• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTISIPASI KELOMPOK MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG MESSALINA. L. SALAMPESSY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PARTISIPASI KELOMPOK MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG MESSALINA. L. SALAMPESSY"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

Kasus di Hutan Lindung Gunung Nona kota Ambon

MESSALINA. L. SALAMPESSY

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

di Hutan Lindung Gunung Nona kota AmbonPropinsi Maluku

MESSALINA. L. SALAMPESSY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Partisipasi Kelompok Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Kasus di Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon Propinsi Maluku adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2010

Messalina.L.Salampessy

(3)

MESSALINA.L.SALAMPESSY. Public group participation in managemen of forest protected area case in forest protected Gunung Nona Ambon city Moluccas Province). Under direction of BRAMASTO NUGROHO and HERRY PURNOMO.

Management of forest protected area be often confronted at dilemma between importance of conservation with importance and requirement of public to the area. Effectivity management of the area would annoyed because the low of its public participation and interaction unable to support. Various factor public heterogenity will influence form of interaction. The aim of this study was to : know and measure participation public in management of forest protected area and analyses characteristic factor (Individual and Organisation) influencing level participation in realizing collective action at management of Protected forest area. This research be design as an research of survey having the character of descriptive corelation where there are variable dependen research that is public participation and variable consists of individual character and organizational character which is heterogenity factor be in public nature. This research population is active public group in management of land (dusung) around forest protect area in Gunung Nona (HLGN) Ambon city. Data analysis applies will test technical Chi square (Chi Square) and its the participation level and be applied will test coefficient of contingency. The result showed that : character factor (Individual and Organisation) having connection tightly and influential to participation public in management of HLGN area is knowledge about protected forest, wide acquisition of area of dusung, status ownership of dusung, old of involvement in organization and official member connection and member of public in organization. Public shows participation calkulatif in role of they as HLGN organizer and shows participation with characteristic compliance of morale in role of they as dusung activity.

(4)
(5)

MESSALINA.L.SALAMPESSY. Partisipasi Kelompok Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Kasus di Hutan Lindung Gunung Nona kota Ambon Propinsi Maluku. Dibimbing oleh BRAMASTO NUGROHO dan HERRY PURNOMO.

Pengelolaan kawasan Hutan Lindung sering dihadapkan pada dilema antara kepentingan pelestarian keanekaragaman hayati dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat terhadap kawasan tersebut. Efektifitas pengelolaan kawasan tersebut akan terganggu karena rendahnya partisipasi masyarakat dan interaksinya yang kurang mendukung. Berbagai faktor heterogenitas masyarakat akan mempengaruhi bentuk interaksi yang terjadi antar masyarakat dengan kawasan tersebut. Interaksi ini dapat berdampak positif atau negatif yang selanjutnya akan mempengaruhi efektifitas pengelolaan kawasan pelestarian alam. Selain itu keterlibatan berbagai pihak dalam upaya pengelolaan juga turut mempengaruhi strategi pengelolaan kawasan tersebut

Semenjak Hutan Lindung Gunung Nona ditetapkan sebagai kawasan lindung melalui keputusan Menteri Kehutanan Nomor 430/Kpts-II/1996 tentang kawasan hutan Gunung Sirimau dan hutan Gunung Nona, program reboisasi giat dilakukan oleh berbagai pihak dimana hal ini mengambarkan adanya keikutsertaan masyarakat baik secara kelembagaan maupun personal terhadap kelestarian hutan lindung ini. Namun demikian hingga saat ini pemerintah menemui kendala untuk mengendalikan perambahan dan meningkatnya penebangan liar. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Hutan Lindung Gunung Nona (HLGN) masih memiliki ketergantungan erat dengan kawasan ini dan berhubungan dengan mata pencaharian mereka dari pengelolaan dusungnya. Dusung sebagaimana yang didefenisikan oleh Oszaer (2002) adalah areal kebun tradisional masyarakat Maluku, dimana terdapat berbagai jenis tanaman berkayu dan didominasi oleh jenis pohon penghasil buah-buahan, sebagian dikombinasikan dengan tanaman-tanaman bermanfaat lainnya maupun hewan ternak.

