• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III LANDASAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

14

3.1 Bangunan Ireguler

Bangunan ireguler adalah bangunan yang umumnya mempunyai lebih dari 1 massa/gatra/blok dengan denah tidak sederhana walaupun masih baik simetri baik simetri 2 arah maupun 1 arah (Pawirodikromo, 2012). Contoh bangunan ireguler dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1 Denah Bangunan Ireguler

(Sumber : Arnold & Reitherman, 1982)

Bangunan dengan berbentuk L termasuk dalam kategori ireguler karena dalam 1 arah beban gempa terdapat massa bangunan yang berada pada strong axis dan massa sebaliknya pada posisi weak axis. Apabila terjadi gempa maka tanah dasarlah yang bergerak. Berdasarkan hukum keseimbangan dinamika, maka gerakan tanah tersebut akan menimbulkan gaya inersia yang bekerja pada tiap-tiap massa bangunan yang arahnya berlawanan dengan gerakan tanah. Gaya-gaya inersia tersebut akan menjadi gaya gempa efektif yang bekerja pada arah horizontal pada pusat-pusat massa bangunan.

Gambar 3.2 Gaya pada Bangunan Ireguler

(2)

3.2 Kolom

Kolom adalah elemen struktur yang menerima kombinasi beban aksial dan lentur (momen). Beban aksial yang terjadi berupa tekan, meskipun pada beberapa kasus, kolom bisa menerima beban aksial tarik. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996).

3.2.1 Jenis Kolom Berdasarkan Bertulangan dan Posisi Beban pada Penampang Kolom dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya, posisi beban yang bekerja pada penampang, dan panjang kolom yang berkaitan dengan dimensi penampangnya. Menurut Dipohusodo (1994), ada tiga jenis kolom beton bertulang adalah sebagai berikut.

1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya.

2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk menyerap deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen dan tegangan terwujud.

3. Struktur kolom komposit seperti tampak pada Gambar 3.1 merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok memanjang.

(3)

(a) (b) (c)

Gambar 3.3 Macam Kolom dan Penulangannya

(a) Kolom persegi bertulangan sengkang (b) Kolom bundar bertulangan spiral

(c) Kolom komposit (Sumber: Dipohusodo, 1994) 3.2.2 Jenis Kolom Berdasarkan Posisi Beban pada Penampang

Berdasarkan posisi beban terhadap penampang, menurut Nawy (1998) dapat dibedakan menjadi tiga jenis kolom, yaitu:

1. kolom dengan beban sentries,

2. kolom dengan beban aksial dan momen satu bumbu dan, 3. kolom biaksial (memon bekerja pada sumbu x dan sumbu y).

(a) (b) (c)

Gambar 3.4 Beban Kolom

(a) kolom dengan beban sentries

(b) kolom dengan beban aksial dan momen satu bumbu (c) kolom biaksial

(4)

3.2.3 Persyaratan Desain Kolom 1. Persyaratan Geometri

Menurut SNI 2847:2013, Pasal 21.6.1, komponen struktur rangka momen khusus yang membentuk bagian sistem penahan gaya gempa dan yang menahan gaya tekan aksial terfaktor Pu akibat sebarang kombinasi beban yang melebihi Ag f'c /10. Komponen struktur rangka ini harus memenuhi:

a. dimensi penampang terpendek, diukur pada garis lurus yang melalui pusat geometri, tidak boleh kurang dari 300 mm, dan

b. rasio dimensi penampang terpendek terhadap dimensi tegak lurus tidak boleh lebih kurang dari 0,4

2. Kelangsingan Kolom

Suatu kolom dikatakan ramping atau langsing apabila dimensi–dimensi penampangnya kecil bila dibandingkan dengan panjangnya. Menurut SNI 2847:2013, Pasal 10.10, pengaruh kelangsingan boleh diabaikan jika :

a. pada komponen struktur yang tidak ditahan terhadap goyangan samping dengan persamaan sebagai berikut:

(3.1)

b. sedangkan pengaruh kelangsingan pada komponen struktur yang ditahan terhadap goyangan samping dapat diabaikan jika:

(3.2)

keterangan :

K = faktor panjang efektif komponen struktur tekan

R = radius girasi suatu penampang komponen struktur tekan Lu = panjang bersih komponen struktur tekan

, = momen ujung terfaktor kolom yang posisinya berlawanan 3. Kuat Lentur Minimum Kolom

Desain kolom akan berkaitan erat dengan kapasitas balok, hal ini terjadi karena adanya urutan kerusakan pada prinsip “strong column weak beam”. Pada

(5)

prinsip tersebut kekuatan kolom harus lebih besar dari kekuatan balok, sehingga kuat lentur pada kolom harus mampu memiliki kekuatan untuk menahan momen yang terjadi pada balok. Berdasarkan SNI 2847:2013, Pasal 21.6.2.2, kekuatan lentur kolom harus memenuhi persamaan sebagai berikut :

(3.3)

Keterangan :

ΣMnc= jumlah kekuatan lentur nominal kolom yang merangka pada hubungan balok kolom.

ΣMnb=jumlah kekuatan lentur nominal balok yang merangka pada hubungan balok kolom.

4. Persyaratan Tulangan Memanjang

Berdasarkan SNI 2847:2013, Pasal 21.6.3, Luas tulangan memanjang, Ast, tidak boleh kurang dari 0,01Ag atau lebih dari 0,06Ag. Selain itu, Sambungan lewatan hanya boleh dipasang di tengah tinggi kolom dan harus diikat dengan tulangan confinement dengan spasi tulangan yang ditetapkan pada Pasal 21.6.4.3.

5. Gaya Geser Rencana

Gaya geser rencana (Ve) digunakan untuk menentukan kebutuhan tulangan geser kolom. Pada SNI 2847:2013, Pasal 21.5.4.1, gaya geser desain harus ditentukan dari peninjauan terhadap gaya-gaya yang dapat dihasilkan diantara muka-muka pertemuan pertemuan (joints) di setiap ujung komponen struktur. 6. Persyaratan Tulangan Transversal

Kolom perlu tulangan tranversal untuk mencegah kegagalan geser sebelum penampang mencapai kapasitas lentur dan mencegah terjadinya tekuk. Pada SNI 2847:2013 Pasal 21.6.4, Tulangan tranversal harus dipasang sepanjang panjang lo dari muka joint dan pada kedua sisi sembarang penampang dimana pelelehan lentur terjadi sebagai akibat dari perpindahan lateral inelastis rangka. Panjang lo tidak boleh kurang dari yang terbesar dari a, b, dan c sebagai berikut.

(6)

a. Tinggi komponen struktur pada muka joint atau pada penampang dimana pelelehan lentur sepertinya terjadi;

b. 1/6 bentang bersih komponen stuktur; dan c. 450 mm.

Spasi tulangan tranversal sepanjang lo komponen struktur tidak boleh melebihi yang terkecil, ketentuannya sebagai berikut.

a. 1/4 dimensi komponen struktur minimum;

b. Enam kali diameter batang tulangan longitudinal yang terkecil c. , seperti didefinisikan pada persamaan berikut:

( ) (3.4)

Nilai tidak boleh melebihi 150 mm dan tidak perlu diambil kurang dari 100 mm. Luas penampang total tulangan sengkang persegi, Ash, tidak boleh kurang dari yang disyaratkan sebagai berikut.

[( ) ] (3.5) (3.6) Keterangan :

= luas total penampang sengkang tertutup persegi = luas bruto penampang

= luas penampang dari sisi luar ke sisi tulangan tranversal

= dimensi penampang kiri kolom diukur dari sumbu ke sumbu tulangan pengekang

S = spasi tulangan

= tegangan leleh baja tulangan tranversal = kuat tekan beton

(7)

3.3 Pembebanan Struktur

Pembebanan struktur direncanakan menggunakan beberapa acuan sebagai berikut.

3.3.1 Beban Mati

Menurut PPPURG (1987), beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatau gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung tersebut. Beban mati pada lantai gedung diambil menurut Tabel 1 PPPURG 1987.

