• Tidak ada hasil yang ditemukan

WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 11 No. 1 Agustus 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 11 No. 1 Agustus 2011"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BERALIHNYA TIM PENILAI ANGKA KREDIT PENGAWAS SEKOLAH YANG BERASAL DARI UNSUR

KARYA TULIS ILMIAH (SUATU KAJIAN BERBASISKAN TEORI STRUKTUR REVOLUSI ILMIAH DARI THOMAS S. KUHN)

Oleh I Made Madiarsa1

Abstrak: Penilaian angka kredit pengawas sekolah di seluruh Indonesia dilaksanakan oleh tim penilai angka kredit pusat, tepatnya berkantor di Dikdasmen. Sebetulnya penilaian angka kredit pengawas sekolah yang dilakukan oleh tim penilai pusat, sudah dari dulu menampakkan penyimpangan-penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan tersebut adalah: 1) banyak karya tulis ilmiah yang sudah didistribusikan ke tim penilai tidak men-dapat penilaian dengan segera, 2) banyak karya tulis ilmiah yang sudah dinilai oleh salah satu tim penilai, setelah sidang penetap-an penetap-angka kredit, nilainya menjadi berubah. Hal ini disebabkpenetap-an oleh perbedaan penilaian antara satu anggota tim penilai dengan yang lainnya, 3) karya tulis ilmiah yang sudah dinilai oleh tim pe-nilai tidak segera dikembalikan ke bagian kepegawaian Direk-torat Dikdasmen, 4) banyak karya tulis ilmiah pengawas yang hilang, 5) banyak karya tulis ilmiah pengawas yang nyelip pada karya tulis ilmiah pengawas lain, 6) banyak sekali karya tulis ilmiah pengawas baru turun penetapannya setelah dua tahun dari pengusulan, 7) tim penilai angka kredit di Direktorat Dikdasmen sangat terbatas dan karya tulis ilmiah pengawas se-kolah yang ditangani seluruh Indonesia, dan 8) pemantauan karya tulis ilmiah yang sudah dikirim ke Direktorat Dikdasmen sangat sulit untuk dipantau oleh pengawas yang bersangkutan. Banyaknya anomali-anomali yang terjadi, maka terjadi krisis ter-hadap paradigma yang menyangga penilaian angka kredit peng-awas sekolah oleh tim penilai pusat. Karena krisis itu, maka tim penilai angka kredit oleh tim pusat digantikan oleh tim penilai angka kredit provinsi, dengan paradigma baru. Paradigma ter-sebut adalah: 1) waktu yang diperlukan untuk menetapkan angka kredit karya tulis ilmiah pengawas sekolah dapat diper-singkat dan 2) mudah memantau karya tulis ilmiah pengawas

(2)

sekolah yang sudah masuk di Dinas Pendidikan Provinsi oleh pengawas sekolah yang bersangkutan.

Kata kunci: Karya ilmiah, paradigma, dan tim penilai.

Pendahuluan

Penerapan standar nasional pendidikan merupakan serangkaian proses me-ningkatkan mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat serta memenuhi hak tiap warga negara mendapat pendidikan yang bermutu. Pelaksanaannya diatur secara bertahap dan berkelanjutan melalui terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Dalam proses pemenuhan standar diperlukan indikator dan target, baik dalam keterlaksana-an prosedur peningkatketerlaksana-an dketerlaksana-an produk mutu yketerlaksana-ang dapat diwujudkketerlaksana-an.

Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan telah mene-tapkan delapan standar nasional pendidikan, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendi-dikan. Standar-standar tersebut di atas merupakan acuan dan sebagai kriteria dalam menetapkan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan.

Salah satu standar yang memegang peran penting dalam pelaksanaan pendi-dikan di sekolah adalah standar pendidik dan tenaga kependipendi-dikan. Pengawas sekolah merupakan salah satu tenaga kependidikan yang memegang peran strategis dalam meningkatkan profesionalisme guru dan mutu pendidikan di sekolah (Sujana et al., 2011).

