• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi dan Tantangan Agroindustri Gula Aren di Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi dan Tantangan Agroindustri Gula Aren di Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

58

Potensi dan Tantangan Agroindustri Gula Aren

di Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatera Utara

Sutan Pulungan

Fakultas Pertanian, Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan

Pendahuluan

Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari empat belas kecamatan. Tapanuli Selatan mempunyai luas wilayah 4.444,82 km2 dan berada pada ketinggian berkisar 0-1.985 meter dari permukaan laut (mdpl). Pada mulanya, kabupaten ini sangat luas. Tapi, karena tuntutan pemekaran, Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi empat kabupaten dan satu pemerintahan kota, yaitu (1) Tapanuli Selatan Selatan sebagai kabupaten induk (2) Kabupaten Mandailing Natal, (3) Kota Padangsidimpuan (4) Kabupaten Padang Lawas, dan (5) Kabupaten Padang Lawas Utara. Semua daerah pemekaran berbatasan langsung dengan kabupaten induk dan khusus untuk Kota Padangsidimpuan, semua wilayahnya berada di dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

Secara umum, kehidupan masyarakat Tapsel sangat tergantung kepada sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian sebahagian besar penduduk. Di sub-sector pangan dan holtikultura, padi merupakan komoditi yang umumnya dikelola oleh semua petani di Tapanuli Selatan secara subsisten. Hasil padi sebagian dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sebagian lainnya disimpan di kilang padi terdekat untuk dikonsumsi. Selain padi, petani juga mengelola tanaman holtikultura lainnya seperti tomat dan beberapa jenis sayuran untuk menambah penghasilan dengan memanfaatkan lahan yang kosong ataupun diantara tanaman yang ada. Namun, fakta yang ada menunjukkan bahwa areal pertanaman padi semakin berkurang dari tahun ke tahun akibat konversi lahan yang tinggi. Pada kenyataan ini, kebijakan pemerintah setempat dirasakan kurang untuk mengantisipasi tingginya alih fungsi lahan persawahan.

Di sub-sektor perkebunan, petani di Tapsel mengelola banyak komoditi. Di sekitar Kecamatan Sayur Matinggi, petani umumnya mengelola karet dan kemiri, di sekitar Kecamatan Batang Toru, petani mengelola salak dan disekitar Kecamatan Sipirok petani mengelola kopi dan kemiri. Komoditi ini merupakan ciri khas dari daerah tersebut disamping beberapa komoditi perkebunan lainnya, seperti yang digambarkan dalam tabel 1 berikut

(2)

59

Tabel 1. Luas Beberapa Komoditi Perkebunan Rakyat di Tapanuli Selatan

No Komoditi Tahun (ha) +/- (ha)

2012 2013 1 Karet 24.218,95 32.556,00 8.337,05 2 Salak 11.589,00 9.200,00 -2.389,00 3 Kelapa Sawit 5.102,50 5.152,75 50,25 4 Kakao 3.653,25 3.658,75 5,50 5 Kopi Robusta 3.123,75 4.556,25 1.432,50 6 Kemiri 498,50 504,00 5,50 7 Kelapa 435,50 422,50 -13,00 8 A r e n 406,00 685,75 279,75 9 Pinang 324,50 318,50 -6,00

Sumber : Dinas Perkebunan dan Peternakan Tapanuli Selatan (Tapsel Dalam Angka 2014, diolah)

Dari tabel di atas diketahui dari tahun 2012 ke 2013, ada tiga komoditi perkebunan yang mengalami penurunan luas pertanaman yaitu pinang, kelapa dan salak yang mengalami penurunan yang signifikan, padahal salak telah lama menjadi ikon daerah Tapsel (Salak Sidimpuan). Berkurangnya luas pertanaman salak dimungkinkan karena petani salak mulai mengkonversi salak ke karet akibat daya saing salak di pasar di sumatera mulai lemah karena masuknya salak pondoh yang harganya lebih rendah dan mempunyai kemasan sehingga mampu memasuki pusat-pusat perbelanjaan di sumatera. Sedangkan salak Tapsel memasuki pasar dengan kemasan karung, hanya mampu memasuki pasar tradisional. Hal ini diperparah oleh lemahnya dukungan kebijakan dari pemerintah seperti (diduga) banyaknya pengutipan retribusi dan kondisi jalan yang rusak di sentra produksi salak sehingga mengakibatkan biaya tinggi yang berdampak kepada daya saing salak menjadi rendah. Seharusnya pemerintah dari dulu memfasilitasi pembangunan industry pengolahan salak.

