• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Model Pembelajaran Vokasional Berbasis Inovasi, Kreatifif, Orientasi Produksi Dan Berkarakter (Inkre-Prokar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengembangan Model Pembelajaran Vokasional Berbasis Inovasi, Kreatifif, Orientasi Produksi Dan Berkarakter (Inkre-Prokar)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)Pengembangan Model Pembelajaran Vokasional Berbasis Inovasi, Kreatifif, Orientasi Produksi Dan Berkarakter (Inkre-Prokar) R. Mursid. Dosen Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik dan Teknologi Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Medan Sumatera Utara. ___________________________________________________________________________ Abstrak Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengembangkan model pembelajaran yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran di SMK; dan (2) menguji efektifitas model pembelajaran.Penelitian ini menggunakan pendekatan Research and development.Fokus penelitian dilakukan di SMK Kota Medan. Tahapan proses penelitian dan pengembangan dilakukan secara bertahap, yang mana pada setiap langkah yang dikembangkan selalu mengacu pada hasil langkah-langkah sebelumnya dan pada akhirnya diperoleh suatu produk pendidikan yang baru.Teknik analisis data dalam penelitian dan pengembangan ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Untuk mengukur hasil penerapan desain model menggunakan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) produk berupa model pembelajaran yang dikembangkan layak dan cocok dogunakan dalam pembelajaran pada siswa SMK; (2) proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang dikembangkan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan di bandingkan dengan proses pembelajaran yang selama ini dilakukan guru; (3) pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang dikembangkan dapat lebih efektif dan meningkatkan kompetensi siswa. Kata Kunci:. pengembangan model pembelajaran vokasional, inovasi, kreatif, orientasi produksi, karakter. ___________________________________________________________________________ PENDAHULUAN. Pendidikan kejuruan (vokasional) adalah suatu bentuk pendidikan di mana orang di lengkapi dengan keterampilan praktis yang akan memungkinkan mereka untuk terlibat dalam karir yang melibatkan manual atau kemampuan praktis.School-to-Work opportunity merupakan pengembangan kebijakan yang sangat berarti dalam bidang persiapan tenaga kerja. Pengembangan pendidikan bidang teknologi dan kejuruan perlu mempertimbangkan keterkaitan antara beberapa faktor yang bersifat technocultural. Keempat faktor tersebut adalah: (1) hubungan industri (industrial relationships); (2) perubahan teknologi (innovation); (3) organisasi pekerjaan (work organization); dan (4) formasi kompetensi (skills). Perubahan yang sangat cepat pada aspek ekonomi, sosial dan teknologi mengharuskan seluruh masyarakat perlu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan secara berkelanjutan, sehingga mereka dapat hidup dan bekerja dengan baik dalam masyarakat berpengetahuan.. 3747.

(2) Pada saat ini pendidikan kejuruan menghadapi banyak tantangan dan peluang sebagai akibat dari perubahan struktur pekerjaan masyarakat dan perkembangan teknologi. Keadaan ini memunculkan berbagi isu-isu baru seperti: bagaimana posisi pendidikan kejuruan di era perubahan dan bagaimana mereposisi sistem pendidikan kejuruan untuk menghasilkan tenaga kerja yang unggul menghadapi perubahan. Pemahaman tantangan dan peluang tersebut jika dikaitkan dengan arah pengembangan pendidikan kejuruan di level pendidikan menengah dan pendidikan tinggi mencakup aspek relevansi, yaitu relevansi proses dan hasil pendidikan dengan kebutuhan stake holder. Keberhasilan relevansi dari lembaga pendidikan (SMK dan perguruan tinggi) diukur dari kinerja lulusannya dalam melaksanakan profesinya di dunia kerja dengan bekal pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang diperoleh di lembaga pendidikan. Dalam konteks pengetahuan, peserta didik perlu dibekali pengetahuan untuk melaksanakan pekerjaan dan memecahkan permasalahan masa kini, serta kemampuan memprediksi kebutuhan perkembangan pekerjaan masa yang akan datang. Dengan demikian, proses pendidikan kejuruan memerlukan adanya lingkungan kondusif yang memungkinkan peserta didik mengembangkan kreativitas dan karya inovatifnya, serta selalu berpikir menciptakan lapangan kerja. Dalam konteks keterampilan, peserta didik perlu dibekali keterampilan atau kompetensi untuk melakukan pekerjaan yang relevan di dunia kerja dan memecahkan permasalahan yang ada di tempat pekerjaan.. Ini berarti bahwa proses. pendidikan kejuruan memerlukan standar mutu pendidikan kejuruan. Satu dari beberapa faktor yang terkait dengan standar mutu pendidikan kejuruan adalah efektivitas pembelajaran, yang didalamnya mencakup asesmen hasil belajar. Hasil belajar (apa yang dipelajari di sekolah) merupakan indikator tentang pendidikan kejuruan sebagai penyedia pasar kerja. Hasil belajar (learning outcomes) yang diukur adalah kemampuan kognitif, sikap dan nilai (watak) dan keterampilan. Peningkatan kualitas dan proses pembelajaran di SMK perlu secara kreatif mengembangkan konsep-konsep pembelajaan dan pendidikan baru yang lebih komprehensif sekaligus kompetitif. Hal ini dapat dilakukan dengan pembaharuan model, strategi, metode, dan media pembelajaran yang lebih fleksibel, dengan menempatkan siswa sebagai subyek (student-centered learning = SCL), dibandingkan sebagai obyek pendidikan. Konsep pendidikan juga perlu didesain untuk menumbuhkan kemitraan dengan du/di, semangat kewirausahaan dan peningkatan vocational skill,soft skills serta success skills, sehingga lulusan SMK akan mempunyai karakter percaya diri yang tinggi, memiliki kearifan terhadap 3748.

(3) nilai-nilai sosial dan berkarakter bangsa yang berkualitas, kemandirian serta jiwa kepemimpinan yang kuat. Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter. sebagaimana. diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.” Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional --UUSPN). Pembudayaan kompetensi berkarakter di SMK diharapkan dapat memenuhi kebutuhan untuk: (1) mengembangkan keterampilan kognitif dan psikomotorik individu siswa (Emmerik, Bekker, & Euwema, 2009; Kellet, Humphrey, & Sleeth, 2009); (2) mengembangkan attitude (Stumpf, 2009), nilai-nilai luhur budaya; (3) mengembangkan apresiasi positif terhadap pekerjaan dan membangun budaya kerja (Heinz, 2009), membangun budaya belajar, budaya kreatif dan budaya produktif (Thompson, 1973; Gill, Dar, & Fluitman, 2000), melestarikan dan mengembangkan alam dan budaya daerah; (4) mempersiapkan siswa untuk bekerja, berwirausaha, atau meneruskan ke perguruan tinggi (Wardiman,1998); (5) memberdayakan siswa untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak (Gill, Dar, & Fluitman, 2000); (6) mengembangkan karier sesuai dengan kompetensi keahlian yang dipilih (Kellet, Humphrey, Sleeth, 2009); (7) melibatkan masyarakat pemangku kepentingan secara luas, utuh, benar, dan bertanggungjawab (McGrath, S., 2009, Pavlova, 2009); (8) penarikan investasi luar negeri khususnya di bidang industri jasa pariwisata; dan (9) perluasan akses pendidikan (Rojewski, 2009). Artinya pengembangan SMK memerlukan pola pembudayaan kompetensi yaitu sebuah pola yang 3749.