Pengawas sekolah di dalam melaksanakan tugasnya selalu beracuan pada tugas pokok pengawas sekolah. Bila dijabarkan secara lebih terperinci, minimal ter-dapat tiga tugas pokok pengawas sekolah, yaitu: 1) melakukan pembinaan pengem-bangan kualitas sekolah, kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah, 2) melakukan evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah beserta pengembangannya, dan 3) melakukan penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah (Sujana, 2006).

Seorang pengawas sekolah setelah tiga tahun melaksanakan tugas pokoknya perlu dilakukan evaluasi. Poses evaluasi yang secara langsung melekat pada diri se-orang pengawas sekolah adalah mengajukan kenaikan jabatan akademik dan kenaik-an pkenaik-angkat. Bilamkenaik-ana dalam kurun waktu lima tahun secara berurut, seorkenaik-ang

(3)

peng-awas sekolah tidak mengajukan kenaikan jabatan akademik dan kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi dari jabatan semula dikatakan pengawas sekolah yang bersang-kutan tidak pernah melakukan proses evaluasi diri.

Kenaikan jabatan akademik pengawas sekolah bila dirinci secara lengkap, pada hakikatnya terdiri atas empat unsur, yaitu: 1) unsur pendidikan, 2) unsur pengawasan akademik dan manajerial, 3) unsur pengembangan profesi atau karya tulis ilmiah, dan 4) unsur penunjang. Dari keempat unsur ini, yang menjadi fokus kajian dalam artikel ini adalah unsur pengembangan profesi atau karya tulis ilmiah.

Menurut Suryawan (2010), karya tulis ilmiah yang ditulis oleh seorang awas sekolah merupakan karya tulis yang berhasil dikembangkan oleh seorang peng-awas sekolah dalam rangka pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keteram-pilan untuk meningkatkan mutu profesionalisme sebagai pengawas sekolah/ madrasah maupun dalam rangka menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pen-didikan, khususnya dalam kegiatan menilai dan membina penyelenggaraan pendi-dikan.

Bilamana seorang pengawas sekolah mau naik jabatan akademik setingkat lebih tinggi dari jabatan semula, maka aturan penetapan angka kredit karya tulis ilmiah yang digunakan sampai saat ini adalah lampiran Permenegpan nomor 21 tahun 2010. Daftar usul penetapan angka kredit yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah-nya harus dikirim ke Tim Penilai Angka Kredit Pusat (yang sampai saat ini berkantor di Direktorat Dikdasmen di Jakarta). Penilaian angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah oleh tim penilai pusat sebetulnya sangat banyak mengandung kelemahan-kelemahan. Menurut Arjana (2010), kelemahan-kelemahan penilaian angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah oleh tim penilai pusat adalah: 1) waktu yang diperlukan untuk turun penetapan angka kreditnya relatif lama (± 2 tahun), 2) banyak karya tulis ilmiah pengawas yang sudah disusulkan ke tim penilai pusat yang hilang, dan 3) susah memantau karya tulis ilmiah yang sudah dikirim ke tim penilai pusat, apa sudah dinilai atau belum. Sebetulnya bila dikaji secara lebih mendalam lagi, penilaian angka kredit pengawas sekolah yang ber-asal dari unsur karya tulis ilmiah masih banyak sekali kelemahan-kelemahannya. Berdasarkan atas kelemahan-kelemahan tersebut, perlu dilakukan proses pengkajian lebih lanjut mengenai penilaian angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari karya tulis ilmiah oleh tim penilai pusat.

Kelemahana-kelemahan penilaian angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah ini oleh tim penilai pusat, sebetulnya sangat wajar ter-jadi. Kemungkinan pada waktu penetapan penilaian angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari karya tulis ilmiah oleh tim penilai pusat masih sesuai dengan model

(4)

berpikir (paradigma) yang menyangga kebijakan tersebut. Namun sejalan dengan per-kembangan waktu, mungkin saja paradigma yang menyangga kebijakan penilaian angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah tersebut sudah banyak mengalami anomali. Bila anomali-anomali tersebut sampai menimbul-kan krisis, maka penetapan kebijamenimbul-kan penilai angka kredit oleh tim pusat harus di-tinjau ulang. Teori perkembangan keilmuan inilah yang bisa digunakan sebagai salah satu bahan kajian di dalam meninjau ulang penetapan tim penilai angka kredit peng-awas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah oleh tim penilai pusat.