Di Tapsel, ada enam komoditi yang luas pertanamannya bertambah dari tahun 2012 ke tahun 2013 seperti yang digambarkan dalam tabel 2 berikut.

Tabel 2. Komoditi Perkebunan Rakyat yang Luas Pertanamannya Bertambah

No Komoditi Tahun (ha) + (ha) %

2012 2013 1 Karet 24.218,95 32.556,00 8.337,05 25,61 3 Kelapa Sawit 5.102,50 5.152,75 50,25 0,98 4 Kakao 3.653,25 3.658,75 5,50 0,15 5 Kopi Robusta 3.123,75 4.556,25 1.432,50 31,44 6 Kemiri 498,50 504,00 5,50 1,09 8 A r e n 406,00 685,75 279,75 40,79

Sumber : Dinas Perkebunan dan Peternakan Tapanuli Selatan (Tapsel Dalam Angka 2014, diolah)

(3)

60 Di tahun 2013, ada tiga komoditi yang signifikan mengalami pertambahan luas pertanaman yaitu karet (25,61%), kopi (31,44%) dan aren (40,79%). Karet merupakan konversi dari tanaman salak. Perkembangan kopi umumnya disekitar Kecamatan Sipirok yang didukung oleh industry pengolahan kopi (Koperasi Karya Parhuta Sipirok) yang ada dan telah meluaskan pasarnya secara nasional. Sedangkan perkembangan komoditi aren disebabkan oleh :

1. Ketidak mampuan petani untuk merehabilitasi tanaman karet dan salak yang tidak lagi produktif (sudah tua), sehingga petani membiarkan tanaman aren yang tumbuh secara alami mengantikan tanaman karet dan salak yang akhirnya ditebang. Hal ini diperparah oleh harga karet yang sangat fluktuatif dan permintaan salak yang mulai berkurang. Secara nasional, kegagalan pemerintah melindungi petani karet dapat dibuktikan dengan tidak mampunya pemerintah menjaga stabilitas harga karet petani. Ditingkat daerah, pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan telah mengabaikan potensi ekonomi daerah karena tidak mampu mengembangkan industry pengolahan salak.

2. Tumbuhnya industry makanan rumah-tangga di Sumatera Utara khususnya di sekitar kota Medan yang menggunakan gula merah sebagai bahan baku.

3. Disamping itu, gula merah yang dimasak dari nira dapat disimpan untuk beberapa lama hingga saat-saat tertentu baru dijual dengan harga yang lebih tinggi. Misalnya menjelang bulan puasa. Keadaan ini merangsang petani aren untuk terus berproduksi

Keadaan Pertanaman Aren

Di Tapanuli Selatan, aren tumbuh secara alami karena belum ada upaya untuk budidaya. Menurut Nasution (2009), aren berproduksi antara tujuh sampai dua belas tahun. Waktu yang sangat lama untuk berproduksi jika dibandingkan dengan beberapa komoditi perkebunan lainnya. Keadaan ini membuat petani berfikir untuk membudidayakan aren apalagi harus menumbang tanaman salak atau karet yang ada dan menggantinya dengan tanaman aren yang masih muda dan belum berproduksi. Kegagalan budidaya aren juga disebabkan oleh informasi yang minim tentang aren, baik dari hasil penelitian maupun literature yang ada. Hal ini menyebabkan penyuluh pertanian sebagai penyampai informasi tidak dapat berbuat banyak untuk membina petani aren. Sebaran pertanaman aren per kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut.

(4)

61

Tabel 3. Luas Tanaman Komodit Aren Perkebunan Rakyat

No Kecamatan Luas (ha)

TBM TM TTM Jumlah 1 Batang Angkola - - - - 2 Sayurmatinggi 7,00 27,50 1,25 35,75 3 Angkola Timur 3,00 2,00 0,50 5,50 4 Angkola Selatan 2,00 - - 2,00 5 Angkola Barat - 6,25 8,00 14,25 6 Batang Toru 4,00 6,50 20.00 30,50 7 Marancar 3,50 1,00 - 4,50 8 Sipirok 28,00 78,00 2,00 108,00 9 Arse 19,00 36,00 18,00 73,00

