• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO REMAJA DI PEMUSATAN LATIHAN NASIONAL CIPAYUNG, BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN ATLET TAEKWONDO REMAJA DI PEMUSATAN LATIHAN NASIONAL CIPAYUNG, BOGOR"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

APRILIA PITRIANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Status with Fitness Level of Adolescents Taekwondo Athletes in Centralization of National Training Cipayung, Bogor. SUPERVISED by BUDI SETIAWAN and MIRA DEWI.

The general objective of study was to analyze food consumption, adequacy ratio, nutritional status, and fitness level of adolescents taekwondo athletes in Centralization of National Training Cipayung, Bogor. The research used cross sectional study design with 23 adolescents athletes as samples. The primary data included characteristic of samples, nutritional status by anthropometry (body mass index), and food consumption. The secondary data included fitness level by bleep test (VO2 max values), sit and reach test

(flexibility), sit up and squat jump (muscle endurance), and overview of the study site which was Centralization of National Training. The study showed that overall athletes has normal nutritional status. Most athletes were lack of sufficient levels of energy and protein. There was positive correlations between the ages of athletes with flexibility (p<0,05, r=0,456) and muscle endurance (sit up test) (p<0,05, r=0,456). The correlations between with fitness level (VO2 max) was

positive significantly correlated (p<0,05, r=0,456).

(3)

RINGKASAN

APRILIA PITRIANI. Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung, Bogor. Dibimbing oleh BUDI SETIAWAN dan MIRA DEWI.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. Tujuan khusus penelitian ini adalah 1) mengetahui karakteristik atlet meliputi jenis kelamin, daerah asal, usia, berat badan, dan tinggi badan, 2) mengetahui konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi, 3) mengetahui status gizi, 4) menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet (VO2

max, flexibility dan daya tahan otot).

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor. Penarikan contoh dilakukan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran kuesioner. Data primer antara lain : data karakteristik contoh (usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan daerah asal), data konsumsi pangan (food recall 1 x 24 jam selama 3 hari). Data sekunder diperoleh dari data administrasi pemusatan latihan nasional, Cipayung, Bogor yang meliputi data keadaan umum dan susunan keorganisasian di pemusatan latihan nasional taekwondo, serta data kebugaran (VO2 max, flexibility, dan daya tahan otot). Pengolahan

menggunakan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson serta uji beda Independent T-Test. Data status gizi contoh (IMT/U) diolah dari data antropometri menggunakan software WHO Antroplus dan diklasifikasikan menurut klasifikasi WHO (WHO 2007).

Atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional (pelatnas) terdiri dari laki-laki (43,5%) dan perempuan (56,5%). Rata-rata usia atlet laki laki yaitu 16,22 ± 1,05 tahun dan rata-rata usia atlet perempuan yaitu 15,46 ± 1,67 tahun. Daerah asal atlet terdiri dari Jawa Tengah (43,5%), Jawa Barat (34,8%), D.I Yogyakarta (8,7%), Riau (8,7%) dan Sumatera Selatan (4,3%). Rata-rata berat badan atlet laki laki 50,67 ± 4,15 kg dan rata-rata berat badan atlet perempuan yaitu 54,80 ± 3,87 kg. Tinggi badan atlet laki-laki yaitu 168,50 ± 3,24 cm dan rata-rata tinggi badan atlet perempuan yaitu 160,47 ± 3,24 cm. Secara keseluruhan atlet pelatnas taekwondo memiliki status gizi yang normal.

Rata-rata konsumsi energi atlet taekwondo remaja secara keseluruhan yaitu 2056 ± 618 kkal, dan tingkat kecukupan energi atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (80,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (69,2%). Rata-rata konsumsi protein atlet secara keseluruhan adalah 50,2 ± 15,8 gram, dan tingkat kecukupan protein atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori defisit berat (70,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar dalam kategori defisit berat (38,5%). Rata-rata konsumsi lemak atlet secara keseluruhan yaitu 55,9 ± 25,7 gram, dan tingkat kecukupan lemak pada atlet laki-laki sebagian besar berada dalam kategori <20% dari kebutuhan energi (80,0%) sedangkan atlet perempuan sebagian besar berada pada kategori <20% dari kebutuhan energi (69,2 %). Rata-rata konsumsi karbohidrat atlet adalah 794,8 ± 546,3 gram, dan tingkat

(4)

kecukupan karbohidrat pada atlet laki-laki sebagian besar berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (50,0%) sedangkan sebagian besar atlet perempuan berada pada kategori >70% dari kebutuhan energi (53,8%). Rata-rata konsumsi vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi atlet berturut-turut adalah 2669,8 ± 1603,0 µgRE, 110,4 ± 44,7 mg, 5313,0 ± 6156,0 mg, dan 15,5 ± 11,6 mg. Tingkat kecukupan vitamin A, vitamin C dan kalsium sebagian besar berada dalam kategori cukup sedangkan tingkat kecukupan zat besi sebagian besar berada dalam kategori kurang.

Usia atlet memiliki hubungan positif yang signifikan dengan tingkat kebugaran flexibility (p<0,05, r=0,456) dan daya tahan otot (p<0,05, r=0,421). Tinggi badan memiliki hubungan yang positif dan signifikan (p<0,05, r=0,558) dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max). Status gizi dengan tingkat kebugaran

menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0,05). Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, kalsium, zat besi, maupun vitamin C tidak memiliki hubungan yang signifikan (p>0,05) dengan tingkat kebugaran atlet (VO2

max, flexibility dan daya tahan otot). Tingkat kecukupan karbohidrat dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max) menunjukkan hubungan positif yang signifikan

(5)

APRILIA PITRIANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

Cipayung, Bogor Nama : Aprilia Pitriani NIM : I14080110

Menyetujui:

Mengetahui: Ketua

Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

Tanggal lulus :

Dosen Pembimbing I

Dr.Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

Dosen Pembimbing II

dr. Mira Dewi, MSi NIP. 19761116 200501 2 001

(7)

Bapak Sunarto dan Mama Suwati. Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 April 1990. Pendidikan penulis dimulai dari TK Nurul Hikmah pada tahun 1994 sampai tahun 1995 dilanjutkan di SDN Utan Kayu Utara 05 Jakarta pada tahun 1995 sampai tahun 2001, kemudian melanjutkan di SMPN 74 Jakarta sampai tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan di SMAN 68 Jakarta sampai tahun 2007.

Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur SNMPTN sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Penulis mendapatkan beasiswa dari Yayasan Karya Salemba Empat selama kuliah di Departemen Gizi Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi seperti divisi Keprofesian periode 2010/2011. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan HIMAGIZI, BEM FEMA, Fakultas Ekologi Manusia, dan Departemen Gizi Masyarakat baik skala kampus maupun skala nasional.

Penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Profesi di Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2011. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Intership Dietetic di RSUD Cibinong, Bogor.

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo Remaja di Pemusatan Latihan Nasional Cipayung, Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat mencapai gelar sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Selama skripsi ini disusun, penulis telah menerima dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. dan dr. Mira Dewi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis.

3. Letkol CKM dr. Victor Wullur, Sp.KO selaku koordinator tim medis Pelatnas Garuda Emas 2012 yang telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, kritikan dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi.

4. Pelatih Taekwondo Pelatnas Garuda Emas 2012 (Sabeum Budi Harsono, Sabeum Fahmi Fahrezzy, Sabeum Rahmy Kurnia, Sabeum Ongen, Sabeum Abdul Rozak) beserta atlet pelatnas Garuda Emas 2012 yang telah mengizinkan dan membantu penulis selama pengambilan data. 5. Kedua orang tua yaitu bapak Sunarto, dan mama Suwati, serta adik

Andari dan Anang, yang telah memberikan kasih sayang, dorongan, pengertian, perhatian, semangat serta doanya.

6. Yayasan Karya Salemba Empat yang telah memberikan bantuan selama penulis kuliah di Institut Pertanian Bogor.

7. Seluruh pengajar, staf laboratorium serta tata usaha Departemen Gizi Masyarakat atas segala bantuannya dalam memfasilitasi penyelesaian skripsi ini.

8. Kak Rian, Kak Fuad dan Kak Arif yang telah memberikan bantuan dan pengajarannya selama penyusuan dan penulisan skripsi.

(9)

9. Teman-teman yang membantu turun lapang penelitian ini : Ika Meilaty, Gian Nubekti, Mely Choirul, Dewi Ayu W, Ayu Sekar, Ahmad Soleman yang memberikan dukungan dan membantu banyak hal dalam pengambilan data hingga pengolahan data penelitian ini.

10. Sahabat-sahabatku yaitu Diana, Nilam, Ade Ayu, Junda, Ika, Dewanti dan dan Teman-teman GM 43, 44, 45, 46, 47, 48 atas kebersamaan, keceriaan, semangat serta kerjasama sejak awal masuk kuliah hingga saat ini.

11. Ferdiansyah yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dari awal hingga akhir penelitian.

12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skrisi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat diharapkan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pribadi maupun bagi yang memerlukannya.

Bogor, September 2012

(10)

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 2 Hipotesis Penelitian ... 2 Kegunaan Penelitian ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Remaja ... 4 Olahraga Taekwondo ... 4

Penilaian Status Gizi Secara Antropometri ... 5

Konsumsi Pangan ... 6

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Atlet ... 8

Kebugaran ... 13

KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

METODE PENELITIAN ... 18

Desain, Waktu, dan Tempat ... 18

Cara Pengambilan Contoh ... 18

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 18

Pengolahan dan Analisis Data ... 20

Definisi Operasional ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 25

Karakteristik Contoh ... 26

Karakteristik Antropometri ... 29

Konsumsi Pangan ... 30

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi ... 37

Tingkat Kebugaran... 44

Hubungan Usia dengan Tingkat Kebugaran ... 47

(11)

Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran... 48

Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Tingkat Kebugaran ... 48

KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

Kesimpulan ... 50

Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kategori status gizi menurut IMT/U berdasarkan WHO (2007) ... 6

2. Kategori pengukuran data penelitian ... 19

3. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi ... 22

4. Kategori aktivitas berdasarkan nilai PAR ... 22

5. Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL... 23

6. Sebaran atlet taekwondo berdasarkan usia ... 27

7. Sebaran atet taekwondo menurut daerah asal ... 28

8. Berat badan atet taekwondo berdasarkan jenis kelamin ... 28

9. Tinggi badan atlet taekwondo berdasarkan jenis kelamin ... 29

10. Sebaran atlet taekwondo menurut frekuensi makan... 31

11. Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan makan ... 32

12. Sebaran atlet taekwondo menurut kebiasaan minum ... 33

13. Kebiasaan makan atlet taekwondo sebelum bertanding ... 34

14. Kebiasaan makan atlet taekwondo selama bertanding ... 35

15. Kebiasaan makan atlet taekwondo setelah bertanding ... 36

16. Sebaran atlet taekwondo menurut nilai VO2 max... 45

17. Sebaran atlet taekwondo menurut nilai flexibility ... 46

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi

dengan tingkat kebugaran ... 17

2. Sebaran atlet taekwondo menurut jenis kelamin ... 27

3. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan energi ... 37

4. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan protein ... 38

5. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan lemak ... 39

6. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan karbohidrat ... 40

7. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin A ... 41

8. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan vitamin C ... 42

9. Sebaran atlet taekwondo menurut tingkat kecukupan kalsium ... 43

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Struktur organisasi pelatnas Garuda Emas 2012 ... 57

2. Kategori pengukuran data kebugaran ... 58

3. Karakteristik atlet taekwondo ... 59

4. Status gizi atlet taekwondo ... 60

5. Konsumsi zat gizi atlet taekwondo ... 61

6. Tingkat kecukupan atlet taekwondo ... 62

7. Tingkat kebugaran atlet taekwondo ... 63

8. Uji beda Independent t-test status gizi antar jenis kelamin ... 64

9. Uji beda Independent t-test tingkat kecukupan zat gizi antar jenis kelamin ... 65

10. Uji beda Independent t-test tingkat kebugaran antar jenis kelamin ... 67

11. Uji Korelasi Pearson antara tigkat kecukupan zat gizi dengan nilai VO2 max ... 68

12. Uji Korelasi Pearson antara tigkat kecukupan zat gizi dengan nilai flexibility ... 68

13. Uji Korelasi Pearson antara tigkat kecukupan zat gizi dengan nilai daya tahan otot ... 69

14. Uji Korelasi Pearson antara status gizi dengan tingkat kebugaran ... 69

15. Uji Korelasi Pearson antara usia dengan tingkat kebugaran ... 70

16. Uji Korelasi Pearson antara berat badan dengan tingkat kebugaran ... 70

(15)

Olahraga adalah aktifitas fisik atau jasmani yang memilki peranan penting dalam meningkatkan kebugaran dan stamina tubuh. Seseorang yang memiliki kebugaran dan stamina tubuh yang baik terutama pada atlet olahraga akan menghasilkan suatu prestasi yang baik pula. Pencapaian prestasi yang diraih oleh atlet-atlet perwakilan suatu bangsa di suatu kompetisi olahraga ikut berperan dalam membangun kejayaan bangsa.

Atlet berprestasi didukung oleh banyak faktor diantaranya latihan dan pembinaan terprogram secara berkesinambungan serta gizi yang memadai. Pengaturan gizi olahraga bertujuan untuk memperoleh latihan dan performa yang baik. Dalam pengaturan gizi atlet, kebutuhan zat gizi akan berbeda dibandingkan dengan kelompok bukan atlet. Zat gizi yang dibutuhkan pada dasarnya tidak berlebihan namun disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktifitas serta jenis olahraga yang ditekuninya (Depkes 1993). Konsumsi pangan yang dapat memenuhi tingkat kecukupan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh dapat mempengaruhi status gizi atlet. Konsumsi dan status gizi pada atlet memiliki peran penting selain mempertahankan kebugaran, juga untuk meningkatkan prestasi pada cabang olahraga yang ditekuninya.

Menurut Sumosardjuno (1992) kebugaran atau kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk keperluan yang mendadak. Dengan memiliki fisik sehat dan bugar, maka seseorang dapat menjalankan aktivitas harian secara optimal. Pengukuran kebugaran dapat dilakukan pada komponen daya tahan kardiorespiratori (VO2

max), komposisi tubuh, kekuatan dan daya tahan otot serta kelentukan (Fatmah & Ruhayati 2011).

Salah satu olahraga yang memerlukan kebugaran tubuh yang optimal adalah olahraga taekwondo. Menurut Kazemi et al (2010), taekwondo merupakan seni bela diri unik yang ditunjukkan dengan penggunaan tendangan dan teknik yang dominan. Pada cabang olahraga taekwondo, atlet harus mampu bergerak dengan kelincahan, kecepatan dan kekuatan yang tinggi. Pemusatan latihan nasional untuk cabang olahraga taekwondo dilaksanakan di Cipayung, Bogor. Pelatihan tersebut bertujuan untuk memberikan serangkaian kegiatan yang menunjang untuk pengembangan kemampuan dan strategi untuk

(16)

menghadapi pertandingan. Selain diberikan pembinaan dan pelatihan, atlet mendapatkan asuhan gizi berupa pemberian makanan penunjang. Asuhan gizi serta kebugaran jasmani yang baik akan secara langsung memberikan dampak positif bagi prestasi atlet. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui hubungan konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik atlet taekwondo remaja meliputi jenis kelamin, usia, daerah asal, berat badan, dan tinggi badan.

2. Mengetahui konsumsi pangan dan tingkat kecukupan gizi pada atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor.

3. Mengetahui status gizi pada atlet taekwondo remaja di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor.

4. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet (VO2 max, kelentukan / flexibility, dan daya

tahan otot) di pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor. Hipotesis

1. Atlet remaja dengan status gizi pada kisaran normal memiliki performa yang lebih baik pada tes kebugaran jasmani dibandingkan dengan atlet yang memiliki status gizi pada kisaran kurus atau gemuk.

