• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 5 TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN 5 TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

4

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

5

4

5

TIm NasIONal PERCEPaTaN PENaNggulaNgaN KEmIsKINaN

BuKu PEgaNgaN REsmI TKPK daERah

PaNduaN PENaNggulaNgaN KEmIsKINaN

sEKRETaRIaT WaKIl PREsIdEN REPuBlIK INdONEsIa

(2)

PaNduaN

PENaNggulaNgaN

KEmIsKINaN:

BUKU PEGANGAN RESMI TKPK dAERAh

(3)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

10

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

i

10

Judul: Panduan Penanggulangan Kemiskinan:

Buku Pegangan Resmi TKPK Daerah Foto: cortessy panoramio, wordpress.com disusun dan diterbitkan oleh:

Tim nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TnP2K) Cetakan Pertama, edisi Pertama (Januari 2011)

hak Cipta dilindungi undang-undang.

© 2010 Tim nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TnP2K) akses : www.tnp2k.wapresri.go.id

Kritik dan saran : tnp2k@wapresri.go.id

Korespondensi : Tim nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Kantor Wakil Presiden Republik indonesia

Jl. Kebon sirih no. 35 Jakarta Pusat 10110 Telp. 021-3912812

Fax. 021-3912-511 dan 021-391-2513 e-mail: tnp2k@wapresri.go.id Website: www.tnp2k.wapresri.go.id

(4)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

10

i

KATA PENGANTAR

D

alam rangka meningkatkan efektivitas upaya penanggulangan kemiskinan,

telah diterbitkan Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan, mengamanatkan dibentuknya Tim Nasional

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Nasional (TNP2K) yang diketuai oleh Wakil

Presiden. Selain itu diamanatkan pula pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan

Kemiskinan (TKPK) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagai mitra kerja TNP2K.

Selanjutnya untuk mengatur mekanisme kerja TKPK Daerah, diterbitkan Peraturan

Menteri Dalam Negeri No 42 Tahun 2010 Tentang Tim Koordinasi Penanggulangan

Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Buku Panduan Analisis Kemiskinan di Daerah ini merupakan panduan kerja resmi

untuk TKPK Daerah dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Buku panduan ini,

dimaksudkan untuk meningkatkan peran TKPK Daerah agar mampu melakukan: (1)

Analisis kondisi kemiskinan di daerah masing-masing; (2) Penyusunan anggaran

yang efektif dalam penanggulangan kemiskinan; dan (3) Koordinasi dan pengendalian

program-program penanggulangan kemiskinan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Prof. Dr. Ascobat Gani, yang

telah memberikan masukan untuk bidang kesehatan. Selain itu, terima kasih juga

kami sampaikan kepada Tim Decentralize Basic Education (DBE)-USAID yang telah

memberikan masukan untuk bidang pendidikan. Terima kasih disampaikan kepada

(5)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

iii

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

ii

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

iii

ii

untuk melakukan diskusi dalam proses penyusunan buku panduan ini. Kami sampaikan

terima kasih kepada seluruh staf TNP2K yang telah berkontribusi pada penyusunan

panduan ini.

Seperti layaknya buku panduan lain, buku panduan ini bersifat dinamis sebagai

living document, untuk itu sangat terbuka segala masukan bagi penyempurnaan.

Sebagai penutup, kami berharap semoga buku ini bermanfaat bagi seluruh

pemangku kepentingan yang bergerak dalam bidang penanggulangan kemiskinan di

Indonesia.

Jakarta, Januari 2011

Deputi Seswapres Bidang Kesejahteraan

Rakyat dan Penanggulangan Kemiskinan

Selaku Sekretaris Eksekutif Tim Nasional

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

(6)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

iii

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

ii

iii

DAFTAR SINGKATAN

AKB Angka Kematian Bayi

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APM Angka Partisipasi Murni

ATS Alat Tulis Sekolah

BAHP Bahan dan Alat Habis Pakai

Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BCG Bacillus Calmette Guerin

BNI Bank Negara Indonesia

BOS Biaya Operasional Sekolah

BOSP Biaya Operasional Satuan Pendidikan

BPMKS Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta BPS Badan Pusat Statistik

BRI Bank Rakyat Indonesia

BTN Bank Tabungan Negara

DKI Daerah Khusus Ibukota

G-KDP Green Kecamatan Development Program

HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome

IPA Ilmu Pengetahuan Alam

IPS Ilmu Pengetahuan Sosial

JPSBK Jaring Pengaman Bidang Kesehatan

KB Keluarga Berencana

KIA Kesehatan Ibu dan Anak

Km Kilo Meter

KP Kelautan dan Perikanan

KUR Kredit Usaha Rakyat

MDGs Millennium Development Goals

ND Neigbourhood Development

NTT Nusa Tenggara Timur

PBM Proses Belajar Mengajar PDRB Produk Domestik Regional Bruto Permendiknas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional PISEW Pembangunan Infrastruktur Ekonomi Wilayah

PKH Program Keluarga Harapan

PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PPAUD Pendidikan dan Perawatan Anak Usia Dini

PPIP Peningkatan Pembangunan Infrastruktur Perdesaan PPN Perencanaan Pembangunan Nasional

PUAP Peningkatan Usaha Agrobisnis Pertanian

Raskin Beras miskin

Rombel Rombongan Belajar

RTSM Rumah Tangga Sangat Miskin

RSUD Rumah Sakit Umum Daerah

SD/MI Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah SMA/MA Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah

SMP/MTs Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah SNP Standar Nasional Pendidikan

SPM Standar Pelayanan Minimum

TKPK Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan TKPKD Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

TNP2K Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Nasional UMKM Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

(7)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

iv

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

v

(8)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

iv

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

v

iv

v

DAFTAR ISI

K

ATA PENGANTAR...i

DAFTAR SINGKATAN ... iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ...ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB II PANDUAN ANALISIS KONDISI KEMISKINAN DI DAERAH 2.1. Indikator Utama ... 3

2.2. Indikator Pendukung ... 5

2.3. Analisis Kondisi Kemiskinan dan Kesejahteraan Rakyat ... 6

2.3.1. Analisis Prioritas Bidang ... 6

A. Analisis Tren ... 5

A.1. Perbandingan Antar Waktu ... 6

A.2. Perbandingan Antar Wilayah ... 8

A.3. Perbandingan dengan Nasional ... 10

B. Analisis Relevansi dan Efektivitas ...11

C. Analisis Keterkaitan ... 13

2.3.2. Analisis Penentuan Wilayah Prioritas... 15

2.3.3. Ringkasan Kesimpulan Analisis ... 17

A. Menyimpulkan Program Pada Masing-Masing Bidang ... 17

B. Menyimpulkan Prioritas Wilayah ... 17

BAB III PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN YANG EFEKTIF DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 3.1. Analisis Anggaran Melihat Kesesuaian Alokasi Dengan Prioritas ... 20

(9)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

vi

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

vii

vi

vii

3.2. Analisis Anggaran oleh Pemerintah Daerah Satu Tingkat Di Atasnya Untuk Melihat Distribusi Anggaran Dari Pemerintah Daerah

di Dalam Wilayahnya ... 21

3.3. Contoh Kasus Analisis Distribusi Anggaran: Bidang Kesehatan ... 22

A. Analisis Perkembangan Proporsi Anggaran Bidang Kesehatan Terhadap Total Anggaran 22 B. Analisis Pembiayaan Berdasakan Sumber Pembiyaan 22 C. Analisis Belanja Kesehatan Menurut Penyelenggara Layanan 23 D. Analisis Belanja Kesehatan Menurut Mata Anggaran 25 E. Analisis Belanja Kesehatan Menurut Program 26 3.4. Contoh Kasus Analisis Gap: Bidang Pendidikan 27 A. Perhitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) 27 B. Analisis Kebutuhan Pembiayaan Pendidikan Daerah 29 C. Analisis Perbandingan Proporsi Belanja Operasional Sekolah 31 D. Analisis Sumber Daya Pendidik dan Tenaga Kependidikan 31 BAB IV PEDOMAN KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PELAKSANAAN PROGRAM-PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 4.1. Pendahuluan ... 35

