• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

2.1.4 Jenis - Jenis Deiksis

Adapun jenis-jenis deiksis yang penulis ketahui yaitu;

1) Deiksis persona adalah deiksis orang atau peran peserta dalam sebuah peristiwa bahasa. Persona ini dibagi menjadi tiga, pertama yaitu orang pertama adalah kategori rujukkan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya saya, kami, dan kita.

Kedua adalah orang kedua kategori rujukan pembicara kepada seorang pendengar atau lebih yang hadir bersama orang pertama misalnya, kamu, kalian, saudara. Dan ketiga adalah orang ketika kategori yang rujukannya kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu baik hadir maupun tidak, misalnya dia, dan mereka. Deiksis persona merupakan deiksis yang paling asli diantara semua deiksis.

Menurut pendapat Oka dan Purwo (1984:21) bahwa deiksis persona merupakan dasar orientasi bagi deiksis ruang dan tempat serta waktu.

Adapun pun paparan bentuk persona dalam bentuk tabel yaitu:

Persona Tunggal Jamak

Persona ke-1 Ahu-hu-au Hami-nami-hita

Persona ke-2 Ho-mu Hamu

Persona ke-3 Ia-Ibana Halahi

Pembagian dalam ketiga persona ini atas dasar peran penutur semua seperti di atas terlihat belum memadai untuk membedakan pronomina persona Bahasa Batak Toba yang ada tabel di atas. Terhadap tiga pronomina persona tersebut pembedaan tidak dimasukkan hanya ahu dengan hita dan hami saja disatu sisi, tetapi ada juga sisi lain hita, hami, dan nami pada sisi lain. Pronomina persona ahu adalah dengan kepemilikan makna tunggal atau satu. Dalam hal ini, jumlah (number) sebagai sumber sub-dimensi semantik yang berperan sebagai dasar pembeda antara ahu dengan hita dan hami. Untuk membedakan antara hita dan hami tentu tidak lagi memperhitungkan soal jumlah karena kita tahu bahwa kedua pronomina persona ini masing-masing sudah dalam kepemilikan jamak atau lebih dari satu. Dalam hubungan aspek ini ciri perbedaan antara kedua pronomina persona hita (inklusif) artinya penutur hita menyertakan mitra tutur sebagai orang yang terliput didalamnya, dan hami (eksklusif) karena penuturnya tidak menyertakan mitra tutur terliput di dalamnya.

Pembedaan jender, misalnya, untuk membedakan pronomina persona orang ketiga tunggal “ dia perempuan dan dia laki-laki” dalam baahsa inggris “she dan he”. Hal ini juga ada didalam Bahasa Batak Toba perbedaan pronomina persona orang pertama ataupun persona orang keduanya.

Dalam tabel dapat dilihat bentuk bebasnya :

Jumlah Tunggal Jamak

Persona 1 Ahu,au Inklusif (hita) Eksklusif (hami)

Persona 2 Ho Hamu

Persona 3 Ia Halahi

Bebas dimaksud diatas sebagai bentuk lingual yang terdapat berdiri sendiri sebagai kata. Melihat penggunaannya dalam kontruksi sintaksis, bentuk bebas dapat berfungsi sebagai objek, objek langsung maupun tidak langsung dan bentuk-bentuk lainnya. Namun pada intinya pronomina orang pertama meliputi ahu, au dan hita sedangkan hami kelompok pronomina jamak. Sedangkan persona orang kedua ho yang bentuknya tunggal yang dapat ditemukan penggunaannya dari penutur yang lebih tua usianya terhadap mitra tutur yang lebih muda atau relatif sebaya dengan penutur kelompok semarga yang sama namun tidak dibenarkan melakukan pengacuan menggunakan kata ho apabila hendak menngacu mitra tutur tang lebih tua dari padanya maka penutur melakukan istilah pemanggilan dengan istilah kekerabatan yang sesuai, dan hamu jamak yang dituturkan terhadap mitra tutur yang belum diketahui indentitasnya dan perlu ada perkenalan atau dan menunggu pihak yang belum diketahui agar penutur mengenal pihak yang ditunggu. Penggunaan hamu pada mitra tutur ini terjadi misalnya, antara seorang tulang atau hula-hula dengan anak adik perempuan atau

bere yang perlu dihormati dan dimuliakan. Atau kepada lae (suami saudara perempuan ego) terhadap iparnya.