2. Terdapat hubungan positif antara tingkat kecukupan gizi dan tingkat kebugaran atlet taekwondo remaja.

Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kebutuhan gizi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan atlet meningkatkan performa dan menunjang prestasi dalam bidang yang dijalaninya. Adapun manfaat yang akan diperoleh bagi penelitian ini adalah:

(17)

1. Bagi atlet taekwondo di pemusatan latihan nasional akan memperoleh informasi tentang bagaimana asupan yang cukup berperan penting dalam menjaga kualitas performa.

2. Bagi pemusatan latihan nasional (pelatnas) dapat memberikan gambaran mengenai kecukupan gizi dan pentingnya gizi yang baik bagi setiap atlet, dan diharapkan dapat memberikan masukan dalam peningkatan prestasi.

(18)

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh dewasa”. Secara lebih luas, remaja mencakup usia kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Awal masa remaja berlangsung pada usia 13 tahun hingga 17 tahun, dan akhir masa remaja berlangsung dari usia 17 tahun hingga 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock 2000). Menurut Almatsier et al. (2011) rentang usia remaja adalah 10-18 tahun. Masa remaja merupakan masa perubahan serta peningkatan pertumbuhan yang disertai dengan perubahan-perubahan hormonal, kognitif, dan emosional. Usia remaja merupakan periode rentan gizi karena berbagai sebab yaitu remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi karena peningkatan pertumbuhan dan perkembangan fisik, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan remaja mempengaruhi asuan dan kebutuhan gizinya, remaja mempunyai kebutuhan gizi khusus yaitu remaja yang aktif dalam kegiatan olahraga, menderita penyakit kronis, sedang hamil, melakukan diet secara berlebihan, pecandu alkohol atau obat terlarang.

Sebagai seorang remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik yang pesat, kebutuhan energi akan lebih besar karena selain energi diperlukan untuk pertumbuhan fisiknya, juga karena lebih banyak melakukan aktifitas fisik, seperti olahraga dan bermain, selain kegiatan rutin sebagai pelajar. Menurut Tirtawinata dan Soerjodibroto (1981) dalam Helinda (2000), bagi seorang olahragawan remaja, karena masih dalam masa pertumbuhan, maka jumlah makanan yang seimbang akan menunjang pertumbuhan fisik semaksimal mungkin. Diharapkan dengan demikian tubuh akan mencapai bentuk yang paling optimal bagi cabang olahraga yang ditekuni ole masing-masing olahragawan.

Olahraga Taekwondo

Taekwondo, adalah salah satu dari banyak bentuk seni bela diri yang awalnya dikembangkan lebih dari 120 abad yang lalu di Korea. Kata Taekwondo berasal dari kata “tae” untuk memukul menggunakan kaki, “kwon” memukul menggunakan tinju, dan “do” untuk melakukan dengan mengacu pada seni. Istilah ini secara langsung diterjemahkan ke dalam seni menendang dan meninju. Taekwondo merupakan seni bela diri yang unik dengan menggunakan tendangan dan teknik yang dominan. Beberapa waktu terakhir, taekwondo telah

(19)

berubah dari kemampuan bela diri Korea selama perang menjadi olahraga internasional yang diakui (Lee MG & Kim MG 2007).

Taekwondo merupakan cabang olahraga yang menyajikan kategori berat badan yang dapat disebut juga weight cycling misalnya terjadi kehilangan berat badan secara cepat akibat beberapa metode yaitu mengkonsumsi makanan secara terbatas atau keadaan dehidrasi yang ekstrim (Rossi et al. 2009). Pada cabang olahraga ini terdapat pengklasifikasian / pengelompokan jenis pertandingan menurut berat badan atlet. Taekwondo berkaitan langsung dengan kemampuan untuk bergerak secara licah, cepat dan kuat. Dalam suatu pertandingan, seorang atlet harus menguasai teknik menyerang dan bertahan. Kemampuan tersebut dapat menjadi pertimbangan dalam perolehan nilai selama pertandingan. Menurut Kazemi et al. (2010), dalam taekwondo, nilai dapat diperoleh dengan menggunakan teknik kaki yaitu dengan menggunakan beberapa bagian kaki seperti bagian bawah pergelangan kaki atau teknik meninju ke bagian tubuh lawan. Pada tahun 2003, peraturan berubah untuk memperkenalkan peningkatan perolehan nilai. Penambahan 2 poin untuk setiap teknik yang mengarah ke bagian kepala, dan 1 poin untuk teknik yang mengarah bagian badan.

Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Banyak cara untuk melakukan penilaian status gizi terhadap individu yaitu dengan cara penilaian status gizi secara antropometri, secara biokimia, secara klinis dan juga dengan asupan pangan (Arisman 2004).

Menurut Gibson (2005) metode antropometri merupakan pengukuran ukuran tubuh dan komposisi tubuh secara kasar. Pengukuran ini dapat berubah-ubah sesuai dengan usia dan juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Antropometri merupakan salah satu metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status gizi secara langsung. Pengukuran antropometri mempunyai keuntungan dalam menyediakan informasi status gizi pada masa lampau yang tidak dapat diperoleh dengan teknik penilaian yang lain. Pengukuran antropometri dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan dapat dipercaya. Metode antropometri menggunakan pengukuran-pengukuran dimensi fisik dan komposisi tubuh. Pengukuran tersebut bervariasi menurut umur dan derajat gizi,

(20)

sehingga bermanfaat terutama pada keadaan dimana terjadinya ketidakseimbangan energi dan protein secara kronis. Antropometri juga dapat digunakan untuk mendeteksi malnutrisi derajat sedang dan berat. Keuntungan lain dari pengukuran antropometri adalah memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau, hal ini tidak dapat diperoleh (dengan tingkat kepercayaan yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi 2003).

Penilaian status gizi dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit yang berkaitan dengan asupan gizi. Penilaian status gizi adalah upaya menginterpretasikan semua informasi yang diperoleh melalui beberapa cara yaitu penilaian antropometri, konsumsi pangan, biokimia, dan klinik. Informasi ini dapat digunakan untuk menetapkan status kesehatan individu atau kelompok penduduk yang dipengaruhi oleh konsumsi dan utilisasi zat gizi (Gibson 2005).

Pengukuran antropometri dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas, tebal lemak tubuh (triceps, biceps, subscapula dan suprailiac). Pengukuran antropometri bertujuan untuk mengetahui status gizi berdasarkan satu ukuran menurut ukuran lainnya, misalnya berat badan dan tinggi badan menurut umur, berat badan menurut tinggi badan, lingkar lengan atas menurut umur, dan lingkar lengan atas menurut tinggi badan. Pengukuran status gizi secara antropometri merupakan cara yang paling sering digunakan karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu : alat mudah diperoleh, pengukuran mudah dilakukan, biaya murah, hasil pengukuran mudah disimpulkan, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan dapat mendeteksi riwayat gizi masa lalu (Irianto 2007). Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U). Nilai indeks massa tubuh menurut IMT/U disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kategori status gizi menurut IMT/U berdasarkan WHO (2007)

Kategori IMT/U Simpangan baku

Obese >+2 SD

Gemuk +1 SD sampai dengan +2 SD

Normal -2 SD sampai dengan +1 SD

Kurus -3 SD sampai <-2 SD

Sangat kurus <-3 SD

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan,

(21)

masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal), ukuran kemiskinan, serta perencanaan ketersediaan dan produksi pangan daerah (Hardinsyah et al. 2002). Konsumsi pangan diartikan sebagai jumlah makanan yang dinyatakan dalam bentuk energi dan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral). Konsumsi makanan yang tidak memadai kebutuhan tubuh baik kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan masalah gizi. Konsumsi makanan adalah faktor yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang (Soediaoetama 2008).

Survei atau penilaian konsumsi pangan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan tingkat asupan gizi perorangan atau kelompok. Dalam melakukan penilaian konsumsi pangan banyak terjadi bias yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti ketidaksesuaian dalam menggunakan alat ukur, waktu pengumpulan data yang tidak tepat, instrumen tidak sesuai dengan tujuan, kemampuan dalam mengumpulkan data, daya ingat responden, dan daftar komposisi makanan yang digunakan tidak sesuai dengan makanan yang dikonsumsi responden sehingga interpretasi hasil yang kurang tepat. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik dalam melakukan survei konsumsi pangan baik untuk individu, kelompok, maupun rumah tangga. Walaupun data konsumsi pangan sering digunakan sebagai salah satu metode penentuan status gizi, namun survei konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung. Metode kuantitatif juda dapat menghitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon (recall), metode pendaftaran makanan (food list) (Supariasa et al. 2001).

Recall selama 24 jam dapat dilakukan secara berulang dalam waktu yang berbeda dalam setahun untuk memperkirakan rata-rata konsumsi pangan individu untuk jangka waktu yang lebih panjang. Jumlah pengulangan yang dibutuhkan untuk menggambarkan kebiasaan asupan gizi bergantung pada derajat presisi yang diinginkan serta zat-zat gizi dan kelompok populasi yang ingin diteliti. Pada umumnya, bila prosedur penentuan sampel dilakukan baik dengan memperhitungkan pengaruh akhir pekan, musim, dan hari libur terhadap

(22)

pola makan, sehingga hasilnya dapat memperkirakan konsumsi pangan secara keseluruhan (Almatsier et al. 2011).

Pada olahragawan, pengaturan makanan yang tepat berdasarkan cabang olahraganya akan menunjang performa dan prestasi para olahragawan. Makanan yang baik bagi para olahragawan adalah makanan yang seimbang (balanced diet), yaitu makanan yang disusun tidak hanya disesuaikan dengan kebutuhan energi dalam bentuk kalori saja tetapi juga harus memperhatikan komposisi makanannya (Depkes 1993).

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Atlet

Menurut Almatsier (2005) aktifitas fisik memerlukan energi di luar kebutuhan untuk metabolisme basal. Pada saat melakukan aktifitas fisik, otot memerlukan tambahan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan selama aktifitas fisik bergantung pada banyaknya otot yang bergerak, berapa lama, dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Oleh sebab itu, kecukupan gizi seseorang yang melakukan aktifitas fisik seperti atlet lebih besar dibandingkan orang biasa.

Energi

Energi dibutuhkan antara lain untuk metabolism basal (BMR = Basal Metabolism Rate) dan aktifitas fisik. Kebutuhan gizi menggambarkan jumlah zat gizi minimal yang diperlukan oleh masing-masing individu. Konsumsi energi berada di atas atau di bawah kebutuhan secara terus menerus, maka berat badan atau komposisi badan akan mengalami perubahan (Karyadi & Muhilal 1991). Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004), angka kecukupan energi adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat), dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat. Pada olahragawan yang sedang melakukan latihan, dibutuhkan kurang lebih 3000-3500 kkal per hari (Sumosardjuno 1990). Menurut rekomendasi ADA (2001) dalam Kazemi et al. (2010), asupan energi untuk individu yang memiliki aktifitas fisik tinggi dapat bervariasi antara 2000-6000 kkal/hari.

Karbohidrat

Hidrat arang merupakan sumber energi utama bagi manusia sehingga dapat disebut juga dengan zat tenaga. Hidrat arang yang terdapat dalam

(23)

makanan adalah pati, sukrosa, laktosa, dan fruktosa (Beck 2011). Pada atlet, kecukupan zat gizi berbeda dari rata-rata masyarakat karena aktifitas atlet tidak sama dengan masyarakat umum serta terdapat kondisi-kondisi tertentu pada atlet yang harus ditunjang oleh nutrisi yang tepat. Energi diperlukan antara lain untuk metabolisme basal dan aktifitas fisik. Energi pada manusia sebagian besar berasal dari makanan sumber hidrat arang (Depkes 1993).

Para pekerja berat termasuk olahragawan yang melakukan aktifitas berat, kebutuhan karbohidratnya dapat mencapai 9-10 gr/kg BB/hari atau kurang lebih 70% dari kebutuhan energi keseluruhan setiap hari dan sebaiknya mengandung karbohidrat kompleks. Sekitar 80% atau lebih karbohidrat yang diberikan sebaiknya berupa karbohidrat kompleks dan gula sederhana sebaiknya kurang dari 20% (Irianto 2007). Menurut Degoutte et al. (2003), meskipun konsumsi ideal untuk taekwondo belum ditetapkan, asupan rendah dapat mencegah resintesis glikogen dan kurang dari 500 g/hari adalah jumlah yang cukup untuk menggantikan kehilangan setelah latihan.

Protein

Protein tersusun dari karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein dalam makanan merupakan satu-satunya sumber nitrogen bagi tubuh. Protein dalam makanan mampu menggantikan protein yang hilang selama proses metabolisme yang normal serta dapat digunakan sebagai sumber energi (Beck 2011). Olahragawan yang sedang dalam masa pertumbuhan akan berkembang dengan baik apabila diberikan protein yang cukup untuk perkembangan tubuhnya, termasuk otot-ototnya. Protein sebanyak kurang lebih 20% dalam makanan adalah sangat baik (Sumosadjuno 1990).

Menurut Irianto (2007), atlet dari cabang olahraga yang memerlukan kekuatan dan kecepatan perlu mengonsumsi 1,2-1,7 gr/kg BB/hari dan atlet endurance memerlukan protein 1,2-1,4 gr/kg BB/hari. Proporsi protein berubah sesuai dengan jumlah energi total perhari yang meningkat dan sebaiknya separuhnya berasal dari protein hewani. Atlet juga sebaiknya mengkonsumsi pangan yang bervariasi untuk meningkatkan kualitas protein. Akan tetapi, atlet tidak dianjurkan mengkonsumsi pangan sumber protein dalam jumlah berlebih. Asupan protein yang berlebih akan diubah menjadi lemak tubuh dan menyebabkan diuresis sehingga dapat menyebabkan dehidrasi (Depkes 1993).

(24)

Lemak

Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak memiliki nilai energi yang paling tinggi jika dibandingkan dengan hidrat arang atau karbohidrat., protein, ataupun alkohol (Beck 2011). Kebutuhan lemak sangat baik apabila komposisi lemak yang terdiri dari lemak jenuh dan tak jenuh seimbang (Sumosardjuno 1989). Latihan olahraga dapat meningkatkan kapasitas otot dalam menggunakan lemak pada waktu melakukan kegiatan olahraga yang lama yang mampu melindungi pemakaian glikogen dan memperbaiki kapasitas ketahanan fisik.

Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak, akan tetapi seseorang yang berprofesi bukan sebagai atlet sebaiknya mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak 15-30%, sedangkan kebutuhan lemak atlet berkisar antara 20-25% dari total energi yang dibutuhkan (Depkes 1993). Konsumsi energi dari lemak dianjurkan tidak lebih dari 30% total energi per hari (Irianto 2007). Menurut ADA (1993), secara umum, asupan lemak pada atlet dan praktisi dengan aktifitas fisik tinggi tidak boleh melebihi 30% dari total energi atau 1 g/kg/hari, proporsi tersebut terdiri dari asam lemak esensial (10 % dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh rantai panjang).

