• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN USAHA TERNAK DOMBA MELALUI PENINGKATAN SKALA PEMELIHARAAN INDUK DI DAERAH LAHAN KERING : Analisis Ekonomik Usahaternak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN USAHA TERNAK DOMBA MELALUI PENINGKATAN SKALA PEMELIHARAAN INDUK DI DAERAH LAHAN KERING : Analisis Ekonomik Usahaternak"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Kata kunci : Model usahaternak, pendapatan

SeminarNasional Peternakon don Veteriner 1997

PENGEMBANGAN USAHA TERNAK DOMBA MELALUI

PENINGKATAN SKALA PEMELIHARAAN INDUK DI DAERAH LAHAN

KERING : Analisis Ekonomik Usahaternak

DwiPRIYANToclanB. SUDARYANTO

Balai Penelitian Ternak. P.O. Box 221, Bogor 16001

RINGKASAN

Usahaternak domba di pedesaan umumnya berperan sebagai alternatif tumpuan pendapatan petani dalam waktu mendesak disamping usaha pokok pertanian . Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani di lahan kering introduksi usahaternak domba dilakukan melalui pengembangan peningkatan skala usaha pemeliharaan induk. Model usaha didapatkan melalui peternak kooperator yang dibentuk berdasarkan pemeliharaan 3 ekor induk (model A), 6 ekor induk (model B) clan 9 ekor induk (model C). di Desa Kebondaleni. Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang yang merupakan daerah lahan kering. Hasil pendamatan menunjukkan bahwa semakin tinggi skala pemeliharaan induk (survey pendahuluan) ada kecenderungan motivasi usaha ke arah produksi bibit (komersial). Akan tetapi peternak cenderung membatasi skala pemeliharaan ternaknya kerena keterbatasan sumber daya (penyediaan pakan ternak). Hal tersebut ditunjukkan populasi ternak/peternak cenderung belum mencapai target yakni hanya mencapai 6,16; 9,00 clan 11,60 ekor/peternak masing-masing pada model A, B clan C setelah setahun introduksi . Walaupun pendapatan tunai peternak semakin meningkat dengan meningkatnya model yang diintroduksikan akan tetapi apabila komponen tenaga kerja diperhitungkan ketiga model tersebut belum menguntungkan, clan efisiensi modal yang ditanamkan semakin rendah. Hal tersebut karena relatif tingginya alokasi tenaga kerja dalam pengelolaan ternak (mengambil rumput). Akan tetapi sebaiknya dengan semakin tinggi model usahaternak. (perhitungan margin kotor) proporsi sumbangan terhadap total pendapatan meningkat pula yakni sebesar DRY.- ' .19 clan 29,45%

masing-masing pada model A, B clan C. -~_

PENDAHULUAN

Usahaternak di pedesaan umumnya diusahakan secara tradisional yang ditunjukkan adanya skala pemilikan ternak yang relatif kecil . Akan tetapi usahaternak tersebut merupakan sumber pendapatan penting bagi peternak kecil yang kontribusinya ditentukan oleh jumlah ternak yang dipelihara peternak (WAHYtJNi, 1989) . Hal tersebut karena usahaternak di pedesaan umumnya

tidak dapat terlepas dari kesesuaian sistern usahatani. SLJKARTAw] clan SOEHARDJO (1986),

menyatakan bahwa kenyataan menunjukkan umumnya usahaternak di Indonesia dilakukan oleh petani kecil yang merupakan bagian dari usahatani dengan ciri kecilnya skala pemilikan clan penguasaan sumberdaya, serta rendalinya pula pendapatan yang diterima . Tingkat kontribusi sumbangan usahaternak dalam pendapatan rumah tangga selain tergantung pada besar kecilnya usahaternak juga kondisi wilayah dimana usahaternak tersebut dikelola, LEVTNE et al. (1988)

(2)

