• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR ( Nepenthes spp. ) DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR ( Nepenthes spp. ) DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

( Nepenthes spp. ) DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI

Diversity of Kantong Semar (Nepenthes Spp.) at Natural Reserves Dolok Sibual-Buali

Muhaimin Zikri Pratama1, Pindi Patana2, Yunasfi2

1Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Jl. Tri Dharma Ujung No.1 Kampus USU

Medan 20155 (*Penulis korespondensi, E-mail : ekyzikri@gmail.com)

2Staff Pengajar Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Medan 20155

Abstract

Nepenthes is a carnivorous plant that has a unique bag, each end of the leaf. This unique bag can trap insects or other small animals, as in the pocket there is nectar glands (glands honey) that can trap insects especially with the sweet taste. This research was conducted in the Nature Reserve Dolok Sibual Buali from August until October 2014. This study aims to determine the diversity of plant species in the area of Nepenthes Nature Reserve Dolok Sibual-Buali, North Sumatra and Knowing dominance Nepenthes plants are found in the Nature Reserve Dolok Sibual -Buali, North Sumatra. This survey using the cluster method to determine the area of the sample is based on consideration of the existence of Nepenthes (searching the sample). From the research results can be seen, there are 5 types of Nepenthes in Cagar Alam Dolok Sibual Buali, namely N. Bongso N. ovata, N. reinwardtiana, rhombicaulis N., and N. tobaica. Total clumps most is N. reinwardtiana with 169 clumps and clumps least number is N. ovata with 54 clumps.

Keywords: Cagar Alam Dolok Sibual Buali, species diversity, Nepenthes.

PENDAHULUAN

Tanaman hias saat ini sangat digemari masyarakat hampir di seluruh daerah di tanah air. Diantara beberapa tanaman hias tersebut adalah kantong semar (Nepenthes). Tumbuhan ini memiliki daya tarik tersendiri karena keunikan kantongnya dan bernilai ekonomi tinggi. Nepenthes hidup tersebar dari hutan pantai dan di dataran tinggi, namun seiring terjadinya pembalakan hutan, tumbuhan ini menjadi langka dan berharga mahal yang dapat mencapai jutaan rupiah. Namun, sekarang populasi Nepenthes di alam semakin berkurang (Akhriadi dan Hernawati, 2006).

Nepenthes spp. pertama kali ditemukan oleh J.P Breyne pada tahun 1689 di Indonesia, sebutan untuk tumbuhan ini berbeda antara daerah satu dengan yang lain. Masyarakat di Riau mengenal tumbuhan ini dengan sebutan periuk monyet, di Jambi disebut dengan kantong beruk, di Bangka disebut dengan ketakung, sedangkan nama sorok raja mantri disematkan oleh masyarakat di Jawa Barat pada tumbuhan unik ini, sementara di Kalimantan setiap suku memiliki istilah sendiri untuk menyebut Nepenthes spp. Suku Dayak Katingan menyebutnya sebagai ketupat napu, suku Dayak Bakumpai dengan telep ujung, sedangkan suku Dayak Tunjung menyebutnya dengan selo bengongong yang artinya sarang serangga(Hernawati, 2001).

Nepenthes termasuk tumbuhan langka berdasarkan kategori International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan World Conservation Monitoring Centre (WCMC). Di Indonesia tumbuhan ini dilindungi menurut PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan dan Pelestarian Tumbuhan dan Satwa Liar, dan termasuk dalam daftar CITES Appendix I (N. rajah dan N. khasiana) dan Appendix II (selain N. rajah dan N. khasiana).

Nepenthes spp. tergolong dalam ‘Carnivorous plant’ atau tumbuhan pemangsa yang sering juga disebut dengan ‘Insectivorous plant’ atau tumbuhan pemangsa serangga. Nepenthes spp. memiliki kantung unik yang berfungsi sebagai sumber hara seperti nitrat dan fosfat. Umumnya Nepenthes spp. hidup di tempat-tempat terbuka atau agak terlindung di habitat yang miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi. Tipe-tipe habitat Nepenthes spp. yang telah ditemukan yaitu hutan hujan tropis dataran rendah dengan ketinggian 0 – 1000 m dpl, hutan pegunungan dengan ketinggian diatas 1000 m dpl dan suhu udara yang dingin sering diselimuti kabut, hutan gambut, hutan kerangas, gunung pasir, padang savana dan pinggiran danau (Mansur, 2006).