Faktor heterogenitas dan karakteristik (Individu dan Organisasi) yang mempunyai hubungan erat dan berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan HLGN adalah Pengetahuan tentang hutan lindung, luas penguasaan lahan dusung, status pemilikan dusung, lama keterlibatan dalam organisasi serta hubungan pengurus dan anggota masyarakat dalam organisasi. Melalui berorganisasi dan berpartisipasi, upaya membangun koordinasi termasuk pertukaran informasi dan berbagai hal serta efisiensi biaya dapat diatasi. Hal ini sejalan dengan yang dikemukan oleh Agrawal dan Gibson, 1999 bahwa lebih seringnya interaksi-interaksi dapat menurunkan biaya-biaya untuk bagaimana membuat keputusan-keputusan yang kolektif tersebut. Untuk itulah maka partisipasi memberikan pilihan untuk aspirasi tiap individu dan sangat mempengaruhi kebijakan yang dibuat. Upaya untuk mengidentifikasi dan menjalin hubungan dengan berbagai stakeholder akan membantu masyarakat setempat untuk mengembangkan kepercayaan diri dan meningkatkan keahliaan bernegosiasi dengan berbagai pihak.

(6)

Analisa penggunaan tangga partisipasi seperti yang diungkapkan Arnstein (1995) memperlihatkan bahwa tangga partisipasi yang terlihat pada bentuk peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan HLGN telah berada pada tangga menginformasikan dan tangga kemitraan. Tingkatan Partisipasi masih tergolong rendah dan belumlah optimal seperti yang diharapkan karena upaya menginformasikan lebih dikhususkan pada pemimpin mereka begitupun keikutsertaan sebagai mitra kerja relative hanya pada proyek penanaman dan pemeliharaan tanaman reboisasi (proyek jangka pendek).

Untuk mencapai performance yang baik bagi pengelolaan kawasan HLGN maka ada beberapa variabel yang mempengaruhi aktivitas pengelolaan kawasan HLGN dan juga menggambarkan institusi dari kedua masyarakat ini antaralain : 1. Pengaturan kebijakan formal : Pentingnya interpendensi antara berbagai

peraturan yang mengatur pengelolaan hutan lindung dan pengelolaan lahan dusung oleh masyarakat.

2. Pemahaman karakteristik sumberdaya ; pengenalan akan ciri khusus dari sumberdaya hutan itu dan system pengelolaannya penting dipahami oleh pengelolaan kawasan.

3. Pengaturan efektivitas kelembagaan : kejelasan property rights atas lahan, pengetahuan tentang lahan hutan, pelaksanaan (control dan persetujuan) yang terbangun serta mekanisme penyelesaian konflik.

4. Pemahaman karakteristik kelompok actor : heterogenitas, tingkat kepercayaan, hubungan social serta partisipasi dan aksi bersama yang terbangun.

Pemahaman dan aplikasi yang tepat tentang variabel ini akan sangat membantu pengelolaan kawasan HLGN dengan baik bagi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya hutan tersebut.

(7)

Ⓒ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(8)

PARTISIPASI KELOMPOK MASYARAKAT DALAM

PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG

Kasus di Hutan Lindung Gunung Nona kota Ambon Propinsi Maluku

MESSALINA L SALAMPESSY

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2 01 0

(9)
(10)

Nama : Messalina.L.Salampessy

NIM : E051060021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Bramasto Nugroho, M.S. Ketua

Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, M.S.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(11)

atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah partisipasi kelompok masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan lindung, kasus di hutan lindung Gunung Nona Kota Ambon Propinsi Maluku.

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya terutama kepada pembimbing, yaitu Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS dan Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran selama penulis menempuh studi di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Didik Suharjito, M.S. selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberikan koreksi dan arahan untuk perbaikan tesis.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang memberikan Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS). Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada mamaku, suami dan anakku Daniella tercinta, serta seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada rekan-rekan terutama Arie, Ratih, Fenti, abang Iskar dan john serta Dini yang telah banyak membantuku serta rekan-rekan lainnya tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan demi penyempurnaannya. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi setiap pembaca.

Bogor, 30 Juli 2010

(12)

Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 24 September 1976 dari ayah Adolf E Salampessy (Almarhum) dan ibu Selvia Pieter. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Penulis menikah dengan Tommy Pesiwarissa, pada tanggal 1 September 2007 dan telah dikaruniai seorang putri yang bernama Daniella V Pesiwarissa.

Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ambon dan pada tahun yang sama diterima di Universitas Pattimura (UNPATTI) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk UNPATTI. Selanjutnya penulis memilih Jurusan Manajemen Hasil Hutan Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2001.

Penulis bekerja sebagai staf asisten pengajar di Jurusan Kehutanan Program studi Manajemen Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura sejak tahun 2001 hingga tahun 2003 diangkat sebagai Dosen Tetap pada program studi tersebut. Sebelumnya penulis pernah bekerja juga sebagai Program Manager Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat pada tahun 2001-2002 pada Yayasan Diakonia Maluku, Program Officer dan sekretaris eksekutif Yayasan Diakonia pada tahun 2002 - 2005.

Pada tahun 2006 penulis mendapatkan Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS) dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia untuk melanjutkan studi pascasarjana di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB.

(13)
(14)

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan dan Manfaat ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Hutan Lindung ... 5

Pengertian Partisipasi... 7

Faktor-faktor yang berpengaruh pada partisipasi... 8

Kelembagaan... 9

Heterogenitas/Homogenitas dan Partisipasi... 12

METODOLOGI PENELITIAN ... 16

Desain Penelitian ... 16

Populasi dan Sampel ... 16

Teknik Penarikan Sampel ... 16

Defenisi operasional variabel penelitian... 17

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

Metode Pengumpulan Data... 22

Metode Analisis Data ... 22

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 23

Letak dan Luas ... 23

Topografi dan Iklim ... 24

Penggunaan Lahan ... 26

Komposisi Penduduk ... 27

Tingkat Pendidikan ... 29

Sarana dan Prasarana... 30

Sejarah Pengelolaan Dusung ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

Karakteristik Responden ... 37

Partisipasi Responden ... 46

Hubungan antara faktor karakteristik responden dengan Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan HLGN... ... 49

Pembahasan Umum ... 58

(15)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

Kesimpulan ... 69

Saran ... 70

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kriteria penilaian partisipasi masyarakat... 18

2 Variabel, defenisi dan parameter pengukurannya ... 19

3 Nilai interpretasi koefisien korelasi dan tingkat hubungan ... 23

4 Jenis penggunaan lahan desa Urimesing ... 26

5 Jenis penggunaan lahan desa Amahusu ... 26

6 Pemanfaatan kawasan Hutan Lindung di kota Ambon ... 27

7 Jumlah penduduk desa Urimesing berdasarkan kelompok umur ... 27

8 Jumlah penduduk desa Amahusu berdasarkan kelompok umur ... 28

9 Jumlah penduduk desa Urimesing berdasarkan jenis mata pencaharian... . 28

10 Jumlah penduduk desa Amahusu berdasarkan jenis mata pencaharian... 29

11 Jumlah kepala keluarga desa Urimesing berdasarkan tingkat pendidikan ... 29

12 Jumlah kepala keluarga desa Amahusu berdasarkan tingkat pendidikan... 29

13 Sarana dan prasarana desa Urimesing ... 30

14 Sarana dan prasarana desa Amahusu.. ... 30

15 Keragaman karakteristik individu masyarakat pengelola dusung ... 37

16 Keragaman karakteristik organisasi masyarakat pengelola dusung ... 44

17 Partisipasi responden dalam pengelolaan hutan lindung ... 47

18 Hubungan antara berbagai karakteristik responden dengan Partisipasi, nilai X2, koefisien C dan tingkat hubungannya untuk desa Amahusu ... 50

(17)

19 Hubungan antara berbagai karakteristik responden dengan Partisipasi, nilai X2, koefisien C dan tingkat hubungannya

untuk desa Urimesing ... 50

20 Hubungan partisipasi dengan luas dusung pada kedua desa ... 51

21 Hubungan partisipasi dengan status pemilikan dusung

pada kedua desa... 52

22 Matriks identifikasi pihak terkait dalam kawasan

(18)

Halaman

(19)

Latar Belakang

Hutan dan manusia sejak awal peradaban ditandai dengan adanya hubungan saling ketergantungan, karena hutan merupakan sumber kehidupan mendasar yang diperlukan manusia seperti air, energi, udara bersih dan perlindungan. Hubungan ketergantungan secara tradisional ini berlangsung di berbagai kawasan hutan termasuk hutan lindung dan dirasakan makin meningkat sesuai dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk di sekitarnya.

