• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEIKSIS DALAM TEKS UPACARA ADAT MANGONGKAL HOLI PADA MASYARAKAT BATAK TOBA : KAJIAN PRAGMATIK SKRIPSI REBEKA RATNA GULO NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DEIKSIS DALAM TEKS UPACARA ADAT MANGONGKAL HOLI PADA MASYARAKAT BATAK TOBA : KAJIAN PRAGMATIK SKRIPSI REBEKA RATNA GULO NIM :"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

DEIKSIS DALAM TEKS UPACARA ADAT MANGONGKAL HOLI PADA MASYARAKAT BATAK TOBA : KAJIAN PRAGMATIK

SKRIPSI

REBEKA RATNA GULO

NIM : 150703018

PROGRAM STUDI SASTRA BATAK FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020

(2)
(3)

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Judul penelitian ini adalah Deiksis dalam Teks Upacara Adat Mangongkal Holi pada Masyarakat Batak Toba:

Kajian pragmatik. Metode yang dilakukan adalah metode deskriptif yang dilakukan di Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, penulis menemukan informan kunci yang dapat memberikan jawaban tentang permasalahan yang diteliti dalam adat upacara Mangongkal Holi. Penulis menggunakan teori Pragmatik dalam buku Yule yang menjelaskan tentang pragmatik dan deiksis. Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu dapat mengetahui tahapan-tahapan atau proses yang dilakukan dalam upacara adat Mangongkal Holi, kemudian pembaca mengetahui terdapat deiksis yang ada pada teks-teks tuturan tersebut, serta manfaat penelitian ini yaitu untuk mengetahui lebih luas tentang upacara adat Mangongkal Holi pada masyarakat Batak Toba dan semoga masyarakat selalu mengingat dan melestarikan tradisi budaya nenek moyang tersebut.

Kata kunci : Mangongkal Holi, Deiksis, Pragmatik.

(4)

KATA PENGANTAR

Penulis terlebih dahulu mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan Rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, dan pertolongan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini yaitu “Deiksis dalam Teks Upacara Adat Mangongkal Holi pada Masyarakat Batak Toba : Kajian Pragmatik”.

Penulis berharap skripsi ini menjadi bahan informasi yang berguna bagi pembaca. Untuk memudahkan pembaca penulis membaginya menjadi lima bab.

Bab pertama merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab kedua merupakan tinjauan pustaka yang mencakup kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan. Bab ketiga merupakan metode penelitian mencakup metode dasar, lokasi penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab keempat merupakan pembahasan. Bab kelima merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini sangat sederhana dan masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, dan penulisan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan-masukan berupa kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Januari 2020 Penulis,

Rebeka Ratna Gulo

(5)

HATA PATUJOLO

Parjolo sahali mandok mauliate ma tu Amanta Debata disiala dilehon do hahipason, hagogoon, dohot pangurupion tu ahu, alani sude boi pinasae skripsion. Molo judul skripsi on ima “Deiksis dalam Teks Upacara Adat Mangongkal Holi pada Masyarakat Batak Toba : Kajian Pragmatik”.

Pinarsinta sian panurat skripsi on boi gabe barita na denggan tu angka panjaha. Anggiat pangantusion ni skripsi on, dibagi panurat ma gabe lima bab.

Bab na parjolo ima, pendahuluan na patoranghon latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Bab na paduahon ima tinjauan pustaka na patoranghon kepustakaan na relepan dohot teori na dipangke. Bab na patoluhon ima metode penelitian na marisi metode dasar, metode penelitian, sumber data, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab na paopathon taringot Deiksis dalam Teks upacara Adat Mangongkal Holi pada Masyarakat Batak Toba. Bab na palimahon panipulin dohot poda.

Patut do ongkuon ni panurat ia skripsi on dang na haru singkop, ala ni i sian serep ni roha dihalashon roha ma adong angka hata poda sian saluhutna laho parimpashon skripsi on. Panurat mandok mauliate godang nang manang aha pe na dipatorang di skripsi on gabe pangantusion ma dihita saluhutna.

Medan, Januari 2020 Panurat,

Rebeka Ratna Gulo NIM.150703018.

(6)

htpTjolo

pr\joloshlimn\dko\mUliatemTamn\tdebtdisi aldilehno\dohhipsno\hgogoano\dohto\p>Rpia no\TaHalniSdeboIpinsaes\k\rpi\siano\moloJ dL\s\k\rpi\siano\Imdeaki\ssi\dlm\tke\s\Ups radt\m<o^kl\holipdms\yrkt\btk\tobkjian\

p\rg\mtki\pinr\sni\tsian\pNrt\s\k\rpi\si ano\boIgbebritnde^gn\Ta^kpn\jha^giat\p<n\T siano\nis\k\rpi\siano\dibgipNrt\mgbelimbb

\bb\npr\joloImpne\dHLan\nptor^hno\ltr\be lk^mslh\RMsn\mslh\TJan\penelitian\mn\pa t\penelitian\bb\npDahno\Imtni\jUan\pS\t knptor^hno\kepS\tkan\nrelepn\dohto\teaorind ip^kebb\nptoLhno\Immetodepenelitian\nmrisimeto dedsr\metodepenelitian\sM\bre\dtani\s\t\Rmne\

penelitian\metodepe<M\Pln\dtdn\metodeanlissi\d tbb\npaopt\hno\tri<to\deaki\ssi\dlm\tke\s

\Upsradt\m<o^kl\holipdms\yrkt\btk\tobb b\nplimhno\pnmi\Pln\dohto\podptT\doao^Ka no\nipNrt\Ias\k\rpi\siano\d^nhRsi^kpo\alni sian\serpe\nirohdihls\hno\rohmado^a^khtpods ian\sLhT\nlhoprmi\psno\s\k\rpi\siano\pN rt\mn\dko\mUliategod^n^mn^ahpediptor^dis\k\r pi\siano\gbep<n\Tsiano\mdihitsLhT\n

medn\ nopme\bre\2020 pNrt\

rebekrt\nGlo n\I\m\150703018

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya skripsi ini. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis tunjukkan kepada orang-orang yang sudah banyak membantu penulis dalam memberikan arahan, dan bimbingan serta semangat maupun saran yang telah penulis terima dari semua pihak, sehingga setiap kesulitan yang dihadapi dapat selesai dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis tulus mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Budi Agustono, M.S, selaku Dalam Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Wadek I, Wadek II, dan seluruh pegawai dijajaran Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., selaku ketua Prodi Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum., selaku Sekretaris Prodi Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Sumurung Simorangkir SH.M.Pd, sebagai Dosen Pembimbing I yang sudah memberikan arahan dan masukan kepada penulis.

5. Dra. Asni Barus, M.Hum, sebagai Dosen pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan motivasi.

(8)

6. Kepada Ibu Adelia Hia selaku orang tua saya tercinta yang telah mendukung dan mendoakan saya selalu sehingga penulis dapat menyelesaikannya

7. Kepada abang-abang dan saudara saya Chandra Gulo Dan Mean Gulo yang telah membantu dalam doa, baik dana dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik.

8. Kepada sahabat-sahabat saya, Bima Helvin Jaya Pasaribu, Debora saragih, Eka Wandira Butar-Butar, Fernando Manalu, dan Rizki A.P.Damanik yang selalu mendukung, menghibur, mengingatkan, memotivasi sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik.

9. Kepada keluarga besar LPMI yang telah mendukung penulis sehingga doanya dapat membuat penulis tetap semangat dalam hidup dan menyelesaikan skripsi.

10. Kepada Stambuk 15 teman seperjuangan penulis terima kasih atas kekompakan dan pertemanan yang telah kita lewati dimasa kuliah bersama atas doa dan dukunganya penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

11. Terakhir sobat-sobatku yang belum terucapkan namanya satu persatu terima kasih atas dukungannya.

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

HATA PATUJOLO...iii

HtpTjolo...iv

UCAPAN TERIMA KASIH... v

DAFTAR ISI ...vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kepustakaan Yang Relevan ...7

2.1.1 Pengertian Mangongkal Holi ...8

2.1.2 Pengertian Pragmatik ...12

2.1.3 Pengertian Deiksis ...13

2.1.4 Jenis - Jenis Deiksis ... 14

2.1.5 Tahap - Tahap Dalam Upacara Adat Mangongkal Holi ... 18

2.2 Teori Yang Digunakan ...26

(10)

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Metode Dasar... 30

3.2 Lokasi Penelitian... 30

3.3 Sumber Data Penelitian... 30

3.4 Instrumen Penelitian... 30

3.5 Metode Pengumpulan Data... 31

3.6 Metode Analisis Data... 31

BAB IV PEMBAHASAN ... 32

4.1 Deiksis Yang Terdapat Dalam Teks Upacara Mangongkal Holi ... 32

4.2 Fungsi Deiksis Terdapat Dalam Teks Upacara Mangongkal Holi.... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.. ... 51

5.1 Kesimpulan...51

5.2 Saran... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

LAMPIRAN 1. Daftar Pertanyaan... 55

2. Data Informan... 56

3. Surat Keterangan Penelitian... 57

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya dari pada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Maka dari itu pragmatik adalah studi tentang maksud penutur (Yule, 1996 :3). Salah satu dalam kajian pragmatik yang dapat dipelajari yaitu deiksis.