Dalam tataran kajian filsafat ilmu, teori perkembangan keilmuan yang disebut-kan di atas sering dikenal dengan sebutan teori struktur revolusi ilmiah (The structure

of scientific revolutions). Teori the structure of scientific revolutions ini dikembangkan

oleh Thomas S. Kuhn

Proses Penggantian Penilaian Angka Kredit Pengawas Sekolah yang Berasal dari Karya Tulis Ilmiah dari Tim Penilai Pusat ke Tim Penilai Provinsi Menurut Teori Struktur Revolusi Ilmiah dari Thomas S. Kuhn

Pengawas sekolah merupakan guru pegawai negeri sipil yang diangkat dalam jabatan pengawas sekolah. Pengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah dalam me-nyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, evaluasi hasil pe-laksanaan program, dan melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional guru.

Pengawas sekolah memiliki peran yang signifikan dan strategis dalam proses dan hasil pendidikan yang bermutu di sekolah. Dalam konteks ini peran pengawas sekolah meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut peng-awas yang harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan. Peran tersebut berkaitan dengan tugas pokok pengawas dalam melakukan supervisi manajerial dan akademik serta pembinaan peran pembinaan, pemantauan dan penilaian. Peran peng-awas sekolah dalam pembinaan setidaknya sebagai teladan bagi sekolah dan sebagai rekan kerja yang serasi dengan pihak sekolah dalam memajukan sekolah binaannya (Sujana et al., 2011).

Pengawas profesional adalah pengawas sekolah yang melaksanakan tugas pokok kepengawasan yang terdiri dari melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial serta kegiatan pembimbingan dan pelatihan profesional guru dengan optimal yang didukung oleh standar dimensi kompetensi prasyarat yang dibutuhkan yang berkaitan dengan: 1) pengawas sekolah, 2) pengembangan profesi, 3) teknis operasional, dan 4) wawasan kependidikan. Selain itu, untuk meningkatkan profesionalisme pengawas sekolah melakukan pengembangan profesi secara

(5)

berke-lanjutan dengan tujuan untuk menjawab tantangan dunia pendidikan yang makin kompleks dan untuk lebih mengarahkan sekolah ke arah pencapaian tujuan pendidik-an nasional ypendidik-ang efektif, efisien, dpendidik-an produktif (ktiguru.blogspot.com, 2011).

Seorang pengawas profesional dalam melakukan tugas pengawasan harus me-miliki: 1) kecermatan melihat kondisi sekolah, 2) ketajaman analisis dan sintesis, 3) ketepatan dan kreativitas dalam memberikan treatment yang diperlukan, serta 4) kemampuan berkomunikasi yang baik dengan setiap individu di sekolah.

Dalam melaksanakan tugas pengawasan sehari-hari, seorang pengawas se-kolah harus memiliki rekaman tugas tersebut. Rekaman tugas tersebut bisa digunakan sebagai bukti fisik di dalam mengajukan kenaikan jabatan akademik pada jenjang yang lebih tinggi. Di samping tugas kepengawasan, seorang pengawas sekolah harus memiliki pengembangan profesi berupa karya tulis ilmiah agar bisa naik jabatan akademik.

Berdasarkan atas lampiran Permenegpan nomor 21 tahun 2010, jenis karya tulis ilmiah yang bisa digunakan sebagai dasar untuk naik jabatan akademik peng-awas sekolah adalah:

1. buku, baik buku produk hasil penelitian maupun buku terjemahan yang sudah men-dapat izin dari penerbit atau penulis aslinya,

2. laporan hasil penelitian yang tidak dipublikasikan,

3. artikel, baik kategori riset, non-riset, maupun terjemahan yang mendapat izin dari penerbit atau penulis aslinya dan dimuat pada jurnal ilmiah nasional terakreditasi atau nasional non-terakreditasi, dan

4. makalah, baik tinjauan ilmiah, yang dipresentasikan pada pertemuan ilmiah, mau-pun terjemahan yang sudah mendapat izin dari penerbit atau penulis aslinya.