Diantara beberapa kawasan yang menjadi habitat Nepenthes adalah Cagar Alam Dolok Sibual Buali yang terletak di 3 wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Sipirok, Kecamatan Padang Sidempuan Timur, dan Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan wilayah pengelolaan hutan termasuk dalam wilayah kerja Seksi Konservasi Wilayah II yang berkedudukan di Rantau Prapat, BKSDA Sumatera Utara II. Cagar Alam Dolok Sibual Buali terletak pada ketinggian 750 sampai dengan 1.819 m dpl dengan luas 5000 Ha (BBKSDA SUMUT, 2011).

Studi serta kajian keanekaragaman Nepenthes di Sumatera masih kurang bila dibandingkan dengan jenis vegetasi hutan lainnya.Terutama untuk Cagar Alam Dolok Sibual Buali, penelitian mengenai keanekaragaman Nepenthes sudah pernah dilakukan sebelumnya tapi mungkin informasi atau data masih kurang. Penelitian ini bermaksud untuk memberikan informasi mengenai kondisi Nepenthes di Cagar Alam

(2)

2 Dolok Sibual Buali, mengingat potensi ekonominya yang

tinggi sebagai tanaman hias dan tanaman obat-obatan, namun upaya konservasinya kurang mendapat perhatian.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Cagar Alam Dolok Sibual Buali, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2014. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peta lokasi, kamera, pita ukur, patok kayu, tali plastik, penggaris, Global Position System (GPS), parang, buku panduan identifikasi Nepenthes, termometer, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Nepenthes, karton tebal, label nama, benang, kapas, dan tally sheet.

Identifikasi Nepenthes

Penentuan daerah sampel berdasarkan pertimbangan keberadaan Nepenthes (searching sample). Pada inventarisasi Nepenthes digunakan metode cluster. Plot yang dibuat dalam kegiatan ini diharapkan dapat mewakili daerah penelitian. Plot dibuat di lokasi penelitian dengan ukuran plot 20x20 m sebanyak 8 petak contoh. Jenis Nepenthes yang ada dicatat pada tally sheet dengan parameter meliputi nomor plot, jenis Nepenthes, jumlah rumpun, koordinat dan elevasi lokasi, serta kondisi habitat.

Untuk mempermudah proses identifikasi Nepenthes, di lapangan perlu dibuat kode yang berbeda untuk masing-masing jenis yang ditemukan. Nepenthes yang ditemukan diberi kode berurutan misalnya mulai dari A1, A2, A3, A4, dan seterusnya. Kode ditulis pada

label nama dan didokumentasikan sebelum dokumentasi setiap bagian Nepenthes.

Dokumentasi dilakukan dengan kamera digital. Dokumentasi yang diambil adalah jenis Nepenthes yang ditemukan beserta habitatnya dan dokumentasi dari seluruh tahapan kegiatan penelitian seperti plot pengamatan, pengukuran bagian morfologi Nepenthes (panjang kantung, panjang taji, panjang dan lebar tutup kantung, tinggi tumbuhan Nepenthes, panjang sulur, lebar dan panjang daun), pengukuran suhu udara di lokasi penelitian, dan lainnya. Data yang diperoleh dicatat pada tally sheet dengan parameter nomor plot, untuk bagian daun yaitu warna, bentuk,dan tata daun, bagian batang yaitu bentuk batang, bagian kantung yaitu warna, bentuk, corak kantung, tinggi kantung, jumlah taji, memiliki sayap atau tidak, serta warna peristome. Dokumentasi jenis Nepenthes yang ditemukan tersebut kemudian dicetak untuk membantu kegiatan identifikasi. Suhu dan Kelembaban

Data suhu dan kelembaban diambil di salah satu petak contoh yang dianggap dapat mewakili kondisi lingkungan lokasi penelitian tersebut. Pengukuran suhu dilakukan menggunakan dua termometer yaitu termometer basah dan termometer kering. Pengukuran

kelembaban udara dilakukan menggunakan Psikrometer bola basah–bola kering

Analisis data 1. Dominansi jenis

Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menetapkan dominansi suatu jenis terhadap jenis lainnya. INP merupakan penjumlahan dari Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR) yang dapat diketahui dengan persamaan (Indriyanto, 2006) : Kerapatan (K) = ∑ individu suatu jenis

Luas seluruh petak contoh Kerapatan Relatif (KR) = K suatu jenis x 100% K total seluruh jenis Frekuensi (F) = ∑ petak contoh ditemukan suatu jenis