Pada beberapa kawasan hutan lindung, interaksi antar masyarakat local dengan sumberdaya alam masih sangat kuat. Bahkan di beberapa lokasi, pola interaksi yang terjalin memberikan kecenderungan positif terhadap kelestarian hutan (Wiratno et al.2004). Upaya untuk berpartisipasi senantiasa diinginkan oleh masyarakat namun demikian, hingga saat ini peran partisipasi belum sepenuhnya optimal masih pada tahapan menginformasikan dari tahapan tangga partisipasi yang diharapkan (Arnstein 1995). Partisipasi masyarakat adalah suatu proses yang memberi kesempatan kepada masyarakat secara individu atau kelompok untuk mempengaruhi keputusan public termasuk didalamnya kesempatan berpartisipasi dalam pengelolaan hutan ( Cohan dan Sharp 1995).

Seperti halnya kawasan hutan lindung lainnnya, Hutan Lindung Gunung Nona (HLGN) di kota Ambon menghadapi tekanan populasi penduduk yang terus bertambah dan persoalan social-ekonomi yang harus dipenuhi dan cenderung meningkat. Di sisi lain, pemerintah menetapkan konsep hutan lindung yang pada prinsipnya memiliki perbedaan dengan konsep pengelolaan sumberdaya alam masyarakat pada kedua desa (desa Amahusu dan Urimesing) yang tepat berada di kawasan ini yakni perbedaan yang pertama system dusung dan perbedaan yang kedua terletak pada defenisi tentang hak penguasaan (property right), yang menyebabkan lebih dari 80% wilayah pengelolaan dusung ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan hutan lindung.

Permasalahan yang dialami oleh HLGN terjadi pula dibeberapa lokasi kawasan konservasi dan hutan lindung sebagai contoh, konflik antara masyarakat local dengan taman nasional di TN Komodo, TN Siberut dan TN Lauser

(20)

(Iskandar, 1992 dan Wiratno et al.2004). Permasalahan yang terjadi di HLGN maupun di tempat lain merupakan masalah kelembagaan terutama menyangkut hak penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam antara pemerintah dan masyarakat local dimana aspek partisipasi diupayakan sebagai salah satu jalan keluar dari persoalan ini. Banyak factor mempengaruhi bentuk partisipasi masyarakat, dimana salah satunya adalah aspek heterogenitas dan karakteristik masyarakat itu sendiri.

Terdapat sejumlah kajian terdahulu tentang factor heterogenitas yang mempengaruhi bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan dengan focus dan tujuan yang beragam. Gibson (200), Gibson dan Becker (2000), Gibson dan Koontz (1998), Varughese (1999,2000) dan Varughese dan Ostrom (2001), membuktikan bahwa heterogenitas berpengaruh pada bentuk pengelolaan dan ketertarikan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Selain itu, terdapat pula kajian yang mempertanyakan perihal kemampuan masyarakat local dalam mengelola dan mempertahankan kelestarian sumberdaya alam, diantaranya Maertens et al. 2002 dan Sitorus 2004.

Kajian-kajian tersebut di atas telah menjelaskan tentang partisipasi dengan berbagai factor yang mempengaruhi aktivitas keterlibatan masyarakat. Namun demikian, kajian-kajian tersebut belum mampu menjelaskan bagaimana peran partisipasi masyarakat, heterogenitas serta karakteristik individu dan organisasi itu terhadap efektivitas pencapaian partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan tersebut. Untuk itu penelitian ini dilakukan.

Perumusan Masalah

Pengelolaan kawasan Hutan Lindung sering dihadapkan pada dilema antara kepentingan pelestarian keanekaragaman hayati dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat terhadap kawasan tersebut. Efektifitas pengelolaan kawasan tersebut akan terganggu karena rendahnya partisipasi masyarakat dan interaksinya yang kurang mendukung. Pengetahuan masyarakat terhadap kawasan tersebut dan kondisi sosial ekonomi masyarakat akan mempengaruhi bentuk interaksi yang terjadi antar masyarakat dengan kawasan tersebut. Interaksi ini dapat berdampak positif atau negatif yang selanjutnya akan mempengaruhi

(21)

efektifitas pengelolaan kawasan pelestarian alam. Selain itu keterlibatan berbagai pihak dalam upaya pengelolaan juga turut mempengaruhi strategi pengelolaan kawasan tersebut.

Pengelolaan sumberdaya alam adalah untuk rakyat. Keberhasilan pengelolaan banyak bergantung pada kadar dukungan dan penghargaan yang diberikan kepada kawasan yang dilindungi oleh masyarakat di sekitarnya. Bila masyarakat setempat memandang negatif terhadap kawasan konservasi, masyarakat dapat mengagalkan pelestarian. Sebaliknya, bila pelestarian dianggap sebagai sesuatu yang positif manfaatnya, masyarakat dan berbagai stakeholder lainnya akan bekerjasama dalam melindungi kawasan dari perkembangan yang membahayakan.

Upaya ini dilakukan oleh kelompok masyarakat dalam rangka mengakomodasi kepentingan kelestarian kawasan dan peningkatan kesejahteraan mereka. Tujuan ini akan tercapai apabila tindakan yang dilakukan oleh individu-individu dalam kelompok masyarakat sejalan dengan tujuan kelompok, dalam bentuk partisipasi.

Pada konteks apa efektivitas partisipasi dapat dilaksanakan oleh sebuah kelompok yang terdiri dari individu-individu? Ini terjadi ketika mereka akan mengelola sumberdaya bersama (commonpool resource) seperti HLGN yang dijadikan objek studi kasus ini. Jika mereka egois atau tidak ada partisipasi maka individu tertentu akan beruntung sedangkan yang lain tidak akan memperoleh bagiannya. Jika semua keuntungan ini dijumlahkan maka hasilnya akan lebih kecil dibandingkan jika mereka bekerja bersama.

Dari uraian diatas, maka timbul pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini yaitu :

(1) Bagaimana peran partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan HLGN? (2) Mengetahui heterogenitas dan karakteristik individu serta organisasi yang

(22)

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk :

(1) Mengatahui dan mengukur partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan Hutan Lindung?

(2) Menganalisis heterogenitas dan karakteristik individu dan organisasi masyarakat yang mempengaruhi tingkat partisipasi dalam pengelolaan kawasan Hutan Lindung?

Pengetahuan dan pemahaman tentang partisipasi ini akan bermanfaat bagi berbagai pihak, seperti: Dinas Kehutanan, Universitas, Lembaga swadaya masyarakat dan berbagai pihak terkait, untuk meningkatkan peran serta dan merumuskan kebijakan dalam pengelolaan kawasan hutan lindung.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian tersebut diatas maka hipotesis penelitian yang akan diuji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Tingkat partisipasi dan heterogenitas mempengaruhi keberhasilan aktivitas masyarakat dalam pengelolaan hutan lindung.

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Lindung

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah (UU No. 41 tahun 1999). Sebagaimana fungsinya maka hutan lindung memiliki arti penting bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan ini perlu dilakukan dengan bijaksana dan melibatkan para pihak yang berkepentingan terhadap kawasan tersebut. Pengelolaan hutan lindung diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008. Pengelolaan hutan lindung dimaksudkan meliputi kegiatan: tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan lindung, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan lindung, rehabilitasi dan reklamasi hutan lindung dan perlindungan hutan dan konservasi alam di hutan lindung. Pentingnya dilakukan pengelolaan kawasan lindung karena upaya pengelolaan ini bertujuan untuk:

a. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa;

b. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem dan keunikan alam.

Indonesia memiliki kawasan hutan lindung seluas 32,43 juta hektar dari total luas areal hutan di Indonesia, yaitu 130,85 juta hektar (Kompas 17 Juni 2007) atau ± 23 % dari luas kawasan hutan (Departemen Kehutanan, 2007). Menurut catatan Departemen Kehutanan tahun 2006, terdapat 24,78 persen dari total luas hutan lindung atau 6,27 juta hektar areal hutan lindung rusak parah, khususnya yang berbatasan atau berdekatan dengan permukiman atau lahan masyarakat. Hal ini terjadi akibat tekanan pertambahan jumlah penduduk dan rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung. Kondisi ini menyebabkan degradasi lingkungan dan terancamnya fungsi hutan lindung.

(24)

Hutan lindung dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak dengan persyaratan memperoleh izin pemanfaatan antaralain: izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.