4.2. Klasifikasi Program Penanggulangan Kemiskinan... 36

4.2.1 Memperbaiki Program Perlindungan Sosial ... 36

4.2.2 Meningkatkan Akses Pelayanan Dasar ... 37

4.2.3 Pemberdayaan Kelompok Masyarakat Miskin ... 38

4.2.4 Pembangunan yang Inklusif ... 38

4.3. Program Penanggulangan Kemiskinan Nasional... 39

4.3.1 Program Keluarga Harapan (PKH) ... 40

4.3.2 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri ... 45

(10)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

vi

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

vii

vi

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indikator Utama Analisis Kondisi Kemiskinan dan Kesejahteraan Rakyat ... 4 Tabel 2. Relevansi dan Efektivitas Indikator Utama,

(Contoh Kasus: Provinsi NTT) ... 17 Tabel 3. Kabupaten/Kota Prioritas terkait dengan Indikator Utama dan Indikator

Pendukung (Contoh Kasus: Provinsi NTT) ... 18 Tabel 4. Belanja Kesehatan menurut Sumber Pembiayaan, Kabupaten

Ende 2008 ... 23 Tabel 5. Belanja Kesehatan Menurut Penyedia Layanan, Kabupaten

Ende 2008 ... 24 Tabel 6. Belanja Kesehatan Menurut Mata Anggaran Kabupaten Ende,

Tahun 2009 ... 25 Tabel 7. Belanja Kesehatan Menurut Jenis Program Kabupaten Ende,

Tahun 2009 ... 26 Tabel 8. Standar Biaya Operasi Non-Personalia per Sekolah/Program Keahlian, per

Rombongan Belajar, dan per Peserta Didik Menurut Jenjang Pendidikan

Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2009 ... 28 Tabel 9. Perhitungan BOSP Kota Surakarta Berdasarkan Permendiknas No 69/2009 .... 32 Tabel 10. Rasio Siswa/ Guru dan Rasio Rombel/Guru tingkat SD/MI Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2009/2010... 40 Tabel 11. Program Penanggulangan Kemiskinan Nasional dan Sasarannya ... 41 Tabel 12. Persyaratan dan Kewajiban Penerima Program Keluarga Harapan

Terkait dengan Kesehatan ... 42 Tabel 13. Skenario Bantuan Tunai Bagi Penerima PKH ... 42

(11)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

viii

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

ix

viii

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Indikator Angka Kematian Bayi dan Indikator Pendukungnya ... 6 Gambar 2. Perkembangan Angka Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar

(SD/MI), Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 7 Gambar 3. Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Nusa Tenggara

Timur, Tahun 2002-2008... 7 Gambar 4. Perbandingan Angka Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar (SD/MI)

Menurut Kabupaten/Kota, Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 8 Gambar 5. Perbandingan Angka Kematian Bayi (AKB) Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 9 Gambar 6. Perkembangan Angka Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar

(SD/MI), 18Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 10 Gambar 7. Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Nusa Tenggara

Timur, Tahun 2002-2008... 10 Gambar 8. Perkembangan Angka Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar

(SD/MI), Provinsi Nusa Tenggara Timur ...11 Gambar 9. Perbandingan Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Nusa

Tenggara Timur dengan Rata-rata Nasional, Tahun 2002-2008. ... 12 Gambar 10. Perkembangan Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI, Provinsi Nusa

Tenggara Timur... 13 Gambar 11. Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Nusa Tenggara

Timur, Tahun 2002-2008... 13 Gambar 12. Perbandingan Tren Indikator Utama dengan Tren Indikator

Pendukung Bidang Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 14 Gambar 13. Perbandingan Tren Indikator Utama dengan Tren Indikator

Pendukung Bidang Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 14 Gambar 14. Penentuan Kabupaten/kota Prioritas Untuk Dilakukan Intervensi di Bidang Pendidikan Provinsi NTT ... 15 Gambar 15. Penentuan Kabupaten/kota Prioritas Untuk Dilakukan Intervensi

di Bidang Kesehatan Provinsi NTT ... 16 Gambar 16. Distribusi Belanja Sektor Terhadap Total Anggaran (Contoh Kasus: Kota Surakarta) ... 20 Gambar 17. Distribusi Anggaran Pendidikan dan Permasalahan Angka Partisipasi Murni,

(12)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

viii

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

ix

viii

ix

Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 21 Gambar 18. Kebutuhan dan Pemenuhan Biaya Operasional Satuan pendidikan -

Jenjang Sekolah Dasar (SD/MI) Kota Surakarta ... 29 Gambar 19. Kebutuhan dan Pemenuhan Biaya Operasional Satuan pendidikan -

Jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) Kota Surakarta ... 30 Gambar 20. Perbandingan Proporsi Belanja Operasional Sekolah,

Kota Surakarta ... 31 Gambar 21. Perbandingan Pencapaian Proses Verifikasi Program Keluarga Harapan

(PKH) Menurut Provinsi ... 43 Gambar 22. Persentase Anak Berumur 10-17 Tahun Menurut

Jenis Kegiatan, 2009 ... 44 Gambar 23. Distribusi Pekerja Anak (Usia 5 -17 Tahun) Menurut Sektor

Ekonomi (Jiwa), 2009 ... 45 Gambar 24. Komposisi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM Mandiri ... 46 Gambar 25. Proporsi APBD pada Pembiayaan PNPM Mandiri Menurut Provinsi Tahun

2011 ... 47 Gambar 26. Jumlah Kredit yang Terserap Menurut Provinsi per 31 Januari 2010 ... 48

(13)
(14)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

x

1

BAB I

PENDAHULUAN

  

Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, bertujuan untuk meningkatkan efektivitas upaya pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan. Dibentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang merupakan wadah koordinasi di tingkat nasional. TNP2K memiliki tugas untuk melakukan koordinasi lintas pelaku untuk memastikan agar pelaksanaan dan pengendalian program penanggulangan kemiskinan dapat terlaksana sesuai rencana. Secara lebih rinci, tugas-tugas tersebut di antaranya: 1) Menyusun kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan; 2) Melakukan sinergi melalui sinkronisasi, harmonisasi, dan integrasi program-program penanggulangan kemiskinan di Kementerian/Lembaga; dan 3) Melakukan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan.

Upaya percepatan penanggulangan kemiskinan tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah pusat. Upaya menyeluruh hingga ke tingkat daerah perlu dilakukan untuk menjaga konsistensi dan efektivitas penanggulangan kemiskinan. BerdasarkanPerpres No. 15 tahun 2010 juga telah dibentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagai salah satu mitra kerja TNP2K di tingkat daerah. Selanjutnya, diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 42 Tahun 2010 Tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Dan Kabupaten/Kota, untuk mengatur mekanisme kerja TKPK Daerah.

(15)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

2

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

3

2

3

Dalam upaya pelaksanaan percepatan penanggulangan kemiskinan di tingkat pusat dan daerah perlu dilakukan penguatan kelembagaan di tingkat nasional dan daerah. TKPK Daerah diharapkan mampu melakukan: (1) Analisis kondisi kemiskinan di daerah masing-masing; (2) Penyusunan anggaran yang efektif dalam penanggulangan kemiskinan; dan (3) Koordinasi dan pengendalian program-program penanggulangan kemiskinan.

Sebagai bagian dari upaya penguatan kapasitas kelembagaan, disusun buku panduan yang berisi petunjuk praktis analisis untuk perencanaan dan perumusan kebijakan/program penanggulangan kemiskinan. Buku panduan ini berisi petunjuk yang bersifat umum, sehingga penggunaannya dapat disesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing.

(16)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

2

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

3

2

3

BAB II

PANDUAN ANALISIS KONDISI KEMISKINAN

DI DAERAH

Sesuai dengan tugas pokok dan tanggungjawabnya, TKPK Daerah diharapkan mampu untuk berpartisipasi dalam menentukan arah perencanaan di daerahnya. Dimensi penyusunan kebijakan yang tepat melalui perencanaan dan penyusunan anggaran menjadi hal penting yang harus dilakukan oleh TKPK Daerah.

