• Tidak ada hasil yang ditemukan

MITOS MASYARAKAT PAPUA DALAM NOVEL ISINGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MITOS MASYARAKAT PAPUA DALAM NOVEL ISINGA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 1 MITOS MASYARAKAT PAPUA DALAM NOVEL ISINGA KARYA DOROTHAE

ROSA HERLIANY IRMAWATI

Abstrak

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana mitos masyarakat Papua dalam novel Isinga. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah data tertulis berupa teks novel yang menggambarkan mitos yang terdapat dalam novel Isinga. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik baca dan catat. Kemudian, data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra, khususnya teori sosiologi karya sastra Wellek dan Werren. Hasil penelitian yang berupa mitos masyarakat Papua dalam novel Isinga, diantaranya: (1) mitos dua bersaudara, (2) mitos tentang perempuan, (3) mitos babi purba, (4) mitos lemak babi, (5) mitos tentang roh, (6) mitos buah larangan, (7) mitos bayi kembar, (8) mitos tentang asap, (9), mitos tentang orang sakit, (10) mitos darah persalinan.

Kata Kunci: Mitos, Sosiologi Karya Sastra, Novel Isinga PENDAHULUAN

Sastra merupakan tiruan kehidupan nyata. Hal ini sejalan dengan prinsip yang dianut penganut teori mimesis yang menganggap karya seni sebagai pencerminan, peniruan, ataupun membayangkan realitas, Teeuw (2015:172). Salah satu bentuk sastra adalah novel. Rampan (2013:278) menjelaskan bahwa novel atau roman adalah cerita fiktif yang panjang.

Salah satu novel yang menarik perhatian penulis adalah novel Isinga karya Dorothae Rosa Herliany. Kata Isinga dalam bahasa Papua berarti mama atau perempuan. Sama seperti judulnya novel ini memfokuskan diri menceritakan perjalanan hidup seorang perempuan. Novel Isinga merupakan novel yang berintikan tentang kisah cinta. Namun, hal yang sebenarnya menjadikan novel ini menarik adalah bukan tentang kisah cintanya. Namun lebih pada keadaan sosial di mana kisah cinta itu terjadi. Keadaan sosial yang dimaksud adalah kebudayaan masyarakat tempat di mana tokoh-tokoh di dalam novel ini hidup. Kehidupan yang masih terbalut berbagai mitos yang dipercayai dan menjadi dasar mereka melakukan atau memutuskan sesuatu.

Mitos merupakan unsur kebudayaan yang hampir ada di setiap kelompok masyarakat di seluruh dunia, baik pada kelompok yang sudah maju sehingga mulai meninggalkan hal-hal semacam itu atau pada kelompok yang sampai detik ini masih memegang teguh mitos itu sebagai pengangan hidup mereka. Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan pendekatan sosiologi karya sastra yang berasal dari Wellek dan Werren. Sosiologi karya sastra adalah kajian sosiologi sastra yang mengkaji karya sastra dalam hubungannya dengan masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra.

Berdasarkan uraian yang telah paparkan, maka dapat disimpulkan bahwa pada penelitian kali ini akan dilakukan penelitian pada novel Isinga karya Dorothae Rosa Herliany dengan menggunakan pendekatan Sosiologi Karya Sastra, sebuah teori yang berasal dari Wellek dan Werren. Penelitian akan berfokus pada isi karya yang bermaksud untuk mengetahui mitos yang terdapat dalam kelompok masyarakat Papua seperti yang terkandung dalam novel Isinga karya Dorothae Rosa Herliany.

Masalah dalam penelitian ini adalah apa sajakah mitos masyarakat Papua yang terdapat dalam novel Isinga karya Dorothae Rosa Herliany?

(2)

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 2 Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan mitos yang ada di dalam kehidupan masyarakat Papua berdasarkan novel Isinga karya Dorothae Rosa Herliany.

Manfaat dalam penelitian ini. Pertama, Peneliti dan pembaca dapat mengetahui mitos yang ada di kehidupan masyarakat Papua seperti yang diceritakan pada novel Isinga. Kedua, Pembaca dapat mengambil nilai-nilai positif dan pelajaran hidup dari kehidupan masyarakat Papua sebagaimana yang telah diceritakan pada novel Isinga. KAJIAN PUSTAKA

Sastra

Menurut Tasai (2003:2), ia menjelaskan bahwa dalam sastra orang dapat membaca sejarah, filsafat, pandangan hidup, adat-istiadat, kepercayaan, politik, cita-cita, dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan manusia sepanjang masa.

Novel

Novel adalah sebuah karya fiksi berbentuk prosa yang tertulis dan naratif. Biasanya dalam bentuk cerita. Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) sehingga membuatnya lebih kompleks dari cerpen dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya, sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, Redaksi PM (2012:42). Sosiologi Karya Sastra

Pada pendekatan sosiologi karya sastra, masalah-masalah yang akan dikaji adalah; isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra yang berkaitan dengan masalah sosial. Pada pendekatan ini isi karya dianggap memiliki ikatan dengan masalah sosial, dalam hal ini sering kali dipandang sebagai dokumen sosial, atau sebagai potret kenyataan sosial, Wellek dan Warren (2014:110).

Mitos

Menurut J. Van Baal mitos adalah cerita di dalam kerangka suatu sistem religi yang di masa lalu atau kini telah atau sedang berlaku sebagai kebenaran keagamaan. Kemudian menurut Van Peursen yang mengatakan bahwa mitos adalah sebuah ceritera pemberi pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang. Cerita itu berintikan lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia. Mitos memberikan arah pada kelakuan manusia untuk bertindak bijaksana (dalam Daeng, 2012:81).

Menurut Barthes (2006:151-154) mitos merupakan sistem komunikasi, bahwa dia adalah sebuah pesan. Oleh sebab itu, mitos tidak bisa dibatasi hanya wicara lisan saja. Pesan bisa terdiri dari berbagai bentuk tulisan atau representasi. Bukan hanya dalam bentuk wacana tertulis, Namun juga berbentuk fotografi, sinema, reportase, olahraga, pertunjukkan, publikasi, yang semuanya bisa berfungsi sebagai pendukung wicara mistis. Mitos tidak dapat dijelaskan oleh objek maupun oleh materinya, sebab materi apapun secara arbitrer bisa didukung oleh makna.

Mitos adalah satu sistem khusus, karena dia terbentuk dari serangkaian rantai semiologis yang telah ada sebelumnya. Mitos adalah sistem semiologis tingkat kedua. Tanda (yakni gabungan total antara konsep dan citra) pada sistem pertama, menjadi penanda pada sistem kedua. Dalam konteks ini kita tidak boleh lupa bahwa materi-materi wicara mistis (bahasa, fotografi, lukisan, poster, ritual, objek-objek, dan yang lainnya) meskipun pada awalnya berbeda, direduksi menjadi fungsi penandaan murni begitu mereka ditangkap oleh mitos. Mitos melihat mereka (materi-materi wicaranya)

(3)

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 3 hanya sebagai bahan mentah. Sehingga kesatuannya adalah bahwa mereka semua berubah status hanya menjadi bahasa. Mitos pada kenyataanya memiliki fungsi ganda. Menunjukkan dan memberitahu, membuat kita bisa memahami sesuatu dan membebankan sesuatu itu kepada kita. Barthes (2006:161-165)

Mitos adalah tipe wicara, segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana. Mitos tidak ditentukan oleh pesannya, Namun oleh cara dia mengutarakan pesan itu sendiri. Barthes (2006:152) menjelaskan, segala sesuatu bisa menjadi mitos. Sebab alam semesta ini begitu subur dugaan dan saran. Segala objek di dunia ini dapat pindah dari keberadaan yang diam dan tertutup kepada keberadaan oral, yang terbuka untuk ditafsirkan oleh masyarakat, sebab tak ada hukum, alamiah atau tidak, yang melarang orang berbicara tentang berbagai hal.

Mitos adalah sebuah nilai, kebenaran bukan merupakan jaminan baginya. Tak ada yang bisa mencegah berubahnya mitos menjadi alibi abadi, cukuplah dikatakan bahwa penanda mitos memiliki dua sisi karena mitos selalu menggunakan “sesuatu yang ada ditempat lain” sesuai kehendaknya. Kini kita tahu bahwa mitos adalah tipe wicara yang lebih banyak ditentukan oleh maksud ketimbang oleh makna literalnya. Barthes (2006:176-177)

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode dan Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan mengambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Dikatakan kualitatif karena datanya dinyatakan dalam keadaan yang sewajarnya atau sebagaimana adanya (natural setting), dengan tidak diubah-ubah dalam bentuk simbol-simbol dan bilangan-bilangan. Penelitian ini mendeskripsikan data yang dianalisis berupa mitos masyarakat Papua dalam novel Isinga karya Dorothae Rosa Herliany.

Jenis penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan. Dikatakan penelitian kepustakaan karena penelitian ini didukung oleh referensi baik berupa novel maupun sumber buku penunjang lainnya berhubungan dengan masalah penelitian ini.

Data dan Sumber Data

Data penelitian ini adalah isi teks novel Isinga yang memuat tentang mitos yang hidup dan mengikat di dalam kelompoknya. Sumber data berupa data tertulis yakni teks novel Isinga karya Dorothae Rosa Herliany yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama di Jakarta, cetakan pertama Januari 2015, dengan 210 halaman.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik baca-catat. Teknik baca maksudnya adalah membaca dan menelaah teks novel Isinga. Teknik catat adalah mencatat data-data yang berhubungan dengan mitos masyarakat Papua, yang diperoleh dari hasil pembacaan novel tersebut. Teknik tersebut dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

1. Membaca novel Isinga karya Dorothae Rosa Herliany.

2. Mencatat seluruh data hasil pembacaan yang berisikan tentang mitos yang sudah diberi kode dengan cara menempelkan kertas nota pembatas warna-warni pada halaman tempat data tersebut tertulis.

(4)

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 4 Teknik Analisis Data

Data dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis Sosiologi Karya. Analisis sosiologi karya merupakan suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara kerjanya menganalisis kehidupan sosial budaya sebuah masyarakat yang berdasarkan pada satu karya yang telah tercipta.

Selengkapanya teknik analisis yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi, yaitu membaca keseluruhan isi novel kemudian mengindentifikasi mitos yang berada di dalamnya.

2. Mengkaji/menganalisis, yaitu menafsirkan isi cuplikan yang diambil dari novel yang telah diidentifikasi dengan kaitannya atau hubungannya dengan mitos yang tengah diteliti.

3. Mendeskripsikan, yaitu data hasil analisis ditafsirkan kedalam bentuk paparan kebahasaan.

Mitos-Mitos yang Terkandung dalam Novel Isinga Mitos Dua Bersaudara

Mitos pertama yang ditemukan dalam novel Isinga ini adalah mitos tentang dua bersaudara. Mitos tentang dua bersaudara adalah sebuah mitos yang dipercayai oleh masyarakat Papua dalam novel Isinga ini sebagai hal yang mendasari perselisihan dan peperangan yang terjadi secara turun-temurun, antara perkampungan Aitubu dan perkampungan Hobone.

Mitos tentang dua bersaudara adalah mitos yang menceritakan dua orang kakak beradik yang tinggal di dusun Walei. Sang kakak adalah seorang perempuan dan memiliki anak. Sedangkan adiknya adalah seorang laki-laki yang belum kawin. Suatu hari, persedian makanan menipis, sang kakakpun berencana pergi ke kebun untuk mengambil sayur dan betatas untuk dimakan oleh mereka bertiga. Perjalanan yang akan dilewati sang kakak sangat jauh dan sulit, maka ia pun menitipkan anaknya yang sedang tertidur saat itu pada adiknya. Belum lama ibunya pergi, anak itu terbangun. Kemudian menangis. Si adikpun langsung memberikan makanan pada anak sang kakak, berharap dia berhenti menangis. Namun sayangnya, anak tersebut menolak dan terus saja menangis karena yang si anak itu inginkan adalah susu. Jengkel merasuki sang adik. Tanpa berpikir panjang, sang adik langsung membunuh anak sang kakak tersebut. Kemudian dibakar dan akhirnya sang adik memakan daging anak kakaknya sendiri. Saat sang kakak pulang, ia langsung mencari anaknya. Namun, anaknya tak kunjung ditemukannya. Dia bertanya pada sang adik, tapi dia tidak menjawab. Sampai akhirnya sang kakak tahu bahwa anaknya telah dibakar dan dimakan oleh adiknya. Sang kakak yang marah, lalu mengambil sebuah tongkat kayu untuk memukul sang adik. Tetapi sang adik mampu menghindar dengan berlindung di tiang-tiang rumah. Sang adik berlarikan diri melalui celah atap. Di atas atap, tiba-tiba sang adik berubah menjadi burung temti. Begitulah mitos tentang dua bersaudara dalam novel Isinga ini. Bukti tentang adanya mitos tentang dua bersaudara dalam novel Isinga ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Ceritanya adalah tentang dua kakak adik yang tinggal di perkampungan Walei. Si kakak adalah seorang perempuan yang sudah punya anak. Adiknya seorang laki-laki yang masih belum kawin. Si kakak akan pergi berkebun mengambil sayur dan betatas untuk dimakan bersama anaknya dan si adik. Persediaan yang ada sudah hampir habis.

Karena jauh dan jalannya sulit, melewati sungan besar, si kakak meminta adiknya menjaga anaknya yang saat itu sedang tidur. Selain itu si kakak pergi

(5)

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 5 jauh, anaknya bangun. Lalu menangis. Si adik memberikan makanan yang ada, tapi si anak menolak. Betatas, pisang ditolaknya. Si adik mengambil sepotong daging yang tersisa. Ternyata juga tetap ditolak si anak. Si anak minta susu. Susu dari ibunya. Si anak terus menangis.

Si adik menjadi jengkel, lalu membunuh si anak. Daging si anak diletakkan di bawah abu seperti kalau mereka memasak betatas, lalu dibakar. Setelah itu, si adik memakan daging si anak. Tulang-tulangnya di simpan di Yowi keramat yang tidak jauh dari rumah mereka. Ketika si kakak pulang, ia menanyakan anaknya. Si adik tidak mengaku. Si kakak mencari kemana-mana. Tidak ketemu.

Akhirnya si kakak tahu, si adik telah membakar dan memakan anaknya. Ia lalu mengambil tongkat kayu. Si adik dipukul dengan tongkat itu. Adiknya bisa menghindar berlindung di tiang-tiang kayu di dalam rumah.Si kakak terus mengejar. Akhirnya si adik melarikan diri lewat celah atap. Di atas atap, ia berubah menjadi burung temti.

Kakaknya berhenti mengejar. Ia lalu menangisi kematian anaknya. (Herliany, 2015:49)

Sebenarnya apa hubungan perkampungan Aitubu dan Hobone dengan mitos dua bersaudara ini sehingga menjadi latar belakang permusuhan antara perkampungan Aitubu dan Hobone? Jika itu pertanyaan ini yang muncul maka jawabannya adalah karena masyarakat perkampungan Aitubu dan Hobone merupakan keturunan dari dua bersaudara itu, yang dengan kata lain sebenarnya masyarakat perkampungan Aitubu dan Hobone adalah saudara. Melalui mitos dua bersaudara itu juga, kedua masyarakat perkampungan itu percaya bahwa mereka tidak akan pernah akur atau berdamai karena permusuhan yang terjadi jauh di awal sebelum kedua perkampungan itu lahir. Kutipan mengenai hubungan perkampungan Aitubu dan Hobone, kemudian tentang pernyataan yang menyatakan bahwa kedua perkampungan ini terus-menerus bermusuhan dapat dilihat pada tiga kutipan di bawah ini.

Anak turun-temurun dari kakak dan adik inilah yang kemudian menjadi masyarakat di perkampuangan Aitubu dan Hobone. Mereka sebetulnya satu keluarga tapi sejak dulu bermusuhan. Orang Hobone masih menyimpan tulang tangan anak itu dalam noken keramat. Apa yang dilakukan dulu oleh leluhur mereka, mereka lakukan juga sekarang. Inilah yang menyebabkan perang yang tak pernah selesai antara dua perkampungan itu. (Herliany, 2015:50)

Bapar Labobar ingin menutup sejarah, tentang perang yang terus-menerus berulang turun-temurun. (Herliany, 2015:50)

Perkampungan Hobone dan perkampungan Aitubu sudah lama saling bermusuhan. (Herliany, 2015:34)

Jadi, berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat dalam novel Isinga ini, memiliki mitos tentang dua bersaudara yang menjadi dasar permusuhan dan peperangan yang terus-menerus terjadi antara orang dari perkampunagan Aitubu dan Hobone. .

Mitos tentang Perempuan

Mitos tentang perempuan dalam novel Isinga ini, yaitu mitos berhubungan dengan pantangan bagi kaum laki-laki sebelum melakukan perburuan. Mitos ini melarang bagi laki-laki yang akan melakukan perburuan untuk tidak melakukan hubungan dengan perempuan. Apabila melakukan persetubuhan pada malam sebelum kegiatan berburu tersebut, maka akan menghilangkan kesuksesan dalam melakukan perburuan. Bukan hanya bersetubuh, bahkan menyentuh dan berbicara saja tidak diperbolehkan. Kencing anak juga termasuk. Apabila seorang perempuan menyentuh alat berburu maka

(6)

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 6 perempuan tersebut akan terkena penyakit, misalnya saja muntah darah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Suatu hari Malom sudah berangkat pergi berburu. Berburu harus dilakukan sebelum orang-orang bangun dari tidur. Selain itu juga ada beberapa pantangan. Yaitu tidak berhubungan badan dengan istri. Tidak berkomunikasi dengan perempuan. Tidak terkena air kencing anak. Alat-alat berburu tidak boleh tersentuh perempuan. Semua itu agar pemburu bisa mendapatkan hasil buruan. Bila seorang perempuan menyentuh alat berburu, masyarakat Hobone percaya, si perempuan bisa kena penyakit misalnya muntah darah. (Herliany, 2015:61)

Jadi, dalam novel Isinga ini masyarakat Papua memiliki mitos yang berhubungan dengan perempuan. Sebuah mitos yang melarang laki-laki yang akan melakukan perburuan untuk berhubungan dengan perempuan. Hal ini dikarenakan perbuatan tersebut akan membawa kegagalan dalam perburuan. Tidak hanya sebatas pada hubungan badan saja tetapi berkomunikasi saja dengan perempuan, juga tidak diperbolehkan.

Mitos Babi Purba

Mitos babi purba merupakan mitos yang menceritakan kisah seorang perempuan dan anak laki-lakinya. Si perempuan memutuskan untuk merubah wujudnya menjadi seekor babi. Saat si anak mencari ibunya, ia hanya bertemu dengan seekor babi yang memang adalah wujud ibunya yang baru. Babi tersebut mampu berbicara dan meminta pada anaknya untuk membunuh lalu memasaknya. Setelah itu baru anaknya bisa memakan dirinya. Tetapi, babi tersebut memberi syarat. Tulang-tulangnya harus dikumpulkan di satu tempat. Setelah si anak mengumpulkannya di satu tempat, tulang-tulang itupun menjelma menjadi banyak perempuan dan laki-laki. Mitos babi purba dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Dahulu kala ada seorang perempuan dan anaknya, laki-laki. Si perempuan memutuskan untuk menjadi seekor babi. Ketika anaknya mencari, ia tak menemukan ibunya. Yang ada hanya babi itu. Binatang itu bisa bicara dan meminta agar dia dibunuh dan dimasak. Nanti dagingnya boleh dimakan. Setelah itu tulang harus dikumpulkan di sebuah tempat. Dari tulang-tulang itu menjelma banyak perempuan dan laki-laki. (Herliany, 2015:141)

Keputusan sang perempuan yang rela berkorban dan akhirnya membunuh dirinya sendiri, demi sebuah kehidupan yang baru dalam mitos tersebut, seolah menghilangkan anggapan buruk masyarakat Papua dalam novel Isinga ini tentang perbuatan bunuh diri. Kemudian mitos tentang babi purba inilah yang menjadi dasar sebuah kepercayaan yang memperbolehkan seorang perempuan untuk melakukan perbuatan bunuh diri.

Bukti tentang penjelasan di atas, dapat dilihat pada kutipan berikut.

Di wilayah pegunungan Megafu, bunuh diri memang bukan hal baru bagi para perempuan. Bunuh diri biasa dilakukan para perempuan. Bahkan ini merupakan senjata terakhir atau cara yang banyak dipakai para perempuan untuk mengancam suami. Biasanya suami takut. Sebab kalau itu terjadi, maka suami harus memberikan sejumlah babi ke keluarga istri. Jika tidak, maka perang yang harus terjadi, selain itu, bunuh diri para perempuan juga seperti mendapat dukungan dari nenek moyang. Hal ini berkaitan dengan cerita lama di Aitubu

(7)

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 7 tentang babi purba. Babi purba rela mati demi hadirnya kehidupan lain, yaitu manusia. (Herliany, 2015:140-141)

Jadi, masyarakat Papua dalam novel Isinga ini memiliki mitos tentang babi purba yang menjadi dasar bagi masyarakat percaya bahwa perbuatan bunuh bukan merupakan hal yang buruk. Sama halnya seperti babi purba yang rela mati demi menghadirkan kehidupan yang baru.

Mitos Lemak Babi

Mitos tentang lemak babi adalah mitos yang mengatakan bahwa lemak babi merupakan minyak yang dianggap sebagai pengantara yang mengokohkan. Menghidupakan kembali hubungan antara manusia yang hidup saat pada ini dengan masa lalu atau masa purba dan alam semesta. Akibat dari adanya kepercayaan pada mitos lemak babi ini, membuat masyarakat dalam novel Isinga ini hampir selalu menggunakan lemak babi dalam upacara adat. Hal ini dapat dibuktikan dengan dua kutipan berikut.

Lemak babi hampir selalu dipakai dalam berbagai upacara tradisional di Aitubu. Minyak itu dianggap sebagai pengantara yang mengokohkan. Menghidupkan kembali hubungan antara manusia saat ini dengan masa purba. Dengan dunia masyarakat. Dengan alam semesta. (Herliany, 2015:10)

Sama dengan ketika upacara Wit, tubuh mereka diolesi lemak babi. (Herliany, 2015:20)

Jadi, masyarakat Papua dalam novel Isinga ini memiliki sebuah mitos yang dipercayai yaitu mitos lemak babi. Adanya mitos lemak babi ini, membuat masyarakat Papua dalam novel Isinga ini hampir selalu menggunakan lemak babi dalam upacara adat. Mitos tentang Roh

Bagi masyarakat Papua dalam novel Isinga karya ini, mereka masih memercayai adanya roh sehingga mitos-mitos tentang keberadaan rohpun hadir untuk mendukung kepercayaan akan roh tersebut. Bagi masyarakat Papua dalam novel Isinga ini terdapat sebuah mitos tentang adanya roh palimoun. Roh palimoun digambarkan sebagai roh yang berada di atas, ukurannya besar, berkuasa, dan berbahaya. Roh palimoun ini mampu membuat manusia celaka. Roh-roh yang termasuk roh palimoun adalah roh gunung, roh kampung, dan roh hutan. Kemudian ada roh apmon. Roh ini adalah roh yang berada di bawah. Ukurannya kecil dan tidak terlalu berbahaya bagi manusia karena mudah hilang. Roh-roh yang termasuk roh apmon adalah roh air dan roh sungai.

Tidak hanya ada mitos tentang roh palimoun dan roh apmon saja yang terdapat dalam novel Isinga ini, mitos yang dimaksud adalah mitos tentang roh orang yang sudah meninggal. Baik itu meninggal karena terbunuh atau roh yang merupakan jiwa leluhur mereka. Roh orang meninggal ini terdiri atas beberapa jenis. Jenis pertama adalah roh yang ada dan hidup di tengah-tengah mereka. Roh jenis ini terkadang menampakkan diri dalam bentuk binatang. Keberadaan roh jenis ini terkadang bisa membuat celaka tetapi juga bisa membawa untung. Kedua adalah roh yang tidak kelihatan dan sering muncul dalam bentuk seorang perempuan dan roh ini suka mengganggu para pemuda yang ditemuinya.. Mitos tentang roh ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Masyarakat di bawah pegunungan Megafu percaya adanya roh yang tanggal di mana-mana. Ada roh palimuon, roh yang berada di atas. Roh ini besar, berkuasa, dan berbahaya. Bisa membuat celaka manusia. Misalnya roh gunung, roh kampung, roh hutan. Ada roh apmon, roh yang berada dibawah. Roh ini kecil dan tidak terlalu berbahaya. Mudah hilang. Misalnya roh air, roh sungai.

(8)

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 8 Ada lagi roh yang sudah meninggal. Baik itu mati terbunuh atau roh yang merupakan jiwa leluhur mereka. Roh yang hidup di tengah-tengah mereka. Kadang bisa menampakkan diri dalam bentuk binatang, kadang membuat celaka. Kadang membuat untung. Ada roh yang tidak kelihatan dan sering muncul dalam bentuk seorang perempuan. Biasanya roh ini menganggu para pemuda. (Herliany, 2015:111)

Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, masyarakat Papua dalam novel Isinga ini memiliki mitos tentang berbagai macam jenis roh yang menghuni sekitar mereka beserta dengan pengaruhnya bagi manusia. Tak hanya itu adanya mitos tentang roh yang mengganggu manusia membuat masyarakat dalam novel Isinga ini selalu mengaitkan sebuah penyakit dengan roh dan yang bisa mengobati adalah seorang dukun

Mitos Buah Larangan

Pandan merah dalam novel Isinga ini merupakan buah yang dikonsumsi oleh masyarakat baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam upacara-upacara adat. Meski pandan merah merupakan makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat, tetapi pandan merah ini merupakan buah larangan bagi perempuan. Khususnya perempuan yang telah dewasa, atau perempuan yang telah menstruasi. Larangan tersebut terjadi akibat adanya sebuah mitos yang mengatakan bahwa pandan merah merupakan simbol dari seorang perempuan, dan warna merah pandan merah merupakan darah menstruasi, sehingga perempuan yang sudah menstruasi dilarang memakan buah pandan merah. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut.

“Mulai sekarang kamu tidak boleh makan pandan merah, Irewa,” jelas Mama Kame memberi tahu tentang buah larangan. “karena warna merah dari buah pandan merah adalah darah mentruasi,” kata Mama Kame ketika melihat anaknya akan membuka mulut, mau bertanya. (Herliany, 2015:53)

Tidak hanya karena mitos warna merah dari buah pandan merah yang menjadikannya terlarang, tetapi dibalik itu, pandan merah merah memiliki makna yang lebih dalam. Makna dari pandan merah dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

“Suami-istri baru bisa melakukan hubungan persetubuhan kalau pandan merah di pohon sudah matang. Pandan itu adalah manusia, perempuan. Sudah merah berarti perempuan itu sudah dewasa,” tambah Mama Kame. (Herliany, 2015:54) Jadi, masyarakat Papua dalam novel Isinga ini memiliki sebuah mitos tentang pandan merah yang merupakan buah larangan yang tidak bisa dimakan oleh perempuan. Menurut mitos tanaman pandan merah tidak hanya sebagai tanaman saja tetapi sebagai simbol dari proses pertumbuhan khususnya pertumbuhan seorang perempuan. Perempuan yang belum menstruasi tidak bisa menikah dan melakukan persetubuhan, tetapi ketika sudah mengalami menstruasi maka perempuan itupun sudah boleh melakukannya. Sama halnya seperti pandan merah. Saat pandan merah di pohon sudah benar-benar masak baru bisa dimakan. Oleh karena itu perempuan yang sudah menstruasi dilarang makan pandan merah, karena pandan merah adalah dirinya. Perempuan.

Mitos tentang Bayi Kembar

Bayi kembar bagi masyarakat Papua dalam novel Isinga ini dipercaya sebagai sesuatu yang buruk sehingga harus segera disingkirkan. Masyarakat percaya bahwa apabila

(9)

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 9 terjadi kelahiran kembar di dalam keluarga maka salah satu dari bayi kembar itu harus dibuang ke sungai atau dibunuh. Tidak boleh dibiarkan hidup. Hal ini dikarenakan adanya mitos yang mengatakan bahwa salah satu dari bayi kembar tersebut merupakan anak setan. Oleh sebab itu, bayi kembar tersebut harus dipisahkan. Jika tidak dipisahkan, salah satunya akan meninggal. Mitos tentang bayi kembar yang sudah dijelaskan dapat dibuktikan dengan dua kutipan di bawah ini.

Menurut kepercayaan masyarakat di pegunungan Megafu, kalau ada bayi kembar, salah satu harus dibuang ke sungai atau dibunuh. (Herliany, 2015:86) Pegunungan Megafu tampak angkuh berdiri tegak di luar. Begitulah, masyarakat penghuni di bawahnya percaya kalau ada bayi kembar maka salah satunya harus dibuang atau dibunuh. Tidak boleh dibiarkan hidup. Sebab salah satunya adalah anak setan. Karena itu, bayi kembar harus dipisah. Kalau tidak dipisah, salah satunya bisa mati (Herliany, 2015:88)

Kepercayaan membunuh salah satu bayi kembar dalam novel Isinga ini memiliki mitos lain yang melatarbelakanginya . Mitos lain tersebut adalah masyarakat percaya bahwa bayi kembar itu lahir dari kesalahan seorang suami ketika istrinya sedang hamil. Sang suami melanggar sebuah larangan. Sang suami melakukan hubungan badan dengan perempuan lain saat sang istri sedang hamil. Sehingga, apabila ada seorang perempuan yang melahirkan bayi kembar maka masyarakat akan langsung menuduh sang suami telah melakukan kesalahan. Melanggar sebuah larangan dan tentu saja apabila hal ini terjadi, ayah dari bayi kembar tersebut akan merasa malu. Menjadi aib bagi keluarga. Akhirnya salah satu bayipun harus dibunuh agar sang ayah tidak menanggung malu. Penjelasan tentang mitos bayi kembar ini dapat dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.

Mereka juga percaya, bayi kembar itu terjadi karena seorang suami melakukan hubungan badan dengan perempuan lain waktu istrinya sedang hamil. Itu larangan yang tidak boleh dilanggar. Jadi kalau ada bayi kembar, bapak si bayi akan merasa malu.

Bayi yang lemahlah yang harus dibuang. (Herliany, 2015:88)

Jadi, masyarakat Papua dalam novel Isinga ini khususnya masyarakat yang berada di bawah pegunungan Megafu percaya bahwa salah satu dari bayi yang terlahir kembar harus dibuang ke sungai atau dibunuh. Hal ini dikarenakan adanya mitos yang mengatakan bahwa salah satu dari bayi kembar itu adalah anak setan dan bayi kembar itu hadir karena sang ayah melakukan sebuah kesalahan saat sang ibu sedang mengandung. Melanggar larangan.

Mitos tentang Asap

Pada novel Isinga ini, masyarakat memiliki sebuah mitos yang dipercayai mengenai asap. Asap sangat bermanfaat bagi perempuan karena adanya mitos yang mengatakan bahwa asap dapat memberikan kekuatan kepada seorang perempuan yang sedang sakit atau pada perempuan yang baru saja melahirkan. Tidak hanya perempuan saja tetapi bayi yang baru saja lahir dapat menerima kekuatan yang diberikan oleh asap. Seperti yang dialami oleh tokoh Irewa dalam novel Isinga ini. Sesaat keluar tali pusar bayi Irewa keluar, iapun duduk untuk beristirahat sebentar di depan sebuah perapian, tempatnya melahirkan. Api di perapian sudah padam dan asapnya pun mulai menyesakkan dada. Tetapi, Irewa tetap duduk di tempat itu karena mereka percaya asap memberikan kekuatan pada dirinya dan juga anaknya. Kejadian tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini.

(10)

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 10 Tak lama kemudian, keluarlah tali pusar. Darah yang menetes ditutup dengan abu panas. Irewa lalu duduk. Beristirahat sebentar. Perapian sudah padam. Asapnya menyesakkan napas. Tapi asap itu dipercaya memberi kekuatan bagi perempuan yang sedang sakit. Perempuan yang sedang melahirkan. Juga bayi yang baru lahir. (Herliany, 2015:71)

Jadi, masyarakat Papua dalam novel Isinga ini, khususnya masyarakat di bawah pegunungan Megafu memercayai bahwa asap berguna bagi perempuan dan anak karena adanya sebuah mitos yang mengatakan bahwa asap dapat memberi kekuatan pada seorang perempuan yang sedang sakit atau melahirkan dan memberi kekuatan pada bayi yang baru lahir.

Mitos tentang Orang Sakit

Pada masyarakat Papua khususnya yang berada di pedalaman Papua dalam novel Isinga ini memiliki caranya sendiri ketika menghadapi orang sakit. Mereka percaya bahwa orang sakit harus dijauhkan dari pemukiman. Dijauhkannya dari orang-orang yang sehat. Hal ini dikarenakan adanya sebuah mitos yang mengatakan bahwa roh-roh penyakit yang ada pada orang sakit akan menyerang orang yang sehat. Sehingga mengakibatkan lebih banyak orang yang akan meninggal akibat roh penyakit tersebut. Oleh karena, itu harus dijauhkan dari orang sehat. Adanya mitos tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.

Menurut kepercayaan orang Papua pedalaman, orang sakit harus dijauhkan dari pemukiman. Sebab kata mereka, roh-roh penyakit itu juga akan menyerang orang lain. Jadi banyak orang akan bisa meninggal. Karena itu, harus dijauhkan dari orang yang tidak sedang sakit. (Herliany, 2015:103)

Hal ini dapat dilihat pada nasib yang dialami seorang perempuan dalam novel Isinga ini. Perempuan tersebut diasingkan di dalam hutan. Penyakit yang menyerang perempuan itu adalah suatu penyakit menular yang disebut malaria. Tubuhnya tinggal kulit dan tulang-belulang karena tak ada daging yang tertinggal. Cacing di perutnya memakan daging yang tersisa. Dia sendiri karena sudah ditinggalkan keluarganya. Kondisi tentang perempuan tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.

Suatu hari ada seorang pemuda melaporkan ia melihat ada perempuan sakit di hutan sebelah utara. Meage dan Silak datang ke tempat yang diceritakan si pemuda. Meage sangat kaget. Diperiksanya, perempuan itu terkena malaria. Tubuhnya hanya tinggal kulit. Tak ada daging tertinggal. Hanya tulang-belulang. Bau busuk tercium. Menjijikkan. Kakinya kurus kering karena diisap borok (frambiosis). Cacing dalam perutnya memakan semua daging yang tersisa. Perempuan itu kira-kira sudah lama ditinggalkan keluarganya. (Herliany, 2015:103)

Jadi, masyarakat Papua khususnya orang Papua pedalaman dalam novel Isinga ini memiliki kepercayaan bahwa orang sakit harus dijauhkan dari orang sehat karena adanya sebuah mitos yang mengatakan bahwa roh-roh penyakit yang ada pada orang sakit akan menyerang orang sehat. Sehingga harus dijauhkan dari pemukiman, agar tidak makin banyak orang yang sakit.

Mitos tentang Darah Persalinan

Mitos tentang darah persalinan dalam masyarakat Papua dalam novel Isinga ini adalah sebuah mitos yang mengatakan bahwa darah bahkan kotoran persalinan dapat menyebabkan penyakit yang mengerikan bagi laki-laki dan anak-anak. Tidak hanya itu, darah yang mengalir dari rahim perempuan melahirkan mampu menghilangkan keampuhan dan berkat dari alat-alat perang. Oleh sebab itu, perempuan melahirkan harus jauh dari tempat yang terdapat anak-anak dan laki-laki atau melahirkan di

(11)

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 11 tempat yang hanya ada perempuan itu sendiri. Semua itu dilakukan agar darah persalinan tidak mencelakai orang lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan berikut ini.

Mama bidan lalu membawa Irewa ke sebuah pondok. Masyarakat Megafu percaya bahwa darah dan kotoran persalinan bisa menyebabkan penyakit yang mengerikan bagi laki-laki dan anak-anak. Juga, darah yang mengalir dari rahim perempuan melahirkan dapat menghilangkan keampuhan dan berkat dari alat-alat perang yang tersimpan di rumah adat keramat. Karena itu, kalau perempuan melahirkan, harus di tempat yang jauh atau di tempat yang hanya ada perempuan itu sendiri. (Herliany, 2015:67)

Jadi, masyarakat Papua dalam novel Isinga ini, memiliki mitos tentang darah persalinan yang dipercayai oleh masyarakat dapat menyebabkan penyakit mengerikan untuk laki-laki dan anak-anak. Tidak hanya itu, darah persalinan juga dapat menghilangkan keampuhan dan keberkatan alat-alat perang. Oleh sebab itu, masyarakat Papua dalam novel Isinga ini menjauhkan perempuan yang melahirkan dari laki-laki, anak-anak, dan peralatan perang.

Relevansi Penelitian dengan Pengajaran di Sekolah

Relevansi penelitian ini dengan pengajaran di sekolah terletak pada membangun kembali kesadaran para pendidik dan calon pendidik tentang perbedaan yang ada di sekelilingnya sehingga lebih memerhatikan keadaan dan kebudayaan di sekitarnya untuk menyesuaikan pendekatan yang akan digunakannya atau menghadirkan sebuah pendekatan baru yang akan membuat peserta didik dalam proses pengajaran menjadi lebih efektif dan menarik mereka.

Kemudian, selain relevansi penelitian ini dengan pengajaran di sekolah yang dapat di rasakan oleh pendidik. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai contoh oleh peserta didik yang dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan materi ajar yang berhubungan dengan aktivitas mengkaji novel

PENUTUP

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis berkesimpulan bahwa terdapat sebelas mitos yang terkandung dalam novel Isinga ini. Mitos-mitos tersebut diantaranya: 1) Mitos dua bersaudara, 2) Mitos tentang perempuan, 3) Mitos babi purba, 4) Mitos lemak babi, 5) Mitos tentang roh, 6) Mitos buah larangan, 7) Mitos bayi kembar, 8) Mitos tentang asap, 9) Mitos tentang orang sakit, 10) Mitos darah persalinan.

DAFTAR PUSTAKA

Arie, Andre. 2008. Buah Merah Papua. Singosari: Situs Internet. (http://zhandrixblog.blogspot.html) (diakses pada 5 Januari 2017)

Barthes, Roland. 2006. Mitologi. Yogyakarta: Kreasi Kencana

Daeng, Hans. J. 2012. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan (Tinjauan Antropologis). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Damatubuan, A.E. 2002. Kebudayaan, Kesehatan Orang Papua dalam Persektif Antopologi Kesehatan Vol.1. No.1 . E-Jurnal .Jayapura: Situs Internet. (http://papuaweb.org/uncen/dlib/jr/antropologi/01-01/jurnal.pdf) (diakses pada 22 Desember 2016)

Damatubuan. A.E. 2003. Pengetahuan, Perilaku Seksual Suku Bangsa Marind-Anim. Vol. 1. No. 3. E-Jurnal. Jayapura: Situs Internet

(12)

Jurnal Bastra Volume 1 Nomor 4 Maret 2017 12 (http://papuaweb.org/uncen/dlib/jr/antropologi/01-03/jurnal.pdf) (diakses pada 24 Desember 2016)

Farhan, Afif. 2015. Suanggi, Hantu yang Paling Ditakuti Orang Papua. Situs Internet. (http://detiktravel.com.html) (diakses pada 21 Februari 2017)

Herliany,Dorothae Rosa. 2015. ISINGA (Roman Papua). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Imron. 2016. Mitos Kutukan Kampung Lumpur di Papua, Semua Rumah Dibangun di atas Papan. Situs Internet. (http://planetmerdeka.com.html) (diakses pada 21 Februari 2017)

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi (Pokok-pokok etnografi). Jakarta: Rineka Cipta

Mansy. 2009. Sang Tuan Tanah dari Papua. Situs Internet. (http://antaranews.com.html) (diakses 21 Februari 2017)

Nasution, Muhammad Syukri Albani dkk, 2015. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rajawali pers

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Redaksi PM. 2012. Sastra Indonesia paling Lengkap (Peribahasa, Majas, Puisi, Pantun, Kata Mutiara). Depok: Pustaka Makmur

Rampan, Korrie Layun. 2013. Antologi Apresiasi Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Narasi

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Sastra dan Cultural Studies (representasi fiksi dan fakta). Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antropologi Sastra: peranan unsur-unsur kebudayaan dalam proses kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Soekanto, Soerjono dan Budi Sulistyowati. 2014. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta:Pustaka Sugihastuti. 2007. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Teeuw, A. 2015. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya

Tasai, Amran. S. 2003. Bahan Penyuluhan: Sastra Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Welly. 2012. Mitos Manusia Menjelma Menjadi Hewan dari Yapen Waropen, Papua.

Situs Internet. (http://Planetmerdeka.com.html) (diakses 21 Februari 2017) Wellek, Rene dan Austin Werren. 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah (1) Persepsi masyarakat terhadap mitos, (2) Pantangan dan ritual yang mengiringi keberadaan mitos, (3) Fungsi mitos dalam

Masyarakat Papua (Studi Kasus di Kampung Tablanusu, Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua). Dibimbing oleh Siti Madanijah. Tujuan umum dari penelitian ini adalah

masyarakat di seluruh Provinsi Papua jadi MRP sebagai lembbaga representatatif kultural orang asli papua sesuai tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban, memandang perlu memberikan

Di dalam Mitos Air Tukang, perempuan adalah subyek bagi terbentuknya peradaban masyarakat. Perempuan bukan sekedar aktor pelengkap tetapi ia sendirilah yang menjadi tokoh

Salah satu hasil penelitian tersebut, yaitu bahwa keturunan menjadi faktor penting dalam menentukan nasib manusia; Irmawati (2017) meneliti keberadaan mitos masyarakat Papua

dalam novel Namaku Teweraut, Ani Sekarningsih ingin menggambakan peran perempuan sebagai agen perubahan sosial di masyarakat terpencil,

Kerak kontinen Lempeng Australia yang berada di bawah laut Arafura dan meluas ke arah utara merupakan dasar bagian selatan dari Pegunungan Tengah Papua, batuan dasarnya tersusun

Pembahasan tentang Mitos Kala yang ada di indonesia. Berfungsi sebagai penjaga rumah pada kebudayaan masyarakat