. Kontribusi yang diperoleh dari skripsi ini yaitu mengenai bahasan mengenai pembahasan vokal.

Menurut Ni Wayan Sartini dalam jurnalnya yang berjudul “Bahasa Pergaulan Remaja: Analisis Fonologi Generatif”, Fonologi Generatif adalah setiap morfem memiliki satu bentuk dasar, di dalam bentuk asalnya sekalipun boleh memiliki lebih dari satu bentuk fonetik. Semua varian morfem yang terjadi dalam lingkungan yang berbeda dapat diderivasikan dari bentuk asalnya dengan kaidah-kaidah fonologis. Pilihan satu bentuk fonetik tertentu daripada yang lain

(26)

sebagai bentuk asal dari suatu morfem yang bervariasi harus memberi pengaruh kesederhanaan pada tatabahasa yang dibicarakan. Kontribusi yang diberikan untuk membantu penulis demi penyelesaian skripsi ini yaitu dari tinjauan pustaka mengenai pembahasan morfem. Hal yang membedakan penelitian penulis dengan hasil jurnal ini yaitu pada bahasan jurnal ini hanya kaidah-kaidah fonologis saja yang dibahas, tidak ikut dengan proses fonologisnya.

Menurut Saidatun Nafisah dalam jurnalnya yang berjudul “Proses Fonologis Dan Pengkaidahannya Dalam Kajian Fonologi Generatif”, menganalisis perubahan bunyi pada beberapa bahasa dan menjelaskannya dengan menggunakan kaidah-kaidah fonologi generatif. Proses fonologis yang dibahas meliputi: penambahan segmen, pelesapan segmen, penyatuan segmen (koalisi), dan asimilasi. Yang membedakan hasil penelitiannya dengan penulis adalah bahwa penulis membahas mengenai morfofonemiknya. Kontribusi yang diberikan yaitu dari pembahasan menggenai proses fonologisnya.

Menurut I Wayan Pastika dalam bukunya yang berjudul “ Fonologi Bahasa Bali, Sebuah Pendekatan Generatif Transformasi” menganalisis

mengenai syarat-syarat struktur morfem baik syarat positif dan syarat jika-maka dan kaidah serta prosees fonologisnya dalam bahasa Bali. Kontribusi yang diberikan untuk membantu penyelesaian skripsi ini yaitu hasil analisis pembahasannya. Yang membedakan penelitiannya dengan penelitian penulis dimana penulis menerapkan proses dan kaidahnya dalam BBT, dan penulis tidak membahas mengenai syarat-syarat struktur morfem.

(27)

2.2 Teori yang Digunakan

Teori yang digunakan adalah teori standard transformasi generatif (TSTG) yang dikemukakan oleh Chomsky dan Halle lewat bukunya Syntactic Structure dan Aspect of The Theory of Syntax. TSTG ialah subbidang kepada teori umum tatabahasa generative atau TG. Aliran (teori) FG menganggap fonologi atau struktur bunyi suatu bahasa itu sebagai satu sistem rumus yang mencerminkan kecakapan fonologi (Phonological Competence) pendengar dan penutur asli yang ideal.

2.2.1 Batasan Fonologi Generatif

Fonologi generatif adalah subbidang teori bahasa yang dikenal sebagai tatabahasa generatif transformasi. Menurut tata bahasa ini komponen fonologi digunakan untuk memproses struktur lahir sehingga menghasilkan gambaran fonetik.

Chomsky dan Halle (1968:9), melukiskan komponen fonologi sebagai “The system of rules that applies to a [syntactic] surface structure and assigns to it a certain phonetic representation drawn from the universal class provided by general linguistic theory.” ("Sistem aturan yang berlaku untuk struktur permukaan [sintaksis] dan memberikannya representasi fonetis tertentu yang diambil dari kelas universal yang diberikan oleh teori linguistik umum").

Menurut Harms (1968:12), maksud utama fonologi generatif adalah menentukan suatu gambaran fonemik dari morfem dan rangkaian kaidah-kaidah

(28)

yang berurutan, bersama dengan informasi tentang fenomena perbatasan (jeda): (1) mengungkapkan generalisasi fonologi dari bahasa; dan (2) pada waktu yang sama menentukan bentuk fonetik dari semua ungkapan dalam bahasa.

Para pakar fonologi generatif mengakui hanya dua tingkat gambaran fonologis, yaitu tingkat fonetik sistematis dan tingkat fonemik sistematis, sedangkan aliran struktural menganut tiga tingkatan, yaitu fonetik sistematis, fonemik taksonomik dan fonemik sistematis.

Suatu perwujudan fonemik taksonomik biasanya tidak dapat disamakan dengan bentuk asal karena ada inventaris yang berbeda antara ruas asal yang abstrak dengan ruas-ruas yang dapat berkontras pada tingkat lahir. Misalnya, bentuk fonemik sistematis untuk bagian pangkal electricity adalah /elektrik/ dan bukan /elektris/ yang fonemis taksonomik, karena ada bukti secara morfologis untuk memperoleh beberapa kejadian s dan k (Schane, 1973:97). Menurut aliran generatif /k/ dan /s/ pada tiap-tiap pangkal itu berasal dari suatu realisasi khusus, dalam hal ini suatu realisasi asal /k/. Jadi, kekontrasan /k/ dan /s/ dari dua pangkal itu hanya terjadi pada tingkat lahir, tetapi tidak pada tingkat batin.

Para pakar fonologi generatif menolak fonemik taksonomik (yang dianut oleh kaum strukturalis) karena (i) bidang ini tidak merupakan kesatuan-kesatuan yang berhubungan dalam suatu pemerian fonologis keseluruhan; dan (ii) kaum strukturalis membantah kumpulan-kumpulan kaidah fonologis yang llengkap untuk mengubah bentuk asal-asal yang abstrak (fonemis sistematis) menjadi bentuk turunan yang lahir (fonetik sistematis).

(29)

Jadi, dalam fonologi generatif, kumpulan kaidah yang paling umum langsung menghubungkan fonetis sistematis dan fonemis sistematis serta dalam derivasi tidak ada bentuk pertengahan yang berhubungan secara jelas dengan fonemik taksonomis (Schane, 1973:97; bandingkan Harms,1986:14).