Sebagai kawasan yang dilindungi, pemerintah mengatur criteria penetapan suatu kawasan sebagai kawasan lindung yakni melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan, dimana kriteria penetapan hutan lindung adalah dengan memenuhi salah satu persyaratan berikut ini:

1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (score) 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih;

2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% (empat puluh per seratus) atau lebih;

3. Kawasan hutan yang berada pada ketinggian 2000 (dua ribu) meter atau lebih di atas permukaan laut;

4. Kawasan hutan yang mempunyai tanah sangat peka terhadap erosi dengan lereng lapangan lebih dari 15% (lima belas per seratus);

5. Kawasan hutan yang merupakan daerah resapan air;

6. Kawasan hutan yang merupakan daerah perlindungan pantai.

Di Maluku, lebih khusus kota Ambon memiliki 2 (dua) hutan lindung yaitu Hutan Lindung Gunung Sirimau dan Hutan Lindung Gunung Nona. Kedua hutan ini memiliki arti penting bagi lingkungan dan masyarakat kota Ambon karena merupakan daerah resapan air yang berfungsi mengatur penyediaan kebutuhan air bagi kehidupan masyarakat. HLGN ditetapkan oleh Pemerintah sebagai kawasan lindung pada tahun 1996 berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan nomor 430/KPTS-II/1996. Sebelum ditetapkan sebagai kawasan lindung, HLGN adalah sebuah kawasan hutan yang tanpa status namun kemudian karena memiliki arti penting sebagai daerah resapan air dan memenuhi kriteria sebagai kawasan lindung maka ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung. Pada kawasan ini, terdapat 2 (dua) desa yaitu desa Amahusu dan Urimesing dimana masyarakatnya memiliki dusung-dusung sebagai bagian dari kawasan hutan yang mereka kelola untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

(25)

Keberadaan masyarakat pada kedua desa ini memiliki arti penting bagi keberadaan kawasan HLGN ini.

Pengertian Partisipasi

Di dalam masyarakat terjadi kontrol sosial yang bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Suatu proses kontrol sosial dapat dilaksanakan dengan pelbagai cara yang pada pokoknya berkisar pada perilaku yang terbentuk dari tiap masyarakat antara lain :

a. Persuasive : cara-cara tanpa kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat dalam mencapai tujuan tertentu. Suatu masyarakat yang tidak terjadi banyak konflik maka cara-cara persuasif mungkin akan lebih efektif karena pada masyarakat itu sebagian besar kaidah dan nilai-nilai telah melembaga dalam diri para warga masyarakat sehingga pencapaian tujuan tertentu dilakukan secara persuasif.

b. Coersive : cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat dengan paksaan. Cara ini lebih sering diperlukan di dalam masyarakat yang berubah dimana kontrol sosial berfungsi untuk membentuk kaidah lama yang telah goyah. Namun cara-cara kekerasan ada batasnya karena akan melahirkan reaksi yang negatif . c. Partisipatif : Jika dicermati, makna partisipatif berbeda-beda menurut mereka

yang terlibat, misalnya antara penentu kebijakan, pelaksana di lapangan, dan masyarakat. Oleh karena itu, beberapa pakar mencoba menggolong-golongkan tingkatan partisipasi ke dalam beberapa kelompok. Misalnya Deshler dan Sock (1985) diacu dalam Selener (1997) menyebut adanya partisipasi semu (pseudo-participation) dan partisipasi sebenarnya (genuine participation). Berdasarkan ragam tipe partisipasi, Sajogyo (2002) kemudian memberi definisi partisipasi sebagai suatu proses dimana sejumlah pelaku bermitra punya pengaruh dan membagi wewenang di dalam prakarsa ”pembangunan”, termasuk mengambil keputusan atas sumberdaya. Dalam definisi ini membangun partisipasi akan mencapai puncaknya pada saat pemberdayaan. Secara lebih spesifik, FAO (1975) mengemukan bahwa partisipasi merupakan suatu proses kegiatan bersama, termasuk didalamnya keikutsertaan setiap individu dalam kelompok, tentang tanggungjawab serta konsekuensi dari

(26)

setiap tugas-tugas, baik yang sifatnya umum sampai kepada tugas-tugas yang sifatnya khusus.