10 Saipar Dolok Hole 9,50 36,00 28,00 73,50

11 Aek Bilah 3,50 21,50 26.00 51,00

12 Muara Batang Toru 0,50 - - 0,50

13 Tano Tombangan Angkola 2,75 8,50 - 11,25

14 Angkola Sangkunur 1,00 267,00 8,00 276,00

Tahun 2013 : 83,75 490,25 110,50 685,75

Tahun 2012 : 73,00 215,00 118,00 406,00

Tahun 2011 : 58,50 211,50 120,50 628,20

Sumber : Dinas Perkebunan dan Peternakan Tapanuli Selatan (dalam Tapsel Dalam Angka 2014, diolah)

Ket :

1. TBM : tanaman belum menghasilkan

2. TM : tanaman menghasilkan

3. TTM : tanaman tidak menghasilkan

4. - : data tidak tersedia

Ada Sembilan kecamatan yang menjadi sentra produksi aren dan yang terbesar adalah Kecamatan Angkola Sangkunur yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Angkola Barat.

Keadaan Petani Aren

Petani aren di Tapanuli Selatan pada tahun 2012, rata-rata memiliki umur yang tergolong masih produktif sebesar 38,21 tahun dengan sebaran kelompok umur terbanyak 30-35 tahun sebesar 31,58 persen dengan pendidikan setara dengan pernah duduk di kelas dua SMP (Pulungan, 2012). Walaupun tidak didukung oleh pendidikan yang layak, namun pada kondisi umur yang masih produktif, harusnya petani aren di tapanuli selatan dapat menghasilkan nilai tambah terhadap gula merah yang dihasilkan dari proses pengolahan memasak nira aren. Faktanya, sudah puluhan tahun gula merah yang dihasilkan masih dikerjakan secara tradisional dan belum tersentuh oleh perubahan untuk menghasilkan nilai

(5)

62 tambah. Misalnya (1) memperluas pasar dengan memasuki pasar ekspor (2) dengan menjadikan gula merah sebagai bahan baku industry makanan ataupun, (3) menghasilkan gula semut aren.

Pengolahan Gula Merah

Nira sebagai hasil sadapan pada pagi dan sore, dikumpul, dipanaskan untuk dijadikan tangguli. Tangguli merupakan gula merah yang masih cair dan kental (dimasak tanggung) dan tahan disimpan lama. Petani ketika sudah sampai di usahatani aren baik pada pagi atau sore, akan terlebih dahulu memindahkan tangguli pada kuali pemasakan ke kuali yang sudah berisi tangguli yang disimpan menunggu dimasak menjadi gula merah. Biasanya petani memakai dua atau tiga kuali yang terbuat dari besi atau aluminium dalam memasak nira. Setelah kuali kosong, kemudian dibersihkan untuk selanjutnya petani akan menyalakan kayu bakar pada kuali yang sudah dibersihkan. Satu per satu nira yang ditampung pada penyadapan sebelumnya diturunkan lalu diganti dengan penampung yang dibawa naik ke batang aren. Kemudian semua nira yang diturunkan dimasukkan ke dalam kuali yang sudah dipanaskan.

Setelah semua nira dimasukkan ke dalam kuali maka petani akan menyesuaikan besarnya api dengan perkiraan, ketika api padam nira sudah menjadi tangguli. Semua petani aren punya kemampuan menaksir besarnya api untuk itu. Hal ini penting karena setelah selesai memanaskan nira, petani akan pergi untuk mengerjakan usahatani lainnya jika pada pagi dan petani akan pulang jika pada penyadapan sore. Tangguli yang dikumpul dari beberapa hari kemudian akan dimasak menjadi gula merah. Untuk pemasakan gula merah, ada petani yang memasak gula merah sekali seminggu, dua kali dan yang paling banyak adalah tiga kali seminggu. Biasanya satu hari sebelum pekan di desanya. Frekuensi pemasakan gula merah dipengaruhi oleh jumlah nira yang dihasilkan dan jumlah nira dipengaruhi oleh jumlah batang aren yang disadap. Penampung nira terbuat dari bambu, driken, atau bekas tempat minyak makan serta ember. Untuk menurunkan dan menampung nira dalam menyadap, biasanya petani mempergunakan bambu sebagai tangga. Foto beberapa penampung nira dan tangga yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2.

