• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Nyamuk Aedes Sp 1. Morfologi

a. Aedes dewasa

Secara visual, Aedes aegypti memperlihatkan pola sisik yang bersambungan di sepanjang penyebarannya, mulai dari bentuk yang paling pucat, sampai bentuk paling gelap yang terkait dengan perbedaan perilakunya. Hal ini menjadi dasar yang penting dalam memahami bionomi nyamuk setempat sebagai landasan dalam pengendalian.6

Banyak (tetapi tidak semua) Ae. aegypti dewasa memiliki pola bentuk toraks yang jelas dengan warna hitam, putih, keperakan atau kuning.Pada kaki terdapat cincin hitam dan putih. Ae. aegypti memiliki ciri khas putih keperakan berbentuk lira (lengkung) pada kedua sisi skutum (punggung), sedangkan pada Ae. albopictus hanya membentuk sebuah garis lurus. Susunan vena sayap sempit dan hampir seluruhnya hitam, kecuali bagian pangkal sayap. Seluruh segmen abdomen berwarna belang hitam putih, membentuk pola tertentu dan pada betina ujung abdomen membentuk titik (meruncing).7

b. Telur

Telur Aedes berwarna hitam, berbentuk agak runcing dan biasanya diletakan soliter pada dinding tempat penampungan air bersih sejak permukaan air hingga beberapa centimeter diatasnya.7 hasil penelitian silva et al (2003) menunjukkan bahwa telur Ae. aegypti paling banyak diletakkan pada ketinggian 1,5 cm diatas permukaan air, dan semakin tinggi dari permukaan air atau semakin mendekati air, jumlah telur semakin sedikit. Telur Aedes bisa bertahan dalam

(2)

kekeringan, dengan intensitas dan durasi yang bervariasi, bahkan beberapa spesies dapat bertahan dalam beberapa bulan. Bila terkena air, sebagian akan menetas dalam beberapa menit, dan selebihnya perlu terbenam dalam air dan baru menetas beberapa hari hingga beberapa minggu. Pada kondisi lingkungan yang menguntungkan telur berada dalam masa diapause dan tidak akan menetas hingga masa tersebut berakhir. Berbagai stimulus termasuk kekurangan oksigen dalam air dapat merubah durasi dan temperatur dibutuhkan untuk mengakhiri masa diapause. Beberapa Aedes memiliki kebiasaan bertelur di tempat penampungan air yang kecil (lubang pohon, ketiak daun) yang rentan terhadap kekeringan dan kemampuan telur untuk bertahan dalam kondisi tersebut merupakan keuntungan. Kekurangan dan daya tetas secara berkelanjutan dapat menciptakan masalah dalam pengendalian stadium imatur.8

c. Larva

Larva Aedes memiliki sifon yang pendek, dan hanya ada sepasang sisir subventral yang jaraknya tidak lebih dari ¼ bagian dari pangkal sifon. Ciri – ciri tambahan yang membedakan larva Aedes dengan genus lain adalah sekurang – kurangnya ada tiga pasang setae pada sirip ventral, antena tidak melekat penuh dan tidak ada setae yang besar pada thoraks larva bergerak aktif, mengambil oksigen dari permukaan air dan makanan pada dasar tempat perindukan.8

d. Pupa

Stadium pupa atau kepompong merupakan fase akhir siklus nyamuk dalam lingkungan air. Stadium ini membutuhkan waktu sekitar 2 hari pada suhu optimum atau lebih panjang pada suhu rendah. Fase ini adalah periode waktu atau masa tidak makan dan sedikit gerak. Pupa biasanya mengapung pada permukaan air disudut atau tepi – tepi tempat perindukan.8

(3)

TELUR - Satu per satu pada dinding bejana

- Telur tidak berpelampung.

Sekali bertelur nyamuk betina menghasilkan 100 butir.

Telur kering dapat tahan 6 bulan.

Telur akan menjadi jentik setelah 2 hari.

JENTIK - Sifon dengan satu kumpulan

rambut.

- Pada waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air. - 6-8 hari menjadi pupa.

PUPA - Sebagian kecil tubuhnya kontak

dengan permukaan air.

- Bentuk terompet panjang dan ramping

- 1-2 hari menjadi nyamuk Aedes

Aegypti.