Keempat jenis karya ilmiah yang bisa digunakan sebagai dasar untuk naik jabatan akademik bagi pengawas sekolah disusun Daftar Usul Penetapan Angka Kredit (DUPAK)-nya dengan berpatokan pada besaran angka kredit yang tercantum pada lampiran Permenegpan nomor 21 tahun 2010. DUPAK tersebut beserta dengan bukti fisik karya ilmiah yang diajukan dikirim ke tim penilai angka kredit pusat untuk di-nilai.

Sampai saat ini, penilaian angka kredit pengawas sekolah di seluruh Indonesia yang berasal dari unsur pengembangan profesi (dalam bentuk karya tulis ilmiah) di-nilai oleh tim pedi-nilai angka kredit pusat. Menurut Suryawan (2010), pedi-nilaian angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah dinilai oleh tim penilai angka kredit pusat (yang bernaung di Direktorat Dikdasmen –Jakarta) di-sangga oleh tiga paradigma, yaitu:

(6)

1. karya tulis ilmiah pengawas sekolah harus dinilai oleh tim yang profesional.

Tim yang profesional yang dimaksudkan adalah tim penilai yang sudah menda-patkan sertifikat sebagai penilai angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah. Tim profesional ini diambil dari dosen-dosen suatu pergu-ruan tinggi di Indonesia yang sudah biasa menilai angka kredit dan mengampu me-todologi penelitian atau karya ilmiah pada perguruan tinggi tempat bernaung,

2. tim penilai mempunyai kemampuan menilai karya tulis ilmiah yang seragam.

Kemampuan menilai karya tulis ilmiah yang seragam maksudnya tim penilai angka kredit pusat memiliki pemahaman yang sama di dalam menilai angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah. Hal ini disebabkan oleh tim penilai angka kredit pusat sebelum menjadi penilai angka kredit pengawas sekolah harus mengikuti penataran tentang cara menilai angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah sampai memperoleh sertifikat penilai angka kredit pengawas sekolah, dan

3. sentralisasi penerimaan karya tulis ilmiah yang dinilai.

DUPAK dan bukti fisik karya tulis ilmiah yang sudah siap dinilai harus dikirim ke tim penilai angka kredit pengawas sekolah pusat. Hal ini bertujuan agar karya tulis ilmiah pengawas sekolah di seluruh Indonesia terpusat penilaiannya di Direktorat Dikdasmen –Jakarta.

Dalam perjalanan waktu, ketiga paradigma yang menyangga penilaian angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah oleh tim penilai angka kredit pusat mengalami anomali (penyimpangan). Anomali-anomali tersebut, makin lama makin banyak, sehingga timbul krisis.

Dari krisis inilah akhirnya muncul pertimbangan untuk menggantikan tim pe-nilai angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah yang ada di pusat dengan tim penilai angka kredit pengawas sekolah di tingkat provinsi. Hal ini sudah ditindaklanjuti dengan melaksanakan penataran tentang ToT Calon Pe-nilai Angka Kredit Pengawas Sekolah untuk Wilayah Bali dan NTB, Tanggal 19-22 Oktober 2011 di Hotel Nirmala Bali, Jalan Mahendradatta Nomor 81 Denpasar.

Untuk calon penilai angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah diambil dari dosen Universitas Udayana (Unud) sebanyak 5 orang, Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) sebanyak 3 orang, dan Universitas Panji Sakti (Unipas) Singaraja sebanyak 2 orang. Ke-10 dosen tersebut diharapkan dapat bertugas sebagai tim penilai angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah untuk Provinsi Bali mulai bulan Desember 2012.

Proses penggantian tim penilai angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah oleh tim penilai angka kredit pengawas sekolah di

(7)

tingkat provinsi penulis kaji dengan teori struktur revolusi ilmiah dari Thomas S. Kuhn. Sebelum penulis mengkaji proses perubahan penilaian angka kredit pengawas sekolah dari penilai angka kredit pusat ke penilai angka kredit provinsi, akan dida-hului dengan pengenalan teori struktur revolusi ilmiah dari Thomas S. Kuhn.

