• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUTURAN PENOLAKAN DALAM INTERAKSI MASYARAKAT BATAK TOBA: KAJIAN PRAGMATIK SKRIPSI OLEH REMSI MANALU NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUTURAN PENOLAKAN DALAM INTERAKSI MASYARAKAT BATAK TOBA: KAJIAN PRAGMATIK SKRIPSI OLEH REMSI MANALU NIM"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

TUTURAN PENOLAKAN DALAM INTERAKSI MASYARAKAT

BATAK TOBA: KAJIAN PRAGMATIK

SKRIPSI

OLEH

REMSI MANALU

NIM 140701003

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)
(3)

Lembaran Pernyataan

TUTURAN PENOLAKAN DALAM INTERAKSI

MASYARAKAT BATAK TOBA: KAJIAN PRAGMATIK

OLEH

REMSI MANALU

NIM 140701003

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali saya yang kutip dalam naskah ini dan dituliskan di dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi.

Medan, 17 April 2018 Peneliti

Remsi Manalu Nim 140701003

(4)

Abstrak

TUTURAN PENOLAKAN DALAM INTERAKSI

MASYARAKAT BATAK TOBA: KAJIAN PRAGMATIK

OLEH

REMSI MANALU

NIM 140701003

Penelitian ini membahas tentang tuturan penolakan dalam interaksi masyarakat Batak Toba yang bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk tuturan penolakan dan strategi pengungkapan tuturan penolakan dalam interaksi masyarakat Batak Toba. Manfaat penelitian ini dapat digunakan untuk memahami bidang kajian pragmatik khususnya pengetahuan tentang bentuk dan strategi pengungkapan penolakan yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba, sebagai acuan dalam penelitian sejenis pada objek kajian yang lain, memperluas wawasan kajian linguistik peneliti khususnya dalam bidang pragmatik, dan melestarikan dan memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada pembaca. Penelitian ini menggunakan metode simak dalam pengumpulan data sedangkan untuk menganalisis data digunakan metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan teori tindak tutur yang di kemukakan oleh Wijana dan teori kesantunan bertutur yang di kemukakan oleh Brown dan Levinson.

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tuturan Penolakan dalam Interaksi Masyarakat Batak Toba. Dalam proses awal sampai akhir penulisan skripsi ini sangat banyak kesulitan yang penulis alami. Namun, berkat saran dan dukungan dari semua pihak, semua hambatan dapat penulis atasi. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum., terima kasih atas kesempatan dan fasilitas-fasilitas yang telah penulis gunakan selama kuliah di Fakultas Ilmu Budaya, USU, Medan. 2. Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, Dr. Drs. Budi Agustono,

M.S., terima kasih atas arahan dan bimbingan yang bapak berikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan tepat waktu di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU, Medan. 3. Ketua Program Studi Sastra Indonesia Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP.

dan Sekretaris Program Studi Sastra Indonesia Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., Fakultas Ilmu Budaya, USU, Medan terima kasih atas semua petunjuk yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan semua urusan administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, USU, Medan.

4. Dosen Pembimbing Drs. Pribadi Bangun, M.Hum., terima kasih karena telah membimbing penulis dengan sungguh-sungguh, sehingga penulis dapat memahami proses penelitian dari awal sampai akhir.

(6)

5. Dosen pembimbing akademik Drs. Sallyanti, M.Hum., terima kasih karena telah memberikan nasehat dan bimbingan selama proses perkuliahan.

6. Dosen Penguji Dr. Ida Basaria, M.Hum., Drs. Asrul Siregar M.Hum., terima kasih karena telah memberikan nasehat, kritik, saran yang baik untuk penulis ketika ujian proposal.

7. Staf administrasi bapak Slamet, bapak Joko terima kasih penulis karena telah membantu penulis dalam mengurus berkas skripsi mulai dari awal hingga akhir.

8. Kepala desa Endang Butar-Butar, S.E., Parsaoran Manalu wakil kepala desa serta seluruh warga desa Lumban Tonga-tonga, Kecamatan Pakkat, Kabupaten Humbang Hasundutan terima kasih karena telah memberikan izin dan membantu penulis selama melakukan penelitian.

9. Almarhum ayahanda Bernardus Manalu terima kasih sudah mendoakanku dari surga, Ibunda Rosdelita Marbun terima kasih sudah membesarkanku, mencintaiku, mendoakanku, dan menyemangatiku dalam menyelesaikan sekolahku.

10. Kakaku tercinta Agustina Manalu, abangku Herbet Manalu, abang ipar Robin Simanullang, kakak ipar Rentauli Aritonang, keponakanku Ezra Manalu, anak-anakku Alessandro Colin Manullang, Endrik Manullang terima kasih atas dukungan dan doa kalian.

11. Kekasih penulis Amir Sianturi dan anakku tersayang Grace Armita Uly Sianturi terima kasih atas semangat dan doa kalian.

(7)

12. Sahabat istimewa penulis Eva Oktaviani Tarigan, Rudi Tumanggor, Anet Kobak, Suci Rama Sinta terima kasih atas kebaikan kalian selama empat tahun bersama menikmati kuliah di kampus USU, Medan.

13. Teman-teman tersayang Hertina Sitinjak, Lyna Manik, Amris Leonardi Sihombing, Eka Putri Purba, Intan Puspa Dewi Hasibuan, Victorya Dumaris Saragih, Rifka Noviana Sinaga, Latifah Indung, Rina Erviany, Kiki Astrina, Dwi Agustin dan seluruh teman satu stambuk 2014 terima kasih atas dukungan kalian.

14. Teman kost kakak Salma Azara, adik kost Deviana Tarigan, Jose Pin Tarigan terima kasih atas kebaikan kalian selama di kost.

Dalam usaha pengumpulan dan pengolahan data serta penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha dengan sungguh-sungguh. Namun demikian, jika ada kekurangan dan kelemahan, penulis bersedia menerima saran yang bersifat membina, demi sikap ilmiah dan perbaikan bagi penulis pada masa mendatang.

Medan, 17 April 2018

Penulis

Remsi Manalu

(8)

DAFTAR ISI Halaman SURAT PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii PRAKATA... iii DAFTAR ISI... vi BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Batasan Masalah... 3 1.4 Tujuan Penelitian... 4 1.5 Manfaat Penelitian... 4 1.5.1 Manfaat Teoretis... 4 1.5.2 Manfaat Praktis... 4

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA... 5

2.1 Konsep... 5

2.2 Landasan Teori... 6

2.3 Kajian Pustaka... 12

(9)

3.1 Lokasi Penelitian... 19

3.2 Sumber Data... 19

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 19

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data... 20

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data... 22

BAB IV PEMBAHASAN... 23

4.1 Bentuk Tuturan Penolakan dalam Interaksi Masyarakat Batak Toba... 23

4.1.1 Tuturan Penolakan Langsung... 23

4.1.1.1 Tuturan Penolakan Langsung dengan Kalimat Memberitahukan... 23

4.1.1.2 Tuturan Penolakan Langsung Dengan Kalimat Perintah... 35

4.1.1.3 Tuturan Penolakan Langsung dengan Kalimat Tanya ... 38

4.1.2 Tuturan Penolakan Tidak Langsung... 40

4.1.2.1 Tuturan Penolakan Tidak Langsung dengan Kalimat Berita... 40

4.1.2.2 Penolakan Tidak Langsung dengan Kalimat Perintah... 44

4.1.2.3 Penolakan Tidak Langsung dengan Kalimat Tanya... 47

4.2 Strategi Pengungkapan Tuturan Penolakan Dalam Interaksi Masyarakat Batak Toba... 49 4.2.1 Pengungkapan Penolakan dengan Memberikan Alasan... 50

(10)

4.2.3 Pengungkapan Penolakan dengan Terimakasih... 65 4.2.4 Pengungkapan Penolakan dengan Saran... 68 4.2.5 Pengungkapan Penolakan dengan Penundaan Waktu... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 82

5.1 Kesimpulan... 82 5.2 Saran... 83

DAFTAR PUSTAKA... 84

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Batak Toba selalu berinteraksi terhadap sesamanya dengan menggunakan alat komunikasi yang lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami oleh lawan bicaranya, yaitu penutur dan petutur. Dalam hal ini, bahasa digunakan sebagai alat komunikasi yang dapat dimengerti dan dipahami oleh petutur dan penutur. Bahasa yang digunakan masyarakat Batak Toba dalam berinteraksi ialah bahasa Batak Toba.

Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah yang ada di provinsi Sumatera Utara yang sampai saat ini masih dipergunakan oleh masyarakat penuturnya yaitu masyarakat Batak Toba. Hal ini dapat dilihat dalam lingkup kehidupan masyarakat Batak Toba dalam suatu keluarga. Bahasa Batak Toba digunakan dalam interaksi yang terjadi dalam masyarakat dapat berupa pertuturan secara langsung dalam berinteraksi dengan tetangga, keluarga, dalam pesta pernikahan dan sebagainya. Selain dari itu, bahasa Batak Toba juga biasa digunakan dalam rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan antara perangkat desa (ketua adat, kepala desa dan sebagainya).

Dalam kehidupan sehari-hari peneliti sering mengamati bahwa masyarakat Batak Toba pedesaan khususnya di desa Laksa sering melakukan penolakan dalam bertutur. Tuturan penolakan itu disebabkan adanya tuturan memerintah, mengajak, memberikan saran, dan sebagainya. Memberi perintah, ajakan,

(12)

penawaran, saran dan sebagainya, itu kadang dilakukan dengan santun dan tidak santun sehingga menyebabkan ada reaksi menolak.

