• Tidak ada hasil yang ditemukan

Multiple Indicator Cluster Survey Kabupaten Terpilih di Papua dan Papua Barat Temuan Kunci Awal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Multiple Indicator Cluster Survey Kabupaten Terpilih di Papua dan Papua Barat Temuan Kunci Awal"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

1

Multiple Indicator Cluster Survey

Kabupaten Terpilih di Papua dan Papua Barat

Temuan Kunci Awal

Untuk informasi lebih lanjut silakan menghubungi: Sekretariat Kerjasama Program Pemerintah RI-UNICEF di 62-21-57942109 atau

Direktorat Statistik Kesejahteraan Rakyat, BPS di 62-21-3841195 ext. 4210

Multiple Indicator Cluster Survey

Multiple Indicator Cluster Survey merupakan program survei rumah tangga internasional yang dikembangkan oleh UNICEF untuk membantu negara-negara mengisi kesenjangan data dalam memantau pembangunan manusia pada umumnya dan situasi ibu dan anak khususnya. MICS memberi kesempatan bagi negara-negara

untuk memantau kemajuan dalam

mencapai tujuan nasional dan komitmen global, termasuk Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang ditargetkan pada tahun 2015. MICS membantu negara-negara menangkap perubahan indikator-indikator kunci dengan cepat dan memperluas bukti-dasar bagi kebijakan dan program. MICS juga terus menangani isu-isu yang muncul dan bidang-bidang minat baru, dengan metodologi yang valid dan standard dalam pengumpulan data yang relevan. Badan Pusat Statistik (BPS) di bawah pimpinan Bappenas dan Bangda serta dengan dukungan teknis dan keuangan dari UNICEF melaksanakan MICS, sebagai bagian dari putaran global survei MICS yang keempat, di enam kabupaten terpilih di propinsi Papua dan Papua Barat pada tahun 2011.

Seminar Diseminasi November 2012

Multiple Indicator Cluster Survey 2011 di Kabupaten Terpilih di Papua dan Papua Barat

Multiple Indicator Cluster Survey (MICS) 2011 di kabupaten terpilih Papua dan Papua Barat telah dilakukan dari Oktober sampai Desember 2011. Tujuan utamanya:

• Menyediakan informasi terkini untuk menilai situasi ibu dan anak di enam kabupaten terpilih di propinsi Papua dan Papua Barat.

• Memberikan data yang diperlukan untuk memantau kemajuan pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam Deklarasi Milenium dan kesepakatan internasional lainnya, sebagai dasar untuk aksi di masa depan.

• Memberikan kontribusi pada perbaikan sistem data dan pemantauan di Indonesia, serta memperkuat keahlian teknis dalam mendesain, melaksanakan, dan menganalisis sistem tersebut.

• Menghasilkan data tentang situasi ibu dan anak, termasuk mengidentifikasi kelompok rentan dan kesenjangannya, untuk informasi bagi kebijakan dan intervensi.

Disain Sampel

Sampel MICS 2011 di kabupaten terpilih di propinsi Papua dan Papua Barat dirancang untuk memberikan perkiraan bagi sejumlah besar indikator yang berkaitan dengan situasi ibu dan anak di tingkat kabupaten. Enam kabupaten yaitu Merauke, Jayawijaya, Biak Numfor (Papua) dan Kaimana, Manokwari Sorong (Papua Barat) dilibatkan dalam survei ini. Sampel dipilih dalam dua tahap. Dalam setiap kabupaten, sejumlah blok sensus dipilih secara sistematis dengan menggunakan metode Proportional to Size. Setelah daftar rumah tangga disusun dalam blok sensus terpilih, secara sistematis 25 rumah tangga dipilih sebagai sampel dari masing-masing blok sensus tersebut. Total jumlah sampel adalah 6000 rumah tangga (1000 untuk masing-masing kabupaten). Sampel itu tidak terbobot sendiri dan perlu dilakukan pembobotan sampel. Empat set kuesioner digunakan dalam survei ini: 1) kuesioner rumah tangga, 2) kuesioner untuk perempuan, 3) kuesioner untuk laki-laki dan 4) kuesioner untuk balita. Dua laporan dibuat dan akan dipublikasikan terpisah, satu untuk kabupaten terpilih di Papua dan satu lagi untuk kabupaten terpilih di Papua Barat. Temuan kunci awal disajikan di sini. Di ringkasan ini dan dalam laporan akhir, hasilnya disajikan untuk masing-masing kabupaten terpilih. Untuk analisis hasil menurut karakteristik latar belakang masing-masing, data ketiga kabupaten di setiap propinsi akan digabungkan. Namun, presentasi hasilnya tidak mewakili perkiraan angka propinsi.

(2)

2

Tujuan Pembangunan Milenium 1

MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN

Sasaran 1C:

Antara 1990 dan 2015, proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Berat saat lahir adalah indikator yang baik tidak hanya dari kesehatan ibu dan status gizi, tetapi juga peluang bayi baru lahir peluang untuk bertahan hidup, bertumbuh, kesehatan jangka panjang dan perkembangan psikososial. Berat badan lahir rendah (kurang dari 2.500 gram) membawa berbagai risiko kesehatan serius bagi anak-anak. Bayi yang kekurangan gizi saat berada di rahim sangat meningkat risikonya terhadap kematian selama bulan-bulan dan tahun-tahun awal. Mereka yang bertahan hidup memiliki gangguan fungsi kekebalan tubuh dan peningkatan risiko penyakit, mereka cenderung tetap kurang gizi, dengan kekuatan otot berkurang, sepanjang hidup mereka, dan menderita insiden diabetes dan penyakit jantung yang lebih tinggi di kemudian hari. Anak yang lahir kekurangan berat badan juga cenderung memiliki IQ lebih rendah dan cacat kognitif, mempengaruhi kinerja mereka di sekolah dan kesempatan pekerjaan mereka sebagai orang dewasa. Pada kabupaten terpilih untuk MICS 2011 di Papua dan Papua Barat, informasi ukuran anak saat lahir berdasarkan penilaian ibu, tidak dikumpulkan. Oleh karena itu melaporkan persentase kelahiran dengan berat dibawah 2500 gram hanya didasarkan pada ingatan ibu tentang berat badan anak atau berat sebagaimana dicatat pada kartu kesehatan jika anak ditimbang saat lahir.

Secara keseluruhan, di enam kabupaten 28 hingga 71 persen bayi baru lahir ditimbang, dan di antaranya kira-kira 8 hingga 16 persen beratnya saat lahir kurang dari 2500 gram.

Gambar 1. Berat badan lahir rendah bayi menurut karakteristik

13 8 17 13 13 0 13 14 12 9 18 14 12 11 0 20 40 60 80 100 Kabupaten Merauke Jayawijaya Biak Numfor Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan ibu Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Papua % 12 15 14 9 17 0 32 13 3 41 14 14 12 6 0 20 40 60 80 100 Kabupaten Kaimana Manokwari Sorong Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan ibu Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Papua Barat %

(3)

3 Di negara berkembang, berat badan lahir rendah terutama berasal dari status gizi dan kesehatan ibu yang buruk. Tiga faktor yang paling memiliki dampak: Status gizi buruk ibu sebelum hamil, perawakan pendek (terutama karena gizi dan infeksi selama masa kecilnya), dan gizi buruk selama kehamilan. Berat badan yang tidak memadai selama kehamilan sangat penting karena menyumbang sebagian besar keterlambatan pertumbuhan janin. Selain itu, penyakit seperti diare dan malaria, yang umum di banyak negara berkembang, secara signifikan dapat mengganggu pertumbuhan janin jika ibu menjadi terinfeksi penyakit ini saat hamil.

Menurut karakteristik latar belakangnya, perbedaan di daerah perkotaan dan pedesaan hanya berlaku di 3 kabupaten Papua Barat, di mana tingkat berat lahir rendah di daerah pedesaan lebih tinggi. Demikian pula, perempuan dengan pendidikan yang lebih rendah di kabupaten terpilih Papua Barat cenderung melahirkan anak-anak dengan berat badan lahir rendah. Tapi pendidikan ibu tidak menunjukkan banyak perbedaan dalam BBLR di 3 kabupaten propinsi Papua. Para ibu miskin di 3 kabupaten Papua Barat cenderung memiliki bayi BBLR. Kecenderungan yang sama terjadi di 3 kabupaten di propinsi Papua, meskipun perbedaan tersebut tidak selebar di Papua Barat.