Dalam buku The Structure of Scientific Revolutions, Kuhn mengklaim bahwa filsafat ilmu sebaiknya berguru pada sejarah ilmu yang baru. Gagasan Kuhn ini sekali-gus merupakan tanggapan terhadap pendekatan Popper pada fislsafat ilmu pengeta-huan. Menurut Kuhn, Popper menjungkirbalikkan kenyataan dengan terlebih dahulu menguraikan terjadinya ilmu empiris melalui jalan hipotesa yang disusul upaya fal-sifikasi. Oleh Popper ikhtisar itu kemudian dikemukakan sebagai ikhtisar perkem-bangan ilmu. Setelah itu barulah ia memilih beberapa contoh dalam sejarah ilmu pe-ngetahuan yang dipakainya sebagai ‘bukti’ untuk mempertahankan dan membela anggapannya.

Menurut Kuhn, sebaliknya upaya untuk berguru pada sejarah ilmu harus me-rupakan titik pangkal segala penyelidikan. Dengan begitu diharapkan filsafat ilmu bisa makin mendekati kenyataan ilmu dan aktivitas ilmiah sesungguhnya. Jika hal itu di-lakukan, maka kentaralah bahwa terjadinya perubahan-perubahan mendalam selama sejarah ilmu justru tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris untuk membuk-tikan salah suatu teori atau sistem, melainkan terjadi melalui revolusi-revolusi ilmiah. Dengan begitu, Kuhn beranggapan bahwa kemajuan ilmiah pertama-tama bersifat revolusioner. Ini bertentangan dengan anggapan sebelumnya bahwa ilmu maju secara kumulatif (Verhaak dan Imam, 1991).

Konsep sentral Kuhn adalah apa yang dinamakan dengan paradigma. Istilah ini tidak dijelaskan secara konsisten, sehingga dalam berbagai keterangannya sering ber-ubah konteks dan arti. Pemilihan kata ini erat kaitannya dengan sains normal, yang oleh Kuhn dimaksudkan untuk mengemukakan bahwa beberapa contoh praktik ilmiah nyata yang diterima (yaitu contoh-contoh yang bersama-sama mencakup dalil, teori, penerapan, dan instrumentasi) menyajikan model-model yang melahirkan tradisi-tradisi padu tertentu dari riset ilmiah. Atau ia dimaksudkan sebagai kerangka referensi yang mendasari sejumlah teori maupun praktik-praktik ilmiah dalam pe-riode tertentu (ismanita.wordpress.com, 2011).

Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains normal, di mana ilmuwan berkesempatan mengembangkan secara rinci dan mendalam, karena tidak sibuk dengan hal-hal yang mendasar. Dalam tahap ini ilmuwan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya, dan selama menjalankan riset ini ilmuwan bisa menjumpai berbagai fenomena yang disebut anomali. Jika anomali ini kian menumpuk, maka bisa timbul krisis. Dalam krisis inilah paradigma

(8)

mulai dipertanyakan. Dengan demikian sang ilmuwan sudah keluar dari sains normal. Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan sesuatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi ilmiah.

Dari sini tampak bahwa paradigma pada saat pertama kali muncul itu sifatnya masih sangat terbatas, baik dalam cakupan maupun ketepatannya. Paradigma mem-peroleh statusnya karena lebih berhasil daripada saingannya dalam memecahkan masalah yang mulai diakui oleh kelompok praktisi bahwa masalah-masalah itu rawan. Keberhasilan sebuah paradigma semisal analisis Aristoteles mengenai gerak, atau perhitungan Ptolemeus tentang kedudukan planet, atau yang lainnya. Pada mula-nya sebagian besar adalah janji akan keberhasilan yang dapat ditemukan contoh-contoh pilihan dan yang belum lengkap. Dan ini sifatnya masih terbatas serta kete-patannya masih dipertanyakan. Dalam perkembangan selanjutnya, secara dramatis, ketidakberhasilan teori Ptolemeus betul-betul terungkap ketika muncul paradigma baru dari Copernicus.