Terakhir pronomina orang ketiga yaitu kelompok orang ketiga tunggal kata ia penggunaan mengacu terhadap orang ketiga karena faktor usia dan hubungan kekerabatan antar penutur dengan orang ketiga tunggal yang diacu dan dengan mitra tutur. Sedangkam jamak orang ketiga tunggal ini halahi penggunaan bentuk kata halahi ini tidak ada pertimbangan lagi soal beda usia dan pertalian hubungan kekerabatan namun ini merupakan kata hormat. Intinya kata hamu dan halahi merupakan kata hormat.

2) Deiksis Tempat adalah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa. Semua bahasa termasuk bahasa Indonesia membedakan antara “yang dekat kepada pembicara” (di sini) dan

“yang bukan dekat kepada pembicara” (termasuk yang dekat kepada pendengar di situ) Nababan, 1987:41. Deiksis tempat ini pemberian bentuk pada lokasi ruang (tempat) dipandang dari lokasi orang/pameran dalam peristiwa berbahasa itu. Semua bahasa mana

“yang dekat kepada pembicara” ( di sini) dan “yang bukan dekat dengan pembicara” (termasuk yang dekat kepada pendengar) di situ”

dibedakan juga dengan “yang bukan dekat kepada pembicara dan pendengar” (di sana).

3) Deiksis waktu adalah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa. Dalam banyak bahasa, deiksis (rujukan) waktu ini diungkapkan dalam bentuk “kala”

(Inggris:Tense) Nababan, 1987:41. Pemakaian bentuk proksikmal

“sekarang” yang menunjukkan baik waktu yang berkenaan dengan saat penutur berbicara maupun saat suara penutur sedang didengar . kebalikan dari “sekarang”, ungkapan distal pada saat itu diimplikasikan baik hubungan waktu lampau maupun waktu yang akan datang dengan waktu penutur sekarang (yule, 2006 : 22).

4) Deiksis sosial adalah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar.

Perbedaan itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan kata. Dalam beberapa bahasa, perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan pendengar yang diwujudkan dalam seleksi atau sistem morfologi kata-kata tertentu (Nababan, 1987:42).

2.1.5 Tahap-Tahap Dalam Upacara Mangongkal Holi

Upacara adat Mangongkal Holi adalah proses menggali kembali tulang-belulang leluhur dan memindahkannya tu tano napir (tugu), yang maksudnya bangunan dari semen. Biasanya tulang-belulang dari beberapa orang leluhur digali sekaligus, dimasukkan ke dalam peti yang berukuran kecil dan disemayamkan ditempat tersebut. Kuburan baru yang dibangun megah dari semen tersebut menyatukan kerangka itu dari beberapa lokasi kedalam satu kuburan. Adapun tahap saat melakukan upacara adat mangongkal holi yaitu;

1) Setelah mendapat kesepakatan dari suhut, maka harus mengunjungi hula-hula dari orang yang akan digali untuk memberitahu rencana apa yang akan diadaka. Adapun hula-hula yang dikunjungi adalah hula-hula (simatua) dan tulang.

2) Membagi-bagi tugas (tonggo raja)

3) Pada hari akan diadakannya pesta, semua hasuhuton dan keluarga berkumpul di tempat kediaman suhut , setelah waktunya tiba maka bersiap-siaplah mereka ke makam orangtua yang akan digali sebelumnya berdoa terlebih dahulu bersama yang dipimpin salah satu pihak hula-hula. Di dalam upacara adat mangongakal holi ada ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan dalam izin penggalian kuburan atau jenazah dari hula-hula, yaitu tergantung dari jenazah siapa yang akan digali. Apabila tulang-belulang dari laki-kali yang akan digali, suhut harus meminta izin dari tulang, tulang yaitu saudara laki-laki ibu dari yang digali, dan jika tulang-belulang perempuan yang akan digali, suhut harus meminta izin dari orang tuanya atau saudara laki-lakinya.