Menyusui

Menyusui untuk beberapa tahun pertama kehidupan melindungi anak-anak dari infeksi, menyediakan sumber nutrisi yang ideal, ekonomis dan aman. Namun, banyak ibu berhenti menyusui terlalu cepat dan sering ada tekanan untuk beralih ke susu formula, yang dapat memberikan kontribusi terhadap gangguan pertumbuhan dan kekurangan gizi mikro, serta tidak aman jika air bersih tidak tersedia. WHO / UNICEF memiliki rekomendasi pemberian makan sebagai berikut:

• ASI eksklusif untuk enam bulan pertama

• Terus menyusui hingga bayi berusia 2 tahun atau lebih

• Memulai pemberian makanan tambahan yang aman, sesuai dan memadai saat bayi berusia 6 bulan

• Frekuensi pemberian makanan tambahan: 2 kali per hari selama bayi berusia 6-8 bulan usia, 3 kali per hari selama bayi berusia 9-11 bulan

Awal menyusui disarankan untuk dimulai dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Indikator kunci yang terkait dengan rekomendasi praktek pemberian makan pada anak adalah sebagai berikut:

• Awal inisiasi menyusui (dalam waktu 1 jam setelah melahirkan) • Tingkat Pemberian ASI eksklusif (usia <6 bulan)

• Tingkat menyusui Lanjutan (pada usia 1 tahun dan pada usia 2 tahun) • Pemberian makan melalui botol (usia 0-23 bulan)

Gambar 2.

Indikator menyusui yang direkomendasikan oleh WHO/UNICEF

42 46 74 44 27 44 55 49 19 23 44 66 75 41 23 0 20 40 60 80 100

Percentage of children 0-23 months with… Continued breastfeeding at 2 years old

Continued breastfeeding at 1 year old Exclusive breastfeeding Early initiation of breastfeeding

Kaimana Manokwari Sorong

%

Papua Barat

Inisiasi Menyusui Dini ASI eksklusif Terus menyusui hingga usia 1 tahun Terus menyusui hingga usia 2 tahun Persentase anak usia 0-23 bulan yang diberi minum dengan dot botol

(4)

4 Inisiasi menyusui dini pada ibu berbeda menurut kabupaten, terutama ketika mempertimbangkan inisiasi menyusui dalam satu hari kelahiran. Perempuan di Kaimana adalah yang paling kurang mungkin untuk memulai menyusui dalam satu hari (45 persen) dibandingkan dengan perempuan di Jayawijaya (86 persen), Biak Numfor (70 persen), dan Manokwari (69 persen). Sedangkan untuk menyusui dalam satu jam setelah melahirkan yang tertinggi adalah kabupaten Merauke (44 persen) dibanding yang terendah di Biak Numfor (19 persen).

Gambar 3. Persentase ibu yang mulai menyusui dalam satu jam setelah melahirkan menurut karakteristik

Anak yang lahir di rumah sakit swasta lebih mungkin Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dalam waktu satu jam setelah melahirkan dibandingkan mereka yang lahir di rumah sakit umum dan di rumah. Kelahiran yang dibantu tenaga kesehatan akan lebih didorong untuk melaksanakan IMD dalam satu jam pertama setelah lahir. Tempat tinggal di perkotaan/pedesaan dan indeks kuintil kekayaan tidak menunjukkan banyak perbedaan dalam hal menyusui dini.

46 34 87 23 44 17 79 90 55 38 50 44 62 38 19 0 20 40 60 80 100

Percentage of children 0-23 months with… Continued breastfeeding at 2 years old

Continued breastfeeding at 1 year old Exclusive breastfeeding Early initiation of breastfeeding

Biak Numfor Jayawijaya Merauke

44 39 19 33 36 36 19 34 36 27 61 35 40 29 35 31 36 0 20 40 60 80 100 Kabupaten Merauke Jayawijaya Biak Numfor Lokasi Perkotaan Perdesaan Penolong kelahiran Tenaga kesehatan Dukun bersalin Lainnya Missing Tempat melahirkan Faskes umum Faskes swasta Rumah Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Papua % 23 23 27 27 23 24 15 32 3 20 29 26 24 24 26 22 23 0 20 40 60 80 100 Kabupaten Kaimana Manokwari Sorong Lokasi Perkotaan Perdesaan Penolong kelahiran Tenaga kesehatan Dukun bersalin Lainnya Missing Tempat melahirkan Faskes umum Faskes swasta Rumah Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Papua Barat % % Papua

Inisiasi Menyusui Dini ASI eksklusif Terus menyusui hingga usia 1 tahun Terus menyusui hingga usia 2 tahun Persentase anak usia 0-23 bulan yang diberi minum dengan dot botol

(5)

5

Tujuan Pembangunan Milenium 2 dan 3

MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK MENDORONG

KESETARAAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Sasaran 2A: Memastikan bahwa, pada tahun 2015, anak-anak di mana-mana, anak laki-laki dan perempuan, akan dapat menyelesaikan pendidikan dasar

Sasaran 3A: Menghilangkan ketimpangan gender di pendidikan dasar dan menengah, pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015

Akses universal terhadap pendidikan dasar dan pencapaian pendidikan dasar anak-anak di dunia adalah salah satu tujuan yang paling penting dari Tujuan Pembangunan Milenium dan Dunia yang Layak bagi Anak. Pendidikan merupakan prasyarat penting untuk memerangi kemiskinan, pemberdayaan perempuan, melindungi anak-anak dari eksploitasi seksual dan kerja yang berbahaya, mempromosikan hak asasi manusia dan demokrasi, melindungi lingkungan, dan mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Indikator-indikator kunci pendidikan mencakup:

• Angka murni masuk sekolah dasar

• Angka partisipasi murni sekolah dasar (yang disesuaikan) • Angka partisipasi murni sekolah menengah (yang disesuaikan) • Tingkat melek/buta huruf perempuan/ laki-laki usia 15-2 tahun

• Rasio pendidikan perempuan terhadap laki-laki (atau Indeks Paritas Gender - IPG) di sekolah dasar dan menengah.

Dari anak-anak usia masuk sekolah (usia 7 tahun) yang masuk kelas1 SD di 6 kabupaten terpilih di Papua dan Papua Barat, tertinggi ada di kabupaten Biak Numfor (83 persen) dibanding yang terendah di Jayawijaya (52 persen).

40 5 77 77 96 42 13 77 78 94 28 26 68 48 94 0 20 40 60 80 100

Angka kesiapan sekolah Angka buta huruf pada perempuan (15-24 thn) Angka murni masuk sekolah dasar APM usia 13-18 APM usia 7-12

Gambar 4. Ringkasan indikator -indikator pendidikan

Kaimana Manokwari Sorong

48 10 78 71 97 13 40 52 54 82 29 10 83 75 96 0 20 40 60 80 100

Angka kesiapan sekolah Angka buta huruf pada perempuan (15-24 thn) Angka murni masuk sekolah dasar APM usia 13-18 APM usia 7-12

Biak Numfor Jayawijaya Merauke

%

Papua Barat

(6)

6 Lebih dari 90 persen anak-anak usia sekolah dasar yang masih bersekolah, kecuali di Jayawijaya (82 persen). Namun, tiga sampai enam persen anak-anak keluar dari sekolah ketika mereka diharapkan berpartisipasi di sekolah. Berkisar 48-78 persen anak-anak usia sekolah menengah (13 sampai 18 tahun) di enam kabupaten terpilih masih menghadiri sekolah menengah. Selebihnya, beberapa dari mereka ada yang sudah keluar dari sekolah atau masih duduk di sekolah dasar. APM sekolah menengah di Kaimana merupakan yang terendah yaitu menunjukkan angka mencolok 52 persen anak-anak usia sekolah menengah yang tidak duduk di sekolah menengah, terdiri dari 24 persen masih di sekolah dasar, sementara 28 persen berada di luar sekolah.

Gambar 5. Persentase APM sekolah menengah, anak usia sekolah menengah yang masih di SD dan yang tidak sekolah

Dalam MICS, melek huruf dinilai pada kemampuan perempuan dan pria usia 15-24 tahun untuk membaca pernyataan pendek yang sederhana atau tingkat kehadiran siswa. MICS di kabupaten terpilih Papua dan Papua Barat menunjukkan bahwa hanya 60 persen khususnya dari wanita usia 15-24 di kabupaten Jayawijaya yang melek huruf, ini merupakan yang paling rendah dibandingkan dengan lima kabupaten terpilih lainnya. Di Kaimana dan Sorong kemelek-aksaraan perempuan lebih baik dari pada laki-laki.