Konsep dasar fonologis generatif adalah setiap morfem memiliki satu bentuk dasar di dalam bentuk asalnya sekalipun boleh memiliki lebih dari satu bentuk fonetik. Semua varian morfem yang terjadinya dalam lingkungan yang berbeda dapat di derivikasikan dari bentuk asalnya dengan kaidah-kaidah fonologis. Pilihan satu bentuk fonetik tertentu daripada yang lain sebagai bentuk asal dari suatu morfem yang bervariasi harus memberi pengaruh kesederhanaan pada tatabahasa yang dibicarakan (Lapoliwa, 1981:13; Chomsky dan Halle, 1968:9-12, dan Schane, 1973:74-83).

Dalam menghadapi morfem-morfem yang berselang-seling secara fonologis, harus dapat ditentukan kaidah-kaidah yang paing wajar, yang dapat diterapkan sehingga penentuan bentuk asal dan bentuk turunan yang biasanya memiliki lebih dari satu bentuk fonetik menjadi bentuk wajar.

2.2.2 Ciri-Ciri Pembeda

Ciri-ciri pembeda adalah unsur-unsur terkecil dari fonetik, leksikal dan suatu transkripsi fonologis yang dibentuk oleh kombinasi dan rangkaian. Dalam hubungan ini, fonem didefenisikan sebagai kumpulan ciri pembeda yang tidak memiliki status linguistik tertentu. Simbol-simbol abjad yang digunakan untuk

(30)

mewakili ruas (segmen) bunyi hanyalah merupakan konvensi dan penyingkatan khusus dari sekumpulan ciri. Simbol yang singkat itu digunakan supaya mudah dibaca dan dicetak.

Selain itu, ciri pembeda mendeskripsikan ciri-ciri fonetik secara artikulatoris karena mengacu pada bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh tempat artikulasi (yaitu anterior dan koronal): bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh artikulator (tinggi, rendah, belakang dan bulat); sementara secara akustis karena melibatkan tingkat kenyaringan suatu bunyi (sonorant atau obstruen).

Dalam fonologi generatif, satuan terkecil adalah „ciri pembeda‟. Hal ini ditegaskan oleh Chomsky dan Halle (1968:64) : “we take distinctive features, to be minimal elements of which phonetic, lexical and phonological transcriptions are composed, by combination and concatenation”. Jumlah ciri yang diperlukan bergantung pada ruas-ruas yang memiliki golongan seciri atau tidak.

Jadi, dalam fonologi generatif, fonem bukanlah satuan terkecil, tetapi ada satu lagi yaitu ciri-ciri pembeda oleh Schane (1973:24-34). Ciri-ciri pembeda dibedakan menjadi :

1) Ciri-ciri golongan utama, yakni: silabis (sil.), sonorant (son.), consonantal (kons.).

2) Ciri-ciri cara artikulasi, yakni: malar (mal.), pelepasan tak segera (p.t.s.), kasar (kas.), nasal (nas.), dan lateral (lat.) dan koronal (kor.).

(31)

3) Ciri-ciri punggung lidah, yakni: tinggi (ting.), rendah (ren.), dan belakang (bel.).

4) Ciri bentuk bibir, yakni: bulat (bul.).

5) Ciri-ciri tambahan, yakni: tegang (teg.) dan bersuara (bers.). 6) Ciri-ciri prosidi.

Sistem biner (binery system) yakni tanda tambah (+) dan tanda kurang (-) digunakan untuk ciri-ciri yang menunjukkan sifat-sifat yang berlawanan, untuk memperlihatkan apakah sifat itu ada atau tidak. Hanya satu ciri tunggal digunakan bagi dua nama terpisah seerti tegang dan kendur. Jadi, bunyi tegang ditetapkan sebagai [+teg.] dan bunyi kendur ditetapkan sebagai [-teg.].

Kegunaan sistem biner adalah untuk memperlihatkan dengann tegas bagaimana anggota-anggota pasangan, seperti bersuara/tak bersuara atau nasal/oral berhubungan satu dengan yang lainnya, sedangkan anggota pasangan yang lain tidak berhubungan.

a. Ciri-Ciri Golongan Utama

Perbedaan antara vokal, alir, nasal, semivokal, dan obstruen ditetapkan dengan ciri-ciri golongan utama. Perbedaan ini ditunjukkan oleh sifat-sifat yang berkenaan dengan [sil.], [son.] dan [kons.].

Ciri silabis menggambarkan peranan suatu ruas dalam struktur suku kata. Pada umumnya vokal-vokal bersifat [+sil.] sedangkan konsonan bersifat [-sil.]. ciri ini diperlukan untuk membedakan bunyi nasal dan alir yang silabis ([sail.]) dari pasangan imbangnnya yang tidak silabis ([sil.]), (dalam Schane, 1973:26).

(32)

Ciri sonoran berkenaan dengan sifat kenyaringannya suatu bunyi vokal-vokal selalu (+son.]; dan juga bunyi nasal, alir dan semivokal-vokal. Obstruen-obstruen yaitu hentian, frikatif, afrikatif dan luncuran laringal bersifat (-son.] (Schane, 1973:26).

Ciri konsonantal berkenaan dengan penyempitan yang sempit dalam rongga mulut, baik penyempitan total maupun pergeseran. Bunyi hentian, frikatif, afrikatif, nasal dan aril bersifat [+kons.]. Luncuran laringal digolongkan sebagai [-kons.] karena tidak ada penyempitan sama sekali di rongga mulut (Schane, 1973:26).

Berikut tabel menunjukkan ciri-ciri golongan utama dari bunyi ucapan diatas.