∑ petak contoh Frekuensi Relatif (FR) = F suatu jenis x 100%

F total seluruh jenis INP = KR+FR

2. Indeks keanekaragaman (Diversitas)

Indeks keanekaragaman dari Shannon-Wiener digunakan untuk menyatakan hubungan keanekaragaman jenis dalam komunitas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Ludwig dan Reynolds, 1988) : H’ = -∑ Pi ln Pi Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman Pi = ni/N S = Jumlah jenis

ni = Jumlah individu suatu jenis N = Jumlah individu seluruh jenis 3. Indeks keseragaman (Equitabilitas)

Untuk menghitung indeks keseragaman dari seluruh jenis tumbuhan Nepenthes dapat menggunakan indeks Equitabilitas (E’) dengan persamaan berikut (Ludwig dan Reynolds, 1988) :

E = H’ H maks Keterangan : E = Indeks keseragaman H’ = Indeks keanekaragaman Hmaks = ln S S = Jumlah jenis 4. Indeks kesamaan (Similarity)

Untuk mengetahui indeks kesamaan dapat digunakan persamaan sebagai berikut (Indriyanto, 2006):

IS = 2W a + b

(3)

3 Keterangan :

IS = indeks kesamaan

W = jumlah dari nilai penting yang lebih kecil atau sama dari dua spesies berpasangan, yang ditemukan pada dua komunitas

a = total nilai penting dari komunitas atau unit sampling A

b = total nilai penting dari komunitas atau unit sampling B

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kekayaan Jenis Nepenthes

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual Buali, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara ditemukan 5 jenis Nepenthes. Adapun jenis-jenis Nepenthes di Cagar Alam Dolok Sibual Buali dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis-jenis Nepenthes di Cagar Alam Dolok Sibual Buali

No. Famili Suku Jenis

1. Nepenthaceae Nepenthes Nepenthes tobaica 2. Nepenthes reinwardtiana 3. Nepenthes rhombicaulis 4. Nepenthes bongso 5. Nepenthes ovate

Nepenthes yang ada di Cagar Alam Dolok Sibual Buali adalah jenis Nepenthes yang tumbuh di dataran tinggi. Untung, dkk.(2006). menambahkan jika dibagi berdasarkan tempat asal dan dominasi jenis di dataran tinggi, maka Sumatera menduduki peringkat pertama. Sebagian besar kantung semar di Sumatera tumbuh di pegunungan.

Keunikan dari Nepenthes terletak pada bentuk, ukuran, dan corak warna kantungnya yang beragam. Selain menyuguhkan keindahan, kantungnya juga dapat beralih fungsi menjadi perangkap serangga dan binatang kecil lainnya. Bentuk kantungnya pun beragam, dari yang panjang langsing, gendut bak periuk, hingga ada yang seperti kendi. Namun biasanya bentuk kantung tidak jauh berbeda dengan bentuk piala (Handoyo dan Sitanggang, 2006).

Deskripsi Jenis Nepenthes

Setiap jenis Nepenthes yang ditemukan di Cagar Alam Dolok Sibual Buali memiliki perbedaan tiap jenis baik dari bentuk dan warna kantung, bentuk dan warna daun, cara tumbuh, serta ukuran tumbuhan. 1. Nepenthes bongso Korth

Deskripsi N. bongso yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali :

a. Batang : pada anakan batang tumbuh roset dan pada dewasa batang tumbuh memanjat, dengan tinggi batang mencapai 60 cm, jarak antar daun 2 - 6 cm, bentuk silindris berwarna hijau kecoklatan dengan permukaan batang licin.

b. Daun : daun tunggal, tidak berpetiole, memeluk batang 1

2

⁄ lingkaran, susunan daun alternate, bentuk lanset, warna daun hijau kemerahan dan hijau tua, permukaan daun licin. Ibu tulang daun jelas dengan warna hijau kemerahan, tepi daun berbulu halus.

c. Sulur : berwarna coklat di bagian dekat daun, hijau di bagian tengah dan merah di bagian dekat kantung, permukaan sulur berbulu halus.

d. Kantung bawah : warna coklat kemerahan, bagian dalam terdapat bintik merah, bentuk elips di bagian bawah dan silindris ke bagian atas, bersayap dengan bulu rapat sepanjang kantung, panjang bulu 0,5 – 1,5 cm. Peristome berwarna merah tua/merah menyala, melingkar oval, semakin meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas di kedua sisi dengan lebar mencapai 5 - 8 cm. Peristome rapat dan sangat jelas seperti duri melengkung ke bagian dalam kantung dan peristome yang tepat di bawah tutup kantung menjarang dan semakin jelas dan panjang seperti duri keras. Bentuk tutup kantung bulat telur, membulat di bagian ujung dan berlekuk di bagian pangkal, warna kuning dengan berurat merah, di bagian bawah tutup kantung terdapat tonjolan seperti kail sepanjang 0,4 cm berwarna merah atau hitam, taji bercabang dua berwarna coklat.