Gambar 6. Angka Melek Huruf menurut Gender

90 60 90 92 72 92 0 20 40 60 80 100

Biak Numfor Jayawijaya Merauke

perempuan usia 15-24 laki-laki usia 15-24

75% 54% 71% 8% 7% 6% 16% 39% 23% 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Biak Numfor Jayawijaya Merauke

sedang di sekolah menengah (APM) masih di SD tidak bersekolah

48% 78% 77% 24% 7% 9% 28% 16% 13% 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Kaimana Manokwari Sorong

Papua Barat 74 87 95 73 89 90 0 20 40 60 80 100

Kaimana Manokwari Sorong

Papua Barat

(7)

7 Gambar 7. Indeks Paritas Gender untuk Pendidikan

Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki yang mengikuti pendidikan dasar dan menengah lebih dikenal sebagai Indeks Paritas Gender (IPG). Perhatikan bahwa rasio yang disertakan di sini diperoleh dari rasio Angka Partisipasi Murni (APM) daripada rasio Angka Partisipasi Kasar (APK). Rasio APK akan memberikan gambaran yang salah tentang IPG terutama karena di sebagian besar kasus mayoritas anak yang usianya telah lewat usia pendidikan dasar yang masih menghadiri SD adalah anak laki-laki. Angka ini menunjukkan bahwa gender paritas untuk sekolah dasar, yang tidak jauh dari 1, mengindikasikan bahwa anak perempuan dan anak laki-laki hampir sama dalam menghadiri sekolah dasar (Mearuke 0.98; Jayawijaya 1.05; Biak Numfor 1.14; Manokwari 1.02; Sorong 1.01; Kaimana 1.01) . Paritas gender pada sekolah menengah menunjukkan situasi yang sama, kecuali untuk Merauke dan Kaimana yang sedikit lebih tinggi, yang artinya APM perempuan lebih tinggi dari APM laki-laki. 1.02 1.01 1.01 1.32 0.98 1.07 0.0 0.3 0.6 0.9 1.2 1.5

Kaimana Manokwari Sorong

Indeks parity gender sekolah dasar Indeks parity gender sekolah menengah

1.03 1.04 0.98 1.01 .92 1.17 0.0 0.3 0.6 0.9 1.2 1.5

Biak Numfor Jayawijaya Merauke

(8)

8

Tujuan Pembangunan Milenium 4

MENGURANGI KEMATIAN ANAK

Sasaran 4A: Mengurangi dua pertiga, antara 1990 dan 2015, angka kematian balita

Ini adalah salah satu tujuan menyeluruh dari Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Pemantauan kemajuan menuju tujuan ini merupakan tujuan penting tetapi sulit. Angka kematian bayi adalah probabilitas bayi yang baru lahir meninggal sebelum ulang tahun pertama. Angka kematian balita adalah probabilitas anak meninggal sebelum ulang tahun kelima.

Dalam survei MICS, angka kematian bayi dan balita dihitung berdasarkan teknik estimasi tidak langsung yang dikenal sebagai metode Brass. Data yang digunakan dalam estimasi adalah: rata-rata jumlah anak yang pernah dilahirkan perempuan usia 15 sampai 49 tahun dari setiap kelompok umur lima tahunan, dan proporsi anak-anak yang mati dari jumlah tersebut yang juga untuk perempuan dari kelompok umur lima tahunan. Berdasarkan informasi kematian sebelumnya di Indonesia, tabel kehidupan model West yang dipilih sebagai model yang paling tepat. Perlu dicatat bahwa estimasi kematian bayi dan anak yang disajikan dalam laporan ini didasarkan pada jumlah kasus yang relatif kecil yang dapat menyebabkan perkiraan yang tidak stabil. Oleh karena itu penafsiran dari estimasi tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati.

Tingkat kematian bayi di propinsi Papua diperkirakan sebesar 39, 86, dan 48 per seribu kelahiran hidup secara berturut-turut di kabupaten Merauke, Jayawijaya, dan Biak. Probabilitas kematian di bawah usia 5 (U5MR) masing-masing adalah 48, 122, dan 62 per seribu kelahiran hidup di kabupaten Merauke, Jayawijaya, dan Biak Numfor. Sementara itu, tingkat kematian bayi di propinsi Papua Barat diperkirakan mashing-masing sebesar 50, 60 dan 42 per seribu kelahiran hidup di kabupaten Kaimana, Manokwari dan Sorong. Probabilitas kematian di bawah usia 5 tahun (U5MR) masing-masing adalah 65, 81 dan 54 per seribu di kabupaten Kaimana, Manokwari dan Sorong.

Gambar 8a. Angka kematian bayi menurut karakteristik

39 86 48 36 70 106 68 39 27 112 66 36 33 15 79 21 0 30 60 90 120 Kabupaten Merauke Jayawijaya Biak Numfor Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan ibu Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua

per 1.000 kelahiran hidup

Papua 50 60 42 46 57 55 70 47 29 74 57 22 61 44 70 35 0 30 60 90 120 Kabupaten Kaimana Manokwari Sorong Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan ibu Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua

per 1.000 kelahiran hidup

(9)

9 Gambar 8b. Angka kematian balita menurut karakteristik

Estimasi ini dihitung dengan menghitung rata-rata estimasi angka kematian yang diperoleh dari perempuan usia 25-29 dan 30-34, dan secara kasar merujuk hingga tahun 2006. Estimasi kematian ini jelas menunjukkan keadaan yang tidak menguntungkan di kabupaten Manokwari dibandingkan dengan Kaimana dan Sorong, dan Kabupaten Jayawijaya dibandingkan dengan Merauke dan Biak Numfor.

Untuk tiga kabupaten gabungan di setiap provinsi, ada beberapa perbedaan antara probabilitas kematian dalam hal daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan, kekayaan dan etnis. Tingkat mortalitas kira-kira dua kali lipat di daerah pedesaan dibandingkan dengan perkotaan. Seperti yang diperkirakan, terdapat asosiasi negatif yang tajam antara kematian dan pendidikan. Demikian pula angka kematian balita menurun tajam dari di atas 100 per seribu kelahiran hidup di antara anak-anak yang tinggal di rumah tangga termiskin menjadi di bawah 60 per seribu kelahiran hidup di antara mereka yang tinggal di rumah tangga kaya. Kematian adalah jauh lebih besar di antara anak-anak yang kepala rumah tangganya asli Papua dibandingkan dengan yang bukan asli Papua.

48 122 62 45 96 153 94 48 32 162 90 45 41 17 110 25 0 40 80 120 160 Kabupaten Merauke Jayawijaya Biak Numfor Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan ibu Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua

per 1.000 kelahiran hidup

Papua 65 81 54 59 76 73 96 61 36 103 73 28 82 57 96 43 0 40 80 120 160 Kabupaten Kaimana Manokwari Sorong Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan ibu Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua

per 1.000 kelahiran hidup

(10)

10 Rangkaian Perawatan

Konsep "rangkaian perawatan" mempromosikan intervensi yang efektif biaya bagi perawatan ibu dan anak mulai dari pra-kehamilan, kelahiran dan periode pasca-neonatal hingga masa kanak-kanak. Di sisi lain juga mempromosikan perawatan ibu dan anak dari tingkat komunitas hingga klinik.

Gambar 9. Rangkaian perawatan dari pra-kehamilan hingga masa kanak-kanak

28 54 62 58 23 41 22 36 52 67 57 75 23 19 20 25 53 73 76 75 27 44 46 46 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Angka prevalensi KB 4 kali kunjungan antenatal (K4) Perlindungan tetanus neonatal Persalinan oleh tenaga kesehatan Inisiasi menyusui dini ASI eksklusif Imunisasi lengkap Tidur pakai kelambu ITN

Pra-kehamilan Kehamilan Melahirkan Pasca lahir Masa bayi Masa kanak-kanak

Kaimana Manokwari Sorong

38 66 74 77 19 38 36 42 16 36 47 36 38 55 16 9 50 90 71 86 44 23 58 42 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Angka prevalensi KB 4 kali kunjungan antenatal (K4) Perlindungan tetanus neonatal Persalinan oleh tenaga kesehatan Inisiasi menyusui dini ASI eksklusif Imunisasi lengkap Tidur pakai kelambu ITN

Pra-kehamilan Kehamilan Melahirkan Pasca lahir Masa bayi Masa kanak-kanak

Biak Numfor Jayawijaya Merauke

% %

(11)

11 Imunisasi

Imunisasi memainkan bagian penting dalam mengurangi angka kematian bayi dan balita. Imunisasi telah menyelamatkan nyawa jutaan anak-anak dalam tiga dekade sejak peluncuran Program Perluasan Imunisasi (EPI) pada tahun 1974. Di seluruh dunia masih ada 27 juta anak diabaikan oleh imunisasi rutin dan sebagai hasilnya, penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin telah menyebabkan lebih dari 2 juta kematian setiap tahun. Menurut pedoman WHO dan UNICEF, seorang anak harus menerima vaksinasi BCG untuk perlindungan terhadap TBC, tiga dosis DPT untuk perlindungan terhadap difteri, pertusis, dan tetanus, tiga dosis vaksin polio, dan vaksinasi campak sebelum mencapai usia 12 bulan. Menurut jadwal imunisasi nasional, melalui program imunisasi rutin, sebelum ulang tahun pertama setiap anak di Indonesia harus menerima - vaksinasi BCG untuk perlindungan terhadap TBC, tiga dosis DPT untuk perlindungan terhadap Difteri, Pertusis, dan Tetanus, empat dosis vaksin polio, empat dosis vaksin Hepatitis B, serta campak atau vaksinasi MMR pada usia 9 bulan atau lebih. Dengan mempertimbangkan jadwal vaksinasi ini, perkiraan untuk cakupan imunisasi lengkap di kabupaten terpilih dari survey MICS Papua dan Papua Barat ini didasarkan pada data imunisasi anak usia 12-23 bulan.

Dari semua kabupaten terpilih, hasil survei menunjukkan bahwa kabupaten Jayawijaya cenderung memiliki cakupan rendah untuk sebagian besar jenis vaksinasi, dengan cakupan vaksinasi lengkap hanya 16 persen, sedangkan cakupan terendah di Papua Barat adalah kabupaten Kaimana (22 persen). Cakupan vaksinasi lengkap tertinggi adalah di kabupaten Merauke untuk propinsi Papua, dan Kabupaten Sorong untuk propinsi Papua Barat, masing-masing sebesar 58 dan 46 persen.