Tabel 1. Ciri-ciri Golongan Utama

Obstruen pada Rongga Mulut Nasal, Alir Nasal dan Alir yang Silabis Luncuran Laringal Semi-vokal Vokal Sil. - - + - - + Son. - + + - + + Kons. + + + - - -

(33)

b. Ciri-Ciri Cara Artikulasi

Ciri-ciri yang digolongkan sebagai cara artikulasi adalah malar, pelepasan tidak segera, kasar, nasal dan lateral. Bunyi [+mal.] adalah bunyi yang dihasilkan dengan udara keluar terus-menerus. Diantara obstruen ada yang [+mal.] yaitu frikatif dan ada yang mempunyai penyempitan total ([-mal.])yaitu hentian dan afrikat. Afrikat dilepaskan dengan tidak segera ([+p.t.s.]); hentian dilepaskan dengan [-p.t.s.]. Bunyi afrikat yang bergeser dan beberapa afrikat dapat digolongkan sebagai [+kas.] karena udara keluar mengenai gigi atau uvula sehingga bunyinya lebih kasar daripada yang tidak demikian.

Ciri nasal dan lateral membedakan berbagai sonoran. Bunyi nasal berlawanan dengan bunyi alir sebagai [+nas.] lawan [-nas.]. antara bunyi alir, bunyi lateral bertentangan dengan bunyi tidak lateral sebagai [+lat.] lawan [-lat.]. Jadi, ciri [kons.] [nas.] dan [lat.]. menetapkan sebagai konsonan yang sonoran (Schane, 1973:29). Dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Ciri-ciri Cara Artikulasi

y n l r

Son. + + + +

Kons. - + + +

Nas. - + - -

(34)

c. Ciri-Ciri Tempat Artikulasi

Menururt Chomsky dan Halle, (dalam Schane, 1973:29) menggolongkan empat tempat artikulasi yang mendasar, yakni: labial, dental, palate-alveolar dan velar. Keempat tempat ini dicakupi dua ciri pembeda saja, yakni anterior dan koronal. Hal ini didasarkan atas apakah penyempitan dari alveolum ke depan (konsonan anterior) atau terletak di belakang alveolum (konsonan yang tidak anterior); dan selanjutnya apakah articulator berupa daun lidah (yang kronal) atau tidak kronal. Dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Ciri-ciri Tempat Artikulasi

p t c k

Ant. + + - -

Kor. - + + -

d. Ciri-Ciri Punggung Lidah

Dalam penggolongan vokal, aliran strukturalisme menggunakan parameter tinggi, rendah, depan, belakang, bulat dan hampar (tidak bulat). Parameter-parameter yang berkenaan dengan sifat demaN-belakang, sifat bulat-hampar tentu saja merupakan parameter pasangan (Schane, 1973:30). Oleh karena itu, aliran tatabahasa generatif transformasi menggambarkan vokal dengan menggunakan ciri pembeda [ting.], [bel.], [bul.], dan [ren.].

(35)

Semivokal-semivokal mirip dengan vokal tinggi, kecuali nilai ciri silabis. Oleh karenanya, ciri [ting.], [bel.] dan [bul.] juga dapat membedakan berbagai semivokal. Dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Ciri-ciri Punggung Lidah

i e y ǝ a u w o

Ting. + - + - - + + -

Ren. - - - - + - - -

Bel. - - - + + + + +

Bul. - - - + + +

Ciri-ciri tinggi dan belakang juga berguna untuk membedakan konsonan. Misalnya, konsonan-konsonan [-ant.] dan [-kor.]. Dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Ciri-ciri Lidah Konsonan

Palatal Velar Uvular

Ting. + + -

Ren. - - -

(36)

e. Ciri-Ciri Tambahan

Ciri-ciri: tegang, bersuara, beraspirasi dan hambat termasuk golongan ciri-ciri tambahan. Ciri tegangan terjadi baik pada vokal maupun konsonan. Vokal tegangan dihasilkan oleh lebih banyak ketegangan otot, dipertahankan lebih panjang dan alat-alat pembentuk suaranya digerakkan lebih jauh dari posisi letaknya (Schane, 1973:13).

f. Ciri-Ciri Prosidi

Ciri tekanan dan panjang termasuk ciri-ciri prosidi. Vokal yang bertekanan ditandai [+tek.], dan ruas yang panjang ditandai [+panj.] (Schane, 1973:32).

2.2.3 Proses-Proses Fonologi

Menurut Chomsky dan Halle, (dalam Schane, 1973:49-61)

mengelompokkan proses-proses Fonologi menjadi empat macam, yakni: (1) asimilasi, (2) struktur suku kata, (3) pelemahan dan penguatan, dan (4) netralisasi.

1. Asimilasi, adalah suatu ruas menerima ciri-ciri dari satu ruas yang berdekatan. Asimilasi dibedakan menjadi: i) konsonan mengasimilasi ciri-ciri vokal, ii) vokal mengasimilasi ciri-ciri-ciri-ciri konsonan, iii) konsonan mengasimilasi cir-ciri konsonan, iv) vokal mengasimilasi ciri-ciri vokal (dalam hal ini, harus dibedakan keselarasan vokal dan umlaut).

(37)

kata. Proses-proses ini meliputi: i) pelepasan konsonan, ii) pelepasan vokal, iii) penyisipan konsonan atau vokal, iv) penggabungan vokal dan konsonan, v) penggabunga konsonan atau vokal, vi) perubahan golongan utama, dan vii) metatesis.

3. Pelemahan dan Penguatan. Perubahan struktur kata yang disebabkan oleh ruas-ruas yang lemah atau kuat dalam suatu suku kata atau morfem dapat disebut sebagai proses pelemahan dan penguatan. Misalnya, struktur suku kata menjadi lebih rumit jika suatu vokal dalam susunan KVKV dihilangkan sehingga dua konsonan berdampingan. Pelepasan semacam ini seringkali disebabkan oleh ruas yang menduduki suatu posisi yang lemah dalam suku kata. Pelemahan dapat dibedakan menjadi: i) sinkop, ii) apokop, iii) pengurangan vokal; sedangkan penguatan meliputi: iv) diftongosasi, dan v) pergeseran vokal. Butir i), ii) dan iii) dijalani oleh vokal-vokal yang lemah, sedangkan iv) dan v) dijalani vokal-vokal yang kuat (yaitu tegangan dan bertekanan).

4. Netralisasi adalah suatu proses dimana perbedaan fonologis dikurangi pada suatu lingkungan tertentu. Netralisasi dibedakan menjadi dua, yaitu; netralisasi konsonan dan netralisasi vokal.