Nyamuk Dewasa Aedes

Aegypti

- Panjang 3-4 mm

- Bintik hitam dan putih pada badan dan kepala, dan punya ring putih di kakinya.

Gambar 2.1 : Morfologi nyamuk Aedes aegypti.

Sumber : http://phil.cdc.goy/phil/result.asp

2. Siklus hidup

Nyamuk termasuk genus Aedes, memiliki siklus hidup yang sempurna (holometabola). Siklus hidup terdiri dari empat stadium, yaitu telur – larva – pupa – dewasa. Stadium telur hingga pupa berada di lingkungan air, sedangkan stadium dewasa berada di lingkungan udara. Dalam kondisi lingkungan yang optimum, seluruh siklus hidup ditempuh dalam waktu 7 – 9 hari, dengan perincian 1 – 2 hari stadium telur, 3 – 4 hari stadium larva, 2 hari stadium pupa. Dalam kondisi temperatur yang rendah siklus hidup menjadi lebih panjang.9

(4)

Gambar 2.2 : Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

Sumber : http://phil.cdc.goy/phil/result.asp

3. Bionomi6

Telur diletakkan satu persatu pada permukaan yang basah tepat di atas batas permukaan air. Sebagian besar nyamuk Ae. aegypti betina meletakkan telurnya di beberapa sarang selama satu kali siklus gonotropik. Perkembangan embrio biasanya selesai dalam 48 jam di lingkungan yang hangat dan lembab. Begitu proses embrionasi selesai, telur akan menjalani masa pengeringan yang lama (lebih dari satu tahun). Telur akan menetas pada saat penampung air penuh, tetapi tidak semua telur akan menetas pada waktu yang sama. Kapasitas telur untuk menjalani masa pengeringan akan membantu mempertahankan kelangsungan spesies ini selama kondisi iklim buruk.

Larva akan menjalani empat tahapan perkembangan. Lamanya perkembangan larva akan bergantung pada suhu, ketersediaan makanan, dan kepadatan larva pada sarang. Pada kondisi optimum, waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai kemunculan nyamuk dewasa akan berlangsung sedikitnya selama 7 hari, termasuk dua hari untuk masa menjadi pupa. Akan tetapi, pada suhu rendah, mungkin akan dibutuhkan beberapa minggu untuk kemunculan nyamuk dewasa.

Hampir di seluruh negara Asia Tenggara, sarang telur Ae. aegypti paling banyak ditemukan di wadah air rumah tangga buatan manusia. Wadah tersebut juga mencakup beragam jenis sarang yang ditemukan di lingkungan maupun di sekitar daerah perkotaan (rumah tangga, lokasi pembangunan, dan pabrik), misalnya pada kendi air, piring tempat

(5)

menadah pot bunga, vas bunga, bak mandi semen, wadah untuk merendam kaki, peti kayu dan logam, penampung air terbuat dari logam, ban, botol, kaleng, wadah polistiren, cangkir plastik, aki bekas, wadah kaca yang berhubungan dengan “rumah ibadah” (kuil), pipa pembuangan, dan perangkap semut yang biasanya diletakkan di kaki meja dan lemari. Habitat alami larva jarang ditemukan, tetapi dapat mencakup lubang pohon, pangkal daun, dan tempurung kelapa. Di daerah yang panas dan kering, tanki air di atas, tanki penyimpanan air di tanah, dan septic tank bisa menjadi habitat utama larva. Di wilayah yang persediaan airnya tidak teratur, penghuni menyimpan air untuk kegunaan rumah tangga sehingga semakin memperbanyak jumlah habitat yang ada untuk larva.

Segera setelah muncul, nyamuk dewasa akan kawin dan nyamuk betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah dalam 24 – 36 jam. Darah merupakan sumber protein yang esensial untuk mematangkan telur.