e. Kantung atas : warna hijau kekuningan, bagian dalam terdapat bintik merah. Kantung berbentuk corong dengan mulut lebar dan mendongak ke atas. Peristome berwarna hijau dengan liris merah, melingkar bulat, semakin meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas dengan lebar mencapai 1,5 cm. Peristome rapat dan sangat jelas seperti duri melengkung ke bagian dalam kantung dan peristome yang tepat di bawah tutup kantung menjarang dan semakin jelas dan panjang seperti duri keras. Bentuk tutup kantung bulat telur, membulat di bagian ujung dan berlekuk di bagian pangkal, warna kuning, di bagian bawah tutup kantung terdapat tonjolan seperti kail sepanjang 0,5 cm berwarna hijau kekuningan, taji bercabang dua berwarna coklat atau hijau.

Gambar 1. Nepenthes bongso : a) kantung atas dan b) kantung bawah

2. Nepenthes ovata Nerz dan Wistuba

Deskripsi N. ovata yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali :

a. Batang : pada anakan batang tumbuh roset dan pada dewasa batang tumbuh memanjat. Bentuk

(4)

4 batang silindris berwarna hijau kecoklatan dengan

permukaan batang licin.

b. Daun : daun tunggal, tidak berpetiole, memeluk batang 1⁄ lingkaran, susunan daun alternate, 2 bentuk obovate, warna daun hijau kemerahan dan hijau tua, permukaan daun licin. Ibu tulang daun jelas dengan warna hijau kemerahan, tepi daun berbulu halus.

c. Sulur : berwarna coklat di bagian dekat daun, hijau di bagian tengah dan merah di bagian dekat kantung, permukaan sulur berbulu halus.

d. Kantung bawah : warna coklat kemerahan sampai merah kehitaman, bagian dalam terdapat bintik merah, bentuk elips di bagian bawah dan membesar silindris ke bagian atas, bersayap dengan bulu rapat, panjang bulu 0,1 – 1,1 cm. Peristome berwarna merah tua/merah menyala, melingkar oval, semakin meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas di kedua sisi dengan lebar mencapai 3,5 cm. Peristome sangat lebar dan melengkung ke bagian belakang dan di bagian depan terdapat tonjolan sepanjang 0,2 cm. Bentuk tutup kantung bulat telur, membulat di bagian ujung dan berlekuk di bagian pangkal, warna kuning dengan berurat merah, di bagian bawah tutup kantung terdapat tonjolan seperti kail sepanjang 0,4 cm berwarna merah atau hitam, taji bercabang dua berwarna coklat.

e. Kantung atas : warna hijau kekuningan, bagian dalam terdapat bintik merah. Kantung berbentuk corong dengan mulut lebar dan mendongak ke atas. Peristome berwarna hijau dengan liris merah, melingkar bulat, semakin meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas dengan lebar mencapai 1,8 cm. Peristome melengkung ke bagian belakang dan di bagian depan terdapat tonjolan sepanjang 0,5 cm. Peristome rapat dan sangat jelas seperti duri melengkung ke bagian dalam kantung dan peristome yang tepat di bawah tutup kantung menjarang dan semakin jelas dan panjang. Bentuk tutup kantung bulat telur, membulat di bagian ujung dan berlekuk di bagian pangkal, warna kuning, di bagian bawah tutup kantung terdapat tonjolan seperti kail sepanjang 0,8 cm berwarna hijau kekuningan, taji bercabang dua berwarna coklat atau hijau.