4) Aturan-aturan dalam menggali tulang-belulang yaitu;

(1) Penatua gereja (pangula ni huria) membuat doa pembuka, kemudian mencangkul tiga kali dengan ucapan doa atas Tuhan yang Maha Esa. (2) Mertua dari opung (bona ni ari) lebih dahulu mencangkul kuburan sebanyak tiga kali. (3) Selanjutnya paman (tulang) (4) Mertua (hula-hula). (5) Keluarga laki-laki baik perempuan atau semua orang yang ingin ikut mencangkul. (6) Setelah semuanya siap, barulah diserahkan kepada menantu dari perempuan (hela). (7) Setelah siap digali, lalu diberikanlah kepada anak kandung perempuan yang digali tersebut, supaya tulang-belulang diterima dari tempat penggalian. (8) Lalu disambutlah oleh anak laki-laki yang paling besar supaya tulang-belulang yang btelah digali dapat dibersihkan. (9) Setelah dibersihkan, maka hasuhuton memberitahukan supaya semua yang dikuburkan segera dipersiapkan. (10) Suhut menyampaikan kepada paman (tulang) bahwa pekerjaan menggali tulang-belulang telah selesai.

(11) Lalu membawa tulang-belulang tersebut ke tempat yang sudah disediakan yaitu tugu atau batu yang kuat. (12) Sebelum tulang-belulang dimasukkan ke tempat yang sudah disediakan terlebih dahulu tulang-belulang dimasukkan kepeti kecil yang sudah disediakan, barulah dimasukkan ke semen (tugu). (13) Kemudian hasuhuton berbicara dengan sangat hormat kepada semua yang hadir ditempat ini. (14) Sepatah dua kata dari dongan sabutuha. (15) Sepatah dua patah kata dari boru dan hula-hula.

Adapun kelanjutan dari aturan-aturan dalam menggali tulang belulang tersebut yaitu, (16) Hasuhuton menerima berkat dengan sembah sujud dan menyampaikan terima kasih kepada seluruh yang telah hadir ditempat ini. (17) Setelah itu, penatua gereja (pangulani huria) menutup melalui doa dan nyanyian.

(18) Setelah itu makan bersama dan di sinilah diadakan makan daging (jambar).

Jambar adalah hak bagian atau hak perolehan dari milik bersama yang dibagi.

5) Pesta tambak (tempat pekumpulan) tulang-belulang yang sudah digali

Di dalam pesta upacara adat seperti ini, ada yang satu atau ada juga yang lebih dari satu (orang) tulang-belulang (saring-saring) yang digali dan dalam pesta seperi ini ada yang berbeda-beda. Dalam pesta tambak ini akan dibagikan undangan kepada orang-orang yang akan diundang. Tetapi diantara undangan yang dibuat ada pula undangan yang istimewa yang akan diberikan kepada hula-hula dari oppung yang akan digali tulang-belulang tersebut, maka undangan tersebut haruslah dibawakan jambar untuk makan bersama dirumah hula-hula setelah siap makan maka pihak yang punya pesta akan memberi tahukan agar datang kepesta tersebut, kemudian pihak yang punya pesta akan

menyampaikan uang (piso-piso) kepada hula-hula supaya uang tersebut dipergunakan untuk membeli segala keperluan seperti ulos dan sebagainya.

6) Pada hari upacara mangongkal holi berlangsung. Jika pesta yang diadakan besar maka pesta tersebut tidak diadakan sehari saja melainkan tiga hari atau empat hari.

Berikut tahap-tahapnya pesta pada upacara adat mangongkal holi;

(1) Gondang yang dilakukan untuk hasuhuton. Ada yang mengatakan istilahnya mambuat tua ni gondang, namun dizaman sekarang sudah ini jarang dipakai atau digunakan. (2) Setelah gondang untuk suhut selesai, pada acara kedua dibuat acara gondang paidua ni suhut, setelah itu dilanjutkan gondan ni boru dan acara gondang ni ale-ale untuk sahabat atau teman akrab. (3) Pada acara terakhir diadakan gondang untuk hula-hula. Jika hula-hula yanda ramai dan banyak maka diadakan secara bersama-sama dan berkumpul atau berkelompok termasuk yang meninggal dan mertua dari anaknya. Pada saat ini hula-hula menyampaikan ulos dan beras pada hasuhuton dan pada saat itu juga dipakaikan ulos kepada hasuhuton. (4) Suhut mempersiapkan makanan dengan memotong beberapa kerbau tergantung dari jumlah undangan. (6) Setelah suhut mempersiapkannya semuanya, lalu diadakan makan bersama dimulai dengan terlebih dahulu berdoa yang dipimpin oleh seorang sintua. (7) Selanjutnya dilakukan pembagian jambar. (8) Setelah itu menyampaikan sepata dua kata dari hula-hula dan undangan secara bergantian, kata-kata nasehat dari hula-hula sesuai permintaan hasuhuton karena diadakannya pesta ini untuk meminta agar kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati. (9) Setelah selesai dalam menyampaikan sepata dua kata dari hula-hula, hasuhuton dan para undangan. hasuhuton

menyampaikan terima kasih kepada undangan yang hadir, lalu doa penutup oleh penatua dan selesai.