Ae. aegypti sangat antropofilik, walaupun ia juga bisa makan dari hewan

berdarah panas lainnya. Sebagai hewan diurnal, nyamuk betina memiliki dua periode aktivitas menggigit, pertama di pagi hari selama beberapa jam setelah matahari terbit dan sore hari selama beberapa jam sebelum gelap. Puncak aktivitas menggigit yang sebenarnya dapat beragam bergantung lokasi dan musim. Jika masa makannya terganggu, Ae. aegypti dapat menggigit lebih dari satu orang. Perilaku ini semakin memperbesar efisiensi penyebaran epidemi. Dengan demikian, bukan hal yang luar biasa jika beberapa anggota keluarga yang sama mengalami awitan penyakit yang terjadi dalam 24 jam, memperlihatkan bahwa mereka terinfeksi nyamuk infektif yang sama. Ae. aegypti biasanya tidak menggigit di malam hari, tetapi akan menggigit saat malam di kamar yang terang.

Ae. aegypti suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab, dan

tersembunyi di dalam rumah atau bangunan, termasuk di kamar tidur, kamar mandi, kamar kecil, maupun di dapur. Nyamuk ini jarang ditemukan di luar rumah, di tumbuhan, atau di tempat terlindung lainnya.

(6)

Di dalam ruangan, permukaan istirahat yang mereka suka ada dibawah furnitur, benda yang bergantung seperti baju dan korden, serta di dinding.

Penyebaran nyamuk Ae. aegypti betina dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk ketersediaan tempat bertelur dan darah, tetapi tampaknya terbatas sampai jarak 100 meter dari lokasi kemunculan. Akan tetapi, penelitian terbaru di Puerto Rico menunjukkan bahwa nyamuk ini dapat menyebar sampai lebih dari 400 meter terutama untuk mencari tempat bertelur. Transportasi pasif dapat berlangsung melalui telur dan larva yang ada dalam penampung.

Nyamuk Ae. aegypti dewasa memiliki rata – rata lama hidup hanya delapan hari. Selama musim hujan, saat masa bertahan hidup lebih panjang, resiko penyebaran virus semakin besar. Dengan demikian, diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengkaji survival alami Ae.

aegypti dalam berbagai kondisi lingkungan.

Nyamuk sebagai vektor dapat terinfeksi jika ia mengisap darah pejamu yang mengandung virus. Pada kasus DF/DHF; veraemia dalam tubuh pejamu (manusia) dapat terjadi 1 – 2 hari sebelum awitan demam dan berlangsung kurang lebih salama lima hari setelah awitan demam. Setelah masa inkubasi instrinsik selama 10 – 12 hari, virus berkembang menembus usus halus untuk menginfeksi jaringan lain di dalam tubuh nyamuk, termasuk kelenjar ludah nyamuk. Jika nyamuk itu menggigit orang yang rentan lainnya setelah kelenjar ludahnya terinfeksi, nyamuk itu akan menularkan virus dengue ke orang tersebut melalui suntikan air ludahnya.

Ae. albopictus termasuk subgenus yang sama dengan Ae. aegypti (stegomyia). Spesies ini tersebar luas di Asia dari negara beriklim tropis

sampai yang beriklim subtropis. Selama dua dekade terakhir, spesies ini telah melebarkan sayapnya sampai ke Amerika Selatan dan Utara, Karibia, Afrika, Eropa Utara, dan beberapa kepulauan Pasifik.

(7)

Ae. albopictus pada dasarnya adalah spesies hutan yang

beradaptasi dengan lingkungan di pedesaan, pinggir kota, dan perkotaan. Nyamuk bertelur dan berkembang di lubang pohon, ruas bambu, dan pangkal daun sebagai habitat hutannya, serta penampung buatan di daerah perkotaan. Nyamuk ini merupakan pengisap darah yang acak dan lebih zoofagik (memilih hewan) daripada Ae. aegypti. Jarak terbangnya bisa mencapai 500 meter. Tidak seperti Ae. aegypti, beberapa strain dari spesies ini berhasil beradaptasi dengan cuaca dingin dengan beristirahat.

Di beberapa wilayah Asia dan di Seychelle, Ae. albopictus terkadang diduga sebagai vektor epidemi DF / DHF, walaupun tidak sepenting Ae. aegypti. Di laboratorium, kedua spesies nyamuk tersebut dapat menularkan virus dengue secara vertikal melalui nyamuk betina ke telur sampai keturunannya, walaupun Ae. albopictus lebih cepat melakukannya.