3.3.2 Beban Hidup

Menurut PPPURG (1987), beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatau gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah dan termasuk beban akibat air hujan pada atap. Beban hidup pada lantai gedung diambil menurut Tabel 2 PPPURG 1987.

3.3.3 Beban Gempa

Menurut PPPURG (1987), beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah aibat gempa tersebut. Maka pengaruh gempa dan perencanaan tahan gempa untuk struktur-struktur gedung di Indonesia harus mengikuti PPPURG (1987) dan SNI 1726:2012.

3.3.4 Kombinasi Beban

Perhitungan kombinasi beban mengacu pada SNI 1726-2012, kombinasi-kombinasi meliputi : 1. 1,4D 2. 1,2D + 1,6L 3. 1,2D + 1L ± 0,3 (ρQex + 0,2SDSr.D) ± 1 (ρQey + 0,2SDSr.D) 4. 1,2D + 1L ± 1 (ρQex + 0,2SDSr.D) ± 0,3 (ρQey + 0,2SDSr.D) 5. 0,9D ± 0,3 (ρQex - 0,2SDSr.D) ± 1 (ρQey - 0,2SDSr.D)

(8)

6. 0,9D ± 1 (ρQex - 0,2SDSr.D) ± 0,3 (ρQey - 0,2SDSr.D)

3.4 Analisis Beban Gempa

Analisis analisis beban gempa berdasarkan SNI 1726:2012 dapat dilakukan dengan 3 prosedur yaitu analisis gaya lateral ekivalen, analisis spektrum respon ragam, dan prosedur riwayat respons seismik. Pada penelitian ini digunakan analisis spektrum respon ragam. Adapun tahapan dalam menganalisis beban gempa menggunakan analisis spektrum respon ragam berdasarkan SNI 1726:2012 adalah sebagai berikut.

3.4.1 Gempa Rencana

Menurut SNI 1726:2012, gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarnya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 persen.

3.4.2 Kategori Risiko Bangunan

Dalam SNI 1726:2012 pada Tabel 1 Pasal 4.1.2 telah ditetapkan kategori risiko berdasarkan jenis pemanfaatan bangunan agar tingkat risiko yang diperbolehkan pada bangunan yang direncanakan sesuai pemanfaatannya.

3.4.3 Faktor Keutamaan Gempa (Ie)

Nilai Ie didapat berdasarkan kategori risiko bangunan menurut SNI 1726:2012 dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Faktor Keutamaan Gempa

Kategori Risiko Faktor keutamaan gempa, Ie

I atau II 1

III 1,25

IV 1,5

Sumber: SNI 03-1726 (2012)

3.4.4 Klasifikasi Situs

Pada Pasal 5.1 SNI 1726:2012, dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs,

(9)

maka situs tersebut harus diklarifikasikan sesuai dengan Tabel 3 pada SNI 1726:2012 Pasal 5.3.

3.4.5 Parameter Respon Spektral Percepatan Gempa

Pada SNI 1726:2012 pasal 6.2, penentuan respons spektral percepatan gempa MCER di permukaan tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Berikut adalah persamaan yang digunakan.

SMS = Fa Ss (3.7)

SM1 = Fv S1 (3.8)

Keterangan:

SS = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda pendek;

S1 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda 1,0 detik;

Fa = faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek; Fv = faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik. Koefisien situs Fa dan Fv mengikuti Tabel 3.2 dan Tabel 3.3.

Tabel 3.2 Koefisien, Fa Kelas

Situs

Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda pendek, T=0,2 detik, Ss

Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss ≥ 1 Ss ≥ 1,25 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0 SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9 SF SSb Sumber: SNI 03-1726 (2012) CATATAN:

(a) Untuk nilai-nilai antara Ss dapat dilakukan interpolasi linier

(10)

Tabel 3.3 Koefisien, FV Kelas

Situs

Parameter respons spektral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada perioda 1 detik, S1 S1≤0,1 S1=0,2 S1=0,3 S1=0,4 S1≥0,5 SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5 SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4 SF SSb Sumber: SNI 03-1726 (2012) CATATAN :

(a) Untuk nilai-nilai antara S1 atau dapat dilakukan interpolasi linier;

(b) SS= Situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situsspesifik.