Sehubungan dengan adanya tuturan penolakan dalam lingkungan masyarakat Batak Toba, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang tuturan penolakan dengan beberapa alasan dan pertimbangan, yakni bahwa melakukan penolakan dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti tempat dan situasi pertuturan, umur, status sosial, hubungan sosial serta norma-norma atau aturan yang berlaku pada masyarakat tersebut, Peneliti melihat bahwa penolakan merupakan bentuk suatu kegiatan bertutur dalam kehidupan bermasyarakat, dan menurut peneliti dalam melakukan penolakan tidak akan lepas dari situasi atau konteks untuk menyampaikan maksud dari penolakan, bahwa penelitian tentang tuturan penolakan dalam interaksi masyarakat Batak Toba belum dilakukan penelitian.

Sebagai gambaran penelitian yang akan dilakukan, peneliti menemukan tuturan penolakan dalam sebuah pertuturan interaksi yang terjadi dalam masyarakat Batak Toba. Hal ini terlihat dalam contoh sebagai berikut:

Eva: Ci, beta marlange tu kolam renang Selayang! ‘Ci, ayo berenang ke kolam renang Selayang!’

Eci: Malas hian au, sada ho ma lao da! ’Aku malas sekali, sendirian sajalah kamu pergi!’

Eva: Beta ma eh.., dang hian tabo ho gabe dongan! ‘Ayolah eh.. gak enak kali kamu jadi kawan!’

Eci: Mohop hian ari nang, mabiar au annon gabe marsahit hita. ‘Mataharinya panas sekali, aku takut nanti kita sakit.’

(13)

Analisis data: Penolakan dilakukan oleh Eci terhadap temannya Eva, ketika temannya Eva mengajak untuk berenang bersama dengan tuturan Ci, beta

marlange tu kolam renang Selayang. Namun Eci menolaknya dengan mengatakan

tuturan Mohop hian ari nang, mabiar au annon gabe marsahit hita.

Peristiwa tutur: Tuturan ini dilakukan oleh Eci dan Eva di teras kost, pada pukul 12.45. Saat itu Eci dan Eva lagi duduk santai di depan teras kost, sambil menikmati cemilan. Penolakan yang dilakukan oleh Eci terhadap temannya Eva adalah penolakan secara tidak langsung terlihat dalam tuturan malas hian au, sada

ho ma lao da!.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk tuturan penolakan dalam interaksi masyarakat Batak Toba?

2. Bagaimanakah strategi pengungkapan tuturan penolakan dalam interaksi masyarakat Batak Toba?

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini difokuskan pada bentuk tuturan penolakan menggunakan padangan wijana dan strategi pengungkapan penolakan menggunakan pandangan Brown dan Levinson dalam interaksi masyarakat Batak Toba.

(14)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini, yaitu :

1. Mendeskripsikan bentuk tuturan penolakan dalam interaksi masyarakat Batak Toba.

2. Mendeskripsikan strategi pengungkapan tuturan penolakan dalam interaksi masyarakat Batak Toba.

1.5 Manfaat Penelitian 5.1.1. Manfaat Teoretis

a. Untuk memahami bidang kajian pragmatik khususnya pengetahuan tentang bentuk tuturan penolakan dan strategi pengungkapan penolakan yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba.

b. Sebagai acuan dalam penelitian sejenis pada objek kajian yang lain.

5.1.2. Manfaat Praktis

a. Memperluas wawasan kajian linguistik peneliti khususnya dalam bidang pragmatik.

(15)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada lima, yaitu tindak tutur, penolakan, peristiwa tutur, interaksi, konteks situasi.

Tindak tutur merupakan gejala individual yang bersifat psikologis dan keberlangsungan ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu Chaer (dalam Rohmadi, 2004: 29). Kalau dalam peristiwa tutur lebih dilihat pada tujuan peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya.

Penolakan adalah tuturan yang disampaikan oleh lawan tutur sebagai suatu reaksi penolakan atas tuturan yang dituturkan oleh orang lain. Tuturan penolakan akan bersifat mengancam dan menampar muka penutur kalau disampaikan dengan kalimat yang tidak santun. Jadi pada dasarnya untuk menjaga kesopanan dan kesantunan bila kita menolak suruhan, ajakan, atau tawaran dari seseorang, kita harus menolak secara santun dengan implikasi ataupun disertai dengan permintaan maaf (Chaer, 2010:96).

Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam suatu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan penutur dan petutur dengan satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Kridalaksana, 1994: 200).

(16)

Interaksi adalah hubungan antara individu yang satu dengan yang lain yang saling mempengaruhi dalam suatu kelompok atau perorangan (Walgito, 2003) .

Konteks situasi tutur adalah ciri situasi yang diperlukan untuk memahami makna ujaran (Kridalaksana, 1984: 109). Dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan petutur. Konteks tuturan adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan (Wijana, 1996: 11).

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori tindak tutur dengan pandangan Wijana dan teori kesantunan bertutur dengan pandangan Brown dan Levinson. Bentuk tindak tutur yang diungkapkan oleh Wijana secara ringkas yaitu tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung.

1. Tuturan Penolakan Langsung

Tuturan penolakan langsung merupakan penolakan yang dilakukan secara langsung dengan menggunakan kata tidak. Penolakan secara langsung ini menggunakan tiga kalimat yakni, kalimat deklaratif (memberitahukan), dan kalimat perintah, kalimat tanya. Terlihat dalam contoh sebagai berikut:

A: Urut dulu badanku dek! B: Tidak mau.

2. Tuturan Penolakan Tidak Langsung

Tuturan penolakan tidak langsung adalah penolakan yang dilakukan dengan tidak langsung biasanya menggunakan kata maaf, menyatakan ketidaksanggupan.

(17)

Penolakan tidak langsung ini menggunakan tiga kalimat yakni, kalimat deklaratif (memberitahukan), kalimat perintah, kalimat tanya. Terlihat dalam contoh sebagai berikut:

A: Makan kue itu! Lagi banyak kami sediakan di kulkas. B: Aku kenyang kali.

Dalam penelitian ini, peneliti juga sekaligus menggunakan teori kesantunan bertutur yang dikemukakan oleh Brown dan Levinson (dalam Chaer, 2010: 49). Teori kesantunan bertutur ini berkaitan dengan muka. Muka disini dicitrakan menjadi dua muka, yaitu negatif dan positif. Muka negatif mengacu pada citra diri setiap orang yang rasional dan berkeinginan agar dihargai dengan jalan membiarkan dirinya bebas melakukan sesuatu. Sedangkan muka positif ialah mengacu pada apa yang dilakukannya, dimilikinya diakui sebagai akibat dari apa yang dilakukan dan dimilikinya merupakan suatu hal yang baik, menyenangkan, patut dihargai. Strategi pengungkapan tuturan penolakan dikemukakan oleh Brown dan Levinson ada lima cara yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengungkapan Penolakan dengan Alasan

Pengungkapan penolakan dengan alasan adalah penolakan yang dilakukan oleh peutur terhadap lawan tutur dengan memberikan alasan tidak bersedia mengikuti keinginan penutur untuk menghindari sakit hati penutur. Terlihat dalam contoh sebagai berikut:

A: Bisa kamu antarkan saya ke Pajak?

B: Saya tidak bisa mengantarmu! Saya mau menyadap karet!

Tuturan yang dituturkan oleh B menunjukkan bahwa dia tidak bersedia mengantar si A dengan alasan menyadap karet.

(18)

2. Pengungkapan Penolakan dengan Permintaan Maaf

Pengungkapan penolakan dengan permintaan maaf adalah penolakan yang dilakukan tidak mampu memenuhi permintaan dari lawan tuturnya, sehingga ia perlu meminta maaf agar lawan tutur tidak merasa kecewa. Terlihat dalam contoh sebagai berikut:

A: Besok kita ke rumah Lusi ya. Karena saya tidak ada teman pergi ke sana. B: Saya minta maaf sekali! Ternyata saya lupa bahwa sudah ada janji sebelumnya.

Tuturan yang dilakukan si B adalah pengungkapan penolakan dengan meminta maaf untuk menghindari sakit hati si A.

3. Pengukapan Penolakan dengan Ungkapan Terimakasih

Pengungkapan penolakan dengan ucapan terimakasih disampaikan apabila ingin menolak sesuatu yang dirasa tidak perlu diikuti atau dipenuhi. Penutur merasa tidak perlu menerima atau menyanggupi apa yang dituturkan oleh lawan tutur karena memang hal yang dituturkan oleh lawan tutur merupakan sesuatu yang tidak terlalu penting. Terlihat dalam contoh sebagai berikut:

A: Ini ada buah kelengkeng, kamu mau tidak? B: Terimakasih, saya baru selesai makan.

Tuturan yang dilakukan si B adalah pengungkapan penolakan dengan ucapan terimakasih untuk menghindari rasa kecewa si A.