Gambar 10. Vaksinasi lengkap menurut karakteristik

Untuk tiga kabupaten gabungan di setiap provinsi, anak-anak usia 12-23 bulan yang tinggal di daerah perkotaan lebih cenderung diimunisasi lengkap dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah pedesaan. Pada 3 kabupaten Papua, pendidikan ibu dan kuintil indeks kekayaan lebih berpengaruh dalam membuat perbedaan perolehan vaksinasi lengkap, dibandingkan di 3 kabupaten Papua Barat.

58 16 37 49 32 9 28 47 53 4 37 41 49 63 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Merauke Jayawijaya Biak Numfor Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan ibu Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Papua % 22 20 46 46 20 26 28 7 28 33 26 50 0 20 40 60 80 100 Kabupaten Kaimana Manokwari Sorong Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan ibu Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Papua Barat %

(12)

12 Perlindungan Tetanus Neonatal

Salah satu tujuan Pembangunan Milenium adalah untuk mengurangi sampai tiga perempatnya, rasio kematian ibu, dengan satu strategi untuk menghilangkan tetanus ibu. Selain itu, tujuan lain adalah untuk mengurangi kejadian tetanus neonatal menjadi kurang dari 1 kasus tetanus neonatal per 1000 kelahiran hidup di setiap kabupaten. Tujuan Dunia Layak untuk Anak adalah untuk menghilangkan tetanus maternal dan neonatal pada tahun 2005.

Pencegahan tetanus ibu dan bayi adalah untuk menjamin semua ibu hamil menerima setidaknya dua dosis vaksin toksoid tetanus. Namun, jika ibu belum menerima dua dosis vaksin selama kehamilan, mereka (dan bayi mereka) dapat dianggap sudah terlindungi jika kondisi berikut ini terpenuhi: • Menerima setidaknya dua dosis vaksin toksoid tetanus, yang terakhir dalam 3 tahun

sebelumnya;

• Menerima setidaknya 3 dosis, yang terakhir dalam 5 tahun sebelumnya; • Menerima setidaknya 4 dosis, yang terakhir dalam waktu 10 tahun; • Menerima setidaknya 5 dosis selama hidup.

Survei ini menunjukkan cakupan tetanus toxoid di 6 kabupaten terpilih di Papua dan Papua Barat ini, paling rendah pada 47 persen di kabupaten Jayawijaya, dibandingkan dengan Kaimana (62 persen), Merauke (71 persen), Biak Numfor (74 persen), dan tertinggi di kabupaten Sorong (76 persen).

Malaria

Malaria adalah penyebab utama kematian anak di bawah usia lima tahun di Tanah Papua. Hal ini juga memberikan kontribusi untuk anemia pada anak-anak dan merupakan penyebab umum dari absensi sekolah. Langkah-langkah pencegahan secara dramatis dapat mengurangi tingkat kematian malaria di antara anak-anak.

Di daerah di mana malaria adalah hal yang biasa, WHO merekomendasikan Penyemprotan Residual di Dalam Ruangan (IRS), penggunaan kelambu berinsektisida (ITN) dan pengobatan yang tepat terhadap kasus yang dikonfirmasi dengan mengonsumsi obat anti-malaria yang direkomendasikan. Rekomendasi internasional juga menyarankan mengobati setiap demam pada anak-anak seolah-olah sebagai malaria dan segera memberikan anak tablet anti-malaria yang direkomendasikan secara penuh. Anak-anak dengan gejala malaria berat, seperti demam atau kejang-kejang, sebaiknya dibawa ke fasilitas kesehatan. Selanjutnya, anak-anak yang pulih dari malaria harus terus diberikan cairan ekstra dan makanan, serta bayi harus terus disusui.

Kelambu yang telah diinsektisida, atau ITN, jika digunakan dengan benar, sangat efektif dalam menawarkan perlindungan terhadap nyamuk dan serangga lainnya. Kuesioner MICS mencakup pertanyaan tentang ketersediaan dan penggunaan kelambu, baik di tingkat rumah tangga, di antara anak-anak balita dan ibu hamil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurang dari 50 persen anak-anak balita yang tidur di bawah kelambu berinsektisida. Dibandingkan dengan kabupaten lain persentase anak-anak balita yang tidur di bawah kelambu berinsektisida di kabupaten Jayawijaya paling rendah, hanya 9 persen. Selanutnya adalah Manokwari (25 persen), Merauke dan Biak Numfor (masing-masing 42 persen), Kaimana (36 persen), dan tertinggi adalah Kabupaten Sorong (46 persen).

(13)

13

Tujuan Pembangunan Milenium 5

MENINGKATKAN KESEHATAN IBU

Sasaran 5A: Mengurangi sampai tiga perempatnya, antara 1990 dan 2015, rasio kematian ibu Sasaran 5B: Di tahun 2015, mencapai akses universal terhadap kesehatan reproduksi Investasi pada kesehatan reproduksi, termasuk keluarga berencana dan perawatan ibu sangat penting untuk memenuhi tujuan MDGs. Komplikasi selama kehamilan dan persalinan merupakan penyebab utama kematian dan ketidakmampuan perempuan usia reproduksi di negara berkembang. Tiga perempat dari seluruh kematian ibu terjadi selama kelahiran dan segera setelah melahirkan hingga enam minggu sesudahnya.

Gambar 11. Ringkasan indikator-indikator kesehatan ibu dan reproduksi

33 58 30 54 84 28 16 54 75 19 67 86 52 15 22 75 17 73 91 53 17 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Institusional delivery (%) Skilled attendance of delivery (%) Content of antenatal care (%) Antenatal care four times (%) Antenatal care at leas once (%) Modern contraceptive prevalence rate (%) Early child bearing (%) %

Kaimana Manokwari Sorong

66 44 53 0 8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 Adolescent birth rate (per 1,000 female adolescents) p e r 1 .0 0 0 r e m a ja p e re m p u a n Papua Barat Persalinan di Faskes (%) Kelahiran oleh tenaga kesehatan (%) Isi layanan pemeriksaan kehamilan (%) Periksa kehamilan 4 kali (%) Periksa kehamilan min. 1 kali (%) Prevalensi KB (%) Melahirkan dini (%) Fertilitas remaja (per 1000 remaja perempuan) 43 77 19 66 90 38 10 28 36 12 36 57 16 37 61 86 40 90 96 50 11 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Institusional delivery (%) Skilled attendance of delivery (%) Content of antenatal care (%) Antenatal care four times (%) Antenatal care at leas once (%) Modern contraceptive prevalence rate (%) Early child bearing (%) %

Biak Numfor Jayawijaya Merauke

59 145 77 0 16 32 48 64 80 96 112 128 144 160 Adolescent birth rate (per 1,000 female adolescents) p e r 1 .0 0 0 r e m a ja p e re m p u a n Papua Persalinan di Faskes (%) Kelahiran oleh tenaga kesehatan (%) Isi layanan pemeriksaan kehamilan (%) Periksa kehamilan 4 kali (%) Periksa kehamilan min. 1 kali (%) Prevalensi KB (%) Melahirkan dini (%) Fertilitas remaja (per 1000 remaja perempuan)

(14)

14 Tingkat Melahirkan (Fertilitas) Remaja

Pada MICS4, tingkat kesuburan total dan tingkat melahirkan remaja dihitung dengan menggunakan informasi tentang tanggal melahirkan terakhir dari setiap perempuan dan berdasarkan pada satu tahun periode (1-12 bulan) sebelum survei. Angkanya kurang memberi estimasi karena margin yang sangat kecil akibat dari tidak tercakupnya informasi kelahiran ganda (kembar dua, kembar tiga, dst.) dan perempuan yang melahirkan beberapa kali selama satu tahun sebelum survei.

Tingkat melahirkan remaja (tingkat kesuburan perempuan usia 15-19 tahun) didefinisikan sebagai jumlah melahirkan untuk wanita usia 15-19 tahun selama periode satu tahun sebelum survei, dibagi dengan jumlah rata-rata wanita usia 15 - 19 tahun selama periode yang sama, dinyatakan per 1000 wanita usia 15-19 tahun.

Tingkat melahirkan remaja (tingkat kesuburan perempuan usia 15-19 tahun) bervariasi antara enam kabupaten terpilih. Tingkat melahirkan remaja lebih tinggi di kabupaten Kaimana (66 kelahiran per 1.000 perempuan) dibandingkan dengan angka di Sorong (53 kelahiran per 1.000 perempuan) dan Manokwari (44 kelahiran per 1.000 perempuan) di Provinsi Papua Barat. Namun, angka melahirkan tertinggi remaja di kabupaten terpilih propinsi Papua ada di Jayawijaya (145 kelahiran per 1.000 perempuan), meskipun di dua kabupaten terpilih lainnya juga menunjukkan angka yang tinggi, Merauke (77 kelahiran per 1.000 perempuan) dan Biak Numfor (59 kelahiran per 1.000 perempuan). Aktivitas seksual dan melahirkan anak di usia dini membawa risiko signifikan bagi remaja di seluruh dunia. Sekitar 11 sampai 37 persen dari perempuan usia 20-24 tahun melahirkan sebelum mencapai usia 18 tahun. Persentase melahirkan sebelum usia 18 untuk kelompok usia ini tidak bervariasi banyak antar kabupaten terpilih (Biak Numfor, 10 persen, Merauke, 11 persen, Kaimana, 16 persen, Manokwari, 15 persen, dan Sorong, 17 persen), kecuali di Jayawijaya yang menunjukkan tingkat tertinggi (37 persen).