Arnstein (1995) mendefenisikan partisipasi masyarakat adalah proses yang memberikan kesempatan kepada masyarakat secara individu atau kelompok, untuk mempengaruhi keputusan public, ia juga menekankan bahwa tingkat partisipasi sangat bervariasi mulai tahap manipulasi, terapi, menginformasikan, konsultasi, menentramkan (placation), kemitraan, delegasi kekuasaan hingga control masyarakat. Tingkatan tersebut dikenal dengan istilah tangga partisipasi. Dalam implementasi pendekatan partisipatif, tangga partisipasi seringkali dipandang sebagai sebuah kontinum untuk mewujudkan tingkat partisipasi yang diharapkan.

Sebagai kawasan Lindung, HLGN memiliki sumber daya hutan yang potensial dengan berbagai manfaatnya baik langsung dan tidak langsung serta melibatkan para pihak (Stakeholder) yang melaksanakan perannya terhadap kawasan tersebut. Persoalan dalam pengelolaan sumberdaya hutan ini adalah bagaimana mengatur atau memanipulasi perilaku para pihak itu melalui berbagai bentuk institusi yang akan menghasilkan tujuan bersama melalui partisipasi tersebut.

Kemitraan, kolaborasi atau koalisi merupakan konsep yang saling terkait namun masing-masing digunakan untuk menggambarkan salah satu tingkat tertentu dalam konsep partisipasi

Faktor - faktor yang berpengaruh pada partisipasi

Berbagai kegiatan yang mencerminkan partisipasi seseorang dalam organisasi dipengaruhi oleh factor individu dan factor organisasi. Segala aktivitas manusia dalam kehidupan bermasyarakat, organisasi maupun kelompok timbul sebagai resultan dari factor individu dan factor organisasi, walaupun secara pasti kekuatan kedua factor tersebut tidak dapat diketahui tanpa melalui suatu penelahan empiric yang seksama. Faktor individu sering disebut sebagai factor internal yaitu factor yang terdapat pada diri individu yang bersangkutan dan factor organisasi atau factor eksternal dapat berupa lingkungan fisik dan non fisik yang merupakan kendala maksimalitas dari segala aktivitas manusia (Tenang, 1993).

(27)

Berdasarkan tinjauan factor-faktor peubah tingkat partisipasi anggota organisasi maka factor individu yang dianggap dominan adalah (1) tingkat pengetahuannya dan (2) kondisi kehidupan masyarakat (tingkat social ekonominya). Faktor organisasi dimaksudkan sebagai karakteristik yang melekat pada organisasi tersebut antaralain : tujuan organisasi, upaya-upaya pelayanannya dan juga tingkat kemampuan anggota memahami organisasi itu (Nasoetion, 1990).

Menurut Ostrom, untuk mempertahankan sumberdaya alam menurut tekanan demografi dan ekonomi tergantung pada keberhasilan koordinasi dan partisipasi yang dilakukan.

Eksistensi individu dengan kepentingan kuat pada aksi bersama dan partisipasi akan meningkatkan harapan setiap orang untuk tingkat kerjasama yang diharapkan (Hardin, 1982 dan Olson, 1965)

Kedekatan kelompok masyarakat dengan hutan merupakan factor penting yang mempengaruhi partisipasi yang dilakukan karena hal ini berhubungan dengan pertimbangan disribusi tanggungjawab dan tipe produk hutan yang dihasilkan (Chertri dan Pandey, 1992).

Kelembagaan/Institusi

Setiap masyarakat punya institusi sendiri, baik karena kekerabatan, persamaan kepentingan, pekerjaan maupun prinsip-prinsip organisasi lainnya. Dalam suatu masyarakat, orang melakukan banyak hal bersama-sama, atas dasar ikatan yang mereka anggap penting. Bagian dari riset ini adalah menemukan institusi- institusi yang ada di masyarakat. Institusi tersebut berupa kumpulan modal sosial, rasa saling percaya, pola komunikasi dan persahabatan.

Untuk itulah maka perlu kita ketahui defenisi dari kelembagaan itu. Kelembagaan atau institusi adalah aturan main (formal dan informal) yang mengatur dan mengendalikan perilaku individu dalam masyarakat atau organisasi

Schmid (1987) mengartikan kelembagaan sebagai berikut : “Institutions are sets of ordered relationships among people that define their rights, their exposure to the rights of others, their privileges, and their responsibilities”. Common (1950) dalam Schmid (1987) mengartikan kelembagaan : “ An

(28)

institution is collective action in control, liberation, and expansion of individual action”.