4. Pengungkapan Penolakan dengan Mengemukakan Saran

Pengungkapan penolakan dengan saran ini dimaksudkan untuk memberikan saran kepada lawan tutur dikarenakan penutur penolakan tidak bisa menyanggupi permintaan dari lawan tutur tersebut. Pengungkapan penolakan dengan saran ini

(19)

dilakukan dengan harapan bahwa lawan tutur mampu menerima penolakan tersebut dan tidak kecewa kepada penutur. Terlihat dalam contoh sebagai berikut:

A: Nak, buatkan dulu kopi untuk ayah!

B: Jangan saya lah, suruh kakak saja untuk buatkan kopi ayah.

Tuturan yang dilakukan si B adalah pengungkapan penolakan dengan saran untuk menghindari rasa kecewa si A, dia memberikan saran kepada si A supaya menyuruh kakaknya.

5. Pengungkapan Penolak dengan Penundaan Waktu

Pengungkapan penolakan dengan penundaan waktu ini berkaitan dengan waktu. Penolakan dilakukan oleh seorang penutur dalam interaksi masyarakat Batak Toba dengan cara seperti ini dimaksudkan agar lawan tutur tidak merasa tersinggung atau marah atas ketidakmauan atau ketidaksanggupan menuruti permintaan yang disampaikan. Terlihat dalam contoh sebagai berikut:

A: Pergilah mandi ka! Hari sudah mau magrib!

B: Sebentar! Saya ada kerjaan mengikat rambut Ibu! Mandi sebentar lagi!’ Tuturan yang dilakukan si B adalah pengungkapan penolakan dengan penundaan waktu dengan alasan bahwa si B masih sibuk dengan kerjaannya mengikat rambut. Hal ini dilakukan si B supaya si A tidak marah atas ketidakmauannya menuruti permintaannya.

Dalam strategi pengungkapan penolakan dibutuhkan juga skala parameter tindak tutur untuk melihat tingkat kesantunan tuturan yang dilakukan. Brown dan Levinson (dalam Rahardi 2005: 68) mengemukakan skala peringkat kesantunan bertutur antara lain:

(20)

1. Skala Peringkat Jarak Sosial antara Penutur dan Mitra Tutur (Social

Distance Between Speaker and Hearer)

Ditentukan karena perbedaan umur, jenis kelamin dan latar belakang sosio kultural. Semakin tua umur seseorang, maka tingkat kesantunan di dalam bertutur akan semakin tinggi. Dan sebaliknya orang yang masih muda, tingkat kesopanannya akan rendah di dalam bertutur. Orang yang berjenis kelamin wanita, lazimnya memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berjenis kelaminpria. Hal demikian disebabkan oleh kenyataan bahwa kaum wanita cenderung lebih banyak berkenaan dengan sesuatu yang bernilai estetika dalam keseharian hidupnya. Sebaliknya, pria cenderung jauh dari hal-hal itu karena lazimnya ia banyak berkenaan dengan kerja dan pemakaian logika dalam kegiatan keseharian hidupnya.

Latar belakang sosiokultural seseorang yang memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan peringkat kesantunan bertutur yang dimilikinya. Orang yang memiliki jabatan tertentu di dalam masyarakat, cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan orang, seperti petani, pedagang, kuli perusahaan, buruh bangunan, dan pembantu rumah tangga. Demikian pula, orang-orang kota cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat desa. Pada zaman dahulu, para punggawa kerajaan terkenal memiliki kesantunan bertutur relatif tinggi dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan, seperti pedagang, buruh perusahaan, petani, dan sebagainya.

(21)

2. Skala Peringkat Status Sosial antara Penutur dan Mitra Tutur (The

Speaker and Hearer Relative Power)

Seringkali disebut dengan peringkat kekuasaan (power rating) didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur. Sebagai contoh, dapat disampaikan bahwa di dalam ruang periksa sebuah rumah sakit, seorang dokter memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan seorang pasien . Demikian pula di dalam kelas, seorang dosen memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan dengan seorang mahasiswa. Sejalan dengan itu, di sebuah jalan raya seorang polisi lalu lintas dianggap memiliki peringkat kekuasaan lebih besar dibandingkan dengan seorang dokter rumah sakit yang pada saat itu kebetulan melanggar peraturan lalu lintas. Sebaliknya, polisi yang sama akan jauh dibawah seorang dokter rumah sakit dalam hal peringkat kekuasaannya apabila sedang berada di sebuah ruang periksa rumah sakit.

3. Skala Peringkat Tindak Tutur (Rank Rating)

Didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya. Sebagai contoh, dalam situasi yang sangat khusus bertamu di rumah seorang wanita dengan melewati batas waktu bertamu yang wajar akan dikatakan sebagai tidak tahu sopan santun dan bahkan melanggar norma kesantunan yang berlaku pada masyarakat tutur itu. Namun demikian, hal yang sama akan dianggap sangat wajar dalam situasi yang berbeda. Pada saat di suatu kota terjadi kerusuhan dan pembakaran gedung-gedung dan perumahan, orang berada di rumah orang lain atau rumah tetangganya bahkan sampai pada waktu yang tidak ditentukan.

(22)

2.3 Kajian Pustaka

Berdasarkan kajian pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini, adapun sumber tersebut adalah:

Arisnawati (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Strategi Kesantunan

Tindak Tutur Penolakan Dalam Bahasa Makassar. Penelitian ini menggunakan

teori kesantunan berbahasa oleh Brown dan Levinson yang berkaitan dengan muka, teori prinsip saling tenggang rasa yang dikemukakan oleh Aziz, dan teori prinsip kerja sama yang dikemukakan oleh Grice. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik menyimak, pencatatan, perekaman, dan libat cakap. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa strategi yang digunakan orang Makassar agar penolakannya diterima dengan baik, di antaranya: menolak dengan didahului permintaan maaf, menolak dengan didahului ucapan terima kasih, menolak kondisi, dan menolak dengan menyandarkan alasan pada pihak ketiga. Selain itu, ada juga beberapa strategi samar-samar lain yang sering dipakai oleh orang Makassar dalam memberikan penolakan secara santun, misalnya mengambangkan jawaban, seperti: sinampekmi

nicinikki ‘nanti dilihat’, kutadeng ‘mungkin’, sehingga menunjukkan keraguan

penutur untuk menerimanya. Namun, ini tidak berarti bahwa bahwa penutur bahasa Makassar tidak bisa memberikan penolakan secara langsung dan tegas. Penolakan secara langsung dan tegas bisa terjadi ketika mitra tutur dihadapkan pada keadaan yang sulit.

Diansah (2014) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Pragmatik Tuturan

Penolakan Bahasa Rejang Pesisir Bengkulu Utara. Penelitian ini menggunakan

(23)

kesantunan bertutur ini berkaitan dengan muka. Muka disini dicitrakan menjadi dua muka, yaitu negatif dan positif. Muka negatif mengacu pada citra diri setiap orang yang rasional dan berkeinginan agar dihargai dengan jalan membiarkan dirinya bebas melakukan sesuatu. Sedangkan muka positif ialah mengacu pada apa yang dilakukannya, dimilikinya diakui sebagai akibat dari apa yang dilakukan dan dimilikinya merupakan suatu hal yang baik, menyenangkan, patut dihargai dan seterusnya. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik obsevasi dan teknik rekam. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian tersebut menemukan adanya beberapa cara pengungkapan tuturan penolakan pada masyarakat Rejang Pesisir diwilayah Bengkulu Utara antara lain: Pengungkapan penolakan dengan alasan, Pengungkapan penolakan dengan permohonan atau permintaan maaf, Pengungkapan penolakan dengan ungkapan terima kasih, Pengungkapan penolakan dengan mengemukakan saran, Pengungkapan penolakan dengan penundaan waktu, Pengungkapan penolakan dengan menyatakan keengganan. Sedangkan sifat-sifat tuturan penolakan yang ditemukan penulis simpulkan adanya beberapa sifat ysng diakibatkan oleh tuturan penolakan tersebut adalah: Tuturan penolakan bersifat santun, Tuturan penolakan bersifat tidak santun, Penolakan bersifat mengancam muka, Penolakan bersifat meminimalkan pujian.

Hartuti (2014) dalam jurnalnya yang berjudul A Study Of Refusal Strategy

Used By English Teachers In Madiun Regency In Declinning An Invitation, An Offer And A Suggestion. This study uses the theoretical framework of Takahashi ,

(24)

Discourse (Discourse Completion Technique). The data source is the 38 English teachers, 14 men and 24 women who teach in junior high schools in Madison County. The results showed as follows: (1) The English teacher at junior high school in Madison County implemented two semantic formula of direct and indirect strategies in three acts of rejection (invitations, offers and suggestions). (2) Indirect strategy in the rejection of the dominant is the supply and advice directly while the dominant strategy used in the rejection of the invitation.

Handayani (2012) dalam skripsinya yang berjudul Strategi Menolak Anak

Usia SD Dalam Berkomunikasi Dengan Orangtua Di Rumah. Jenis penelitian ini

adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan metode simak dengan teknik dasar simak bebas libat cakap dan menggunakan teknik sadap, teknik rekam, dan teknik catat. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode padan dengan teknik analisis ekstensional. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa bentuk bahasa tindak penolakan ditemukan dua jenis, yaitu (1) bentuk penolakan menggunakan bahasa (language) antara lain: tiga tindak tutur penolakan perintah, tiga tindak tutur penolakan ajakan, dan dua tindak tutur penolakan tawaran, (2) bentuk penolakan menggunakan bahasa tubuh (body language) antara lain: empat tindak tutur penolakan perintah dan dua tindak tutur penolakan ajakan. Analisis berdasarkan strategi dan teknik tindak penolakan ditemukan dua jenis. Untuk strategi penolakan terbagi menjadi dua jenis yaitu: (1) tindak tutur langsung antara lain: empat penolakan tuturan perintah dan satu penolakan tuturan berita, (2) tindak tutur tidak langsung, yaitu satu penolakan tuturan berita. Analisis teknik penolakan terbagi menjadi dua jenis, yaitu (1)

(25)

teknik tindak tutur literal dan langsung yang ditemukan tiga tuturan, dan (2) teknik tindak tutur literal dan tidak langsung yang ditemukan satu tuturan.