(4) dapat membangun budaya belajar dan budaya bekerja yang bermakna baik secara mikro pada diri siswa, pendidik, tenaga kependidikan dan secara makro antar manusia, antara manusia dengan lingkungan, dan antara manusia dengan pencipta Tuhan Yang Maha Esa. Pengembangan model pembelajaran ini sangat dibutuhkan untuk mendidik karakter siswa (character building) dan image lembaga pendidikan SMK yang dikelola. Oleh karena itu kurikulum kedepan dalam strategi pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran yang dikembangkan ini mampu: (1) membekali siswa agar dapat digunakan untuk menciptakan kerja sendiri (wirausaha) atau bekerja di DU/DI, (2) mengembangkan kedisiplinan siswa, (3) menciptakan character building, (5) mempermudah siswa untuk mendapatkan pekerjaan, (4) menciptakan lulusan yang dihasilkan sesuai dengan standar sekolah dan standar kebutuhan dunia kerja, dan (5) meningkatkan dan menciptakan keunggulan, sekaligus bekal beradaptasi terhadap perkembangan IPTEKS. Pemberlakuan Keputusan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas No.251/C/KEP/MN/2008 tentang Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan, merupakan suatu sinyal bahwa orientasi tujuan kurikulum di SMK senantiasa mengalami penyesuaian yang signifikan. Penyesuaian dimaksud adalah dengan meningkatnya tuntutan kompetensi yang disyaratkan dunia industri pada lulusan SMK sebagai dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penetapan benchmark kompetensi keahlian dan kompetensi kerja.Hal ini mengacu pada penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang ditetapkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, kementerian teknis terkait (PU dan Perindustrian) serta Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Menurut Rupert Evans (1978) pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu berkerja pada suatu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan dari pada bidang-bidang perkerjaan lainnya. Sedangkan menurut UU No. 2 Sisdiknas th. 2003: Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan perserta didik untuk dapat berkerja dalam bidang tertentu. Atau yang lebih spesifik dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah, yaitu: Pendidikan Menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk pelaksanaan jenis pekerjaan tertentu. Dari definisi di atas dapat disimpulkan Pendidikan Kejuruan adalah Pendidikan yang mempersiapkan perserta didiknya untuk memasuki lapangan kerja. Kompetensi oleh Bunk, Kaizer & Zedler (1991) diidentifikasi dalam empat kelompok, yaitu: (1) Vacational competence, melaksanakan pekerjaan pada kegiatan spesifik, (2) 3750.

(5) Methodical competence, adalah reaksi sistemik dan tindakan sistemik pada setiap tantangan diperlihatkan sebagai unjuk kerja, guna memperoleh solusi independentdan mampu menggunakan pengalaman guna mendapatkan cara bermakna untuk menanggulangi masalahmasalah pekerjaan, (3) Social competence, yakni kemampuan berkomunikasi dengan pihak lain dan bekerjasama dengan cara co-operatif, memperlihatkan perilaku berorientasi kepada kelompok dan berempati, (4) Participative competence, yakni kemahiran kerja dan adaptasi terhadap lingkungan kerja dalam arti luas, kemampuan mengorganisasi dan membuat keputusan, dan kesiapan mengambil tanggungjawab. Proses pendidikan yang menggunakan pendekatan kompetensi akan sangat terkait dengan jenis dan tingkat kompetensi yang dibutuhkan industri. Proses ini diawali dengan menganalisis dan mengidentifikasi kompetensi apa saja yang dibutuhkan dan dilanjutkan dengan standarisasi masing-masing tingkat kompetensi. Oleh karena itu model pendekatan ini menempatkan industri sebagai penentu dan lembaga pendidikan lebih cenderung sebagai penyedia tenaga kerja dengan jenis dan tingkat keterampilan yang dibutuhkan industri. Penyelenggaraan pendidikan yang menggunakan pendekatan kompetensi (competency-based approach) membutuhkan model pembelajaran yang berbeda dengan model pembelajaran dengan pendekatan yang menekankan pada pemberian materi pembelajaran. Pendidikan berbasis kompetensi merupakan proses kelembagaan yang mengalihkan dari fokus pembelajaran pada guru (teacher-focused) kepada proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa dan tempat kerja (student and/or workplace focused). Model pembelajaran menurut Mager (1967), bahwa proses pembelajaran memerlukan tiga tahap: (1) tahap persiapan (preparation phase), (2) tahap pengembangan (development phase), dan (3) tahap perbaikan/kemajuan (improvement phase).. Tahap persiapan. direncanakan untuk memberikan jaminan bahwa informasi dan praktek yang penting untuk suatu pekerjaan tertentu benar-benar termasuk dalam pembelajaran.Pertama melakukan analisis pekerjaan, berikutnya analisis tugas, membuat tujuan pembelajaran, dan menguji. Tahap pengembangan melalui unit outlining yaitu tugas kerja agar supaya pada akhir unit peserta dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya ia tidak dapat lakukan, sequencing, content selection, procedures selection, sequencing and lesson plan completion, dan course tryout. Kaitannya dengan pengembangan model pembelajaran berfungsi mengarahkan kita untuk mendesain pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pembelajaran agar tercapai pembelajaran yang efektif, efisien, berdaya tarik, dan humanis.Joice (1996) menjelaskan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu 3751.