Gambaran umum wilayah pengamatan

806

Seminar Nasional Peternakan dan lieteriner 1997

dalam sistem usahatani adalah rendah (sekitar 10%), sedangkan semakin kurang, subur lahan semakin besar. pula kontribusinya sampai mencapai 47%. Pada kondisi agro-ekosistem lahan kering tingkat produktivitas sister usahatani masih dikatakan rendah. Hal tersebut karena usahatani yang diterapkan berupa usahatani lahan tadah hujan, peka terhadap erosi, adopsi teknologi,rendah, ketersediaan modal kecil serta kondisi infrastruktur yang kurang menunjang. Maka dari itu usaha perbaikan sistem perlu dilakukan yang skaah satunya adalah upaya integrasi tanaman dan ternak yang dapat dikembangkan dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan petam.(KEPAS, 1986). Mengingat kondisi ternak domba yang sudah menyatu di pedesaan karena

daya dukung yang menunjang, penelitian pengembangan usahaternak melalui peningkatan skala pemeliharaan induk pada kondisi agro-ekosistem lahan kering dikaji untuk mengetahui sejauh mana introduksi tersebut dapat meningkatkan pendapatan petani, sekaligus upaya perbaikan sister khususnya mempertahankan kesuburan lahan melalui konservasi tanah dan air.

MATERI DAN METODE

Penelitian pengembangan ternak domba di daerah lahan kering dilakukan di Desa Kebondalem, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang (Jawa Tengah). Penelitian ini merupakan penelitian lapang di lahan petani (onfarm research) tahun kedua dimana peternak dikelompokkan sesuai dengan model yang diuji cobakan dengan pembentukan model pemeliharaan induk pada peternak kooperator seperti terera pada Tabel 1 .

Tabel 1. Peternak kooperator berdasarkan skala pemeliharaan induk di Desa Kebondalem

Data biologis temak diperoleh secara monitoring bulanan, sedangkan parameter ekonomik usahatani dicatat berdasarkan input/output usaha yang dilakukan oleh petemak kooperator selama penelitian berlangsung. Kriteria pembagian model usahaternak tersebut berdasarkan asumsi bahwa model skala pemilikan induk 3 ekor adalah model usaba tradisional (umumnya dilakukan di pedesaan), sedangkan model usaha 6 ekor dan 9 ekor induk dianggap sebagai model pengembangan teknologi melalui upaya peningkatan pemeliharaan induk. Dari hasil pengumpulan data parameter ekonomik usahaternak selama setahun dilakukan kajian ekonomik usahaternak meliputi TCB (Total Cash Benefit), RTC (Return to Capital), TNB (Total Net Benefit), serta analisis margin kotor untuk membandingkan kontribusi di masing-masing kegiatan usaba dalam menunjang pendapatan peternak.

HASIL BAN PEMBAHASAN

Desa Kebondalem terletak di wilayah dengan ketinggian 650 m dari permukaan laut, dengan curah hujan 2 .000 - 3.000 mm/th, Topografi wilayah menipakan wilayah dataran tinggi dengan

Model usaha Skala pemeliharaan Jumlah kooperator

Model A 3 ekor induk 12

Model B 6 ekor induk 9

Model C 9 ekor induk 5

(3)

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1997

rataan suhu udara 35 derajat C. Luas Desa Kebondalem adalah 555 ha, dengan jumlah penduduk 3.096 jiwa yang terdiri dari 511 KK (kepala keluarga) . Ditinjau dari pemanfaatan lahan (label 2) menunjukkan bahwa Desa Kebondalem didominan oleh lahan keying, dimana sebagian besar wilayah merupakan lahan tegalan, pemukiman, perkebunan negara, sedangkan sebagian kecil (6,33 %) wilayah merupakan lahan sawah yang merupakan sawah irigasi sederhana adan tadah hujan.

Komoditas tanaman yang dibudidayakan penduduk sebagian bestir adalah 4anaman perkebunan (kopi, coklat, cengkeh clan kelapa) disamping tanaman palawija yakni jagung, singkong dan sayuran (tomat, buncis dan lainnya). Tumpuan penduduk dalam :inenunjang pengamatan rumah tangga yang menonjol adalah ;hasil kopi -clan coklat. Potensi ,hijauan pakan ternak didapatkan dari lahan perkebunan petani, baik dari lahan pskamagan tnaupun lahan tegalan, sedangkan.pada saat-saat sulit hijauan, peternak mencari hijauan dari lahan perkebunan negara.