2.2.4 Kaidah-Kaidah Fonologi Generatif

Menurut Chomsky dan Halle, (dalam Schane 1963:62) mengatakan bahwa, jika kita dapat menyatakan keadaan yang tepat yang terjadi dalam suatu proses fonologis, kita telah memberikan suatu kaidah. Hingga saat ini

(38)

perubahan-perubahan disebutkan dalam bahasa sehari-hari. Dalam fonologi generatif, pernyataan-pernyataan diubah menjadi notasi formal. Notasi ini harus tepat menetapkan kesimpulan-kesimpulan dari proses tersebut.

Jika ruas-ruas menjalani perubahan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, : i) ruas-ruas mana yang berubah, ii)bagaimana ruas-ruas itu berubah, dan iii) dalam keadaan bagaimana ruas-ruas itu berubah. Ruas atau golongan ruas yang menjalani perubahan ditandai oleh kumpulan ciri yang paling sedikit yang diperlukan untuk pengenalan yang tepat. Apa yang berubah dan bagaiman perubahannya dihubungkan dengan suatu tanda panah yang menunjukkan kepada perubahan itu (Schane, 1973:62).

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Melalui tujuan yang akan dicapai peneliti dari penelitian ini, yaitu

menjelaskan teori fonologi kajian generatif bahasa Batak Toba maka peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Karena metode dan teknik ini mencerminkan kenyataan berdasarkan fakta-fakta (fact findings) yang ada di lapangan sebagaimana adanya (Nawawi dan Hadari 1967 dalam Siahaan, 2009:51).

3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data 3.2.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data ini adalah cara penelitian mengumpulkan data,

baik dari tinjauan pustakan maupun penelitian lapangan.

Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan tiga metode, yaitu sebagai berikut :

1. Metode Observasi

Observasi adalah pengamatan tehadap daerah penelitian untuk menentukan informan yang tepat. Peneliti harus ke lapangan untuk melakukan pengamatan terhadap lokasi penelitian. Pemilihan informan memiliki latar belakang, antara lain: bahasa yang digunakan di lingkungan keluarga sejak kecil, bahasa yang

(40)

digunakan dalam lingkungan masyarakat tempat tinggalnya, bahasa yang digunakan dilingkungan kerjanya dan pernah merantau atau tidak.

2. Metode kepustakaan

Metode kepustakaan yang dimaksud adalah kajian-kajian Bahasa Batak Toba yang digunakan sebagai pembanding dan sumber pustaka.

3. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah cara yang digunakan peneliti untuk memperoleh data di lapangan dan mempelajari fenomenannya. Partisipan yang terlibat adalah penutur asli suatu bahasa dan peneliti linguistik (Samarin, 1967:20).

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik elisitas, perekaman dan pencatatan. Teknik dalam pengumpulan data ini adalah teknik elisitasi, perekaman dan pencatatan.

Elisitasi

Dalam elisitasi, peneliti menyiapkan daftar pertanyaan yang mengandung dua hal, yakni: ungkapan yang diajukan adalah ungkapan-ungkapan singkat berupa kata-kata atau frase-frase sederhana dan elisitasi diarahkan pada analisis beberapa aspek sistem fonologi bahasa Batak Toba.

Cara elisitasi yang digunakan adalah cara dwibahasa, yakni pertanyaan diajukan dalam bahasa Indonesia dan informan memberikan informasi kebahasaan dalam bahasa Batak Toba.

(41)

Perekaman

Teknik perekaman dimaksudkan sebagai penunjang teknik elisitasi. Peneliti merekam semua data yang diberikan informan, baik yang dihasilkan secara elisitasi maupun yang berasal dari pertanyaan spontan atau pertanyaan khusus. Pertanyaan khusus dapat berupa permintaan khusus yang berupa penceritaan cerita-cerita rakyat yang dikuasai informan. Cerita lisan dapat bermanfaat menguji kewajaran data yang di dapatkan melalui elisitas.

Pencatatan

Mencatat data yang telah diperoleh, kemudian memasukkan data pada ke dalam transkripsi fonetisnya. Transkripsi fonetis dari ungkapan-ungkapan yang didapatkan baik melalui elisitas maupun cerita lisan.

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih oleh penulis berada Desa Sibuea, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir, provinsi Sumutera Utara. Karena di lokasi ini penulis melihat bahwa bahasa Batak Toba masih dipakai dengan baik.

3.4 Sumber Data

Data diperoleh dua sumber yaitu, data lisan (primer) dan data tertulis (sekunder). Data yang dijadikan objek penelitian adalah Bahasa Batak Toba. Data ini diperoleh dari penerapan metode linguistik lapangan atau metode informan. Data tertulis diperoleh dari sumber-sumber yang menggunakan bahasa Batak

(42)

Toba baik buku-buku pelajaran dan hasil penelitian. Sedangkan data lisan diperoleh dari informan secara langsung. Informan yang berdomisili asli di wilayah yang di jadikan penulis sebagai lokasi penelitian.

Informan penelitian yang digunakan penulis sebanyak lima orang yang terdiri dari anak muda dan orangtua. Dengan syarat-syarat yang diberikan penulis adalah:

1) Berusia antara 20-50 Tahun. 2) Berjenis kelamin Pria dan Wanita.

3) Informan harus lahir di daerah tersebut dan tidak pernah berdomisilih di tempat lain atu dapat dikatakan penduduk asli. 4) Maksimal pendidikan sekolah dasar.

5) Dapat berbahasa Indonesia

6) Sehat jasmani dan rohani, yang dimaksud sehat jasmani yaitu memiliki pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyan-pertanyaan dengan tepat, memiliki alat artikulator yang lengkap dan jelas : sedangkan sehat rohani adalah tidak gila dan pikun (Mahsun, 1995: 106).

3.5 Metode Analisis Data

Data yang telah akurat dianalisis dengan metode fonologi genratif.hal-hal yang harus dipenuhi dalam penganalisisan Fonologi Generatif adalah, ssebagai berikut:

(43)

a. Pengumpulan data, data di kumpulkan dari hasil observasi dan waancara di lapangan.

b. Membuat deret morfologi mengenai proses afiksasi.

c. Setelah dibuat deret morfologi dengan gabungan proses afiksasi, maka tahap selanjutnya menentukan kaidah fonologinya.

d. Menuliskan kaidah-kaidah yang ada.

e. Membuat deret morfologi mengenai asimilasi. f. Menjelaskan proses asimilasi dalam BBT.

g. Menentukan proses asimilasi apa saja yang ada dalam BBT. h. Menarik kesimpulan.

(44)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data

Imbuhan (afiks) dikenal terbag 4 (empat) yaitu prefiks, infiks, sukfiks dan konfiks. Awalan (prefiks) adalah imbuhan yang melekat didepan bentuk dasar (kata dasar). Prefiks dalam BBT memiliki bentuk yang beragam, misalnya prefiks maN- memiliki almorf menjadi mam-, man-, mang-, manga-. Prefiks paN- juga memiliki almorf menjadi pam-, pan-, pang-, panga-. Ada juga sisipan (infiks) dalam BBT yang biasa diselipkan ditengah kata misalnya -um-. Ada juga akhiran (sufiks) dalam BBT yang biasa diletakkan diakhir kata misalnya -on, -an. Namun, padaa hasil penelitian ini penulis lebih terfokus pada prefiks maN- dan paN- karena kedua prefiks ini diangggap lebih sempurna dari prefiks lainnya.

4.2 Proses Morfofonemik

Morfofonemik adalah perubahan-perubahan yang timbul dalam

pembentukan kata akibat pertemuan morfem dengan morfem lain (Ramlan, 1983:73). Pada bahasa Indonesia proses perubahan ini proses yang terjadi akibat pertemuan meN- dan peN- dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/ pada kedua morfem berubah menjadi [m, n, ň, ŋ] sehingga morfem meN-, berubah menjadi

(45)

mem-, men-, meny-, dan meng-, sama halnya dengan peN-, berubah menjadi pem-, pen-, peny-, dan peng-.

Pada BBT proses ini juga sering dijumpai akibat pertembuan maN-, maN-, saN- ada juga dijumpai tar-, dan mar- dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/ berubah menjadi mam-, maN-, manga-, mang- morfem ini sering juga disebut sebagai prefiks. Prefiks maN- nemiliki alomorf mam-, maN-, manga-, mang-.

4.2.1 Prefiks maN-

a. Jika prefiks maN- dibubuhkan pada morfem yang dimulai dengan konsonan /p, b/ maka akan lesap dan berubah menjadi mam-.

Proses maN- /.../ Kata /.../ Pengucapan [...] Makna ‘...’

/maN- + pagar/ /mamagar/ [mamagar] Membuat penangkal

/maN- + paksa/ /mamaksa/ [mamaksa] Memaksa

/maN- + pahan/ /mamahan/ [mamahan] Memelihara ternak

/maN- + pio/ /mamio/ [mamio]

Mengundang makan bersama

(46)

Berdasarkan deret morfologis I diatas, prefiks maN- menjadi mam- bila bertemu morfem berawalan konsonan /p/ dan konsonan /p/ akan lesap/luluh. Proses alomorf diatas dapat dibahas dalam kaidah fonologi yang bersifat struktural dimana maN- menjadi mam- jika bertemu konsonan /p/ seperti berikut:

a) /maN- + pagar/ /mamagar/ [mamagar] „membuat penangkal‟ b) /maN- + paksa/ /mamaksa/ [mamaksa] „memaksa‟

c) /maN- + pahan/ /mamahan/ [mamahan] „memelihara ternak‟

d) /maN- + pio/ /mamio/ [mamahan] „mengundang makan bersama‟

Berbeda dengan TG, dalam TG proses diatas dibahas lebih jauh dengan mencari kaidah melalui ciri pembeda yang dimiliki konsonan.

Secara transformasi generatif (TG), maka dapat ditemukan Kaidah Fonologi (KF) 1. Prefiks maN- menjadi prefiks mam- jika bertemu morfem yang berawalan konsonan /p/.

Kaidah fonologi 1: menyatakan bahwa prefiks maN- ([+kons., +son., +nas., +bers.]) akan lesap menjadi prefiks mam- ([α ant.]) jika diikuti bunyi hambat /p/ ([+kons., +ant.]).

maN- +kons.

+son.

+nas. Ø / [α ant.] + +kons.

+bers. +ant.

(47)

Proses maN- /.../ Kata /.../ Pengucapan [...] Makna ‘...’

/maN- + bagi/ /mambagi/ [mabbagi] Membagi

/maN- + boan/ /mamboan/ [mabboan] Membawa

/maN- + baen/ /mambaen/ [mabbaen] Membuat

/maN- + bereng/ /mamereng/ [mamereŋ] Menggulung

deret morfologis II 2018, Raynavore Tambunan, USU.

Berdasakan deret morfologis II diatas, prefiks maN- menjadi mam- bila bertemu morfem berawalan konsonan /b/ dan konsonan /b/ ada yang mengalami lesap/luluh dan tidak. Proses alomorf diatas dapat dibahas dalam kaidah fonologi yang bersifat struktural maN- menjadi mam- jika bertemu konsonan /b/ seperti berikut:

a) /maN- + bagi/ /mambagi/ [mabbagi] „Membagi‟ b) /maN- + boan/ /mamboan/ [mabboan] „Membawa‟ c) /maN- + baen/ /mamboan/ [mabbaen] „Membuat‟ d) /maN- + bereng/ /mambereng/ [mamereŋ] „Menggulung‟

Berbeda dengan TG, dalam TG proses diatas dibahas lebih jauh dengan mencari kaidah melalui ciri pembeda yang dimiliki konsonan.

Secara TG, maka dapat ditemukan KF 2. Prefiks maN- menjadi prefiks mam- jika bertemu morfem yang berawalan konsonan /b/.

(48)

Kaidah fonologi 2: menyatakan bahwa prefiks maN- ([+kons., +son., +nas., +bers.]) akan terjadi proses pelesapan dan tidak lesap menjadi prefiks mam- ([α ant., +son., +nas.]) jika diikuti bunyi hambat /b/ ([+kons., +ant., +bers.]).

b. Jika prefiks maN- dibubuhkan pada morfem yang dimulai dengan konsonan /t, d, s, j/ akan berubah menjadi man-.

