• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN BENTUK INTERAKSI SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI DUSUN GAMPING KIDUL, SLEMAN, YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN BENTUK INTERAKSI SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI DUSUN GAMPING KIDUL, SLEMAN, YOGYAKARTA"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

i

HUBUNGAN BENTUK INTERAKSI SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI DUSUN GAMPING KIDUL, SLEMAN, YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Disusun oleh:

RIZKY YUSPITA SARI 2212092

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

(2)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

i

HUBUNGAN BENTUK INTERAKSI SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI DUSUN GAMPING KIDUL SLEMAN YOGYAKARTA

Rizky Yuspita Sari1, Suwarno2, Rosa Delima Ekwantini3 INTISARI

Latar Belakang: Lanjut usia (lansia) mulai mengalami perubahan fisik, perubahan

peran, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang yang dicintai. Hal tersebut dapat memicu gangguan mental. salah satu gangguan mental yang sering ditemukan yaitu depresi. Depresi terjadi akibat beberapa faktor salah satunya interaksi social.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan bentuk

interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di Dusun Gamping Kidul Sleman Yogyakarta.

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan

Cross sectional dan sample berjumlah 110, tehnik pengambilan sampling menggunakan proportional random sampling. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner dengan alat ukur tingkat depresi Geriatric Depression Scale (GDS) dan bentuk interaksi sosial.

Hasil penelitian dianalisis dengan uji Kendall’s tau.

Hasil Penelitian: Hasil uji Kendall’s tau bentuk interaksi sosial asosiatif diperoleh nilai

koefisien korelasi sebesar 0,339 dengan p value 0,000 < 0,05. Nilai koefisien korelasi bentuk interaksi sosial disosiatif sebesar -0,375 dengan p value 0,000 < 0,05.

Kesimpulan: Ada hubungan bentuk interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia

di Dusun Gamping Kidul Sleman Yogyakarta dengan keeratan hubungan rendah.

Kata kunci: bentuk interaksi sosial, tingkat depresi, lanjut usia 1

Mahasiswa Program studi Ilmu Keperawatan Stikes A. Yani Yogyakarta 2

Dosen Ilmu keperawatan Stikes A. Yani Yogyakarta 3Dosen Ilmu keperawatan Politeknik Kesehatan Yogyakarta

(3)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

ii iii

(4)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Bentuk

Interaksi Sosial dengan Tingkat Depresi pada Lansia di Dusun Gamping Kidul, Sleman,

Yogyakarta”.

Skripsi ini telah dapat diselesaikan, atas bimbingan, arahan, dan bantuan berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

2. Tetra Saktika Adinugraha, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.MB selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

3. Suwarno, MNS selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran yang sangat bermanfaat dalam penyusunan usulan penelitian ini

4. Rosa Delima Ekwantini, S.Kp., M.Kes selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan saran yang berguna dalam penyusunan usulan penelitian ini

5. Dr. Sri Werdati, S.KM., M.Kes selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan pendapat yang sangat berguna

6. Seluruh dosen keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan, pengalaman serta mendidik kami

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semuanya, sebagai imbalan atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Besar harapan penulis semoga skripsi ini berguna bagi semua.

Penulis

(5)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

iv DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Hasil Penelitian ... 4

E. Keaslian Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Lansia ... 7

a. Definisi Lansia ... 7

b. Klasifikasi Lanjut Usia ... 7

c. Proses Menua ... 7

d. Perubahan yang Terjadi pada Lansia ... 10

e. Tugas Perkembangan Lansia ... 12

2. Interaksi Sosial ... 12

(6)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

v

a. Definisi Interaksi Sosial ... 12

b. Bentuk Interaksi Sosial ... 13

c. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial ... 16

d. Faktor-faktor yang Mendasari Terjadinya Interaksi Sosial ... 17

3. Depresi ... 20

a. Definisi Depresi ... 20

b. Manifestasi Klinis Depresi ... 21

c. Etiologi Depresi ... 21

d. Faktor Risiko Depresi ... 24

e. Derajat Depresi dan Penegakan Diagnosa ... 27

B. Landasan Teori ... 26

C. Kerangka Teori ... 30

D. Kerangka Konsep ... 31

E. Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 32

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

D. Teknik Sampling ... 34

E. Variabel Penelitian ... 35

F. Definisi Operasional ... 35

G. Alat dan Metode Pengumpulan Data ... 37

H. Validitas dan Reliabilitas ... 40

I. Analisis dan Model Statistik ... 42

J. Etika Penelitian ... 44

K. Pelaksanaan Penelitian ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 49

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 49

(7)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

vi

2. Analisis Hasil Penelitian ... 49

B. Pembahasan ... 57

1. Karakteristi Responden ... 57

2. Bentuk Interaksi Sosial ... 59

3. Tingkat Depresi ... 63

4. Hubungan Bentuk Interaksi Sosial dengan Tingkat Depresi ... 66

C. Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

(8)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

vii DAFTAR TABEL Hal Tabel 1 Penggolongan Depresi Menurut ICD-10 28 Tabel 2 Definisi Operasional 36 Tabel 3 Kisi-kisi Kuesioner Bentuk Interaksi Sosial 37 Tabel 4 Kisi-kisi Kuesioner Depresi 39 Tabel 5 Distribusi frekuensi lansia berdasarkan jenis kelamin, umur,

tingkat pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan di dusun Gamping Kidul, Sleman

50

Tabel 6 Distribusi frekuensi lansia berdasarkan penyakit yang diderita,dan anggota keluarga yang tinggal bersama di dusun Gamping Kidul, Sleman

51

Tabel 7 Distribusi frekuensi bentuk interaksi sosial asosiatif lansia di dusun Gamping Kidul, Sleman

52 Tabel 8 Distribusi frekuensi bentuk interaksi sosial disosiatif lansia di

dusun Gamping Kidul, Sleman

52 Tabel 9 Distribusi frekuensi tingkat depresi lansia di dusun Gamping

Kidul, Sleman

53 Tabel 10 Tabulasi silang jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status

pekerjaan, status perkawinan di dusun Gamping Kidul, Sleman

54 Tabel 11 Tabulasi silang penyakit yang diderita,dan anggota keluarga

yang tinggal bersama di dusun Gamping Kidul, Slemans

55 Tabel 12 Hasil uji Kendall tau hubungan bentuk interaksi sosial asosiatif

dengan tingkat depresi lansia di dusun Gamping Kidul, Sleman

56 Tabel 13 Hasil uji Kendall tau hubungan bentuk interaksi sosial disosiatif

dengan tingkat depresi lansia di dusun Gamping Kidul, Sleman

57 Tabel 14 Hasil uji Anova hubungan bentuk interaksi sosial dengan

tingkat depresi pada lansia di Dusun Gamping Kidul Sleman

58

(9)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

viii

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1 Kerangka Teori Penelitian 30 Gambar 2 Kerangka Konsep Penelitian 31

(10)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penyusunan Skripsi Lampiran 2. Permohonan Menjadi Responden Lampiran 3. Lembar Persetujuan Responden Lampiran 4. Karakteristik Responden

Lampiran 5. Kuesioner Bentuk Interaksi Sosial

Lampiran 6. Kuesioner Geriatric Depression scale (GDS) Lampiran 7. Surat Izin Penelitian

Lampiran 8. Lembar Bimbingan Skripsi

(11)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

x

HUBUNGAN BENTUK INTERAKSI SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI DUSUN GAMPING KIDUL SLEMAN YOGYAKARTA

Rizky Yuspita Sari1, Suwarno2, Rosa Delima Ekwantini3 INTISARI

Latar Belakang: Lanjut usia (lansia) mulai mengalami perubahan fisik, perubahan

peran, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang yang dicintai. Hal tersebut dapat memicu gangguan mental. salah satu gangguan mental yang sering ditemukan yaitu depresi. Depresi terjadi akibat beberapa faktor salah satunya interaksi social.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan bentuk

interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di Dusun Gamping Kidul Sleman Yogyakarta.

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan

Cross sectional dan sample berjumlah 110, tehnik pengambilan sampling menggunakan proportional random sampling. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner dengan alat ukur tingkat depresi Geriatric Depression Scale (GDS) dan bentuk interaksi sosial.

Hasil penelitian dianalisis dengan uji Kendall’s tau.

Hasil Penelitian: Hasil uji Kendall’s tau bentuk interaksi sosial asosiatif diperoleh nilai

koefisien korelasi sebesar 0,339 dengan p value 0,000 < 0,05. Nilai koefisien korelasi bentuk interaksi sosial disosiatif sebesar -0,375 dengan p value 0,000 < 0,05.

Kesimpulan: Ada hubungan bentuk interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia

di Dusun Gamping Kidul Sleman Yogyakarta dengan keeratan hubungan rendah.

Kata kunci: bentuk interaksi sosial, tingkat depresi, lanjut usia 1Mahasiswa Program studi Ilmu Keperawatan Stikes A. Yani Yogyakarta 2Dosen Ilmu keperawatan Stikes A. Yani Yogyakarta

3

Dosen Ilmu keperawatan Politeknik Kesehatan Yogyakarta

(12)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

xi

THE CORRELATION OF SOCIAL INTERACTION AND THE LEVEL OF ELDERLY DEPRESSION IN GAMPING KIDUL HAMLET SLEMAN

YOGYAKARTA

Rizky Yuspita Sari1, Suwarno2, Rosa Delima Ekwantini3

ABSTRACT

Background: The elderly begin to experience physical changes, role changes, social

status, and separation from beloved ones. Those things may stimulate mental disorder. One of common mental disorders is depression. Depression occurs due to several causal factors such as social interaction.

The Research Purpose: This study was aimed to identify The Relation between Social

Interaction and Depression Level in the elderly in Gamping Kidul Hamlet, Sleman, Yogyakarta.

The Research Method: This study was descriptive and correlative with cross sectional

approach. The number of samples was 110 selected through proportional random sampling technique. Study instrument were questionnaires with depression level measurement tool of Geriatric Depression Scale (GDS) and social interaction. The

resulth of the research was analyzed by Kendall’s tau test.

The Research Results: The result of Kendall's Tau test on associative social interaction

figured out correlational coefficient value of 0,339 with p value of 0,000 < 0,05. Correlational coefficient value of dissociative social interaction was -0,375 with p value of 0,000 < 0,05.

Conclusion: There was a relation between social interaction and depression level in the

elderly in Gamping Kidul Hamlet, Sleman, Yogyakarta, with lower category.

Keywords: forms social interaction, level of depression, elderly 1Student of School of Nursing Science Stikes Achamad Yani Yogyakarta 2Lecturer of Nursing Science Stikes Achamad Yani Yogyakarta

3Lecturer of Nursing Science Department in Health Polytechnique School of Yogyakarta

(13)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan data yang diperoleh dari WHO, sekitar 12% proporsi penduduk berusia lebih dari 60 tahun. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah lanjut usia (lansia) akan meningkat dua kali lipat yang mencapai 22%. Selain itu, diperkirakan populasi lansia sekitar 75% berada di negara berkembang pada tahun 2025 (WHO, 2016). Data dari Badan Pusat Statistik Indonesia jumlah lansia sekitar 8,5% dan akan meningkat menjadi sekitar 10% pada tahun 2020. Jumlah lansia terbanyak terdapat pada provinsi DIY dengan jumlah 13,4% dan terendah di provinsi Papua dengan jumlah 2,8% (BPS, 2015). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan DIY (2015) jumlah lansia terbanyak di kabupaten Gunungkidul mencapai 129,747 jiwa, terendah di Kota madya Yogyakarta sekitar 27,547 jiwa, sedangkan di kabupaten Sleman menduduki peringkat kedua yaitu sekitar 115,296 jiwa. Jumlah lansia terbanyak di kabupaten Sleman berada di kecamatan Gamping dengan jumlah 11,896 jiwa (Dinkes, 2013).

Menua atau aging adalah suatu proses kehidupan yang akan dialami oleh manusia. Perubahan fisik maupun mental akan banyak dialami oleh individu. Perubahan normal pada fisik yang mengancam integritas lansia misalnya: menurunnya fungsi panca indera, dan berkurangnya daya tahan tubuh. Selain itu, lansia masih dihadapkan pada perubahan peran, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang yang dicintai. Hal tersebut menyebabkan masalah mental yang lebih rentan dihadapi oleh lansia (Wiwie, 2000). Menurut Soejono (2009), lansia lebih rentan mengalami depresi karena terjadi interaksi faktor biologis, fisik, psikologis, dan sosial.

Menurut data dari Global Burden of Diseases Study (WHO, 2008), penyebab tertinggi keempat (4,3%) beban umum diantara seluruh penyakit yaitu depresi. Prevalensi depresi pada lansia di Indonesia cukup tinggi. Hal ini

(14)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

2

ditunjukkan dengan sebanyak 76,3% kejadian di ruang akut geriatri memiliki proporsi pasien dengan depresi ringan adalah 44,1%, depresi sedang berjumlah 18%, depresi berat berjumlah 10,8%, dan depresi sangat berat sebanyak 3,2% (Sudoyo, 2006). Individu yang berusia 65 tahun ke atas di komunitas yang mengalami kejadian depresi mayor mencapai 1% sampai 5%. Sementara 20% lansia mengalami gejala depresi. Berdasarkan World Health Organization (WHO), secara umum kejadian depresi pada lansia bervariasi antara 10-20%, tergantung pada situasi budaya di masing-masing daerah di dunia. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman (2014), terdapat 518 orang mengalami episode depresi dengan jumlah terbanyak pada usia lebih dari 60 tahun.

Menurut Hawari (2007), depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam serta berkelanjutan yang menyebabkan hilangnya kegairahan hidup, namun tidak mengalami gangguan realita (Reality Testing Ability/RTA), kepribadian utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting of personality), perilaku dapat terganggu dalam batas normal. Salah satu penyebab depresi yaitu kurangnya interaksi sosial yang mengakibatkan perasaan terisolir, sehingga lansia akan mengalami isolasi sosial (Kaplan, 1997).

Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, sehingga saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, dan sebaliknya (Bonner dalam Gunawan, 2010). Menurut Soekanto (2012), syarat terjadinya sebuah interaksi sosial apabila terdapat kontak sosial dan komunikasi didalamnya. Interaksi sosial memiliki peran penting dalam kehidupan lansia. Hal ini dikarenakan pada lansia mengalami penurunan fungsi tubuh dan panca indera. Dengan kondisi seperti ini lansia cenderung menarik diri dari lingkungannya. Penelitian Wododo (2013), mengemukakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia dengan probabilitas sebesar 0,001 atau kurang dari taraf signifikansi <0,05%.

(15)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

3

Menurut observasi peneliti yang dilakukan di Dusun Gamping Kidul pada tanggal 20 Januari 2016, lansia yang tinggal di dusun ini sebanyak 233 orang dan sebagian besar tinggal dengan keluarga. Di dusun ini terdapat empat RW yang semuanya telah memiliki posyandu lansia. Hasil wawancara dengan kader posyandu lansia menyatakan bahwa banyak lansia yang aktif mengikuti posyandu setiap bulannya. Selain itu, di dusun ini terdapat banyak kegiatan rutin yang masih dilakukan lansia seperti arisan, dasawisma, pengajian, perkumpulan RT dan RW oleh bapak-bapak, dan kegitan gotong royong membersihkan lingkungan. Kegiatan-kegiatan tersebut mendukung terbentuknya interaksi sosial antar individu. Dari hasil wawancara dengan pihak Puskesmas Gamping, sebelumnya belum pernah dilakukan pengukuran tingkat depresi pada lansia di daerah ini karena keterbatasan petugas.