Deiksis berasal dari kata Yunani, yaitu deiktikos yang berarti “hal penunjuk secara langsung”. Istilah tersebut digunakan oleh tata bahasawan Yunani dalam pengertian “kata ganti penunjuk”, yang dalam bahasa Indonesia adalah kata “ini” dan “itu”. Deiksis dapat dibagi menjadi 5 kategori, yaitu persona, waktu, tempat, wacana dan sosial (Levinson, Nadar dalam Putrayasa, 2014:16).

Pada kesempatan ini penulis membicarakan tentang Deiksis dalam teks upacara adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba. Namun penulis hanya meneliti bagian deiksis persona, deiksis waktu, deiksis tempat dan deiksis sosial saja dikarenakan lebih unik dan lebih sesuai dari pemahaman penulis untuk mengkajinya. Tujuan penulis mengkaji deiksis ini, karena menggambarkan fungsi kata ganti persona, fungsi waktu, tempat dan sosial yang menghubungkan jalinan

(12)

dalam tindak ujaran pada teks upacara mangongkal holi selain itu memberikan pemahaman dalam mengetahui penggunaan deiksis.

Dalam tradisi Batak Toba orang yang sudah meninggal lama dan bertahun-tahun akan dilakukan perlakuan khusus dalam sebuah upacara adat mangongkal holi yaitu sebuah tradisi yang membongkar kembali tulang-belulang dan menempatkan kembali ke suatu tempat yang baru, lebih bagus, lebih cantik, dan lebih besar tempatnya di sebuah tugu atau tambak. Pekerjaan ini merupakan pekerjaan adat yang penting.

Dalam upacara adat mangongkal holi ini harus dihadiri oleh unsur-unsur Dalihan Na Tolu secara lengkap. Tradisi mangongkal holi ini merupakan suatu tradisi turun-temurun di tengah masyarakat Batak Toba. Tujuan dari mangongkal holi adalah menghormati orang tua kita , yang disebut orang tua bukan hanya ibu atau bapak yang melahirkan kita melainkan nenek moyang kita. Pada upacara ini dilakukan dengan proses dimana kuburan tanah dibuka, sesudah lewat waktu pembusukan maka diangkatlah tulang-belulang tersebut dan memindahkannya kekuburan semen, pesta adat ini diiringi gondang dan pemotongan hewan besar- besaran tergantung dari yang mengadakan acara. Perayaan ini biasanya tidak langsung didalam suasana yang khidmat.

Yang merupakan pusatnya ialah tengkorak dan tulang-belulang dari bapa-bapa suku atau bapa-bapa dari nenek moyang yang akan dikumpulkan.

Tulang- tulang itu digali lalu dibersihkan. Setelah dibersihkan biasanya akan ada acara manulangi (menyuapi) holi-holi (tulang-belulang) tersebut seperti layaknya manusia biasa dengan makanan, sirih, dan kadang-kadang diberi rokok, dan

(13)

kemudian dimasukkan ke dalam suatu peti kecil dan kemudian nantinya dipindahkan ke dalam kuburan yang baru. Dari nenek moyang itulah akan diminta berkatnya sebagai balas jasa atas tempat yang terhormat yang telah disediakan keturunan baginya, biasanya dilakukan dengan diandung-andungkan (diratapi) langsung depan tengkoraknya sebelum dimasukkan ke dalam kuburan baru, namun tengkorak ditaruh dulu di peti yang kecil baru ditaruh dikuburan semen atau dalam tugu. Tamu-tamu berkumpul di rumah suhut atau tuan rumah untuk makan bersama, dan pidato-pidato untuk mengakhiri acara tersebut.

Secara garis besar upacara adat mangongkal holi ini dilakukan demi mempertahankan silsilah marga dari keturunan masyarakat Batak Toba dan juga berfungsi untuk menunjukan eksistensi dan taraf hidup keluarga yang melaksanakan tradisi ini.

Pemakaman tulang-belulang ini hanya berlaku bagi orang yang meninggal dan keturunannya telah berhasil mencapai tujuan untuk mendapatkan kekayaan, kehormatan, dan keturunan yang banyak. Pemberian tugu marga ini bertujuan untuk memudahkan orang untuk mengenali identitas nenek moyang secara turun temurun dan juga dapat mengangkat martabat sebuah marga dengan menghormati orangtua dan para leluhur, kuburan dan tugu leluhur yang megah, indah, dan mahal makamnya, maka menjadi semakin jelas status marga pemilik tugu tersebut serta semakin menambah gengsi.

Namun dalam pelaksanaan upacara adat Mangongkal Holi ini biasanya memakan waktu berhari-hari dan butuh dana yang lumayan besar, bagi orang Batak biaya puluhan juta rupiah untuk membangun tugu sebanding dengan

(14)

penghormatan orang tua dan leluhur mereka. Dalam acara ini marga yang adat Mangongkal Holi tulang-belulang ini harus menjamu seluruh keluarga besar dan tetangga kampung.

Dalam skripsi ini penulis menjelaskan hubungan tentang deiksis dengan upacara adat mangongkal holi yaitu dimana deiksis merupakan penunjukan melalui bahasa terkait dengan konteks penutur atau kata frasa yang rujukannya tidak tetap. Sedangkan mangongkal holi berarti menggali kembali tulang belulang leluhur dan memindahkannya ketempat yang lebih baik yaitu tugu (marga).

Karena itu antara deiksis dan upacara adat mangongkal holi ini dapat penulis kolerasikan yang dimana dalam teks-teks upacara adat mangongkal holi ini terdapat deiksis yang ditemukan sehingga setiap tuturan dan ungkapan- ungkapan teks tersebut mudah diketahui oleh seseorang, dimana kata-kata itu digunakan dan makna yang terdapat dalam teks itu, kemudian dalam teks tersebut mudah mengetahui kata-kata yang diucapkan berkaitan dengan status seseorang, menunjukkan kepada siapakah kata-kata atau ungkapan-ungkapan tersebut, dan mengetahui fungsi ungkapan teks yang dipakai dengan menggunakan kajian deiksis.

Penulis juga memilih judul tersebut karena unik dan belum ada yang kaji, sehingga penulis sangat tertarik utuk mengkajinya, selain itu upacara adat mangongkal holi ini juga dapat menjadi teladan buat generasi muda yang lahir di era modren saat ini.

(15)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat pada proposal skripsi ini yaitu;

1) Deiksis apa yang terdapat dalam teks upacara adat Mangongkal Holi pada masyarakat Batak Toba ?

2) Apa fungsi deiksis dalam teks upacara adat Mangongkal Holi pada masyarakat Batak Toba ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu;

1) Memaparkan Deiksis dalam teks upacara adat Mangongkal Holi khususnya pada masyarakat Batak Toba.

2) Memaparkan fungsi Deiksis dalam teks upacara adat Mangongkal Holi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah segala sesuatu yang dikerjakan dapat memberikan manfaat baik untuk orang lain serta buat diri sendiri. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

1) Memperkaya kajian bahasa yang terdapat didalam upacara adat mangongkal holi.

2) Menambah wawasan dan pengetahuan tentang deiksis yang ada dalam teks upacara adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba.

3) Dapat menjadi sumber acuan dan kemudahan bagi peneliti lain dalam mengetahui ilmu Deiksis dan pragmatik.

(16)

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Dapat membuka pemikiran pada pembaca agar tidak melupakan tradisi pada Masyarakat Batak Toba.

2) Dapat melestarikan dan mempelihara bahasa daerah yang ada pada masyarakat Batak Toba.

3) Memperkenalkan pada pembaca bahwa ada Deiksis yang terdapat dalam Bahasa Batak Toba yang dapat dikaji dan diteliti.