4. Kondisi lingkungan

Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki rata-rata hidup hanya delapan hari. Selama musim hujan, saat bertahan hidup lebih panjang resiko penyebaran lebih besar. PH air yang ada di sekitar masyarakat cukup bervariasi tergantung pada jenis air serta letak geografis. Telur relatif lebih cepat menjadi nyamuk pada PH netral (6;6,5;7) dibandingkan pada PH asam dan basa. Jumlah telur paling banyak ditemukan pada PH 6,5 dan 7. pada keadaan optimal yaitu cukup makanan dan suhu air 250 C-270C, perkembangan larva selama 6-8 hari. Bila suhu air lebih dari 280C atau kurang dari 240C perkembangan larva menjadi lama, larva mati pada suhu kurang dari 100C atau lebih dari 400C. Pencahayaan ruangan dapat mempengaruhi pertumbuhan larva Aedes aegypti. Larva dapat berkembangbiak pada pencahayaan kurang dari 85 lux. Sedangkan diatas 85 lux larva Aedes aegypti pertumbuhan akan terhambat dan akhirnya akan mati.(10)

(8)

5. Pengaturan pertumbuhan serangga

Insect Growth Regulator (IGRs) akan mengganggu pertumbuhan tahap matur nyamuk dengan memutus sintesis kitin selama proses pergantian kulit atau pada saat pembentukan pupa atau dalam proses peralihan menjadi nyamuk dewasa. IGRs memiliki tingkat toksisistas rendah terhadap mamalia. IGRs dapat memberikan efek residual jangka panjang (tiga sampai enam bulan) pada dosis yang relatif rendah jika dipakai untuk gentong tanah liat dengan sebuah lubang aliran. Karena IGRs tidak menyebabkan kematian langsung pada nyamuk yang belum dewasa.(6)

6. Larvasida

Pemberian larvasida atau pengendalian lokal nyamuk Aedes biasanya terbatas pada wadah air yang digunakan di rumah tangga yang tidak dapat dihancurkan, dimusnahkan, atau dikelola. Penggunaan larvasida kimiawi untuk jangka waktu lama sangat mahal dan sulit. Larvasida kimiawi paling baik digunakan dalam situasi saat hasil surveilen penyakit dan vektor menunjukkan adanya resiko tinggi dan KLB.(6)

B. Keberadaan jentik Aedes Sp

Keberadaan nyamuk dewasa merupakan ukuran paling tepat untuk memperkirakan penularan dengue, namun sangat sulit dilakukan. Ae. aegypti dan Ae. albopictus merupakan nyamuk liar, kedua spesies beristirahat di tempat berbeda. Ae. aegypti di dalam rumah, sedangkan Ae. albopictus di luar rumah. Kepadatan vektor bisa diukur dengan beberapa indeks tradisional yang dihitung berdasar keberadaan jentik atau larva Aedes, dilingkungan rumah. Indeks – indeks tersebut adalah House Index (HI), Container Index (CI) dan

Breteu Index (BI). HI dan CI dikembangkan pada tahun 1923 oleh Connor dan

Monroe, dan BI pada tahun 1953 oleh Breteu. HI adalah presentase rumah yang terpapar larva atau pupa. CI adalah persentase kontainer yang terpapar

(9)

larva aktif, sedangkan BI adalah jumlah kontainer yang positif jentik dibagi jumlah rumah yang diperiksa.(6,11)

Selama jentik yang ada di tempat perindukan tidak diberantas setiap hari, akan muncul nyamuk yang menetas dan penularan penyakit akan terulang kembali. Untuk meningkatkan upaya pemberantasan Demam Berdarah di Indonesia mulai tahun 1998 diselenggarakan pergerakan masyarakat dalam “Bulan Gerakan 3M” yang dilakukan secara serentak di tanah air.(6)

Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi atau wilayah dapat dilakukan dengan cara :

1. Single larva

Dilakukan dengan mengambil ratio jentik disetiap tempat genangan air yang ditemukan jentik

2. Visual

Dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik disetiap genangan air tanpa mengambil jentik.

Rumus

HI atau House Indeks = persentase rumah yang terjangkit / larva dan / atau pupa.