Nilai SS dan S1 terpetakan pada Gambar (3.3) dan (3.4).

Gambar 3.5 Nilai SS Pada Tiap Daerah di Indonesia

(Sumber : SNI 1726:2012)

Gambar 3.6 Nilai S1 Pada Tiap Daerah di Indonesia

(11)

Gambar (3.3) dan (3.4) menunjukkan peta gempa maksimum yang dipertimbangkan resiko tertarget (MCER) parameter-parameter gerak tanah Ss dan S1. Ss adalah parameter nilai percepatan respon spektral gempa MCER resiko-tertarget pada perioda pendek, teredam 5 persen, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 6.1.1 SNI 1726:2012. S1 adalah parameter nilai percepatan respons spektral gempa MCER resiko-tertarget pada perioda 1 detik, teredam 5 persen, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 6.1.1 SNI 1726:2012.

3.4.6 Parameter Percepatan Spektral Desain

Pada SNI 1726:2012 Pasal 6.3, parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek, SDS dan pada perioda 1 detik, SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini:

(3.9)

(3.10)

3.4.7 Kategori Desain Seismik

Menurut SNI 1726:2012 Pasal 6.5, struktur harus ditetapkan memiliki suatu kategori desain seismik yang mengikuti pasal ini. Struktur dengan kategori risiko I, II, atau III yang berlokasi di mana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, S1 , lebih besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E. Struktur yang berkategori risiko IV yang berlokasi di mana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, S1 , lebih besar dari atau sama dengan 0,75, harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik F. Semua struktur lainnya harus ditetapkan kategori desain seismiknya berdasarkan kategori risikonya dan parameter respons spektral percepatan desainnya, DSS dan D1S, dengan mengacu pada Tabel 3.4 atau 3.5, terlepas dari nilai perioda fundamental getaran struktur, T .

(12)

Tabel 3.4 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan Pada Periode Pendek

Nilai SDS

Kategori Risiko

I atau II atau III IV

SDS > 0,167 A B

0,167 ≤ SDS < 0,33 B C

0,33 ≤ SDS < 0,50 C D

0,50 ≤ SDS D D

Sumber: SNI 03-1726 (2012)

Tabel 3.5 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respon Percepatan Pada Periode 1 Detik

Nilai SD1

Kategori Risiko

I atau II atau III IV

SDS < 0,167 A A

0,067 ≤ SD1 < 0,133 B C

0,133 ≤ SD1 < 0,20 C D

0,20 ≤ SDS D D

Sumber: SNI 03-1726 (2012)

3.4.8 Pemilihan Sistem Struktur Penahan Beban Gempa

Sistem penahan gaya gempa yang berbeda diijinkan untuk digunakan, untuk menahan gaya gempa di masing-masing arah kedua sumbu orthogonal struktur. Bila sistem yang berbeda digunakan, masing masing nilai koefisien modifikasi respons, faktor kuat lebih sistem, faktor pembesaran defleki, dan batasan tinggi sistem struktur harus dikenakan pada setiap sistem sesuai dengan sistem tersebut, termasuk batasan sistem struktur. Untuk lebih jelasnya faktor koefisien modifikasi respons, faktor kuat lebih sistem, faktor pembesaran defleki, dan batasan tinggi sistem struktur dapat dilihat pada Tabel 3.6.