4) Dapat menjadi arsip di Prodi Sastra Batak dan menarik buat dibaca.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Dalam penulisan proposal skripsi ini sangat diperlukan tinjauan pustaka karena salah satu bagian penting dari keseluruhan langkah-langkah metode penelitian. Pada umumnya tinjauan pustaka berisi teori-teori yang biasanya diperoleh dari buku-buku atau laporan hasil penelitian yang diperoleh dari jurnal, skripsi, tesis, dan bentuk laporan lainnya. Penulis menyelesaikan proposal skripsi ini yang dibantu oleh buku-buku, skripsi terdahulu, adapun yang mendukung yaitu:

1. Yule. (Buku, 1996) dengan judul “Pragmatik”. Buku ini menjelaskan dengan baik pengertian-pengertian Pragmatik dan Deiksis. Kolerasi buku ini yaitu penulis menggunakan teori Yule dalam acuan skripsi ini.

2. Putrayasa. (Buku, 2014) dengan judul “Pragmatik”. Buku ini berkontribusi menjelaskan tentang Deiksis Persona dan bentuk-bentuk deiksis persona sehingga penulis lebih muda memaparkan cara mengkaji suatu deiksis dengan baik dan benar.

3. Gultom. Dalam bukunya 1992, berjudul Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak Toba. Buku ini berkontribusi memberikan pengetahuan bagaimana prinsip-prinsip masyarakat Batak dan setiap tata cara adat-adat atau tradisi-tradisi yang ada pada masyarakat Batak Toba.

(18)

4. Leech. Dalam bukunya terjemahan Oka, 2015 dengan judul Prinsip- Prinsip Pragmatik kontribusi buku ini menjelaskan dengan baik hubungan pragmatik dengan ilmu lainnya.

5. Skripsi Bob.V.Parningotan, (2017) dengan judul Ulaon Adat Mangongkal Holi Pada Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Sipahutar. Kontribusi dari skripsi ini adalah menjelaskan dengan baik tentang upacara adat mangongkal holi.

6. Nababan. (Buku, 1987) dengan judul “Ilmu Pragmatik”. Buku ini berkontribusi menjelaskan jenis-jenis deiksis dan pengertian pragmatik.

7. Skripsi Desi Junita. S, (2015) dengan judul “Deiksis Eksofora Dalam Bahasa Batak Toba Skripsi Sarjana.

2.1.1 Pengertian Mangongkal Holi

Dalam tradisi masyarakat Batak salah satunya suku Batak Toba saat seorang telah lama meninggal dunia (10 tahun), bahkan lebih maka diadakan upacara adat mangongkal holi yaitu dimana menggali tulang-belulang atau membongkar tulang-belulang yang sudah lama dan memindahkannya ke tempat yang baru seperti tugu dan tambak. Namun dalam upacara ini tidak semua yang meninggal lama, seperti anak-anak atau seseorang yang masih lajang meninggal dunia dilakukan upacara adat mangongkal holi melainkan hanya yang sudah saur matua dalam artian orang tua yang sudah meninggal mencapai umur yang tinggi semua anak-anaknya telah menikah (berumah tangga), sudah memiliki cucu dan juga sudah melakukan adat yang penuh. Dalam melakukan upacara adat mangongkal holi ini juga tidak semua mampu dan akan melakukannya sebab tergantung dana dari pihak yang ingin melakukan upacara tersebut.

(19)

Kepercayaan lama Batak Toba ini dipercaya hanya tulang-belulang yang utuh dari yang meninggal, rohnya dapat berkomunikasi dengan penghuni tempat kemuliaan Tuhan di Banua Atas.

Yang menjadi dasar penggalian tulang-belulang nenek moyang itu, pada mulanya adalah penguburan kembali tulang belulang yang berserakan karena sesuatu hal. (Gultom, 1992 : 419).

Dalam kegiatan upacara adat mangongkal holi, banyak tata cara yang harus dilakukan terlebih dahulu dan harus memenuhi tahap-tahap yang telah disepakati oleh ketua adat sejak waktu yang lama. Hal pertama yang dilakukan dalam proses ini yaitu :

1) Manopot ma angka hula-hula ni si ongkalon (raja keluarga dari kelompok marga istri baik kandung maupun hanya hubungan marga).

(1). Ima bona ni arina (kelompok marga istri yang ini digali/tiga tingkatan diatas pihak yang memiliki acara tersebut juga paman dari nenek yang melakukan acara). (2) Hula-hulanan nan i okai (keluarga kandung atau satu marga atau pihak istri yang akan digali). (3) Tulang na (pihak paman dari anak atau cucu yang ingin melakukan upacara). Tujuan dari pemanggilan ketiga pihak ini antara lain untuk memberitahukan atau menerima restu serta mengundang mereka turut hadir dalam upacara yang akan dilakukan.

2) Martonggoraja adalah sebuah kesiapan dari pihak keluarga, kapan hari pelaksanaan, peralatan, dan biaya yang diperlukan dengan mengumpulkan semua anggota keluarga yang akan melaksanakan upacara, mengundang dongan tubu, tulang, dongan sahuta agar kegiatan tersebut terlaksana

(20)

dengan baik. Pihak dari anak atau semua keturunan dari semua orang tua yang akan digali makamnya dan semua pihak undangan yang turut membantu dalam pembagian tugas yang dilakukan pada saat martonggo raja satu dari pihak paman haruslah berdiri sambil membacakan doa guna keselamatan dan penggalian agar cepat bisa menemukan tulang-belulang yang akan digali.

3) Proses penggalian makam setelah martonggoraja ditetapkan dengan hasil- hasil mufakat, maka selanjutnya melaksanakan mangongkal holi. Pada hari yang sudah disepakati, semua unsur kerabat Dalihan Na Tolu (somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek boru) yang diharapkan hadir telah berada di rumah (rumah dari keluarga yang melaksanakan Mangongkal Holi). Pihak hula-hula terlebih dahulu melakukan ibadah sebelum menuju ke kuburan yang akan digali. (1) Pemuka agama yang akan membuka acara di pemakaman dan pemuka agama berperan untuk memanjat doa dan melantunkan pujian-pujian terhadap Tuhan Yang Maha Esa guna melancarkan acara penggalian dan setelah acara kebaktian singkat ini dilakukan, maka petuah atau pemuka agama yang layak pertama kali mencangkul makam yang akan menggali. (2) Bona Ni Ari (paman dari pihak mendiang yang akan digali) sebagai pembuka dalam penggalian tersebut setelah pihak pemuka agama. (3) Setelah itu berdirilah pihak paman dan berbicara seperti yang di atas setelah itu ikut mencangkul sebanyak 3 kali. (4) Setelah itu pihak mertua ikut berdiri dan ikut mencangkul sebanyak 3 kali. (5) Setelah itu, pihak anak menyampaikan kepada pihak boru (keturunan perempuan atau suami dari keturunan

(21)

perempuan) agar dilanjut sampai tulamg-belulang ditemukan. (6) Setelah ditemukan tulang-belulangnya, maka diberitahukan kepada pihak boru hasuhutan (suami dari anak perempuan kandung, bukan karena marga) untuk megangkat tulang- belulangnya.

Di makam sudah bersedia pihak dari keturunan laki-laki yang siap menerima tulang-belulang, yang diangkat dari bawah dan dilakukan oleh pihak suami dari saudara perempuannya, (untuk menjaga agar tulang tetap bersih dan dalam keadaan baik harus disiapkan air yang bercampur karbol).

Setelah selesai dibersihkan, maka pihak keluarga anak tertua dari keturunan yang digali tulang-belulangnya, mengumumkan bahwa penggalian telah selesai dan acara di makam telah selesai. Setelah semua selesai, pihak anak menyampaikan sepatah, dua patah kata kepada pihak paman untuk memberikan ulos timpus (kain khas Batak yang melapisi atau membungkus tulang-belulang).

4) Upacara Serah Terima Tulang

Setelah selesai acara baik penggalian, pembersihan tulang-belulang maupun acara pembungkusan yang dilakukan oleh pihak paman, maka dilanjutkan dengan acara serah terima tulang-belulang dari pihak paman kepada pihak keturunan dan dilanjutkan dengan ucapan terimaksih serta ajakan ke acara memasukkan ke dalam tugu yang telah disiapkan sebagai bentuk penghormatan terhadap pihak paman dari kakek.