Bilamana teori struktur revolusi ilmiah dari Thomas S. Kuhn digambarkan dalam bentuk skema, dapat dikaji seperti Gambar 1.

Normal Sains Di sangga oleh paradigma

Anomali Krisis dalam Perubahan

bidang keilmuan

Paradigma baru

Gambar 1. Skema Teori Struktur Revolusi Ilmiah dari Thomas S. Kuhn.

Penilaian angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah oleh tim penilai pusat sebetulnya disangga oleh tiga paradigma, yaitu: 1) karya tulis ilmiah pengawas sekolah harus dinilai oleh tim penilai yang profesional, 2) tim penilai mempunyai kemampuan menilai karya tulis ilmiah yang seragam, dan 3) sentralisasi penerimaan karya tulis ilmiah yang dinilai.

Dalam perjalanan waktu, sampai dengan bulan Oktober 2011 dijumpai

anomali-anomali terhadap paradigma yang menyangga tim penilai angka kredit

peng-awas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah yang berada di pusat.

(9)

didistri-busikan ke tim penilai tidak mendapat penilaian dengan segera, 2) banyak karya tulis ilmiah yang sudah dinilai oleh salah satu tim penilai, setelah sidang penetapan angka kredit, nilainya menjadi berubah. Hal ini disebabkan oleh perbedaan penilaian antara satu anggota tim penilai dengan yang lainnya, 3) karya tulis ilmiah yang sudah dinilai oleh tim penilai tidak segera dikembalikan ke bagian kepegawaian Direktorat Dikdasmen, 4) banyak karya tulis ilmiah pengawas yang hilang, 5) banyak karya tulis ilmiah pengawas yang nyelip pada karya tulis ilmiah pengawas lain, 6) banyak sekali karya tulis ilmiah pengawas baru turun penetapannya setelah dua tahun dari peng-usulan, 7) tim penilai angka kredit di Direktorat Dikdasmen sangat terbatas dan karya tulis ilmiah pengawas sekolah yang ditangani seluruh Indonesia, dan 8) pemantauan karya tulis ilmiah yang sudah dikirim ke Direktorat Dikdasmen sangat sulit untuk dipantau oleh pengawas yang bersangkutan.

Karena banyak terdapat anomali terhadap paradigma yang menyangga penilai-an penilai-angka kredit pengawas sekolah ypenilai-ang berasal dari unsur karya tulis ilmiah oleh tim penilai angka kredit pusat, maka timbul krisis dalam hal penilaian angka kredit peng-awas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah. Krisis dalam hal penilaian angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah menimbul-kan perubahan dalam hal tim penilai angka kredit pengawas sekolah, yakni dari tim penilai angka kredit pusat ke tim penilai angka kredit provinsi. Oleh karena terjadi perubahan tim penilai angka kredit menuju ke tim penilai provinsi, otomatis para-digma yang menyangga juga berubah. Penilaian angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah oleh tim penilai provinsi disangga oleh dua paradigma, yaitu: 1) waktu yang diperlukan untuk menetapkan angka kredit karya tulis ilmiah pengawas sekolah dapat dipersingkat dan 2) mudah memantau karya tulis ilmiah pengawas sekolah yang sudah masuk di Dinas Pendidikan Provinsi oleh peng-awas sekolah yang bersangkutan.

Bilamana perubahan penilaian angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah dari tim penilai pusat menuju pada tim penilai provinsi dikaji berbasiskan teori struktur revolusi ilmiah dari Thomas S. Kuhn dibuat dalam bentuk skema, dapat dikaji pada Gambar 2.

(10)

Pengawas Sekolah Pusat 1. Karya tulis ilmiah pengawas sekolah harus dinilai oleh tim penilai yang Bernaung di Diretorat yang profesional.

Dikdasmen –Jakarta 2. Tim penilai mempunyai kemampuan menilai karya tulis ilmiah

yang seragam.