(13)

Tabel 3.6 Faktor Koefisien Modifikasi Respons, Faktor Kuat Lebih Sistem, Faktor Pembesaran Defleki, dan Batasan Tinggi Sistem Struktur

Sistem Penahan Gaya Seismik Koefisien Modifikai Respon, R Faktor Kuat Lebih Sistem, (Ω0) Faktor Pembesaran Defleksi (Cd)

Batasan Sistem Struktur dan Batasan Tinggi

struktur (m) Kategori Desain Seismik

B C D E F

Sistem rangka pemikul momen

1. Rangka baja pemikul momen khusus

8 3 5 ½ TB TB TB TB TB

2. Rangka batang baja

pemikul momen khusus 7 3 5½ TB TB 48 30 TI

3. Rangka batang baja

pemikul momen khusus 4½ 3 4 TB TB 10 TI TI 4. Rangka baja

pemikul momen menengah

3½ 3 3 TB TB TI TI TI

5. Rangka baja pemikul momen Biasa 8 3 5½ TB TB TB TB TB 6. Rangka beton Bertulang pemikul momen khusus 5 3 4½ TB TB TI TI TI 7. Rangka beton bertulang pemikul momen biasa 3 3 2½ TB TI TI TI TI

8. Rangka baja dan beton komposit pemikul momen khusus

8 3 5½ TB TB TB TB TB

9. Rangka baja dan beton komposit pemikul momen menengah

5 3 4½ TB TB TI TI TI

10. Rangka baja dan beton komposit terkekang parsial pemikul momen

6 3 5 ½ 48 48 30 TI TI

11. Rangka baja dan beton komposit pemikul momen biasa

3 3 2 ½ TB TI TI TI TI

12. Rangka baja canai dingin pemikul momen khusus dengan

pembautan

3 ½ 3 3 ½ TB 10 10 10 10

(Sumber: SNI 1726:2012, Tabel 9)

3.4.9 Perioda Fundamental (T)

Menurut SNI 1726:2012 Pasal 7.8.2, sebagai alternatif pada pelaksanaan analisis untuk menentukan perioda fundamental struktur (T) diijinkan secara

(14)

langsung menggunakan perioda bangunan pendekatan (Ta). Nilainya harus ditentukan dari persamaan berikut.

(3.11)

Dimana hn adalah tinggi puncak bagian utama struktur (m) dan koefisien Ct dan x

ditentukan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Nilai Parameter Perioda Pendekatan Ct Dan x

Tipe Struktur Ct X

Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul 100 persen gaya gempa yang diisyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika

dikenai gaya gempa.

Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8 Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9 Rangka baja denan bresing eksentris 0,0731a 0,75 Rangka baja denan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731a 0,75 Semua sistem struktur lainnya 0,0488a 0,75

(Sumber : SNI 1726:2012, Tabel 15)

Perioda Fundamental Pendekatan Maksimum (T maksimum) ditentukan dengan rumus berikut:

(3.12)

Cu merupakan nilai yang ditentukan dari Tabel 3.8.

Tabel 3.8 Koefisien untuk Batas Atas Pada Perioda yang Dihitung Parameter percepatan respons spektral

desain pada 1 detik, SD1

Koefisien Cu ≥ 0,4 1,4 0,3 1,4 0,2 1,5 0,15 1,6 ≤ 0,1 1,7

(Sumber : SNI 1726:2012, Tabel 14)

3.4.10 Respon Desain

Pada SNI 1726:2012 pasal 6.4, Spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka

(15)

kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu Gambar 3. 3 dan mengikuti ketentuan di bawah ini :

1. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain, Sa, harus diambil dari persamaan;

(3.13)

2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS; 3. Untuk perioda lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain Sa,

diambil berdasarkan persamaan:

(3.14) Keterangan:

SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda pendek; SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada perioda 1 detik; T = perioda getar fundamental struktur.

(3.15)

(3.16)

Gambar 3.7 Batas Bawah Spektrum Respons MCER Deterministik

(16)

3.4.11 Koefisien Respon Spektrum

Koefisien respons seismik (Cs) ditentukan melalui persamaan sesuai dengan SNI 1726:2012 Pasal 7.8.1.1 sebagai berikut.