Madihah (2017) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Menolak

Dalam Gelar Wicara Mata Najwa Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Penelitian ini menggunakan teori tindak tutur yang

dikemukakan oleh J.L.Austin. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik dasar simak bebas libat cakap dan teknik catat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindak tutur menolak dalam

Gelar Wicara Mata Najwa terdiri atas dua jenis, yaitu tindak tutur menolak

langsung dan tindak tutur menolak tidak langsung. Tindak tutur langsung terbagi menjadi dua strategi, yaitu tindak tutur menolak langsung dengan kalimat performantif dan tindak tutur menolak langsung dengan kalimat tidak performantif. Penggunaan tindak tutur menolak langsung ini lebih dominan dari tindak tutur menolak tidak langsung. Tindak tutur tidak langsung terbagi atas tujuh strategi, yaitu tindak tutur menolak tidak langsung dengan penyesalan, alasan, penjelasan, tindak tutur menolak tidak langsung dengan pernyataan alternatif, tindak tutur menolak tidak langsung dengan penerimaan di masa depan atau masa lampau, tindak tutur menolak tidak langsung dengan pernyataan prinsip, tindak tutur menolak tidak langsung dengan penghindaran.

Maslakah (2015) dalam skripsinya yang berjudul Strategi Ungkapan

Penolakan Bahasa Jepang Dalam Drama Seril Nihonjin No Shiranai Nihongo Episode 1-12. Penelitian ini menggunakan acuan teori Beebe et al untuk analisis

strategi penolakan dan teori Leech untuk analisis maksim kearifan. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 8 strategi ungkapan penolakan yang

(26)

digunakan dalam drama Nihonjin no Shiranai Nihonggo, yaitu (1) Strategi penolakan langsung yang mengunakan pernyataan non performatif, (2) strategi penolakan tidak langsung yang menggunakan pernyataan penyesalan, (3) strategi penolakan tidak langsung yang menggunakan pernyataan alasan atau penjelasan, (4) Strategi penolakan tidak langsung yang menggunakan pernyataan alternative, (5) Strategi penolakan tidak langsung yang menggunakan pernyataan janji, (6) Strategi penolakan tidak langsung yang menggunakan pernyataan mencoba membuat lawan bicara menghentikan pemikirannya, (7) Strategi penolakan tidak langsung yang menggunakan pernyataan penerimaan yang berfungsi sebagai penolakan, (8) Strategi penolakan tidak langsung yang menggunakan pernyataan penghindaran.

Utami (2010) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Penolakan

Argumen Dalam Acara Ota Sori: Ditinjau Dari Strategi Kesantunan. Penelitian

ini menggunakan teori tindak tutur oleh J.L.Austin mengenai tindak performantif, tindak konstatif, lokusi tuturan, ilokusi tuturan, dan perlokusi tuturan. Teori penolakan oleh Beebe, Takahashi, dan Uliss Weltz mengenai pemahaman sebuah makna dalam tindak tutur penolakan. Teori kesantunan oleh Brown dan Levinson mengenai face (muka), kesantunan eksplisit, kesantunan positif, kesantunan negatif, dan kesantunan implisit. Teori Argumen oleh Barbara dan Inch mengenai makna argumen dan komponen argumen. Metode yang digunakan dalaam penelitian ini adalah metode induktif deskriptif. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa penolakan argumen dalam acara Ota Sori dapat dilakukan dengan empat strategi kesantunan yaitu secara eksplisit, menggunakan kesantunan positif,

(27)

kesantunan negatif, dan secara implisit. Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi tindak tutur yaitu, usia, status sosial, jarak sosial, gender, dan kewarganegaraan.

Yarsiska (2013) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Penolakan

Pada Wacana Arisan Keluarga Di Kalangan Masyarakat Berlatar Belakang Budaya Jawa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Objek

penelitian ini adalah tindak tutur penolakan pada wacana arisan keluarga di kalangan masyarakat berlatar belakang budaya Jawa. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah percakapan pada wacana arisan keluarga di kalangan masyarakat berlatar belakang budaya Jawa. Penelitian ini menggunakan metode simak, teknik sadap, teknik rekam, dan teknik catat. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode padan dan metode padan ekstralingual. Hasil penelitian ini: pertama, berdasarkan bentuk-bentuk penolakan pada wacana arisan keluarga di kalangan masyarakat berlatar belakang budaya Jawa terdapat dua bentuk penolakan, yaitu (1) bentuk bahasa yang terdiri atas tindak tutur penolakan dan modus penolakan. Tindak tutur penolakan terbagi menjadi tiga tuturan penolakan, yaitu 2 tindak tutur penolakan memerintah, 3 tindak tutu penolakan menyarankan, dan 3 tindak tutur penolakan menanyakan. Modus penolakan terbagi menjadi tujuh modus penolakan, yaitu 2 modus ketidaksanggupan, 1 modus ketidaknyamanan, 5 modus ketidakpedulian, 4 modus ketidakmauan, 2 modus ketidaksiapan, 1 modus kesibukan, dan 3 modus keseganan. (2) Bentuk bahasa tubuh terdiri atas modus penolakan yang terbagi menjadi satu modus penolakan, yaitu 4 modus ketidakmauan. Kedua, analisis berdasarkan asumsi pragmatik pada wacana arisan keluarga di kalangan masyarakat berlatar belakang budaya Jawa terdapat dua kategori, yaitu (1) tindak

(28)

tutur langsung-tindak tutur tidak langsung dan (2) tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Tindak tutur langsung terbagi menjadi dua modus, yaitu 5 modus berita dan 1 modus perintah, sedangkan tindak tutur tidak langsung terbagi menjadi tiga modus, yaitu 2 modus berita, 1 modus perintah dan 4 modus tanya. Tindak tutur literal ditemukan 14 tuturan, sedangkan tindak tutur tidakliteral ditemukan 4 tuturan.

Yuniati (2011) dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Ekspresif

Menolak Bahasa Jawa Dalam Transaksi Jual Beli di Pasar Sine, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi: Kajian Pragmatik. Jenis penelitian ini adalah penelitian

deskriptif yang menggunakan metode simak, teknik sadap, teknik simak bebas libat cakap, teknik libat cakap, teknik rekam, teknik catat. Hasil analisis data disimpulkan bahwa terdapat : (1) terdapat 20 bentuk tindak tutur ekspresif menolak yang terjadi dalam transaksi jual beli di pasar Sine, 20 bentuk tersebut terbagi atas beberapa kategori antara lain: penolakan dengan kalimat imperatif tidak langsung penanda konteks, penolakan dengan kalimat deklaratif langsung penanda frase negasi dan konteks negasi, penolakan dengan kalimat deklaratif tidak langsung penanda kalimat, penolakan dengan kalimat interogatif secara langsung penanda kalimat dan frase, penolakan dengan kalimat interogatif secara tidak langsung penanda kalimat dan wacana, (2) tipe penolakan dalam transaksi jual beli di pasar Sine terdapat dua macam yaitu, 9 penolakan dengan negasi, dan 19 penolakan tanpa negasi, (3) daya pragmatik yang ditimbulkan dari tindak tutur ekspresif menolak tersebut adanya penerimaan dan ketidakterimaan transaksi. Penerimaan dan ketidakterimaan transaksi tersebut dipengaruhi oleh penggunaan prinsip kesopanan dan kerjasama

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di jalan Laksa Sijarango, di desa Lumban Tonga-Tonga, Kecamatan Pakkat, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara.

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini menggunakan data lisan yang diperoleh dari tuturan interaksi masyarakat Batak Toba di lapangan penelitian.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam tahap metode pengumpulan data, metode yang digunakan adalah metode simak. Menurut Sudariyanto (1993: 133) metode simak adalah suatu metode yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa. Adapun teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sadap. Pada praktinya, penyimakan atau metode simak itu diwujudkan dengan penyadapan, maksudnya menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang.

Peneliti sekaligus menggunakan teknik simak bebas libat cakap. Teknik simak bebas libat cakap adalah peneliti hanya memperhatikan apa yang dikatakan pembicara serta proses pembicaraan orang-orang yang saling berbicara dalam interaksi masayarakat Batak Toba. Selanjutnya, teknik lanjutan yang dilakukan adalah teknik rekam yaitu merekam percakapan yang terdapat pada interaksi

(30)

masyarakat Batak Tobadengan menggunakan tape recorder sebagai alat perekamnya. Di samping perekaman yang dilakukan peneliti sekaligus menggunakan teknik catat. Teknik catat adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan pencatatan tuturan penolakan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi. Pencatatan dilakukan langsung ketika teknik simak selesai dengan menggunakan alat tulis tertentu.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan peneliti dalam analisis data pada penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian secara holistik, dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai bentuk metode alamiah. Istilah deskriptif, maksudnya adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat-kalimat, dan bukan angka-angka. Dalam hal ini, peneliti mencatat dengan teliti dan cermat data-data yang berwujud tuturan yang terdapat dalam tutran penolakan interaksi masyarakat Batak Toba dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, hasil teknik analisis datanya ialah berbentuk deskriptif (Moloeng, 1998: 3).