Adapun gambar-gambar dalam ritual upacara adat Mangongkal Holi yaitu sebagai berikut:

Gambar. Pada saat dilakukan penggalian tulang-belulang.

Sumber : instazu.com

Gambar. Pada saat tulang-belulang yang sudah siap digali dan ditemukan tulangnya maka diangkat atau dikeluarkan dalam kuburan.

Sumber : instanzu.com

Gambar. Pada saat tulang-belulang dibersihkan Sumber : instanzu.com

Gambar. setelah dilakukan pembersihan terhadap tulang-belulangnya maka, tulangnya tadi ditaruh di peti kecil

Sumber : instanzu.com

Gambar. Pada saat dilakukan acara kebaktian dalam persiapan penguburan ke tugu atau batu semen.

Sumber : instanzu.com

Gambar. pada acara pemindahan tulang-belulang ke tugu atau kuburan baru yang lebih bagus yang dipimpin oleh pangatua huria dalam melakukan acaranya

kebaktian.

Sumber : instanzu.com

Gambar. Pada saat acara memasak atau parhobas memasak makanan untuk acara terakhir karena setelah selesai dalam mengubur kembali tulang nenek moyang

maka dilakukan acara makan bersama yang telah disediakan oleh pihak yang mengadakan acara dan seluruh tamu undangan ikut bersama.

Sumber : instanzu.com

Gambar. Pada saat terakhir acara yaitu makan bersama dan pembagian jambar.

Sumber : instanzu.com

2.2 Teori Yang Digunakan

Kajian bahasa melalui pragmatik dapat bermanfaat dimana dikatakan, bahwa seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan (sebagai contoh: permohonan) yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara.

(Yule, 1996 : 5).

Salah satu bentuk kajian bahasa dalam pragmatik ialah deiksis istilah yang di lakukan dalam tuturan sebagai „penunjukan‟ melalui bahasa, karena hal ini merupakan hal yang paling mendasar buat menunjuk sebuah objek. Karena deiksis mengacu pada bentuk yang terkait dengan konteks penutur, yang dibedakan sebagai secara mendasar antara ungkapan-ungkapan deiksis „dekat dari penutur‟ dan „jauh dari penutur‟.

Dalam bahasa Inggris „dekat dari penutur‟ disebut proksimal, adalah

„ini‟, „di sini‟, „sekarang‟, sedangkan „jauh‟ dari penutur‟, disebut Distal, adalah

„itu‟, „di sana‟, dan „pada saat itu‟.

Istilah-istilah tempat pembicara, atau pusat deiksis, sehingga „sekarang‟

umumnya dipahami sebagai acuan terhadap titik atau keadaan pada saat tuturan penutur terjadi di tempatnya. Sementara itu istilah distal menunjukkan „jauh dari penutur‟, tetapi, dalam beberapa bahasa, dapat digunakan dalam membedakan antara „dekat lawan tutur dan „jauh dari penutur maupun lawan tutur‟ dalam (Yule, 1996 : 14).

Dengan menyebut penutur („saya‟) dan lawan tutur („kamu‟) maka, perbedaan yang dijelaskan di atas tadi melibatkan deiksis persona yang dibagi menjadi 3 pembagian dasar, yang dicontohkan dengan kata ganti orang pertama (“saya”), orang kedua (“kamu”), orang ketiga (“dia laki-laki”, “dia perempuan”, atau suatu barang/sesuatu”) atau (kami, kita, mereka). Setelah mengetahui bentuk proksimal „sekarang‟ yang menunjukkan baik waktu berkenaan saat penutur berbicara maupun saat suara penutur didengar „sekarangnya pendengar‟, namun kebalikan dari „sekarang dalam ungkapan distal yaitu „pada saat itu‟

mengimplikasikan baik hubungan waktu lampau contohnya, „tanggal 22 november 1963? Saya berada di Inggris saat itu, dan baik hubungan waktu penutur sekarang contohnya, „makan malam jam 8.30 pada hari sabtu? Baik, saya akan menemui anda saat itu. Namun yang perlu diperhatikan bahwa waktu yang dimaksudkan deiksis berbeda dalam waktu yang ada di kalender , akan tetapi bentuk referensi waktu dalam deiksis ini akan dipelajari ungkapan seperti,