(6) pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat perangkat pembelajaran serta mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran untuk membantu pebelajar sedemikian hingga tujuan pembelajaran tercapai. Model pembelajaran dikembangkan dan dirancang sesuai dengan kebutuhan siswa yang berorientasi pada produk. Sistem pengajarannya harus dapat membangun siswa untuk berkreasi, berinovasi, dan penciptaan produk. Pembelajaran dengan model yang dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa SMK. Inovatif (innovative) yang berarti new ideas or techniques, merupakan kata sifat dari inovasi (innovation) yang berarti pembaharuan, juga berasal dari kata kerja innovate yang berarti make change atau introduce new thing (ideas or techniques) in oerder to make progress. Pembelajaran, merupakan terjemahan dari learning yang artinya belajar, atau pembelajaran.Jadi, pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang dikemas oleh pebelajar atas dorongan gagasan barunya yang merupakan produk dari learning how to learn untuk melakukan langkah-langkah belajar, sehingga memperoleh kemajuan hasil belajar. Pembelajaran inovatif juga mengandung arti pembelajaran yang dikemas oleh guru atau instruktur lainnya yang merupakan wujud gagasan atau teknik yang dipandang baru agar mampu memfasilitasi pebelajar untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar. Dalam proses pembelajaran, paradigma baru pembelajaran sebagai produk inovasi lebih menyediakan proses untuk mengembalikan hakikat siswa ke fitrahnya sebagai manusia yang memiliki segenap potensi untuk mengalami becoming process dalam mengembangkan kemanuasiaanya. Oleh sebab itu, apapun fasilitas yang dikreasi untuk memfasilitasi siswa dan siapapun fasilitator yang akan menemani siswa belajar, seyogyanya bertolak dari dan berorientasi pada apa yang menjadi tujuan belajar siswa. Tujuan belajar yang orisinil muncul dari dorongan hati (mode = inrtinsic motivation). Paradigma pembelajaran yang mampu mengusik hati siswa untuk membangkitkan mode mereka hendaknya menjadi fokus pertama dalam mengembangkan fasilitas belajar. Paradigma hati tersebut akan membangkitkan sikap positif terhadap belajar, sehingga siswa siap melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam menjalani ivent belajar. Pembelajaran inovatif, kreatif dan produktif merupakan model yang dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Pendekatan tersebut antara lain: belajar aktif, kreatif, konstruktif, kolaboratif dan kooperatif. Karakteristik penting dari setiap pendekatan tersebut diintegrasikan sehingga menghasilkan produk yang bersumber dari pemahaman 3752.

(7) mereka terhadap konsep yang sedang dikaji. Beberapa karakteristik tersebut adalah sebagai berikut: 1) Katerlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran. Keterlibatan ini difasilititasi melalui pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksplorasi dari konsep dari bidang ilmu yang sedang dikaji serta menafsirkan hasil eksplorasi tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk menjelajahi berbagai sumber yang relevan dengan topik/konsep/masalah yang sedang dikaji. Eksplorasi ini akan memungkinkan siswa melakukan interaksi untuk mengkonstruksi pengetahuan. 2) Siswa didorong untuk menemukan/mengkonstruksi sendiri konsep yang sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan dengan berbagai cara, seperti observasi, diskusi, atau percobaan. Dengan cara ini, konsep tidak ditransfer oleh guru kepada siswa, tetapi dibentuk sendiri oleh siswa, berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang terjadi ketika melakukan eksplorasi serta interprestasi. Dengan perkataan lain siswa didorong untuk membangun makna dari pengalamannya, sehingga pemahamannya terhadap fenomena yang sedang dikaji menjadi meningkat. Di samping itu, siswa didorong untuk memunculkan berbagai sudut pandang terhadap topik/konsep/masalah yang sama, dan untuk mempertahankan sudut padangnya dengan menggunakan argumentasi yang relevan. Hal-hal ini merupakan salah satu realisasi hakekat konstruktivisme dalam pembelajaran. 3) Siswa diberi kesempatan untuk bertanggungjawab menyelesaikan tugas bersama. Kesempatan ini diberikan melalui kegiatan eksplorasi, interprestasi, dan re-kreasi. Di samping itu, siswa juga mendapat kesempatan untuk membantu temannya dalam menyelesaikan satu tugas. Kebersamaan, baik dalam eksplorasi, interprestasi, serta rekreasi dan pemajangan hasil merupakan arena interaksi yang memperkaya pengalaman. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengembangkan. model pembelajaran INKRE-. PROKAR yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran di SMK; dan (2) menguji efektifitas model pembelajaran INKRE-PROKAR.Model pembelajaranINKREPROKARini mampu memberikan sumbangan dalam pengembangan pendidikan yang berkualitas di SMK.Pengembangan model pembelajaran secara sinergis dan colaboratif mampu menghasilkan kompetensi yang maksimal dalam pembelajaran, sehingga diharapkan berdampak pada pembentukan karakter anak bangsa yang berkualitas pada lulusan SMK.. 3753.

(8) METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan.Penelitian dan pengembangan dalam pendidikan meliputi beberapa tahapan dimana didalamnya suatu produk dikembangkan, diteskan, dan direvisi sesuai hasil lapangan.Karena. penelitian. Research and Development termasuk penelitian kualitatif, yang merupakan perbatasan dari pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dan terutama untuk menjembatani kesenjangan antara penelitian dan praktek pendidikan. Dalam penelitian ini tidak menggunakan populasi secara umum, tetapi terbatas untuk menggali kedalaman fenomena. Tahapan proses penelitian dan pengembangan dilakukan secara bertahap, yang mana pada setiap langkah yang dikembangkan selalu mengacu pada hasil langkah-langkah sebelumnya dan pada akhirnya diperoleh suatu produk pendidikan yang baru. Langkahlangkah dalam R & D terdiri dari sepuluh langkah, yaitu: (1) research and information collecting, (2) planning, (3) develop preliminary from of product, (4) preliminary field testing, (5) main product revision, (6) main field testing, (7) operational product revision, (8) operational field testing, (9) final product revision, and (10) dissemination and implementation. Perencanaan strategi pembelajaran dalam pengembangan model menggunakan rancangan Dick & Carey (1985;1996;2005) dengan mengacu pada sepuluh tahapan pengembangan.Untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran yang dikembangkan dilakukan pendekatan eksperimen penelitian dengan quasi eksperiment dengan rancangan control group post test only. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan, dilakukan secara langsung dengan mengumpulkan data bersifat deskriptif yang berproses serta analisis data bersifat induktif. Secara keseluruhan model pembelajaran agar efektif, efisien, dan menarik dilakukan proses siklus penelitian dan pengembangan yang dikenal sebagai “The R & D cycle” (penelitian Research and Development). Adapun pelaksanaan penelitian ini mengikuti langkah-langkah: (1) survey pendahuluan, (2) perencanaan; model pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, (3) validasi model, (4) uji coba model dan (5) melakukan revisi model. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada SMK di kota Medan. Subyek penelitian adalah siswa kelas XII SMK Bidang Studi Keahlian Teknologi dan Rekayasa.Sasaran antara lain siswa, guru, instruktur, pelaku dunia usaha dan industri, para pakar/ahli bidang studi. Instrumen pengumpulan data yang dikembangkan dalam penelitian ini berkaitan dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan pada masing-masing tahap penelitian, yaitu: 3754.