Salah satu contoh analisis data yakni, tentang strategi pengungkapan tuturan penolakan dengan menggunakan alasan, sebagai berikut:

Amir : On,, Buatma! ‘Ini,,Ambillah!’

Boy : Ho ma mamboan! ‘Kamu saja yang bawa!’ Amir : Boan ma! ‘Bawalah!’

(31)

Boy : Ho ma mamboan! ‘Kamu saja yang bawa’

Amir : Naeng hu pakke jo jam hu. ‘Saya mau pasang jam ku sebentar.’

Konteks: Penolakan dilakukan oleh Amir kepada Boy. Ketika itu Amir memberikan kunci motornya kepada Boy untuk membawa motornya namun Boy menyarankan Amir saja yang mengendarai motor tersebut untuk pergi ke Argamakmur karena motor tersebut merupakan milik Amir. Namun Amir menolak saran tersebut dengan memberikan alasan ingin memasang jam tangan.

Peristiwa tutur ini dilakukan oleh Amir dan Boy di depan rumah Amir pada siang hari pukul 12:43 Wib. Saat itu Amir dan Boy akan pergi ke Argamakmur. Amir memberikan kunci sepeda motornya kepada Boy agar Boy mengendarai sepeda motornya namun Boy berharap Amir saja yang membawa sepeda motor tersebut. Dengan alasan mau memasang jam, Amir menolak membawa sepeda motor tersebut. Walaupun terkesan sepele dengan mengatakan naeng hu pakke jo

jam hu menegaskan kalau dirinya menolak secara halus agar lawan tuturnya tidak

tersinggung.

Ditinjau dari tingkat pendidikan penutur dan usia penutur yang lebih tua daripada lawan tutur maka penolakan dengan mengungkapkan alasan dinilai menjadi suatu hal yang biasa dilakukan agar lawan tutur tidak merasa tersinggung. Faktor hubungan sosial peserta tutur yang akrab juga mempengaruhi petuturan yang menyebabkan tuturan penolakan dengan memberikan alasan tidak akan menyinggung lawan tutur.

(32)

3.5 Metode Dan TeknikPenyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian data yang digunakan peneliti adalah metode dengan penyajian informal. Metode penyajian informal adalah penyajian data dengan kata-kata biasa (Sudariyanto, 1993: 145). Dengan demikian, sajian hasil analisis data dalam penelitian ini tidak memanfaatkan berbagai lambang data, tanda, singkatan, seperti yang biasa digunakan dalam metode penyajian hasil analisis data secara formal. Metode sajian informal digunakan dalam menuangkan hasil analisis pada tulisan ini karena pada dasarnya penelitian ini tidak memerlukan notasi formal. Metode ini dimasukkan agar dapat mempermudah pemahaman terhadap setiap hasil penelitian.

(33)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Bentuk Tuturan Penolakan dalam Interaksi Masyarakat Batak Toba

Data-data yang diperoleh dan dibahas peneliti merupakan bentuk tuturan penolakan langsung dan tidak langsung yang digunakan masyarakat Batak Toba pada saat berinteraksi dengan lingkungannya.

4.1.1 Bentuk Tuturan Penolakan Langsung

Bentuk tuturan penolakan langsung yang peneliti dapatkan dalam lingkungan masyarakat Batak Toba ketika berinteraksi menggunakan tiga kalimat yakni, kalimat deklaratif (memberitahukan) dan kalimat perintah, kalimat tanya. Berdasarkan klasifikasi data ditemukan bentuk tuturan penolakan langsung yang terlihat dalam contoh berikut.

4.1.1.1 Tuturan Penolakan Langsung dengan Kalimat Memberitahukan Data (1)

Rosdelita: Eda, jadi do marsuan tu hami hari kamis on kan?

Eda, hari kamis ini jadikan menanam padi ke kami?

Tioner: Dang boi au eda, alana ngasanga marbukka utanghu di dongan.

Aku tidak bisa eda, karena utangku sudah ditunggu teman.

Analisis data: Penolakan yang dilakukan oleh Tioner adalah penolakan secara langsung dengan tuturan dang boi au eda, alana ngasanga marbukka utanghu di

dongan (aku tidak bisa eda, karena utangku sudah ditunggu teman). Tioner

menolak permintaan dari Rosdelita untuk menanam padi di sawahnya. Penolakan yang dilakukan oleh Tioner adalah penolakan secara langsung dengan modus

(34)

memberitahukan. Peristiwa tutur terjadi di halaman rumah pada pagi hari pukul 10.20 yang dilakukan oleh Rosdelita dan Tioner. Ketika Tioner sedang menyapu halaman depan rumah.

Data (2)

Rumingan: Inang Arta ise dapotan julo-julo boras mingguon? Siapa yang narik jula-jula beras minggu ini Inang Arta? Arta : Eda ondo dapotan mingguon namboru tuimana ma lean hamu!

Eda ini yang menang minggu ini sama dialah kamu kasih bibi!

Sarti : Mahua nakni inang Rumingan? Kenapa rupanya inang Rumingan?

Rumingan : Au ma jolo dapotan mak Sarti alana lagi butuh hian au tu parsikkola on!

Akulah duluan mak Sarti karena saya lagi butuh kali untuk anak sekolahku ini!

Sarti : Dang olo au inang, alana au pe lagi butuh hian do mambayar utang koperasian, alana nga hampir tolu bulan dang hubayar bungana jadi balga hian nungnga dendaku.

Tidak mau inang, karena aku lagi butuh kali membayar utang ke koperasi sana, soalnya sudah hampir tiga bulan tidak kubayar bunganya jadi dendaku besar kali.

Analisis data: Penolakan yang dilakukan oleh Sarti adalah penolakan secara langsung dengan modus memberitahukan dengan tuturan dang olo au inang,

alana au pe lagi butuh hian do mambayar utang koperasian, alana nga hampir tolu bulan dang hubayar bungana jadi balga hian nungnga dendaku (tidak mau

(35)

inang, karena aku lagi butuh kali membayar utang ke koperasi sana, soalnya sudah hampir tiga bulan tidak kubayar bunganya jadi dendaku besar kali).

Peristiwa tutur terjadi di halaman rumah pada siang hari pukul 12.20 yang dilakukan oleh Rumingan, Arta, dan Sarti ketika mereka sedang berbincang-bincang di warung mie ayam milik Arta.

Data (3)

Dendry: Tudia ho kak annon? Dongani jo au tu pakkat mangalap sira dah! Kak kemana nanti kamu ? Temani aku ke pakkat beli garam yah! Purnama: Dang olo au, lagi haccit sude daginghu alani marsuani nantuari.

Tidak mau, badanku lagi sakit semua karna menanam padi kemarin itu. Analisis data: Penolakan yang dilakukan Purnama adalah penolakan secara langsung dengan modus memberitrahukan dalam tuturan dang olo au, lagi haccit

sude daginghu alani marsuan nantuari. Peristiwa tutur terjadi di teras rumah pada

sore hari jam 14.20 saat itu Dendry sedang asyik bermain handphone dan Purnama menghampirinya untuk mengajaknya pergi ke Pakkat untuk membeli garam. Namun Dendry menolak ajakan tersebut dengan alasan sakit badan.

Data (4)

Ita: Eda, boi jo dohot hamu tu au marsuan manogot? Eda, bisa kamu ikut ke sawahku menanam padi besok?

Merti: Ehh..tahe eda, dang boi au kale alana dang dope sidung sabakku hu suan.

Ehh..eda ini, aku tidak bisa ikut karena sawahku belum selesai ku tanam.

Analisis data: Penolakan yang dilakukan oleh Merti adalah penolakan secara langsung dengan modus memberitahukan dalam tuturan ehh..tahe eda, dang boi

(36)

rumah pada malam hari pukul 19.20 saat itu Merti baru selesai makan malam bersama keluarganya.

Data (5)

Mak Waslan: Eda.., dison do hamu? (sambil mengetok pintu rumah dari luar)

Eda.., masih dirumah ya?

Mak Agus: Olo, aha hian? (membuka pintu rumah)

Iya, apa kian?

Mak Waslan: Ari jumahaton rappak hita mangallang juhut ni berem da tu Siniang.

Eda hari jumat depan ini bareng kita makan karna ada pesta beremu menikah ke Siniang.

Mak Agus: Dang boi au edaku alana manjalo piso partogi hami tu Temba.

Tidak bisa edaku karena kami menerima piso partogi ke Temba. piso martogi: menerima adat atau sesuatu

Analisis data: Penolakan yang dilakukan oleh mak Agus adalah penolakan secara langsung dengan modus memberitahukan dalam tuturan dang boi au edaku alana

manjalo piso partogi hami tu Temba. Peristiwa tutur terjadi di dalam rumah pada

malam hari pukul 19.20 saat itu mak Agus baru datang dari sawahnya.

Data (6)

Op. Gaby : Bohado manabung ma hita ate asa mardalani?

Bagaimana kalau diadakan nabung buat piknik?