= Jumlah rumah terpapar jentik X 100

Jumlah rumah yang diperiksa

CI atau Container Indeks = persentase penampung air yang terjangkit larva atau pupa

= Jumlah penampung yang positif X 100

Jumlah penampung yang diperriksa

BI atau Breteau Indeks = jumlah penampung yang positif per 100 rumah yang diperiksa

= Jumlah penampung yang positif X 100

Jumlah rumah yang diperiksa

(10)

Pengamatan Connor dan Moenroe pada tahun 1922, menyatakan bahwa CI < 10% merupakan zona bebas penularan yellow fever untuk daerah tropis, Soper menyatakan HI <5 % merupakan zona bebas penularan yellow fever. AWA Brown mencatat bahwa pada saat epidemi yellowfever tahun 1965 di Doubel, Senegal penularan terjadi dimana CI > 30 dan BI 50. Demikian pula terkait DBD di Singapura, paling prevalen terjadi pada HI > 15.(11,12)

CI hanya menggambarkan kontainer yang positif terpapar larva aktif, namun tidak menginformasikan jumlah kontainer positif per area, per rumah atau per orang. HI mungkin lebih baik, tetapi tidak bisa menginformasikan jumlah kontainer dan rumah, namun juga tidak bisa menginformasikan jenis kontainer yang produktif menghadirkan larva pada masing – masing rumah.

Tempat – tempat istirahat yang disukai nyamuk Ae. aegypti antara lain tempat kurang terang, seperti kamar mandi, dapur, WC, baju yang digantung, kelambu, tirai. Di luar rumah seperti pada tanaman hias, kaleng, potong bambu, ban bekas.(13)

C. Pembersihan Sarang Nyamuk

Pembersihan sarang nyamuk atau PSN dikenal dengan gerakan 3 M yakni menguras, mengubur dan menutup. Gerakan 3 M merupakan kewajiban.(14)

Dalam pemberantasan penyakit DBD yang paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penularannya di tempat perindukan dengan melakukan 3 M yaitu (1) menguras tempat penampungan air secara teratur sekurang – kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate. (2) menutup rapat – rapat tempat penampungan air. (3) mengubur atau menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk Aedes.(1)

Untuk meningkatkan upaya pemberantasan penyakit DBD, di Indonesia mulia tahun 1998, diselenggarakan pergerakan masyarakat dalam

(11)

“Bulan Gerakan 3 M” yang dilakukan serentak di tanah air. Pokok – pokok gerakan 3 M meliputi :

a. Penyuluhan intensif melalui berbagai media seperti TV, radio, suratkabar, dan lain – lain, penyuluhan kelompok atau penyuluhan tatap muka oleh kader – kader di desa termasuk kader dasawisma, tokoh masyarakat dan agama.

b. Kerja bakti secara serentak untuk membersihkan lingkungan termasuk tempat penampungan air untuk keperluan sehari – hari, tiap minggu, baik di rumah, sekolah maupun tempat – tempat umum lainnya.

c. Kunjungan dari rumah ke rumah untuk memeriksa jentik di tempat – tempat yang dapat menjadi perindukan nyamuk oleh tenaga terlatih dan menebarkan bubuk abate apabila masih ditemukan jentik.(1)

Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap tiga (3) bulan di rumah dan tempat – tempat umum. Untuk pemantauan jentik berkala di rumah dilakukan pemeriksaan sebanyak 100 rumah sampel untuk setiap desa / kelurahan. Hasil PJB ini diinformasikan pihak kesehatan kepada wilayah / daerah setempat sebagai evaluasi dan dasar pergerakan masyarakat dalam PSN DBD.(1)

Penggunaan bubuk abate dengan cara menaburkan bubuk abate kedalam tempat penampungan air, dengan takaran 100 liter air dengan 10 garam bubuk abate, dengan 1 sendok makan peres = 10 gram abate.(15)

D. Pengendalian

Mengingat obat dan vaksin pencegah penyakit DBD hingga dewasa ini belum tersedia, maka upaya pemberantasan penyakit DBD dititikberatkan pada pemberantasan nyamuk penularnya (Ae. aegypti). Berdasarkan keputusan keputusan Menteri Kesehatan Kep Mankes No. 581 / 1992 tentang pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue, maka upaya pemberantasan penyakit ini dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat yang pelaksanaannya di desa atau kelurahan, dilaksanakan melalui Pokja DBD – LKMD yang dibina secara berjenjang Pokjanal Tim pembina LKMD tingkat

(12)