Untuk menunjang tugas dan tanggungjawab TKPK, pada panduan ini di sampaikan beberapa tahapan dan analisis kondisi kemiskinan serta dukungan anggaran dalam perencanaan penanggulangan kemiskinan. Pada bagian awal bab ini, dibahas mengenai indikator utama dan indikator pendukung untuk menganalisa kondisi kemiskinan di daerah. Pada bagian selanjutnya, beberapa pendekatan analisis kondisi kemiskinan disampaikan untuk dapat dijadikan acuan identifikasi untuk menentukan prioritas-prioritas penanggulangan kemiskinan di daerah. Pada bagian akhir bab ini, disampaikan pendekatan analisis penentuan prioritas wilayah dan dilengkapi dengan ringkasan kesimpulan hasil analisis

2.1. Indikator Utama

Terdapat 5 kelompok indikator yang harus diperhatikan dalam analisis kondisi kemiskinan di daerah, yaitu: (1) Indikator kemiskinan dan ketenagakerjaan; (2) Indikator sektor kesehatan; (3) indikator sektor pedidikan, (4) indikator infrastruktur dasar, dan (5) indikator ketahanan pangan. Setiap kelompok indikator terdiri atas indikator utama dan indikator pendukung. Indikator utama digunakan sebagai ukuran keberhasilan upaya pembangunan di masing-masing kelompok. Tabel 1 menyajikan indikator utama untuk masing-masing kelompok.

(17)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

4

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

5

4

5

Tabel 1.

Indikator Utama Analisis Kondisi Kemiskinan dan Kesejahteraan Rakyat

Bidang Indikator Utama

Kemiskinan dan Ketenagakerjaan Tingkat Kemiskinan

Tingkat Pengangguran

Kesehatan Angka Kematian Bayi

Angka Kematian Balita

Angka Kematian Ibu Melahirkan Prevalensi Balita Kekurangan Gizi

Pendidikan Angka Partisipasi Kasar

Angka Partisipasi Murni Angka Melek Huruf Angka Putus Sekolah

Infrastruktur Dasar Akses Sanitasi Layak Akses Air Minum Layak Rasio Elektrifikasi

Ketahanan Pangan Perkembangan Harga Beras

Perkembangan Harga Bahan Kebutuhan Pokok Utama 

Contoh

Indikator Utama: Angka Kematian Bayi (AKB) Konsep dan Definisi:

Jumlah bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun AKB per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Semakin kecil AKB, semakin dibutuhkan upaya besar untuk menurunkannya. Nilai AKB kurang dari 40 sangat sulit diupayakan penurunannya (hard rock), antara 40-70 tergolong sedang namun sulit untuk diturunkan, dan lebih besar dari 70 lebih mudah untuk diturunkan.

Kegunaan:

Indikator ini terkait langsung dengan kelangsungan hidup anak dan menggambarkan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan tempat anak-anak tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKB terkait langsung dengan kehamilan dan pelayanan kesehatan paska melahirkan, dengan demikian program-program untuk mengurangi AKB adalah program baik yang terkait dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus, maupun program pelayanan kesehatan ibu dan anak paska melahirkan. Sehingga, penggunaan AKB relevan untuk memonitor pencapaian target program-program peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak.

Konsep Perhitungan:

AKB = Banyaknya kematian bayi (di bawah 1 tahun) selama tahun tertentu X 1000 Banyaknya kelahiran hidup

(18)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

4

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

5

4

5

2.2. Indikator Pendukung

Indikator pendukung adalah indikator yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan indikator utama. Indikator pendukung digunakan dalam tahapan-tahapan analisis terkait dengan penentuan prioritas kebijakan penanggulangan kemiskinan pada masing-masing kelompok. Indikator pendukung untuk masing-masing-masing-masing kelompok indikator utama harus dirumuskan sesuai dengan kondisi dan situasi masing-masing daerah.

Sebagai contoh, untuk bidang kesehatan, indikator utama adalah angka kematian bayi. Sebagai indikator pendukung dapat digunakan rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk, proporsi angka kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan, dan jarak rata-rata antara tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan. Indikator pendukung dipilih karena intervensi pada indikator-indikator pendukung tersebut dapat memperbaiki indikator utama.

(19)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

6

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

7

6

7

Perke 2.3.

A

A prioritas analisis 2.3.1. A. A.1 Analisis penilaia indikato embangan I Angk Rasio Dokte

Analisis Ko

Analisis kon s bidang d s tren, analis Analisis P Analisis T . Perbandin s tren pent an terhadap or. ndikator Uta ka Kematian Ba er per 100.000 P

ondisi Kem

disi kemisk dan priorita sis relevans rioritas Bid Tren ngan Antar ting dilakuk p pencapa

Co

ama dengan ayi Penduduk

miskinan d

kinan dan k as wilayah. si dan efekt dang r Waktu kan untuk m ian target

ontoh Kas

Gambar 1. n Indikator P Timur

dan Kesej

kesejahtera . Perumusa tivitas, dan a melihat pol dan sasar

sus

Pendukungn Proporsi Kela Jar

jahteraan

aan rakyat an prioritas analisis ket a pergerak an pemban nya, Provins ahiran Ditolong rak Puskesmas

Rakyat

bertujuan u s tersebut erkaitan. kan dari wa ngunan pad si Nusa Ten Tenaga Keseh s Terdekat untuk meru dilakukan aktu ke wa da masing ggara hatan umuskan dengan aktu dan -masing

(20)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

6

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

7

6

7

Contoh Kasus

Gambar 2.

Perkembangan Angka Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar (SD/MI), Provinsi Nusa Tenggara Timur

Angka putus sekolah jenjang pendidikan dasar SD/MI di Provinsi NTT mengalami menurun pada tahun 2003-2006. Sedangkan pada tahun 2006-2009 mengalami peningkatan.

Gambar 3.

Perkembangan Angka Kematian Bayi, Provinsi Nusa Tenggara Timur

AKB di Provinsi NTT menurun dari sebesar 51 jiwa/1000 kelahiran hidup pada tahun 2002 menjadi sebesar 40,1 jiwa/1000 kelahiran hidup pada tahun 2008.

5,26 5,59 4,45 1,50 2,01 3,53 3,49 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Pe rs en

Angka Putus Sekolah SD/MI (%) - Provinsi Nusa Tenggara Timur

51,0 48,7 40,1 30 35 40 45 50 55 60 2002 2006 2008 Ji wa

Angka Kematian Bayi (Per 1000 Kelahiran Hidup) - Provinsi

(21)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

8

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

9

8

9

A.2. Perbandingan Antar Wilayah

Analisis perbandingan antar wilayah dilakukan terhadap indikator. Analisis tersebut penting dilakukan untuk mengetahui posisi/capaian suatu daerah jika dibandingkan dengan daerah lainnya, provinsi, atau nasional. Pengambil kebijakan dapat menilai apakah posisi daerahnya relatif terhadap daerah lain, terhadap rata-rata provinsi, dan terhadap rata-rata-rata-rata nasional.

Selain itu, analisis ini penting untuk membandingkan capaian antar wilayah. Pemerintah provinsi dapat menentukan kabupaten/kota prioritas yang akan diintervensi dalam mendukung upaya pencapaian target yang telah ditentukan. Apabila data memungkinkan, pemerintah kabupaten/kota dapat pula melakukan analisis serupa terhadap kecamatan atau kelurahan di wilayahnya.

Contoh Kasus

Gambar 4.

Perbandingan Angka Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar (SD/MI) Menurut Kabupaten/Kota, Provinsi Nusa Tenggara Timur

Masih terdapat kesenjangan (disparitas) angka putus sekolah jenjang pendidikan dasar (SD/MI)antar wilayah di Provinsi NTT. Beberapa wilayah, perlu memperoleh perhatian dan intevensi untuk mengurangi angka putus sekolah. Wilayah-wilayah tersebut di antaranya: Kabupaten Sumba Timur, Lembata, Ende, Manggarai Barat dan Manggarai Timur.