( )

(3.17)

Keterangan:

SDS = parameter percepatan spektrum respons pada perioda 1,0 detik R = faktor modifikasi respons

Ie = faktor keutamaan gempa

Nilai Cs yang dihitungan sesuai dengan Persamaan 3.17 tidak perlu melebihi Cs berikut. ( ) (3.18) Dengan syarat Cs : Cs min = 0,044 SDs le Cs min = 0,01

Sebagai tambahan, untuk struktur yang berlokasi di daerah di mana S1 sama dengan atau lebih besar dari 0,6g, maka Cs harus tidak kurang dari

( ) (3.19) Digunakan Cs terkecil 3.4.12 Gaya Geser

Struktur harus dirancang mampu menahan gaya geser dasar akibat gempa yang ditetapkan menurut SNI 1726:2012 Pasal 7.8.1, dapat dihitung menurut persamaan berikut:

(17)

keterangan:

Cs = koefisien respons spektrum W = berat seismik efektif

3.4.13 Distribusi Vertikal Beban Gempa

Berdasarkan SNI 1726:2012 Pasal 7.8.3, Beban-beban lateral (Fx) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari pesamaan berikut:

(3.21)

dengan nilai adalah

(3.22)

(3.23) keterangan:

Cvx = faktor distribusi vertikal

V = gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur (kN)

wi dan wx = bagian berat seismik efektif total struktur (W) yang

ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x hi dan hx = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x (m)

K = eksponen yang terkait dengan perioda struktur.

Untuk struktur perioda 0,5 detik atau kurang, k=1; Untuk struktur perioda 2,5 detik atau lebih, k = 2;

Untuk struktur perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2. 3.4.14 Distribusi Horizontal Beban Gempa

Geser dasar nominal disemua tingkat (V) harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan sesuai pada SNI 1726:2012 Pasal 7.8.4, sebagai berikut:

(18)

(3.24)

Keterangan:

Fi = bagian dari geser dasar seismik (V) yang timbul di Tingkat i 3.4.15 Kontrol Beban Gempa

Berdasarkan SNI 1726:2012 Pasal 7.9.4.1, kombinasi respons untuk geser dasar ragam (Vt) lebih kecil 85% dari geser dasar yang dihitung (V) menggunakan prosedur gaya lateral ekivalen, maka gaya harus dikalikan dengan 0,85 . Berdasarkan ketentuan tersebut maka analisis gaya gempa dengan menggunakan metode dinamis bisa digunakan jika gaya geser dasar dengan metode dinamis lebih dari 85% gaya geser dasar dasar dengan metode statik.

3.5 Simpangan Antar Lantai

Simpangan (driff) adalah sebagai perpindahan lateral relatife antara dua tingkat bangunan yang berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar tiap tiap tingkat bangunan (horizontal story to story deflection). Menurut Naeim (1989), simpangan lateral dari suatu sistem struktur akibat beban gempa adalah sangat penting yang dilihat dari tiga pandangan yang berbeda, yaitu:

1. kestabilan struktur (structural stability),

2. kesempurnaan arsitektural (architectural integrity) dan potensi kerusakan bermacam-macam komponen bukan struktur, dan

3. kenyaman manusia (human comfort), sewaktu terjadi gempa bumi dan sesudah bangunan mengalami gerakan gempa.

Berdasarkan SNI 1726:2012, penentuan simpangan antar lantai tingkat desain (Δ) harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. Lihat Gambar 3.6 apabila pusat massa tidak terletak segaris dalam arah vertikal, diijinkan untuk menghitung defleksi di dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertikal dari pusat massa tingkat di atasnya. Jika

(19)

desain tegangan ijin digunakan, Δ harus dihitung menggunakan gaya gempa tingkat kekuatan tanpa reduksi untuk desain tegangan ijin.

Gambar 3.8 Penentuan Simpangan Antar Lantai

(Sumber : SNI 1726:2012)

Defleksi pusat massa di tingkat x (δx) (mm) harus ditentukan sesuai dengan persamaan:

(3.25)

keterangan:

= faktor amplifikasi defleksi dalam Tabel 9 (SNI 03-1726-201 2)

= defleksi pada lokasi yang disyaratkan pada pasal ini yang ditentukan dengan analisis elastis

= faktor keutamaan gempa yang ditentukan sesuai dengan pasal 4.1.2 (SNI 03-1726-2012)

Simpangan antar lantai tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin seperti didapatkan dari Tabel 3.9.