Kontrasepsi

Keluarga berencana yang tepat adalah penting untuk kesehatan perempuan dan anak-anak dengan: 1) mencegah kehamilan yang terlalu dini atau terlalu terlambat, 2) memperpanjang periode antar kelahiran, dan 3) membatasi jumlah anak. Akses oleh semua pasangan kepada informasi dan layanan untuk mencegah kehamilan yang terlalu dini, terlalu dekat jarak, terlambat atau terlalu banyak, sangat penting.

Penggunaan kontrasepsi di tiga kabupaten terpilih di propinsi Papua, kebanyakan metode modern, yang terendah terlihat di kabupaten Jayawijaya (16 persen), dibandingkan dengan 38 persen di kabupaten Biak Numfor dan 50 persen di Merauke. Hal ini bahkan lebih buruk daripada kabupaten Kaimana (28 persen) di propinsi Papua Barat, di mana yang tertinggi di sana adalah di Manokwari (52 persen) dan Sorong (53 persen), dan kebanyakan juga menggunakan metode modern.

Perawatan Kehamilan

Periode masa kehamilan menjadi peluang penting untuk mengakses ibu hamil dengan sejumlah intervensi yang penting bagi kesehatan dan kesejahteraan mereka dan bayi mereka. Pemahaman yang lebih baik tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dan hubungannya dengan kesehatan ibu telah menghasilkan peningkatan perhatian terhadap potensi pelayanan kehamilan sebagai intervensi untuk meningkatkan kesehatan baik ibu maupun bayi yang baru lahir.

(15)

15 Periode kehamilan juga memberikan kesempatan untuk menyampaikan informasi tentang jarak kelahiran, yang diakui sebagai faktor penting dalam meningkatkan kelangsungan hidup bayi. UNICEF dan WHO merekomendasikan minimal setidaknya empat kali kunjungan pelayanan pemeriksaan selama kehamilan. Persentase ibu yang menerima pemeriksaan kehamilan setidaknya empat kali, yang terendah adalah di Jayawijaya (36 persen), disusul masing-masing oleh Kaimana (54 persen), Biak Numfor (66 persen), Manokwari (67 persen), Sorong (73 persen), dan tertinggi adalah di Merauke (90 persen).

Penolong Persalinan

Tiga perempat dari seluruh kematian ibu terjadi saat melahirkan dan sesaat setelah melahirkan. Intervensi yang paling penting untuk menyelamatkan ibu adalah memastikan kehadiran tenaga kesehatan yang kompeten dengan ketrampilan kebidanan di setiap persalinan, dan transportasi yang tersedia ke fasilitas rujukan untuk perawatan kebidanan dalam keadaan darurat. Salah satu tujuan Dunia yang Layak untuk Anak adalah memastikan bahwa perempuan memiliki akses siap dan terjangkau terhadap kehadiran penolong persalinan yang terampil. Indikatornya adalah proporsi kelahiran yang ditolong petugas terampil dan proporsi kelahiran di lembaga kesehatan. Indikator tenaga terampil persalinan juga digunakan untuk melacak kemajuan dalam pencapaian sasaran Pembangunan Milenium dalam mengurangi rasio kematian ibu. Survei MICS mencakup sejumlah pertanyaan untuk menilai proporsi kelahiran yang dibantu oleh tenaga terampil yang meliputi dokter, perawat atau bidan.

Persentase terendah dari perempuan yang melahirkan dibantu oleh tenaga terampil ada di Jayawijaya (36 persen), dan tertinggi di Merauke (86 persen). Di antaranya, adalah Kaimana (58 persen), Manokwari dan Sorong (masing-masing 75 persen), dan Biak Numfor (77 persen).

Gambar 12. Persentase perempuan usia 15-49 tahun yang melahirkan dua tahun terakhir menurut penolong kelahiran

8 40 11 26 1 15 1 0 29 43 3 4 0 14 6 1 18 52 5 11 0 13 1 0 0 20 40 60 80 100

Dokter Bidan Perawat Dukun

bersalin Kader kesehatan Teman/ keluarga Lainnya Tanpa bantuan

Kaimana Manokwari Sorong

17 56 4 7 9 6 0 0 13 18 4 2 1 53 1 7 21 64 1 9 1 4 1 0 0 20 40 60 80 100

Dokter Bidan Perawat Dukun

bersalin Kader kesehatan Teman/ keluarga Lainnya Tanpa bantuan

Biak Numfor Jayawijaya Merauke

Papua Papua Barat

%

(16)

16 Sebagian besar persalinan dibantu oleh bidan. Penolong persalinan oleh tenaga terampil yang tertinggi adalah pada ibu-ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan, baik umum maupun swasta (masing-masing 100 persen) daripada ibu-ibu yang melahirkan di rumah (54 persen). Persalinan ibu yang tinggal di daerah perdesaan, tidak berpendidikan, dari keluarga miskin dan dari rumah tangga dengan kepala keluarga asli Papua cenderung tidak ditolong oleh tenaga yang terampil.

Tempat Melahirkan

Meningkatkan proporsi kelahiran yang dilakukan di fasilitas kesehatan merupakan faktor penting dalam mengurangi risiko kesehatan bagi ibu dan bayi. Perhatian medis yang tepat dan kondisi higienis selama persalinan dapat mengurangi risiko komplikasi dan infeksi yang dapat menyebabkan morbiditas dan kematian baik untuk ibu maupun bayi.

Gambar berikut ini menyajikan distribusi perempuan usia 15-49 tahun yang melahirkan pada periode dua tahun sebelum survei menurut tempat melahirkan. Kecuali di kabupaten Manokwari dan Merauke, rumah masih dominan sebagai tempat persalinan. Hanya sekitar 22 sampai 61 persen kelahiran di enam kabupaten terpilih dari Tanah Papua yang berlangsung di fasilitas kesehatan. Persentase perempuan melahirkan di fasilitas kesehatan adalah masing-masing 22, 28, 33, 43, 54 dan 61 persen di kabupaten Sorong, Jayawijaya, Kaimana, Biak Numfor, Manokwari, dan Merauke.

Gambar 13. Persentase perempuan yang melahirkan di fasilitas kesehatan, umum dan swasta, menurut karakteristik

Di semua kabupaten terpilih, baik di propinsi Papua dan Papua Barat, perempuan yang tinggal di daerah perkotaan, yang memiliki pendidikan lebih tinggi, yang non-Papua dan lebih kaya cenderung melahirkan di fasilitas kesehatan, baik publik maupun swasta.

61 28 43 73 23 12 30 52 80 11 37 33 62 86 33 62 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Merauke Jayawijaya Biak Numfor Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan responden Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua % Papua 33 54 22 69 35 30 48 61 14 29 44 58 79 35 52 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Kaimana Manokwari Sorong Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan responden Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua % Papua Barat

(17)

17

Tujuan Pembangunan Milenium 6

MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAIN

Sasaran 6A: Mengendalikan pada tahun 2015 dan mulai membalik tingkat penyebaran HIV / AIDS Sasaran 6C: Mengendalikan pada tahun 2015 dan mulai membalik tingkat penyebaran malaria dan

penyakit utama lainnya

Indikator untuk mengukur MDG dan tujuan ini yaitu dari mengurangi infeksi HIV hingga separuhnya, termasuk juga meningkatkan tingkat pengetahuan tentang HIV dan pencegahannya, serta mengubah perilaku untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari penyakit ini.

Pengetahuan yang Komprehensif tentang Penularan HIV

Salah satu prasyarat yang paling penting untuk mengurangi tingkat infeksi HIV adalah pengetahuan yang akurat tentang bagaimana HIV ditularkan dan strategi untuk mencegah penularan. Informasi yang benar adalah langkah pertama menuju peningkatan kesadaran dan memberikan orang-orang muda alat untuk melindungi mereka dari infeksi. Satu indikator yang merupakan indikator MDG dan UNGASS adalah persentase perempuan muda yang memiliki pengetahuan komprehensif dan benar tentang pencegahan dan penularan. Dalam MICS yang dilakukan di tiga kabupaten di Papua dan Papua Barat, semua perempuan yang telah mendengar tentang AIDS ditanya apakah mereka tahu dua cara utama untuk mencegah penularan HIV - memiliki dan setia hanya pada satu pasangan yang tidak terinfeksi dan menggunakan kondom setiap kali berhubungan seksual.