Gambar 2. Nepenthes ovata : a) kantung atas dan b) kantung bawah

3. Nepenthes reinwardtiana Miq

Deskripsi N. reinwardtiana yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali :

a. Batang : pada anakan batang tumbuh roset dan pada dewasa batang tumbuh memanjat, bentuk batang segitiga berwarna merah kecoklatan dengan permukaan batang licin.

b. Daun : daun tunggal, tidak berpetiole, memeluk batang 1⁄ lingkaran, susunan daun alternate, 2 bentuk lanset, warna daun bagian atas hijau tua dan bagian bawah berwarna hijau muda, permukaan daun licin, dan agak tebal. Ibu tulang daun jelas dengan warna hijau kemerahan, tepi daun rata. c. Sulur : berwarna hijau di bagian dekat daun dan

merah di bagian dekat kantung, permukaan sulur licin.

d. Kantung bawah : warna hijau muda, bentuk bagian dasar bulat menggembung (berpinggang), mengecil di tengah, dan melebar ke bagian mulut, bersayap dengan bulu jarang, panjang bulu 0,05 – 0,1 cm. Di bagian zona lilin memiliki dua spot mata di dalam dinding bagian belakang. Peristome berwarna hijau dengan liris merah, melingkar agak oval sampai bulat, rata di bagian depan meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas dengan lebar mencapai 0,3 cm. Peristome rapat dan agak jelas. Bentuk tutup kantung bundar sampai elips dengan warna hijau, taji tanpa cabang sampai bercabang tiga.

e. Kantung atas : warna hijau muda, bentuk hampir sama dengan kantung bawah tetapi tidak bersayap, ditandai dengan dua liris merah di bagian depan kantung, terlihat jelas antara bagian dasar dan bagian tengah kantung. Peristome berwarna hijau dengan liris merah, melingkar agak oval sampai bulat, rata di bagian depan meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas dengan lebar mencapai 0,3 - 0,7 cm. Peristome rapat dan agak jelas. Bentuk tutup kantung bundar sampai elips dengan warna hijau, taji tanpa cabang.

Gambar 3. Nepenthes reinwardtiana : a) kantung atas dan b) kantung bawah

4. Nepenthes rhombicaulis Sh. Kurata

Deskripsi N. rhombicaulis yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali :

a. Batang : pada anakan dan dewasa batang tumbuh roset, namun tumbuhan dewasa menggantung di pohon atau tanah, bentuk segitiga berwarna hijau dengan permukaan batang licin.

b. Daun : daun tunggal, tidak berpetiole, memeluk batang 2⁄ lingkaran, susunan daun alternate, 3

B A

B A

(5)

5 bentuk obovate, warna daun hijau tua sampai hijau

kekuningan, permukaan daun licin. Ibu tulang daun jelas dengan warna hijau kemerahan, tepi daun berbulu halus. Untuk kantung bawah, daun biasanya di bawah tanah (tidak terlihat) atau berukuran kecil sekitar 2-5 cm.

c. Sulur : berwarna hijau di bagian dekat daun dan merah di bagian dekat kantung, permukaan sulur berbulu halus.

d. Kantung bawah : warna merah keputihan dengan bercak merah di bagian luar maupun bagian dalam kantung, bentuk bagian dasar bulat menggembung, mengecil di tengah, dan silindris kebagian atas, bersayap dengan bulu rapat, panjang bulu 0,1 – 0,3 cm. Peristome berwarna merah, melingkar oval, semakin meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas dengan lebar mencapai 0,5 cm. Peristome rapat dan jelas seperti duri melengkung ke bagian dalam kantung. Bentuk tutup kantung bulat telur, membulat di bagian ujung dan berlekuk di bagian pangkal, warna putih kusam dengan bercak merah beraturan (seperti batik), taji tanpa cabang.

e. Kantung atas : warna merah dan kehijauan dengan bercak merah di bagian luar maupun bagian dalam kantung, bentuk bagian dasar bulat menggembung, mengecil di tengah, dan silindris memanjang ke bagian atas. Bagian atas lebih panjang dibandingkan dengan bagian bawah yang membulat. Bersayap dengan bulu jarang, panjang bulu 0,5 cm. Peristome berwarna merah, melingkar oval, semakin meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas dengan lebar mencapai 0,35 cm. Peristome rapat dan jelas seperti duri melengkung ke bagian dalam kantung. Bentuk tutup kantung bulat telur, membulat di bagian ujung dan berlekuk di bagian pangkal, warna merah dengan bercak beraturan merah (seperti batik), taji tanpa cabang.

Gambar 4. Nepenthes rhombicaulis : a) kantung atas dan b) kantung bawah

5. Nepenthes tobaica Danser

.