(20)

Tabel 3.9 Simpangan Antar Lantai Ijin

Struktur Kategori Risiko

I atau II III IV

Struktur, selain dari struktur dinding geser batu bata, 4 tingkat atau kurang dengan dinding interior, partisi, langit-langit dan sistem dinding eksterior yang telah didesain untuk mengakomodasi simpangan antar lantai tingkat.

0,025hsxc 0,020hsx 0,015hsx

Struktur dinding geser kantilever batu bata 0,010hsx 0,010hsx 0,010hsx

Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007hsx 0,007hsx 0,007hsx

Semua struktur lainnya 0,020hsx 0,015hsx 0,010hsx

ahsx adalah tinggi tingkat di bawah tingkat x . b

Untuk sistem penahan gaya gempa yang terdiri dari hanya rangka momen dalam kategori desain seismik D, E, dan F, simpangan antar lantai tingkat ijin harus sesuai dengan persyaratan 7.12.1.1 (sumber : SNI 03-1726-2012)

3.6 Gaya Dalam Struktur

Gaya dalam adalah gaya yang melawan gaya luar yang timbul dari kekuatan bahan konstruksi. Gaya-gaya dalam menimbulkan deformasi pada bagian struktur yang akan dilawan oleh tegangan di dalamnya. Gaya dalam dapat dikatakan juga sebagai resultan berbagai tegangan. Menurut Kamarwan (1995), gaya dalam dapat dibedakan menjadi 3, yaitu gaya normal (normal force), gaya geser (shearing force), dan momen lentur (bending moment). Berikut adalah penjelasan dari masing-masing gaya dalam.

3.6.1 Gaya Normal (Normal Force)

Gaya normal adalah gaya yang bekerja searah sumbu batang atau bekerja dengan garis kerja berimpit dengan batang. Gaya normal dapat berupa gaya yang bersifat menarik keluar dari masing-masing ujung batang, yang disebut dengan gaya normal tarik dan berupa gaya yang bekerja menekan pada kedua ujung batang yang disebut gaya normal tekan. Apabila suatu balok tidak mampu menahan gaya normal yang bekerja maka suatu balok akan mengalami perubahan dimensi dan dapat menyebabkan pecah. Akibat adanya gaya normal yang menekan balok maka balok akan mengalami perubahan perpendekan sebesar ΔL dan sebaliknya apabila gaya normal yang menarik balok maka akan mengalami perubahan perpanjangan sebesar ΔL.

(21)

3.6.2 Gaya Geser (Shearing Force)

Gaya geser adalah gaya yang bekerja tegak lurus terhadap arah panjang batang terhadap potongan melintang yang menyebabkan suatu penampang akan bergeser bergerak ke atas atau ke bawah satu sama lain. Apabila suatu balok tidak dapat menahan gaya geser maka balok akan patah. Salah satu bentuk pengaruh dari gaya geser seperti gejala retak miring di sekitar tumpuan.

3.6.3 Momen Lentur (Bending Momen)

Gaya yang menahan lentur sumbu batang. Sebuah besaran yang menyatakan besarnya gaya dalam yang bekerja pada sebuah benda sehingga mengakibatkan benda tersebut berotasi. Gaya ini dapat mengakibatkan perubahan bentuk penampang. Apabila suatu balok tidak mampu menahan gaya geser yang bekerja maka balok tersebut akan melengkung dan akan patah atau hancur.

3.7 Ketidakberaturan Horizontal

Berdasarkan SNI 1726:2012, struktur yang mempunyai satu atau lebih ketidakberaturan seperti berikut ini dianggap mempunyai ketidakberaturan horizontal.

3.7.1 Ketidakberaturan Torsional

Ketidakberaturan torsi didefinisikan ada jika simpangan antar tingkat maksimum, torsi yang dihitung termasuk tak terduga, disebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,2 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata.