Teknologi yang dipergunakan dalam memasak gula adalah sangat sederhana. Petani aren mempergunakan tunggu yang terbuat dari tanah merah ataupun tanah liat. Tanah dibentuk sesuai jumlah kuali yang dipergunakan dan diberikan rongga/ruang yang membuat semua tempat kuali saling berhubungan dengan tujuan agar panas dari api tidak keluar dan

(6)

63

dapat dipergunakan pada kuali lainnya. Kayu bakar sebagai sumber energy disusun dan dibakar di bawah kuali pemanasan nira menjadi tangguli, tapi karena rongga yang dibuat menyebabkan panas api masih bisa diserap oleh kuali tempat penyimpanan tangguli.Tungku yang terbuat dari tanah, lama-lama akan mengeras dan membatu akibat panas dan tumpahan cairan gula.

Produk Aren dan Pemasaran

Selain menyadap nira, petani aren di Tapanuli Selatan juga mengambil ijuk dan biji aren denga periode pengambilan tertentu supaya tidak merusak batang aren. Ijuk dijual untuk dijadikan atap, sapu dan lainnya. Ijuk ditampung oleh toke yang ada disekitar desa dan kemudian menjual sesuai permintaan. Harga yang diterima petani atas penjualan ijuk pada saat tulisan ini disusun adalah berkisar Rp. 3.000 s/d Rp. 3.500 per kilogram. Sedangkan untuk biji aren, petani mengolah biji aren menghasilkan kaling. Permintaan kolang-kaling akan naik pada bulan puasa dan harga akan tinggi. Diluar bulan puasa, harga tertinggi untuk kolang-kaling adalah Rp. 3.500 per kilogram. Sedangkan pada bulan puasa harga bisa mencapai Rp. 6.000 per kilogram.

Aren yang disadap menghasilkan nira. Nira dimasak untuk dijadikan gula merah. Walaupun kondisi sekarang sudah ada beberapa pengusaha yang mencoba mengemas gula cair (tangguli). Tapi kelihatannnya respon pasar belum positif. Tiap kecamatan menghasilkan gula merah yang mempunyai cirri-ciri tertentu seperti pada warna dan bentuk. Hal ini dipengaruhi oleh permintaan pasar. Gula dari Kecamatan Marancar dan Sipirok sekitarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan industry makanan yang lebih toleran terhadap warna dan bentuk. Sedangkan gula merah dari Kecamatan Sayur Matinggi sekitarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan pasar tradisional yang lebih sensitive terhadap warna dan bentuk dan harganya lebih tinggi.

Tahun 2012 studi banding yang dilakukan penulis di Tomohon, Sulawesi Utara, petani aren tidak memamfaatkan ijuk dan kolang-kaling agar tidak merusak batang aren. Karena di Tomohon ada industry prabot yang menggunakan batang aren sebagai bahan baku. Produknya umumnya di eksport karena harganya memang mahal. Selain itu, ada sebuah yayasan yang memproduksi nira dalam skala industry menjadi gula semut dengan orientasi pemasaran Jepang dan Jerman. Gula semut aren dalam kemasan dengan berbagai berat juga dapat dijumpai di swalan/super market di Tomohon. Selain itu, jargon yang dipakai tentang

(7)

64 aren adalah untuk pelestarian hutan. Hal ini menimbulkan pertanyaan “apakah industry seperti ini bisa diterpakan di Tapanuli Selatan, yang sangat layak untuk pengembangan aren ?”

Potensi Pengembangan Gula Semut Aren di Tapanuli Selatan

Gula semut merupakan satu bentuk diversifikasi gula merah yang berbentuk serbuk atau butiran kecil yang berwarna kuning hingga kecoklatan. Gula semut aren diperoleh dari pengolahan nira atau gula merah. Gula semut aren memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan gula cetak merah bahkan bila dibandingkan dengan gula semut lainnya seperti pada daya tahan, aroma maupun bentuknya. Menurut data Bulog tahun 2011, konsumsi gula nasional mencapai 3,3 juta ton per tahun, yang tidak diimbangi dengan produksi gula nasional yang hanya sekitar 1,6 jua ton per tahun. Dengan demikian terbuka peluang bagi gula semut dari Tapanuli Selatan untuk bisa memasuki pasar nasional.