5) Upacara Mangongkal Holi

Setelah acara di atas maka dilanjutkan upacara mangongkal holi pada upacara terimakasih serta penghormatan terhadap pihak paman selaku

(22)

pihak yang paling dihormati pada suku Batak, dilanjutkan pula pada acara membawa tulang-belulang yang telah dibersihkan dan dibungkus rapi dan dimasukan kedalam peti, kemudian dibawa oleh pihak istri dengan menaruhnya diatas kepalanya. Proses memberikan kata-kata terakhir ditunjukkan pada semua keturunannya yang hadir dan berlanjut memasukkan tulang-belulang ke dalam tugu yang telah disediakan. Acara setelah mangongkal holi dimana sebagai pihak keluarga mengadakan ucapan syukur dan acara doa atas terlaksananya upacara.

2.1.2 Pengertian Pragmatik

Pragmatik dapat didefenisikan sebagai studi mengenai makna ujaran dalam situasi-situasi tertentu. Dalam suatu program mengenai studi bahasa sebagai sistem komunikasi yang dapat dipandang bersifat komplementer. Secara singkat bahwa studi tentang penggunaan bahasa dilakukan baik sebagai bagian terpisah dari sistem formal bahasa maupun sebagai bagian yang melengkapinya dalam (Leech, 2005).

Dalam buku (Yule, 1996:3) mendefenisi pragmatik yaitu, sebagai studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca). Menurut pragmatik Kasher (dalam Putrayasa 2014:1) mengidentifikasikan pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana bahasa digunakan dan bagaimana bahasa tersebut di integrasikan kedalam konteks.

Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakaian bentuk-bentuk itu. Manfaat belajar bahasa melalui pragmatik ialah

(23)

seorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan, (sebagai contoh : permohonan) yang diperlihatkan ketika sedang berbicara (Yule, 1996:4).sebagai contoh, dua orang yang sedang berbicara dan mengobrol menyampaikan secara tidak langsung atau menyimpulkan sesuatu hal lain tanpa memberikan bukti linguistik apa pun yang dapat kita tunjuk sebagai sumber „makna‟ yang jelas/pasti tentang apa yang disampaikan, contoh tuturan „wanita : jadi, saudara?, pria: hei, siapa yang tidak mau?‟.

2.1.3 Pengertian Deiksis

Deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang dilakukan dengan tuturan. Deiksis beararti „penunjukan‟ melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan „penunjukan‟ disebut ungkapan deiskis .

Ketika anda menunjuk objek asing dan bertanya, “apa itu?”, maka anda menggunakan ungkapan deiksis (“itu”) untuk menunjuk sesuatu dalam suatu konteks secara tiba-tiba. Ungkapan-ungkapan deiksis kadang-kala juga disebut indeksikal (Yule, 1996:13). Deiksis merupakan kata penunjukan, frasa dan rujukkan berpindah-pindah dan dapat ditafsirkan sesuai situasi sehingga dapat dilihat sesuai konteks yang dituturkan serta dapat diketahui apa maknanya jika diketahui siapa pula penutur, tempat dan waktu kapan kata-kata itu dituturkan.

Namun dalam jenisnya deiksis dibagi menjadi lima jenis menurut Nababan (dalam Putrayasa 2014:43) yaitu, deiksis Persona, waktu, tempat, sosial, dan

(24)

wacana. Namun yang penulis kaji hanya melihat empat deiksis yaitu deiksis persona , sosial, tempat dan waktu.

Namun deiksis persona merupakan deiksis asli diantara jenis lainnya karena jenis deiksis lainnya adalah jabarannya. Sebagai contoh, Jim berkata kepada Anne bahwa ia akan meletakkan kunci duplikat rumah disalah satu laci di dapur, contoh tuturan „saya akan meletakkan ini di sini‟. Jelas sekali bahwa deiksis mengacu pada bentuk yang terkait dengan konteks penutur.

2.1.4 Jenis-Jenis Deiksis

Adapun jenis-jenis deiksis yang penulis ketahui yaitu;

1) Deiksis persona adalah deiksis orang atau peran peserta dalam sebuah peristiwa bahasa. Persona ini dibagi menjadi tiga, pertama yaitu orang pertama adalah kategori rujukkan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya saya, kami, dan kita.

Kedua adalah orang kedua kategori rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama misalnya, kamu, kalian, saudara. Dan ketiga adalah orang ketika kategori yang rujukannya kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu baik hadir maupun tidak, misalnya dia, dan mereka. Deiksis persona merupakan deiksis yang paling asli diantara semua deiksis.

Menurut pendapat Oka dan Purwo (1984:21) bahwa deiksis persona merupakan dasar orientasi bagi deiksis ruang dan tempat serta waktu.

(25)

Adapun pun paparan bentuk persona dalam bentuk tabel yaitu:

Persona Tunggal Jamak

Persona ke-1 Ahu-hu-au Hami-nami-hita

Persona ke-2 Ho-mu Hamu

Persona ke-3 Ia-Ibana Halahi

Pembagian dalam ketiga persona ini atas dasar peran penutur semua seperti di atas terlihat belum memadai untuk membedakan pronomina persona Bahasa Batak Toba yang ada tabel di atas. Terhadap tiga pronomina persona tersebut pembedaan tidak dimasukkan hanya ahu dengan hita dan hami saja disatu sisi, tetapi ada juga sisi lain hita, hami, dan nami pada sisi lain. Pronomina persona ahu adalah dengan kepemilikan makna tunggal atau satu. Dalam hal ini, jumlah (number) sebagai sumber sub-dimensi semantik yang berperan sebagai dasar pembeda antara ahu dengan hita dan hami. Untuk membedakan antara hita dan hami tentu tidak lagi memperhitungkan soal jumlah karena kita tahu bahwa kedua pronomina persona ini masing-masing sudah dalam kepemilikan jamak atau lebih dari satu. Dalam hubungan aspek ini ciri perbedaan antara kedua pronomina persona hita (inklusif) artinya penutur hita menyertakan mitra tutur sebagai orang yang terliput didalamnya, dan hami (eksklusif) karena penuturnya tidak menyertakan mitra tutur terliput di dalamnya.

Pembedaan jender, misalnya, untuk membedakan pronomina persona orang ketiga tunggal “ dia perempuan dan dia laki-laki” dalam baahsa inggris “she dan he”. Hal ini juga ada didalam Bahasa Batak Toba perbedaan pronomina persona orang pertama ataupun persona orang keduanya.

(26)

Dalam tabel dapat dilihat bentuk bebasnya :

Jumlah Tunggal Jamak

Persona 1 Ahu,au Inklusif (hita) Eksklusif (hami)

Persona 2 Ho Hamu

Persona 3 Ia Halahi

Bebas dimaksud diatas sebagai bentuk lingual yang terdapat berdiri sendiri sebagai kata. Melihat penggunaannya dalam kontruksi sintaksis, bentuk bebas dapat berfungsi sebagai objek, objek langsung maupun tidak langsung dan bentuk-bentuk lainnya. Namun pada intinya pronomina orang pertama meliputi ahu, au dan hita sedangkan hami kelompok pronomina jamak. Sedangkan persona orang kedua ho yang bentuknya tunggal yang dapat ditemukan penggunaannya dari penutur yang lebih tua usianya terhadap mitra tutur yang lebih muda atau relatif sebaya dengan penutur kelompok semarga yang sama namun tidak dibenarkan melakukan pengacuan menggunakan kata ho apabila hendak menngacu mitra tutur tang lebih tua dari padanya maka penutur melakukan istilah pemanggilan dengan istilah kekerabatan yang sesuai, dan hamu jamak yang dituturkan terhadap mitra tutur yang belum diketahui indentitasnya dan perlu ada perkenalan atau dan menunggu pihak yang belum diketahui agar penutur mengenal pihak yang ditunggu. Penggunaan hamu pada mitra tutur ini terjadi misalnya, antara seorang tulang atau hula-hula dengan anak adik perempuan atau

(27)

bere yang perlu dihormati dan dimuliakan. Atau kepada lae (suami saudara perempuan ego) terhadap iparnya.

Terakhir pronomina orang ketiga yaitu kelompok orang ketiga tunggal kata ia penggunaan mengacu terhadap orang ketiga karena faktor usia dan hubungan kekerabatan antar penutur dengan orang ketiga tunggal yang diacu dan dengan mitra tutur. Sedangkam jamak orang ketiga tunggal ini halahi penggunaan bentuk kata halahi ini tidak ada pertimbangan lagi soal beda usia dan pertalian hubungan kekerabatan namun ini merupakan kata hormat. Intinya kata hamu dan halahi merupakan kata hormat.

2) Deiksis Tempat adalah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa. Semua bahasa termasuk bahasa Indonesia membedakan antara “yang dekat kepada pembicara” (di sini) dan

“yang bukan dekat kepada pembicara” (termasuk yang dekat kepada pendengar di situ) Nababan, 1987:41. Deiksis tempat ini pemberian bentuk pada lokasi ruang (tempat) dipandang dari lokasi orang/pameran dalam peristiwa berbahasa itu. Semua bahasa mana

“yang dekat kepada pembicara” ( di sini) dan “yang bukan dekat dengan pembicara” (termasuk yang dekat kepada pendengar) di situ”

dibedakan juga dengan “yang bukan dekat kepada pembicara dan pendengar” (di sana).

3) Deiksis waktu adalah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa. Dalam banyak bahasa, deiksis (rujukan) waktu ini diungkapkan dalam bentuk “kala”

(Inggris:Tense) Nababan, 1987:41. Pemakaian bentuk proksikmal

(28)

“sekarang” yang menunjukkan baik waktu yang berkenaan dengan saat penutur berbicara maupun saat suara penutur sedang didengar . kebalikan dari “sekarang”, ungkapan distal pada saat itu diimplikasikan baik hubungan waktu lampau maupun waktu yang akan datang dengan waktu penutur sekarang (yule, 2006 : 22).

4) Deiksis sosial adalah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar.

Perbedaan itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan kata. Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan pendengar yang diwujudkan dalam seleksi atau sistem morfologi kata- kata tertentu (Nababan, 1987:42).

2.1.5 Tahap-Tahap Dalam Upacara Mangongkal Holi

Upacara adat Mangongkal Holi adalah proses menggali kembali tulang- belulang leluhur dan memindahkannya tu tano napir (tugu), yang maksudnya bangunan dari semen. Biasanya tulang-belulang dari beberapa orang leluhur digali sekaligus, dimasukkan ke dalam peti yang berukuran kecil dan disemayamkan ditempat tersebut. Kuburan baru yang dibangun megah dari semen tersebut menyatukan kerangka itu dari beberapa lokasi kedalam satu kuburan. Adapun tahap saat melakukan upacara adat mangongkal holi yaitu;

1) Setelah mendapat kesepakatan dari suhut, maka harus mengunjungi hula- hula dari orang yang akan digali untuk memberitahu rencana apa yang akan diadaka. Adapun hula-hula yang dikunjungi adalah hula-hula (simatua) dan tulang.

2) Membagi-bagi tugas (tonggo raja)

(29)

3) Pada hari akan diadakannya pesta, semua hasuhuton dan keluarga berkumpul di tempat kediaman suhut , setelah waktunya tiba maka bersiap- siaplah mereka ke makam orangtua yang akan digali sebelumnya berdoa terlebih dahulu bersama yang dipimpin salah satu pihak hula-hula. Di dalam upacara adat mangongakal holi ada ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan dalam izin penggalian kuburan atau jenazah dari hula-hula, yaitu tergantung dari jenazah siapa yang akan digali. Apabila tulang-belulang dari laki-kali yang akan digali, suhut harus meminta izin dari tulang, tulang yaitu saudara laki-laki ibu dari yang digali, dan jika tulang-belulang perempuan yang akan digali, suhut harus meminta izin dari orang tuanya atau saudara laki-lakinya.

4) Aturan-aturan dalam menggali tulang-belulang yaitu;

(1) Penatua gereja (pangula ni huria) membuat doa pembuka, kemudian mencangkul tiga kali dengan ucapan doa atas Tuhan yang Maha Esa. (2) Mertua dari opung (bona ni ari) lebih dahulu mencangkul kuburan sebanyak tiga kali. (3) Selanjutnya paman (tulang) (4) Mertua (hula-hula). (5) Keluarga laki-laki baik perempuan atau semua orang yang ingin ikut mencangkul. (6) Setelah semuanya siap, barulah diserahkan kepada menantu dari perempuan (hela). (7) Setelah siap digali, lalu diberikanlah kepada anak kandung perempuan yang digali tersebut, supaya tulang-belulang diterima dari tempat penggalian. (8) Lalu disambutlah oleh anak laki-laki yang paling besar supaya tulang-belulang yang btelah digali dapat dibersihkan. (9) Setelah dibersihkan, maka hasuhuton memberitahukan supaya semua yang dikuburkan segera dipersiapkan. (10) Suhut menyampaikan kepada paman (tulang) bahwa pekerjaan menggali tulang-belulang telah selesai.

(30)

(11) Lalu membawa tulang-belulang tersebut ke tempat yang sudah disediakan yaitu tugu atau batu yang kuat. (12) Sebelum tulang-belulang dimasukkan ke tempat yang sudah disediakan terlebih dahulu tulang-belulang dimasukkan kepeti kecil yang sudah disediakan, barulah dimasukkan ke semen (tugu). (13) Kemudian hasuhuton berbicara dengan sangat hormat kepada semua yang hadir ditempat ini. (14) Sepatah dua kata dari dongan sabutuha. (15) Sepatah dua patah kata dari boru dan hula-hula.

Adapun kelanjutan dari aturan-aturan dalam menggali tulang belulang tersebut yaitu, (16) Hasuhuton menerima berkat dengan sembah sujud dan menyampaikan terima kasih kepada seluruh yang telah hadir ditempat ini. (17) Setelah itu, penatua gereja (pangulani huria) menutup melalui doa dan nyanyian.

(18) Setelah itu makan bersama dan di sinilah diadakan makan daging (jambar).

Jambar adalah hak bagian atau hak perolehan dari milik bersama yang dibagi.

5) Pesta tambak (tempat pekumpulan) tulang-belulang yang sudah digali

Di dalam pesta upacara adat seperti ini, ada yang satu atau ada juga yang lebih dari satu (orang) tulang-belulang (saring-saring) yang digali dan dalam pesta seperi ini ada yang berbeda-beda. Dalam pesta tambak ini akan dibagikan undangan kepada orang-orang yang akan diundang. Tetapi diantara undangan yang dibuat ada pula undangan yang istimewa yang akan diberikan kepada hula-hula dari oppung yang akan digali tulang-belulang tersebut, maka undangan tersebut haruslah dibawakan jambar untuk makan bersama dirumah hula-hula setelah siap makan maka pihak yang punya pesta akan memberi tahukan agar datang kepesta tersebut, kemudian pihak yang punya pesta akan

(31)

menyampaikan uang (piso-piso) kepada hula-hula supaya uang tersebut dipergunakan untuk membeli segala keperluan seperti ulos dan sebagainya.

6) Pada hari upacara mangongkal holi berlangsung. Jika pesta yang diadakan besar maka pesta tersebut tidak diadakan sehari saja melainkan tiga hari atau empat hari.

Berikut tahap-tahapnya pesta pada upacara adat mangongkal holi;

(1) Gondang yang dilakukan untuk hasuhuton. Ada yang mengatakan istilahnya mambuat tua ni gondang, namun dizaman sekarang sudah ini jarang dipakai atau digunakan. (2) Setelah gondang untuk suhut selesai, pada acara kedua dibuat acara gondang paidua ni suhut, setelah itu dilanjutkan gondan ni boru dan acara gondang ni ale-ale untuk sahabat atau teman akrab. (3) Pada acara terakhir diadakan gondang untuk hula-hula. Jika hula-hula yanda ramai dan banyak maka diadakan secara bersama-sama dan berkumpul atau berkelompok termasuk yang meninggal dan mertua dari anaknya. Pada saat ini hula-hula menyampaikan ulos dan beras pada hasuhuton dan pada saat itu juga dipakaikan ulos kepada hasuhuton. (4) Suhut mempersiapkan makanan dengan memotong beberapa kerbau tergantung dari jumlah undangan. (6) Setelah suhut mempersiapkannya semuanya, lalu diadakan makan bersama dimulai dengan terlebih dahulu berdoa yang dipimpin oleh seorang sintua. (7) Selanjutnya dilakukan pembagian jambar. (8) Setelah itu menyampaikan sepata dua kata dari hula-hula dan undangan secara bergantian, kata-kata nasehat dari hula-hula sesuai permintaan hasuhuton karena diadakannya pesta ini untuk meminta agar kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati. (9) Setelah selesai dalam menyampaikan sepata dua kata dari hula-hula, hasuhuton dan para undangan. hasuhuton

(32)

menyampaikan terima kasih kepada undangan yang hadir, lalu doa penutup oleh penatua dan selesai.

Adapun gambar-gambar dalam ritual upacara adat Mangongkal Holi yaitu sebagai berikut:

Gambar. Pada saat dilakukan penggalian tulang-belulang.

Sumber : instazu.com

(33)

Gambar. Pada saat tulang-belulang yang sudah siap digali dan ditemukan tulangnya maka diangkat atau dikeluarkan dalam kuburan.

Sumber : instanzu.com

Gambar. Pada saat tulang-belulang dibersihkan Sumber : instanzu.com

(34)

Gambar. setelah dilakukan pembersihan terhadap tulang-belulangnya maka, tulangnya tadi ditaruh di peti kecil

Sumber : instanzu.com

Gambar. Pada saat dilakukan acara kebaktian dalam persiapan penguburan ke tugu atau batu semen.

Sumber : instanzu.com

(35)

Gambar. pada acara pemindahan tulang-belulang ke tugu atau kuburan baru yang lebih bagus yang dipimpin oleh pangatua huria dalam melakukan acaranya

kebaktian.

Sumber : instanzu.com

(36)

Gambar. Pada saat acara memasak atau parhobas memasak makanan untuk acara terakhir karena setelah selesai dalam mengubur kembali tulang nenek moyang

maka dilakukan acara makan bersama yang telah disediakan oleh pihak yang mengadakan acara dan seluruh tamu undangan ikut bersama.

Sumber : instanzu.com

(37)

Gambar. Pada saat terakhir acara yaitu makan bersama dan pembagian jambar.

Sumber : instanzu.com

2.2 Teori Yang Digunakan

Kajian bahasa melalui pragmatik dapat bermanfaat dimana dikatakan, bahwa seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan (sebagai contoh: permohonan) yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara.

(Yule, 1996 : 5).

Salah satu bentuk kajian bahasa dalam pragmatik ialah deiksis istilah yang di lakukan dalam tuturan sebagai „penunjukan‟ melalui bahasa, karena hal ini merupakan hal yang paling mendasar buat menunjuk sebuah objek. Karena deiksis mengacu pada bentuk yang terkait dengan konteks penutur, yang dibedakan sebagai secara mendasar antara ungkapan-ungkapan deiksis „dekat dari penutur‟ dan „jauh dari penutur‟.

(38)

Dalam bahasa Inggris „dekat dari penutur‟ disebut proksimal, adalah

„ini‟, „di sini‟, „sekarang‟, sedangkan „jauh‟ dari penutur‟, disebut Distal, adalah

„itu‟, „di sana‟, dan „pada saat itu‟.

Istilah-istilah tempat pembicara, atau pusat deiksis, sehingga „sekarang‟

umumnya dipahami sebagai acuan terhadap titik atau keadaan pada saat tuturan penutur terjadi di tempatnya. Sementara itu istilah distal menunjukkan „jauh dari penutur‟, tetapi, dalam beberapa bahasa, dapat digunakan dalam membedakan antara „dekat lawan tutur dan „jauh dari penutur maupun lawan tutur‟ dalam (Yule, 1996 : 14).

Dengan menyebut penutur („saya‟) dan lawan tutur („kamu‟) maka, perbedaan yang dijelaskan di atas tadi melibatkan deiksis persona yang dibagi menjadi 3 pembagian dasar, yang dicontohkan dengan kata ganti orang pertama (“saya”), orang kedua (“kamu”), orang ketiga (“dia laki-laki”, “dia perempuan”, atau suatu barang/sesuatu”) atau (kami, kita, mereka). Setelah mengetahui bentuk proksimal „sekarang‟ yang menunjukkan baik waktu berkenaan saat penutur berbicara maupun saat suara penutur didengar „sekarangnya pendengar‟, namun kebalikan dari „sekarang dalam ungkapan distal yaitu „pada saat itu‟

mengimplikasikan baik hubungan waktu lampau contohnya, „tanggal 22 november 1963? Saya berada di Inggris saat itu, dan baik hubungan waktu penutur sekarang contohnya, „makan malam jam 8.30 pada hari sabtu? Baik, saya akan menemui anda saat itu. Namun yang perlu diperhatikan bahwa waktu yang dimaksudkan deiksis berbeda dalam waktu yang ada di kalender , akan tetapi bentuk referensi waktu dalam deiksis ini akan dipelajari ungkapan seperti,

(39)

Semua ungkapan tergantung pada waktu tuturan. Penjelasan deiksis waktu sama dengan deiksis tempat yang dimana ruang waktu saat ujaran sedang berlangsung.

Deiksis sosial merupakan keadaan sekitar yang mengarah pada pemilihan salah satu bentuk perbedaan yang dipakai untuk lawan tutur yang sudah dikenal dibandingkan dengan bentuk yang dipakai untuk lawan tutur yang belum dikenal.

Dalam konteks sosial pada saat individu-individu secara khusus menandai perbedaan-perbedaan antar status sosial penutur dan lawan tutur, penutur yang lebih tinggi , lebih tua dan lebih berkuasa.

Akibat perubahan sosial terjadi, contohnya di Spanyol saat wanita pengusaha muda (status ekonomi lebih tinggi) sedang berbicara dengan perempuan sebagai pembantu dirumahnya yang umurnya lebih tua (status ekonomi lebih rendah) perbedaan usia tetap berpengaruh dibandingkan status ekonomi dan perempuan yang lebih tua itu menggunakan „tu‟ dan perempuan muda menggunakan „usted‟. Secara historis kata „usted‟ dalam Spanyol ini bukan untuk orang pertama penutur atau penutur kedua melainkan untuk orang ketiga (yang lainnya) penggunaan orang ketiga ini adalah salah satu interaksi antara orang luar atau jarak komunikasi yang tidak akrab.

Dari penjelasan di atas teori yang digunakan oleh penulis dalam proposal skripsi ini yaitu, teori pragmatik oleh Yule (1996) berjudul “pragmatik”. Dalam teori ini, Yule membahas semua tentang pragmatik dan deiksis serta membagi tiga dasar deiksis persona yaitu saya, kamu, dan dia laki-laki atau dia perempuan, barang dan sesuatu, tiga dasar ini akan menjadi pembahasan penulis yang ada dalam teks-teks upacara adat mangongkal holi.

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Dalam proposal skripsi ini, penulis melakukan penelitian lapangan atau metode kualitatif dimana penulis terjun langsung meneliti objek yang sesuai dengan apa yang penulis kaji sehingga data-data yang penulis peroleh langsung dari informan.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang didapatkan penulis yaitu di Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Alasan penulis memilih lokasi tersebut, karena desa tersebut masih melakukan upacara adat mangongkal holi sampai sekarang, kemudian penulis lebih dapat menjangkau lokasi, serta mendapat informan kunci yang memadai dan penutur adat Batak Toba asli.

3.3 Sumber Data Penelitian

Sumber data dari penelitian ini diperoleh dari narasumber (informan) peristiwa atau aktivitas yang dilakukan dengan mengamati dan mendengarkan yang dituturkan oleh penutur dalam setiap proses kegiatan upacara Mangongkal Holi tersebut.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan yaitu alat tulis seperti, buku dan pulpen segala data-data yang penting dari informan dicatat dengan baik yang berhubungan dengan objek. Kemudian alat perekam dan kamera seperti, telepon seluler untuk merekam percakapan yang telah di wawancarai sebagai

(41)

penyempurnaan hasil penelitian dan mendokumentasikan kegiatan proses Mangongkal Holi.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang penulis gunakan ada tiga yaitu:

1) Metode Observasi

Metode observasi yaitu, penulis melakukan langsung kelapangan untuk menanyakan kepada informan kunci secara langsung proses upacara tersebut.

2) Metode Wawancara

Metode Wawancara yaitu, penulis mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan seperti tokoh adat, masyarakat setempat.

3) Metode Pustaka

Metode Pustaka yaitu, penulis mencari buku-buku yang ada hubungannya dengan upacara mangongkal holi, dan mencari skripsi dari yang terdahulu sebagai acuan untuk memperoleh data.

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam proposal skripsi ini adalah metode pragmatik dengan langkah-langkah yang digunakan yaitu:

1) Mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan.

2) Mengurutkan seluruh rangkaian proses dalam upacara adat mangongkal holi.

3) Menentukan fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam teks upacara adat mangongkal holi.

4) Menentukan deiksis yang terdapat dalam teks upacara adat mangongkal holi. Dan membuat kesimpulan dari data yang diperoleh.

(42)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Deiksis yang Terdapat dalam Teks Upacara Adat Mangongkal Holi.

Setiap tahap dalam upacara adat mangongkal holi tidak terlepas dari adanya percakapan-percakapan antara partisipan sesuai dengan aturannya.

Percakapan dalam upacara adat mangongkal holi sudah pasti banyak terdapat deiksis. Deiksis tersebut mempunyai fungsinya masing-masing.

Sebelumnya telah diketahui pengertian deiksis yaitu suatu kata

“penunjuk”. Jenis-jenis deiksis yang penulis kaji ada empat yaitu deiksis persona, sosial, waktu dan tempat. Deiksis tersebut merupakan kata tertentu yang berada dalam percakapan. Deiksis tersebut ada yang berkaitan dengan status seseorang, merujuk kepada orang tertentu, atau merujuk kepada waktu dan tempat.

Adapun percakapan-percakapan yang terdapat pada upacara adat mangongkal holi , akan penulis paparkan beberapa dalam bentuk teks, sehingga memudahkan penulis dalam menganalisis tentang deiksis-deiksis yang terdapat dalam upacara adat mangongkal holi serta fungsi dari pada deiksis-deiksis tersebut. Adapun teks-teks dalam upacara adat mangongkal holi tersebut dan partisipan yang ada di dalam upacara adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba yaitu:

(43)

1) Hasuhuton (yang mengadakan pesta) atau anak laki-laki, anak perempuan, dan cucu yang ingin digali tuang-belulang.

2) Pangatua Huria (anggota dari pihak gereja) 3) Hula-hula (undangan)

4) Pargosi (pemain musik)

Konteks I : Hasuhuton yang ingin bertanya kepada hula-hula “dihadapan siapakah makanan/jambar ini diletakkan” agar kiranya hula-hula menjawab dari pada pertanyaan yang disampaikan oleh hasuhuton.

Suhut : Ba tu jolo ni ise ma angka rajanami peakkonnami tudutudu ni sipangonan on?

“Kehadapan siapakah diletakkan makanan/jambar ini”

Hula-hula : tu jolo ni tulang ma.

“Kedepan tulanglah”.

Dari konteks I tuturan di atas bisa dijelaskan deiksis yang dapat ditemukan yaitu sebagai berikut dalam bentuk tabel yaitu :

No Deiksis Persona

Deiksis Sosial

Deiksis Tempat

Deiksis Waktu

1. - - Tu jolo -

2. - Raja - -

3. Nami - - -

4. On - - -

(44)

Konteks II :Pangatua huria meminta kepada pemain musik (pargondang) supaya memainkan gondang, yaitu gondang mula-mula (musik pertama).

Pangatua Huria : Hamu amang pargosi nami, pande na hot di ulaon na dohot ditona hamu na somarloak bota, nahundul di tatuan hot ni bonggar ni ruma, pasahat-sahat dung dang hombar tu tona di Debata, asa manat amang unang tarrobung, nanget unang tarlissir di ruhut ni panggoalan unang adong namarlit, ala ulaon hadebataon do ulaon on amang dohot gosi-gosi muna dohot hamu asa unang haramunan. Asa pita songon somba dohot hasangapon Debata, au mangurasi ho ale pargosi dohot gosi-gosi, asa pita ma ho songon itak, uli songon baba ni mual, sai badia ma hosongon suru-suruan. Pasahat-sahat somba tu amanta na matua Debata.

“Kepada kalian pemain musik kami, pemain musik yang bagus yang selalu bersedia di setiap permintaan yang duduk di tempat yang bagus di dalam rumah menyampaikan pesan dengan perintah Tuhan, berhati-hatilah supaya tidak jatuh, pelan supaya jangan tergelincir. Sesuai dengan aturan acara ini dipimpin oleh Tuhan, supaya indah seperti Kerajaan Tuhan, oleh karena itu disini kami akan mengurasi pemain musik agar musik yang dimainkan seirama seperti air yang mengalir dan semoga kudus seperti Roh Kudus, melalui persembahan kami kepada Tuhan yang Maha Esa”.

Pargonsi : Nauli Suhut nami, mauliate.

“Kami akan melaksanakannya, terima kasih”.

(45)

Dari konteks II tuturan di atas bisa dijelaskan deiksis yang dapat ditemukan yaitu sebagai berikut dalam bentuk tabel yaitu :

No Deiksis Persona

Deiksis Sosial

Deiksis Tempat

Deiksis Waktu

1. Hamu - - -

2. Nami - - -

3. Pargosi - -

4. - - Ni ruma -

5. - - On -

6. Amang - - -

7. Au - - -

8. Ho - - -

9. Aman (ta) - - -

10. Ta - - -

Konteks III : Pada saat Pangatua Huria Menyampaikan sesuatu kepada para undangan yang hadir didalam upacara adat Mangongkal Holi.

Pangatua Huria : Titi namarisi aek pangurason songoni nang parbue pir dohot miak-miak, dohot gandang sitio suara, na mardomu tu adat ta be.

Taboto do marhite aek do dipahias Debata nasanarotak, marhite aek do dipangolu Debata nasa namanggulmit.

(46)

“Cawan yang berisi air pangurason, beras, minyak-minyak dan gendang sitio suara (suara bagus bunyinya), menurut adat istiadat, kita tahu bahwa melalui air Tuhan membasuh setiap yang kotor, melalui air pula Tuhan menghidupkan segala sesuatu”.

Teks pantun yang berkaitan dengan kata-kata yang digunakan, sementara isi berkaitan dengan konteks yang dituturkan seperti huria memberikan pantun.

Sungkun do mula ni hata, sise mula ni uhum

Saunari manukun ma hami tu hamu

Dia ma bona-bona ni parbue pir parbue sakti

Naung pinasahat muna nuaeng tu jolo nami

Tangkas ma dipaboa bona ni hasuhuton.

Hasuhuton : mauliate ma di hamu pangulani huria nami, ia saring-saring di oppung nami, asa horas jala gabe hami pinopar na tu jolo an ni ari on, pangatar ni anak on, pangatar ni boru tu jolo an ari on.

“Terima kasih kepada pangatua gereja, karena kami ingin mengangkat tulang-belulang dari orang tua kami agar kami selamat-selamat dan sampai beranak cucu, kami semua keluarga yang ditinggalkannya di kemudian hari”.

(47)

Dari konteks III tuturan di atas bisa dijelaskan deiksis yang dapat ditemukan yaitu sebagai berikut dalam bentuk tabel yaitu :

No Deiksis Persona

Deiksis Sosial

Deiksis Tempat

Deiksis Waktu

1. - - Titi -

2. Ta - - -

3. - - - Saunari

4. Muna - - -

5. - Tu jolo -

6. Nami - - -

7. Hami - - -

8. - - - Ari on

Konteks IV : Saat Hasuhuton menyampaikan sesuatu kepada orang yang sudah meninggal dunia yang akan dilakukan penggalian tulang-belulang.

Hasuhuton : Inang, marpungu hami poparan mu di son nunga sada roha nami na naeng papindahan Ompun, Inang, Bapak tu inganan na Batu na pir, sai anggiat ma pasu-pasu mi Ompun, Bapak, Inang sahat tu hami tu poparan mu sude asa anggiat nang tu sada roha nami pasu-pasu sude angka poparan mu asa anggiat gabe jolma na bisuk, songon ho Ompun, sai songon ho Bapak, soda roha nami mangulahon angka ula on nami, sai anggiat ma hami tong dijolo halak na adong di huta on songon i pe nang

(48)

hami naeng lao be di tano parserakan, pasupasu mi unang hambat tu hami. Ima dohonon hu, mauliate.

“Kepada mama ku, kami berkumpul di sini dengan satu hati untuk memindahkan tulang-belulang oppung, mama, bapak ke tempat batu yang lebih kuat/tugu. Semoga bapak, mama, oppung kami semua keturunanmu diberkati oleh Tuhan, agar kiranya menjadi manusia yang bijak seperti orang tua kami, supaya kami juga saling mendukung didalam melaksanakan perekerjaan yang baik ditengah orang yang ada dikampung ini. Begitu juga kami yang ada diperantauan semoga kami selalu diberkati Tuhan. Hanya itu yang dapat saya sampaikan, terima kasih.

Dari konteks IV tuturan di atas bisa dijelaskan deiksis yang dapat ditemukan yaitu sebagai berikut dalam bentuk tabel yaitu :

No Deikisi Persona

Deiksis Sosial

Deiksis Tempat

Deiksis Waktu

1. - Inang - -

2. Hami - - -

3. Mu - - -

4. - - Di son -

5. - - Inganan -

6. Na - - -

7. Mi - - -

8. - Poparan - -

(49)

9. Ho - - -

10. Dijolo - - -

11. - - Dihuta -

13. - - Di tano -

14. Hu - - -

Konteks V : saat Hahadoli (abangnya suami kandung) yang sedang menerangkan arti dari makanan jambar kepada hasuhuton di dalam sebuah pesta mangongkal holi.