Pada enam kabupaten terpilih dari propinsi Papua dan Papua Barat, lebih dari 60 persen perempuan yang diwawancarai pernah mendengar tentang AIDS dengan perbedaan yang jelas antar kabupaten (Jayawijaya, 63 persen; Kaimana, 64 persen; Sorong, 72 persen; Merauke dan Manokwari, masing-masing 84 persen; dan Biak Numfor, 96 persen). Namun, dari orang-orang tersebut, yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang penularan HIV sangatlah kecil, yaitu hanya 13 persen di Jayawijaya, 18 persen di Kaimana, 23 persen di Sorong, 24 persen di Biak Numfor, dan 25 persen di Manokwari dan kabupaten Merauke.

Gambar 14. Pengetahuan komprehensif perempuan usia 15-49 tentang penularan HIV

25 13 24 34 12 2 10 27 48 2 15 18 28 41 13 31 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Merauke Jayawijaya Biak Numfor Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan responden Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua % Papua 18 25 23 29 21 1 8 27 46 6 14 21 34 36 15 30 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Kaimana Manokwari Sorong Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan responden Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua % Papua Barat

(18)

18 Seperti yang diperkirakan, persentase perempuan dengan pengetahuan komprehensif meningkat sejalan dengan tingkat pendidikannya. Pengetahuan yang komprehensif memiliki tingkat terendah di antara perempuan tanpa pendidikan dan meningkat menjadi 46-48 persen di kalangan perempuan dengan pendidikan tinggi. Perempuan yang tinggal di rumah tangga termiskin memiliki pengetahuan komprehensif yang kurang dibandingkan rumah tangga kaya. Perempuan yang tinggal di rumah tangga dengan kepala keluarga non-Papua memiliki pengetahuan komprehensif yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang asli Papua.

Pengetahuan penularan HIV dari ibu-ke-bayi juga merupakan langkah pertama yang penting bagi perempuan untuk mencari tes HIV ketika mereka sedang hamil demi menghindari infeksi pada bayi. Perempuan harus tahu bahwa HIV dapat ditularkan selama kehamilan, saat melahirkan dan melalui menyusui.

Perbedaan antar kabupaten untuk indikator ini dengan selisih persentase tertinggi adalah di kabupaten Manokwari dan terendah di Kaimana.

58 78 66 78 87 78 0 20 40 60 80 100

Kaimana Manokwari Sorong

Gambar 15. Pengetahuan tentang penularan HIV dari ibu ke anak

Women Men 87 55 78 86 70 81 0 20 40 60 80 100

Biak Numfor Jayawijaya Merauke

Papua Papua Barat

% %

(19)

19

Tujuan Pembangunan Milenium 7

MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP

Sasaran 7C: Menurunkan, pada tahun 2015, proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasar

Air minum yang aman adalah kebutuhan dasar untuk kesehatan yang baik. Air minum yang tidak aman dapat secara signifikan menjadi pembawa penyakit seperti trachoma, kolera, tipus, dan schistosomiasis. Air minum juga dapat tercemar oleh bahan kimia, terkontaminasi secara fisik dan radiasi yang memiliki efek berbahaya pada kesehatan manusia. Selain hubungannya dengan penyakit, akses terhadap air minum sangat penting bagi perempuan dan anak-anak, terutama di daerah pedesaan, yang bertanggung jawab dalam mengangkut air, seringkali dengan jarak yang jauh. Situasi di kabupaten Sorong dan Biak Numfor lebih baik daripada di kabupaten lain karena sekitar 80 persen penduduk di kabupaten-kabupaten ini mendapatkan air minum dari sumber yang layak, sebagian besar dari pengumpulan air hujan dan air minum kemasan. Persentase terendah penduduk yang mendapatkan air minum dari sumber yang layak adalah di Jayawijaya (35 persen), diikuti oleh Kabupaten Merauke. Angka-angka di Manokwari dan kabupaten Kaimana sudah di atas 60 persen.

Gambar 16. Ringkasan indikator-indikator akses air dan sanitasi

Di antara penduduk yang mendapatkan air minum dari sumber yang tak layak, di kabupaten Jayawijaya hanya 26 persen yang melakukan pengolahan air sebelum menggunakannya untuk minum. Di kabupaten Sorong, meskipun hanya kurang dari 20 persen yang minum dari sumber air yang tak layak, sebagian besar dari mereka (92 persen) melakukan pengolahan air minum.

Pembuangan kotoran manusia dan kebersihan pribadi yang tidak memadai dikaitkan dengan berbagai penyakit termasuk penyakit diare dan polio. Fasilitas sanitasi yang baik antara lain didefinisikan sebagai memisahkan secara higienis kotoran manusia dari kontak manusia. Sanitasi

49 92 80 56 88 69 44 76 66 0 20 40 60 80 100 Use of improved sanitation (not shared)

Water treatment Use of improved drinking water source

Kaimana Manokwari Sorong

64 77 54 24 26 35 74 71 87 0 20 40 60 80 100 Use of improved sanitation (not shared)

Water treatment Use of improved drinking water source

Biak Numfor Jayawijaya Merauke

Papua Papua Barat

% %

Penggunaan sumber air minum layak

Pengolahan air sebelum diminum

Penggunaan sanitasi sendiri yang layak

Penggunaan sumber air minum layak

Pengolahan air sebelum diminum

Penggunaan sanitasi sendiri yang layak

(20)

20 yang baik dapat mengurangi penyakit diare hingga lebih dari sepertiga, dan secara signifikan dapat mengurangi dampak kesehatan yang merugikan dari gangguan lain yang menyebabkan kematian dan penyakit jutaan anak-anak di negara berkembang. Fasilitas sanitasi yang baik untuk pembuangan tinja mencakup menyiram atau mengguyur sistem saluran pembuangan pipa, penggunaan tangki septik, atau jamban: jamban layak berventilasi, lubang jamban dengan tutup, dan penggunaan toilet kompos.

Meskipun sebagian besar penduduk (68 hingga 88 persen), kecuali di kabupaten Jayawijaya (33 persen), menggunakan fasilitas sanitasi yang layak tetapi fasilitas ini digunakan bersama-sama dengan orang lain. Persentasenya jauh berkurang pada mereka yang menggunakannya tanpa berbagi dengan yang lain.

Sekitar setengah dari penduduk di tiga kabupaten terpilih di Papua Barat menggunakan fasilitas sanitasi yang layak tanpa berbagi dengan orang lain (Kaimana, 44 persen; Manokwari, 56 persen; Sorong, 49 persen). Sementara itu, tiga kabupaten terpilih di Papua menunjukkan cakupan yang lebih baik, kecuali kabupaten Jayawijaya (24 persen). Ada 64 dan 74 persen penduduk yang menggunakan sanitasi layak sendiri, masing-masing di kabupaten Merauke dan Biak Numfor. Seperti yang diperkirakan, fasilitas sanitasi berkorelasi kuat dengan daerah tinggal, pendidikan kepala rumah tangga dan kekayaan rumah tangga.

Gambar 17. Akses sumber air minum dan sanitasi yang layak

39 16 65 59 29 11 31 48 65 2 22 40 60 82 34 52 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Merauke Jayawijaya Biak Numfor Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan KK Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua % Papua 32 45 45 57 38 20 32 49 61 5 24 40 62 84 31 54 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Kaimana Manokwari Sorong Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan KK Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua % Papua Barat

(21)

21

PERLINDUNGAN ANAK

Cara pertama dan mendasar dari perlindungan anak adalah melindungi hak setiap anak untuk memiliki nama dan kewarganegaraan, serta hak atas perlindungan dari kehilangan identitas dirinya, seperti yang terpancar dalam Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Anak dan tersebut dalam Dunia yang Layak untuk Anak yang bertujuan mengembangkan sistem untuk memastikan pencatatan setiap anak segera setelah lahir, dan memenuhi haknya untuk memperoleh nama dan kebangsaan, sesuai dengan hukum nasional dan instrumen internasional yang relevan. Indikator yang digunakan adalah persentase anak balita yang tercatat.

Pencatatan Kelahiran

Di antara anak-anak balita, kinerja terburuk dan terbaik dari tingkat pencatatan kelahiran berada di kabupaten terpilih di propinsi Papua, yaitu 20% di kabupaten Jayawijaya dan 66% di Merauke. Di antara tiga kabupaten Papua Barat, pencatatan kelahiran umumnya sama, sekitar 46% sampai 51%.