Tabel 2. Penggunaan lahan Desa Kebondalem, Kecamatan lambu, Kabupaten Semarang

Sumber : PoTENSIDESA KEBoNDALEM (1995)

Karakteristik peternak kooperator

Karakteristik peternak dapat digunakan sebagai ukur untuk mempertimbangkan apakah model usaha tersebut khususnya tingkat adopsi teknologi yang diintroduksikan dapat dijadikan alternatif program pengembangan atau tidak sesuai dengan kondisi wilayah. Tingkat pendidikan peternak kooperator relatif seragam dan dikatakan rendah yakni mencapai rataan 5,6 tahun (label 3) atau setara dengan pendidikan Sekolah Dasar kelas VI. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat penyerapan teknologi yang diintroduksikan dapat dikatakan sulit, sesuai dengan pendapat

ROGERS (1983) yang menyatakan bahwa pendidikan berpengarnh terhadap adopsi teknologi,

dimana pada tiutgkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih memudahkan seseorang pengadopsi inovasi, memaliami sifat dan fimgsi inovasi .

Dari motivasi usahaternak domba terlihat sebagian besar peternak (53,8%) umumnya memelihara hanya sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk mendapatkan uang tunai . Makin meningkat skala pemeliharaan induk pada masing-masing model (pada saat pengamatan awal) terlihat bahwa motivasi usaha semakin besar mengarah pada usaha perbibitan

Pemanfaatan lahan Luas (ha) _ Persentase

Pekarangan 70,89 12,77 Tegalan 384,00 69,19 Perkebunan negara 25,00 4,50 Perkebunan rakvat 40,00 7,21 Sawah : Irigasi 25,00 4,50 Tadah hujan 10,11 1,83 Total 555,00 100,00

(4)

Pekerjaan pokok peternak kooperator terlihat bahwa semakin meningkatnya skala pemeliharaan induk ada kecenderungan bahwa pekerjaan pokok peternak adalah sebagai petani penggarap masing-masing sebesar 58,5; 88,8 clan 100 persen pada Model A, B clan C. Hal tersebut ada indikasi keterkaitan antara usaliaternak di pedesaan dengan usaha pertanian, yang berarti pula bahwa usaha ternak merupakan usaha komplementer usaha pertanian. Pekerjaan sambilan peternak tampak bahwa semakin meningkatnya usahatemak semakin kecil pula kemungkinan untuk melakukan aktivitas pekerjaan sampingan yang ditunjukkan makin besarnya proporsi peternak yang tidak memiliki pekerjaan sambilan yakni sebesar 16,7; 22,2 clan 60 persen

masing-masing pada petemak model A, B, clan C.

Tabel 3. Karakteristik peternak kooperator dibedakan atas model pengembangan ternak di Desa Kebondalem

Kondisi perkembangan ternak kooperator

Dalam pengamatan pendahuluan sebelum peternak kooperator ditentukan sebagai model paket teknologi usahatemak, dilakukan survey pendahuluan dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya yang dimiliki peternak calon kooperator serta kesanggupan dalam memelihara ternak domba sesuai dengan model yang akan diintroduksikan (berdasarkan skala pemeliharaan induk). Kemudian pads awal penelitian setelah peternak ditetapkan, dilakukan penambahan ternak induk terhadap peternak kooperator sesuai dengan model yang disepakati peternak (model A, B clan C). Kemudian pada setahun pengamatan melalui monitoring yang ditunjang wawancara berstruktur dilakukan evaluasi tenting perkembangan ternak yang dipelihara peternak seperti tertera pada (label 4). Terlihat bahwa rataan pemilikan induk/peternak bukannya mengalami peningkatan, akan tetapi bahkan mengalami penurunan yang tercatat sebesar 2,8; 4,8 clan 6,6 ekor induk masing-masing pada peternak model A, B clan C, yang pada awalnya diplotkan 3, 6 clan 9 ekor induk/peternak.