Dari hasil pengamatan, di Tapanuli Selatan masih terbuka peluang untuk mengembangkan tanaman aren berdasarkan kondisi alam dan tersedianya lahan yang potensial untuk ditanami aren. Disamping itu, ketersediaan bahan baku nira atau gula merah merupakan salah satu faktor pendukung pendirian mesin pabrik pengolah gula semut di Tapanuli Selatan. Data menunjukkan bahwa tahun 2010 total luas komoditi perkebunan yang diusahakan petani di Tapanuli Selatan ialah 33.725,51 hektar yang di dalamnya komoditi aren yang hanya seluas 388 hektar denga persentase hanya 1,15 persen dari total luas komoditi perkebunan. Tahun 2010 Kabupaten Tapanuli Selatan Tapanuli Selatan memproduksi 629,75 ton gula merah yang tersebar di sembilan kecamatan, maka rata-rata satu kecamatan memproduksi gula merah 69,97 ton per tahun. Sehingga dapat dihitung produksi gula merah = 19,44 kg per hari per kecamatan. Tahun 2013, pertanaman aren sudah seluas 685,75 ha. Disamping itu, gula merah yang diproduksi petani aren di Tapanuli Selatan sebagai proses pemasakan nira, adalah memakai kayu bakar bahan sebagai sumber energy. Sehingga kedepan, pengembangan komoditi aren dengan tetap mempergunakan kayu bakar sebagai sumber energy, harus dipertanyakan, mengingat (1) keberlangsungan ekosistim hutan sebagai penyuplai kayu bakar, dan (2) menghindari petani jangan sampai bersinggungan dengan hukum karena merambah hutan.

Kendala Pengembangan Gula Semut Aren

Beberapa kendala yang harus diantisipasi dalam pendirian pabrik pengolah gula semut di Tapanuli Selatan, adalah seperti berikut:

(8)

65

1. Fluktuasi produksi nira, yang disebabkan oleh musim. Menurut informasi dari petani aren di Tapanuli Selatan, pada saat musim hujan biasanya produksi nira naik, tapi rendemen gula turun karena nira lebih encer dan sebaliknya, pada musim kemarau

2. Informasi pasar harga gula semut. Ketidakjelasan harga gula semut di pasar yang tidak mempunyai standar. Dari penelusuran yang dilakukan tidak ditemukan standarisasi harga gula semut baik secara resmi dari instansi pemerintah seperti penetapan harga gula dari tebu. Dimana kemungkinan harga gula semut tidak sebanding dengan rendemen nira atau gula merah untuk menghasilkan satu kilogram gula semut. Menurut Bank Indonesia, (2008) di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten pada tahun 2006, rata-rata harga gula merah hanya berkisar Rp. 3.000–Rp. 9.000 per kilogram dan gula semut berkisar Rp. 7.000-Rp. 10.000 per kilogram. Sedangkan di Tapanuli Selatan, tahun 2012 hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan, rata-rata harga gula merah yang diterima petani sebesar Rp. 13.747,81 per kg dengan sebaran harga tertinggi mencapai Rp. 15.000 per kg dan terendah Rp. 12.000 per kg.

Daftar Pustaka

Tapanuli Selatan dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan. Katalog BPS 1102001.1203.

Nasution Z.A. Kajian Pengembangan Komoditi Gula Aren untuk Pemberdayaan Industri

Rumah-Tangga dan Industri Kecil di Kabupaten Mandailing Natal. Jurnal Inovasi Vol 6

No. Media Litbang Provinsi Sumatera Utara. 2009

Sutan Pulungan. Analisis Usahatani Gula Merah di Kabupaten Tapanuli Selatan Sumatera

Utara. Jurnal Dinamika. Volume X No. 3. Tahun 2012. Medan

Bank Indonesia. 2008. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK). Gula Aren. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM. Jakarta.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP) adalah Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai perusahaan

Dalam penelitian ini rumusan masalahnya adalah “Bagaimana model konseptual bimbingan teknis berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi tutor paket C pada Pusat Kegiatan

Orang memerlukan kata sebagai wakil dari apa yang ada dalam pikirannya untuk disampaikan kepada orang lain.” Dengan demikian, segala macam interaksi dan konflik yang

umat beragama khususnya penganut Tri Dharma, yaitu di Vihara Avalokitesvara Gunung Kalong Ungaran, yang sarat dengan kegiatan keagamaan yang bernafaskan

Namun hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hutagulung, Djumahir dan Ratnawati (2013) dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat disimpulkan permasalahan dalam penelitian ini yaitu “ Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan

Skripsi dengan judul Penerapan Model Mind Mapping Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas V SD Negeri 01 Mejobo Kudus oleh Faruq

Setelah data direkam sesuai dengan instrumen, chanel dan track yang dikehendaki, data sebaiknya disimpan dalam format MIDI file , seperti gambar berikut:. Buka menu File