Semua ungkapan tergantung pada waktu tuturan. Penjelasan deiksis waktu sama dengan deiksis tempat yang dimana ruang waktu saat ujaran sedang berlangsung.

Deiksis sosial merupakan keadaan sekitar yang mengarah pada pemilihan salah satu bentuk perbedaan yang dipakai untuk lawan tutur yang sudah dikenal dibandingkan dengan bentuk yang dipakai untuk lawan tutur yang belum dikenal.

Dalam konteks sosial pada saat individu-individu secara khusus menandai perbedaan-perbedaan antar status sosial penutur dan lawan tutur, penutur yang lebih tinggi , lebih tua dan lebih berkuasa.

Akibat perubahan sosial terjadi, contohnya di Spanyol saat wanita pengusaha muda (status ekonomi lebih tinggi) sedang berbicara dengan perempuan sebagai pembantu dirumahnya yang umurnya lebih tua (status ekonomi lebih rendah) perbedaan usia tetap berpengaruh dibandingkan status ekonomi dan perempuan yang lebih tua itu menggunakan „tu‟ dan perempuan muda menggunakan „usted‟. Secara historis kata „usted‟ dalam Spanyol ini bukan untuk orang pertama penutur atau penutur kedua melainkan untuk orang ketiga (yang lainnya) penggunaan orang ketiga ini adalah salah satu interaksi antara orang luar atau jarak komunikasi yang tidak akrab.

Dari penjelasan di atas teori yang digunakan oleh penulis dalam proposal skripsi ini yaitu, teori pragmatik oleh Yule (1996) berjudul “pragmatik”. Dalam teori ini, Yule membahas semua tentang pragmatik dan deiksis serta membagi tiga dasar deiksis persona yaitu saya, kamu, dan dia laki-laki atau dia perempuan, barang dan sesuatu, tiga dasar ini akan menjadi pembahasan penulis yang ada dalam teks-teks upacara adat mangongkal holi.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Dalam proposal skripsi ini, penulis melakukan penelitian lapangan atau metode kualitatif dimana penulis terjun langsung meneliti objek yang sesuai dengan apa yang penulis kaji sehingga data-data yang penulis peroleh langsung dari informan.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang didapatkan penulis yaitu di Desa Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Alasan penulis memilih lokasi tersebut, karena desa tersebut masih melakukan upacara adat mangongkal holi sampai sekarang, kemudian penulis lebih dapat menjangkau lokasi, serta mendapat informan kunci yang memadai dan penutur adat Batak Toba asli.

3.3 Sumber Data Penelitian

Sumber data dari penelitian ini diperoleh dari narasumber (informan) peristiwa atau aktivitas yang dilakukan dengan mengamati dan mendengarkan yang dituturkan oleh penutur dalam setiap proses kegiatan upacara Mangongkal Holi tersebut.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan yaitu alat tulis seperti, buku dan pulpen segala data-data yang penting dari informan dicatat dengan baik yang berhubungan dengan objek. Kemudian alat perekam dan kamera seperti, telepon seluler untuk merekam percakapan yang telah di wawancarai sebagai

penyempurnaan hasil penelitian dan mendokumentasikan kegiatan proses Mangongkal Holi.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang penulis gunakan ada tiga yaitu:

1) Metode Observasi

Metode observasi yaitu, penulis melakukan langsung kelapangan untuk menanyakan kepada informan kunci secara langsung proses upacara tersebut.

2) Metode Wawancara

Metode Wawancara yaitu, penulis mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan seperti tokoh adat, masyarakat setempat.

3) Metode Pustaka

Metode Pustaka yaitu, penulis mencari buku-buku yang ada hubungannya dengan upacara mangongkal holi, dan mencari skripsi dari yang terdahulu sebagai acuan untuk memperoleh data.