Hasil uji coba kuesioner GDS (Geriatric Depression Scale) di dusun Gamping Kidul pada tanggal 21 Januari 2016, dari 10 lansia terdapat 6 lansia yang mengalami depresi. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai bentuk interaksi sosial dan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping kidul. Penelitian ingin meneliti hubungan bentuk interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul, Sleman, Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada hubungan bentuk interaksi

sosial dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul, Sleman, Yogyakarta?

(16)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

4

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah diketahui hubungan bentuk interaksi sosial lansia dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui bentuk interaksi sosial pada lansia di dusun Gamping Kidul, Sleman, Yogyakarta.

b. Diketahui tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul, Sleman, Yogyakarta.

c. Diidentifikasi keeratan hubungan antara bentuk interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul, Sleman, Yogyakarta.

d. Diketahui aspek interaksi sosial yang paling berpengaruh terhadap tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul, Sleman, Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat terhadap berbagai aspek, yaitu: 1. Manfaat Teoritis

Menambah ilmu pengetahuan terutama ilmu keperawatan gerontik dan komunitas yang berhubungan dengan bentuk interaksi sosial lansia di masyarakat.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan lansia khususnya tentang bentuk interaksi sosial dengan tingkat depresi lansia.

(17)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

5

b. Bagi Lansia di Dusun Gamping Kidul

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lansia untuk dapat mengidentifikasi tingkat depresi dan mencegahnya dengan bentuk interaksi sosial yang dilakukan.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dasar bagi peneliti selanjutnya khususnya dalam ruang lingkup yang sama yaitu bentuk interaksi sosial dan tingkat depresi lansia.

E. Keaslian Penelitian

1. Susanto (2014), dengan judul “Hubungan Status Mental dan Depresi dengan Kemampuan Interaksi Sosial pada Lansia Penghuni Pelayanan Sosial Lanjut

Usia Pasuruan di Lamongan”. Penelitian ini menggunakan desain penelitian

korelasi, dengan rancangan cross sectional, teknik pengambilan sampelnya dengan simple random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ), Geriatric Depression Scale (GDS) dan kuesioner kemampuan interaksi sosial. Hasil yang didapatkan adalah terdapat hubungan yang signifikan antara status mental dan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia, dengan tingkat depresi lebih besar pengaruhnya dibanding status mental terhadap kemampuan interaksi sosial pada lansia. Perbedaan penelitian ini adalah variabel independen peneliti yaitu bentuk interaksi sosial sedangkan variabel independen penelitian sebelumnya adalah status mental dan depresi. Variabel dependen pada penelitian sebelumnya yaitu kemampuan interaksi sosial sedangkan pada penelitian ini variabel dependenya tingkat depresi. Teknik pengambilan sampel dengan proportional random sampling.

2. Wododo (2013), dengan judul “Hubungan Interaksi Sosial dengan Tingkat Depresi pada Lanjut Usia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur

(18)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

6

korelasi, dengan rancangan cross sectional, serta teknik pengambilan sampel dengan purposive samping. Hasil penelitian yang didapatkan adalah ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia. Perbedaan dari penelitian ini adalah pada variabel independen peneliti yaitu bentuk interaksi sosial sedangkan variabel independen peneliti sebelumnya interaksi sosial, teknik pengambilan sampel dengan proportional random sampling.

3. Rezki (2014), dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat

Depresi Lansia di Panti Tresna Werdha Gau Mabaji Goa”, desain penelitian

analitik, rancangan cross sectional, teknik pengambilan sampel dengan purposive samping. Hasil penelitian yang didapatkan adalah terdapat pengaruh kehilangan dan kecemasan dengan tingkat depresi lansia di Panti Tresna Werdha Gau Mabaji Goa. Persamaan dari penelitian ini adalah variabel dependent peneliti yaitu tingkat depresi sedangkan pada penelitian sebelumnya tingkat depresi, rancangan yang digunakan cross sectional. Perbedaan dari penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya mencari faktor yang mempengaruhi tingkat depresi sedangkan pada peneliti menghubungkan bentuk interaksi sosial dengan tingkat depresi, desain penelitian sebelumnya menggunakan penelitian analitik sedangkan peneliti menggunakan deskriptif korelatif, teknik pengambilan sampel penelitian ini dengan proportional random sampling.

(19)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

49

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Dusun Gamping kidul merupakan salah satu dusun yang berada di desa Ambarketawang, kecamatan Gamping, kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dusun Gamping Kidul memiliki empat RW yaitu RW 16, RW 17, RW 18, dan RW 19, memiliki luas wilayah sekitar 48 Ha. Jumlah penduduk di dusun ini sekitar 2930 jiwa, dengan jumlah lansia sekitar 233 jiwa. Perbatasan wilayah dusun Gamping Kidul meliputi: sebelah utara dan barat berbatasan dengan dusun Gamping Tengah, sebelah timur berbatasan dengan desa Banyuraden (Gamping), dan desa Ngestiharjo (Kasihan, Bantul), sebelah selatan berbatasan dengan desa Tamantirto.

Fasilitas pendukung kesehatan didusun ini yaitu telah terbentuk posyandu lansia disetiap RW, dan terdapat banyak kegiatan yang dapat diikuti oleh lansia seperti pengajian, kegiatan dasawisma, perkumpulan warga, dll. Selain itu, dusun ini berdekatan dengan kampus kesehatan seperti Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta yang mendukung dalam peningkatan kesehatan penduduk dusun Gamping Kidul.

2. Analisis Hasil Penelitian

Subjek penelitian adalah lansia di dusun Gamping Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta yang berjumlah 110 orang. Gambaran mengenai karakteristik subjek penelitian dijelaskan dalam bentuk distribusi frekuensi berdasarkan variabel penelitian.

a. Analisis Univariat

1) Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan, penyakit yang diderita, dan anggota keluarga yang

(20)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

50

tinggal bersama di dusun Gamping Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta sebagai berikut:

Tabel 5. Distribusi frekuensi lansia berdasarkan jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan di dusun

Gamping Kidul Sleman

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 46 64 41,8 58,2 Umur 60-74 tahun 75-89 tahun ≥90 tahun 70 34 6 63,6 30,9 5,5 Pendidikan Tidak sekolah SD SLTP SLTA Akademik/PT 40 42 8 15 5 36,4 38,2 7,3 13,6 4,5 Status perkawinan Menikah Tidak menikah Janda/duda 49 1 60 44,5 0,9 54,5 Status pekerjaan Bekerja Tidak bekerja 72 38 65,5 34,5 Jumlah 110 100

Sumber: Data Primer 2016

Tabel 5 menunjukkan mayoritas lansia berjenis kelamin perempuan sebanyak 64 orang (58,2%), berumur 60-74 tahun sebanyak 70 orang (63,6%), pendidikan mayoritas SD sebanyak 42 orang (38,2%), status perkawinan sebagian besar janda/duda sebanyak 60 orang (54,5%), status pekerjaan sebagian besar lansia bekerja sebanyak 72 orang (65,5%).

(21)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

51

Tabel 6. Distribusi frekuensi lansia berdasarkan penyakit yang diderita, dan anggota keluarga yang tinggal bersama di dusun

Gamping Kidul Sleman

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Penyakit yang diderita

Hipertensi

Sakit kepala dan/atau flu Sakit sendi/pegal-pegal Penyakit lain Tidak sakit 49 12 23 17 9 44,5 10,9 20,9 15,5 8,2

Anggota keluarga yang tinggal bersama

Suami/istri

Suami/istri dan anak Anak

Suami/istri, anak dan/atau menantu, cucu Cucu

Anak dan/atau menantu, cucu Anggota keluarga lain

21 11 11 31 7 27 2 19,1 10,0 10,0 28,2 6,4 24,5 1,8 Jumlah 110 100

Sumber: Data Primer 2016

Tabel 6 menunjukkan mayoritas lansia penyakit yang diderita lansia sebagian besar hipertensi sebanyak 49 orang (44,5%), dan anggota keluarga yang tinggal bersama lansia sebagian besar lansia tinggal dengan suami/istri, anak dan/atau menantu, cucu sebanyak 31 orang (28,2%).