1,48 10,71 0,34 0,36 0,47 2,50 0,45 11,00 1,19 3,58 12,05 0,25 0,63 1,97 5,49 0,17 0,99 1,87 11,34 0,47 1,64 3,49 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 Su m ba B ar at Su m ba T im ur Ku pa ng TTS TTU Belu Alor Le m ba ta Fl ot im Si kk a En de Ng ad a M an gg ar ai Ro te Nd ao M an gg ar ai Ba ra t SB D Su m ba T en ga h Na ge ke o M an gg ar ai Ti m ur Sa bu R aij ua Ko ta K up an g

(22)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

8

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

9

8

9

Contoh Kasus

Gambar 5.

Perbandingan Angka Kematian Bayi (AKB) Menurut Kabupaten/Kota, Provinsi Nusa Tenggara Timur

Sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi NTT, memiliki AKB di atas rata-rata Provinsi dan rata-rata Nasional. Pemerintah kabupaten/kota, terutama yang memiliki AKB di atas rata-rata provinsi dan rata-rata nasional, perlu melakukan intervensi khusus untuk menurunkan AKB.

50 ,6 3 62,9 4 48 ,3 5 41 ,7 5 37 ,1 0 47,2 1 43 ,1 9 42 ,8 3 37 ,9 4 34 ,4 1 50 ,9 4 40 ,3 5 40 ,5 2 39 ,1 3 44 ,3 0 56,3 7 59 ,4 1 55 ,7 2 22 ,0 5 40,06 32,2 0 10 20 30 40 50 60 70 SU M BA BA RA T SU M BA TIM UR KU PA NG TIM OR TE NG AH SE LA TA N TIM OR TE NG AH U TA RA BE LU ALOR LEM BA TA FL OR ES TIM UR SIK KA ENDE NGADA MANGG AR AI RO TE N DA O M AN GG AR AI B AR AT SU M BA BA RA T D AY A SU M BA TE NG AH NA GE KE O M AN GG AR AI T IM UR SA BU R AIJ UA KO TA KU PA NG Ji wa

(23)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

10

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

11

10

11

A.3. Perbandingan dengan Nasional

Selain melakukan perbandingan antar waktu dan antar wilayah, perbandingan terhadap rata-rata nasional dengan menggunakan data antar waktu juga perlu dilakukan.

Contoh Kasus

Gambar 6.

Perkembangan Angka Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar (SD/MI), Provinsi Nusa Tenggara Timur

Pada tahun 2003-2009, Angka putus sekolah pada jenjang pendidikan dasar SD/MI Provinsi NTT lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional.

Gambar 7.

Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2002-2008

Angka kematian bayi (AKB) Provinsi NTT lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Nasional. Walaupun terjadi kecenderungan menurun, AKB tetap lebih tinggi dari rata-rata nasional.

 5,26 5,59 4,45 1,50 2,01 3,53 3,49 2,97 2,96 2,97 3,17 2,41 1,81 1,64 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Pe rs en

Angka Putus Sekolah SD/MI (%) - Provinsi Angka Putus Sekolah SD/MI (%) - Nasional

51,0 48,7 40,1 43,5 35,6 32,2 0 10 20 30 40 50 60 2002 2006 2008 Ji wa

(24)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

10

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

11

10

11

B. Analisis Relevansi dan Efektivitas

Analisis Relevansi, ditujukan untuk menilai sejauh mana pembangunan yang

dijalankan di daerah mendukung sasaran nasional. Analisis relevansi dilakukan dengan membandingkan tren indikator utama kabupaten/kota terhadap trend provinsi dan nasional. Apabila tren suatu indikator provinsi sejalan dengan tren indikator nasional, maka dapat disimpulkan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh provinsi mendukung sasaran nasional.

Contoh Kasus

Gambar 8.

Perkembangan Angka Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Dasar (SD/MI), Provinsi Nusa Tenggara Timur

Pada tahun 2006 – 2008, kecenderungan angka putus sekolah SD/MI Provinsi NTT tidak sejalan dengan kecenderungan angka putus sekolah SD/MI tingkat nasional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada periode tersebut upaya penurunan angka putus sekolah di Provinsi NTT tidak sejalan untuk mendukung tujuan nasional.   5,26 5,59 4,45 1,50 2,01 3,53 2,97 2,96 2,97 3,17 2,41 1,81 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Pe rs en

(25)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

12

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

13

12

13

Contoh Kasus

Gambar 9.

Perbandingan Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan Rata-rata Nasional, Tahun 2002-2008.

Pada tahun 2002-2009, kecenderungan AKB Provinsi NTT sejalan dengan kecenderungan AKB Nasional. Pada periode tersebut AKB Provinsi NTT memiliki tren yang sama dengan tren nasional yakni mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Dengan demikian, selama periode tersebut, upaya untuk menurunkan AKB di Provinsi NTT sejalan untuk mendukung tujuan nasional.

Analisis Efektivitas, ditujukan untuk menilai apakah pembangunan yang dilakukan

oleh daerah efektif baik dalam mencapai tujuan nasional maupun tujuan pembangunan daerah. Efektivitas penanggulangan kemiskinan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan daerah membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

  51,0 48,7 40,1 43,5 35,6 32,2 20 25 30 35 40 45 50 55 60 2002 2006 2008 Ji wa

(26)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

12

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

13

12

13

Contoh Kasus

Gambar 10.

Perkembangan Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pada periode 2003-2010, APM provinsi NTT meningkat dari 96.42 persen pada tahun 2003 menjadi 97.88 persen pada tahun 2008. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa program yang mendukung peningkatan partisipasi sekolah di Provinsi NTT efektif khususnya pada jenjang pendidikan dasar SD dan MI.

Gambar 11.

Perkembangan Angka Kematian Bayi (AKB) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Tahun 2002-2008.



Pada periode tahun 2002-2008, AKB Provinsi NTT menurun dari 51 jiwa/1.000 kelahiran hidup menjadi 40,1 jiwa/1.000 kelahiran hidup. Dengan demikian, program-program yang mendukung penurunan angka kamtian bayi (AKB) di Provinsi NTT efektif dan berdampak positif terhadap kualitas kesehatan penduduk, khususnya kesehatan bayi.

C. Analisis Keterkaitan

Analisis prioritas bidang dilakukan dengan melihat tren indikator utama dengan tren indikator pendukungnya. Dengan menggunakan analisis ini diharapkan dapat ditentukan indikator-indikator mana yang perlu diprioritaskan untuk dilakukan intervensi. 88,27 90,79 92,00 91,58 91,61 91,72 92,46 92,13 80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 100 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Pe rs en 51,0 48,7 40,1 20 25 30 35 40 45 50 55 60 2002 2006 2008 Ji wa

(27)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

14

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

15

14

15

Contoh Kasus

Gambar 12.

Perbandingan Tren Indikator Utama dengan Tren Indikator Pendukung Bidang Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Dari gambar di atas, terlihat bahwa tren indikator utama, yaitu angka putus sekolah, menurun sejalan dengan menurunnya rata-rata jarak rumah tinggal dan sekolah.

Gambar 13.

Perbandingan Tren Indikator Utama dengan Tren Indikator Pendukung Bidang Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Dari gambar diatas, terlihat bahwa tren indikator utama, yaitu angka kematian bayi, menurun sejalan dengan menurunnya rata-rata jarak rumah tinggal dan puskesmas, meningkatnya jumlah kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan, dan meningkatnya rasio bidan per 100.000 penduduk.

 5,26 5,59 4,45 1,50 2,01 3,53 3,49 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Angka Putus Sekolah SD/MI (%)

4,16

3,93

2,26

2003 2006 2008

Jarak Sekolah Dasar (SD/MI) (Km)

51,0

48,7

40,1

2002 2005 2008

Angka Kematian Bayi (Per 1000 Kelahiran Hidup)

37,3

45,1 46,2

2002 2005 2008

Kelehiran Ditolong Tenaga Kesehatan (%)

11,55

11,82

10,43

2002 2005 2008

Jarak Puskesmas Terdekat (Km)

48,8 46,7

81,9

2002 2005 2008

(28)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

14

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

15

14

15

2.3.2. Analisis Penentuan Wilayah Prioritas

Analisis penentuan wilayah prioritasbertujuan untuk menentukan wilayah

mana yang segera memerlukan intervensi berdasarkan pengamatan terhadap

indikator utama dan indikator pendukungnya.