Op. Esra: Unang pala, palelenghu paitteon manabung. Tidak usah saja, kelamaan kalau nungguin nabung.

Analisis data : Penolakan dilakukan oleh Op. Esra ketika Op. Gaby menginformasikan untuk diadakannya nabung buat piknik karena terlalu lama.

(37)

Penolakan dilakukan secara langsung dengan kalimat berita. Maksud tuturan tersebut bermaksud memberitahukan terlalu lama kalau diadakan nabung. Penolakan tuturan secara langsung ini terlihat pada tuturan unang pala,

palelenghu paitteon manabung. Peristiwa tutur terjadi ketika acara arisan keluarga

sudah dimulai. Pada sore hari pukul 15.30 di rumah ketua arisan.

Data (7)

Mak Andre: Hei,,nai Des tusabakku jo hita marsogot da!

Hei,,,mak Des besok kesawahku dulu kita kerja yah!

Mak Desli: Dang tuahakkui, didokkon nai kembar pir hian sabam jadi dang boi au. Tidak mau, kata mak kembar sawahmu keras jadi tidak bisa aku.

Analisis data : Penolakan dilakukan oleh Mak Desli ketika Mak Andre mengajaknya untuk kerja di sawahnya. Namun mak Desli menolaka ajakan tersebut dengan secara langsung dan memberitahu mak Andre bahwa dia tidak bersedia membantunya. Penolakan dilakukan secara langsung dengan modus berita. Maksud tuturan tersebut bermaksud memberitahukan bahwa mak Desli tidak bersedia ikut karena diinformasikan oleh mak kembar bahwa sawah mak Andre keras. Peristiwa tutur terjadi ketika mak Desli sedang dijalan berjalan kaki menuju sawahnya pada pagi hari pukul 7.30.

Data (8)

Mak mita: Namboru, dia jo hupinjam andurimu nai! Bibi, pinjam dulu tampi kalian!

Mak Agus: Dang adong inang, tinggal hape disaba dibaen sianak boruan hape ngahudokkon diboan nattuari tu huta las lupa do imana mamboan.

(38)

Tidak ada inang, tinggal dibuat si anak gadisku di sawah padahal sudah kuingatkan supaya dibawanya kerumah kemarin tapi akhirnya lupa juganya dia.

Analisis data : Penolakan dilakukan oleh mak Agus ketika mak Mita meminta tampian beras namun mak Agus menolak permintaannya dengan memberitahukan bahwa tampian beras ketinggalan disawah terlihat dalam tuturan dang adong

inang, tinggal hape disaba dibaen sianak boruan hape ngahudokkon diboan nattuari tu huta las lupa do imana mamboan. Peristiwa tutur terjadi ketika mak

Agus sedang memberikan ayamnya makan pagi disamping rumah pada pukul 8.40.

Data (9)

Mak Olin: Nantulang, sadia poteon?

Nantulang, berapa harga pete ini?

Op. Ida: Sadia di ho? molo saikkat sappulu lima ribu rupiah.

Berapa banyak yang kamu butuhkan? Kalau satu ikat lima belas ribu rupiah.

Mak Olin: Arga nai i.., moru jo baen!

Mahal sekali.., kurangi dulu!

Op. Ida: Dang boi be kale. Nga harga pas arga ni i.

Tidak bisa lagi. Sudah harga pas harganya itu.

Mak Olin: Dang olo au, ingkon moru do baenonmu nantulang. Lomom agia murukan ho tua. Alana naeng oleh-oleh doon tu pangaranto na di Medan an.

Tidak mau aku, pokoknya harus kamu kurangi harganya nantulang! Terserah marah pun kamu samaku. Karena ini untuk oleh-oleh buat anak rantau yang di Medan sana.

(39)

Analisis data: Penolakan dilakukan oleh mak Olin ketika op. Ida mempertahankan harga pete yang dijualnya dengan memberitahukan bahwa pete yang mau dibelinya itu untuk oleh-oleh anaknya yang merantau di Medan. Dan pada akhirnya op. Ida menerima permintaan mak Olin tersebut karena ada pemaksaan sedikit.

Data (10)

Mak Odi: On inang sadia sa kilo dekke sihutti batuon?

Inang ikan kepala batu ini berapa satu kilo?

Op.ida: Sappulu pitu ribu molo ni i.

Yang itu tujuh belas ribu.

Mak Odi: Jadi molo dekke maning an inang?

Jadi kalau ikan maning yang sana?

Op.ida: Sappulu dua ribu sakilo.

Dua belas ribu sekilo.

Mak Odi: Arga hian ma inang..

Mahal sekali inang..

Op.Ida: Antong butimai baen ma sihutti batu i sappulu onom, maning on sappulu sada.

Kalau begitu aku kurangi ikan kepala batunya enam belas ribu saja, ikan maningnya sebelas.

Mak Odi: Pa arga hu inang, dang di au molo nasai do alana tommat dope dohot lasina situhoron dison gabe dang tarbagi sukkup si tuhoron niba.

(40)

Terlalu mahal inang, aku tidak mau kalau harganya segitu karena aku juga mau beli tomat dan cabe lagi disini jadi uangnya gak cukup untuk dibagi-bagikan beliin belanjaan.

Analisis data: Penolakan dilakukan oleh mak Odi karena harga ikan yang di jual op.Ida terlalu mahal dan hanya mengurangi seribu rupiah dari harga ikan yang dia tawar. Sedangkan uang yang dimilikinya hanya pas-pasan padahal mak Odi masih mau membeli tomat, cabe serta keperluan dapur lainnya. Kemudian mak Odi menolaknya dengan memberitahukan ketidaksanggupannya dalam tuturan pa

arga hu inang, dang di au molo nasai do alana tommat dope dohot lasina situ horon dison gabe dang tarbagi sukkup si tuhoron niba. Peristiwa tutur pada data

(9) dan data (10) terjadi di warung grosir op.Ida pada sore hari pukul 16.40. Pada saat itu op. Ida baru pulang belanja barang dari pasar Doloksanggul. Uraian singkat tentang bentuk penolakan langsung dengan kalimat deklaratif dapat dipahami melalui tabel dan analisis data berikut ini:

No Daftar data

Penolakan Langsung dengan Kalimat Berita

Keterangan

1 Data (1) Dang boi au eda, alana ngasanga marbukka utanghu di dongan.

Aku tidak bisa eda, karena utangku sudah ditunggu teman.

Penolakan

dilakukan oleh lawan tutur dengan maksud

menginformasikan bahwa utangnya juga sudah ditunggu temannya.

(41)

2 Data (2) Dang olo au inang, alana au pe lagi butuh hian do mambayar utang koperasian, alana nga hampir tolu bulan dang hubayar bungana jadi balga hian nungnga dendaku.

Tidak mau inang, karena aku lagi butuh kali membayar utang ke koperasi sana, soalnya sudah hampir tiga bulan tidak kubayar bunganya jadi dendaku besar kali.

Penolakan dilakukan olehlawan tutur dengan alasan untuk membayar utang sekaligus menginformasikan bahwa utangnya sudah lama tidak diangsur.

3 Data (3) Dang olo au, lagi haccit sude daginghu alani marsuani nantuari.

Tidak mau, badanku lagi sakit semua karna menanam padi kemarin itu.

Penolakan dilakukan oleh lwan tutur menggunakan kalimat deklaratif dengan mengatakan dia sakit setelah menanam padi sbelumnya.

4 Data (4) Ehh..tahe eda, dang boi au kale alana dang dope sidung sabakku hu suan.

Ehh..eda ini, aku tidak bisa ikut karena sawahku belum selesai ku

Penolakan yang dilakukan oleh lawan tutur bersifat menginformasikan

(42)

tanam. kepada penutur atas ketidaksediaannya

untuk bkrja padanya.

5 Data (5) Dang boi au edaku alana manjalo piso partogi hami tu Temba.

Tidak bisa edaku karena kami menerima piso partogi ke Temba.

piso martogi: menerima adat atau sesuatu Penolakan ini dilakukan oleh lawan tutur terhadap penutur dengan memberitahukan bahwa dia juga memiliki undangan pesta yang sama pada hari tersebut. Data (6) Unang pala, palelenghu paitteon

manabung.

Tidak usah saja, kelamaan kalau nungguin nabung.

Penolakan yang dilakukan oleh mitra tutur bersifat menginformasikan juga,apabila

mereka menunggu menabung itu akan memakan waktu yang lama.

(43)

pir hian sabam jadi dang boi au. Tidak

mau, kata mak kembar sawahmu keras jadi tidak bisa aku.

dilakukan atas informasi dari lawan tuturnya, kemudian si lawan tutur menginformasikan lagi terhadap penutur alasan ketidak ikutsertaannya 8 Data (8) Dang adong inang, tinggal hape disaba

dibaen sianak boruan hape ngahudokkon diboan nattuari tu huta las lupa do imana mamboan.

Tidak ada inang, tinggal dibuat si anak gadisku di sawah padahal sudah kuingatkan supaya dibawanya kerumah kemarin tapi akhirnya lupa juganya dia.

Penolakan

dilakukan dengan memberitahukan alasan lawan tutur

tidak bisa memenuhi

permintaan penutur.

9 Data (9) Dang olo au, ingkon moru do baenonmu nantulang. Lomom agia murukan ho tua. Alana naeng oleh-oleh doon tu pangaranto na di Medan

Penolakan ini dilakukan oleh lawan tutur dengan cara memaksa

(44)

an.