(9) (1) kuesioner (daftar pertanyaan), dan daftar centang (check list), digunakan untuk mengajukan pertanyaan dan observasi pada tahap studi pendahuluan, (2) daftar pertanyaan dan daftar centang, juga digunakan untuk mengajukan pertanyaan dan observasi dalam tahap pengembangan (ujicoba terbatas dan ujicoba lebih luas/utama), serta tes hasil pembelajaran (penerapan desain model) berupa tes objektif dan tes tindakan (performance test) digunakan untuk mengukur peningkatan kompetensi siswa dalam rangka menilai tingkat keterterapan desain model pada tahap ujicoba terbatas dan ujicoba utama, (3) tes objektif dan tes tindakan (performance test) pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diterapkan pada tahap validasi, untuk mengukur peningkatan kompetensi siswa dalam rangka mengukur menilai dampak penerapan model pembelajaran. Teknik analisis data dalam penelitian dan pengembangan ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Semua data yang terkumpul dianalisis dengan teknik statistik deskriptif yang secara kuantitatif dipisahkan menurut kategori untuk mempertajam penilaian dalam menarik kesimpulan. Analisis data dalam penelitian dan pengembangan ini dijelaskan dalam tiga, yaitu tahap studi pendahuluan, pengembangan dan validasi. Pada tahap pengembangan beberapa pendekatan analisis yang digunakan yaitu: (1) pelaksanaan dan hasil pengembangan desain model, dideskripsikan dalam bentuk sajian data, kemudian dianalisis secara kualitatif, (2) pada ujicoba terbatas, hasil ujicoba penerapan desain model dianalisis dengan pendekatan kuantitaif, (3) pada ujicoba lebih luas, di samping menggunakan pendekatan analisis deskriptif kualitatif, juga digunakan analisis statistik (kuantitatif), dengan formula statistikuji-t (t-test) untuk mengukur hasil penerapan desain model pada kondisi sebelum (pra) dan sesudah (pasca) penerapan.Pada tahap validasi, keberartian dan efektivitas hasil penerapan model dianalisis menggunakan pendekatan kuantitatif (quasi exsperimental), dengan membandingkan hasil pada kelompok (subjek penelitian) eksperimen dan kelompok kontrol, pada kondisi sebelum dengan sesudah penerapan.. 3755.

(10) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Berdasarkan data hasil studi pendahuluan melalui penyebaran instrumen persepsi guru dalam penyelenggaraan pembelajaranINKRE-PROKAR, masing-masing ditunjukkan pada tabel 1berikut ini. Tabel 1.PersepsiGurudalam Proses Pembelajaran INKRE-PROKAR Penyelenggaraan PembelajaranINKRE-PROKAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.. Mengorganisasian pembelajaran Komunikasi secara efektif dalam pembelajaran Penguasaan dan antusiasme dalam pembelajaran Sikap positif terhadap siswa dalam pembelajaran Pemberian umpan balik/balikan dan penilaian Strategi/pendekatan pembelajaran Hasil belajar siswa Sarana dan prasarana, fasilitas pendukung dan lingkungan belajar. Prosentase Keberhasilan 82,34 85,56 85,78 86,54 81,72 76,55 86,48 87,77. Berdasarkan data hasil studi pendahuluan melalui penyebaran instrumen persepsi siswa dalam penyelenggaraan pembelajaranINKRE-PROKAR, masing-masing ditunjukkan pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2.PersepsiSiswadalam Penyelenggaraan Pembelajaran Penyelenggaraan PembelajaranINKRE-PROKAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.. Mengorganisasian pembelajaran Komunikasi secara efektif dalam pembelajaran Penguasaan dan antusiasme dalam pembelajaran Sikap positif terhadap siswa dalam pembelajaran Pemberian umpan balik/balikan dan penilaian Strategi/pendekatan pembelajaran Hasil belajar siswa. Prosentase Keberhasilan 84,56 85,25 81,74 83,56 86,34 78,14 83,24. Berdasarkan data hasil survei yang dilakukan terhadap kualitas pembelajaran guru dalam uji coba utama.. 3756.

(11) Tabel 3. Hasil Kualitas Pembelajaran pada Uji Coba Utama Kualitas Pembelajaran Pada Hasil Uji Coba Utama A. B. C. D.. Pengorganisasian Pembelajaran Penyampaian Pembelajaran Pengelolaan Pembelajaran Kualitas Pembelajaran (Pengorganisasian, Penyampaian, dan Pengelolaan Pembelajaran). Prosentase Keberhasilan 91,73 90,22 92,27 93,15. Berdasarkan data hasil observasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan pembelajaranINKREPROKAR. Tabel 4. Hasil Keterterapan Pelaksanaan Pembelajaran pada Uji Coba Utama Keterterapan Pelaksanaan PembelajaranINKRE-PROKAR I. Pra Pembelajaran Praktik II. Kegiatan Inti Pembelajaran: A. Penguasaan materi pembelajaran B. Pendekatan/Strategi pembelajaran C. Pemanfaatan sumber/media pembelajaran D. Pembelajaran yang memicu keterlibatan siswa E. Penilaian proses dan hasil belajar F. Penggunaan bahasa G. Penutup. Prosentase Keberhasilan 85,34 81,26 82,23 77,03 84,30 88,12 82,28 88,23. Berdasarkan data hasil survei melalui angket yang dilakukan terhadap proses pelaksanaan pembelajaran INKRE-PROKARdengan menggunakan desain model yang dikembangkan terhadap penilaian siswa pada uji coba utama. Tabel 5. Hasil Penilaian Siswa terhadap Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan Model Pembelajaran INKRE-PROKARpada Uji Coba Utama Kriteria Penilaian terhadap Penerapan Pelaksanaan Model pembelajaranINKRE-PROKAR A. Mudah dipahami dan dimengerti dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang dikembangkan bagi siswa B. Menyenangkan, membuat bersemangat bekerja dan belajar, berkeinginan untuk berkembang, menjadi akrab, dan dapat melakukan kerjasama dengan baik bagi siswa. C. Meningkatkan dalam belajar dan bekerja, dan meningkatkan kompetensi siswa Rata-rata penilaian siswa terhadap penerapan model pembelajaranINKRE-PROKAR. 3757. Prosentase Keberhasilan 90,19 89,26 89,55 89,66.

(12) Hasil pra-eksperimen dilakukan terhadap uji coba utama menggunakan metode pembelajaran INKRE-PROKAR. Pelaksanakan penelitian Pra-eksperimen dalam bentuk One-Group Pretest-Posttest Design. Berikut ini dipaparkan hasil pre-test dan post-test responden. Tabel 6. Hasil Pre-Test dan Post-Test Responden Pada Uji Coba Utama Model Responden A. Pre-test B. Post-test. Prosentase Keberhasilan 67,54 82,32. Berdasarkan tabel di atas hasil Pre-test dan Post-test responden pada uji coba utama bahwa pada pre-test hasil yang dicapai = 67,54% adalah belum kompeten, namun hasil posttest naik menjadi 82,32% adalah sudah kompeten. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran INKRE-PROKARhasilnya efektif dengan peningkatan sebesar 15% terhadap peningkatan aspek kognitif skill siswa. Efektivitas Model Pembelajaran Berdasarkan analisis data terhadap pelakasanaan model pembelajaran INKREPROKARdari uji coba terbatas, uji coba lebih luas dan dari kelompok eksperimen yang dalam pelaksanaannya menggunakan model pembelajaran yang dikembangkan. Berdasarkan angket yang diberikan kepada siswa, dapat dideskripsikan tentang dampak penerapan model pembelajaran terhadap pelaksanaan tugas guru yang mencakup tugas dalam merencanakan proses pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran dan mengevaluasi proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran. Disamping itu juga terhadap kemudahan siswa dalam menyerap, melaksanakan, termotivasi, terdorong dalam belajar, peningkatan kompetensi pembelajaran dengan model pembelajaran INKRE-PROKARyang dikembangkan.Deskripsi tentang dampak tersebut secara spesifik dapat dijelaskan dan dilihat dalam tabel berikut ini.. 3758.