Contoh Kasus

Gambar 14.

Penentuan Kabupaten/kota PrioritasUntuk Dilakukan Intervensi Di Bidang PendidikanProvinsi NTT

Dengan menggunakan angka putus sekolah sebagai indikator utama dan jarak rata-rata antara tempat tinggal dengan sekolah sebagai indikator pendukung, dapat ditentukan wilayah-wilayah yang menjadi prioritas intervensi. Wilayah prioritas berdasarkan tingginya angka putus sekolah dan jauhnya jarak rata-rata antara tempat tinggal dengan sekolah adalah Kabupaten Sumba Timur. Prioritas kedua adalah wilayah dengan angka putus sekolah tinggi tapi jarak rata-rata antara tempat tinggal dengan sekolah dekat, perlu dilakukan intervensi lebih jauh diluar menurunkan jarak rata-rata antara tempat tinggal dengan sokolah. Wilayah-wilayah tersebut adalah Kabupaten Ende, Sumba Barat Daya, Manggarai Barat, dan Nagekeo.

  Sumba Barat Kupang TTS TTU Sumba Timur

Sumba Barat Daya Nagekeo Ende Manggarai Barat Manggarai Timur Halmahera Tengah Alor Flores Timur Ngada Rote Ndao Kota Kupang 0 2 4 6 8 10 12 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Ja ra k SD /M I T er de ka t

Angka Putus Sekolah

PRIORITAS 3 PRIORITAS 1 PRIORITAS 2 PRIORITAS 4

(29)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

16

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

17

16

17

Contoh Kasus

Gambar 15.

Penentuan Kabupaten/kota Prioritas Untuk Dilakukan Intervensi Di Bidang KesehatanProvinsi NTT

Dengan menggunakan angka kematian bayi sebagai indikator utama dan kelahiran ditolong tenaga kesehatan sebagai indikator pendukung, dapat ditentukan wilayah-wilayah yang menjadi prioritas intervensi. Terdapat 5 wilayah yang menjadi prioritas pertama untuk dilakukannya intervensi dengan meningkatkan kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan. Wilayah-wilayah tersebut adalah Kabupaten Manggarai Timur, Halmahera Tengah, Flores Timur, Alor, dan Halmahera Timur.   TTU Lembata Flotim Sikka Ngada Kota Kupang BeluEnde Nagekeo TTS Alor Manggarai Rote NdaoManggarai Barat

Sumba Barat

Sumba Timur Kupang

Sumba Barat Daya Sumba Tengah 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Ke la hi ra n Di to lo ng T en ag a K es eh at an

Angka Kematian Bayi

S i 2 PRIORITAS 4 PRIORITAS 2 PRIORITAS 1 PRIORITAS 3

(30)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

16

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

17

16

17

A. Menyimpulkan Program Pada Masing-Masing Bidang

Untuk dapat melakukan intervensi yang tepat sasaran, perlu ada

penilaian terkait capaian masing-masing indikator.



Contoh Kasus

Tabel 2.

Relevansi dan Efektivitas Indikator Utama (Contoh Kasus: Provinsi NTT)

No Bidang Indikator Utama Relevan Efektif

1 Kemiskinan dan Ketenagakerjaan Tingkat Kemiskinan ¥ ¥

Tingkat Pengangguran ¥ ¥

2 Kesehatan Angka Kematian Bayi ¥ ¥

Angka Kematian Balita n.a n.a

Angka Kematian Ibu Melahirkan n.a n.a

Prevalensi Balita Kekurangan Gizi ¥ ¥

3 Pendidikan Angka Partisipasi Kasar X ¥

Angka Partisipasi Murni X ¥

Angka Putus Sekolah X ¥

Angka Melek Huruf ¥ ¥

4 Infrastruktur Dasar Akses Sanitasi Layak X ¥

Akses Air Minum Layak X ¥

Rasio Elektrifikasi ¥ ¥

5 Ketahanan Pangan Perkembangan Harga Beras n.a n.a

Perkembangan Harga Bahan Kebutuhan

Pokok Utama n.a n.a

Sumber: Kondisi Kemiskinan dan Kesejahteraan Rakyat (TNP2K), 2010. Keterangan:

Kolom relevan dan efektif diisi dengan: ¥ jika relavan atau efektif;

X jika tidak relevan atau tidak efektif

B. Menyimpulkan Prioritas Wilayah

Dalam menentukan prioritas wilayah, analisis yang dapat digunakan di antaranya adalah dengan melihat distribusi antar wilayah maupun penentuan prioritas berdasarkan perbandingan antara indikator utama dengan indikator pendukung yang dapat diintervensi.

(31)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

18

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

19

18

19

Contoh Kasus

Tabel 3.

Kabupaten/Kota Prioritas terkait dengan Indikator Utama dan Indikator Pendukung (Contoh Kasus: Provinsi NTT)

Kabupaten

Indikator Utama:

AKB Indikator Pendukung: Penolong Kelahiran

Terlatih Prioritas

Tinggi Rendah Tinggi Rendah

Sumba Barat ¥ ¥ 1

Sumba Timur ¥ ¥ 1

Kupang ¥ ¥ 1

Timor Tengah

Selatan ¥ ¥  3

Timor Tengah Utara ¥ ¥ 4

Belu ¥ ¥ 2 Alor ¥ ¥  3 Lembata ¥ ¥ 4 Flores Timur ¥ ¥ 4 Sikka ¥ ¥ 4 Ende ¥ ¥ 2 Ngada ¥ ¥ 4 Manggarai ¥ ¥  3 Rote Ndao ¥ ¥  3 Manggarai Barat ¥ ¥  3

Sumba Barat Daya ¥ ¥ 1

Sumba Tengah ¥ ¥ 1

Nagekeo ¥ ¥ 2

Manggaai Timur n.a n.a n.a n.a n.a

Sabu Raijua n.a n.a n.a n.a n.a

Kota Kupang ¥ ¥ 4

Sumber: Kondisi Kemiskinan dan Kesejahteraan Rakyat (TNP2K) danWWFP UN. Keterangan:

Prioritas 1 adalah daerah dengan AKB tinggi dan Kelahiran ditolong oleh Petugas Kesehatan Rendah Prioritas 2 adalah daerah dengan AKB tinggi dan kelahiran ditolong oleh Petugas Kesehatan Tinggi Prioritas 3 adalah daerah dengan AKB rendah dan kelahiran ditolong oleh Petugas Kesehatan rendah Prioritas 4 adalah daerah dengan AKB rendah dan kelahiran ditolong oleh Petugas Kesehatan tinggi

Fokus intervensi diberikan kepada daerah yang masuk dalam prioritas 1 dan 2. Di daerah prioritas 1, jumlah kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan yang rendah menyebabkan tingginya AKB. Karena itu, intervensi diarahkan untuk meningkatkan jumlah kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan.Sedangkan di daerah dengan prioritas 2, walaupun jumlah kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan relatif tinggi namun AKB masih juga tinggi. Karena itu, dibutuhkan intervensi selain meningkatkan jumlah kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan.

(32)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

18

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

19

18

19

BAB III

PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN YANG

EFEKTIF DALAM PENANGGULANGAN

KEMISKINAN

Anggaran pemerintah memegang peranan penting dalam penanggulangan kemiskinan. Alokasi anggaran seharusnya mencerminkan rangkaian prioritas sektoral maupun prioritas wilayah yang dirumuskan dalam analisis sebelumnya. Analisis distribusi anggaran ini akan menunjukkan apakah anggaran pemerintah daerah telah mencerminkan prioritas.

Analisis anggaran dapat dilakukan dalam dua tingkat. Pertama adalah analisis yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah untuk melihat kesesuaian alokasi anggaran daerahnya, terkait dengan prioritas yang telah dirumuskan di bagian sebelumnya. Analisis ini akan diuraikan di bagian 3.1. Kedua adalah analisis yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah satu tingkat di atasnya untuk melihat distribusi anggaran dari pemerintah daerah di dalam wilayahnya. Analisis ini akan diuraikan di bagian 3.2.

(33)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

20

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

21

20

21

3.1. A p d a

p

Alokasi an dialokasik mencermi Surakarta  Urusan Rp54.8 Ur ad Analisis An Untuk pengeluaran dinilai apaka atas analisis

prioritas bid

nggaran sektor kan untuk sekt nkan alokasi y . Uru Rp2 Kesehatan 8M (4.7%) rusan otda, PUM

m keu Rp314.9 (27.3%) nggaran Me melihat kes n masing-m ah alokasi a s prioritas

dang yang

Distribus r pendidikan pa or pendidikan yang efektif ba U P usan Pek.Umum 215.5M (18.7% M, 9M elihat Kese sesuaian al masing sekt anggaran te wilayah ya

diuraikan

Co

si Belanja S K

aling besar dib sebesar Rp 3 agi penanggula rusan Kelautan Perikanan Rp 19 (1.7%) m ) esuaian Alo lokasi angg tor terhada elah mencer ang diuraika

pada Bab

ontoh Kas

Gambar 16 Sektor Terha Kota Surakar bandingkan den 394,1 miliar, se angan kemiskin n Dan 9.2M okasi Deng garan denga p total APB rminkan prio an pada Ba

2.

sus

. adap Total A rta ngan anggaran etara 34.1 per nan apabila se Ur Urusan Pend 394.1M ( gan Priorita an prioritas, BD. Dari ra oritas. Prior ab 2.

dasar

Anggaran n untuk urusan rsen APBD. Al ktor pendidikan rusan Pertanian 21.8M (1.9%) didikan Rp 34.1%) as , dapat dibu asio tersebu ritasnya did

rkan atas

n lainnya. Angg lokasi anggara n merupakan n Rp ) Urusan La Rp134.5M ( uat rasio ut dapat asarkan

analisis

garan yang an tersebut prioritas di in-lain 11.6%)

(34)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

20

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

21

20

21

3.2. Analisis Anggaran oleh Pemerintah Daerah Satu Tingkat di Atasnya untuk Melihat Distribusi Anggaran dari Pemerintah Daerah di Dalam Wilayahnya

Analisis anggaran perlu pula dilakukan oleh pemerintah provinsi untuk melihat kesesuaian prioritas dan anggaran pemerintah daerah kabupaten/kota di wilayahnya. Prioritasnya didasarkan atas analisis prioritas wilayah yang diuraikan pada Bab 2.

Contoh Kasus

Gambar 17.

Distribusi Anggaran Pendidikan dan Permasalahan Angka Partisipasi Murni, Provinsi Nusa Tenggara Timur

Pengalokasian anggaran tahun 2010 belum sepenuhnya sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Sebagai contoh: Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan merupakan daerah dengan APM relatif tinggi namun anggaran bidang pendidikannya lebih besar dibandingkan dengan anggaran pendidikan untuk daerah-daerah yang memiliki APM rendah.

 0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 0 20 40 60 80 100 120 Su m ba B ar at Su m ba T im ur Ku pa ng TTS TTU Belu Alor Le m ba ta Fl ot im Si kk a En de Ng ad a M an gg ar ai Ro te Nd ao M an gg ar ai Ba ra t SB D Su m ba T en ga h Na ge ke o M an gg ar ai Ti m ur Sa bu R aij ua Ko ta K up an g Rp (J ut a) Pe rs en

(35)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

22

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

23

22

23

3.3. Contoh Kasus Analisis Distribusi Anggaran: Bidang Kesehatan

Untuk menggambarkan distribusi anggaran, berikut disampaikan analisis anggaran kesehatan di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dalam melakukan analisis pembiayaan bidang kesehatan, perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut:

A. Analisis Perkembangan Proporsi Anggaran Bidang Kesehatan terhadap Total Anggaran

Analisis dilakukan dengan membandingkan proporsi alokasi anggaran bidang kesehatan terhadap total pengeluaran APBD atau terhadap PDRB. Untuk daerah-daerah yang tertinggal dalam bidang kesehatan seyogianya ada peningkatan proporsi dari waktu ke waktu.

B. Analisis Pembiayaan Berdasakan Sumber Pembiyaan

Pembiayaan bidang kesehatan dapat berasal dari 2 sumber yaitu (1) pemerintah dan (2) non pemerintah. Analisis ini diperlukan agar pemerintah daerah dapat menyusun insentif agar pembiayaan bidang kesehatan dapat diperoleh dari luar APBD. Sumber-sumber pembiayaan tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1. Pemerintah

a. Pemerintah Pusat: APBN, Jaring Pengaman Bidang Kesehatan (JPSBK), Bantuan dan Pinjaman Luar Negeri

b. Pemerintah Provinsi: APBD Provinsi

c. Pemerintah Daerah: APBD Kabupaten /Kota 2. Non Pemerintah

a. Perusahaan swasta: biaya kesehatan karyawan b. Biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh Masyarakat c. Asuransi Kesehatan

(36)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

22

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

23

22

23

Contoh Kasus

Tabel 4.

Belanja Kesehatan menurut Sumber Pembiayaan, Kabupaten Ende 2008

SUMBER PEMBIAYAAN TOTAL (RP) PERSEN PERKAPITA/TH (USD)

Pemerintah 60,015,708,501 84.62% 23.99 SB.1.1 Pemerintah Pusat/Depkes 6,589,237,322 9.29% SB.1.2 Pemerintah Provinsi/Dinkes 310,995,673 0.44% SB.1.3 Pemerintah Kabupaten/Kota 41,737,846,401 58.85% SB.1.4.2 Hibah 10,889,507,505 15.35% SB.1.5.4 Subsidi Premi PNS 488,121,600 0.69% Non Pemerintah 10,906,505,727 15.38% SB.2.4 Rumah Tangga 10,906,505,727 15.38% Grand Total 70,922,214,228 100.00% 28.35

Sumber: Ascobat Gani, 2010

Sumber pembiayaan bidang kesehatan terbesar di Kabupaten Ende pada tahun 2008 adalah dari pemerintah, yaitu sebesar Rp. 60,0 miliar atau hampir 84,62 persen dari total sumber pembiayaan. Sementara pembiayaan dari sektor non pemerintah adalah Rp. 10,9 miliar atau hanya sekitar 15,38 persen.Sementara itu, sumber pembiyaaan terbesar berasal dari pemerintah kabupaten, yaitu Rp. 41,7 miliar atau 58,85 persen dari total pembiayaan bidang kesehatan di Kabupaten Ende.

C. Analisis Belanja Kesehatan Menurut Penyelenggara Layanan

Penyelenggara layanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu pemerintah dan non-pemerintah. Contoh penyelenggara layanan kesehatan adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah

a. Dinas Kesehatan Pemerintah provinsi b. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota c. RSUD

d. Puskesmas

e. Laboratorium Kesehatan Daerah

f. Fasilitas Kesehatan Pemerintah Lainnya 2. Non-Pemerintah

a. Fasilitas Kesehatan Swasta b. Desa Siaga

c. Lembaga Swadaya Masyarakat

(37)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

24

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

25

24

25

Contoh Kasus

Tabel 5.

Belanja Kesehatan Menurut Penyedia Layanan, Kabupaten Ende 2008

PENYEDIA PELAYANAN TOTAL (RP) PERSEN

Pemerintah 60,895,286,146 85.86 PL 1.2 Pemerintah Provinsi/Dinkes 328,002,673 0.46 PL 1.3.1 Dinkes Kabupaten/Kota 34,788,631,905 49.05 PL 1.3.2 RSUD 18,085,298,046 25.50 PL 1.3.4 Puskesmas 763,935,072 1.08 PL 1.3.6 Labkesda 4,608,383,300 6.50

PL 1.3.7 Faskes Pemerintah Lainnya 2,321,035,150 3.27

Non Pemerintah 9,882,063,683 13.93

PL 2.1.9 Faskes Swasta Lainnya 9,663,353,183 13.63

PL 2.3.2 Desa Siaga 9,000,000 0.01

PL 2.3.5 LSM/Organisasi Keagamaan 209,710,500 0.30

PL 3 Tidak Jelas 144,864,400 0.20

Grand Total 70,922,214,228 100.00

Sumber: Ascobat Gani, 2010

Layanan kesehatan di Kabupaten Ende pada tahun 2008 sebagian besar disediakan oleh pemerintah yaitu sebesar 85.86

persen dari total belanja yang dikeluarkan. Sementara itu, sektor non-pemerintah hanya menyediakan sebesar 13,93 persen.Dinas Kesehatan Kabupaten adalah penyedia terbesar dengan menyediakan layanan sebesar 49,05 persen, selanjutnya diikuti oleh RSUD dan laboratorium kesehatan daerah masing-masing 25,50 dan 6,50 persen.

(38)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

24

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

25

24

25

D. Analisis Belanja Kesehatan Menurut Mata Anggaran

Belanja kegiatan di sektor kesehatan diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu: (1) Belanja Investasi; (2) Belanja Operasional; dan (3) belanja pemeliharaan.

Beberapa kegiatan yang termasuk dalam mata anggaran investasi adalah: Bangunan, konstruksi, alat medis, pendidikan pegawai dan investasi lainnya. Kelompok belanja operasional. adalah gaji, obat dan bahan medis; bahan non-medis, perjalanan, akomodasi, utilitas dan operasionalisasi lainnya. Sedangkan, kelompok belanja pemeliharaan adalah belanja pemeliharaan gedung, pemeliharaan alat non-medis, pelatihan serta pemeliharaan lainnya.

Contoh Kasus

Tabel 6.

Belanja Kesehatan Menurut Mata Anggaran Kabupaten Ende, Tahun 2009

MATA ANGGARAN TOTAL (RP) PERSEN

Investasi 20,242,666,845 28.54

MA.1.2 Bangunan/Konstruksi 12,373,535,965 17.45

MA.1.3 Pengadaan Alat Non-Medis 2,988,366,160 4.21

MA.1.4 Pengadaan Alat medis 4,615,544,380 6.51

MA.1.5 Fellowship Untuk Pendidikan Pegawai 165,000,000 0.23

MA.1.6 Investasi Lainnya 100,220,340 0.14

Operasional 45,650,247,896 64.37

MA.2.1 Gaji/Honorarium 19,993,742,519 28.19

MA.2.2 Obat dan Bahan Medis 17,383,607,437 24.51

MA.2.3 Bahan Non-Medis 1,301,581,490 1.84

MA.2.4 Perjalanan 4,188,635,446 5.91

MA.2.5 Akomodasi 2,207,100,128 3.11

MA.2.6 Utilities (Telepon, Listrik, Air) 208,343,514 0.29

MA.2.7 Biaya Operasional Lainnya 367,237,362 0.52

Pemeliharaan 5,029,299,487 7.09

MA.3.2 Gedung/Konstruksi 2,015,022,700 2.84

MA.3.3 Alat Non-Medis 749,227,100 1.06

MA.3.4. Alat Medis 128,498,887 0.18

MA.3.5 Pelatihan 1,801,350,600 2.54

MA.3.6 Pemeliharaan Lainnya 335,200,200 0.47

Grand Total 70,922,214,228 100.00

Sumber: Ascobat Gani, 2010

Berdasarkan hasil analisis, lebih dari setengah anggaran sektor kesehatan digunakan untuk kegiatan operasional, yaitu sebesar Rp 45,65 miliar (64,37 persen). Di dalam kelompok belanja operasional, pengeluaran untuk gaji dan obat serta bahan medis memperoleh porsi paling besar. Alokasi belanja untuk investasi yang relatif kecil menunjukkan rendahnya kemampuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di Kabupaten Ende.

(39)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

26

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

27

26

27

E. Analisis Belanja Kesehatan Menurut Program

Menurut program, anggaran belanja kesehatan diklasifikasikan dalam 3 kelompok, yaitu: (1) Program Kesehatan Masyarakat, (2) Program Kesehatan Perorangan, (3) Program Penunjang (Capacity Building).

Contoh Kasus

Tabel 7.

Belanja Kesehatan Menurut Jenis Program Kabupaten Ende, Tahun 2009

PROGRAM TOTAL (RP) PERSEN

Program Kesehatan Masyarakat 14,997,017,108 21.15

PR 1.1 KIA 1,789,936,829 2.52

PR 1.2 Gizi 529,165,600 0.75

PR 1.3 Immunisasi 250,209,538 0.35

PR 1.5 Malaria 7,147,062 0.01

PR 1.6 HIV/AIDS 107,281,285 0.15

PR 1.7 Penyakit Menular Lain 532,680,000 0.75

PR 1.9 KB 248,927,050 0.35

PR 1.10 Usaha Kesehatan Sekolah 38,465,000 0.05

PR 1.12 Kesehatan Lingkungan 10,649,674,005 15.02

PR 1.13 Promosi Kesehatan 769,817,416 1.09

PR 1.14 Penanggulangan Bencana 28,219,238 0.04

PR 1.15 Surveilans 42,994,085 0.06

PR 1.16 Program Kesehatan Masyarakat Lainnya 2,500,000 0.00

Program Kesehatan Perorangan 25,069,669,749 35.35

PR 2.1 Pelayanan Rajal 927,859,101 1.31

PR 2.2 Pelayanan Ranap 2,159,795,759 3.05

PR 2.3 Pelayanan Rujukan 4,444,890,100 6.27

PR 2.4 Pengobatan Umum (tidak jelas masuk PR 2.1- 2.3) 17,537,124,790 24.73

Program yang Menyangkut Capacity Building/Penunjang 30,855,527,371 43.51

PR 3.1 Administrasi & Manajemen 15,854,286,995 22.35

PR 3.3 Capacity Building 1,401,968,343 1.98

PR 3.4 Pengadaan dan Pemeliharaan Infrastruktur 8,486,541,583 11.97

PR 3.5 Pengawasan (Monitoring dan Supervisi) 81,240,000 0.11

PR 3.6 Obat dan Perbekalan Kesehatan 5,014,666,210 7.07

PR 3.8 Program Capacity Building/Penunjang Lainnya 16,824,240 0.02

Grand Total 70,922,214,228 100.00

Sumber: Ascobat Gani, 2010

Distribusi anggaran program kesehatan masyarakat lebih kecil dibandingkan dengan anggaran program penunjang dan program kesehatan perorangan. Dari keseluruhan anggaran sektor kesehatan, hanya 21,15 persen yang digunakan untuk program kesehatan masyarakat. Anggaran program kesehatan masyarakat yang relatif lebih kecil berpotensi memperlambat pencapaian sasaran pembangunan dan sasaran pencapaian MDGs, khususnya pada bidang kesehatan.

(40)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

26

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

27

26

27

3.4. Contoh Kasus Analisis Gap: Bidang Pendidikan

A. Perhitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP)

Untuk memberikan ilustrasi analisis gap pembiayaan pendidikan, berikut disampaikan contoh analisis alokasi anggaran dalam memenuhi kebutuhan standar biaya operasional pendidikan di Kota Surakarta.

Sektor pendidikan merupakan sektor yang memperoleh alokasi anggaran paling besar dibandingkan dengan sektor lainnya, baik dari anggaran pusat (APBN) maupun anggaran daerah (APBD). Salah satu tujuan dari alokasi anggaran pendidikan yang besar adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu upaya pencapaian kualitas tersebut adalah dengan memastikan bahwa pemerintah daerah melakukan perhitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dengan mengacu pada standar dan indeks pembiayaan pendidikan sesuai Permendiknas No 69 Tahun 2010.

Perhitungan Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) bertujuan untuk menentukan besarnya biaya operasional sekolah non-personalia agar proses belajar mengajar (PBM) dapat berjalan berdasarkan Standar Nasional Pendidikan. Penghitungan BOSP pada awalnya didasarkan pada template yang dikembangkan oleh BSNP dan disesuaikan dengan kondisi dan aspirasi kabupaten/kota. BOSP dinyatakan dalam rupiah per siswa per tahun untuk masing-masing jenjang pendidikan.

Penghitungan BOSP dilakukan dengan menggunakan Jakarta sebagai acuan (lihat Tabel 8). Komponen biaya non-personalia yang digunakan untuk menghitung nilai acuan BOSP Jakarta meliputi biaya untuk:

1.

Alat Tulis Sekolah

2.

Bahan & Alat Habis Pakai

3.

Daya dan Jasa

4.

Pemeliharaan & Perbaikan Ringan

5.

Konsumsi

6.

Transportasi

7.

Asuransi

8.

Pembinaan siswa

9.

Penyusunan data dan laporan

10.

Buku

11.

Investasi ringan/perlengkapan PBM

12.

Bantuan Siswa Miskin

Penghitungan standar biaya operasi non-personalia tahun 2009 untuk masing-masing daerah dilakukan dengan mengalikan biaya operasi non-personalia DKI Jakarta dengan indeks masing-masing daerah. Indeks tersebut tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri No 69 Tahun 2010.

(41)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

28

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

29

28

29

SMP/MTS.

Contoh Kasus

Tabel 8.

Perhitungan BOSP Kota Surakarta Berdasarkan Permendiknas No 69/2009

No. Sekolah/ Program Keahlian

Biaya Operasi Nonpersonalia1

Indeks Biaya Pendidikan

Kota Surakarta

BOSP Kota Surakarta

(Rp Ribu) (Rp Ribu) Per Sekolah/ Program Keahlian Per Rombongan Belajar Per Peserta Didik Per Sekolah/ Program Keahlian Per Rombongan Belajar Per Peserta Didik 1. SD/MI 97.440 16.240 580 0,914 89.060 14.843 530 2. SMP/MTs 136.320 22.720 710 0,914 124.596 20.766 649 3. SMA/MA Bahasa 184.320 30.720 960 0,914 168.468 28.078 877 4. SMA/MA IPS 184.320 30.720 960 0,914 168.468 28.078 877 5. SMA/MA IPA 193.920 32.320 1010 0,914 177.243 29.540 923

Sumber: Permendiknas No 69 Tahun 2009.





1StandarbiayaoperasinonͲpersonaliapersekolah/programkeahlian,perrombonganbelajar,danperpeserta didikmenurutjenjangpendidikanProvinsiDKIJakarta,tahun2009.

Contoh untuk perhitungan BOSP di Kota Surakarta ditunjukkan pada Tabel 8. BOSP Surakarta sebesar Rp. 530 ribu/siswa untuk SD-MI dan Rp. 649 ribu/siswa untuk SMP/MTS.

Contoh Kasus

Tabel 8.

Perhitungan BOSP Kota Surakarta Berdasarkan Permendiknas No 69/2009

No. Sekolah/ Program Keahlian

Biaya Operasi Nonpersonalia1

Indeks Biaya Pendidikan

Kota Surakarta

BOSP Kota Surakarta

(Rp Ribu) (Rp Ribu) Per Sekolah/ Program Keahlian Per Rombongan Belajar Per Peserta Didik Per Sekolah/ Program Keahlian Per Rombongan Belajar Per Peserta Didik 1. SD/MI 97.440 16.240 580 0,914 89.060 14.843 530 2. SMP/MTs 136.320 22.720 710 0,914 124.596 20.766 649 3. SMA/MA Bahasa 184.320 30.720 960 0,914 168.468 28.078 877 4. SMA/MA IPS 184.320 30.720 960 0,914 168.468 28.078 877 5. SMA/MA IPA 193.920 32.320 1010 0,914 177.243 29.540 923

Sumber: Permendiknas No 69 Tahun 2009.





1StandarbiayaoperasinonͲpersonaliapersekolah/programkeahlian,perrombonganbelajar,danperpeserta didikmenurutjenjangpendidikanProvinsiDKIJakarta,tahun2009.

(42)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

28

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

29

28

29

B. Analisis Kebutuhan Pembiayaan Pendidikan Daerah

Terbatasnya anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah pusat untuk sektor pendidikan dalam bentuk BOS menyebabkan pentingnya peran daerah dalam menyediakan anggaran untuk membiayai pendidikan di daerahnya. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota memiliki peran untuk mendukung pembiayaan pendidikan di wilayahnya. Pemerintah daerah melalui anggaran pendidikan dalam APBD masing-masing dapat mengusahakan kebutuhan pembiayaan untuk memenuhi kekurangan pembiayaan dalam penye-lenggaraan pendidikan dasar di wilayahnya. Ilustrasi untuk Kota Surakarta disampaikan pada Gambar 18.

CONTOH KASUS Gambar 18.

Kebutuhan dan Pemenuhan Biaya Operasional Satuan pendidikan - Jenjang Sekolah Dasar (SD/MI) Kota Surakarta

Sumber: Hasil Perhitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Kota Surakarta, 2010

Hasil perhitungan BOSP untuk SD/MI dengan menggunakan indeks Permendiknas adalah sebesar Rp 530,000 per siswa. Pemerintah pusat melalui alokasi BOS menyediakan sebesar Rp 400.000 per siswa. Sisanya sebesar Rp. 130,000 per siswa harus disediakan oleh pemerintah daerah. Jika Pemerintah Provinsi mengalokasikan Rp. 30.000 per siswa, maka pemerintah kota harus menyediakan Rp. 100,000 per siswa.

530.000 400.000 30.000 100.000 BOSP Pembiayaan APBD 2 - BPMKS KOTA APBD 1 - BOS-P APBN - BOS

(43)

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

30

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

TIM NASIONAL PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

31

30

31

Contoh Kasus Gambar 19.

Kebutuhan dan Pemenuhan Biaya Operasional Satuan pendidikan - Jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) Kota Surakarta

Sumber: Hasil Perhitungan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) Kota Surakarta, 2010

Hasil perhitungan BOSP untuk SMP/MTS dengan menggunakan indeks Permendiknas adalah sebesar Rp 649,000 per siswa. Pemerintah pusat melalui alokasi BOS menyediakan sebesar Rp 575.000 per siswa.Sisanya sebesar Rp. 74,000 per siswa harus disediakan oleh pemerintah daerah. Jika Pemerintah Provinsi mengalokasikan Rp. 50.000 per siswa, maka pemerintah kota harus menyediakan Rp. 24,000 per siswa.

649.000 575.000 50.000 24.000 BOSP Pembiayaan APBD 2 - BPMKS KOTA APBD 1 - BOS-P APBN - BOS

Referensi

Dokumen terkait

Moewardi tidak mempengaruhi pemanfaatan lahan komersial di sekitar kawasan karena pelayanan kesehatan memiliki total jumlah perubahan yang menurun tetapi pemanfaatan lahan

interaksi yang nyata antara perlakuan dosis pupuk urea dan umur bibit terhadap tinggi, diameter batang, jumlah daun, luas daun, panjang akar dan berat kering bibit kakao

Berat Biji Tanaman Kacang Kedelai Dari pengamatan terhadap berat biji kacang kedelai dengan pemberian mulsa jerami padi (Oryza sativa) setelah dianalisa dengan sidik ragam

Proses umum yang digunakan untuk mengubah minyak nabati menjadi biodiesel adalah dengan melakukan reaksi transesterifikasi, baik menggunakan katalis asam maupun

Selain itu mengingat luas Batam dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi hingga dualisme kelembagaan yang terjadi di Batam maka diperlukan juga koordinasi

Undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

Menghitung simpangan rata – rata bila diberikan data berkelompok dengan panjang kelas genap dan banyak data

Paling cepat suatu negara atau daerah mempublikasikan tabel input output periode lima tahunan, misalnya Jawa Barat Tabel Input Output yang terakhir tahun 2000,