Proses maN- /.../ Kata /.../ Pengucapan [...] Makna ‘...’

/maN- + tahan/ /manahan/ [manahan] Menahan

/maN- + taili/ /manaili/ [manaili] Menoleh

/maN- + tangkup/ /manangkup/ [manakkup] Menangkap

deret morfologis III 2018, Raynavore Tambunan, USU.

maN- +kons.

+son.

+nas. α ant. + +kons. +bers. +son. +ant.

+nas. +bers. Ø / +son. + +kons. +nas. +ant. +bers.

(49)

Berdasarkan deret morfologis III diatas, prefiks maN- menjadi man- bila bertemu morfem berawalan konsonan /t/ dan konsonan /t/ akan lesap/luluh. Proses alomorf diatas dapat dibahas dalam kaidah fonologi yang bersifat struktural maN- menjadi man- jika bertemu konsonan /t/ seperti berikut:

a) /maN- + tahan/ /manahan/ [manahan] „Menahan‟ b) /maN- + taili/ /manaili/ [manaili] „Menoleh‟ c) /maN- + tangkup/ /manangkup/ [manakkup] „menangkap‟

Berbeda dengan TG, dalam TG proses diatas dibahas lebih jauh dengan mencari kaidah melalui ciri pembeda yang dimiliki konsonan.

Secara TG, maka dapat ditemukan KF 3. Prefiks maN- menjadi prefiks man- jika bertemu morfem yang berawalan konsonan /t/.

Kaidah fonologi 3: menyatakan bahwa prefiks maN- ([+kons., +son., +nas., +bers.]) akan lesap menjadi prefiks man- ([β kor., α ant., +bers.]) jika diikuti bunyi hambat /t/ ([+kons., +son., +kor., +ant.]).

maN- +kons.

+son. β kor. +kons. +nas. Ø / α ant. + +son.

+bers. +bers. +kor.

+ant.

(50)

Proses maN- /.../ Kata /.../ Pengucapan [...] Makna ‘...’

/maN- + dege/ /mandege/ [maddege] Memijak

/maN- + dadas/ /mandadas/ [maddadas]

Menjatuhkan buah banyak-banyak

/maN- + dao/ /mandao/ [maddao] Menjauh

deret morfologis IV 2018, Raynavore Tambunan, USU.

Berdasarkan deret morfologis IV diatas, prefiks maN- menjadi man- bila bertemu morfem berawalan konsonan /d/ dan konsonan /d/ tidak lesap/luluh. Proses alomorf diatas dapat dibahas dalam kaidah fonologi yang bersifat struktural maN- menjadi man- jika bertemu konsonan /d/ seperti berikut:

a) /maN- + dege/ /mandege/ [maddege] „Memijak‟

b) /maN- + dadas/ /mandadas/ [maddadas] „Menjatuhkan buah banyak-banyak‟

c) /maN- + dao/ /mandao/ [maddao] „Menjauh‟

Berbeda dengan TG, dalam TG proses diatas dibahas lebih jauh dengan mencari kaidah melalui ciri pembeda yang dimiliki konsonan.

Secara TG, maka dapat ditemukan KF 4. Prefiks maN- menjadi prefiks man- jika bertemu morfem yang berawalan konsonan /d/.

(51)

Kaidah fonologi 4: menyatakan bahwa prefiks maN- ([+kons., +son., +nas., +bers.]) akan menjadi prefiks man- ([+son., β kor., α ant., +nas.]) jika diikuti bunyi hambat /d/ ([+kons., β kor., α ant., +bers.]).

Proses maN- /.../ Kata /.../ Pengucapan [...] Makna ‘...’

/maN- + sabi/ /manabi/ [manabi] Menyabit

/maN- + suan/ /manuan/ [manuan] Menanam

/maN- + sipak/ /manipak/ [manipak] Menendang

deret morfologis V 2018, Raynavore Tambunan, USU.

Berdasarkan deret morfologis V diatas, prefiks maN- menjadi maN- bila bertemu morfem berawalan konsonan /s/ dan konsonan /s/ akan lesap/luluh. Proses alomorf diatas dapat dibahas dalam kaidah fonologi yang bersifat struktural maN- menjadi man- jika bertemu konsonan /s/ seperti berikut:

a) /maN- + sabi/ /manabi/ [manabi] „Menyabi‟ b) /maN- + suan/ /manuan/ [manuan] „Menanam‟ c) /maN- + sipak/ /manipak/ [manipak] „Menendang‟ maN- +kons.

+son. +son. +kons. +nas. β kor. + β kor.

+bers. α ant. α ant.

+nas. +bers.

(52)

Berbeda dengan TG, dalam TG proses diatas dibahas lebih jauh dengan mencari kaidah melalui ciri pembeda yang dimiliki konsonan.

Secara TG, maka dapat ditemukan KF 5. Prefiks maN- menjadi prefiks man- jika bertemu morfem yang berawalan konsonan /s/.

Kaidah fonologi 5: menyatakan bahwa prefiks maN- ([+kons., +son., +nas., +bers.]) akan lesap dan menjadi prefiks man- ([+son., β kor., α ant., +nas., +bers.]) jika diikuti bunyi frikatif /s/ ([+kons., β kor., α ant., +mal.]).

Proses maN- /.../ Kata /.../ Pengucapan [...] Makna ‘...’

/maN- + jou/ /manjou/ [majjou] Memanggil

/maN- + jae/ /manjae/ [majjae] Mandiri

/maN- + jait/ /manjait/ [majjait] Menjahit

deret morfologis VI 2018, Raynavore Tambunan, USU.

Berdasakan deret morfologis VI diatas, prefiks maN- menjadi man- bila bertemu morfem berawalan konsonan /j/ konsonan /j/ tidak lesap/luluh. Proses

maN- +kons.

+son. +son. +kons. +nas. Ø / β kor. + β kor. +bers. α ant. α ant.

+nas. +mal.

+bers.