Vitamin

Vitamin adaah zat-zat rganik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Oleh karena itu, harus diperoleh dari bahan makanan. Vitamin bersifat organik sehingga vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemelihara kehidupan. (Almatsier 2005). Menurut Fatmah dan Ruhayati (2011) pada aktifitas olahraga, kegiatan metabolisme zat gizi akan terjadi peningkatan seiiring dengan meningkatnya kebutuhan akan zat-zat gizi termasuk vitamin. Vitamin berperan dalam mengatur fungsi tubuh, misalnya memacu dan memelihara : pertumbuhan, reproduksi, kesehatan dan kekuatan tubuh, stabilitas sistem syaraf, selera makan, pencernaan, dan penggunaan zat-zat makanan lainnya. Selain itu vitamin berperan sebagai antioksidan yakni zat untuk menghindarkan terjadinya radikal bebas. Jenis vitamin yang termasuk zat antioksidan diantaranya vitamin A, dan vitamin C (Irianto 2007).

Vitamin A. Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama ditemukan dan merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan

(25)

prekursor / provitamin A / karotenoid yang mempunyai aktifitas biologik seperti retinol. Fungsi utama dari vitamin A adalah sebagai bagian yang vital pada sistem penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). Vitamin A selain berperan dalam proses penglihatan juga berperan dalam kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2005).

Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam diferensiasi sel, oleh sebab itu asupan vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) asupan vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara 14-18 tahun sebaiknya lebih dari 900 µgRE dan tidak melebihi 2800 µgRE.

Vitamin C. Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C atau asam askorbat merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi, peredaran, dan juga cadangan zat besi, serta dibutuhkan untuk pembentukan jaringan ikat (Beck 2011). Dalam aktifitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000). Olahragawan perlu mengonsumsi vitamin yang lebih besar, karena konsumsi vitamin C yang cukup dapat menghambat terbentuknya asam laktat dalam otot yang dapat menyebabkan kelelahan (Sumosardjuno 1990).

Kecukupan vitamin C yang dianjurkan WKNPG 2004 untuk pria remaja adalah sebanyak 50-90 mg per hari, sedangkan untuk wanita remaja adalah sebanyak 50-75 mg per hari. Namun jumlah tersebut dapat melebihi anjuran, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aktifitas fisik yang terkadang menurunkan kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006), asupan vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga 1000 mg per hari bergantung kepada aktifitas yang dilakukan.

Mineral

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama kofaktor dalam aktifitas enzim-enzim (Almatsier 2005).

(26)

Menurut Irianto (2007) secara umum fungsi mineral bagi tubuh adalah sebagai berikut : menyediakan bahan sebagai komponen penyusun tulang dan gigi, membantu fungsi organ, kontraksi otot, konduksi syaraf, keseimbangan asam basa, serta memelihara keteraturan metabolisme seluler. Khusus bagi olahragawan, perhatian utama harus diberikan pada status zat besi dan kalsium. Zat besi sangat penting dalam pembentukan hemoglobin dan sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sedangkan kalsium dalam cairan ekstraseluler dan intraseluler memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel seperti untuk transmisi syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga permeabilitas membran sel.

Kalsium. Menurut Irianto (2007) kalsium merupakan salah satu mineral makro yaitu mineral yang diperlukan oleh tubuh lebih dari 100 mg/hari. Kalsium adalah mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, lebih dari 99% kalsium terdapat dalam tulang. Kalsium tambahan diperlukan dalam keadaan tertentu, seperti masa pertumbuhan mulai dari anak-anak hingga usia remaja, pada saat hamil, dan selama laktasi (Beck 2011). Menurut Kartono dan Soekatri (2004) anak yang masih tumbuh dan kembang seperti remaja memerlukan pembentukan tulang yang lebih banyak daripada orang tua. Oleh sebab itu atlet remaja masih sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalsium dalam mencapai pertumbuhan yang optimal. Atlet yang masih remaja memerlukan kalsium yang jumlahnya relatif lebih tinggi untuk pertumbuhan tulangnya. Kecukupan kalsium yang dianjurkan oleh WKNPG 2004 untuk remaja baik pria maupun wanita yang berumur 15-16 tahun adalah sebanyak 1000 mg setiap harinya.

Zat Besi. Menurut Irianto (2007) zat besi (Fe) merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh kurang dari 100 mg/hari atau dapat disebut juga dengan mineral mikro. Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi sangat penting dalam pembentukan hemoglobin dan sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh. (Almatsier 2005). Menurut Sumosardjuno (1990) pada olahragawan, konsumsi Fe dalam jumlah yang cukup sangat dianjurkan karena diketahui bahwa zat besi mudah hilang melalui keringat. Kebanyakan atlet wanita dan sebagian atlet pria mengalami kekurangan zat besi sehingga sukar untuk memperbaiki

(27)

penampilannya. Apabila seorang olahragawan kekurangan zat besi secara terus menerus, maka akan cepat lelah dan lambat masa pemulihannya.

Kandungan total zat besi dalam tubuh sangat sedikit dan pada seseorang dengan ukuran badan rata-rata, diperkirakan kandungan zat besinya sekitar 4 mg. Zat besi diperlukan untuk pembentukan hemoglobin yang memegang peranan penting dalam pengangkutan oksigen serta karbon dioksida antara paru-paru dan jaringan (Beck 2011). Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk remaja pria berumur 13-15 tahun adalah sebanyak 19 mg, sedangkan untuk remaja pria berumur 16-18 tahun sebanyak 15 mg. Kecukupan besi untuk remaja wanita berumur 13-15 dan 16-18 tahun sebanyak 26 mg.

Kebugaran

Kebugaran didefinisikan secara umum sebagai rangkaian kemampuan seseorang untuk mengerjakan aktifitas fisik secara spesifik (Fatmah & Ruhayati 2011). Kebugaran jasmani adalah sekumpulan luaran yang telah dicapai oleh seseorang, sebagai tujuan utama dari aktifitas fisik secara berkelanjutan (Bovet et al. 2007; Caspersen et al. 1985). Secara umum, komponen kebugaran dibagi menjadi dua kategori yaitu kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan, dan kebugaran yang berhubungan dengan olahraga/keterampilan. Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan digambarkan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari dengan kekuatan dan berhubungan dengan rendahnya resiko terhadap penyakit degeneratif dengan komponen daya tahan kardiorespiratori, kebugaran muskuloskeletal (daya tahan otot, fleksibilitas), dan komposisi tubuh yang optimal. Kebugaran yang berkaitan dengan olahraga atau keterampilan digambarkan dengan kemampuan dalam melakukan gerakan-gerakan fisik dalam aktifitas atletik atau olahraga. Komponennya terdiri dari kekuatan, kecepatan, daya tahan dan skill motorik neuromuskular yang spesifik terkait olahraga dari atlet (Williams 1989).

VO2 Max

Kebugaran dapat diukur melalui jumlah oksigen yang dikonsumsi saat berolahraga/latihan pada kapasitas maksimum. VO2 max adalah jumlah oksigen

dalam milliliter yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan (ml/kg /menit). Nilai VO2 max seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain, 1) kemampuan kimia dari sistem jaringan otot selular untuk menggunakan oksigen dalam mengurai bahan bakar dan 2) kemampuan gabungan sistem

(28)

jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot. Beberapa studi menyatakan bahwa nilai VO2 max seseorang dapat ditingkatkan dengan

melakukan aktifitas yang mampu meningkatkan denyut jantung secara maksimum hingga 65-85% selama 20 menit pada 3-4 kali seminggu. Nilai rata-rata VO2 max untuk atlet-atlet laki-laki adalah sekitar 3,5 liter/menit dan untuk

atlet-atlet wanita sekitar 2,7 liter/menit. (Mackanzie 2001).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Frachini et al. (2007), ditemukan bahwa rentang VO2 max atlet judo adalah 50-60 ml/kg/menit. Atlet judo dengan

nilai VO2 max yang tinggi memberikan keuntungan selama pertandingan

(combat) dengan maksimal durasi 5 menit karena usaha yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan atlet yang memiliki nilai VO2 max yang lebih rendah.

Multistage fitness test merupakan salah satu tes kebugaran bertingkat yang sering digunakan untuk mengetahui asupan maksimum oksigen atlet (VO2

max). Keuntungan menggunakan metode ini antara lain mudah dalam pengaturan dan digunakan, pengukuran terhadap sekelompok orang sekaligus pada waktu yang bersamaan sehingga dapat meminimalkan biaya, serta dapat dilakukan di dalam atau di luar ruangan. Kekurangan dari penggunaan metode ini adalah banyak faktor yang mempengaruhi hasil tes seperti jika tes dilakukan di luar ruangan maka faktor lingkungan akan mempengaruhi hasilnya. (Mackanzie 1999).

Flexibility (Kelentukan)

Flexibility / kelentukan menurut Kirkendall et al. (1980) adalah kemampuan tubuh atau bagian-bagian tubuh untuk melakukan berbagai gerakan dengan leluasa dan seimbang antara kelincahan dan respon keseimbangan. Secara umum, suhu badan dan usia sangat mempengaruhi luasnya gerakan bagian-bagian tubuh. Kelentukan gerak tubuh pada persendian tersebut, sangat dipengaruhi oleh : elastisitas otot, tendon dan ligamen di sekitar sendi serta kualitas sendi itu sendiri. Kelentukan dapat menjadi bagian dari kebugaran karena kelentukan dapat menunjukkan kekuatan sistem muskuloskeletal atau sistem gerak seseorang. Terkait dengan kesehatan, maka kelentukan merupakan salah satu parameter kesembuhan akibat cedera dan penyakit-penyakit terkait sistem muskuloskeletal.

Alat yang digunakan untuk tes kelentukan biasanya yaitu bangku atau balok dan mistar dengan ukuran 50 cm atau biasa juga yang disebut dengan flexometer. Satuan alat ini yaitu centimeter (Anonim 2009). Metode sit and reach

(29)

test adalah salah satu metode yang dilakukan untuk pengukuran kelentukan seseorang yang dilakukan dengan cara berdiri di atas balok kemudian membungkukkan badan sejauh mungkin dengan posisi kaki dan tangan lurus kebawah. Tangan mencapai balok akan dihitung dengan nilai (+) sedangkan tangan yang tidak bisa mencapai balok akan dihitung dengan nilai (-) dengan satuan centimeter (Anonim 2009).

Daya Tahan Otot

Salah satu unsur kesegaran jasmani yang sangat penting adalah daya tahan. Dengan daya tahan yang baik, performa atlet akan tetap optimal dari waktu ke waktu karena memiliki waktu menuju kelelahan yang cukup panjang. Hal ini berarti bahwa atlet mampu melakukan gerakan, yang dapat dikatakan, berkualitas tetap tinggi sejak awal hingga akhir pertandingan. Daya tahan otot adalah kemampuan otot rangka atau sekelompok otot untuk meneruskan kontraksi pada periode atau jangka waktu yang lama dan mampu pulih dengan cepat setelah lelah. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui metabolisme aerob maupun anaerob. Daya tahan diperlukan untuk bekerja dalam durasi yang panjang (Parahita 2009). Menurut Fatmah & Ruhayati (2011) tes yang dapat digunakan untuk mengukur daya tahan otot meliputi pull up, sit up, dan push up.

(30)

pelatihan dan pembinaan dalam jangka waktu tertentu yang terpusat di dalam suatu lingkungan tertentu dimana atlet dapat tinggal bersama dan melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan program pelatihan dicabang olahraga tertentu. Dalam penelitian ini pemusatan latihan nasional yang dilaksanakan pada cabang olahraga taekwondo.

Setiap atlet memerlukan zat gizi yang sesuai dengan yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan aktifitas pada saat latihan maupun bertanding. Atlet taekwondo diberikan asuhan gizi berupa pengaturan makanan yang baik dari penyelenggaraan makanan di pemusatan latihan nasional. Tujuan pengaturan makanan adalah untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi makro maupun mikro sehingga mampu menjaga stamina dan mempertahankan status gizi.

Stamina yang baik dapat dilihat dari kondisi kebugaran atlet. Pengukuran tingkat kebugaran seseorang dapat dilakukan dengan serangkaian tes yang secara spesifik mengukur komponen kebugaran jasmani. Komponen kebugaran kardiorespiratori dapat diukur menggunakan bleep test sedangkan komponen kebugaran muskuloskeletal meliputi kekuatan, ketahanan, dan kelentukan. Berbagai komponen muskuloskeletal ini dapat diukur melalui beberapa tes seperti sit up, squat jump, serta tes duduk raih. Kerangka berpikir hubungan konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran disajikan pada Gambar 1.

(31)

Keterangan :

= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan antara konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran

Tingkat Kebugaran

(VO2 Max, Flexibility dan Daya Tahan Otot)

Tingkat Kecukupan Zat Gizi Aktifitas Fisik

Status Gizi

Prestasi Atlet Taekwondo Pengaturan Makanan

Penyelenggaraan Makanan Pelatnas

Konsumsi Pangan Kebiasaan Makan

(32)

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di Cipayung, Bogor. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive karena pemusatan latihan nasional merupakan wadah untuk pembinaan dan pelatihan atlet taekwondo nasional yang akan mengikuti beberapa event internasional untuk mewakili negara Indonesia. Atlet nasional tersebut mendapatkan beberapa fasilitas seperti penginapan sehingga juga terdapat penyelenggaraan makanan pada pemusatan latihan di Cipayung, Bogor.

Cara Pengambilan Contoh

Contoh pada penelitian ini adalah anggota populasi (atlet remaja taekwondo nasional) sebanyak 25 orang. Cara pengambilan dilakukan secara purposive sampling yang termasuk kedalam kriteria inklusi : usia 10-18 tahun, dimana usia tersebut merupakan rentang usia untuk remaja (almatsier et al. 2011), sedang mendapatkan pelatihan dan pembinaan di pemusatan latihan nasional, dapat diajak berinteraksi, dan bersedia berpartisipasi. Adapun kriteria eksklusi antara lain : tidak berada di pelatnas ketika pengambilan data, dan tidak mengikuti rangkaian tes fisik yang dilaksanakan oleh pelatnas. Berdasarkan kriteria tersebut keseluruhan atlet dapat dijadikan sebagai contoh yaitu sebanyak 25 atlet, namun selama berlangsungnya pengambilan data penelitian terdapat 2 orang yang drop out karena tidak mengikuti tes fisik dan sedang mengikuti kegiatan akademik di sekolah asal.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan contoh dan penyebaran kuesioner. Data primer yang dikumpulkan antara lain : data karakteristik contoh meliputi usia, jenis kelamin dan asal daerah dilakukan dengan menggunakan kuesioner, data antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan yang dikumpulkan dengan mengukur secara langsung berat badan contoh menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg sedangkan tinggi badan contoh dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm, dan data konsumsi pangan dengan metode food recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut (sabtu, minggu, dan senin).

(33)

Data sekunder diperoleh dari data administrasi pemusatan latihan nasional Cipayung, Bogor yang meliputi :data keadaan umum dan fasilitas pemusatan latihan nasional taekwondo, data jumlah dan susunan keorganisasian di pemusatan latihan nasional taekwondo, dan data kebugaran (VO2 max,

flexibility, dan daya tahan otot), data VO2 max diperoleh dari multistage fitness

test atau bleep test, data flexibility diperoleh dari sit and reach test, dan data daya tahan otot diperoleh dari tes sit up dan squat jump dapat dilihat pada Lampiran 2.

Berikut adalah jenis data, variabel, kategori penelitian dan cara pengumpukan data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kategori pengukuran data

Jenis data Variabel Kategori pengukuran Cara pengumpulan

data Karakteristik

contoh

Usia 10-18 tahun Pengisian Kuesioner

Jenis kelamin 1.Laki-Laki

2.Perempuan

Asal daerah Beberapa daerah di Indonesia

Antropometri IMT/U IMT/U dengan kategori (WHO 2007):

1. Sangat kurus (Z skor < -3 sd) 2. Kurus (Z skor - 3 sd sampai dengan

< -2 sd)

3. Normal (Z skor ≥ - 2 sd sampai dengan ≤ + 1 sd)

4. Gemuk (Z skor ≥ + 1 sd sampai

dengan + 2 sd) 5. Obese (Z skor > + 2 sd) IMT/U dihitung dengan menggunakan WHO anthroplus 2007 Konsumsi pangan Konsumsi pangan

Tingkat konsumsi energi dan protein (Gibson 2005) :

1. Defisit tingkat berat (<70%) 2. Defisit tingkat sedang (70-79%) 3. Defisit tingkat ringan (80-89%) 4. Normal (90-119%) 5. Kelebihan (≥120%) Pengisian Kuesioner dan Wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan metode recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut Tingkat konsumsi vitamin dan mineral

(Gibson 2005) :

1. Kurang (<77%AKG)

(34)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode-kode tertentu sebagai panduan dalam mengentri dan pengolahan data. Kemudian data dientri ke tabel yang sudah ada. Setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan uji beda Independent t-test. Analisis / uji statistik yang digunakan pada penelitian ini antara lain : hubungan antara usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, tingkat kecukupan energi dan zat gizi dengan tingkat kebugaran (VO2

max, flexibility, dan daya tahan otot) diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson. Hubungan antara status gizi, tingkat kecukupan zat gizi, dan tingkat kebugaran (VO2 max, flexibility, dan daya tahan otot) pada jenis kelamin yang

berbeda dianalisis dengan uji beda Independent t-test.

Data karakteristik contoh diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan menggunakan pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik contoh terdiri dari karakteristik individu (jenis kelamin, usia, daerah asal), konsumsi pangan baik secara kualitatif (kebiasaan makan) maupun kuantitatif. Data berat badan diperoleh dengan melakukan penimbangan langsung dengan menggunakan timbangan injak. Data tinggi badan diperoleh dengan mengukur tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtouise. Data karakteristik contoh pada akhirnya akan memberikan gambaran mengenai contoh. Data status gizi ditentukan berdasarkan data yang diperoleh yaitu usia contoh, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) dengan menggunakan software WHO anthroplus 2007. Software ini dapat digunakan pada usia 5-19 tahun.

Data konsumsi pangan yang diperoleh kemudian dikonversikan untuk menentukan zat gizi contoh yatu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi. Jumlah makanan dalam bentuk gram/URT kemudian dikonversi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan. Kemudian dilakukan perhitungan tingkat kecukupan gizi untuk energi dan zat gizi dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994).

(35)

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan:

KGij = Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j Bj = Berat makanan –j yang dikonsumsi

Gij = Kandungan zat gizi –i dalam 100 gram BDD bahan makanan –j

BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan –j Untuk menentukan kecukupan energi contoh digunakan formula WKNPG tahun 2004 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu. Proses Estimasi AKE Remaja

AKE = (88,5 – 61,9U) + 26,7B (Akf) + 903TB + 25 Keterangan:

AKE = Angka kecukupan energi (kkal) U = Usia (tahun)

B = Berat badan (kg)

Akf = Angka Aktifitas Fisik (disesuaikan pada masing-masing individu)

TB = Tinggi badan (m)

Untuk vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGI. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus.

TKG = (K/AKGI) x 100 Keterangan :

TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Konsumsi zat gizi

AKGI = Angka kecukupan zat gizi contoh

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa dinyatakan dalam persen. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi disajikan pada tabel 3.

(36)

Tabel 3 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi Energi dan Zat Gizi Klasifikasi Tingkat Kecukupan

Energi dan protein a. Defisit tingkat berat (< 70% angka kebutuhan) b. Defisit tingkat sedang (70 – 79% angka kebutuhan) c. Defisit tingkat ringan (80 – 89% angka kebutuhan) d. Normal (90 – 119% angka kebutuhan)

e. Di atas angka kebutuhan (≥ 120% angka kebutuhan) Vitamin dan mineral a. Kurang (< 77% angka kebutuhan)

b. Cukup (≥ 77% angka kebutuhan) Sumber : Gibson (2005)

Data aktifitas fisik didapatkan dengan metode recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut dengan mengisi kuesioner aktifitas fisik Menurut FAO/WHO/UNU (2001) besarnya aktifitas fisik yang dilakukan seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical activity level) atau tingkat aktifitas fisik. PAL ditentukan dengan rumus berikut:

PAL = ∑ (PAR x Alokasi Waktu Tiap Aktifitas) 24 Jam

Keterangan :

PAL = Physical activity level (tingkat aktifitas fisik)

PAR = Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk jenis aktifitas per satuan waktu tertentu)

Jenis aktifitas yang dapat dilakukan dikategorikan menjadi 18 jenis kategori berdasarkan PAR seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 Kategori aktifitas berdasarkan nilai PAR

Kategori Keterangan PAR

PAL1 Tidur (tidur siang dan malam) 1

PAL2 Tidur-tiduran (tidak tidur), duduk diam, dan membaca 1,2

PAL3 Duduk sambil menonton TV 1,72

PAL4 Berdiri diam, beribadah, menunggu (berdiri), berhias 1,5

PAL5 Makan dan minum 1,6

PAL6 Jalan santai 2,5

PAL7 Berbelanja (membawa beban) 5

PAL8 Mengendarai kendaraan 2,4

PAL9 Menjaga anak 2,5

PAL10 Melakukan pekerjaan rumah (bersih-bersih) 2,75

PAL11 Setrika pakaian (duduk) 1,7

PAL12 Kegiatan berkebun 2,7

PAL13 Office worker (duduk di depan meja, menulis, dan mengetik) 1,3 PAL14 Office worker (berjalan-jalan mondar-mandir membawa arsip) 1,6

PAL15 Olahraga (badminton) 4,85

PAL16 Olahraga (jogging, lari jarak jauh) 6,5

PAL17 Olahraga (bersepeda) 3,6

PAL18 Olahraga (aerobic, berenang, sepak bola, dan lain-lain) 7,5 Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

(37)

Selanjutnya PAL akan dikategorikan menjadi tiga kategori menurut FAO/WHO/UNU (2001), seperti yang disajikan dalam tabel 5.

Tabel 5 Kategori tingkat aktifitas fisik berdasarkan nilai PAL

Kategori Nilai PAL

Aktifitas Sangat Ringan < 1,40

Aktifitas Ringan 1,40- 1,69

Aktifitas Sedang 1,70-1,99

Aktifitas Berat 2,00-2,40

Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)

Definisi Operasional

Atlet taekwondo nasional adalah atlet yang menjalani rangkaian tes dari pemusatan latihan nasional seperti fisik, teknik, kecepatan, dan kesehatan di Pusdikkes Kodiklat TNI AD dan Laboratorium Universitas Negeri Jakarta.

Contoh adalah atlet nasional taekwondo yang berada di pemusatan latihan nasional.

Daya tahan otot adalah kemampuan atlet dalam menghasilkan kekuatan dan kemampuan untuk melakukan dan mempertahankan suatu gerakan selama mungkin yang diukur dengan tes sit up dan squat jump.

Flexibility adalah kemampuan atlet untuk menekuk, meregang dan memutar tubuhnya yang diukur dengan sit and reach test.

Kebugaran atlet adalah kemampuan atlet untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental dan masih mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk digunakan pada waktu senggang dan untuk keperluan mendadak yang diukur melalui VO2

max, flexibility, dan daya tahan otot

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi oleh atlet, data diperoleh dengan recall 1 x 24 jam selama 3 hari berturut-turut, yaitu recall dilakukan pada hari sabtu, minggu dan senin.

Status gizi atlet adalah keadaan kesehatan tubuh atlet yang ditentukan melalui Indek Massa Tubuh menurut umur (IMT/U) dan dikelompokkan menjadi 5 kategori: Sangat Kurus = < -3 sd, Kurus = -3 sd sampai dengan < -2 sd, Normal = ≥ -2 sd sampai dengan +1 sd, Gemuk = ≥ +1 sd sampai dengan +2 sd, Obese = Z-score ≥ +2 sd (WHO 2007).

Tingkat kecukupan zat gizi adalah perbandingan konsumsi dari rata-rata zat gizi makro maupun zat gizi mikro terhadap angka kecukupan yang dianjurkan menurut umur berdasarkan WKNPG (2004) dan dinyatakan dalam persentase.

(38)

VO2 max adalah volume maksimum oksigen yang dapat digunakan per menit satuan yang digunakan adalah ml/kg/menit.

(39)

Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) Garuda Emas 2012 adalah kegiatan pelaksanaan program pelatihan dalam jangka waktu tertentu yang terpusat di dalam suatu lingkungan tertentu dimana atlet dapat tinggal bersama dan melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan program pelatihan dicabang olahraga taekwondo. Pelatnas memiliki ciri-ciri khusus antara lain : pada umumnya berlangsung lebih lama (lebih dari 1 bulan sampai beberapa tahun), konsumen yang dilayani lebih homogen, satu atau beberapa cabang olahraga saja serta adanya periodisasi latihan selama masa penyelenggaraan makanan (Depkes 1993). Ciri-ciri tersebut menyebabkan adanya peraturan-peraturan gizi khusus yang perlu dilaksanakan oleh tim medis yang bertanggung jawab dalam pemusatan latihan nasional.

Pemilihan atlet juga didasarkan atas hasil pengamatan dan seleksi yang dilakukan Komisi Kepelatihan PBTI terhadap atlet-atlet di berbagai daerah yang dinilai punya potensi. Para atlet juga menjalani rangkaian tes seperti tes fisik, teknik, kecepatan, serta tes kesehatan di Pusdikkes Kodiklat TNI AD dan Laboratorium Universitas Negeri Jakarta. Atlet yang terpilih akan mendapatkan pelatihan dan pembinaan dari pelatnas selama 6 bulan yaitu sejak bulan Januari 2012 hingga bulan Juni 2012. Dalam waktu tersebut para atlet diproyeksikan untuk mengikuti 6 kejuaraan. Di antaranya Kejuaraan Dunia Yunior di Mesir pada 4-8 April, Kejuaraan Asia Yunior di Vietnam pada 25-27 April, Kejuaraan Asia di Vietnam pada 28-30 April, Kejuaraan Asia Poomsae di Vietnam pada 1-2 Mei, Kejuaraan Yunior Poomsae di Vietnam pada 3-4 Mei, dan Kejuaraan Dunia Universitas di Korea Selatan pada 25-30 Mei. Bagi atlet yang terpilih dan masih sekolah di tingkat SMP dan SMU tetap mendapatkan bimbingan pelajaran setiap hari selama 2 jam yang orientasinya sudah distandarkan dengan sekolah umum.

Penyediaan makanan bagi atlet pada pelatnas Garuda Emas 2012 dilakukan oleh Hotel Mars 91 yang berada di Cipayung, Bogor. Dalam hal ini, pelayanan konsumsi menjadi bagian dari pelayanan akomodasi. Menu yang disajikan telah diatur oleh tim medis Pelatnas Garuda Emas 2012 yaitu dengan menggunakan siklus menu 10 hari. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kebosanan atlet terhadap makanan yang disajikan. Sebagian besar waktu para atlet dihabiskan di pelatnas sehingga kegiatan makan baik makan pagi, siang, dan malam dilakukan di pelatnas. Oleh sebab itu, pihak penyelenggara harus

(40)

benar-benar memperhatikan susunan menu, kebersihan dan penampilannya agar para atlet tertarik untuk mengonsumsi hidangan. Asmuni (1979) dalam Karfarina (2002) mengungkapkan penyelenggaraan makan atlet hendaknya memperhatikan hal-hal seperti hal berikut : (1) memenuhi syarat-syarat gizi, (2) tampak menarik, (3) bervariasi agar tidak membosankan, (4) menurut cita rasa / selera konsumen, (5) terdiri dari bahan-bahan makanan yang biasa digunakan dan terdapat di pasaran setempat, (7) sesuai dengan agama / kepercayaan konsumen, (8) memberikan rasa puas, (9) jumlah makanan sesuai dengan daya tampung lambung. Pendistribusian makanan di Pelatnas Taekwondo Cipayung menggunakan sistem prasmanan dimana para atlet dapat mengambil sendiri makanan yan telah tersedia di ruang makan sesuai dengan selera masing-masing. Kelemahan dengan sistem ini adalah tidak tercukupinya kebutuhan energi dan zat gizi atlet serta tidak meratanya konsumsi energi dan zat gizi atlet karena atlet memilih makanan tidak berdasarkan kebutuhan tetapi kesukaan terhadap makanan tertentu sehingga pada suatu saat atlet dapat mengonsumsi makanan yang tinggi zat gizi tertentu namun rendah zat gizi lainnya.

Struktur Pelatnas dibawah tanggung jawab Ketua Umum PBTI (Pengurus Besar Taekwondo Indonesia). Pelatnas Garuda Emas 2012 terdiri dari dewan penasehat, komandan pelatnas, sekretaris/bendahara, koordinator pelatih, koordinator kesehatan, serta koordinator logistik dan perlengkapan. Komponen pelatnas ini memiliki saling keterkaitan dan kerja sama satu dengan yang lainnya. Struktur Organisasi Pelatnas dapat dilihat pada Lampiran 1.

Karakteristik Contoh

Karakterisitik merupakan suatu gambaran mengenai contoh meliputi sifat maupun ciri-ciri baik secara fisik maupun sosial. Karakterisitik ini dibutuhkan untuk mengetahui lebih jelas mengenai gambaran contoh dalam penelitian. Karakteristik yang diteliti meliputi jenis kelamin, daerah asal, usia, berat badan, tinggi badan.

Jenis Kelamin

Contoh adalah atlet taekwondo remaja nasional secara keseluruhan (baik laki-laki maupun perempuan) yang mengikuti pembinaan dan pelatihan khusus di Cipayung, Bogor. Contoh yang dijadikan sebagai subjek dalam penelitian ini adalah 25 orang yang diperoleh berdasarkan kriteria inklusi dari populasi sebanyak 42 atlet taekwondo nasional, sehingga semua populasi digunakan sebagai contoh dalam penelitian dengan metode purposive sampling. Akan

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan antara konsumsi pangan dan  status gizi dengan tingkat kebugaran
Tabel 2 Kategori pengukuran data
Tabel 3 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi  Energi dan Zat Gizi  Klasifikasi Tingkat Kecukupan
Tabel 5 Kategori tingkat aktifitas fisik berdasarkan nilai PAL
+7

Referensi

Dokumen terkait

Formasi Wapulaka yang terdapat di Pulau Buton terbentuk oleh proses struktur geologi yang kompleks, terdiri dari Batugamping berumur Kuarter berbentuk platform

Pada pulau-pulau dengan kualitas terumbu karang sangat baik ataupun cukup baik bentuk pengelolaan wisata terumbu karang tidak terlalu banyak namun pada pulau-pulau dengan

Mengingat pajak daerah merupakan salah satu dari dari sumber pendapatan asli daerah yang dapat memberikan sumbangan yang cukup besar, namun setelah dikeluarkannya

[r]

Diskusi kelas adalah sebuah rangkaian kegiatan pembelajaran kelompok di mana setiap kelompok mendapat tanggung jawab untuk mendiskusikan sesuai dengan tema/masalah/judul

Saya ingin menghormati orang yang lebih lama disini sih, dan menurut saya, saya merasa lebih bijak kalau saya menyampaikan kepada Pak Agus maupun Roy dulu

Board dengan ketebalan___ mm yang terdiri dari inti insulasi termoset yang kuat bebas CFC/HCFC dan memiliki nilai Potensi Perusak Lapisan Ozon (ODP) nol dengan komposit foil pada

Berdasarkan Contoh 2.6 diperoleh sifat umum terkait elemen pembagi nol dan elemen unit pada ring faktor kelas interval natural dengan adalah bilangan komposit..