808

SeminarNasional Peiernakan don Veleriner 1997

Peubali

Model AModel pengembanganModel B Model C Pataan

Pendidikan (th) 5,0 6,2 5,2 5,6

Tujuan pemeliharaan ('YO)

-Tabungan 66 .5 44 .4 40.0 43,8 - Produksi anak 16,4 22 .3 t1_0 19,2 - Bibit 16,7 33,3 60,0 27,0 Pekerjaan pokok - Petani peggarap 58,3 88,8 100,0 73,3 - Buruh tani 8,3 0,0 0,0 3,8

- Buruh non pertatuan 8,3 11,1 0,0 7,6

-Pedagang 8,3 0,0 0,0 3,8

- PNS/pensiunan 16,7 11 ;1 0,0 11,5

Pekerjaan sambilan (%)

- Petani penggarap 25,0 11,2 0,0 15,5

- Buruh tani 33,3 33,3 20,0 30,8

- Buruh non pertanian 25,0 33,3 20,0 26,9

(5)

Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997

Hal tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi model usaha yang ditargetkan semakin tinggi pula tingkat penurunan induk yang dipelihara peternak kooperator. Dari total pemilikan ternak yang dipelihara peternak tampak pula bahwa hipotesis awal dengan perlakuan peningkatan pemeliharaan induk tampak belum mencapai sasaran (tidak meningkat). Dengan berpatokan atas Laju Reproduksi Induk (LRI) yakni jumlah anak yang hidup sampai dengan sapih (3 bulan/induk/tahun), yang menggambarkan kemampuan induk merawat anaknya sampai sapih (GATENBY, 1986) sebesar 1,94 pada ternak Domba Ekor Gemuk (DEG) yang dilaporkan (SUBANDRIYoet al., 1994), jumlah ternak yang harus ada dipandang peternak kapasitas minimal adalah sebesar 5,8; 11,6 dan 17,5 ekor masing-masing pada peternak model A; B dan C terlepas dari ternak lainnya yang dimiliki peternak sebelum penelitian berlangsung. Dengan membandingkan target model yang diharapkan dan kenyataan yang ada dipeternak menunjukkan bahwa cenderung, ada batasan maksimal kemampuan peternak untuk memelihara ternak. Terlihat dengan makin tingginya skala induk yang diintroduksikan semakin menurun tajam tingkat perbedaan jumlah ternak yang dipelihara peternak kooperator dengan target model yang

diharapkan tanpa ada dukungan input lainnya.

Analisis ekonomik usahaternak

Dari analisis ekonomik (analisis input output) usahaternak selama setaliun pengumatan menunjukkan bahwa Total cash benefit (keuntungan tunai) menujukkan bahwa model C adalah tertinggi yang kemudian disusul model B dan A masing-masing sebesar Rp. 125.275,-; Rp.134.480,- dan Rp. 85 .488,- (label 5). Lebih tingginya keuntungan pada model C sebagai akibat lebih tingginya penerimaan yang dihasilkan dan tidak terlepas tingkat produktivitas ternak kaitannya dengan Laju Reproduksi Induk (LRI) . Dengan berpatokan laju reproduksi induk, maka secara langsung semakin banyak induk yang dipelihara maka meningkat pula jumlah anak yang dihasilkan/peternak. Hal demikian peternak akan lebih berpeluang meningkatkan nilai penambahan ternak sekaligus kemungkinan dalam menjual ternak yang diusahakan.

Berdasarkan efisiensi usahaternak tampak usahaternak dengan model A dipandang lebih efisien yang ditunjukkan adanya RTC (Return to Capital) tertinggi (3,25) karena modal yang dikeluarkan cenderung kecil untuk pakan konsentrat. Perhitungan Total Net Benefit (TNB) yang memasukkan semua komponen variabel (input/output usaha) terlihat bahwa usahaternak disemua model tersebut tidak menguntungkan. Tampak bahwa dengan memasukkan input tenaga kerja yang dialokasikan dalam usahaternak terlihat sangat tinggi walau tenaga kerja tersebut dihargai Tabel 4. Rataan penguasaan ternak oleh peternak kooperator pada evaluasi setaliun terakhir

penelitian di Status fisiologis

Desa Kebondalem

Model A Model B Model C

Dewasa : jantan 0,24(2) 1,8(4) 0,2(l) betina 2,83 (18) 4,6(17) 2,0(5) Muda : jantan 0,95(7) 0,3 (13) 0,6(2) betina 0,66(6) 1,9(4) 1,0(4) Anak 1,48 (12) 1,8(9) 3,2(8) Total induk/peternak 2,83 4,60 6,60 Total pemilikan/pet 6,16 9,50 11,60

(6)

Rp. 1 .000,-/HOK yang dinilai sepertiga dari upah buruh tani di lokasi biaya tersebut .masih dinilai tinggi . Curahan tenaga keda yang dialokasikan pada usahaternak tertinggi pada aktivitas pencarian hijauan pakan (mengarit) dan disusul .pcmberian,pakan serta membersihkan kandang yang secara rutin, yang secara totalnya mencapai 154,51; 233,72

dan

231,59 HOK/th (label 6), masing-masing pada petemak model A, B dan C. Apabila di klasifitasikan perinduk, tenaga keda pada model C adalah yang paling efisien, , terlihat bahwa semakin meningkatnya tinggi skala pemeliharaan induk semakin kecil alokasi waktu yang dicurahkan yakni -sebesar 54,59 , 50,81 dan 35,09 HOK/induk/th.

Tabel 5. Analisis input-output usahaternak domba berdasarkan-model pemeliharaan induk (Rp/th)

Ket : ' Tunai diterima/dikeluarkan petemak Non tunai diterima/dikeluarkan petemak

Nilai pupuk kandang : Diperhitungkan jumlah dihasilkanfhun dengan konversi harp Rp. 15,-/kg .

Tenaga kerja: Diperhitungkan berdasarkanHOK(hari orang kerja/5 jam kerja efektif) dengan korbanan Rp. 1.000;/HOK

Walaupun perhitungan TNB tampak merugi yakni sebesar Rp. 52.159,-; Rp. 73.234,- dan Rp.47.560,-/th masing-masing pada model A, B dan C, petemak masih merasa diuntungkan karena curahan tenaga keda yang dialokasikan dalam usahatemak adalah tenaga keda dalam keluarga yang setelah dimanfaatkan uniuk usaha pertanian (sisa (enaga keda pertanian). SABRANI

et a/ . (1980) menyatakan bahwa nalai-nilai usahaternak domba dan kambing di Indonesia masih

merupakan penunjang (diversivikasi suplementer) atau pelengkap `(diversivikasi komplementer) usaha pertanian, namun usaha tersebut membelikan sumbangan yang besar artinya bagi pendapatan petani dipedesaan(SABRANIdanKNIPCHERS, 1982).

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1997

Peubah Model A Model B Model C

Biaya tetap

- Kandang** 122.000 130.000 140.000

- Penyusutan* 17.428 18.642 20.085

Biaya tidak tetap

Konsentrat* 20.625 47.688 66.240 Tenaga keda** 154.510 233.720 231 .590 Total 175.135 281.408 297.830 Penerimaan - Jual temak* 117 .083 167.500 174 .600 - Penambahan temak* 6.458 33 .310 64 .000 - Pupuk kandang** 16 .863 26 .006 31 .755 Total 140.404 266.816 270.355

TCB(total cash benefit) 85 .488 134 .408 152.275

RTC (return to capital) 3,25 3,03 2,76

(7)

Tabel 6. Alokasi dan curahan tenaga kerja usahaternak pada petenak kooperator (jam/th)

SeminarNasionat Peternakan dan Veteriner 1997

Ket : ' Kegiatan rutin

*s Kegiatan tidak rutin (tempos)

HOK: Hari prang kerja (diperhitungkan selama 5 jam efektif)

Kontribusi usahaternak dalam menunjang pendapatan petani

Peranan usahaternak domba merupakan sumber pendapatan penting bagi petani kecil karena umumnya dimanfaatkan sebagai tabungan yang dijual sewaktu-waktu untuk dipakai memecahkan keuangan yang sifatnya mendesak dalam keluarga. Proporsi sumbangan pendapatan dari usahaternak dalam keluarga tidak terlepas dan sating terkait dengan sumber pendapatan lainnya baik dalam lingkup usaha pertanian maupun diluar pertanian (non farm income), Hasil pengamatan terhadap petenkak kooperator selama setahun tampak bahwa penerimaan usahaternak meningkat dengan meningkatnya skala pemeliharaan induk (Rp. 140.404,-; Rp. 226.816 dan Rp.270.355,-). Demikian halnya kontribtisi dari pada usaha pertanian yakni sebesar Rp. 516.657,-; Rp. 317.613,- dan Rp. 525.200,-/petenak masing-masing pada model A; B dan C (Tabel 7). Akan tetapi dilihat dari kontribusi pendapatan pada usaha off farm (khususnya buruh tani) tampak sebaliknya (makin menurun) dengan meningkatnya jumlah induk, bahkan tampak menurun sangat tajam pada nonfarm income (di luar usahatani), yang masing-masing, sebesar Rp. 4.171 .488,-Rp.599.988,- dan Rp. 49.992,-/peternak/tahun pada model A, B dan C .

Total pendapatan petemak/tahun secara berurutan pendapatan tertinggi dicapai pada model A sebesar Rp.5.382.295,- kemudian disusul dengan model B (Rp.1 .220.249,-) dan model C (Rp.918.039,-). Dari kasus sumber pendapatan peternak terlihat bahwa semakin meningkat status penguasaan ternak domba (skala semakin meningkat) ada kecenderungan tingkat pendapatan petemak/tahun semakin rendah, hat tersebut karena pengaruh pendapatan pada aktivitas usaha diluar usahatani yang tampak lebih dominan. Ada kecenderungan pendapatan diltaar usahatani meningkat tajam pada model A khususnya, dibanding dengan model B dan C, atau dapat disimpulkan sebaliknya bahwa semakin rendah total pendapatan petemak/tahun maka peternak akan lebih berminat dalam memperbesar skala usahatemaknya untuk mensubstitusi sumbangan pendapatan rumah tangga. Kalau dilihat secara proporsional masing-masing kontribusi usaha

Kegiatan Model A Model B Model C

Mengarit* 617,71 887,22 902,40 Memberi makan* 62,10 126,11 66,00 Memberi minum* 5,04 24,36 54,25 Bersihkan kandang* 38,25 75,97 66,00 Mandikan tenak* 15,16 9,11 16,20 Kawinkan tenak** 1,58 2,05 1,30 Obati temak'** 0,08 0,03 0,03 Perbaiki kandang** 2,00 5,22 2,20

Angkut pupuk kandang** 30,63 38,55 49,60

Total 722,55 168,65 1 .157,98

Rataan/induk 272,98 254,04 175,45

Total (HOK) 154,51 233,72 231,59

(8)

terlihat bahwa pada model A clan B kontribusi tertinggi adalah bersumber dari pendapatan di luar usahatani yakni sebesar (77,52 vs 48,37 %), tetapi sebaliknya pada model C proporsi sumbangan tertinggi dari sektor pertanian yakni sebesar 57,21 %. Sedangkan proporsi kedua adalah usaha pertanian .,pada model A clan B (10,43 vs 25,61 %) sedangkan pada model C adalah usahatenak domba yang mencapai 29,45% dari total pendapatan peternak. Difokuskan pada stunbangan usahaternak domba terlibat bahwa sumbangan tertinggi terdapat pada model C yakni mencapai 29,45% dari total pendapatan yang kemudian disusul model B dan A (sebesar 18,29 vs 2,60 %). Besarya sumbangan usahaternak selain lebih besarnya nilai rill usahatenak jugs sebagai akibat lebih kecilnya nilai total pendapatan peternak. Ada indikasi bahwa semakin tinggi proporsi pendapatan usaha pertanian diikuti pula dengan meningkatnya proporsi pendapatan usahaternak. Hal tersebut membuktikan bahwa usahaternak tidak dapat terlepaskan dari kegiatan pokok peternak yakni sebagai petani, serta antara kegiatan pertanian dipandang sangat menunjang dan saling berkaitan erat dengan usahaternak .MARYANTO clanNOERDJITO (1989), menyatakan bahwa

usahaternak domba merupakan usaha penunjang atau pelengkap usahatani lainnya dimana peternak menilai tenaga kerja yang dikeluarkan adalah rendah yang merupakan tenaga disamping usaha pertanian.

Tabel 7. Kontribusi pendapatan peternak kooperator di Desa Kebondalem (Rp/tahun)

Keterangan : () : Menunjukkan persen kontribusi

812

Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1997

Dilihat dari kontribusi usahaternak domba nampak cukup tinggi dipandang penelitian sebelumnya (SOEGANDI et al., 1992) bahwa kontribusi usahaternak domba dalam usahatani

sayuran memberikan kontribusi masih rendah yakni sebesar 11,6% atau senilai Rp.129.495, /tahun, kalau dilihat dari tipologi usaha, usahaternak dengan skala induk 9 ekor (model C) sebesar 29,45% hampir dapat dikriteriakan sebagai "cabang usaha" yakni petani peternak yang mengusahakan pertanian campuran (mixedfarnung) dengan ternak sebagai cabang usahatani yakni dengan tingkat pendapatan usahaternak 30 - 70 % dari total pendapatan clan dapat dikatakan sebagai usaha semi komersial atau usaha terpadu (SOEHADJI, 1992) .

KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan model usahaternak berdasarkan skala pemeliharaan induk di Desa Kebondalem dapatlah disimpulkan bahwa:

Perkembangan ternak kooperator belum sesuai dengan target yang direncanakan dan bahkan mengalami penurunan, yang berarti ada batasan tertentu dari skala pemeliharaan

ternak, hal tersebut karena kendala ketersediaan pakan hijauan.

Sumber pendapatan Model A Model B Model C

On farm (usahatani)

- Pertanian 561 .657 (10,43) 317.613 (25,61) 525.200 (57,21) - Usahaternak domba 140.404 (2,60) 226.816 (18,19) 270.355 (29,45) Offfarm (buruh tani) 508.980 (9,45) 95.832 (7,73) 72.492 (7,89) Non farm (luar usahatani) 4.171 .488 (77,52) 599.988 (48,37) 49.992 (5,45)

(9)

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997

2 . Semakin meningkatnya model usahaternak yang diintroduksikan semakin meningkat pula pendapatan tunai peternak. Akan tetapi kalau komponen.input tenaga kerja diperhitungkan ketiga model tersebut masih belum menguntungkan karena relatif tingginya curahan tenaga kerja yang .dialokasikan.

3. Perhitungan marginakotor menunjukkan bahwa semakin tinggimodel yang diintroduksikan semakin meningkat pula proporsi sumbangan terhadap total: pendapatan peternak yakni mencapai 29,45% pada model pemeliharaan 9 Ekor induk.

4. Dalam -pengembangan ternak domba dilahan petani untuk menunjang keberhasilan diperlukan pengembangan hijauan pakan Trnak agar curahan tenaga -kerja dalam usahaternak dapat ditekan minimal .

DAFTAR PUSTAKA

GATENBY, R.M. 1986. Sheep Production in the Tropics and Sub-tropics. Longman. London. UK.

KEPAs. 1986. Agro-ekosistem Da6rah Kering di Nusa Tenggara Timur. (Studi kasus enam desa pengembangan pertanian), Kelompok Penelitian Agro-ekosistem (KEPAS). Badan Litbang Pertanian. LEvmE, J., U. KUSNADI, SUBIHARTA, WII,OETo dan D. PRAmoNO. 1988. Sistem Produksi Ruminansia di

Daerah Hulu Jawa Tengah. Prosiding Workshop Pengembangan Peternakan di Jawa Tengah. Balai Informasi Pertanian, Ungaran.

MARYANTO, I. dan M. NOERDJITO. 1989 . Memelihara Ternak dalam Jumlah Keeil sebagai Mata Pencaharian Tambahan atau Pilihan Terakhir : Studi kasus Kecamatan Purwodadi, Pasuruan dan Kecarnatan Ampelgading, Malang. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Keeil, Jilid 2. Ruminansia Keeil. Puslitbangnak. Bogor.

POTENSI DESA KEBONDALEM. 1995. Kantor Pembangunan Masyarakat Desa Kabupaten Dati 11 Semarang. Kantor Bangdes Semarang.

ROGER, E.M. 1983. Diffusion of inovation (3rd Ed). The Free press, New York .

SABRAm, M., B. SuDARYANTo, A. PRABowo, A. TIKUPADANG, A. SuPARYANTo. 1992. Dampak integrasi temak data usahatani terhadap pendapatan, Prosiding Agro-industri petemakan di Pedesaan. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

SOEGANDi, D., U. KuSNADi dan M. SABRAm. 1992. Integrasi Temak Domba dalam Sistem Usahatani Sayuran Dataran Tinggi Wonosobo, Prosiding Agroindistri di Pedesaan, Balitnak, Bogor.

SoEHADn. 1992. Pembangunan Petemakan dalam Pernbangunan Jangka Panjang Tahap II, Prosiding Agro-Industri Peternakan di Pedesaan. Balitnak . Ciawi 10 Agustus, 1982.

SOExARTAwi dan SoEKARDJO. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Keeil, Universitas Indonesia. Jakarta.

SuBANDRJYO, B. SETIADI, D PRIYANTO, M. RANGKUTI, L.H. PRASETYO, P. SITGRus, T.D. SOEDJANA, A. MULYADI, A. SEMALI, WAHYUNING, K.S., D. YuLIsnANj, S.O. BUTAR-BuTAR dan B. UTomo. 1994. Penelitian Pengembangan Pemuliaan Domba Prolifik di Pedesaan. Puslitbangnak dan P4N. Badan Litbang Pertanian.

(10)

SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1997

TANYA JAWAB

Indra : Bagaimana cara menghitung biaya TK, biaya pakan domba. .

Dwi Priyanto : Pakan tidak dihitung biayanya, jadi diaiokasikan kepada TK dengan upah Rp.3.000,-/hari. Dihitung selama I tahun. Dedak diberikan 2 x perntinggu.

Atien Priyanti : Dikatakan RCP menurun, skala meningkat; padahal total cash dan net benefitnya meningkat. Bagaimana ini bisa terjadi ?

Gambar

Tabel 1. Peternak kooperator berdasarkan skala pemeliharaan induk di Desa Kebondalem
Tabel 2. Penggunaan lahan Desa Kebondalem, Kecamatan lambu, Kabupaten Semarang
Tabel 3. Karakteristik peternak kooperator dibedakan atas model pengembangan ternak di Desa Kebondalem
Tabel 5. Analisis input-output usahaternak domba berdasarkan-model pemeliharaan induk (Rp/th)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Gaya belajar secara visual dilakukan seseorang untuk memperoleh informasi dengan melihat gambar, diagram, peta, poster, grafik, data teks seperti tulisan (De

Analisa bahaya pada tahap proses dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi bahaya-bahaya yang dapat timbul pada setiap tahap proses produksi sari buah jeruk

Gunung berapi Sinabung di dataran tinggi Karo pertengahan Agustus 2010 meletus, dan pada September 2013 meletus kembali, dan berlangsung hingga kini., menyebabkan ribuan

kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi sistem jaringan air limbah;..

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

Pada hasil penelitian didapatkan ada hubungan yang bermakna antara ketergantungan smartphone dengan kecemasan ( nomophobia ) pada mahasiswa program studi S1