(53)

alomorf diatas dapat dibahas dalam kaidah fonologi yang bersifat struktural maN- menjadi man- jika bertemu konsonan /j/ seperti berikut:

a) /maN- + jou/ /manjou/ [majjou] „Memanggil‟

b) /maN- + jae/ /manjae/ [majjae] „Mandiri‟ c) /maN- + jait/ /manjait/ [majjait] „Menjahit‟

Berbeda dengan TG, dalam TG proses diatas dibahas lebih jauh dengan mencari kaidah melalui ciri pembeda yang dimiliki konsonan.

Secara TG, maka dapat ditemukan KF 6. Prefiks maN- menjadi prefiks man- jika bertemu morfem yang berawalan konsonan /j/.

Kaidah fonologi 6: menyatakan bahwa prefiks maN- ([+kons., +son., +nas., +bers.]) akan menjadi prefiks man- ([+son., β kor., α ant., +nas.]) jika diikuti bunyi hambat /j/ ([+kons., β kor., +bers.]).

maN- +kons. +son.

+son. β kor. +kons. +nas. α ant. + β kor.

+bers. +nas. +bers.

(54)

c. Jika prefiks maN- dibubuhkan pada morfem yang dimulai dengan konsonan /l, r/ akan ditambahkan vokal /a/ akan menjadi manga-.

Proses maN- /.../ Kata /.../ Pengucapan [...] Makna ‘...’

/maN- + lompa/ /mangalompa/ [mangaloppa] Memasak

/maN- + lean/ /mangalean/ [mangalean] Memberi

/maN- + liat/ /mangaliat/ [mangaliat]

Berputar dengan berkeliling deret morfologis VII 2018, Raynavore Tambunan, USU.

Berdasarkan deret morfologis VII diatas, prefiks maN- menjadi manga- bila bertemu morfem berawalan konsonan /l/ akan mengalami penambahan vokal /a/. Proses alomorf diatas dapat dibahas dalam kaidah fonologi yang bersifat struktural maN- menjadi manga- jika bertemu konsonan /l/ seperti berikut:

a) /maN- + lompa/ /mangalompa/ [mangaloppa] „Memasak‟ b) /maN- + lean/ /mangalean/ [mangalean] „Memberi‟

c) /maN- + liat/ /mangaliat/ [mangaliat] „Berputar dengan berkeliling‟

Berbeda dengan TG, dalam TG proses diatas dibahas lebih jauh dengan mencari kaidah melalui ciri pembeda yang dimiliki konsonan.

Secara TG, maka dapat ditemukan KF 7. Prefiks maN- menjadi prefiks manga- jika bertemu morfem yang berawalan konsonan /l/ karena mengalami

(55)

Kaidah fonologi 7: menyatakan bahwa bunyi [a] ([+sil., +ren., +bel.]) ditambahkan setelah perbatasan morfem yang didahului oleh /ŋ/ ([+kons., +son., +nas., +bers.]) diikuti oleh konsonan sonoran /l/ ([+kons., +son., β kor., α ant., +lat., +mal., +bers.]).

Proses maN- /.../ Kata /.../ Pengucapan [...] Makna ‘...’

/maN- + rade/ /mangarade/ [mangarade] Bersiap-siap

/maN- + rambas/ /mangarambas/ [mangarabbas] Membabat

/maN- + raga/ /mangaraga/ [mangaraga] Menyaring

/maN- + rait/ /mangarait/ [mangarait] Mengait

deret morfologis VIII 2018, Raynavore Tambunan, USU.

Berdasarkan deret morfologis VIII diatas, prefiks maN- menjadi manga- bila bertemu morfem berawalan konsonan /r/ akan mengalami penambahan vokal /a/. Proses alomorf diatas dapat dibahas dalam kaidah fonologi yang bersifat struktural maN- menjadi manga- jika bertemu konsonan /r/ seperti berikut:

+sil. +kons. +kons.

Ø +ren. / +son. +son.

+bel. +nas. + β kor.

+bers. α ant.

+lat.

+mal.

(56)

a) /maN- + rade/ /mangarade/ [mangarade] „Bersiap-siap‟ b) /maN- + rambas/ /mangarambas/ [mangarabbas] „Membabat‟ c) /maN- + raga/ /mangaraga/ [mangaraga] „Menyaring‟ d) /maN- + rait/ /mangarait/ [mangarait] „Mengait‟

Berbeda dengan TG, dalam TG proses diatas dibahas lebih jauh dengan mencari kaidah melalui ciri pembeda yang dimiliki konsonan.

Secara TG, maka dapat ditemukan KF 8. Prefiks maN- menjadi prefiks manga- jika bertemu morfem yang berawalan konsonan /r/ karena mengalami penambahan vokal /a/.

Kaidah fonologi 8: menyatakan bahwa bunyi [a] ([+sil., +ren., +bel.]) ditambahkan setelah perbatasan morfem yang didahului oleh /ŋ/ ([+kons., +son., +nas., +bers.]) diikuti oleh konsonan sonoran /l/ ([+kons., +son., β kor., α ant., +mal., +bers.]).

+sil. +kons. +kons.

Ø +ren. / +son. +son.

+bel. +nas. + β kor.

+bers. α ant.

+mal.

(57)

d. Jika prefiks maN- dibubuhkan pada morfem yang dimulai dengan konsonan /g, h / akan berubah menjadi mang-.

Proses maN- /.../ Kata /.../ Pengucapan [...] Makna ‘...’

/maN- + gade/ /manggade/ [maŋgade] Menggadai

/maN- + gadong/ /manggadong/ [maŋgadoŋ] Makan ubi

/maN- + galang/ /manggalang/ [maŋgalaŋ]

Menghidangkan makanan

/maN- + gora/ /manggora/ [maŋgora] Memanggil

deret morfologi IX 2018, Raynavore Tambunan, USU.

Berdasarkan deret morfologis IX diatas, prefiks maN- menjadi mang- bila bertemu morfem berawalan konsonan /g/ dan konsonan /g/ tidak akan lesap/luluh. Proses alomorf diatas dapat dibahas dalam kaidah fonologi yang bersifat struktural maN- menjadi mang- jika bertemu konsonan /g/ seperti berikut:

a) /maN- + gade/ /manggade/ [maŋgade] „Menggadai‟ b) /maN- + gadong/ /manggadong/ [maŋgadoŋ] „Makan ubi‟

c) /maN- + galang/ /manggalang/ [maŋgalaŋ] „Menghidangkan makanan‟ d) /maN- + gora/ /manggora/ [maŋgora] „Memanggil‟

Berbeda dengan TG, dalam TG proses diatas dibahas lebih jauh dengan mencari kaidah melalui ciri pembeda yang dimiliki konsonan.