2) Bentuk Interakasi Sosial

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, bentuk interaksi sosial dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 7. Distribusi frekuensi bentuk interaksi sosial asosiatif pada lansia di dusun Gamping Kidul Sleman

Kategori Bentuk Interaksi Sosial Asosiatif Frekuensi Persentase (%)

Baik 22 20,0

Cukup 63 57,3

Kurang 25 22,7

Total 110 100,0 Sumber: Data Primer 2016

(22)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

52

Tabel 7 menunjukkan bentuk interaksi sosial asosiatif sebesar 63 orang (57,3%) dalam kategori cukup.

Tabel 8. Distribusi frekuensi bentuk interaksi sosial disosiatif pada lansia di dusun Gamping Kidul Sleman

Kategori Bentuk Interaksi Sosial Disosiatif Frekuensi Persentase (%)

Baik 15 13,6

Cukup 35 31,8

Kurang 60 54,5

Total 110 100,0 Sumber: Data Primer 2016

Tabel 8 menunjukkan bentuk interaksi sosial disosiatif sebesar 60 orang (54,5%) dalam kategori kurang.

3) Tingkat Depresi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, tingkat depresi dapat dideskripsikan sebagai berikut:

a) Frekuensi tingkat depresi

Tabel 9. Distribusi frekuensi tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul Sleman

Tingkat Depresi Frekuensi Persentase (%) Berat 8 7,3 Sedang 14 12,7 Ringan 46 41,8 Tidak ada gejala 42 38,2 Total 110 100 Sumber: Data Primer 2016

Tabel 9 menunjukkan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul Sleman sebanyak 46 orang (41,8%) depresi ringan.

(23)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

53

b) Tabulasi silang antara jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan dengan tingkat depresi

Tabel 10. Tabulasi silang jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan dengan tingkat depresi pada

lansia di dusun Gamping Kidul Sleman

Karakteristik Kejadian depresi Total Tidak ada

gejala

Ringan Sedang Tinggi Jenis kelamin Laki-laki 19 17,3 17 15,5 6 5,5 4 3,6 46 41,8 Perempuan 23 20,9 29 26,4 8 7,3 4 3,6 64 58,2 Jumlah 42 38,2 46 41,8 14 12,7 8 7,3 110 100,0 Umur 60-74 tahun 33 30,0 26 23,6 7 6,4 4 3,6 70 63,6 75-89 tahun 8 7,3 17 15,5 5 4,5 4 3,6 39 35,5 ≥90 tahun 1 0,9 3 2,7 2 1,8 0 0,0 6 5,5 Jumlah 42 38,2 46 41,8 14 12,7 8 7,3 110 100,0 Pendidikan Tidak sekolah 9 8,2 23 20,9 6 5,5 2 1,8 40 36,4 SD 16 14,5 15 13,6 7 6,4 4 3,6 42 38,2 SLTP 5 4,5 3 2,7 0 0,0 0 0,0 8 7,3 SLTA 8 7,3 5 4,5 0 0,0 2 1,8 15 13,6 Akademi/PT 4 3,6 0 0,0 1 0,9 0 0,0 5 4,5 Jumlah 42 38,2 46 41,8 14 12,7 8 7,3 110 100,0 Status pekerjaan Bekerja 30 27,3 29 26,4 8 7,3 5 4,5 72 65,5 Tidak bekerja 12 10,9 17 15,5 6 5,5 3 2,7 38 34,5 Jumlah 42 38,2 46 41,8 14 12,7 8 7,3 110 100,0 Status perkawinan Menikah 20 18,2 20 18,2 5 5,5 4 3,6 49 44,5 Tidak menikah 0 0,0 1 0,9 0 0,0 0 0,0 1 0,9 Janda/duda 22 20,0 25 22,7 9 8,2 4 3,6 60 54,0 Jumlah 42 38,2 46 41,8 14 12,7 8 7,3 110 100,0

Sumber: Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 10 didapatkan hasil bahwa dilihat dari jenis kelamin perempuan mayoritas memiliki kejadian depresi ringan dengan persentase 26,4% sedangkan laki-laki mayoritas memiliki kejadian depresi ringan dengan persentase 15,5%. Dilihat dari usia lansia pada rentang 60-74 tahun

(24)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

54

sebanyak 23,6% memiliki kejadian depresi ringan dan pada usia dengan rentang 75-89 tahun memiliki kejadian depresi ringan sebanyak 15,5% dan

usia ≥90 tahun memiliki depresi ringan sebanyak 2,7%. Jika dilihat dari

tingkat pendidikan lansia yang tidak sekolah mayoritas memiliki kejadian depresi ringan sebanyak 20,9% sedangkan yang memiliki pendidikan tingkat akademik/PT yang mengalami depresi ringan tidak ada 0,0% tetapi yang memiliki depresi sedang hanya 0,9%. Status pekerjaan lansia yang mengalami depresi ringan sebesar 26,4% dan yang tidak bekerja mengalami depresi ringan sebasar 15,5%. Berdasarkan status perkawinan mayoritas lansia yang berstatus janda/duda 22,7 depresi ringan sedangkan lansia berstatus menikah 18,2% yang mengalami depresi ringan.

Tabel 11. Tabulasi silang penyakit yang diderita, dan anggota keluarga yang tinggal bersama dengan tingkat depresi pada lansia di

dusun Gamping Kidul Sleman

Karakteristik Kejadian depresi Total Tidak ada

gejala

Ringan Sedang Tinggi Penyakit yang diderita

Hipertensi 19 17,3 23 20,9 6 5,5 1 0,9 49 44,5 Sakit kepala dan/atau flu 4 3,6 5 4,5 1 0,9 2 1,8 12 10,9 Sakit sendi/pegal-pegal 10 9,1 9 8,2 2 1,8 2 1,8 23 20,9 Penyakit lain 6 5,5 5 4,5 3 2,7 3 2,7 17 15,5 Tidak sakit 3 2,7 4 3,6 2 1,8 0 0,0 9 8,2 Jumlah 42 38,2 46 41,8 14 12,7 8 7,3 110 100,0 Anggota keluarga yang

tinggal bersama

Suami/istri 8 7,3 9 8,2 3 2,7 1 0,9 21 19,1 Suami/istri dan anak 8 7,3 1 0,9 1 0,9 1 0,9 11 10,0 Anak 7 6,4 4 3,6 0 0,0 0 0,0 11 10,0 Suami/istri, anak

dan/atau menantu, cucu

8 7,3 16 15,5 5 4,5 2 1,8 31 28,2 Cucu 2 1,8 3 2,7 2 1,8 0 0,0 7 6,4 Anak dan/atau menantu,

cucu

9 8,2 12 10,9 2 1,8 4 3,6 27 24,5 Anggota keluarga lain 0 0,0 1 0,9 1 0,9 0 0,0 2 1,8 Jumlah 42 38,2 46 41,8 14 12,7 8 7,3 110 100,0

(25)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

55

Berdasarkan tabel 11 didapatkan hasil bahwa dilihat dari penyakit yang diderita mayoritas lansia yang hipertensi mengalami depresi ringan 20,9% sedangkan lansia yang tidak mengalami sakit tetapi mengalami depresi ringan terdapat 3,6%. Berdasarkan tinggal dengan anggota keluarga sebagian besar lansia tinggal dengan suami/istri, anak dan/atau menantu, cucu sebanyak 28,2% sedangkan lansia yang tinggal dengan suami/istri, anak dan lansia yang tinggal dengan anggota keluarga lain seimbang yang mengalami depresi ringan sebanyak 0,9%.

b. Analisis Bivariat

Hubungan bentuk interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1) Hubungan bentuk interaksi sosial asosiatif dengan tingkat depresi lansia