Tidak mau aku, pokoknya harus kamu kurangi harganya nantulang! Terserah marah pun kamu samaku. Karena ini untuk oleh-oleh buat anak rantau yang di Medan sana.

supaya penutur mengiyakan

keinginannya

karena dia sudah memberitahukan tujuan

dilakukannya hal seperti itu.

10 Data (10) Pa arga hu inang, dang di au molo nasai do alana tommat dope dohot lasina situhoron dison gabe dang tarbagi sukkup si tuhoron niba.

Terlalu mahal inang, aku tidak mau kalau harganya segitu karena aku juga mau beli tomat dan cabe lagi disini jadi uangnya gak cukup untuk dibagi-bagikan beliin belanjaan.

Penolakan ini dilakukan oleh lawan tutur dengan cara memaksa supaya penutur mengiyakan

keinginannya

karena dia sudah memberitahukan tujuan

dilakukannya hal seperti itu. Data (9) dan data (10) memiliki lokasi tutur yang sama.

(45)

4.1.1.2 Tuturan Penolakan Langsung Dengan Kalimat Perintah Data (11)

Tua: Dol, ho mamboan kareta da tu pakkat!

Dol, kamu lah yang bawa motor ke pakkat ya!

Dolmar: Tuakhakkui malas hian au, ho mamboan boha!

Tidak mau lagi malas sekali aku, kau yang bawa kenapa!

Analisis data: Penolakan yang dilakukan oleh Dolmar adalah penolakan secara langsung dengan modus memerintah terlihat dalam tuturan tuakhakkui ho

mamboan boha!. Penolakan terjadi karena Dolmar tidak bersedia membawa motor

ke pakkat karena rasa malas. Peristiwa tutur: terjadi di halaman rumah pada siang hari pukul 12.20.

Data (12)

Mak Nelly: Eh..buat jo lao kale tes hu !

Eh..ambilkan dulu teh ku nak!

Nelly: Ah..malas au, ho ma lao mambuat uma !

Ah..aku malas, mama saja yang ambil!

Analisis data: Penolakan dilakukan oleh Nelly atas perintah mamanya mak Nelly untuk mengambilkan segelas air putih ke dapur. Namun Nelly menolak permintaan mamanya dengan mengatakan ah..malas au, ho ma lao mambuat

uma!. Maksud tuturan ini adalah bahwa Nelly menolak permintaan tersebut dan

kemudian secara langsung menyuruh mamanya sendiri yang ambil tehnya ke dapur. Peristiwa tutur terjadi di dalam rumah pada malam hari pukul 20.10. Pada saat Nelly sedang asyik menonton film dan mak Nelly sedang menikmati santapan hidangan makan malam yang di depannya.

(46)

Data (13)

Mak Rena: Hei.. parjabu tu pasar do hamu annon? (sambil masuk kedalam rumah melalui pintu samping)

Hei..penghuni rumah kalian kepasarnya nanti?

Mak Ezra: Lao marhua hian akkang? Lao do annon hami tu pasar dohot anggim.

Mau ngapaian kian kak? Nanti kami ke pasar kok sama adikmu.

Mak Rena: Naeng godang sititiponhu tu hamu asa tuhor jo annon dekke teri 1 kg, gula 1 kg, kopi 2 ons, bawang merah 1 kg dohot cabe 1 kg da!

Banyak yang ingin kupesankan sama kalian supaya kalian belikan dulu ikan teri 1 kg, gula 1 kg, kopi 2 ons, bawang merah 1 kg dan cabe 1 kg ya!

Mak Ezra: Dang olo au alana pagodang hu i ah.., nanggo ho tu pasar molo songoni do!

Tidak mau aku karena terlalu banyak pesananmu ah.., mendingan kamu saja yang pergi kalau begitu

Analisis data: Penolakan yang dilakukan oleh mak Ezra adalah penolakan secara langsung dengan modus memerintah lawan tutur kembali terlihat dalam tuturan

dang olo au alana pagodang hu i ah.., nanggo ho tu pasar molo songoni do!.

Penolakan terjadi karena mak Ezra merasa berat membawa pesanan mak Rena untuk keliling membeli belanjaannya. Peristiwa tutur terjadi di teras rumah pada siang hari pukul 12.20.

Data (14)

Susi: Nel.. ho mangalap aek da! asa mangaloppa au da.

(47)

Nelsa: Au ma mangaloppa alana dang boi mardalan dao lagi naik betis pat hu, ho ma mangalap aek kak!

Yang masak aku saja karena aku tidak bisa jalan dengan baik kakiku lagi naik betis, kakak saja lah yang ambil air!

Susi: Lomomma molo songoni na petting denggan.

Terserahmu lah yang penting bagus.

Analisis data: Penolakan dilakukan oleh Nelsa atas perintah Susi mengambil air namun dia menolaknya dan menyuruh kakak saja yang mengambil air. Peristiwa tutur terjadi di dalam rumah pada sore pukul 17.20.

Uraian singkat tentang bentuk penolakan langsung dengan kalimat perintah dapat dipahami melalui tabel dan analisis data berikut ini:

No Daftar Data

Penolakan Langsung dengan Kalimat Perintah

Keterangan

1 Data (11) Tuakhakkui malas hian au, ho mamboan boha!

Tidak mau lagi malas sekali aku, kau yang bawa kenapa!

Penolakan ini dilakukan secara langsung atas perintah yang dituturkan oleh penutur terhadap mitra tuturnya. Namun mitra tutur memerintah kembali penuturnya.

(48)

2 Data (12) Ah..malas au, ho ma lao mambuat uma !

Ah..aku malas, mama saja yang ambil! Penolakan langsung ini dilakukan dengan alasan malas untuk menuruti permintaan penutur. 3 Data (13) Dang olo au alana pagodang hu i ah..,

nanggo ho tu pasar molo songoni do!

Tidak mau aku karena terlalu banyak pesananmu ah.., mendingan kamu saja yang pergi kalau begitu!

Penolakan langsung ini terdengar kurang santun karena memerintah lawan tuturnya yang berstatus sebagai kakaknya sendiri.

4 Data (14) Au ma mangaloppa alana dang boi mardalan dao lagi naik betis pat hu, ho ma mangalap aek kak!

Yang masak aku saja karena aku tidak bisa jalan dengan baik kakiku lagi naik betis, kakak saja lah yang ambil air!

Penolakan ini dilakukan dengan alasan bahwa lawan tutur lagi mengalami

kesulitan , sehingga

(49)

penutur melakukan tugasnya kembali.

4.1.1.3 Tuturan Penolakan Langsung dengan Kalimat Tanya Data (15)

Mak Regis: Ma Eben, dohot jo ho tu sabakku sogot da!

Mak Eben, ikut dulu kamu ke sawahku besok!

Mak Eben: Ise dongan hu?

Siapa temanku?

Mak Regis: Mak Reo, Mak Kael, Mak Grace, hamu natolu pe. Alai dang dohot au holan hamu jo tu saba manogot!

Mak Reo, Mak Kael, Mak Grace, kalian bertiga saja. Tapi aku tidak bisa ikut kalian saja dulu ke sawah besok!

Mak Eben: Ah.., dang olo au. Hurang denggan do songoni, naeng tudia ho haroa?

Ah.., aku tidak mau. Kurang nyaman aku seperti itu, kamu mau kemana rupanya?

Mak Regis: Manogot si Balbo naeng dohot lomba marende.

Si Balbo besok mau lomba nyanyi.

Analisis data: Penolakan dilakukan oleh mak Eben atas permintaan mak Regis untuk kerja ke sawahnya dengan mengatakan “ah.., dang olo au. Hurang denggan

do songoni, naeng tudia ho haroa?, ah.., aku tidak mau. Kurang nyaman aku seperti itu, kamu mau kemana rupanya?”. Peristiwa tutur berlangsung pada pagi

(50)

hari pukul 10.15 di halaman rumah mak Eben. Pada saat itu mak Eben sedang menyapu halaman rumah.

Uraian singkat tentang bentuk penolakan langsung dengan kalimat tanya dapat dipahami melalui tabel dan analisis data berikut ini:

No Daftar Data

Data Penolakan Langsung dengan Kalimat Tanya

Keterangan

1 Data (15) Ah.., dang olo au. Hurang denggan do songoni, naeng tudia ho haroa?

Ah.., aku tidak mau. Kurang nyaman aku seperti itu, kamu mau kemana rupanya?

Penolakan ini dilakukan oleh lawan tutur karena merasa kurang nyaman dengan situasinya.

4.1.2 Bentuk Tuturan Penolakan Tidak Langsung

Bentuk tuturan penolakan tidak langsung yang peneliti dapatkan dalam lingkungan masyarakat Batak Toba ketika berinteraksi menggunakan tiga kalimat yakni, kalimat deklaratif (memberitahukan),kalimat perintah, kalimat tanya. Berdasarkan klasifikasi data ditemukan bentuk tuturan penolakan langsung yang terlihat dalam contoh berikut.

4.1.2.1 Tuturan Penolakan Tidak Langsung dengan Kalimat Berita Data (16)

Ira: Put, beta tu pancur hita mangida adong tano na longsor!

Put, ayo ke pancur liat tanah longsor!

(51)

Aku lagi mengerjakan skripsiku ini.