Deskripsi N. tobaica yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali :

a. Daun : daun tunggal, tidak berpetiole, memeluk batang 2⁄ lingkaran, susunan daun alternate, 3 bentuk lanset, warna daun bagian atas hijau tua dan bagian bawah berwarna hijau kemerahan, permukaan daun licin. Ibu tulang daun jelas dengan warna hijau, tepi daun rata.

b. Sulur : berwarna hijau di bagian dekat daun dan merah di bagian dekat kantung, permukaan sulur licin.

c. Kantung bawah : warna hijau muda, bagian dalam kantung terdapat bercak merah. Bentuk pinggang, oval di bagian bawah, mengecil di bagian tengah, dan silindris ke bagian atas, bersayap dengan bulu rapat, panjang bulu 0,1 – 0,5 cm. Peristome tipis berwarna hijau, melingkar agak oval sampai bulat, rata di bagian depan meninggi di bagian belakang. Peristome rapat dan tidak jelas. Bentuk tutup kantung agak bundar berwarna hijau, taji tanpa cabang sampai bercabang tiga.

d. Kantung atas : warna hijau muda, bentuk hampir sama dengan kantung bawah tetapi tidak bersayap, ditandai dengan liris jelas di kantung bagian depan berwarna hijau, terlihat jelas antara bentuk bagian dasar dan bagian tengah kantung. Bagian dalam kantung terdapat bercak merah. Peristome tipis berwarna hijau, melingkar agak oval sampai bulat, rata di bagian depan meninggi di bagian belakang. Peristome rapat dan tidak jelas. Bentuk tutup kantung agak bundar berwarna hijau, taji tanpa cabang sampai bercabang tiga.

Gambar 5. Nepenthes tobaica : a) kantung atas dan b) kantung bawah

Analisis Kelimpahan Nepenthes

Persentase jumlah Nepenthes yang ditemukan di Cagar Alam Dolok Sibual Buali dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan jumlah rumpun Nepenthes di Cagar Alam Dolok Sibual Buali

No. Jenis Jumlah Persentase

1. Nepenthes ovate 54 11,61 2. Nepenthes bongso 63 13,54 3. Nepenthes tobaica 107 23,01 4. Nepenthes rhombicaulis 72 15,48 5. Nepenthes reinwardtiana 169 36,34 Jumlah 465 100

N. reinwardtiana dan N. tobaica merupakan Nepenthes yang paling tinggi persentase jumlahnya. Hal ini disebabkan pada lokasi tersebut memiliki kondisi lingkungan yang sesuai dengan karakteristik tempat tumbuh N. reinwardtiana dan N. tobaica yaitu daerah terbuka dengan kelembaban yang tinggi. Sesuai dengan Dariana (2009), sebab spesies N. reinwardtiana dapat ditemukan pada berbagai kondisi habitat yang menunjukkan ciri-ciri hutan hujan, yaitu kondisi yang agak terbuka dengan intensitas cahaya yang tinggi dan

B A

B A

(6)

6 berbagai habitat tanah seperti tanah kapur, tanah granit,

tanah berpasir kwarsa, bahkan tanah gambut sekalipun. Diketahuinya jumlah rumpun dan penyebaran tiap jenis Nepenthes dapat kita cari nilai dari Kerapatan/0,2 Ha (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Nepenthes spp. di Cagar Alam Dolok Sibual Buali yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan contoh perhitungan analisis data Nepenthes.

Tabel 3. Kerapatan/0,2 Ha (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Nepenthes spp. di Cagar Alam Dolok Sibual Buali

No Jenis K KR F FR INP 1. N. Rhombicaulis 360 15,48 0,28 13,95 29,43 2. N. reinwardtiana 845 36,34 0,61 30,23 66,57 3. N. tobaica 535 23,01 0,47 23,25 46,26 4. N. bongso 315 13,54 0,28 13,95 27,50 5. N. ovate 270 11,61 0,38 18,60 30,21 Total 2325 100 2,04 100 200 H’ 1,51 E 0,24 IS 58,5%

Pada Tabel 3 dapat diketahui N. reinwardtiana mempunyai kerapatan relatif paling tinggi sebesar 36,34%. Kerapatan relatif yang paling kecil adalah N. ovata yaitu sebesar 11,61%. Untuk frekuensi relatif (FR) diketahui N. reinwardtiana mempunyai nilai tertinggi yaitu 30,23% sedangkan nilai FR terkecil pada N. bongso dan N. rhombicaulis.