Hahadoli : Songon nidok angka ompunta sijolojolo tubu ;

Sai jolo ninangnang do asa ninungnung sai jolo pinangan do asa sibungkun

“Seperti kata pepatah : lebih dulu dinangnang baru dinungnung, lebih dulu dimakan baru ditanya”

Yang maksudnya adalah “lebih dahulu dimakan, lalu setelah itu ditanya apa arti makanan dan daging (jambar) ini”.

Suhut : Horas ma hita gabe Hahadoli. Taringot sipanganan na soSadia i, ba sai pamurnas ma i tu pamatangmuna saudara tu bohimu na, manupak ma sahalamanuai dohot tondimuna manuai marhite-hite pasupasu sian Amanta Debata Pardenggan Basa I, sai gabe ma antong nian na niula jala sai lam siur na pinahan, asa boi dope antong hami patupahon na tumabo di hamu angka napinarsangapan tu joloan sa on. Ia nunga

(50)

manungkun haha doli taringot tu hata ni sipanganon i, ba panggabean parhorasan do pinaboana. Boti ma da hahadoli.

“Terima kasih buat saudara kami, mengenai arti dari makanan yang sudah makan bersama adalah supaya sehat bagi tubuh kita, dan mudah-mudahan doa dan permintaan kita diberkati oleh Tuhan yang Maha Esa. Agar mempunyai anak, penghasilan melimpah supaya dikemudian hari kami dapat melakukan lebih dari pada ini kepada saudara-saudara kami. Hanya itulah yang saya sampaikan hahadoli (saudara yang paling besar)”.

Hahadoli : Ba ianggo I dope lapatan ni parpunguanta sadari on, silas ni roha ma i tutu. Taringot di sipanganon na so sadia na nidok ni anggidoli ba sai asi ma antong roha ni Tuhanta, sai lam ditambai dope asi ni rohaNA di hamu anggidoli nami tu joloansa on, Bagot na marhalto ma na tubu di robean. Ba sai horas ma hami na manganho, sai lam martamba sinadongan di hamu na mangalehon.

“Kalau begitunya perkumpulan kita satu hari ini syukuri aja kalau masalah makanan yang dibilang adik tadi kiranya Tuhan memberkatinya dan berkatnya adik kami ke hari yang berikutnya. Pohon aren yang tumbuh dirawa kiranya kami selalu sehat, makanan yang kalian berikan bersama kalian”.

(51)

Dari konteks V tuturan di atas bisa dijelaskan deiksis yang dapat ditemukan yaitu sebagai berikut dalam bentuk tabel yaitu :

No Deiksis Persona

Deiksis Sosial

Deiksis Tempat

Deiksis Waktu

1. Ompu (nta) - - -

2. Ta (hita) - - -

3. - - - Sai jolo

4. - Hahadoli - -

5. Muna - - -

6. Amanta - - -

7. - napirnasangapan - -

8. - - Tu joloan -

9. - - - Nunga

10. - - - Sadaroin

11. - Anggi doli - -

12. - - - Joloansoan

13. Na - - -

14. Hamu - - -

15. - - Di robean -

(52)

Konteks VI : Ketika tuturan yang berupa pepatah yang berisi nasehat misalnya berbalas pantun antara hasuhuton dan hula-hula.

Hula-hula :Mardomu tu hata ni umpasa

“seperti kata pepatah”

Balga sungena. Balga da nang dengkena

“Besar sungainya. Besar pulalah ikannya.

Yang maksudnya adalah “Dari pekerjaan mereka terlihat bahwa mereka adalah oang kaya”.

Hasuhuton : tutu donian songon na nidokmuna i, ndada parsoon, na mora do angka ompunami haboruonmuna i, alai ianggo pomparan nasida do ndang na binoto be mndok manang na songon dia. Pos ma rohamuna, songon hata ni umpasa. Songon pidong na ndua, tu dangka ni tadatada, Na burju jala na basa do hami marhula-hula. Silehonon do soada.

“Benar yang kalian katakan, orang tua kami dulu adalah orang kaya, tetapi keturunannya belum tentu juga orang yang kaya, walaupun begitu pasti akan kami berikan seadanya seperti : Yang artinya adalah memang kami baik kepada hula-hula, tapi keadaanlah yang tidak memungkinkan “

Hula-hula : Ba na uli, pasahat ma! Alai ingot: Dolok siguragura harubuan ni ansosoit Langgo tu hula-hula. Tung so jadi do mangkoit.

“Gunung siguragura tempat tumbuhnya rumput, kepada hula-hula tidak bisa pelit-pelit.

(53)

Dari konteks VI tuturan di atas bisa dijelaskan deiksis yang dapat ditemukan yaitu sebagai berikut dalam bentuk tabel yaitu :

No Deiksis Persona

Deiksis Sosial

Deiksis Tempat

Deiksis Waktu

1. Muna - - -

2. - - - Ndadaparsoon

3. - Pomparan - -

4. Nasida - - -

5. Hami - - -

6. - Hula-hula - -

7. Nami - - -

Konteks VII : disaat acara doa yang dipimpin panatua huria.

Ale Tuhan, nunga pungu hami dibagas na marampang marhakoaon on, hatubu on ni anak, di bona, singonggom dohot nasa isuaon disiala ulaon ni suhut nami naung hamulai hami ma soanari rap dohot pargonsi nami, pasahaton pujian dohot somba nami, asa anggiat ma songon parbue pir on, pir ma tondi ni nasida, pakkohon ni si ulaon dohot miak-miak asa marmiak hami ulani tangan nasida, demban tiar, si tio suara asa tiur pinasu ni ulaon. Marhite Jesus Kristus Tuhan nami, Amen.

“Ya Tuhan disni kami telah berkumpul, di rumah yang penuh berkat, tempat kami dilahirkan dan segala isinya. Kami bersama hasuhuton dan pargonsi (pemain musik) akan memulai pesta ini. Oleh karena itu kami sampaikan puji dan syukut kepada Tuhan agar apa yang kami lakukan

(54)

sama seperti beras agar mereka kuat dan dapat bermanfaat, dan apa yang kami lakukan dapat seperti minyak yang dapat meminyaki pekerjaan tangan mereka sama seperti sirih, musik yang nyaring bunyinya. Agar melalui pesta ini apa yang kami lakukan mendapat berkat. Terima kasih Tuhan kami amin.

Dari konteks VII tuturan di atas bisa dijelaskan deiksis yang dapat ditemukan yaitu sebagai berikut dalam bentuk tabel yaitu :

No Deiksis Persona

Deiksis Sosial

Deiksis Tempat

Deiksis Waktu

1. - - - Nunga

2. - - Di bagas -

3. - - - Saonari

4. - - - -

5. - Pargonsi - -

6. Nami – 1 - - -

7. Nasida - - -

8. On

4.2 Fungsi Deiksis Yang Terdapat Dalam Teks Upacara Adat Mangongkal Holi.

Setelah kita mengetahui deiksis yang terdapat dalam upacara adat mangongkal holi dalam pembahasan di bagian sub di atas, maka adapun fungsi dari deiksis yang ditemukan di atas.

(55)

Dari konteks I tuturan di atas bisa dijelaskan fungsi deiksis yang dapat ditemukan yaitu sebagai berikut yaitu :

1) Deiksis tempat yaitu kata tu jolo berfungsi sebagai petunjuk posisi dimana peletakan jambar tersebut yang telah disediakan oleh hasuhuton dalam pesta tersebut.

2) Deiksis sosial yaitu kata rajanami dikata tersebut terdapat dua deiksis raja sebagai deiksis sosial sedangkan nami deiksis persona jamak, berfungsi sebagai petunjuk yang merujuk kepada hula-hula yang lebih tinggi derajatnya sebagai bentuk penghormatan karena memberi berkat.

3) Deiksis persona pertama jamak yaitu nami berfungsi sebagai penunjuk dimana merujuk kepada orang yang membuat pesta, atau tuturan tersebut ditunjukkan kepada suhut yang membuat pesta dalam upacara adat tersebut.

4) Deiksis persona yaitu on merujuk kepada makanan yang disajikan atau makanan (jambar) diamana diletakkan makanan tersebut dan kepada siapa makanan itu diberikan.

Dari konteks II tuturan di atas bisa dijelaskan fungsi deiksis yang dapat ditemukan yaitu sebagai berikut yaitu :

1) Deiksis persona kedua jamak yaitu hamu mengacu kepada pemain musik, karena pemain musik tidaklah satu yang ada disana melainkan ada beberapa oreang yang iringi musik dalam acara pesta tersebut.

Referensi

Dokumen terkait