3. Sentralisasi penerimaan karya tulis ilmiah yang dinilai.

Anomali Terhadap 1. Karya tulis ilmiah yang sudah didistribusikan ke tim penilai tidak Paradigma yang Menyangga mendapat penilaian dengan segera.

2. Karya tulis ilmiah yang sudah dinilai oleh tim penilai tidak segera dikembalikan ke bagian kepegawaian Direktorat Dikdasmen. 3. Karya tulis ilmiah yang sudah dinilai oleh satu tim penilai, setelah sidang penetapan angka kredit, nilainya menjadi berubah. 4. Banyak karya tulis ilmiah pengawas sekolah yang hilang.

5. Banyak karya tulis ilmiah pengawas sekolah yang nyelip pada karya tulis ilmiah pengawas sekolah yang lain.

6. Banyak sekali karya tulis ilmiah pengawas sekolah baru turun penetapan angka kreditnya setelah 2 tahun dari pengusulan. 7. Tim penilai angka kredit di Direktorat Dikdasmen sangat terbatas

Jumlahnya dan karya tulis ilmiah pengawas sekolah yang ditangani seluruh Indonesia.

8. Pemantauan karya tulis ilmiah yang sudah dikirim ke Direktorat Dikdasmen sangat sulit untuk dipantau oleh pengawas sekolah yang bersangkutan.

Timbul Krisis dalam Hal Penilaian Angka Kredit Pengawas Sekolah

yang Berasal dari Unsur Karya Tulis Ilmiah

Tim Penilai Angka Kredit Disangga oleh dua paradigma:

Pengawas Sekolah Provinsi 1. Waktu yang diperlukan untuk menetapkan angka kredit karya tulis yang Bernaung di Dinas ilmiah pengawas sekolah dapat dipersingkat.

Pendidikan Provinsi 2. Mudah memantau karya tulis ilmiah pengawas sekolah yang sudah masuk di Dinas Pendidikan Provinsi oleh pengawas sekolah yang bersangkutan.

Gambar 2. Perubahan Penilaian Angka Kredit Pengawas Sekolah yang Berasal dari Unsur Karya Tulis Ilmiah dari Tim Penilai Pusat Menuju pada Tim Penilai Provinsi Berdasarkan Teori Struktur Revolusi Ilmiah dari Thomas S. Kuhn.

Simpulan

Berpijak atas pembahasan yang sudah dikemukakan dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. Proses pengubahan penilaian angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah dari tim penilai pusat menuju pada tim penilai provinsi menurut teori struktur revolusi ilmiah dari Thomas S. Kuhn menempuh empat tahapan, yaitu:

(11)

1. Tahap penetapan tim penilai angka kredit pusat sebagai penilai angka kredit peng-awas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah, yang disangga oleh tiga paradigma. Ketiga paradigma yang dimaksud adalah: a) karya tulis ilmiah peng-awas sekolah harus dinilai oleh tim penilai yang profesional, b) tim penilai mem-punyai kemampuan menilai karya tulis ilmiah yang seragam, dan c) sentralisasi penerimaan karya tulis ilmiah yang dinilai.

2. Terjadi anomali terhadap paradigma yang menyangga tim penilai angka kredit pusat yang bertugas untuk menilai angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah. Anomali-anomali yang dimaksud adalah: a) banyak karya tulis ilmiah yang sudah didistribusikan ke tim penilai tidak mendapat pe-nilaian dengan segera, b) karya tulis ilmiah yang sudah dinilai oleh tim penilai tidak segera dikembalikan ke bagian kepegawaian Direktorat Dikdasmen, c) banyak karya tulis ilmiah yang sudah dinilai oleh salah satu tim penilai, setelah sidang penetapan angka kredit, nilainya menjadi berubah, d) banyak karya tulis ilmiah pengawas sekolah yang hilang, e) banyak karya tulis ilmiah pengawas sekolah yang nyelip pada karya tulis ilmiah pengawas sekolah lain, f) banyak sekali karya tulis ilmiah pengawas sekolah baru turun penetapan angka kreditnya setelah dua tahun dari pengusulan, g) tim penilai angka kredit di Direktorat Dikdasmen sangat terbatas dan karya tulis ilmiah pengawas sekolah yang ditangani seluruh Indonesia, dan h) pemantauan karya tulis ilmiah yang sudah di-kirim ke Direktorat Dikdasmen sangat sulit untuk dipantau oleh pengawas sekolah yang bersangkutan.