Kecamatan sampai dengan tingkat pusat. Mengingat semua wilayah resiko untuk terjangkit penyakit DBD sangat luas, maka upaya pemberantasan perlu dilaksanakan secara menyeluruh.(1)

Pengendalian vektor DBD merupakan satu – satunya cara yang harus dilakukan dalam upaya pencegahan dan pengendalian DBD untuk memutus mata rantai penularan DBD. Pengendalian vektor DBD tersebut antara lain : 1. Pengendalian Biologis

Ikan pemakan larva (Gambusia affinis dan Poecillia reticulata) sudah semakin banyak digunakan untuk mengendalikan An. Stephensi dan atau Ae. aegypti dikumpulan air yang banyak atau dikontainer air yang besar di negara – negara Asia Tenggara. Kegunaan dan efisiensi alat pengendali ini bergantung pada jenis penampung yang dipakai.(6)

Terdapat dua spesies bakteri penghasil endotoksin, Bacillus

thuringiensis serotipe H – 14 (Bt. H – 14) dan Bacillus sphaericus (B5)

adalah agen yang efektif untuk mengendalikan nyamuk. Bakteri tersebut tidak berpengaruh pada spesies nontarget. Bt. H – 14 terbukti paling efektif terhadap nyamuk Ae. stephensi dan Ae. aegypti, sedangkan Bs paling efektif terhadap nyamuk Culex quinquefasciatus yang berkembangbiak di air kotor. Bt. H – 14 memiliki kadar toksisitas yang sangat rendah terhadap mamalia dan telah diterima sebagai preparat pengendali populasi nyamuk dalam penampung air untuk kebutuhan rumah tangga.(6)

Peran pemangsa yang dimainkan oleh Copepod crustacea (sejenis udang – udangan) telah di dokumentasikan tahun 1930 – 1950, tetapi evaluasi ilmiah terhadap metode ini baru dilakukan pada tahun 1980 di Tahiti, polinesia, perancis. Ternyata Mesocyclop aspericornis dapat mempengaruhi 99,3 % angka kematian larva nyamuk Aedes (stegomyia) dan masing – masing 9,7 % serta 1,9 % larva Cx. quinquefasciatus dan

Toxorhynehities amboniensis.(6)

(13)

2. Pengendalian Fisik

Pengendalian secara fisik meliputi kegiatan 3M dan pemasangan perangkap telur. Dalam pemberantasan penyakit DBD yang paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk penularnya di tempat perindukan dengan melakukan 3M yaitu (1) Menguras tempat penampungan air secara teratur sekurang – kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya, (2) Menutup rapat – rapat tempat penampungan air, (3) Mengubur atau menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk Ades. Metode perangkat telur autosidal (perangkap telur pembunuh) yang diterapkan pemerintah Singapura menunjukkan hasil yang memuaskan sebagai alat pengendali dalam pemberantasan nyamuk Ae. aegypti di Bandara Internasional Changgi. Sementara itu, di Thailand, sarana ini lebih jauh dimodifikasi sebagai larva auto (auto – larvatrap) dengan menggunakan benda plastik yang tersedia di daerah itu. Sayangnya, akibat kondisi kebiasaan penyimpanan air yang berlaku di Thailand, teknik ini tidak terlalu efisien untuk menurunkan populasi alam nyamuk Ae. aegypti. Hasil yang diharapkan jika jumlah habitat larva yang potensial berkurang, atau semakin banyak perangkap autosidal yang ditempatkan di wilayah dalam pengawasan atau kedua aktivitas tersebut dilakukan secara serentak. Dengan demikian, dalam beberapa kondisi, tehnik tersebut diyakini dapat lebih ekonomis dan dapat menjadi sarana yang tepat untuk menurunkan tingkat kepadatan alam nyamuk betina, sekaligus berperan sebagai alat untuk memantau gangguan di wilayah yang tingkat kepadatan populasi vektornya sudah menunjukkan penurunan. Akan tetapi, keberhasilan penerapan metode perangkap nyamuk autosidal ini bergantung pada jumlah alat yang dipasang, lokasi pemasangan, dan daya tariknya bagi nyamuk Ae. aegypti betina sebagai tempat bertelur.(6)

(14)