Ira: Tolema molo songoni.

Yasudahlah kalau begitu.

Analisis data: Penolakan dilakukan oleh Putri atas ajakan Ira untuk melihat tanah longsor. Namun ajakan tersebut ditolak dengan mengatakan bahwa dia sedang ada kesibukan, sehingga Putri tidak bisa memenuhi ajakan tersebut. Peristiwa tutur terjadi di rumah pada sore hari pukul 14.30.

Data (17)

Dendry : Dang tu balian hape hamu?

Gak ke sawah kalian?

Frengki: Daong, mahua ces?

Tidak, kenapa kawan?

Dendry: Eta tu Sibuaya hita marlange!

Ke si Buaya yuk berenang!

Frengki: Panas hian arion ne, hamu ma lao alana au naeng manucci baju annon.

Mataharinya panas sekali, kalian saja yang pergi aku mau menyuci baju nanti.

Analisis data: Penolakan ini dilakukan oleh Frengki atas ajakan Dendry untuk pergi ke Sibuaya. Namun ajakan itu tidak bisa dituruti Frengki karena dia ingin menyuci baju ke Sungai. Peristiwa tutur terjadi di halaman rumah pada sore hari pukul 16.30.

(52)

Data (18)

Deli: Eda, adong solop swallow na bontar? Eda, ada jual sendal swallow putih? Mak Kiel: Dang adong, na rata-rataon ma na.

Tidak ada, yang hijau ini lah.

Deli: Sadia i eda?

Berapa eda?

Mak Kiel: Sappulu tolu ribu.

Tiga belas ribu.

Deli: Arga nai? Dang moru be?

Mahal kali? Gak kurang lagi?

Mak Kiel: Nganasai be arga ni i, alai molo solop na merah i boi ma.

Sudah segitu harganya, tetapi kalau sendal yang merah itu baru bisa

kurang.

Analisis data: Penolakan ini dilakukan oleh mak Kiel atas tawaran Deli untuk meminta harga sendalnya dikurangi. Namun permintaan tersebut tidak dituruti oleh mak Kiel, dia malah memberitahukan produk yang cocok dengan harga yang diingnkan Deli. Peristiwa tutur berlangsung di warung mak Kiel pada pagi hari pukul 9.30. Pada saat itu Deli hendak mau ke sawah mengikuti ibunya.

Uraian singkat tentang bentuk penolakan tidak langsung dengan kalimat berita dapat dipahami melalui tabel dan analisis data berikut ini:

No Daftar Data Penolakan Tidak Langsung dengan Kalimat Berita Keterangan

(53)

1 Data (16) Lagi mangkarejohon skripsiku au ne.

Aku lagi mengerjakan skripsiku ini.

Lawan tutur menolak ajakan tersebut secara tidak langsung dengan memberitahukan alasan kesibukannya mengerjakan skripsi.

2 Data (17) Panas hian arion ne, hamu ma lao alana au naeng manucci baju annon.

Mataharinya panas sekali, kalian saja yang pergi aku mau menyuci baju nanti.

Lawan tutur menolak ajakan

tersebut dengan memberitahukan bahwa dia

akan pergi menyuci baju, supaya penutur tidak marah dengan penolakan tersebut. 3 Data (18) Nganasai be arga ni i, alai

molo solop na merah i boi ma.

Sudah segitu harganya,

tetapi kalau sendal yang merah itu baru bisa kurang.

Penolakan yang dilakukan oleh lawan tutur sengaja dilakukan karena harga barang yang akan dibeli penutur sudah harga pas, maka lawan tutur secara tidak langsung menginformasikan harga produk kepada penutur dengan tujuan supaya penutur membeli produk yang sesuai dengan harga yang ditawarkannya.

(54)

4.1.2.2 Penolakan Tidak Langsung dengan Kalimat Perintah Data (19)

Rina: Dia jo sada jambu mi?

Minta jambunya satu?

Nurli: Holan na hutiopon mana, lao mabuat tu batang na an!

Tinggal yang ditanganku, ambil saja sana ke pohonnya!

Analisis data: Penolakan dilakukan oleh Nurli atas permintaan Rina untuk membagi jambunya, dan Nurli malah menyuruh Rina mengambil buah jambunya langsung di pohon. Terlihat dalam tuturan “Holan na hutiopon mana, lao mabuat

tu batang na an! tinggal yang ditanganku, ambil saja sana ke pohonnya!”.

Peristiwa tutur berlangsung pada siang hari di teras rumah, pada saat itu Nurli sedang duduk santai di depan rumah dan menikmati buah jambu yang baru diambilnya.

Data (20)

Mak Kristina: Eda, dipakke hamu sogot tandok munai?

Eda, besok kamu pakai gak tandokmu itu?

Tandok: anyaman dari panda tempat beras ke pesta.

Mak Reo: Ngamatombuk ne, tor lao ma tuhor tu lapoan!

Ini sudah bolong, kamu beli saja langsung di warung!

Mak Kristina: Olo eda, hurippu denggan nakkinongan.

Iya eda, kupikir tadi bagus.

Analisis data: Penolakan yang dilakukan oleh mak Reo adalah penolakan secara tidak langsung dengan menggunakan keterangan bahwa tandoknya sudah rusak. Dan secara tidak langsung dia memeberikan saran bersifat memerintah supaya

(55)

mak Kristina membeli tandok sendiri dengan tujuan supaya tidak sering meminjam barang tetangganya. Penolakan yang dilakukan oleh mak Reo ini terlihat dalam tuturan “Ngamatombuk ne, tor lao ma tuhor tu lapoan!, Ini sudah

bolong, kamu beli saja langsung di warung!”. Peristiwa tutur terjadi pada sore

hari pukul 15.40 di dalam rumah. Pada saat itu mak Reo baru pulang dari pasar, kemudian mak Kristina mendatangi rumahnya untuk meminjam tandok.

Data (21)

Devi: Accit daginghu sude ah.., sobinoto manang sian dia ro sahit on. Sai mangido dikusuk alai dang adong makkusuk.

Badanku sakit semua ah.., gak tau entah darimana datangnya penyakit ini. Minta diurut badan ini tapi gak tau siapa yang mau ngurut.

Epin: Au pe tong do songoni, dang habaen au makkusuk ho. Antong masikusukan ma hita, alai kusuk au parjolo!

Aku pun begitu, aku tidak sanggup mengurutmu. Kalau gitu ayo saling mengurut satu sama lain kita, tapi urut aku dulu!

Analisis data: Penolakan yang dilakukan oleh Epin adalah penolakan tidak langsung dengan menyarankan kemudian secara tidak langsung memerintah Devi mengusuk badannya lebih dulu. Peristiwa tutur terjadi di rumah pada malam hari pukul 18.40 di rumah. Pada saat itu Devi sedang mengeluh sakit badan akibat terlalu memaksa kerja.

(56)

Data (22)

Devi: Accit hian jerawathon bah, dang boi ne minyakon molo au mambaen sandiri tu bohikkon.

Jerawatku ini perih kali, gak bisa pula aku buatkan minyak ini sendiri ke wajahku.

Eci: Au pe accit tanganhu, molo ho sandiri mambaen boha!

Tanganku juga sakit kali, kamu sendiri yang buat kan bisa!

Analisis data: Penolakan dilakukan oleh Eci atas perintah yang dilakukan oleh Devi secara tidak langsung. Namun Eci menolak perintah tersebut dan malah menyuruh Devi sendiri yang melakukannya sekalipun dia merasa kesakitan. Peristiwa tutur terjadi di dalam rumah pada malam hari pukul 19.20. Pada saat itu Eci baru selesai diurut tangannya karena jatuh ketika naik sepeda motor.

Uraian singkat tentang bentuk penolakan tidak langsung dengan kalimat perintah dapat dipahami melalui tabel dan analisis data berikut ini:

No Daftar Data

Data Penolakan Tidak Langsung dengan Kalimat Perintah

Keterangan

1 Data (19) Holan na hutiopon mana, lao mabuat tu batang na an!

Tinggal yang ditanganku, ambil saja sana ke pohonnya!

Penolakan dilakukan karena lawan tutur tidak bersedia menuruti permintaan penutur, sehingga lawan tutur memerintahkannya

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, berkat hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Analisis Bentuk,

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa hasil analisis dengan menggunakan Uji beda nonparametik yakni Uji

Setelah data terkumpul melalui alat pengumpulan data, maka perlu dilakukan analisis untuk memperoleh kesimpulan yang dapat digunakan untuk menguji kebenaran data

Berdasarkan temuan penelitian dan analisis yang telah peneliti lakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa, layanan konseling melalui teknik motivational interviewing untuk

Dalam pembahasan dan penelitian yang telah dilakukan sebagaimana pada bab-bab sebelumnya, maka bab ini sebagai bab terakhir penulis memberikan kesimpulan dan saran

manghirap tondi baik dari prosesi awal dilakukan dengan meneliti studi tekstual dari kata-kata yang di ucapkan dan studi musikalnya agar tulisan ini bermanfaat bagi

“penunjuk”. Jenis-jenis deiksis yang penulis kaji ada empat yaitu deiksis persona, sosial, waktu dan tempat. Deiksis tersebut merupakan kata tertentu yang berada dalam

67 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah dilakukan kajian, analisis, dan pembahasan pada ba sebelumnya terhadap permasalahan yang telah penulis teliti, maka dapat diambil kesimpulan