(13) Tabel 7. Deskripsi. Penilaian. Siswa. terhadap. Pelaksanaan. Pembelajaran. dengan. Menggunakan Model Pembelajaran INKRE-PROKAR Kriteria Penilaian terhadap Penerapan Pelaksanaan Model Pembelajaran INKREPROKAR 1. Mudah dipahami dan dimengerti dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan modelINKRE-PROKAR 2. Menyenangkan, membuat bersemangat bekerja dan belajar, berkeinginan untuk berkembang, menjadi akrab, dan dapat melakukan kerjasama dengan baik. 3. Meningkatkan belajar dan bekerja, dan meningkatkan kompetensi. Rata-rata penilaian terhadap penerapan model pembelajaran INKRE-PROKAR. Prosentase Katerterapan Model Kelas A. Kelas B. Kelas C. 79,98. 87,36. 90,96. 83,14. 85,66. 89,39. 78,56. 89,55. 86,13. 80,56. 87,52. 88,83. Perbedaan kompetensi pada evaluasi kognitif skill proses produksi Kompetensi siswa kelompok eksperimen dan kontrol pada evaluasi kognitif skill proses produksi diukur berdasarkan skor rata-rata hasil tes kognitif tertulis, yang menggambarkan pengetahuan dan pemahaman teknis siswa terhadap materi sesuai kompetensi yang dipelajari dari tujuan pembelajaran yang dicapai. Pelaksanaan tes ini dilakukan satu kali, dengan asumsi bahwa hasil skor yang diperoleh benar-benar merupakan cermin kemampuan siswa, bukan dipengaruhi oleh pengalaman mengerjakan tes kognitif yang berulang-ulang.Skor rata-rata hasil tes kognitif siswa kelompok eksperimen dan kontrol diasumsikan tidak berbeda secara signifikan. Tabel 8. Deskripsi kompetensi evaluasi kognitif skill proses produksi Kelompok. N. Rata-rata. Eksperimen Kontrol. 64 64. 68,52 65,63. Standar Deviasi 4,54 4,63. dk. t hitung. t tabel. Keterangan. 126 126. 12,356. 1,980. Signifikan. Berdasarkan hasil pengujian statistik pada tabel 8 di atas yang telah dilakukan pada kompetensi rata-rata tes kognitif skill siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol menunjukkan bahwa rata-rata nilai siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi = 68,52% daripada siswa kelompok kontrol dengan rata-rata nilai = 65,63%. Dari jumlah siswa n = 64. Bila dilihat dari hasil perhitungan mengenai Standar Deviasi (SD), skor yang diperoleh 3759.

(14) kelompok eksperimen = 4,54< SD pada kelompok kontrol = 4,63. Artinya, bahwa pada kelompok eksperimen tingkat kompetensi kognitif lebih merata dan homogen bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan uji-t, diperoleh nilai t-test = 12,356 sedangkan t tabel = 1,980 pada taraf kepercayaan α = 0,05 (95%). Ternyata - 1,980<12,356> + 1,980, maka Ho ditolak dan Ha diterima, maka tolak Ho dan Ha diterima, artinya ada perbedaan yang signifikan antara kompetensi kognitif skill siswa pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Perbedaan kompetensi pada penilaian proses produksi dalam pembuatan benda kerja Kompetensi siswa kelompok eksperimen dan kontrol pada penilaian proses produksi diukur berdasarkan skor total penilaian sikap dan keterampilan siswa yang menggambarkan pemahaman dan perilaku teknis siswa dalam keterampilan dan melakukan prosedur operasi standar terhadap pembuatan benda kerja. Skor total penilaian sikap dan keterampilan siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol diasumsikan tidak berbeda secara signifikan. Tabel 9.Deskripsi kompetensi penilaian proses produksi dalam pembuatan benda kerja Kelompok. N. Rata-rata. Eksperimen Kontrol. 64 64. 76,42 67,68. Standar Deviasi 3,94 3,71. dk. t hitung. t tabel. Keterangan. 126 126. 14,476. 1,980. Signifikan. Berdasarkan hasil pengujian statistik pada tabel 9 di atas yang telah dilakukan pada kompetensi penilaian proses produksi teknik pemesinan dalam pembuatan benda kerja pada siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol menunjukkan bahwa rata-rata nilai siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi = 76,42% daripada siswa kelompok kontrol dengan ratarata nilai = 67,68%. Dari jumlah siswa n = 64. Bila dilihat dari hasil perhitungan mengenai Standar Deviasi (SD), skor yang diperoleh kelompok eksperimen = 3,94< SD pada kelompok kontrol = 3,71. Artinya, bahwa pada kelompok eksperimen tingkat kompetensi penilaian proses produksi dalam pembuatan benda kerja lebih merata dan homogen bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan uji-t, diperoleh nilai t-test = 14,476 sedangkan t tabel = 1,980 pada taraf kepercayaan α = 0,05 (95%). Ternyata - 1,980<14,476> + 1,980, maka Ho ditolak dan Ha diterima, maka tolak Ho dan Ha diterima, artinya ada. 3760.

(15) perbedaan yang signifikan antara kompetensi penilaian proses produksi dalam pembuatan benda kerjapada kelompok eksperimen dengan kelompok control. Perbedaan kompetensi rata-rata pengerjaan benda kerja dalam proses produksi Kompetensi siswa kelompok eksperimen dan kontrol pada kompetensi rata-rata pengerjaan benda kerja dalam proses produksi diukur berdasarkan skor rata-rata praktik siswa, yang menggambarkan keterampilan psikomotorik siswa terhadap materi sesuai pada tujuan pembelajaran yang dicapai. Pelaksanaan praktik ini dilakukan enam kali, dengan asumsi bahwa hasil skor yang diperoleh benar-benar merupakan kompetensi praktik siswa.Skor ratarata nilai praktik siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol diasumsikan tidak berbeda secara signifikan. Tabel 10. Deskripsi kompetensi rata-rata pengerjaan benda kerja dalam proses produksi Kelompok. N. Rata-rata. Eksperimen Kontrol. 64 64. 77,52 72,67. Standar Deviasi 4,54 4,61. dk. t hitung. t tabel. Keterangan. 126 126. 12,375. 1,980. Signifikan. Berdasarkan hasil pengujian statistik pada tabel 10 di atas yang telah dilakukan pada kompetensi rata-rata pengerjaan benda kerja dalam proses produksi siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol menunjukkan bahwa rata-rata nilai siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi = 77,52% daripada siswa kelompok kontrol dengan rata-rata nilai = 72,67%. Dari jumlah siswa n = 64. Bila dilihat dari hasil perhitungan mengenai Standar Deviasi (SD), skor yang diperoleh kelompok eksperimen = 4,54> SD pada kelompok kontrol = 4,61. Artinya, bahwa pada kelompok kontrol tingkat kompetensi rata-rata pengerjaan benda kerja dalam proses produksi lebih merata dan homogen bila dibandingkan dengan kelompok eksperimen. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan uji-t, diperoleh nilai t-test = 10,49 sedangkan t tabel = 1,980pada taraf kepercayaan α = 0,05 (95%). Ternyata - 1,980<12,375> + 1,980, maka Ho ditolak dan Ha diterima, maka tolak Ho dan Ha diterima, artinya ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata kompetensi pengerjaan benda kerja dalam proses produksi siswa pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.. 3761.