3. Pengendalian Kimiawi

Semenjak pergantian abad, zat kimia sudah banyak digunakan untuk mengendalikan nyamuk Ae. aegypti. Dalam kampanye pertama terhadap vektor demam kuning di Kuba dan Panama, bersamaan dengan kampanye pemberantasannya, habitat larva Aedes diberi minyak dan rumah – rumah disemprot dengan piretrin. Kandungan DDT ditemukan di tahun 1940, senyawa ini mulai dijadikan metode yang utama dalam program pemberantasan nyamuk Ae. aegypti di Amerika. Saat kekebalan terhadap DDT muncul diawal tahun 1960, insektisida organofosfat, yang mencakup fention, malation, dan fenitrotion dipakai untuk mengendalikan populasi nyamuk Ae. aegypti dewasa dan temefos sebagai larvasida. Metode yang ada saat ini untuk menerapkan insektisida mencakup penggunaan larvasida dan pengasapan ruangan.(6)

Penyemprotan insektisida dilakukan jika ditemukan penderita atau tersangka penderita DBD lain atau sekurang – kurangnya 3 penderita panas tanpa sebab jelas dan jentik Ae. aegypti dilokasi. Penyemprotan dilakuan 2 siklus dengan interval 1 minggu. Abatisasi dilaksanakan di desa / kelurahan endemis terutama di sekolah dan tempat – tempat umum. Semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan yang ditemukan jentik Ae. aegyti ditaburi bubuk abate sesuai dosis 1 sendok makan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air.

E. Pengetahuan, Sikap, dan Kualitas PSN

Perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal atau eksternal. Green menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku (non behavior causes). Perilaku ditentukan oleh 3 faktor :

1. Faktor predisposisi (predisposing factor) meliputi pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem

(15)

nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi.

2. Faktor pendukung (enabling factor) yaitu tersedianya sumber yang diperlukan untuk mendukung terjadinya perubahan perilaku tersebut, seperti adanya fasilitas bagi petugas, terjangakaunya fasilitas tersebut dari masyarakat.

3. Faktor pendorong (reinforcing factor) adalah sikap dan perilaku dari petugas yang bertanggungjawab terhadap perubahan perilaku masyarakat yang menjadi sasaran.

Perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang atau stimulus dan respon. Dalam proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh faktor faktor yang berasal dari dalam seperti pengetahuan, kecerdasan, persepsi, sikap, emosi, motivasi yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil daripada “tahu” yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap sesuatu obyek tertentu. Pengetahuan yang ada pada manusia tersebut bertujuan untuk dapat menjawab permasalahan kehidupan manusia yang dihadapi sehari hari dan digunakan untuk mendapatkan kemudahan kemudahan tertentu.

Pengukuran pengetahuan dapat dilaksanakan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan. Pengetahuan mempunyai beberapa tingkat, antara lain :

a. Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebatas mengingat suatu materi yang telah dipelajari termasuk mengingat kembali (recale) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

(16)

b. Memahami (comprehensi)

Memahami berarti seseorang mempunyai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang dilihat, serta dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application)

Kemampuan untuk menggunakan sesuatu materi yang telah dipelajari pada situasi dan lingkungan sebenarnya.

d. Sintetis (synthesis)

Menunjukkan pada kemampuan untuk menggunakan formulasi baru dari formulasi yang telah ada.

e. Evaluasi (evaluation)

Merupakan kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau obyek. Baik penelitian yang berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri maupun menggunakan kriteria yang telah ada.(19)

Pengetahuan akan mempengaruhi tindakan, apabila pengetahuan baik diharapkan tindakan yang dilakukan akan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.

2. Sikap

Sikap merupakan kecenderungan untuk berbuat sesuatu, sikap belum dapat dilihat secara nyata, artinya sikap itu masih dalam diri seseorang sehingga sulit untuk mengetahui bagaimana sikap seseorang terhadap sesuatu.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi dari sikap tidak dapat terlihat langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan lebih dahulu dari perilaku tertutup (covert behavior). Orang yang memiliki sikap yang positif terhadap sesuatu hal, ia akan memiliki tindakan yang baik pula.