3.6 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam proposal skripsi ini adalah metode pragmatik dengan langkah-langkah yang digunakan yaitu:

1) Mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan.

2) Mengurutkan seluruh rangkaian proses dalam upacara adat mangongkal holi.

3) Menentukan fungsi-fungsi deiksis yang terdapat dalam teks upacara adat mangongkal holi.

4) Menentukan deiksis yang terdapat dalam teks upacara adat mangongkal holi. Dan membuat kesimpulan dari data yang diperoleh.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Deiksis yang Terdapat dalam Teks Upacara Adat Mangongkal Holi.

Setiap tahap dalam upacara adat mangongkal holi tidak terlepas dari adanya percakapan-percakapan antara partisipan sesuai dengan aturannya.

Percakapan dalam upacara adat mangongkal holi sudah pasti banyak terdapat deiksis. Deiksis tersebut mempunyai fungsinya masing-masing.

Sebelumnya telah diketahui pengertian deiksis yaitu suatu kata

“penunjuk”. Jenis-jenis deiksis yang penulis kaji ada empat yaitu deiksis persona, sosial, waktu dan tempat. Deiksis tersebut merupakan kata tertentu yang berada dalam percakapan. Deiksis tersebut ada yang berkaitan dengan status seseorang, merujuk kepada orang tertentu, atau merujuk kepada waktu dan tempat.

Adapun percakapan-percakapan yang terdapat pada upacara adat mangongkal holi , akan penulis paparkan beberapa dalam bentuk teks, sehingga memudahkan penulis dalam menganalisis tentang deiksis-deiksis yang terdapat dalam upacara adat mangongkal holi serta fungsi dari pada deiksis-deiksis tersebut. Adapun teks-teks dalam upacara adat mangongkal holi tersebut dan partisipan yang ada di dalam upacara adat mangongkal holi pada masyarakat Batak Toba yaitu:

1) Hasuhuton (yang mengadakan pesta) atau anak laki-laki, anak perempuan, dan cucu yang ingin digali tuang-belulang.

2) Pangatua Huria (anggota dari pihak gereja) 3) Hula-hula (undangan)

4) Pargosi (pemain musik)

Konteks I : Hasuhuton yang ingin bertanya kepada hula-hula “dihadapan siapakah makanan/jambar ini diletakkan” agar kiranya hula-hula menjawab dari pada pertanyaan yang disampaikan oleh hasuhuton.

Suhut : Ba tu jolo ni ise ma angka rajanami peakkonnami tudutudu ni sipangonan on?

“Kehadapan siapakah diletakkan makanan/jambar ini”

Hula-hula : tu jolo ni tulang ma.

“Kedepan tulanglah”.

Dari konteks I tuturan di atas bisa dijelaskan deiksis yang dapat ditemukan yaitu sebagai berikut dalam bentuk tabel yaitu :

No Deiksis

Konteks II :Pangatua huria meminta kepada pemain musik (pargondang) supaya memainkan gondang, yaitu gondang mula-mula (musik pertama).

Pangatua Huria : Hamu amang pargosi nami, pande na hot di ulaon na dohot ditona hamu na somarloak bota, nahundul di tatuan hot ni bonggar ni ruma, pasahat-sahat dung dang hombar tu tona di Debata, asa manat amang unang tarrobung, nanget unang tarlissir di ruhut ni panggoalan unang adong namarlit, ala ulaon hadebataon do ulaon on amang dohot gosi-gosi muna dohot hamu asa unang haramunan. Asa pita songon somba dohot hasangapon Debata, au mangurasi ho ale pargosi dohot gosi-gosi, asa pita ma ho songon itak, uli songon baba ni mual, sai badia ma hosongon suru-suruan. Pasahat-sahat somba tu amanta na matua Debata.

“Kepada kalian pemain musik kami, pemain musik yang bagus yang selalu bersedia di setiap permintaan yang duduk di tempat yang bagus di dalam rumah menyampaikan pesan dengan perintah Tuhan, berhati-hatilah

“Kepada kalian pemain musik kami, pemain musik yang bagus yang selalu bersedia di setiap permintaan yang duduk di tempat yang bagus di dalam rumah menyampaikan pesan dengan perintah Tuhan, berhati-hatilah

Dokumen terkait