(16) Secara garis besar kegiatan proses pembelajaran dengan Model Pembelajaran INKREPROKARadalah sebagai berikut:. PERENCANAAN. PELAKSANAAN. 1. Merumuskan Tujuan kompetensi SKKDberdasarkan SKKNI 2. Menganalisis kendala dan karakteristik bidang studi 3. Menyusun silabus, RPP, dan Kontrak belajar 4. Menganalisis Karakteristik siswa SMK 5. Merumuskan strategi pembelajaran 6. Membuat modul dan work sheet 7. Merancang kebutuhan waktu dan sumber belajar 8. Merancang alat evaluasi 9. Membuat pedoman pelaksanaan strategi pembelajaran praktik. STRATEGI PEMBELAJARAN. EVALUASI. Mempersiapkan sumber belajar. Penanaman jiwa karakter pada siswa di setiap aspek pembelajara n pada dan melakukan penerapann ya pada siswa guru sebagai bagian dari 18 sifat karakter. Orientasi/Persiapan pembelajaran. Keautentikan produk. Inovasi dalam pembelajaran dan pengembangan tugas. Kreatifitas pembelajaran dan pengembangan tugas. Tes Formatif Tes Sumatif Tugas Produk Laporan Portopolio Uji Kompetensi. Orientasi Produksi dalam setiap aspek tugas siswa. Mengerjakan tugas/proyek dan pelaporan. MODEL PEMBELAJARAN VOKASIONAL BERBASIS INOVASI, KREATIFITAS, ORIENTASI PRODUKSI DAN BERKARAKTER (INKRE-PROKAR). Bagan 1.. Model Pembelajaran Vokasional Berbasis Inovasi, Kreatifitas, Orientasi Produksi dan Berkarakter (INKRE-PROKAR). 3762.

(17) Pembahasan Pembahasan penelitian dan. pengembangan model pembelajaran INKRE-PROKARyang. dikembangkan untuk memberikan gambaran bahwa model pembelajaran yang digunakan dalam pelaksanaan perkuliahan pada proses pembelajaran bukan sekedar hasil modifikasi atau rekayasa dari model yang digunakan dari yang sudah ada, akan tetapi pengembangan model pembelajaran merupakan hasil dari proses pengembangan pembelajaran yang didukung oleh adanya fakta-fakta yang bersifat empiris, data-data lapangan, observasi langsung dalam proses pembelajaran, kajian terhadap teori-teori pembelajaran, analisis terhadap model-model yang telah dikembangkan sebelumnya, dan temuan dalam proses pembelajaran berlangsung pada aspek afektif, kognitif, maupun psikomotorik siswa. Dalam penelitian dan pengembangan (research and development), penelitian yang dilakukan ini diarahkan untuk menghasilkan suatu produk berupa model pembelajaran INKRE-PROKARyang digunakan untuk meningkatkan proses pembelajaran maupun kompetensi siswa. Karena itu dalam prosesnya, penelitian ini diawali dengan studi pendahuluan;. kemudian. mendesain. program. pembelajaran. dalam. bentuk. model. pembelajaran; melakukan uji coba model pembelajaran, melakukan perbaikan model pembelajaran, dan melakukan uji validasi model pembelajaran, sehingga dihasilkan model pembelajaran yang cocok, sesuai dengan karakteriktik siswa maupun bidang studi. Oleh karena itu untuk mengembangkan model pembelajaran berbasis kompetensi merupakan bentuk yang dihasilkan melalui proses pembelajaran yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dengan melihat dan mengontrol aspek-aspek yang berkaitan dengan komponen pembelajaran dalam upaya meningkatkan kompetensi siswa. Dari sisi hakekat model pembelajaranINKRE-PROKAR, secara konseptual model pembelajaran keterampilan praktik berbasis kompetensi dikembangkan oleh beberapa ahli dan pakar di bidangnya dalam upaya mengungkapkan pemahaman kompetensi secara benar sesuai dengan maksud dan tujuannya.Dalam model pembelajaran berbasis kompetensi beberapa acuan teoritis oleh Bunk, Kaizer dan Zedler (1991), Torshen (1977), Spencer and Spencer (1993), Jarvis (2001), dan lain-lain. Pembelajaran INKRE-PROKARberbasis kompetensi yang dikemukakan oleh sukmadinata (2004), Seller and Miller (1985), juga memberi dukungan kuat terhadap konsep pembelajaran berbasis kompetensi. Model pembelajaran dikembangkan beradasarkan teori dari Joyce and Well (1996), Richey (1986), Nadler (1988), Atwi Suparman (1991, Mager (1967), Dick and Carey (1985), Blank (1982), Gustafson (1981), dan Twelker (1972). 3763.

(18) Perencanaan pembelajaran. INKRE-PROKARsecara konseptual. dikembangkan. berlandaskan teori dari Gagne (1985), Gagne and Briggs (1979), Glenn (1974), Reigeluth and Merill (1999), dan Seels and Richey (1994).Berbasis kompetensi berorientasi produksi dikembangkan berdasarkan landasar teori pada Kaufman (1972), Gaspersz (2002), dan Black (2003). Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran INKREPROKARyang dikembangkan dengan beberapa tahapan yang harus dilaksanakan oleh guru, agar dapat meningkatkan kompetensi siswa.Hal ini memberikan kontribusi yang positif terhadap upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan praktik siswa.Upaya untuk mencapai hasil yang optimal dalam pembelajaran perlu kreatifitas guru dan siswanya, sehingga memiliki perbedaan dengan pembelajaran lainnya. Hal yang perlu ditekankan pada siswa dalam pengembangan model pembelajaranINKRE-PROKAR adalah; (1) keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran; (2) siswa didorong untuk menemukan/mengkonstruksi sendiri konsep yang sedang dikaji melalui berbagai cara seperti observasi, diskusi, percobaan, peniruan, pemahaman dalam membaca gambar kerja, dll. (3) siswa diberi kesempatan untuk bertanggungjawab menyelesaikan tugas; (4) siswa harus bekerja keras, berdedikasi tinggi, dan antusias. Dengan mengacu pada karakteristik tersebut, strategi pembelajaran dengan model pembelajaran diterapkan diasumsikan mampu memotivasi siswa dalam melaksanakan berbagai kegiatan sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugas secara kreatif. Pada dasarnya, untuk menjadi kreatif, seseorang harus bekerja keras, berdedikasi tinggi, antusias, serta percaya diri Erwin Segal (dalam Black, 2003). Dalam konteks pembelajaran, kreativitas dapat ditumbuhkan dengan menciptakan suasana kelas yang meungkinkan siswa dan guru merasa bebas mengkaji dan mengeksplorasi topik-topik penting kurikulum daqn pengembangan kewirausaahan dan penanaman karakter. Guru mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berpikir keras, kemudian mengejar pendapat siswa tentang idea-idea. besar. dari. berbagai. perspektif.. Guru. juga. mendorong. siswa. untuk. menunjukkan/mendemondtrasikan pemahamannya tentang topik-topik penting dalam kurikulum menurut caranya sendiri (Black, 2003). Dengan mengacu karakteristik tersebut, model pembelajaran kreatif dan produktif diasumsikan mampu memotivasi siswa dalam melaksanakan berbagai kegiatan, sehingga mereka tertantang untuk menyeleaikan tugastugasnya secara kreatif. Dengan karakteristik seperti itu, model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran berbagai bidang studi, baik unuk topik-topik yang bersifat abstraks maupun yag bersifat konkret. 3764.