3. Tahap terjadi krisis dalam hal penilaian angka kredit pengawas sekolah yang ber-asal dari unsur karya tulis ilmiah.

4. Tahap penggantian tim penilai angka kredit pengawas sekolah yang berasal dari unsur karya tulis ilmiah dari tim penilai pusat menuju pada tim penilai provinsi. Tim penilai angka kredit pengawas sekolah tingkat provinsi disangga oleh dua paradigma, yaitu: a) waktu yang diperlukan untuk menetapkan angka kredit karya tulis ilmiah pengawas sekolah dapat dipersingkat, dan b) mudah memantau karya tulis ilmiah pengawas sekolah yang sudah masuk di Dinas Pendidikan Provinsi oleh pengawas sekolah yang bersangkutan.

(12)

Arjana, Wayan. 2010. Bentuk-Bentuk Karya Tulis Ilmiah Bagi Pengawas Sekolah. Makalah yang Disampaikan Dalam Seminar Akademik pada Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, Tanggal 16 Mei 2001.

ismanita.wordpress.com, 2011. Paradigma Kuhn. Dalam

http://ismanita.wordpress.com/2009/10/26/paradigma-kuhn/. Diakses Tanggal 22

Oktober 2011.

ktiguru.blogspot.com, 2011. Pengembangan Karier Pengawas Sekolah. Dalam

http://ktiguru.blogspot.com/2009/01/tiga-pilar-kebijakan-pendidikan.html. Diakses Tanggal 21 Oktober 2011.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005. Tentang Standar

Nasional Pendidikan.

Permenegpan Nomor 21 Tahun 2010. Tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah

dan Angka Kreditnya.

Sriastuti, Ida Ayu Ketut. 2009. Hasil Penelitian yang Dipublikasikan pada Jurnal Ilmiah. Makalah yang Disampaikan pada Seminar Akademik di Dinas Pendidikan Kabupaten Tabanan, Tanggal 15 Maret 2009.

Sujana, Nana et al. 2011. Buku Kerja Pengawas Sekolah. Jakarta: Kemendiknas.

Suryawan, Ketut. 2010. Karya Tulis Ilmiah Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya. Makalah yang Disampaikan dalam Seminar Akademik di Dinas Pendidikan Provinsi Bali, Tanggal 16 Juni 2010.

Verhaak, C. dan R. Haryono Imam. 1991. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah Atas Cara

Gambar

Gambar 1. Skema Teori Struktur Revolusi Ilmiah dari Thomas S. Kuhn.
Gambar  2.  Perubahan  Penilaian  Angka  Kredit  Pengawas  Sekolah  yang  Berasal  dari  Unsur Karya Tulis Ilmiah dari Tim Penilai Pusat Menuju pada Tim Penilai  Provinsi  Berdasarkan  Teori  Struktur  Revolusi  Ilmiah  dari  Thomas  S

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Majelis dan Sekretariat

Menetapkan : KEPUTUSAN BUPATI BANTUL TENTANG PEMBENTUKAN TIM KOORDINASI PROGRAM BERAS UNTUK RUMAH TANGGA MISKIN (RASKIN) KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014c. KESATU :

ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi. ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu

Perbedaan pendapat tentang istihsan pada penggunaanya sebagai dalil sebenarnya prbedaan dalam memberi arti kepada istihsan itu dari banyak istilah yang

kedua shot itu sebagai satu kesatuan yang utuh dan juga langsung terlihat keberlanjutan aksi bisa tetap terjaga dari 2 sambungan tersebut.. cutaway dapat digunakan untuk:

In testing the hypotheses of the study, the writer also applied SPSS Statistic 19 to calculate correlation „r‟ product moment as supporting the result of

(2) Penandaan batas fisik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf a, dilakukan dengan memasang tanda batas berupa tanda batas zona atau blok secara nyata

[r]