Tabel 12. Hasil uji Kendall’s tau hubungan bentuk interaksi sosial asosiatif dengan tingkat depresi pada lansia di Dusun Gamping Kidul

Sleman

Bentuk interaksi

sosial asosiatif

Kejadian depresi Total  p-value Tidak ada

gejala

Ringan Sedang Berat

F % F % F % F % f %

Baik 9 8,2 11 10,0 2 1,8 0 0,0 22 20,0 0,339 0,000 Cukup 33 30,0 23 20,9 4 3,6 3 2,7 63 57,3

Kurang 0 0,0 12 10,9 8 7,3 5 4,5 25 22,7 Jumlah 42 38,2 46 41,8 14 12,7 8 7,3 110 100,0

Sumber: Data Primer 2016

Tabel 12 menunjukkan bahwa bentuk interaksi sosial asosiatif baik mayoritas memiliki depresi ringan sebanyak 11 orang (10,0%), lansia dengan bentuk interaksi sosial asosiatif cukup mayoritas memiliki tingkat depresi tidak ada gejala sebesar 33 orang (30,0%) tetapi yang memiliki tingkat depresi ringan ada 23 orang (20,9%) dan

(26)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

56

lansia dengan bentuk interaksi sosial asosiatif kurang mayoritas memiliki tingkat depresi ringan sebanyak 12 orang (10,9%). Hasil uji Kendall tau menunjukkan ada hubungan bentuk interaksi sosial asosiatif dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul dengan keeratan hubungan kategori lemah dengan koefisien korelasi sebesar 0,339.

2) Hubungan bentuk interaksi sosial disosiatif dengan tingkat depresi lansia

Tabel 13 menunjukkan bahwa bentuk interaksi sosial disosiatif baik mayoritas memiliki depresi ringan sebanyak 7 orang (6,4%), lansia dengan bentuk interaksi sosial disosiatif cukup mayoritas memiliki tingkat depresi ringan sebesar 15 orang (13,6%), dan lansia dengan bentuk interaksi sosial disosiatif kurang mayoritas memiliki tingkat depresi tidak ada gejala sebanyak 32 orang (29,1%). Hasil uji Kendall tau menunjukkan ada hubungan bentuk interaksi sosial disosiatif dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul dengan keeratan hubungan kategori lemah dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0,375. Akan tetapi koefisien korelasi tersebut menunjukkan bahwa hubungannya berbanding terbalik.

Tabel 13. Hasil uji Kendall’s tau hubungan bentuk interaksi sosial disosiatif dengan tingkat depresi pada lansia di Dusun Gamping Kidul

Sleman

Bentuk interaksi

sosial disosiatif

Kejadian depresi Total  p-value Tidak ada

gejala

Ringan Sedang Berat

F % F % f % F % F %

Baik 2 1,8 7 6,4 3 2,7 3 2,7 15 13,6 -0,375 0,000 Cukup 8 7,3 15 13,6 9 8,2 3 2,7 35 31,8

Kurang 32 29,1 24 21,8 2 1,8 2 1,8 60 54,5 Jumlah 42 38,2 46 41,8 14 12,7 8 7,3 110 100,0

(27)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

57

c. Analisis Multivariat

Hubungan bentuk interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul, Sleman, Yogyakarta dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 14 menunjukkan bahwa dari bentuk interaksi sosial asosiatif yang paling mempengaruhi terdapat pada faktor kerjasama yaitu 0,539 (53,9%), sedangkan bentuk interaksi sosial disosiatif yang paling mempengaruhi terdapat pada faktor kontravensi sebesar 0,213 (21,3%). Hasil uji multivariat menunjukkan ada hubungan bentuk interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul dengan keeratan hubungan kategori sedang dengan nilai R sebesar 0,673a.

Tabel 14. Hasil uji Anova hubungan bentuk interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia di Dusun Gamping Kidul Sleman

No Faktor B Std. Error R F Sig. 1 Kerjasama ,539 ,146 ,673a 14,200 ,000b 2 Akomodasi -,037 ,144 3 Asimilasi ,292 ,108 4 Persaingan -,127 ,136 5 Kontravensi ,213 ,137 6 Pertentangan -,541 ,147

Sumber: Data Primer 2016

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 64 orang (58,2%) lebih banyak dibandingkan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 46 orang (41,8%). Jenis kelamin merupakan faktor risiko yang mempengaruhi kejadian depresi. Perempuan lebih sering mengalami depresi karena berkaitan dengan ketidak seimbangnya hormon estrogen dan

(28)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

58

progesteron sehingga depresi lebih sering terjadi pada perempuan (Amir, 2005).

Responden berumur 60-74 tahun sebanyak 70 orang (63,6%). Bertambahnya usia secara alami akan mempengaruhi penurunan fungsi kemampuan seperti fungsi perawatan diri sendiri, berinteraksi dengan orang lain disekitar, dan semakin bergantung pada orang lain (Rinajumita, 2011).

Responden mayoritas pendidikannya tidak sekolah memiliki kejadian depresi ringan sebanyak 23 orang (20,9%). Lievre, Alley & Crimmins (2010) menyatakan bahwa pendidikan yang rendah berkaitan dengan depresi terutama pada usia lanjut, hal ini karena orang-orang dengan pendidikan rendah akan mencapai usia tua dengan penurunan kognitif dan kesehatan fisik yang buruk.

Mayoritas responden memiliki status pekerjaan bekerja yaitu sebesar 72 orang (65,5%). Menurut wawancara dengan responden di dusun ini mayoritas pekerjaan lansia adalah petani, pedagang, dan buruh, sedangkan yang tidak bekerja dikarenakan pensiunan PNS atau ketidak mampuan lansia untuk bekerja akibat penyakit dan usia yang terlalu tua. Menurut teori aktifitas menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak kegiatan sosial. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wong & Almeida (2012) bahwa status pekerjaan berhubungan depresi. Dimana lansia yang masih bekerja memiliki resiko terhadap depresi karena waktu mereka lebih banyak dihabiskan untuk bekerja diluar rumah setiap harinya sehingga waktu bagi lansia untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial, berkumpul dengan keluarga dan rekreasipun menjadi berkurang.

Status perkawinan lansia sebagian besar janda/duda sebanyak 60 orang (54,5%). Perceraian atau perpisahan dapat membuat orang depresi. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kurniasari (2014) menyatakan bahwa ada hubungan antara status perkawinan yang janda/duda dengan depresi pada lansia, dengan nilai signifikannya 0,043 atau (p<0,05).

(29)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

59

Penyakit yang diderita lansia sebagian besar hipertensi sebanyak 49 orang (44,5%). Penelitian Parsudi (2009) yang menyebutkan bahwa akan terjadi penurunan fungsi kognitif, dimensia serta stroke pada lansia menderita hipertensi kronik. Fungsi kognitif dan demensia sangat erat hubungannya dengan gangguan mental emosional salah satunya depresi.

Lansia didusun Gamping Kidul Gamping Sleman sebagian besar tinggal dengan suami/istri, anak dan/atau menantu, cucu sebanyak 31 orang (28,2%). Hasil wawancara dengan responden sebagian besar responden sudah tidak bekerja sehingga hanya menjadi anggota keluarga di keluarga anaknya. Hal tersebut kemungkinan menyebabkan lansia yang tinggal dengan keluarga besar mengalami beban mental yang menyebabkan gangguan depresi.

2. Bentuk Interaksi Sosial

Interkasi sosial asosiatif merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang mendukung terjadinya interaksi sosial yang baik yang terdiri dari kerjasama misalkan lansia mengikuti kerjabakti dengan sukarela, akomodasi misalnya lansia mengikuti musyawarah dan asimilasi misalnya lansia menerima teman dengan adat dan budaya yang berbeda. Sedangkan, interaksi sosial disosiatif merupakan bentuk interaksi sosial yang bersifat menentang yang terdiri dari persaingan misalnya lansia merasa iri jika ada yang melebihinya, kontravensi misalnya lansia kurang bisa memaafkan orang lain, dan pertentangan misalnya memiliki sifat pendendam.