Gambar 18. Ringkasan indikator-indikator perlindungan anak

34 11 21 87 33 27 66 47 17 41 92 61 47 20 20 4 8 91 51 27 33 0 20 40 60 80 100

Persentase perempuan usia 20-49 th yang menikah

sebelum usia 18 th Persentase perempuan usia

20-49 th yang menikah sebelum usia 15 th Persentase perempuan usia

15-19 th yang menikah Pendisiplinan dengan kekerasan pada anak (usia

2-14 th) Persepsi penerimaan kekerasan domestik pada perempuan usia 15-49 th Pekerja anak (usia 5-17 th) Pencatatan kelahiran anak

balita

Papua

%

Biak Numfor Jayawijaya Merauke

35 9 15 90 33 22 51 30 11 22 84 44 22 50 22 5 13 86 38 24 46 0 20 40 60 80 100

Persentase perempuan usia 20-49 th yang menikah

sebelum usia 18 th Persentase perempuan usia

20-49 th yang menikah sebelum usia 15 th Persentase perempuan usia

15-19 th yang menikah Pendisiplinan dengan kekerasan pada anak (usia

2-14 th) Persepsi penerimaan kekerasan domestik pada perempuan usia 15-49 th Pekerja anak (usia 5-17 th) Pencatatan kelahiran anak

balita

Papua Barat

%

(22)

22 Pekerja Anak

Selain itu, melindungi anak dalam hal mencegah dan menangani kekerasan, pelecehan dan eksploitasi terhadap anak juga merupakan bagian dari Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Anak dan harus menjadi bagian integral dari semua program, perencanaan, dan strategi untuk memastikan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium pada tahun 2015. Pasal 32 dari Konvensi Internasional Hak Anak menyatakan: "Negara-negara anggota mengakui hak anak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan segala bentuk pekerjaan yang mungkin berbahaya atau mengganggu pendidikan anak, atau yang berbahaya bagi kesehatan anak atau perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosialnya ... " Dunia yang Layak untuk Anak menyebutkan sembilan strategi untuk memerangi pekerja anak dan Tujuan Pembangunan Manusia menyerukan perlindungan anak dari eksploitasi.

Di kuesioner MICS 2011 di kabupaten-kabupaten terpilih propinsi Papua dan Papua Barat, sejumlah pertanyaan membahas masalah pekerja anak, yaitu anak-anak usia 5-17 tahun usia yang terlibat dalam kegiatan bekerja. Seorang anak dianggap terlibat dalam kegiatan pekerja anak pada saat survei jika selama seminggu sebelum survei:

• Anak usia 5-11 th: setidaknya satu jam bekerja ekonomi atau 28 jam per minggu melakukan pekerjaan rumah tangga.

• Anak usia 12-17 th: setidaknya 14 jam bekerja ekonomi atau 28 jam per minggu melakukan pekerjaan rumah tangga.

Definisi ini memungkinkan diferensiasi antara anak yang bekerja dengan pekerja anak untuk mengidentifikasi jenis pekerjaan yang harus dihilangkan. Dengan demikian, perkiraan yang diberikan di sini adalah prevalensi minimal pekerja anak karena beberapa anak mungkin terlibat dalam pekerjaan yang berbahaya selama beberapa jam meskipun kurang dari jumlah yang ditentukan dalam kriteria yang dijelaskan di atas.

Menurut definisi di atas, angka pekerja anak tertinggi adalah di kabupaten Jayawijaya (47 persen), sementara angka di lima kabupaten terpilih lainnya kurang lebih sama yaitu sekita 22 hingga 27 persen.

Pendisiplinan Anak

Seperti yang tercantum dalam Dunia yang Layak untuk Anak, "anak-anak harus dilindungi terhadap tindakan kekerasan ..." dan Deklarasi Milenium menyerukan perlindungan anak terhadap penyalahgunaan, eksploitasi dan kekerasan. Dalam survei MICS di kabupaten-kabupaten terpilih di propinsi Papua dan Papua Barat, ibu/pengasuh dari anak usia 2-14 tahun ditanyakan serangkaian pertanyaan tentang cara-cara yang cenderung digunakan orang tua untuk mendisiplinkan anak-anak mereka ketika nakal. Perlu dicatat bahwa untuk modul disiplin anak ini, satu anak berusia 2-14 per rumah tangga dipilih secara acak pada saat pelaksanaan survei. Dari pertanyaan-pertanyaan ini, dua indikator yang digunakan untuk menggambarkan aspek disiplin anak adalah: 1) jumlah anak 2-14 tahun yang menerima tekanan psikologis sebagai hukuman atau hukuman fisik ringan atau hukuman fisik yberat, dan 2) jumlah orang tua/pengasuh anak-anak 2-14 tahun yang percaya bahwa untuk membesarkan anak-anak mereka dengan baik, mereka perlu menghukum mereka secara fisik. Di enam kabupaten terpilih di Papua dan Papua Barat, anak-anak menjadi sasaran setidaknya satu bentuk hukuman psikologis atau fisik oleh ibu/pengasuh mereka atau anggota rumah tangga lainnya, sebagaimana angka pendisiplinan anak dengan kekerasan adalah di atas 80 persen di semua kabupaten.

(23)

23 Di antara anak-anak yang menjadi subyek hukuman fisik, 31 persen menerima hukuman fisik yang parah yaitu di kabupaten Kaimana dan Jayawijaya, sementara sekitar 23 sampai dengan 26 persen menerima hukuman fisik yang parah ini di Manokwari, Merauke, dan Biak Numfor. Hukuman fisik parah paling sedikit diterima anak-anak di Sorong (18 persen)

Gambar 19.

Persentase anak usia 2-14 tahun yang mengalami bentuk pendisiplinan dengan kekerasan menurut berberapa karakteristik

Secara umum, di semua kabupaten terpilih dari kedua provinsi, pendidikan tidak menunjukkan hubungan yang jelas dengan pendisiplinan anak. Tidak ada banyak perbedaan juga dalam hal daerah tempat tinggal, kuintil kekayaan, dan etnis kepala rumah tangga.

Pernikahan Dini

Pernikahan sebelum usia 18 tahun adalah kenyataan bagi gadis-gadis muda. Menurut perkiraan UNICEF, di seluruh dunia lebih dari 64 juta perempuan usia 20-24 tahun yang menikah/dalam ikatan sebelum usia 18 tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pernikahan anak-anak meliputi: situasi sistem pencatatan sipil di suatu negara, yang menyediakan bukti usia bagi anak-anak; adanya kerangka kerja legislatif yang memadai disertai mekanisme penegakan hukum untuk menangani kasus-kasus perkawinan anak-anak; dan keberadaan hukum adat atau agama yang membenarkan praktek pernikahan anak-anak tersebut.

87 92 92 90 89 90 92 89 87 92 91 89 91 85 93 85 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Merauke Jayawijaya Biak Numfor Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan KK Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua % Papua 86 84 90 85 86 85 90 85 77 91 91 86 82 76 92 81 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Kaimana Manokwari Sorong Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan KK Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua % Papua Barat

(24)

24 Di banyak bagian dunia orang tua mendorong pernikahan putri mereka padahal mereka masih anak-anak dengan harapan bahwa pernikahan itu akan menguntungkan baik secara finansial dan sosial, sementara juga demi mengurangi beban keuangan keluarga. Pada kenyataannya, pernikahan anak adalah pelanggaran hak asasi manusia, mengorbankan perkembangan anak perempuan dan sering mengakibatkan kehamilan dini dan pengisolasian sosial, apalagi dengan pendidikan yang rendah dan ketrampilan yang rendah akan memperkuat pemiskinan gender. Hak untuk menyatakan kesediaan secara 'bebas dan penuh' dalam pernikahan diakui dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia - dengan pengakuan bahwa persetujuan/kesediaan tidak mungkin 'bebas dan penuh' bila salah satu pihak yang terlibat tidak cukup matang untuk membuat keputusan tentang pasangan hidup.

Terkait erat dengan masalah pernikahan anak adalah usia di mana anak perempuan menjadi aktif secara seksual. Perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun cenderung memiliki anak lebih banyak dari mereka yang menikah di usia lebih lanjut. Kehamilan beresiko kematian diketahui sebagai penyebab utama kematian baik untuk gadis menikah maupun belum menikah yang berusia antara 15 dan 19 tahun, khususnya pada usia termuda dari kelompok ini. Ada bukti yang menunjukkan bahwa anak perempuan yang menikah pada usia lebih muda lebih mungkin untuk menikah dengan pria yang jauh lebih tua yang akan menempatkan mereka pada peningkatan risiko infeksi HIV. Orang tua berusaha untuk menikahkan anak perempuan mereka untuk melindungi kehormatan mereka, dan laki-laki seringkali mencari perempuan yang lebih muda sebagai istri sebagai sarana untuk menghindari memilih istri yang mungkin sudah terinfeksi. Kebutuhan beristri usia muda ini untuk mereproduksi dan ketidakseimbangan kekuasaan yang dihasilkan dari perbedaan usia ini menyebabkan penggunaan kondom sangat rendah di antara pasangan tersebut.

Tiga indikator digunakan untuk menggambarkan pernikahan dini: persentase perempuan usia 15-19 tahun yang sudah menikah/dalam ikatan, persentase perempuan usia 20-49 tahun yang pertama menikah sebelum usia 15 tahun, dan persentase perempuan usia 20-49 tahun yang pertama menikah sebelum usia 18 tahun.