Sikap merupakan hal penting dalam kehidupan sehari hari, karena kalau sikap sudah terbentuk dalam diri seseorang, maka sikap tersebut

(17)

dapat ikut dalam menentukan tingkah laku terhadap sesuatu.(19 )Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

a. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek)

b. Merespon (responding) memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan.

c. Menghargai (valuing) mengajak oarang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. d. Bertanggungjawab (responsible) bertanggungjawab atas segala sesuatu

yang telah dipilihnya dengan segala resiko, merupakan sikap paling tinggi.

3. Kualitas

Merupakan baik buruknya suatu barang atau tindakan yang dilakukan.(20)kualitas terdapat pada tindakan atau praktik yang dilakukan. Praktik dapat dinyatakan berhasil apabila kualitas bagus, yang dilihat dari cara-cara yang dilakukan. Kualitas bisa dilihat dalam praktik yang dilakukan oleh seseorang, yang merupakan salah satu bentuk perbuatan terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Perwujudan dari perilaku lain dapat melalui pengetahuan dan sikap. Perwujudan sikap untuk menjadi suatu perubahan nyata perlu adanya kondisi antara lain fasilitas dan dukungan yang mempengaruhi kualitas dari sebuah perilaku praktik.

(18)

F. Kerangka teori Faktor Predisposisi -pengetahuan -sikap -kepercayaan Faktor Pendukung -fasilitas yang mendukung -SDM yang Faktor Pendorong -sikap petugas kesehatan -perilaku petugas kesehatan -perilaku masyarakat Bahan penghambat pertumbuhan jentik larvasida Keberadaa n jentik Aedes sp Perilaku Kualitas PSN a. keteraturan PSN b. frekwensi PSN PSN Kondisi lingkungan a. musim b. PH air c. Suhu d. Pencahayaan predator

Gambar 2.3 : Kerangka Teori Sumber : Modifikasi 6, 19 G. Kerangka Konsep Variabel terikat Variabel bebas Pengetahuan tentang PSN Keberadaan jentik Aedes sp Sikap terhadap PSN Kualitas PSN

Gambar 2.4 : Kerangka Konsep

(19)

H. Hipotesis

1. Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu rumah tangga

tentang pembersihan sarang nyamuk dengan keberadaan jentik Aedes sp

2. Ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu rumah tangga tentang

pembersihan sarang nyamuk dengan keberadaan jentik Aedes sp

3. Ada hubungan yang bermakna antara kualitas pembersihan sarang nyamuk oleh ibu rumah tangga dengan keberadaan jentik Aedes sp

Gambar

Gambar 2.1 : Morfologi nyamuk Aedes aegypti.
Gambar 2.2 : Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti
Gambar 2.3 : Kerangka Teori  Sumber : Modifikasi 6, 19  G.  Kerangka  Konsep   Variabel terikat  Variabel bebas  Pengetahuan tentang PSN  Keberadaan jentik  Aedes sp  Sikap terhadap PSN  Kualitas PSN

Referensi

Dokumen terkait

Empat Lingkungan Peradilan Koordinator Wilayah Maluku Pengadilan Agama

Sebagai kelanjutan proses pemilihan kami mengundang Saudara untuk Klarifikasi dan Negoisasi Teknis serta biaya pada :. Hari

Hasil ini didukung oleh hasil hasil penelitian sebelumnya di SMA Negeri 6 Surabaya yang menyatakan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat

Hal tersebut menjadi tidak sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika itu sendiri, yaitu membentuk kemampuan bernalar pada peserta didik yang tercermin melalui kemampuan

Seperti pada program diatas, array dilewatkan fungsi input untuk mengisi nilai dari setiap elemen array tersebut, kemudian fungsi findmax yaitu fungsi untuk mencari nilai terbesar

“Terimakasih...biasanya sok kadang ada yang emosinya tinggi, ada yang merasa kecewa karena tersinggung, masalahnya kan mendengar orasi dari murni dari mahasiswa sendiri

Arti dari Concert hall adalah sebuah banguanan yang berfungsi sebagai tempat untuk mempertunjukan atau mementaskan sebuah karya oleh musisi baik dalam negeri maupun luar.. Pengertian

Cara-cara yang bisa digunakan untuk menghindari terjadinya kavitasi antara lain : Tekanan sisi isap tidak boleh terlalu rendah (pompa tidak boleh diletakkan jauh di atas