Bentuk-bentuk interaksi sosial: a. Kerjasama

Berdasarkan hasil penelitian responden menunjukkan kerjasama dalam tingkat cukup sebanyak 71 orang dengan persentase (64,5%). Hasil korelasi dengan analisis Kendall’s tau sebesar 0,401 yang menunjukkan ada hubungan yang sedang antara kerjasama dengan tingkat depresi. Sedangkan, hasil uji multivariat menunjukkan kerjasama memiliki nilai tertinggi dari bentuk interaksi sosial asosiatif sebesar

(30)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

60

0,539. Kerjasama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya. Kerja sama akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau mengganggu di dalam kelompok (Soekanto, 2013). Hasil wawancara dengan responden menyatakan bahwa didaerah tersebut masih sering melakukan kerjasama bentuk gotong-royong dan tolong menolong misalnya melakukan kerja bakti bersama untuk membersihkan lingkungan, menyiapkan acara adat bersama, dll. Akan tetapi, ada beberapa lansia yang menyatakan bahwa karena kondisinya yang sudah tua sehingga banyak kegiatan yang telah mereka tinggalkan. Menurut teori dari Sunaryo (2015), menyatakan bahwa kerja sama atas dasar unsur sistem sosial, seperti gotong-royong, tolong-menolong digolongkan dalam bentuk kerja sama tradisional. b. Akomodasi

Hasil penelitian responden menunjukkan akomodasi dalam tingkat cukup sebanyak 66 orang dengan persentase (60,0%). Korelasi dengan analisis Kendall’s tau sebesar 0,230 yang menunjukkan ada hubungan yang lemah antara akomodasi dengan tingkat depresi. Hasil uji multivariat menunjukkan akomodasi memiliki nilai -0,037. Akomodasi adalah usaha yang dilakukan individu atau kelompok untuk mencapai suatu kestabilan. Secara umum akomodasi adalah suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga pihak lawan tidak kehilangan kepribadian (Soekanto, 2013). Menurut wawancara dari responden, didusun Gamping Kidul banyak lansia yang masih mengikuti dasawisma atau kumpulan RT sehingga sering melakukan musyawarah, sehingga jika ada masalah dalam keluarga dan lingkungan mereka mampu menyelesaikannya dengan musyawarah, apabila tidak selesai mereka tidak segan untuk meminta bantuan pihak ketiga maupun pengurus desa setempat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sunaryo (2015), mengenai bentuk akomodasi yaitu konsiliasi

(31)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

61

yang merupakan usaha mempertemukan keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.

c. Asimilasi

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden dengan asimilasi dalam tingkat cukup sebanyak 53 orang dengan persentase (48,2%). Korelasi dengan analisis Kendall’s tau sebesar 0,357 yang menunjukkan ada hubungan yang lemah antara asimilasi dengan tingkat depresi. Asimilasi merupakan proses sosial dalam tingkat lanjut dengan ditandai oleh adanya usaha-usaha dalam mengurangi perbedaan yang terdapat pada individu atau kelompok manusia (Soekanto, 2013). Hasil uji multivariat menunjukkan asimilasi memiliki nilai sebesar 0,292. Hal ini sesuai dengan letak dusun Gamping kidul yang dekat dengan Kampus sehingga banyak pendatang dari luar jogja yang tinggal dan membaur dengan masyarakat sekitar. Sehingga lansia lebih mudah dalam proses asimilasi seperti beradaptasi dengan orang yang berasal dari daerah lain, membaur dengan orang yang memiliki tingkat perekonomian yang berbeda-beda.

d. Persaingan

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden dengan persaingan dalam tingkat cukup sebanyak 61 orang dengan persentase (55,5%). Korelasi dengan analisis Kendall’s tau sebesar -0,318 yang menunjukkan ada hubungan terbalik yang lemah antara persaingan dengan tingkat depresi. Hasil uji multivariat menunjukkan nilai persaingan responden sebesar -0,127. Persaingan merupakan proses sosial, dimana individu atau kelompok yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan tertentu yang nantinya akan menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian orang, perhatian publik atau mempertajam prasangka yang telah ada (Soekanto, 2013). Menurut beberapa responden yang memiliki interaksi sosial disosiatif

(32)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

62

mereka sering bersaing dengan orang lain misalnya dalam segi ekonomi, lansia sering merasa iri dan tidak bisa menerima kelebihan orang lain. Hal tersebut dapat menyebabkan lansia mengalami depresi karena berusaha untuk bersaing sehingga lansia banyak berfikir dan mencari cara untuk dapat mengunggulinya.

e. Kontravensi

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden dengan kontravensi dalam tingkat cukup sebanyak 55 orang dengan persentase (50,0%). Kontravensi adalah bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontravensi yang umum terjadi menurut Wiese&Becker (1932) adalah penolakan, perlawanan, menghalang-halangi, protes, perbuatan kekerasan, mengacaukan rencana pihak lain, menyangkal pernyataan orang, menghasut, penyebaran desas-desus, berkhianat, membuka rahasia pihak lain, mengejutkan lawan, dan membingungkan lawan.

Korelasi dengan analisis Kendall’s tau sebesar -0,168 yang menunjukkan tidak ada hubungan antara kontravensi dengan tingkat depresi. Hasil uji multivariat menunjukkan nilai kontravensi sebesar 0,213. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan responden yang menyatakan bahwa sebagian besar lansia tidak memiliki sifat pendendam dan tidak memaksakan kehendak. Tetapi beberapa lansia yang merasa ingin lebih dihormati memiliki sifat yang suka memaksakan kehendak misalnya saat melakukan musyawarah.

f. Pertentangan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden memiliki pertentangan dalam tingkat kurang sebanyak 66 orang dengan persentase (60,0%). Hasil korelasi dengan analisis Kendall’s tau sebesar -0,406 yang menunjukkan ada hubungan terbalik yang sedang antara

(33)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

63

pertentangan dengan tingkat depresi. Sedangkan, hasil uji multivariat menunjukkan hasil sebesar -0,541. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan responden yang menyatakan bahwa sebagian besar lansia hanya pasrah dengan perilaku orang lain yang telah menyakitinya tanpa merasa ingin membalasnya, mereka juga lebih menyukai perasaan yang damai di kehidupannya. Menurut Soekanto (2013), pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial ketika individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan cara menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Akibat-akibat dari bentuk-bentuk pertentangan menurut Suyoto (2015) antara lain, goyah dan retaknya persatuan kelompok, perubahan kepribadian. Hal tersebut akan menyebabkan lansia mengalami gangguan emosional yang akan menyebabkan depresi.

3. Tingkat Depresi

Tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping kidul Sleman sebagian besar kategori ringan sebanyak 46 orang (41,8%). Hasil penelitian ini sesuai dengan Surmiyati (2015) yang menunjukkan (40,7%) lansia tergolong dalam depresi ringan.

Jenis kelamin merupakan faktor yang mempengaruhi depresi. Lansia yang mengalami depresi ringan berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 29 orang (26,4%) dari 110 responden. Menurut Kaplan dan Saddock (2010), kejadian depresi dua kali lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki, begitu juga dengan gangguan Alzheimer (gangguan otak dalam perencanaan, penalaran, berbahasa yang ditandai dengan menurunnya daya ingat) wanita juga lebih banyak daripada laki-laki. Menurut Colangelo et al. (2013), insiden gejala depresi pada wanita terkait dengan post menopouse, selain itu pada wanita post menopouse sistem ovariumnya tidak mampu lagi merespon sinyal hormonal yang dikirim dari otak, hal itu menyebabkan hormon ekstrogen menjadi berkurang sehingga wanita post menopouse lebih rentan terhadap depresi. Hal ini sesuai dengan penelitian Kurniasari (2014)

(34)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

64

menunjukan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin perempuan dengan tingkat depresi pada lansia.

Faktor berikutnya yang menyebabkan depresi yaitu usia. Lansia yang mengalami depresi ringan pada rentang 60-74 tahun sebanyak 23,6%. Menurut Kaplan dan Saddock (2010), pada proses penuaan akan terjadi perubahan sistem saraf pusat mengalami kehilangan secara selektif pada sel-sel saraf, perubahan kognitif dan psikososial menyebabkan lansia mudah mengalami depresi. Menurut hasil penelitian Wulandari (2003), golongan umur lebih muda (60-69 tahun) lebih banyak terkena depresi dibandingkan umur yang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia maka semakin siap dalam menerima cobaan, teori aktivitas juga mendukung bahwa hubungan sistem sosial dengan individu stabil pada saat individu bergerak dari usia pertengahan menuju usia tua (Cox, 1984 dalam Tamher dan Noorkasiani (2009).

Pendidikan lansia yang memiliki depresi sedang mayoritas tidak sekolah sebanyak 23 orang (20,9%). Pendidikan di dusun Gamping mayoritas tidak sekolah dan pendidikan SD dikarenakan menurut beberapa wawancara dengan responden sebagian besar responden putus sekolah saat SD. Lievre, Alley & Crimmins (2010) menyatakan bahwa pendidikan yang rendah berkaitan dengan depresi terutama pada usia lanjut, hal ini karena orang-orang dengan pendidikan rendah akan mencapai usia tua dengan penurunan kognitif dan kesehatan fisik yang buruk. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sumiyati (2015) menunjukkan ada hubungan atara tingkat pendidikan rendah dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Dukuh Seyegan Sleman.

Mayoritas responden memiliki status pekerjaan bekerja yaitu sebesar 72 orang (65,5%). Menurut teori aktifitas menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak kegiatan sosial. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wong & Almeida (2012) bahwa status pekerjaan berhubungan depresi. Dimana lansia yang masih bekerja memiliki

(35)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

65

resiko terhadap depresi karena waktu mereka lebih banyak dihabiskan untuk bekerja diluar rumah setiap harinya sehingga waktu bagi lansia untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial, berkumpul dengan keluarga dan rekreasipun menjadi berkurang. Menurut hasil penelitian Suyoko (2012) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan gangguan mental pada lansia.

Berdasarkan status perkawinan mayoritas lansia yang berstatus janda/duda 22,7 depresi ringan. Hasil tabulasi silang juga menunjukkan bahwa satu lansia yang tidak menikah memiliki tingkat depresi ringan 0,9%. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Kurniasari (2014) menyatakan bahwa ada hubungan antara status perkawinan dengan depresi pada lansia, dengan nilai signifikannya 0,043 atau (p<0,05). Penelitian Rezki (2014), juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh kehilangan dengan tingkat depresi pada lansia.

Dilihat dari penyakit yang diderita mayoritas lansia yang hipertensi mengalami depresi ringan 20,9%. Hal ini sama dengan penelitian Parsudi (2009) yang menyebutkan bahwa akan terjadi penurunan fungsi kognitif, demensia serta stroke pada lansia menderita hipertensi kronik. Fungsi kognitif dan demensia sangat erat hubungannya dengan gangguan mental emosional. Penyakit fisik tertentu yang berhubungan dengan depresi seperti gangguan tyroid, ketidakseimbangan hormon, infeksi virus kronis, kanker dan penyakit jantung (Kaplan dan Sadock, 2010). Lansia lebih rentan terhadap penyakit kardiovaskuler terutama hipertensi yang menyebabkan timbulnya beberapa penyakit kronis seperti jantung dan stroke. Menurut hasil wawancara dari kader posyandu menyatakan bahwa sebagian besar lansia di dusun Gamping Kidul menderita hipertensi dan banyak yang mengalami penyakit lain seperti jantung dan stroke.

(36)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

66

Berdasarkan tinggal dengan anggota keluarga sebagian besar lansia tinggal dengan suami/istri, anak dan/atau menantu, cucu sebanyak 28,2% sedangkan lansia yang tinggal dengan suami/istri, anak dan lansia yang tinggal dengan anggota keluarga lain seimbang yang mengalami depresi ringan sebanyak 0,9%. Dari hasil wawancara dengan responden menyatakan bahwa mereka tinggal sebagai anggota keluarga di keluarga anak-anak mereka dan sebagian besar mereka sudah tidak bekerja hanya mengurusi cucunya. Menurut Kaplan (2010), faktor psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut usia salah satunya adalah hilangnya peranan sosial. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Suyoko (2009), menyatakan bahwa proporsi yang paling banyak menderita gangguan mental emosional adalah lansia yang statusnya sebagai anggota keluarga sebesar 25,3%.

4. Hubungan Bentuk Interaksi Sosial dengan Tingkat Depresi

Interaksi sosial ialah hubungan antara individu satu dan individu lain. Individu satu dapat memengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat hubungan timbal balik (Walgito, 2003). Dalam menghadapi masalah yang terjadi interaksi sosial dianggap penting untuk menciptakan sebuah dukungan bagi lansia. Interaksi dari faktor biologi, fisik, psikologis, dan sosial dapat mengakibatkan depresi (Soejono, 2009). Depresi adalah keadaan sakit jiwa ringan, bukan hanya sedih biasa yang setiap orang mungkin merasakan tetapi jika seseorang menderita depresi, dia tidak dapat sembuh sendiri (Nugroho, 2009). Faktor sosial didalam penelitian ini yaitu interaksi sosial yang terbagi menjadi dua bentuk yaitu asosiatif dan disosiatif.

Hubungan bentuk interaksi sosial asosiatif dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul memiliki keeratan hubungan kategori lemah dengan koefisien korelasi sebesar 0,339. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wododo (2013) yaitu ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan tingkat depresi pada lansia.

(37)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

67

Hubungan bentuk interaksi sosial disosiatif dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping Kidul memiliki keeratan hubungan kategori lemah dengan koefisien korelasi sebesar -0,375. Koefisien korelasi tersebut menunjukkan bahwa hubungannya berbanding terbalik yang berarti bahwa semakin berat tingkat depresi maka akan semakin kurang bentuk interaksi disosiatifnya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Susanto (2014) yaitu ada hubungan secara bersama-sama antara status mental dan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia, dengan tingkat depresi lebih besar pengaruhnya dibanding status mental terhadap kemampuan interaksi sosial pada lansia.

Hubungan yang lemah pada penelitian ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang belum dikendalikan seperti faktor genetik, faktor psikososial yang meliputi: kehilangan orang terdekat, aspek kepribadian, dukungan keluarga, hal-hal yang bersifat spiritual, dan askep ekonomi. Faktor genetik terjadi akibat sistem saraf pusat mengalami kehilangan secara selektif pada sel-sel saraf selama proses menua. Kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra, serebelum dan bulbus olfaktorius. Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik (Lesler, 2001).

Faktor psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lansia yang lain yaitu hilangnya peranan sosial, otonomi, kematian teman atau saudara, kesehatan menurun, isolasi diri meningkat, finansial memburuk, dan fungsi kognitif yang menurun (Kaplan, 2010). Selain itu menurut Kane (2011), faktor psikososial yang diprediksi menyebabkan gangguan mental yaitu: menurunnya tingkat percaya diri, menurunnya kemampuan dalam berhubungan intim, jaringan sosial menurun, kesepian,

(38)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

68

perpisahan, kemiskinan dan penyakit fisik. Peristiwa kehidupan serta stressor lingkungan, kegagalan berulang, kepribadian, psikodinamika, teori kognitif dan dukungan sosial merupakan faktor psikososial lain yang memengaruhi depresi.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu disampaikan yaitu:

1. Keterbatasan kuesioner ini belum dilakukan kontrol terhadap faktor risiko lain yang dapat mempengaruhi terjadinya depresi pada lansia, seperti kehilangan orang terdekat, dukungan keluarga, aspek kepribadian, hal-hal yang bersifat spiritual, dan askep ekonomi.

2. Hasil uji validitas instrumen bentuk interaksi sosial yang diadopsi hasilnya lemah sehingga dilakukan uji lanjutan, sehingga hasil yang didapat menjadi lebih valid.

3. Pada saat penelitian yaitu saat pengisian instrumen/kuesioner, lansia yang berusia lanjut dan tidak sekolah perlu di bacakan dan dijelaskan dengan bahasa jawa sampai responden memahami sehingga memerlukan waktu yang lama, pada saat penelitian dilakukan bertepatan dengan bulan puasa sehingga responden kurang konsentrasi akibat sedang puasa.

4. Penelitian dilakukan dengan sistem door to door karena liburnya kegiatan posyandu lansia di bulan ini sehingga menyita banyak waktu dan tenaga.

(39)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

69

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu: 1. Bentuk interaksi sosial:

a. Interaksi sosial asosiatif pada lansia memiliki kategori cukup sebesar 57,3%.

b. Interaksi sosial disosiatif pada lansia memiliki kategori kurang sebesar 54,5%

2. Tingkat depresi pada lansia memiliki kategori tingkat depresi ringan sebesar 41,8%.

3. Keeratan hubungan bentuk interaksi sosial dengan tingkat depresi:

a. Ada hubungan yang signifikan antara bentuk interaksi sosial asosiatif dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping kidul Sleman, dengan keeratan hubungan kategori lemah ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi () sebesar 0,339 terletak pada rentang 0,200-0,399. b. Ada hubungan yang terbalik antara bentuk interaksi sosial disosiatif

dengan tingkat depresi pada lansia di dusun Gamping kidul Sleman, dengan keeratan hubungan kategori lemah ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi () sebesar -0,375 terletak pada rentang 0,200-0,399. 4. Kerja sama memiliki hubungan yang paling tinggi terhadap tingkat depresi

lansia ditunjukkan dengan nilai B sebesar 0,539 dan memiliki keeratan hubungan yang sedang ditunjukkan dengan nilai R sebesar 0,673a.

(40)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

70

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi Lansia di dusun Gamping Kidul

Lansia hendaknya dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan seperti posyandu lansia dan memanfaatkan kegiatan rutin di dusun untuk meningkatkan interaksi sosial agar dapat mengurangi risiko terjadinya depresi.

2. Bagi Keluarga di dusun Gamping Kidul

Meningkatkan komunikasi dengan lansia di dalam keluarga agar terbentuk interaksi yang baik sehingga lansia tidak mengalami kesepian dan merasa berharga. Selain itu lebih meningkatkan kerjasama dengan lansia.

3. Bagi Perawat dan Institusi Kesehatan

Perawat dan mahasiswa kesehatan khususnya keperawatan perlu memberikan penyuluhan di posyandu lansia atau keluarga yang memiliki lansia tentang kesehatan lansia dan pentingnya interaksi sosial untuk mengurangi risiko depresi.

4. Bagi Puskesmas Gamping

Puskesmas Gamping hendaknya melakukan promosi kesehatan kepada keluarga yang memiliki lansia sehingga termotivasi untuk sering melakukan interaksi. 5. Bagi peneliti lain

Penelitian ini masih perlu dikembangkan lagi contohnya menghubungkan karakteristik responden dengan variabel independen dan mengembangkan kearahs multivariat dengan mencari hubungan antar aspek variabel independen.

(41)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Amir, N. (2005). Depresi: Neurobiology, Diagnosis, Tata laksana. Jakarta: Balai penerbit FK UI

Arikunto, S. (2006). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Azwar, Saifuddin. (2016). Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

BPS RI. 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia Indonesia 2015: Hasil Sensus Penduduk 2015.Jakarta: BPS.

Colangelo, L.A., Craft, L.L., Ouyang, P., Liu, K., Schreiner, P.J., Michos, E.D. (2013). Association of Sex Hormones and SHBG with Depressive Symptoms in Post-menopausal Women: the Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis. NIH Public Access, Author Manuscript, 2013 August; 19(8): 877–885. doi:10.1097/gme.0b013e3182432de6. Diakses pada: 1 Agustus 2016.

Darmojo, R.b & Martono. (2004). Geriatri (Ilmu kesehatan usia lanjut). edisi ke 3. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.

Dayakisni, T, & Hudaniah. (2009). Psikologi Sosial Edisi Revisi. Malang: UMM Press. Dinas Kesehatan DIY. (2015). Prevalensi Penduduk di Wilayah Yogyakarta.Yogyakarta: Dinas Kesehatan DIY.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. (2013). Profil kesehatan kabupaten Sleman Tahun 2012. Yogyakarta: Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.

. (2014). Profil kesehatan kabupaten Sleman Tahun 2013. Yogyakarta: Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.

Efendi, Ferry. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jilid 1. Jakarta: Salemba Medika.

(42)

STIKES JENDERAL A. YANI YOGYAKARTA

PERPUSTAKAAN

Gerungan, W.A. (2006). Psikologi Sosial. Bandung: Eresco.

Gunawan, A. H. (2010). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Hawari, Dadang. (2007). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa, Skizofrenia. Jakarta: FKUI.

Hidayat. A. Alimul. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisis Data. Surabaya: Salemba.

Ibrahim, A. S. (2011). Gangguan Alam Perasaan. Tangerang:Jelajah Nusa.

Kapplan, & Saddock. (1997). Sinopsis Psikiatri. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara. .(2010). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid 1. Jakarta : Bina Rupa Aksara.

Kane. 2011.Essentials of Clinical Geriatrics.USA: McGrowHill.

Kurniasari, Nindi Dwi. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Depresi Pada Lansia Di Dusun Kamimanjung, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta. PSIK UMY. Skripsi.

Lesler, Zayas C. (2001). Comrehensive Geriatric Assisment. USA: McGrow Hill. Lievre. A., Alley. D., Crimmins. E.M. (2010).Educational Differentials in Life

Expectancy With Cognitive Impairment Among the Elderly in the United States. J Aging Health. 2010 June; 20(4): 456–477. doi:10.1177/0898264308315857. Diakses pada: 1 Agustus 2016.

Maryam, R. Siti, dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Maslim, R. (2002). Gejala Depresi Diagnosa Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.

McDowell.(2006). Measuring Health: A guide to Rating Scale and Questionaires third edition. New York: Oxford University Press.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. . (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nugroho. Wahjudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Fitur berdasarkan energi rata-rata dihitung menggunakan fungsi energi e yang sudah dijelaskan pada persamaan (2). Fitur yang terbentuk berjumlah 4 fitur yang

Untuk itu dipandang perlu dilakukan pelatihan tentang pembuatan media pembelajaran biologi berupa spesimen tumbuhan (herbarium) dan hewan (taksidermi), sehingga setiap

telah diberikan dalam setiap langkah dan proses penyusunan skripsi yang berjudul “ Evaluasi Adverse Drug Reactions Obat Kardiovaskular Pada Pasien Geriatri Rawat Inap di

Ketika menghadapi konflik dengan orang lain, saya selalu berusaha untuk mencari pihak-pihak terkait untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut... Orang-orang

Pada H2c ambiguity tolerance berpengaruh positif terhadap learning style avoidant yang artinya hipotesis ini diterima karena dilihat dari nilai sig yang ada pada tabel compare

• Relasi dengan subyek : tidak simpatik, kurang ada ikatan emosional dan cenderung memberontak terhadap ibu; orang tua terutama ibu akan terpaksa mendukung keputusan

Diantara nya adalah pengaman rele differensial longitudinal yang digunakan untuk mengamankan transformator daya terhadap arus hubung singkat antara kumparan yang satu dengan

This book is a collection of problems on the design, analysis, and verification of algorithms for use by practicing programmers who wish to hone and expand their skills, as a