(19) PENUTUP Simpulan Hasil kerja siswa dengan menggunakan metode dan model pembelajaran INKREPROKARdalam uji coba utama secara keseluruhan mengalami peningkatan yang berarti, dan untuk selanjutnya terhadap pembuatan benda kerja sudah menunjukkan peningkatkan kompetensi, baik dari ranah afektif, kognitif maupun psikomotoriknya. Dengan menggunakan model pembelajaran INKRE-PROKARyang dikembangkan, terdapat peningkatan siswa diantaranya:. (1). proses. pengerjaan. benda. kerja. dikuasai. dengan. benar,. dan. pemakanan/pemotongan benda kerja dilakukan dengan prosedur yang benar, (2) siswa menguasai proses pembuatan benda kerja dengan benar sesuai prosedur pengerjaan, (3) teknik pengerjaan dengan pemakanan terhadap benda kerja sudah dikuasai oleh siswa, hal ini terkait dengan pemahaman gambar kerja maupun dalam membaca gambar kerja bagi siswa, dan (4) langkah-langkah pembuatan benda kerja sesuai SOP sudah dilakukan dengan baik dan benar Terhadap penggunaan model pembelajaran INKRE-PROKARpada evaluasi kognitif skill siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara konvensional menunjukkan bahwa rata-rata nilai siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelompok. Ada perbedaan yang signifikan antara kompetensi kognitif skill siswa pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Oleh karena itu proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran INKRE-PROKARdapat lebih efektif dan meningkatkan kompetensi siswa. Kompetensi siswa pada kelompok eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran INKRE-PROKARdan kelompok kontrol secara konvensional pada penilaian proses produksi diukur berdasarkan skor total penilaian sikap dan keterampilan siswa yang menggambarkan pemahaman dan perilaku siswa dalam melakukan prosedur operasi standar terhadap pembuatan benda kerja menunjukkan rata-rata nilai siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelompok kontrol. Oleh karena itu proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran dapat meningkatkan kompetensi siswa. Kompetensi siswa pada kelompok eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran INKRE-PROKARdan kelompok kontrol pada kompetensi rata-rata pengerjaan benda kerja dalam proses produksi diukur berdasarkan skor rata-rata praktik siswa, yang menggambarkan keterampilan psikomotorik siswa terhadap materi sesuai pada tujuan 3765.

(20) pembelajaran yang dicapai menunjukkan bahwa rata-rata nilai siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelompok kontrol. Oleh karena itu proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran dapat meningkatkan kompetensi siswa. Hasil perhitungan dan analisis data statistik pada uji validasi model pembelajaran untuk mengetahui tingkat efektivitas model pembelajaran INKRE-PROKARpada; (1) evaluasi kognitif skill kompetensi proses produksi; (2) penilaian kompetensi proses produksi dalam pembuatan benda kerja; dan (3) rata-rata pengerjaan benda kerja pada proses produksi. Ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran memiliki pengaruh yang positif dan signifikan di bandingkan dengan proses pembelajaran yang selama ini dilakukan guru. Saran Model pembelajaran INKRE-PROKARdikembangkan untuk pengembangan karakter di SMK adalah: (1) pendidikan hendaknya menjadi basis utama dalam pengembangan karakter bagi siswa di SMK. Pendidikan dasar agama mulai dari keimanan (aqidah), ritual (ibadah dan muamalah), serta moral (akhlak) harus benar-benar ditanamkan dengan baik dan benar kepada siswa agar tidak ada lagi sikap dan perilaku siswa yang menyimpang dari ketentuan agamanya masyarakat; (2) sebenarnya karakter atau akhlak sebagai hasil dari proses seseorang melaksanakan ajaran agamanya. Karena itu, harusnya karakter akan terbentuk melalui pembelajaran inovatif, kreatif, dan produktif berbasis wirausaha dengan sendirinya di SMK dengan baik; dan (3) hal penting yang perlu diperhatikan dalam rangka pembinaan karakter yang efektif di sekolah adalah visi, misi, dan tujuan sekolah, kebersamaan, ada program-program yang jelas dan rinci, pelibatan semua mata pelajaran baik pada normatif, adaptif dan produktif dan pada semua guru, ada dukungan sarana prasarana, dan perlu ada tim khusus untuk kualitas mutu pendidikan SMK. Model pembelajaran INKRE-PROKARini mampu memberikan yang terbaik dalam upaya peningkatan kompetensi siswa, sehingga bagi peneliti yang menginginkan pengembangan model lebih lanjut dapat menggunakan beberapa tahapan metode yang akan digunakan atau sebaliknya dengan melakukan perubahan dan perombakan metode dengan model. yang berbeda untuk aspek penelitian dan pengembangan yang berbeda. karakteristiknya dan cakupannya. Sebagai orientasi baru dalam pendidikan dan pembelajaran yang menjadikan lembaga pendidikan sebagai lembaga kecakapan hidup, dengan pendidikan yang bertujuan mencapai 3766.