Indeks nilai penting menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta memperlihatkan peranannya dalam suatu komunitas tumbuhan.Indeks nilai penting didapat dari penjumahan kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR). Pada Tabel 3 INP tertinggi di adalah N. reinwardtiana sebesar 66,57% dan paling terkecil adalah N. bongso 27,50%. Dalam hal ini N. reinwardtiana berkembang baik karena berada di daerah terbuka sehingga mendapatkan cahaya matahari yang banyak. Menurut Clarke (2001), beberapa jenis dari Nepenthes mampu bertahan hidup pada penyinaran matahari penuh atau menyukai cahaya matahari langsung seperti N. reinwardtiana jenis yang menyukai cahaya matahari langsung pada daerah yang terbuka.

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa indeks keanekaragamannya sebesar 1,51, hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman Nepenthes pada Cagar Alam Dolok Sibual Buali sedang. Hasil yang diperoleh berbeda dengan Fadillah (2013) yaitu indeks keanekaragaman di lokasi I sebesar 0,68, dan pada lokasi II sebesar 0,20, hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman pada lokasi I dan II rendah, dan pada lokasi III didapat indeks keanekaragaman yaitu sebesar 1,59, hal ini menunjukkan bahwa pada lokasi III keanekaragaman sedang. Hal ini disebabkan perhitungan indeks keanekaragaman pada penelitian ini di hutan CADS dilakukan secara keseluruhan pada setiap jenis dari seluruh petak contoh.

Sehingga memperoleh indeks keanekaragaman pada seluruh ketinggian hutan CADS.

Indeks keanekaragaman jenis menurut Shanon Whiener dalam Ludwig dan Reynolds (1988), bahwa Indeks Keanekaragaman Shanon Whiener digunakan luas dalam ekologi komunitas, karakteristiknya adalah apabila H’ = 0 maka hanya terdapat satu jenis yang hidup dalam satu komunitas. H’ maksimum jika kelimpahan jenis-jenis penyusun terdistribusi secara sempurna tingkat diversitas berbanding lurus dengan kemantapan suatu komunitas.Semakin tinggi tingkat diversitas jenis maka semakin mantap komunitas tersebut.

Fachrul (2007), menyatakan bahwa Indeks Keanekargaman (H’) merupakan paremeter vegetasi yang sangat berguna untuk membandingkan berbagai komunitas tumbuhan, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan faktor-faktor lingkungan atau abiotik terhadap komunitas atau untuk mengetahui keadaan suksesi atau stabilitas pada suatu komunitas.

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa indeks keseragamannya sebesar 0,24, hal ini menunjukkan bahwa keseragaman Nepenthes pada Cagar Alam Dolok Sibual Buali rendah. Nilai indeks keseragaman didapat dengan membandingkan nilai H’ dengan total jumlah jenis (ln S) yang terdapat pada suatu lokasi. Berkurangnya atau turunnya nilai Indeks keseragaman pada setiap lokasi disebabkan oleh kondisi lingkungan dan penyediaan nutrisi tanah yang berbeda. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1978) dalam Saputri (2009), ketersediaan nutrisi dan pemanfaatan nutrisi yang berbeda menyebabkan nilai keanekaragaman dan nilai indeks keseragaman bervariasi.

Keberadaan Nepenthes berbeda pada setiap petak contoh, berbeda pada jenis dan jumlah rumpunnya. Hal ini disebabkan faktor biofisik hutan CADS dimana faktor tersebut berupa faktor biologi, topografi dan iklim. Hal ini sesuai dengan Fadillah (2013) yang menyatakan Pada lokasi II faktor fisik lingkungannya sangat berbeda dengan lokasi I dan lokasi III, perbedaan faktor fisik dipengaruhi oleh rapatnya vegetasi pohon sehingga mempengaruhi iklim mikro diantaranya intensitas cahaya lebih rendah. Keadaan seperti ini tentu sangat berpengaruh pada keanekaragaman dan jumlah rumpun Nepenthes.Hanya Nepenthes yang menyukai faktor fisik seperti ini yaitu N. rhombicaulis yang dapat memiliki jumlah rumpun yang banyak.

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa indeks Similaritasnya sebesar 58,5% hal ini menunjukkan bahwa keseragaman Nepenthes pada Cagar Alam Dolok Sibual Buali pada kategori mirip.. Hal ini sesuai dengan pengelompokan nilai indeks similaritas oleh Suin (2002), sebagai berikut :

Kesamaan < 25% : Sangat tidak mirip Kesamaan 25-50% : Tidak mirip Kesamaan 50-70% : Mirip Kesamaan 70-100% : Sangat mirip

(7)

7

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Ditemukan 5 jenis Nepenthes di Cagar Alam Dolok Sibual Buali yaitu N.tobaica, N.rhombicaulis, N. reinwardtiana, N.bongso dan N. ovata. Jenis yang paling dominan adalah N. reinwardtiana dengan persentase jumlah rumpun sebesar 36,32% sedangkan jenis Nepenthes yang paling kecil tingkat dominannya adalah Nepenthes bongso yaitu sebesar 11,61%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keanekaragaman Nepenthes spp. di Cagar Alam Dolok Sibual Buali dengan lokasi pengambilan sampel yang berbeda, sehingga dapat memperkaya informasi mengenai Nepenthes dan dapat dibandingkan hasilnya.