Tanpa ketidakberaturan torsi dirumuskan dengan:

(3.26)

Ketidakberaturan torsi 1a dirumuskan dengan:

(22)

Ketidakberaturan torsi 1b dirumuskan dengan:

(3.28)

Gambar 3.9 Faktor Pembesaran Torsi, Ax

(Sumber : SNI 1726:2012)

Faktor pembesaran torsi (Ax) tidak diisyaratkan melebihi 3. Pembebanan yang lebih parah untuk masing-masing elemen harus ditinjau untuk desain. Faktor pembesaran torsi (Ax) seperti digambarkan dalam Gambar 3.7 ditentukan dari persamaan berikut:

[

] (3.29)

(3.30)

keterangan :

: perpindahan maksimum di tingkat x (mm) yang dihitung dengan mengasumsikan Ax = 1 (mm)

: rata-rata perpindahan di titik-titik terjauh struktur di tingkat x yang dihitung dengan mengasumsikan Ax = 1 (mm)

3.7.2 Ketiakberaturan Sudut Dalam

Ketidakberaturan sudut dalam ini ada apabila memenuhi persyaratan berikut:

(23)

Px > 0,15 Lx (3.32)

Gambar 3.10 Ketidakberaturan Sudut Dalam

(Sumber: FEMA 451B)

3.7.3 Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma

Ketidakberaturan ini ada apabila luas bukaan lebih besar dari 0,5 kali luas lantai atau apabila kekakuan dafragma efektif antara satu lantai dengan lantai berikutnya bervariasi melebihi 50%.

Gambar 3.11 Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma

(Sumber: FEMA 451B)

3.7.4 Ketidakberaturan Pergeseran Melintang Terhadap Bidang

Ketidakberaturan pergeseran melintang terhadap bidang yaitu jika terdapat diskontinuitas dalam lintasan tahanan gaya lateral seperti pergeseran melintang terhadap bidang elemen vertikal.

(24)

Gambar 3.12 Pergeseran Keluar Bidang

(Sumber: FEMA 451B)

3.7.5 Ketidakberaturan Sistem Non Pararel

Ketidakberaturan sistem nonparalel ada apabila elemen vertikal penahan beban lateral bersifat tidak paralel atau tidak simetris terhadap sumbu-sumbu utama sistem penahan gempa.

Gambar 3.13 Ketidakberaturan Sistem Non Paralel

Gambar

Gambar 3.2 Gaya pada Bangunan Ireguler  (Sumber : Pawirodikromo, 2012)
Gambar 3.3 Macam Kolom dan Penulangannya   (a)  Kolom persegi bertulangan sengkang
Tabel 3.1 Faktor Keutamaan Gempa
Tabel 3.2 Koefisien, F a  Kelas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sumber data dalam penelitian ini adalah Data Laporan Realisasi APBD tahun 2010-2013 Provinsi Se Indonesia, yang dapat diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah

Hasil dari penelitian didapatkan bahwa variasi laju alir, jumlah lubang pada nozzle, dan ukuran isian tidak mempengaruhi distribusi ukuran tetes.. Untuk kolom

a) Kocok contoh yang telah diinkubasi dan dengan mengunakan jarum ose, goreskan sepanjang 3 mm biakan pengkayaan TT broth ke dalam cawan petri yang berisi media XLD, HE dan

Untuk sekolah, bagi yang mencari kualitas biasanya banyak penduduk Pameungpeuk yang ke Garut kota, tapi dari kecamatan sekitar justru banyak yang ke Pameungpeuk ini..

Nilai rasio tahun 2003 adalah 2,94 artinya kualitas Ekosistem mangrove masih baik, tahun 2015 menunjukkan adanya penambahan nilai rasio antara mangrove lebat dengan

Menurut hasil analisa yang berdasarkan kepada kitab suci Al-Qur‟an, menjadi jelas bahwa fakor utama yang menyebabkan timbulnya berbagai macam problematika kehidupan

dijelaskan secara lebih lanjut mengenai instansi yang berwenang dan tidak ada kriteria dan kualifikasi akuntan publik yang dapat ditunjuk untuk menghitung kerugian

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan, dibuat kesimpulan bahwa Free Cash Flow tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai