• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN EFEKTIVITAS BAHAN PEMBENAH TANAH DOLOMIT UNTUK TANAH MASAM. Oleh : RENI SRI HARJANTI A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUJIAN EFEKTIVITAS BAHAN PEMBENAH TANAH DOLOMIT UNTUK TANAH MASAM. Oleh : RENI SRI HARJANTI A"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN EFEKTIVITAS BAHAN PEMBENAH TANAH

DOLOMIT UNTUK TANAH MASAM

Oleh :

RENI SRI HARJANTI

A24101101

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

SUMMARY

RENI SRI HARJANTI. The Effectiveness Testing of Dolomite Ameliorant for Acid Soil. Supervised by BASUKI SUMAWINATA AND GUNAWAN DJAJAKIRANA.

One effort to improve acid soil in supporting plants growth is by adding ameliorant such as lime. Lime addition was expected to decrease aluminum ion that can be toxic for plants and increase calcium and magnesium ions contents in acid soil. According to Decree of Minister of Agriculture No.02/pert/HK.060/2/2006 about rules and regulation of distributing soil ameliorant, i. e. each fertilizer or ameliorant should be tested in determining its quality and effectiveness before it is sold, therefore dolomite ameliorant has to be tested before it is traded. Based on the decree, the experiment to determine lime effectiveness needs much time that is incubation for about two months so that inefficient in time, thus a new method for quick test in order to determine the quality of lime is needed, i. e. method of material reactivity test.

Lime effectiveness test regarding to method that is mentioned in the decree is conducted by mixing lime into soil with different dosage, those are 0, 0.5, 1.0 and 1.5 times of recomended dosage (1 x exchangeable Al) then all incubated for two months in field capacity condition. Soil sample that was used in this experiment was Podsolik Merah Kuning Jasinga and the experiment object was dolomite. Each treatment was repeated three times. Effect of ameliorant addition was observed by analizing soil samples every week. The observed parameters were pH and exchangeable Al. Whereas, the reactivity experiment method was done by reacting lime with various HCl concentration (0.05 N, 0.1 N and 0.2 N) without heating then shaking them with time variable and titration with NaOH. Reactivity of dolomite was compared with reactivity of CaCO3 pro analysis (p.a)

and lime sample.

The result of soil incubation experiment showed that dolomite which was added with dosage 1 x exchangeable Al increased soil pH from 4.43 to 4.80 after mixing and became 4.99 in the first week after mixing and also decreased soil exchangeable Al content from 4.43 to 1.35 me/100g after mixing. At the end of incubation period, soil pH became higher and exchangeable Al content became lower than the beginning. Whereas, the experiment of lime reactivity according to method that was used indicated that reactivity of lime sample was much lower than the tested dolomite and reactivity of dolomite was lower than CaCO3p.a. The

result showed that lime sample does not have ability in neutralizing acid but dolomite has a good ability to neutralize acid. The method of ameliorant effectiveness experiment was suitable for quick test in determining the quality of lime.

(3)

RINGKASAN

RENI SRI HARJANTI. Pengujian Efektivitas Bahan Pembenah Tanah Dolomit untuk Tanah Masam. Dibawah bimbingan BASUKI SUMAWINATA DAN GUNAWAN DJAJAKIRANA.

Salah satu usaha memperbaiki tanah masam untuk mendukung pertumbuhan tanaman ialah dengan pemberian bahan pembenah tanah (amelioran) kapur. Pemberian bahan kapur diharapkan mampu menekan ion aluminium yang dapat meracuni tanaman dan meningkatkan kandungan ion kalsium atau magnesium pada tanah masam. Sesuai dengan persyaratan peredaran bahan amelioran yang diatur oleh SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006, di mana setiap bahan pupuk maupun bahan amelioran yang akan dipasarkan harus melalui proses pengujian mutu maupun efektivitas, dengan demikian setiap bahan amelioran kapur yang akan diperdagangkan harus diuji terlebih dahulu. Mengingat uji efektivitas suatu bahan kapur seperti tertuang dalam SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006 membutuhkan waktu yang lama, yaitu inkubasi selama kurang lebih dua bulan sehingga tidak efisien dalam hal waktu. Maka diperlukan metode baru untuk uji cepat melihat kualitas suatu bahan kapur yaitu metode uji reaktivitas bahan.

Pengujian efektivitas bahan kapur berdasarkan metode SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006 ialah dengan perlakuan bahan kapur pada tanah sebesar 0, 0.5, 1.0 dan 1.5 kali dosis rekomendasi (1 x Al-dd) kemudian diinkubasi selama dua bulan dalam kondisi kapasitas lapang. Dalam penelitian ini, jenis contoh tanah yang digunakan ialah Podsolik Merah Kuning Jasinga dan bahan uji yang digunakan ialah dolomit. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Pengaruh pemberian pembenah tanah diamati dengan menganalisa tanah setiap minggu. Parameter uji yang diamati adalah pH dan Al-dd. Sedangkan metode uji reaktivitas ialah mereaksikan bahan kapur dengan berbagai konsentrasi HCl (0.05 N, 0.1 N dan 0.2 N) tanpa dipanaskan kemudian dikocok berdasarkan waktu (jam) dan dititrasi NaOH. Reaktivitas bahan dolomit uji dibandingkan dengan reaktivitas kapur p.a (CaCO3p.a) dan kapur contoh.

Hasil pengujian inkubasi tanah menunjukkan bahwa pemberian dosis dolomit uji setara 1 x Al-dd mampu meningkatkan pH tanah awal dari 4.43 menjadi 4.80 setelah pencampuran dan pada minggu pertama menjadi 4.99 serta mampu menurunkan kadar Al-dd tanah dari awal sebesar 4.43 menjadi 1.35 me/100g setelah pencampuran. Di akhir masa inkubasi nilai pH tanah masih lebih tinggi dan nilai Al-dd masih lebih rendah dibandingkan nilai awal. Sementara hasil pengujian reaktivitas sesuai metode yang digunakan terhadap bahan uji telah menunjukkan bahwa reaktivitas bahan kapur contoh jauh lebih rendah dari pada dolomit uji dan reaktivitas bahan dolomit uji lebih rendah dari CaCO3p.a. Hal ini

menunjukkan bahwa bahan kapur contoh tidak memiliki kemampuan menetralkan asam sedangkan bahan dolomit uji memiliki kemampuan menetralkan cukup baik. Metode pengujian efektivitas bahan amelioran berdasarkan metode uji reaktivitas cukup baik untuk uji cepat melihat kualitas suatu bahan kapur.

(4)

PENGUJIAN EFEKTIVITAS BAHAN PEMBENAH TANAH

DOLOMIT UNTUK TANAH MASAM

Oleh :

RENI SRI HARJANTI

A24101101

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(5)

Judul : Pengujian Efektivitas Bahan Pembenah Tanah Dolomit untuk Tanah Masam

Nama : Reni Sri Harjanti

NRP : A24101101

Program Studi : Ilmu Tanah

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M. Sc NIP : 19570610 198103 1 003 NIP : 19580824 198203 1 004

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP : 19571222 198203 1 002

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 September 1983 sebagai anak bungsu dari empat bersaudara, dari pasangan bapak Endang Iskandar (alm.) dan ibu Sumini.

Penulis memulai pendidikan formal di TK AKBAR pada tahun 1988-1989. Kemudian penulis melanjutkan ke SDN Gunung Gede Bogor pada tahun 1989-1995. Selepas sekolah dasar, penulis melanjutkan sekolah ke SLTP PGRI 6 Bogor hingga lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1998-2001 penulis melanjutkan ke SMUN 5 Bogor. Di tahun 2001 setelah lulus dari SMU, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi staf Biro Ilmiah dan Kependidikan HMIT IPB periode 2002/2003 dan menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Tanah pada tahun ajaran 2003/2004 serta Dasar-Dasar Ilmu Tanah pada tahun ajaran 2004/2005.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan ridho-Nya serta semoga salam dan shalawat selalu tercurahkan bagi Nabi Muhammad SAW.

Skripsi berjudul “Pengujian Efektivitas Bahan Pembenah Tanah Dolomit untuk Tanah Masam” merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian dari Depertemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi I Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr atas nasehat, saran dan bimbingannya.

2. Dosen pembimbing skripsi II Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc atas bimbingannya.

3. Dosen penguji skripsi Dr. Ir. Suwardi, M. Agr atas saran dan kritiknya. 4. Keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan.

5. Saudari Dina Alva Prastiwi dan semua pihak yang telah membantu. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, September 2009

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Tujuan... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1. Kemasaman Tanah... 3

2.2. Pengapuran... 4

2.3. Bentuk Bahan Kapur... 6

2.4. Kualitas Bahan Kapur... 8

III. BAHAN DAN METODE... 10

3.1. Tempat dan Waktu... 10

3.2. Bahan dan Alat... 10

3.3. Metode... 11

3.3.1. Analisis Ukuran Butir Kapur... 11

3.3.2. Daya Netralisasi... 11

3.3.3. Metode SK Menteri Pertanian No. 02/pert/HK.060/2/2006... 11

(9)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 13

4.1. Pengujian Ukuran Butir Dolomit Uji... 13

4.2. Pengujian Efektivitas Dolomit Uji Pada Tanah di Laboratorium... 13

4.3. Pengujian Daya Netralisasi Dolomit Uji... 17

4.4. Pengujian Reaktivitas Dolomit Uji... 17

V. KESIMPULAN... 22

VI. DAFTAR PUSTAKA... 23

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Sifat Kimia dan Kandungan Hara Dolomit Uji... 10 2. Hasil Analisa Ukuran Butir Dolomit Uji... 13 3. Rata-rata Basa-basa Dapat Dipertukarkan pada Minggu

ke-7 dan ke-8 Setelah Inkubasi... 15 4. Kejenuhan Aluminium pada Minggu ke-8... 16 5. Perbandingan Reaktivitas Bahan Kapur (setara CaCO3)

dengan Larutan HCl 0.05 N Menurut Waktu... 17 6. Perbandingan Reaktivitas Bahan Kapur (setara CaCO3)

dengan Larutan HCl 0.1 N Menurut Waktu... 18 7. Perbandingan Reaktivitas Bahan Kapur (setara CaCO3)

dengan Larutan HCl 0.2 N Menurut Waktu... 19

Lampiran

1. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Setelah Pencampuran... 26 2. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Minggu Pertama... 26 3. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Minggu Kedua…………...……….... 26 4. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Minggu Ketiga... 27 5. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Minggu Keempat... 27 6. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

(11)

7. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Minggu Keenam... 28

8. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Ketujuh... 28

9. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g) Minggu Kedelapan... 28

10. Penetapan Kadar Ca dan Mg Minggu Ketujuh... 29

11. Penetapan Kadar Ca dan Mg Minggu Kedelapan... 29

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

Teks

1. Grafik Perubahan pH Tanah Selama Inkubasi... 14 2. Grafik Perubahan Al-dd Tanah Selama Inkubasi... 14

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemberian bahan pembenah tanah (amelioran) kapur pada tanah pertanian yang masam adalah untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh buruk dari tanah masam yang umumnya mengandung ion aluminium dapat dipertukarkan dalam jumlah yang cukup tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Selain itu, tanah masam memiliki kandungan kation-kation basa seperti kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam jumlah yang sangat rendah. Sedangkan unsur hara Ca dan Mg merupakan unsur hara esensial yang penting bagi tanaman. Dengan demikian, pemberian kapur diharapkan menekan aluminium yang dapat meracuni tanaman dan meningkatkan kandungan Ca dan Mg pada tanah.

Efektivitas suatu batu kapur sebagai bahan amelioran pada tanah masam sangat ditentukan oleh kandungan kimia dari bahan tersebut. Batu kapur merupakan hasil dari proses sedimentasi di mana kualitas kimia batu kapur akan sangat tergantung terhadap lingkungan pengendapannya dan kualitas bahan kapur pun sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Sebagai contoh, ada batu kapur yang lebih bersifat kalsitik dan ada pula yang bersifat dolomitik. Selain itu, derajat kristalinitas batu kapur sangat berhubungan dengan cepat atau lambatnya batu tersebut bereaksi dengan tanah masam.

Menurut Buckman dan Brady (1960), sejak berbagai bentuk bahan kapur diperdagangkan, jaminan perdagangan bahan kapur menjadi sangat penting. Jaminan kimia bahan kapur kaustik meliputi kadar oksida konvensional, ekuivalen oksida kalsium, daya netralisasi atau persentase Ca dan Mg. Sementara jaminan

(14)

bahan kapur giling berbeda dengan bahan kapur kaustik, yaitu meliputi karbonat total dan daya netralisasi. Jaminan kehalusan bahan kapur pun sangat diperlukan. Penambahan dua macam bahan kapur dalam jumlah ekuivalen yang sama belum berarti bahwa hasil yang ekuivalen akan diperoleh. Hal ini adalah benar bila kadar bahan tersebut merupakan batu kapur, karena butiran yang terdapat di dalamnya berbeda dalam ukuran dan kekerasan.

Sesuai dengan persyaratan peredaran bahan amelioran yang diatur oleh SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006, di mana setiap bahan pupuk maupun bahan amelioran yang akan dipasarkan harus melalui proses pengujian mutu maupun efektivitas, dengan demikian setiap bahan kapur yang akan diperdagangkan harus diuji terlebih dahulu. Prinsip pengujian menurut SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006, yaitu dengan memberikan perlakuan bahan amelioran terhadap bobot tanah tertentu dan diinkubasi selama waktu tertentu (dua bulan). Efektivitas dari bahan amelioran terlihat dari pengaruh pemberian bahan amelioran terhadap sifat fisik dan kimia.

Mengingat uji efektivitas suatu bahan kapur seperti tertuang dalam SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006 sangat membutuhkan waktu, yaitu inkubasi selama kurang lebih dua bulan sehingga tidak efisien dalam hal waktu. Maka diperlukan metode baru yang lebih cepat untuk pengujian efektivitas suatu bahan kapur yaitu metode uji reaktivitas bahan.

1.2. Tujuan

Pengujian efektivitas bahan amelioran dolomit di laboratorium dengan metode berdasarkan SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006 dan metode uji reaktivitas bahan kapur untuk melihat kualitas bahan kapur secara cepat.

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemasaman Tanah

Menurut Buckman dan Brady (1960), kemasaman tanah merupakan hal biasa pada semua daerah dengan curah hujan tinggi di mana jumlah pencucian basa-basa yang dapat ditukar dari kompleks jerapan tanah cukup besar. Kejadian ini mencakup daerah yang tersebar luas dan pengaruhnya terhadap tanaman sangat nyata sehingga kemasaman merupakan sifat tanah yang paling banyak dibicarakan. Karena luas tanah pertanian yang masam sangat luas maka persoalan kemasaman tanah jauh melebihi kealkalinan. Proses pencucian yang berjalan sangat lanjut akan mengakibatkan tanah bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah sampai pada lapisan bawah.

Selanjutnya dikemukakan oleh Buckman dan Brady (1960), bahwa dalam kondisi sangat masam, Al sangat larut dan berada dalam bentuk Al3+ yang kemudian ion tersebut oleh koloid tanah dijerap sehingga mencapai keseimbangan dengan Al yang berada dalam larutan tanah. Kemudian Al dalam dalam larutan tanah terhidrolisis menghasilkan H+ dan Al(OH)2+. Menurut Fox dan Kamprath (1970), keracunan aluminium pada tanaman sangat berhubungan dengan ion Al terlarut. Kelarutan aluminium dalam tanah tidak berhubungan langsung dengan kandungan Al-dd secara langsung, akan tetapi kelarutan aluminium berhubungan erat dengan kejenuhan aluminium. Apabila kejenuhan aluminium > 60% maka aluminium di larutan dapat diperkirakan > 2 ppm. Bila kelarutan Al di larutan tanah > 2 ppm maka tanaman berpotensi keracunan aluminium.

(16)

Sehubungan dengan adanya sifat kemasaman tersebut, maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab dari kerusakan tanaman pada tanah masam adalah : (1) kerusakan langsung oleh ion H+, (2) kekurangan Ca dan Mg, (3) kekurangan P, (4) kelebihan Al dan Fe serta Mn, serta (5) faktor-faktor biotis (Black, 1968). 2.2. Pengapuran

Menurut Tisdale, Nelson dan Beaton (1985), keracunan aluminium mungkin merupakan faktor pembatas pertumbuhan yang paling penting pada banyak tanah masam, khususnya yang memiliki nilai pH rendah 5.0 hingga 5.5. Keracunan Al akan menghambat pertumbuhan akar primer dan menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar, ujung akar menebal, berwarna coklat seperti busuk dan mengering sehingga menghasilkan sistem perakaran tanaman yang kerdil dan pendek, karena terjadi penekanan terhadap perkembangan jaringan meristem akar (Sanchez, 1976).

Pengapuran merupakan penambahan beberapa senyawa yang mengandung Ca dan atau Mg ke dalam tanah yang mempunyai kemampuan mengurangi kemasaman tanah. Ketika kapur ditambahkan pada tanah masam, aktivitas aluminium dan mangan berkurang dan keduanya berpindah dari larutan tanah. Telah terbukti bahwa penambahan kapur meningkatkan pH tanah seraya menurunkan kadar aluminium dapat dipertukarkan (Tisdale et al., 1985).

Pemberian kapur sebagai bahan amelioran pada tanah masam merupakan salah satu upaya perbaikan tanah, yaitu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Menurut Tisdale et al. (1985), bila diberikan pada takaran yang tepat, pengapuran memberikan pengaruh yang positif, antara lain 1) mengurangi

(17)

aktivitas ion H+ pada tanah dengan pH < 4.5, sehingga pH dapat ditingkatkan, 2) peningkatan pH tanah selanjutnya diikuti oleh penurunan kelarutan logam-logam berat selain Mo, serta 3) meningkatkan muatan negatif tanah sehingga KTK tanah ditingkatkan. Dengan demikian, pengapuran dapat meningkatkan kapasitas retensi tanah terhadap logam berat. Selanjutnya Jones (1979) menjelaskan bahwa pengapuran pada tanah masam perlu dilakukan sebab kapur memiliki pengaruh yang menguntungkan dalam sistem tanah, di antaranya 1) meningkatkan pH tanah, 2) mensuplai Ca dan Mg, 3) merangsang aktivitas mikroorganisme sehingga mempercepat degradasi bahan organik, 4) meningkatkan ketersediaan P, 5) meningkatkan fiksasi N oleh tanah dan organisme tanah, 6) memperbaiki sifat fisik tanah dan 7) mengurangi aktivitas unsur-unsur yang dapat meracuni tanaman.

Bahan kapur yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami reaksi sampai terbentuk keseimbangan baru. Reaksi yang terjadi pertama kali adalah penguraian bahan kapur membentuk ion CO32- serta ion-ion Ca2+ dan Mg2+.

Selanjutnya, ion CO32- yang terbentuk menarik ion H+ dari komplek jerapan

membentuk H2CO3. Lebih lanjut, ion Ca2+ dan Mg2+ segera mengisi komplek

jerapan dengan reaksi sebagai berikut :

(CaMg)CO3 (CaMg)2++ CO3

2-CO32-+ H2X H2CO3+ X

2-(CaMg)2++ X2- (CaMg) X, di mana X adalah komplek jerapan.

Dengan demikian, yang berperan sebagai agen pengapuran adalah CO3

(18)

(Kussow, 1971). Menurut Coleman, Kamprath dan Weed (1958), rekomendasi pengapuran lebih logis jika berdasarkan jumlah aluminium dapat dipertukarkan. 2.3. Bentuk Bahan Kapur

Bahan kapur terdiri dari beberapa golongan, yaitu golongan karbonat, oksida dan hidroksida. Bahan kapur oksida (CaO) merupakan bahan kapur yang melalui proses pembakaran. Sedangkan bahan kapur hidroksida [Ca(OH)2]

diperoleh dengan menambahkan air pada batu kapur yang sudah dibakar. Bahan kapur karbonat ialah batu kapur tanpa mengalami pemanasan yang langsung digiling dan dijual (Soepardi, 1983).

Bahan kapur yang umum digunakan adalah dari golongan karbonat, baik dalam bentuk kalsit maupun dolomit. Bahan-bahan ini jika diberikan ke dalam tanah akan terdisosiasi menjadi ion Ca2+, Mg2+ dan CO32-. Menurut Kussow

(1971), ion CO32- inilah yang berperan dalam penetralan pH, karena ion tersebut

mampu menarik ion H+diganti oleh kation dari bahan kapur.

Kalsit merupakan batu kapur karbonat yang tidak atau sedikit mengandung dolomit. Batu kapur ini merupakan CaCO3 kristalin (murni). Namun, perlu juga

diketahui bahwa magnesium dalam batuan kapur bervariasi sampai sekitar 13% Mg atau 21% MgO. Apabila jumlah molekuler antara CaCO3 sama dengan

MgCO3 (ekuimolekuler) disebut dolomit (>13% Mg), sedangkan apabila terdapat

dalam perbandingan yang lain disebut dolomitik. Begitu juga dengan kalsit, bila tidak dalam bentuk kristalin maka biasa disebut dengan nama kalsitik. Kapur pertanian umumnya kalsitik.

Kalsit memiliki sifat fisik berat jenis 2.71 dengan kekerasan 3.00 dalam skala Mohs, bentuk prismatik, tabular, bersifat pejal dan berbutir halus sampai

(19)

kasar. Warna kalsit yang tidak murni adalah kuning, coklat, pink, biru, lavender, hijau pucat, abu-abu, dan hitam (Anonim, 2009a). Kalsit (CaCO3) umumnya

ditemukan dengan pengotor seperti Fe, Mg, Mn dan terkadang Zn dan Co. Bentuk kalsit sangat bervariasi, yang paling umum adalah kristal rhombohedral dan scalenohedral. Kalsit memiliki sifat tembus transparan dan tembus cahaya serta memiliki ketahanan yang rapuh. Kalsit lebih mudah bereaksi (berbuih) dalam larutan HCl serta dalam kebanyakan asam-asam lainnya (Anonim, 2009b).

Sementara batu kapur dolomit memiliki sifat fisik berwarna putih keabu-abuan atau kebiru-biruan dengan kekerasan dolomit berkisar antara 3.50 – 4.00 dalam skala Mohs. Dolomit memiliki berat jenis antara 2.80 – 3.00, bersifat pejal, berbutir halus hingga kasar (Anonim, 2009c). Dolomit (CaMg(CO)3) memiliki

jumlah Ca dan Mg yang relatif seimbang, tetapi kadang kala ada satu elemen yang lebih besar persentasenya dari pada yang lain. Besi dan mangan terkadang ditemukan dalam jumlah kecil. Bentuk dolomit yang paling umum dalam grup kecil ialah kristal rhombohedral dengan lengkungan, nampak seperti pelana. Dolomit memiliki sifat tembus transparan dan tembus cahaya dalam pecahan yang tipis serta memiliki ketahanan yang rapuh. Dolomit lambat bereaksi dalam larutan HCl dan nitrit (Anonim, 2009d).

Penggunaan kalsit saat ini telah mencakup berbagai sektor yang didasarkan pada sifat fisik dan kimianya. Penggunaan tersebut, meliputi sektor pertanian, industri kimia, makanan, logam dan lainnya (Anonim, 2009a). Penggunaan dolomit dalam industri tidak seluas penggunaan batu gamping dan magnesit. Kadang-kadang penggunaan dolomit ini sejalan atau sama dengan penggunaan batu gamping atau magnesit untuk suatu industri tertentu. Akan

(20)

tetapi, biasanya dolomit lebih disukai karena banyak terdapat di alam. (Anonim, 2009c).

Menurut Jones (1979), batu kapur dolomitik ialah bahan yang efektif untuk memperbaiki atau mencegah kekurangan magnesium sebaik menurunkan kemasaman tanah dan memenuhi kebutuhan akan kalsium.

2.4. Kualitas Bahan Kapur

Menurut Tisdale et al (1985), kualitas bahan kapur ditentukan oleh beberapa hal, yaitu (1) daya netralisasi, (2) kandungan Mg, (3) derajat kehalusan, (4) reaktivitas, dan (5) tingkat kelembaban. Secara luas, derajat kehalusan dikenali sebagai faktor utama dalam menyeleksi bahan kapur. Di Amerika Serikat, beberapa negara bagian menggunakan sebuah sistem di mana setiap partikel yang tertinggal pada ayakan 8 mesh secara total tergolong tidak efektif dan memiliki derajat kehalusan kapur 0 (nol). Partikel yang lolos pada ayakan 8 mesh tetapi tertinggal pada ayakan 60 mesh diklasifikasikan 50% efektif, sementara bila lolos pada ayakan 60 mesh dipertimbangkan 100% efektif. Tingkat efektivitas ini tidak secara akurat menggambarkan kelarutan aktual dari bahan kapur yang berbeda-beda.

Menurut Buckman dan Brady (1960), kegunaan kapur dari segi ukuran menentukan efektivitasnya. Makin halus butir kapur, makin cepat daya larut dan reaksinya. Sanchez (1976) menambahkan bahwa ukuran bahan kapur lebih dari 60 mesh adalah ukuran yang baik dan 100 mesh adalah sangat baik.

Bahan kapur memiliki kemampuan menetralkan asam yang berbeda. Nilai dari batu kapur untuk tujuan ini tergantung pada jumlah asam yang akan dinetralkan. Hal ini selanjutnya berhubungan dengan komposisi molekul dari

(21)

bahan kapur dan kemurniannya, dengan kata lain, terbebas dari kontaminan seperti liat. Kalsium karbonat murni adalah standar ukuran untuk bahan kapur lainnya, dan nilai daya netralisasinya dianggap 100%. Ekuivalen kalsium karbonat didefinisikan sebagai kemampuan menetralkan asam dari bahan kapur pertanian yang diperlihatkan dengan persentase berat kalsium karbonat. Bobot molekul merupakan faktor penentu dalam nilai daya netralisasi yaitu kemurnian bahan kapur secara kimiawi. Reaksi yang terjadi digambarkan oleh persamaan sebagai berikut :

CaCO3+ 2HCl CaCl2+ H2O + CO2

MgCO3+ 2HCl MgCl2+ H2O + CO2

Dalam setiap persamaan ini jumlah bobot molekul adalah sama, yaitu setiap satu molekul karbonat akan menetralkan dua molekul asam. Akan tetapi, bobot molekul kalsium karbonat ialah 100, sedangkan magnesium karbonat (MgCO3) hanya 84. Dengan kata lain, 84 gram magnesium karbonat akan

menetralkan asam dengan jumlah yang sama dengan 100 gram kalsium karbonat. Tingkat efektivitas dari batu kapur atau bahan kapur ialah hasil dari ekuivalen kalsium karbonat (kemurnian) dan faktor kehalusan. Kandungan magnesium dari batu kapur pun harus diperhitungkan. Banyak tanah yang kekurangan unsur Mg dan penggunaan kapur dolomitik mampu memenuhinya. Bila memungkinkan, pengukuran reaktivitas dari batu kapur, berdasarkan pada kecepatan secara kimiawi perlu dilakukan. Tetapi jika tidak memungkinkan, penyeleksian didasarkan pada kehalusan bahan, daya netralisasi, kandungan magnesium dan biaya per ton bila bahan diberikan pada lahan pertanian (Tisdale

(22)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu

Pengujian sifat fisik dan kimia dari bahan dolomit dilakukan pada bulan Januari sampai dengan April 2009 di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah dolomit sebagai bahan uji dan contoh tanah masam yaitu tanah Podsolik dari Jasinga, kapur p.a, kapur contoh, HCl, NaOH dan lain-lain. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah pH meter, labu erlenmeyer, botol contoh, shaker, hot plate dan lain-lain.

Karakteristik Bahan Uji :

Nama Bahan uji : Dolomit Bentuk bahan : Padatan Komposisi:

Sifat fisik: lolos 25 mesh 100%, lolos 80 mesh 74.12% Tabel 1. Sifat Kimia dan Kandungan Hara Dolomit Uji

CaO MgO Fe Al Pb Cd As Hg Silika

kasar Kadar air ...(%)... ...ppm... ...(%)...

30,49 19,87 1.161 723 td td td 1,99 0,25 0,09

(23)

3.3. Metode

3.3.1. Analisis Ukuran Butir Kapur

Analisis ukuran butir kapur dilakukan menggunakan ayakan berbagai ukuran mesh, yaitu lolos ayakan < 16 mesh, 16-30 mesh, 30-60 mesh, 60-140 mesh, 140-280 mesh dan > 280 mesh.

3.3.2. Daya Netralisasi

Penetapan daya netralisasi diuji dengan mereaksikan bahan kapur dengan HCl berlebih yang volume dan normalitasnya diketahui lalu dipanaskan hingga larut kemudian setelah dingin dititrasi NaOH. Rumus perhitungan daya netralisasi :

% Daya Netralisasi = {(V x N)HCl - (V x N)NaOH} x BE x 100% mg Bahan Kapur

Keterangan :

V = volume; N = normalitas; BE CaCO3= 50

3.3.3. Metode SK Menteri Pertanian No. 02/pert/HK.060/2/2006

Metode pengujian efektivitas bahan kapur berdasarkan SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006 yaitu inkubasi tanah selama dua bulan dalam kondisi kapasitas lapang dengan diberi perlakuan bahan kapur. Contoh tanah dari lapang dikering-udarakan dan selanjutnya diayak lolos saringan 2 mm. Contoh tanah diberi perlakuan kapur setara 0, 0.5, 1.0 dan 1.5 kali dosis rekomendasi. Adapun dosis rekomendasi penggunaan kapur adalah 1 X Al-dd (Kamprath, 1970). Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Kemudian pengaruh pemberian pembenah tanah diamati dengan menganalisa tanah setiap minggu. Parameter uji yang diamati adalah pH dan Al-dd. Pada akhir inkubasi dilakukan analisis Ca dan Mg dapat dipertukarkan. Adapun metode ekstraksi dan peralatan sesuai yang dicantumkan dalam SK Menteri Pertanian No.02/pert/HK.060/2/2006.

(24)

Karakteristik Tanah yang Digunakan:

Jenis Tanah : Podsolik Merah Kuning Lokasi Pengambilan : Jasinga Desa Setu. Tanggal Pengambilan : Desember 2008 Kadar Al-dd : 4.43 me/100g

H –dd : 0.77 me/100g

pH tanah : 4.43

Basa-basa Dapat Dipertukarkan: K : 0.18 me/100gr

Na : 0.10 me/100gr Ca : 0.30 me/100 gr Mg : 0.12 me/100gr

3.3.4. Metode Uji Reaktivitas

Metode uji reaktivitas ialah dengan mereaksikan bahan kapur dengan berbagai konsentrasi HCl (0.05 N, 0.1 N dan 0.2 N) tanpa dipanaskan dan dikocok berdasarkan waktu (0, 1, 2, 3 dan 4 jam pengocokan) lalu dititrasi dengan NaOH. Masing-masing perlakuan diulang dua kali. Reaktivitas bahan dolomit uji dibandingkan dengan reaktivitas kapur p.a (CaCO3 p.a) dan kapur contoh.

Perhitungan reaktivitas sama dengan rumus perhitungan daya netralisasi setara CaCO3.

(25)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengujian Ukuran Butir Dolomit Uji

Kehalusan kapur berhubungan erat dengan kecepatan reaksi. Semakin halus suatu bahan maka akan semakin cepat reaksi berlangsung. Akan tetapi, semakin cepat reaksi suatu bahan akan menyebabkan semakin cepat bahan tersebut habis karena daya larutnya semakin cepat. Sebagian besar bahan uji seperti tersaji pada data Tabel 2 berada pada ukuran 30-60 mesh yaitu sebesar 70.14% dan 60-140 mesh yaitu sebesar 17.53%, sehingga 87.67% bahan dolomit uji berada pada ukuran 30-140 mesh. Ukuran bahan dolomit uji ini tergolong sedang, karena mengandung cukup bahan halus untuk menjamin reaksi cepat dan juga cukup bahan kasar untuk memberikan manfaat yang agak lama bagi tanaman terutama selama pergiliran tanaman.

Tabel 2. Hasil Analisa Ukuran Butir Dolomit Uji

Ulangan mesh<16 16-30 mesh 30-60 mesh 60-140 mesh 140-280 mesh mesh>280

---%---1 0.90 8.17 61.59 24.95 2.16 0.26

2 0.82 8.23 76.48 11.05 2.21 0.20

3 0.71 8.13 72.36 16.60 1.46 0.15

Rata-rata 0.81 8.18 70.14 17.53 1.94 0.20

4.2. Pengujian Efektivitas Dolomit Uji Pada Tanah di Laboratorium

Metode inkubasi selama delapan minggu menunjukkan perubahan pH tanah dan kadar Al-dd tanah.

(26)

4.36 4.53 4.80 4.99 4.73 4.84 3.8 3.9 4.0 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 5.0 5.1 Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Minggu Ke-p H T an ah

0 Al-dd 0.5 Al-dd 1 Al-dd 1.5 Al-dd Gambar 1. Grafik Perubahan pH Tanah Selama Inkubasi

Dosis dolomit setara 1 x Al-dd mampu meningkatkan pH tanah dari 4.43 menjadi 4.80 setelah pencampuran dan pada minggu pertama pH tanah meningkat menjadi 4.99 (Gambar 1.). Peningkatan pH tanah terlihat seiring bertambahnya dosis dolomit yang diberikan. Di akhir masa inkubasi, peningkatan pH tanah yang diberi perlakuan dolomit masih berada pada pH yang lebih tinggi yaitu pada dosis dolomit setara 1.5 x Al-dd dengan pH 4.73.

2.83 1.35 0.73 0.70 0.2 0.5 0.8 1.1 1.4 1.7 2.0 2.3 2.6 2.9 3.2 3.5 3.8 4.1 4.4 4.7 Awal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Minggu Ke-A l-d d T an ah ( m e/ 10 0g )

0 Al-dd 0.5 Al-dd 1 Al-dd 1.5 Al-dd Gambar 2. Grafik Perubahan Al-dd Tanah Selama Inkubasi

(27)

Gambar 2 menunjukkan bahwa seiring bertambahnya dosis dolomit yang diberikan maka kadar Al-dd mengalami penurunan. Pemberian dosis dolomit setara 1 x Al-dd mampu menurunkan kadar Al-dd tanah dari awal sebesar 4.43 menjadi 1.35 me/100g setelah pencampuran. Pada akhir masa inkubasi, kadar Al-dd tanah yang diberi perlakuan dolomit masih lebih rendah dibandingkan kontrol. Menurut Fox dan Kamprath (1970), keracunanan aluminium pada tanaman sangat berhubungan dengan ion Al terlarut. Kelarutan aluminium dalam tanah tidak berhubungan langsung dengan kandungan Al-dd secara langsung, akan tetapi kelarutan aluminium berhubungan erat dengan kejenuhan aluminium. Apabila kejenuhan aluminium > 60% maka aluminium di larutan dapat diperkirakan > 2 ppm. Bila kelarutan Al di larutan tanah > 2 ppm maka tanaman berpotensi keracunan aluminium.

Pengaruh pemberian dolomit terhadap basa-basa dapat dipertukarkan setelah diinkubasi selama 7 dan 8 minggu disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Basa-basa Dapat Dipertukarkan pada Minggu ke-7 dan ke-8 Setelah Inkubasi

Perlakuan K Na Ca Mg ∑ Basa K Na Ca Mg ∑ Basa ---me/100gr---

---me/100gr---Minggu Minggu ke-7 Minggu ke-8

0 0.18 0.10 0.30 0.13 0.71 0.17 0.11 0.35 0.17 0.80 0.5 Al-dd 0.17 0.11 0.43 0.23 0.94 0.17 0.10 0.63 0.27 1.17 1.0 Al-dd 0.19 0.12 0.57 0.32 1.20 0.18 0.12 0.69 0.30 1.29 1.5 Al-dd 0.16 0.12 0.64 0.35 1.27 0.18 0.12 0.67 0.38 1.35

Data Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian dolomit meningkatkan Ca dan Mg dapat dipertukarkan. Pada minggu ke-7, pemberian 1.5 dosis (setara 1.5 x

(28)

Al-dd) mampu meningkatkan Ca dan Mg hingga 100%. Sedangkan pemberian 0.5 dosis (setara 0.5 x Al-dd) pada minggu ke-8 meningkatkan Ca dan Mg dapat dipertukarkan sampai mendekati 100% untuk Ca dan 50% untuk Mg dari perlakuan tanpa dolomit. Pemberian dolomit 1 dosis pada minggu ke-8 meningkatkan Ca dan Mg dapat dipertukarkan hingga mendekati 100% dari perlakuan tanpa dolomit. Pemberian dolomit pada dosis yang lebih besar dari 1 dosis (setara 1 x Al-dd) tidak menunjukkan peningkatan Ca-dd dan Mg-dd yang besar lagi. Pengaruh pemberian dolomit setara 1 dosis akan meningkatkan jumlah basa-basa menjadi berturut-turut 1.20 me/100 gr dan 1.29 me/100 gr.

Pengaruh pemberian dolomit terhadap kejenuhan aluminium setelah pemberian dolomit setara 0, 0.5 dosis, 1.0 dosis dan 1.5 dosis pada minggu ke 8 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kejenuhan Aluminium pada Minggu ke-8

Perlakuan Kejenuhan Aluminium

0 73.9 %

0.5 Al-dd 54.9 %

1 Al-dd 47.01 %

1.5 Al-dd 36.3 %

Data yang tersaji pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian 0.5 dosis dolomit uji sudah mampu menurunkan kejenuhan aluminium dari 73.9% menjadi 54.9% dan 1.0 dosis menurunkan hingga 47.01%. Sedangkan batas kritis kejenuhan aluminium adalah 60%. Hal ini menunjukkan keracunan aluminium pada tanaman dapat dihindari.

(29)

4.3. Pengujian Daya Netralisasi Dolomit Uji

Hasil pengujian daya netralisasi di laboratorium sesuai metode yang digunakan terhadap dolomit yang diuji adalah 106%. Daya netralisasi adalah jumlah bahan yang bereaksi setara dengan CaCO3. Jadi apabila CaCO3 murni

diukur daya netralisasinya maka nilainya adalah 100%. Apabila suatu bahan kapur mengandung CaCO3 dan juga mengandung MgCO3 maka daya netralisasinya

menjadi lebih besar dari 100% dan bila ada bahan-bahan pengotor seperti liat silikat, kalsium silikat maka daya netralisasinya menjadi kurang dari 100%. Oleh karena daya netralisasi dolomit yang diuji sebesar 106% berarti bahan kapur tersebut cukup baik.

4.4. Pengujian Reaktivitas Dolomit Uji

Walaupun dari parameter daya netralisasi suatu bahan ini terlihat cukup baik, akan tetapi reaktivitasnya bahan ini tidak ada hubungannya dengan nilai daya netralisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran reaktivitas bahan kapur yang dibandingkan dengan kapur p.a untuk melihat kualitas bahan kapur secara cepat.

Perbandingan reaktivitas bahan kapur setelah direaksikan dengan larutan HCl 0.05 N menurut waktu disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Reaktivitas Bahan Kapur (setara CaCO3) dengan Larutan

HCl 0.05 N Menurut Waktu

Nama bahan 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam

---%---Dolomit Uji 33.19 112.33 111.3 113.88 108.83

Kapur p.a 71.17 96.37 98.09 84.37 91.22

(30)

Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil pengukuran jumlah bahan kapur yang telah bereaksi dengan HCl 0.05 N tanpa dipanaskan pada awal reaksi tanpa dipanaskan hanya setara 33.19 % untuk dolomit uji, sedangkan kapur p.a telah bereaksi 71.17 %. Hal ini berarti kecepatan reaksi pada saat awal kira-kira 50% dari CaCO3 p.a. Pada jam pertama dan selanjutnya jumlah bahan yang

bereaksi pada dolomit uji menunjukkan > 100% setara CaCO3. Sementara jumlah

bahan kapur contoh yang telah bereaksi dengan HCl 0.05 N pada awal reaksi hingga tiga jam berikutnya setara < 0% dan pada jam keempat setara 0%. Hal ini menunjukkan bahwa kapur contoh ini memiliki kecepatan reaksi yang jauh lebih rendah dibandingkan CaCO3p.a dan dolomit uji.

Tabel 6. Perbandingan Reaktivitas Bahan Kapur (setara CaCO3) dengan Larutan

HCl 0.1 N Menurut Waktu

Nama bahan 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam

---%---Dolomit Uji 69.55 111.54 139.96 117.45 136.83 Kapur p.a 84.27 110.54 116.96 115.16 104.43 Kapur Contoh -7.36 -3.89 -6.18 -5.75 -8.80

Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil pengukuran jumlah bahan kapur yang telah bereaksi dengan HCl 0.1 N tanpa dipanaskan pada awal reaksi tanpa dipanaskan hanya setara 69.55% untuk dolomit uji, sedangkan kapur p.a telah bereaksi 84.27%. Hal ini berarti kecepatan reaksi pada saat awal kira-kira 80% dari CaCO3p.a. Pada jam pertama dan selanjutnya jumlah bahan dolomit uji

yang bereaksi menunjukkan > 100% setara CaCO3. Sementara jumlah bahan

(31)

empat jam berikutnya setara < 0% dan lebih rendah dibandingkan jumlah bahan kapur contoh yang bereaksi dengan HCl 0.05 N.

Tabel 7. Perbandingan Reaktivitas Bahan Kapur (setara CaCO3) dengan Larutan

HCl 0.2 N Menurut Waktu

Nama bahan 0 jam 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam

---%---Dolomit Uji 94.72 95.59 117.17 108.37 113.27 Kapur p.a 87.72 119.28 125.12 120.55 106.15

Kapur Contoh 1.71 1.19 2.16 2.66 8.09

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa hasil pengukuran jumlah bahan kapur yang telah bereaksi dengan HCl 0.2 N tanpa dipanaskan pada awal reaksi tanpa dipanaskan hanya setara 94.72% untuk dolomit uji, sedangkan kapur p.a telah bereaksi 87.72%. Hal ini berarti kecepatan reaksi pada saat awal kira-kira > 100% setara CaCO3. Pada jam pertama kecepatan reaksi kira-kira 80% dari

CaCO3 p.a tetapi selanjutnya jumlah bahan yang bereaksi pada dolomit uji

menunjukkan > 100% setara CaCO3. Sementara jumlah bahan kapur contoh yang

telah bereaksi dengan HCl 0.2 N pada awal reaksi setara 1.71%. Hal ini berarti kecepatan reaksi kapur contoh kira-kira 2% dari CaCO3 p.a tetapi mengalami

penurunan pada jam pertama dan meningkat kembali pada jam kedua hingga jam keempat kecepatan reaksi menjadi kira-kira 8% dari CaCO3 dan 7% dari dolomit

uji.

Reaktivitas bahan kapur di atas menunjukkan nilai maksimum dari daya netralisasi suatu bahan. Dari perbandingan reaktivitas bahan kapur dengan berbagai konsentrasi HCl dapat diperkirakan bahwa reaktivitas bahan dolomit uji lebih rendah dari CaCO3 p.a akan tetapi memiliki kemampuan menetralkan yang

(32)

cukup baik. Sementara reaktivitas kapur contoh jauh lebih rendah dari pada CaCO3p.a dan dolomit uji. Hal ini menunjukkan bahwa bahan kapur contoh tidak

memiliki kemampuan menetralkan asam dan bahan kapur contoh tidak memiliki sifat kimia serta kandungan hara yang memenuhi syarat mutu suatu bahan kapur. Pengukuran reaktivitas bahan dengan HCl 0.5 N telah menunjukkan perbedaan yang nyata dalam membandingkan kemampuan menetralkan asam dari berbagai bahan kapur.

Sifat kimia, kandungan hara dan ukuran butir kapur telah menunjukkan bahwa bahan amelioran dolomit yang digunakan sebagai bahan uji telah memenuhi syarat mutu bahan kapur. Kedua metode pengujian efektivitas bahan amelioran telah dilakukan. Berdasarkan kriteria kualitas bahan kapur menurut Tisdale et al. (1985), yaitu daya netralisasi, kandungan Mg, tingkat kehalusan, reaktivitas, dan kadar air bahan, maka metode pengujian berupa daya netralisasi, reaktivitas dan ukuran butir bahan telah menentukan efektivitas suatu bahan amelioran. Metode uji reaktivitas telah menunjukkan bahwa reaktivitas bahan dolomit uji lebih rendah dari CaCO3 p.a tetapi memiliki kemampuan menetralkan

yang cukup baik. Sebagaimana telah diketahui bahwa tingkat kekerasan atau kristalinitas dolomit lebih tinggi dibandingkan dengan kalsit. Hal ini menyebabkan bahan dolomit bereaksi lebih lambat dibandingkan dengan bahan kalsit.

Metode uji reaktivitas menggunakan HCl 0.05 N dengan waktu pengocokan hingga satu jam cukup baik digunakan untuk uji cepat penentuan kualitas bahan kapur dalam pengujian efektivitas suatu bahan amelioran dibandingkan metode pengujian berdasarkan SK Menteri Pertanian

(33)

No.02/pert/HK.060/2/2006 yang membutuhkan waktu inkubasi selama dua bulan. Bila diperlukan metode inkubasi dapat dilakukan kemudian.

(34)

V. KESIMPULAN

1. Pemberian dosis dolomit uji setara 1 x Al-dd mampu meningkatkan pH tanah dan menurunkan kadar Al-dd tanah serta menurunkan kejenuhan aluminium dari 73.9% menjadi 47.01%.

2. Metode uji reaktivitas bahan kapur menggunakan HCl 0.05 N dengan waktu pengocokan hingga satu jam cukup baik digunakan untuk uji cepat penentuan kualitas bahan amelioran kapur.

3. Reaktivitas bahan kapur contoh lebih rendah dari bahan dolomit uji dan reaktivitas bahan dolomit uji lebih rendah dari kapur p.a (CaCO3p.a).

(35)

VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009a. Informasi Mineral dan Batubara : Kalsit. In :

http://www.tekmira.esdm.go.id/data/Kalsit/ulasan.asp diakses pada tanggal 15 Juli 2009.

Anonim. 2009b. Kalsit. In : http://www.minerals.net/mineral/carbonat/dolomite diakses pada tanggal 7 Juli 2009.

Anonim. 2009c. Informasi Mineral dan Batubara : Dolomit. In : http://www.tekmira.esdm.go.id/data/Dolomit/ulasan.asp diakses pada tanggal 15 Juli 2009.

Anonim. 2009d. Dolomit. In : http://www.minerals.net/mineral/carbonat/dolomite diakses pada tanggal 7 Juli 2009.

Black, C. A. 1968. Soil Plant Relationship. 2th ed. John Wiley and Sons, Inc. New York. 792p.

Buckman, O. H., and N. C. Brady. 1960. The Nature and Properties of Soils. 6th ed. The Macmillan Company. New York.

Coleman, N. T., E. J. Kamprath and S. B. Weed. 1958. Liming. Adv. Agron. 10: 474-522.

Fox, R. L. and E. J. Kamprath. 1970. Phosphate Sorption Isotherms for

Evaluating The Phosphate Requirements of Soil. Soil Sci. Soc. Amer.

Proc. 34:902-7.

Jones, Ulysses. S. 1979. Fertilizers and Soil Fertility. Reston Publishing Company, Inc. Virginia.

Kamprath, E. J. 1970. Aluminum Excahangeable as a Criterion Liming for

Leached Mineral Soils. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 34: 252-256.

Kussow, W. R. 1971. Introduction to Soil Chemistry. Soil Fertility Project. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Sanchez, Pedro A. 1976. Properties and Management of Soils in The Tropic. A Wiley Interscience Publication, John Wiley and Sons. New York, London, Sydney, Toronto.

(36)

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tisdale, S. L., W. L. Nelson, and J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4thed. Collier Macmillan Company. New york.

(37)
(38)

Tabel Lampiran 1. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Setelah Pencampuran

Dosis Kapur

pH Tanah Al-dd (me/100g)

Rata-rata Al-dd (me/100g) Ulangan 1 2 3 1 2 3 0 4.34 4.37 4.37 4.37 4.25 4.63 4.42 0.5 Al-dd 4.54 4.54 4.51 2.88 2.58 3.02 2.83 1 Al-dd 4.56 5.28 4.57 1.85 0.16 2.05 1.35 1.5 Al-dd 4.97 4.76 4.79 0.63 0.83 0.65 0.70

Tabel Lampiran 2. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Minggu Pertama

Dosis Kapur

pH Tanah Al-dd (me/100g)

Rata-rata Al-dd (me/100g) Ulangan 1 2 3 1 2 3 0 4.39 4.39 4.38 4.32 4.25 4.65 4.41 0.5 Al-dd 4.48 4.57 4.43 3.14 2.19 3.58 2.97 1 Al-dd 4.61 5.74 4.61 2.11 0.20 1.94 1.42 1.5 Al-dd 5.10 4.70 4.68 0.25 0.73 1.38 0.79

Tabel Lampiran 3. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Minggu Kedua

Dosis Kapur

pH Tanah Al-dd (me/100g)

Rata-rata Al-dd (me/100g) Ulangan 1 2 3 1 2 3 0 4.34 4.26 4.22 4.11 4.77 4.44 4.44 0.5 Al-dd 4.29 4.34 4.26 3.54 2.65 3.56 3.25 1 Al-dd 4.28 4.64 4.25 2.24 0.64 2.09 1.66 1.5 Al-dd 4.70 4.88 4.36 0.28 0.21 1.43 0.64

(39)

Tabel Lampiran 4. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Minggu Ketiga

Dosis Kapur

pH Tanah Al-dd (me/100g)

Rata-rata Al-dd (me/100g) Ulangan 1 2 3 1 2 3 0 4.20 4.14 4.09 4.98 4.24 4.39 4.54 0.5 Al-dd 4.19 4.25 4.13 3.31 3.02 3.45 3.26 1 Al-dd 4.26 4.54 4.27 2.16 1.27 2.21 1.88 1.5 Al-dd 4.80 4.88 4.47 0.26 0.12 0.81 0.40

Tabel Lampiran 5. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Minggu Keempat

Dosis Kapur

pH Tanah Al-dd (me/100g)

Rata-rata Al-dd (me/100g) Ulangan 1 2 3 1 2 3 0 3.85 3.96 3.90 4.65 4.04 4.04 4.24 0.5 Al-dd 4.02 4.08 3.95 3.29 2.96 2.91 3.05 1 Al-dd 4.03 4.15 4.03 2.77 2.49 2.35 2.54 1.5 Al-dd 4.76 4.81 4.10 0.19 0.00 1.03 0.41

Tabel Lampiran 6. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Minggu Kelima

Dosis Kapur

pH Tanah Al-dd (me/100g)

Rata-rata Al-dd (me/100g) Ulangan 1 2 3 1 2 3 0 4.25 4.24 4.27 4.40 4.12 3.71 4.08 0.5 Al-dd 4.36 4.41 4.58 2.71 3.00 2.85 2.85 1 Al-dd 4.43 4.52 4.43 2.84 1.87 2.48 2.40 1.5 Al-dd 5.08 5.00 4.54 0.31 0.28 1.61 0.73

(40)

Tabel Lampiran 7. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Minggu Keenam

Dosis Kapur

pH Tanah Al-dd (me/100g)

Rata-rata Al-dd (me/100g) Ulangan 1 2 3 1 2 3 0 4.29 4.25 4.25 3.43 3.77 3.10 3.43 0.5 Al-dd 4.47 4.48 4.43 2.09 2.15 2.39 2.21 1 Al-dd 4.54 4.58 4.49 1.72 1.23 2.52 1.82 1.5 Al-dd 5.15 4.88 4.60 0.19 0.47 1.20 0.62 Tabel Lampiran 8. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Minggu Ketujuh

Dosis Kapur

pH Tanah Al-dd (me/100g)

Rata-rata Al-dd (me/100g) Ulangan 1 2 3 1 2 3 0 4.07 4.02 4.00 3.84 4.33 4.75 4.31 0.5 Al-dd 4.12 4.28 4.10 2.74 2.68 2.62 2.68 1 Al-dd 4.40 4.45 4.36 2.20 1.36 2.31 1.96 1.5 Al-dd 4.68 4.51 4.41 0.92 1.14 1.00 1.02 Tabel Lampiran 9. Penetapan pH Tanah (Tanah:H2O=1:1) dan Al-dd (me/100g)

Minggu Kedelapan

Dosis Kapur

pH Tanah Al-dd (me/100g)

Rata-rata Al-dd (me/100g) Ulangan 1 2 3 1 2 3 0 4.12 3.95 4.10 4.37 4.70 4.43 4.50 0.5 Al-dd 4.25 4.68 4.35 3.07 1.16 2.61 2.28 1 Al-dd 4.44 5.05 4.50 2.19 0.34 1.73 1.42 1.5 Al-dd 5.04 4.64 4.50 0.36 1.13 1.63 1.04

(41)

Tabel Lampiran 10. Penetapan Kadar Ca dan Mg Minggu Ketujuh Dosis Kapur Ca Rata-rata Mg Rata-rata Ulangan Ulangan 1 2 3 1 2 3 0 0.28 0.32 0.32 0.31 0.12 0.14 0.15 0.14 0.5 Al-dd 0.41 0.40 0.47 0.43 0.23 0.23 0.24 0.23 1 Al-dd 0.55 0.62 0.52 0.56 0.32 0.35 0.30 0.32 1.5 Al-dd 0.68 0.64 0.60 0.64 0.41 0.32 0.14 0.29 Tabel Lampiran 11. Penetapan Kadar Ca dan Mg Minggu Kedelapan

Dosis Kapur Ca Rata-rata Mg Rata-rata Ulangan Ulangan 1 2 3 1 2 3 0 0.37 0.34 0.35 0.35 0.16 0.16 0.25 0.19 0.5 Al-dd 0.48 0.75 0.57 0.60 0.24 0.30 0.27 0.27 1 Al-dd 0.57 0.84 0.66 0.69 0.30 0.20 0.40 0.30 1.5 Al-dd 0.82 0.67 0.60 0.70 0.53 0.32 0.30 0.38

(42)

Gambar

Tabel 1. Sifat Kimia dan Kandungan Hara Dolomit Uji
Tabel 2. Hasil Analisa Ukuran Butir Dolomit Uji Ulangan &lt;16  mesh 16-30 mesh 30-60 mesh 60-140 mesh 140-280 mesh &gt;280 mesh  ---------------------------------%-------------------------------------1 0.90 8.17 61.59 24.95 2.16 0.26 2 0.82 8.23 76.48 11.
Gambar 1. Grafik Perubahan pH Tanah Selama Inkubasi
Gambar 2 menunjukkan  bahwa seiring bertambahnya dosis dolomit  yang  diberikan  maka  kadar  Al-dd  mengalami  penurunan
+7

Referensi

Dokumen terkait

&#34;Setelah itu kita akan menyelidiki, siapa yang mengobrak-abrik tempat pertemuan rahasia kita ini.&#34; Ketika ketujuh anak itu sedang membereskan barang-barang

Pendapat tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryaningsih (2014), dimana sebagian responden memilih tidak melakukan verifying karena jurnal tersebut sudah

Hal tersebut telah diatur mengingat Ruwatan merupakan tradisi Jawa kuno yang telah mengakar selama ratusan tahun dan berkembang dalam masyarakat yang

Permasalahan dalam Program Penyediaan, Pemerataan dan Peningkatan kualitas prasarana dan sarana pelayanan kesehatan adalah Seiring dengan perkembangan jaman, masyarakat menuntut

t hitung sebesar -1.693 dan t tabel ±1,650 t hitung &lt; t tabel, maka dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan tidak memoderasi pengaruh antara tekanan keuangan

Lihat Undang-undang tentang Guru dan Dosen nomor 14 tahun 2005 BAB I Pasal I.. Dalam perspektif pendidikan islam, guru adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap

Di NPM, Unisma harus menerapkan mesin Absen Cap Driji/Absensi Sidik Jari (AbCD) sebagai solusi untuk mengatasi ketidakdisiplinan mahasiswa. Perlu diketahui, sejauh

internet bisa menjadi alternatif baru tidak hanya sebagai media untuk beriklan tetapi juga sebagai media untuk membangun dialog yang lebih intens dengan