(21) kompetensi, dengan proses pembelajaran yang otentik dan kontekstual yang dapat menghasilkan produk bernilai yang bermakna bagi siswa, dan dapat memberi layanan pendidikan berbasis luas melalui berbagai jalur dan jenjang pendidikan yang fleksibel multientry-multi-exit. Model pembelajaran INKRE-PROKARyang dikembangkan ini mengarah kepada pembentukan dasar yang mendasar, kuat, dan lebih fokus. Jadi diharapkan dalam pembelajaran sudah dirancang siap untuk bekerja, baik bekerja di dunia usaha/industri atau bekerja secara mandiri untuk mengantisipasi maraknya lapangan pekerjaan sarjana yang belum siap pakai di masyarakat du/di maupun pendidikan di sekolah. Perancangan model pembelajaran INKRE-PROKARyang dikembangkan ini sangat dibutuhkan untuk mendidik karakter siswa (character building) dan image lembaga pendidikan yang dikelola. Oleh karena itu kurikulum kedepan dalam strategi pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran yang dikembangkan dan mampu: (1) membekali siswa agar pembelajaranyang diterima oleh siswa dapat terfokus dan dapat digunakan untuk menciptakan kerja sendiri atau bekerja di dunia usaha/industri, (2). mengembangkan. kedisiplinan siswa, (3) menciptakan character building, (5) mempermudah siswa untuk mendapatkan pekerjaan, (4) menciptakan lulusan yang dihasilkan sesuai dengan standar sekolah dan standar kebutuhan dunia kerja, dan (5) meningkatkan dan menciptakan keunggulan, sekaligus bekal beradaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. DAFTAR PUSTAKA Atchoarena, D. (2009). Overview: Issues and Options in Financing Technical and Vocational Education and Training. In R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.), International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning (pp.129-1036). Germany: Springer. Banks dalarn Christopher E. Renner. Multicultural Methodologies in Second Language Acquisition: Integrating Global Responsibil~~, Peace Education andCross Cultural Awareness, http://www. midtesol. org/articles/peeediti.htm. Banks, J.A., & Mc Gee, C.A. (1993). Multicultural Education, http://carla.acad.umn. edu/culture.html. Banks, James A., and Cherry A. McGee. (1997). Multicultural Education. USA: Allyn & Bacon,. Borg W. R.& Gall, W. D.. (1983). Education research: An introduction. Fourth edition. New York: Longman Inc., 3767.

(22) Burden, P. R., & Byrd, D. M. (1996). Method for effective teaching, second edition. Boston: Allyn and Bacon. Dick, W. and Carey, L.. (1996; 2005). The systematic design of instruction. (4h ed.). New York: Harper Collins Publishers. Emmerik, I.J. H. V., Bakker A.B, Euwema M.C.. (2009). Explaining employees' evaluations of organizational change with the job-demands resources model; Career Development International Journal Vol. 14 No. 6, 2009 pp. 594-613 Gill, I.S., Fluitman, F.,& Dar, A. (2000). Vocational Education and Training Reform, Matching Skills to Markets and Budgets. Washington: Oxford University Press. Gunter, M. A., Estes, T. H., & Schwab, J. H. (1990). Instruction: A models approach.Boston: Allyn and Bacon. Heinz .W.R (2009).Redefining the Status of Occupations. In J. A. Athanasou , R. V.Esbroeck.International Handbook of Career Guidance.Springer ScienceBusiness Media B.V. Joyce, B., & Weil, M. (1980). Model of teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Kemdiknas. (2010). Desain Induk Pendidikan Karakter (hal. 8‐9). Jakarta. Koesoema, A. D., (2007), Pendidikan Karakter : Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books. Mager, Robets F. and Beach Jr. Kennth, M..(1967). Developing Vocational Instruction.Callifornia: Pearson Pitman Marzano, R. J. (1993). How classroom teachers approach the teaching of thinking. Dalam Donmoyer, R., & Merryfield, M. M (Eds.): Theory into practice: Teaching for higher order thinking. 32(3). 154-160. McGrath, S. (2009) Reforming Skills Development, Transforming the Nation: South African Vocational Education and Training Reforms, 1994-2005: Rupert Maclean, David Wilson, Chris Chinien; International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning: Germany: Springer Science+Business Media Margaret E. Gredler. (2001). Learning and Instructional: Theory into Practice. New Jersey: Merrill Prentice Hall. Munawar, Wahid (2009) Pengembangan Authentic Assessment Bentuk Tes Kinerja Standar Karir sebagai Alternatif Solusi Relevansi Hasil Pendidikan Kejuruan dengan Dunia Kerja, Makalah Nasional, Universitas Negeri Padang.. 3768.

(23) Mursid, R.. (2011). Implementasi Model Pembelajaran Kemitraan Berbasis Kompetensi Melalui Vocational Skill Berorientasi Produksi. Jurnal Teknologi Pendidikan, PPs. Unimed, Vol. 4 No. 1 April 2011, ISSN 1979-6692. Mursid, R.. (2012). Teknologi Pendidikan Untuk Meningkatkan Kinerja Terhadap Mutu Pendidikan dan Pembelajaran. Seminar Nasional Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, 10-11 Januari. Mursid, R.. (2012). Pengembangan Sistem Pendidikan dan Pembelajaran Melalui Peran Teknologi Pendidikan dalam Pembelajaran Berbasis Kompetensi–SCL. Seminar Nasional ISPI-UNY tentang Redisain Pendidikan, 21-22 Januari. Pavlova M. (2009). The Vocationalization of Secondary Education: The Relationships between Vocational and Technology Education. In R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.), International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning (pp. 1805-1822). Germany: Springer. Pavlova, M. & Munjanganja,L.E. (2009) Changing Workplace Requirements: Implications for Education. In R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.), International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning (pp. 180581-96). Germany: Springer. Pusat Kurikulum. (2009). Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Ped oman Sekolah (hal. 9‐10). Jakarta. Rojewski.J.W (2009).A Conceptual Framework for Technical and Vocational Education and Training. In R. Maclean, D. Wilson, & C. Chinien (Eds.), International Handbook of Education for the Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning (pp. 19-40). Germany: Springer. Stumpf.S.A (2009).Promotion to partnerThe importance of relationship competencies and interpersonal style. Career Development International Vol. 14 No. 5, 2009 pp. 428440 q Emerald Group Publishing Limited 1362-0436 Thompson, John F, (1973). Foundation of Vocational Education Social and Philosophical Concepts. New Jersey: Prentice-Hall. Wardiman Djojonegoro. (1998). Pengembangan Sumberdaya Manusia melalui SMK. Jakarta: PT. Jayakarta Agung Offset.. 3769.

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Perbankan sendiri selain berfungsi menyalurkan kredit dan menghimpun dana, mereka juga berfungsi sebagai bank devisa yang artinya bisa memberikan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan koordinasi mata dan kaki dengan kemampuan passing dalam permainan sepak takraw pada siswa SMP

Universitas Nusa Cendana (Undana) sebagai bagian integral dari masyarakat NTT berusaha membantu meningkatkan pengembangan peralatan teknologi tepat guna untuk

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas Proyek Akhir yang berjudul “Rancang Bangun Sistem Pengepresan Dengan Penggerak

Secara hukum kasus Bank Lippo termasuk dalam tindak pidana atau delik formil yang bisa melanggar Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tentang pasar modal dan

For the brochure of avocado, coconut, and date palm brownies the. writer choose the A3 Size

Strategi lain yang di lakukan untuk mensiasati kekurangan dalam memenuhi kebutuhan ialah memanfaatkan kredit informal, mengikuti arisan, menjual barang-barang

persaingan usaha yang kompetitif atau disebut dengan pasar monopolistik, yang mana pasar monopolistik adalah salah satu bentuk pasar dimana terdapat banyak produsen