Gambar 20a. Perempuan usia 20-49 tahun yang pertama menikah sebelum usia 18 tahun

34 47 20 22 42 53 48 27 4 50 37 39 29 16 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Merauke Jayawijaya Biak Numfor Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan responden Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 % Papua 22 30 35 23 33 44 47 26 3 39 36 38 26 16 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Kaimana Manokwari Sorong Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan responden Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 % Papua Barat

(25)

25 Satu dari dua perempuan usia 15-19 tahun di kabupaten Jayawijaya, berstatus menikah atau dalam ikatan, sedangkan satu dari tiga belas perempuan usia yang sama di kabupaten Biak Numfor berstatus sama. Persentase perempuan 15-19 tahun yang saat ini menikah di Kaimana, Sorong, Merauke, dan Manokwari adalah masing-masing 13 persen, 15 persen, 21 persen, dan 22 persen. Selain itu, 17 persen perempuan usia 20-49 tahun di Kabupaten Jayawijaya menikah sebelum usia 15 tahun dan 47 persen menikah sebelum usia 18, menjadikannya yang terburuk di antara enam kabupaten terpilih. Persentase pernikahan sebelum usia 15 yang terendah adalah di kabupaten Biak Numfor (4 persen) dan Kaimana (5 persen), kondisi yang sama untuk persentase pernikahan sebelum usia 18, yaitu di kabupaten Biak Numfor (20 persen) dan Kaimana (22 persen).

Persentase perempuan usia 20-49 tahun yang pertama kali menikah sebelum usia 18 lebih tinggi di daerah pedesaan dibandingkan dengan perkotaan, pada mereka yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih rendah, dan mereka yang berasal dari keluarga miskin.

Sebaliknya, pernikahan dini adalah jarang terjadi pada laki-laki usia 20-49 tahun. Namun, ada korelasi yang jelas dengan pendidikan responden, kuintil kekayaan, dan tempat tinggal, yaitu mereka yang tinggal di daerah pedesaan, dengan latar belakang pendidikan yang lebih rendah dan rumah tangga miskin cenderung untuk memasuki pernikahan dini.

Gambar 20b. Laki-laki usia 20-49 tahun yang pertama menikah sebelum usia 18 tahun

Sikap terhadap Kekerasan Domestik

Sejumlah pertanyaan diajukan kepada perempuan dan laki-laki usia 15-49 tahun untuk menilai sikap mereka mengenai apakah suami dibenarkan memukul istrinya dalam beberapa situasi tertentu. Pertanyaan-pertanyaan ini diajukan untuk mendapat indikasi keyakinan budaya yang cenderung berkaitan dengan prevalensi kekerasan terhadap perempuan oleh suami mereka. Asumsi utamanya, perempuan atau laki-laki yang setuju dengan pernyataan yang membenarkan suami memukul istri akan mempunyai kecenderungan menerapkannya dalam kenyataan.

3 11 4 3 7 12 6 5 3 12 6 7 2 2 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Merauke Jayawijaya Biak Numfor Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan responden Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 % Papua 5 8 5 3 8 13 10 6 3 14 9 6 4 3 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Kaimana Manokwari Sorong Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan responden Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 % Papua Barat

(26)

26 Berikut adalah skenario situasi yang diberikan kepada perempuan usia 15-49 tahun dalam menilai patut tidaknya suami memukul istrinya: (1) istri pergi tanpa memberitahu suaminya, (2) istri mengabaikan anak-anak mereka, (3) istri mendebat atau membantah suaminya, (4) istri menolak berhubungan seks dengan suaminya, (5) istri menghanguskan makanan, dan (6) istri mendebat atau membantah mertuanya. Gambar berikut menyajikan persentase perempuan usia 15-49 tahun yang setidaknya setuju pada salah satu skenario situasi

Secara keseluruhan, 61 persen perempuan di kabupaten Jayawijaya menerima kekerasan domestik. Ini angka tertinggi dibandingkan dengan 51 persen di Biak Numfor, 44 persen di Manokwari, 38 persen di Kaimana, dan 33 persen masing-masing di kabupaten Sorong dan Merauke.

Mengabaikan anak merupakan situasi yang paling tidak dapat diterima di hampir semua enam kabupaten yang membenarkan seorang suami memukul istrinya. Situasi tidak diterima kedua adalah bila istri mendebat atau membantah suaminya. Menolak berhubungan seks tidak terlalu dipermasalahkan dibandingkan dengan mendebat atau membantah mertua.

Gambar 21. Berbagai situasi yang membolehkan suami memukul istri

22 19 19 10 10 19 19 27 26 15 11 23 18 24 20 12 8 15 0 20 40 60 80 100

istri pergi tanpa ijin suami istri mengabaikan anak-anak istri mendebat dan membantah suami istri menolak berhubungan seks dg suami istri menghanguskan masakan istri mendebat dan membantah mertua Persentase perempuan usia 15-49 tahun yang setuju suami memukul istri, bila

%

Papua Barat Kaimana Manokwari Sorong

25 34 27 13 12 18 33 39 39 30 21 31 13 22 15 7 4 14 0 20 40 60 80 100

istri pergi tanpa ijin suami istri mengabaikan anak-anak istri mendebat dan membantah suami istri menolak berhubungan seks dg suami istri menghanguskan masakan istri mendebat dan membantah mertua Persentase perempuan usia 15-49 tahun yang setuju suami memukul istri, bila

%

(27)

27 Terdapat asosiasi yang jelas antara persepsi terhadap kekerasan dalam rumah tangga dengan pendidikan responden di 3 kabupaten terpilih di propinsi Papua, tapi tidak demikian pada 3 kabupaten terpilih di Papua Barat.

Di kabupaten terpilih di propinsi Papua, lebih dari dua pertiga perempuan yang tak bersekolah (62 persen) membenarkan kekerasan domestik terjadi, sementara persentase yang lebih rendah terjadi pada perempuan yang memiliki pendidikan tinggi (36 persen). Penerimaan terhadap kekerasan domestik lebih tampak pada mereka yang tinggal di rumah tangga termiskin (61 persen) dibandingkan dengan rumah tangga terkaya (36 persen). Namun perbedaan-perbedaan karakteristik ini tidak terlalu jelas nampak pada kabupaten-kabupaten terpilih di propinsi Papua Barat.

Meskipun gambaran antara perempuan dan laki-laki tidak jauh berbeda, pada laki-laki terdapat korelasi yang lebih jelas antara latar belakang karakteristik dengan penerimaan terhadap kekerasan domestik, baik di kabupaten terpilih di propinsi Papua maupun propinsi Papua Barat. Laki-laki dari daerah pedesaan, yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih rendah, dan tinggal di rumah tangga termiskin lebih menerima kekerasan dalam rumah tangga.

Gambar 22a. Persentase perempuan usia 15-49 tahun yang membenarkan seorang suami memukul istrinya pada situasi tertentu

33 61 51 42 49 62 48 44 36 61 49 45 42 36 56 35 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Merauke Jayawijaya Biak Numfor Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan responden Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua % Papua 38 44 33 41 40 34 44 41 33 42 44 42 42 33 47 35 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Kaimana Manokwari Sorong Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan responden Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua % Papua Barat

(28)

28 Gambar 22b. Persentase laki-laki usia 15-49 tahun yang membenarkan seorang suami

memukul istrinya pada situasi tertentu

34 68 39 32 54 75 48 42 33 71 50 46 33 25 59 28 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Merauke Jayawijaya Biak Numfor Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan responden Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua % Papua 51 31 23 27 34 56 37 31 26 53 39 30 22 20 47 20 - 20 40 60 80 100 Kabupaten Kaimana Manokwari Sorong Lokasi Perkotaan Perdesaan Pendidikan responden Tak sekolah Dasar Menengah Tinggi Kuintil kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5 Etnis KK Asli Papua Non Papua % Papua Barat

Gambar

Gambar 1. Berat badan lahir rendah bayi menurut karakteristik
Gambar 3. Persentase ibu yang mulai menyusui dalam satu jam  setelah melahirkan menurut karakteristik
Gambar 4. Ringkasan indikator -indikator pendidikan
Gambar 5. Persentase APM sekolah menengah, anak usia sekolah  menengah yang masih di SD dan yang tidak sekolah
+7

Referensi

Dokumen terkait

keturunan dari anak yang telah meninggal sebelum dia (pewaris), atau meninggal bersama-sama dengan dia, sebesar saham yang seharusnya diperoleh anak itu dari

a. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran Kooperatif tipe Picture and Picture dapat meningkatkan aktivitas belajar biologi materi pokok sel peserta didik kelas XI MAN

Slank adalah salah satu grup band Indonesia yang menciptakan karya musik berdasarkan apa yang sedang terjadi dalam politik, sosial, ekonomi di Indonesia dengan

Menurut metode ini, melaporkan Pajak yang Ditangguhkan dalam neraca tidak dibenarkan karena Biaya Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba harus

Didalam server backend apache dan nginx akan diberikan konfigurasi yang dapat memberikan hak akses pada reverse proxy apache dan server block nginx agar server

Mitra Bestari adalah para ahli di bidang hukum yang berasal dari Universitas di Indonesia dan / atau dari luar negeri, yang mempunyai kompetensi untuk menelaah naskah sesuai

Ini merupakan langkah penting, yang mendorong penggunaan prior knowledge dan memori serta memungkinkan mahasiswa untuk menguji atau menggambarkan pemahaman lain; link

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum Perkembangan Sel Betina adala Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum Perkembangan Sel Betina adala untuk memlelajari perkembangan katak