DAFTAR PUSTAKA

Akhriadi, P., Hernawati., 2006. A Field Guide to The Nepenthes of Sumatera. Padang :PILI-NGO Movement, Nepenthes Team, BP Conservation Programme. Conservation International-Indonesia. Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara. 2011. “Cagar Alam Dolok Sibual-buali”. Diakses dari:www.bksda-sumut.com. Pada hari Rabu [30 Mei 2014] pukul [10.00 WIB].

Clarke, C. 2001. Nepenthes of Sumatra and Peninsular Malaysia. Natural Publication

Dariana.2009. Keanekaragaman Nepenthes dan Pohon Inang di Taman Wisata Alam Sicikeh-Cikeh, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Tesis Universitas Sumatera Utara. Medan.

Fadillah, N. N. 2013. Keanekaragaman Nepenthes Pada Kawasan Kebun Bonsai Dan Daerah Sekitarnya di Cagar Alam Dolok Sibual- buali Sumatera Utara.USU.

Fahrul, F. M. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta

Handoyo, F. dan M. Sitanggang. 2006. Petunjuk Praktis Perawatan Nepenthes. Agromedia. Depok. Hernawati. 2001. A Preminilary Research to Conserve

Nepenthes spp. In West Sumatera. Final Report Nepenthes Priject 2001, Padang : Supported by BP Conservation. Nepenthes Team. Hlm 1-42 Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta. PT Bumi

Aksara.hlm.20-86.

International Union for Conservation of Nature. 2009. Red

List of Threatened Species.

http://www.iucnredlist.org [08 Desember 2013]. Ludwig, J.A. dan Reynolds. 1988. Stastical Ecology : A

Primer Methods and Computing. John Wiley and Sons. New York.

Mansur, M. 2006. Nepenthes Kantong Semar yang Unik. Penebar Swadaya: Jakarta.

Saputri, A. 2009.Keanekaragaman dan Pola Distribusi Nepenthes spp. di Taman Wisata Alam Sicikeh-Cikeh, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Suin, N. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang.

Untung, O., U.K. Putri, S. Angkasa, L. Wijayanti, E.S. Firstantinovi, D. Cahyana, R.N. Apriyanti, Karjono, dan D.A. Susanto. 2006. Nepenthes. Trubus Swadaya. Depok.

Gambar

Tabel 1. Jenis-jenis Nepenthes di Cagar Alam Dolok  Sibual Buali
Gambar  2.  Nepenthes  ovata  :  a)  kantung  atas  dan  b)  kantung bawah
Tabel  3.  Kerapatan/0,2  Ha  (K),  Kerapatan  Relatif  (KR),  Frekuensi  (F),  Frekuensi  Relatif  (FR),  Indeks  Nilai  Penting  (INP),  Indeks  Keanekaragaman  (H’)  dan  Indeks  Keseragaman  (E)    Nepenthes  spp

Referensi

Dokumen terkait

Untuk meneliti tari Inai pada upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh

Tanah di sini didefinisikan sebagai permukaan tanah yang dalam penggunaannya sesuai dengan Pasal 4 ayat 2 meliputi tubuh bumi, air, dan ruang angkasa yang ada

Berdasarkan hasil uji bivariat dengan menggunakan uji independent t test p hitung = 0,000 (p = &lt; 0,05) menunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan

This study aims to determine the effect of intellectual capital on financial performance as measured by growth revenue to firm value. This research was

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya pemasaran yang dikeluarkan perusahaan dari tahun 2002 sampai 2004, serta mengalokasikan biaya pemasaran tersebut ke dalam tiap

Program ini relatif aman karena yang bertanggungjawab dalam pengolahan kode hanyalah server sehingga pengunjung tidak dapat merubahnya, sedangkan kekurangannya skor IQ dapat

[r]

Pada Penulisan Ilmiah ini penulis membahas tentang pemanfaatan Borland Delphi 5.0 sebagai salah satu pemrograman visual yang mendukung pemrograman database dalam membuat