(58)

Secara TG, maka dapat ditemukan KF 9. Prefiks maN- menjadi prefiks mang- jika bertemu morfem yang berawalan konsonan /g/.

Kaidah fonologi 9: menyatakan bahwa prefiks maN- ([+kons., +son., +nas., +bers.]) akan menjadi prefiks mang- ([+son., +nas.]) jika diikuti bunyi hambat /g/ ([+kons., +bers.]).

Proses maN- /.../ Kata /.../ Pengucapan [...] Makna ‘...’

/maN- + hais/ /manghais/ [makkais] Mengais

/maN- + hait/ /manghait/ [makkait] Mengait

/maN- + halang/ /manghalang/ [makkalaŋ] Menghalangi

deret morfologis X 2018, Raynavore Tambunan, USU.

Berdasarkan deret morfologis X diatas, prefiks maN- menjadi mang- bila bertemu morfem berawalan konsonan /h/ dan konsonan /h/ tidak akan lesap/luluh. Proses alomorf diatas dapat dibahas dalam kaidah fonologi yang bersifat struktural maN- menjadi mang- jika bertemu konsonan /h/ seperti berikut:

a) /maN- + hais/ /manghais/ [makkais] „Menggadai‟ b) /maN- + hait/ /manghait/ [makkait] „Makan ubi‟ c) /maN- + halang/ /manghalang/ [makkalaŋ] „menghalangi‟ maN- +kons.

+son. +son. + +kons.

+nas. +nas. +bers. +bers.

(59)

Berbeda dengan TG, dalam TG proses diatas dibahas lebih jauh dengan mencari kaidah melalui ciri pembeda yang dimiliki konsonan.

Secara TG, maka dapat ditemukan KF 10. Prefiks maN- menjadi prefiks mang- jika bertemu morfem yang berawalan konsonan /h/.

d)

Kaidah fonologi 10: menyatakan bahwa prefiks maN- ([+kons., +son., +nas., +bers.]) akan menjadi prefiks mang- ([-son., -nas., -bers.]) jika diikuti bunyi hambat /h/ ([+mal.]).

e. Jika prefiks maN- dibubuhkan pada morfem yang dimulai dengan vokal /i, e, a, u, o/ akan berubah menjadi mang-.

Proses maN- /.../ Kata /.../ Pengucapan [...] Makna ‘...’

/maN- + ida/ /mangida/ [mangida] Melihat

/maN- + ihut/ /mangihut/ [mangiut] Mengikut

/maN- + ido/ /mangido/ [mangido] Meminta

deret morfologis XI 2018, Raynavore Tambunan, USU. maN- +kons. -son.

+son. -nas. + [+mal.]

+nas. -bers. +bers.

(60)

Berdasarkan deret morfologis XI diatas, prefiks maN- menjadi mang- bila bertemu morfem berawalan vokal /i/ dan vokal /i/ tidak akan lesap/luluh. Proses alomorf diatas dapat dibahas dalam kaidah fonologi yang bersifat struktural dimana maN- menjadi mang- jika bertemu vokal /i/ seperti berikut:

a) /maN- + ida/ /mangida/ [mangida] „Melihat‟ b) /maN- + ihut/ /mangihut/ [mangiut] „Mengikut‟ c) /maN- + ido/ /mangido/ [mangido] „Meminta‟

Berbeda dengan TG, dalam TG proses diatas dibahas lebih jauh dengan mencari kaidah melalui ciri pembeda yang dimiliki vokal.

Secara TG, maka dapat ditemukan KF 11. Prefiks maN- menjadi prefiks mang- jika bertemu morfem yang berawalan vokal /i/.

Kaidah fonologi 11: menyatakan bahwa prefiks maN- ([+kons., +son., +ting., +bel., +nas., +bers.]) akan menjadi prefiks mang- ([-sil., +ting., +bel.]) jika diikuti vokal /i/ ([+sil., +ting., +bers.]).

maN- +kons.

+son. -sil. +sil. +ting. +ting. + +ting.

+bel. +bel. +bers.

+nas.

+bers.

Gambar

Gambar 1: Peta Kabupaten Toba Samosir
Gambar 3 : Gapura Selamat Datang di Kecamatan Laguboti
Tabel 2. Data Deret Morfologi proses paN-
Tabel  Karakteristik Ruas-ruas BBT dalam Ciri-ciri Pembeda

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian, penulis menyarankan agar petugas humas melakukan analisis eksternal tidak hanya pada pihak – pihak yang memiliki kepentingan

Dari hasil penelitian diperoleh wujud imperatif perintah sebanyak 6 data, suruhan sebanyak 10 data, permintaan sebanyak 11 data, permohonan sebanyak 11 data,

Sesuai dengan hasil penelitian dan analisis data serta kesimpulan, maka penulis menyarankan: 1) Bagi sekolah yang mana sebagai pengambil kebijakan adalah

Kesimpulan penelitian ini adalah : (1) Berdasarkan hasil analisis statistik dengan cara pengambilan kuesioner dari tanggapan responden menyatakan bahwa struktur dan

Dari album Bahasa Batak Toba dengan 22 buah lagu menunjukkan hasil penelitian 20 buah kesinoniman antara kata dengan kata, 2 kesinoniman antara kata dengan frase, 5

Dari hasil penelitian, penulis menyarankan untuk menggunakan minyak atsiri kayu manis dengan konsentrasi 0,1%, 0,15%, dan 0,20% untuk menghambat pertumbuhan cendawan

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa kata-kata pinjaman sangat menarik untuk diteliti, sehingga penulis menyarankan agar ada peneliti selanjutnya dapat

Berdasarkan hasil analisis fonem yang digunakan oleh objek penelitian yang bernama Zaidan, maka ditemukan bahwa objek penelitian sering menggunakan penyebutan fonem yang sama untuk