Oleh karena itu kelembagaan merupakan sistem organisasi dan kontrol masyarakat terhadap penggunaan sumberdaya. Dalam hal ini Randall (1981) memberikan batasan mengenai kelembagaan : “Institutions include laws, constitutions (which have been called “laws about making laws”), traditions, moral and ethical structures, and “customary and accepted ways of doing things”.

Untuk merubah prilaku (behavior) masing-masing para pihak (stakeholder) sehingga dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik perlu dilakukan perubahan terhadap unsur-unsur kelembagaan seperti yang dinyatakan oleh Pakpahan (1989) yang meliputi tiga unsur utama, yakni: 1) batas yurisdiksi (jurisdictional boundry); 2) hak kepemilikan (property rights); dan 3) aturan representasi (rules of representation). Batas yurisdiksi akan menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu masyarakat. Konsep batas yurisdiksi dapat berarti batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu lembaga, atau mengandung makna kedua-duanya. Selanjutnya konsep property atau pemilikan muncul dari konsep hak (rights) dan kewajiban (obligations) yang didefinisikan atau diatur oleh hukum, adat dan tradisi, atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. Sedangkan aturan representasi mengatur permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan.

Menurut Kartodiharjo (2006), institusi adalah perangkat lunak, aturan main, keteladanan, rasa percaya, serta konsistensi kebijakan yang diterapkan di dalammnya. Para pengambil keputusan tidak dapat memperbaiki penyelenggaraan kehutanan hanya dengan melihat perangkat keras, hukum yang berlaku dan instruksi-instruksi yang terkandung dalam kebijakan. Melainkan juga sangat tergantung pada perangkat lunak sebagai bagian penting untuk menumbuhkan rasa saling percaya, patuh karena peduli yang dapat diwujudkan dalam bentuk komunikasi serta keterbukaan informasi.

Peters (2000) menyebutkan bahwa terdapat empat aliran pemikiran mengenai institusi. Pertama institusi dirumuskan dengan pendekatan normatif.

(29)

Dalam pendekatan ini logika kesesuaian dianggap menjadi dasar perilaku individu sebagai anggota dari institusi. Yang berlawanan dengan logika kesesuain tersebut adalah logika konsekuensi yang menjadi dasar teori pilihan rasional. Berdasarkan pendekatan normatif, individu-individu sebagai anggota dari suatu institusi mempunyai perilaku yang didasarkan pada standar normatif dan tidak menggunakan keputusan-keputusan untuk menguntungkan diri sendiri. Standar perilaku normatif ini kemudian dijadikan pegangan oleh institusi yang menjadi landasan nilai-nilai sosial yang berlaku untuk anggota-anggotanya.

Kedua, insitusi dirumuskan berdasarkan pilihan rasional. Dalam hal ini, institusi mengatur dan menetapkan insentif bagi anggota-anggotanya dan perilaku anggotanya tersebut ditentukan oleh struktur insentif yang tersedia. Dalam pendekatan ini nilai dan sikap anggota-anggotanya yang didasarkan atas rasionalitas tersebut dianggap tidak pernah berubah.

Ketiga, pendekatan historis. Dalam pendekatan ini, kebijakan dan aturan di dalam institusi yang ditetapkan dianggap selalu memberi pengaruh anggota-anggotanya dalam jangka panjang. Dalam kondisi ini dianggap terdapat ketergantungan antar waktu yang pada gilirannya institusi saat ini tetap akan memberi warna terhadap kebijakan-kebijakan yang ditetapkan dikemudian hari. Terjadinya kondisi “status quo” dapat dijelaskan oleh pendekatan ini.

Keempat, pendekatan empiris. Dalam pendekatan ini biasanya pertanyaan yang dijawab adalah apakah bentuk institusi yang berbeda akan dikeluarkan kebijakan yang berbeda. Pendekatan ini banyak digunakan untuk menganalisis lembaga-lembaga pemerintah. Lembaga-lembaga inilah yang dianggap sebagai institusi.

Berdasarkan keempat tersebut, dalam setiap analisis mengenai institusi, yang terpenting adalah menetapkan pendekatan mana yang akan digunakan. Untuk itulah penelitian ini menganalisis institusi berdasarkan pendekatan normatif dimana berbagai individu yang menjalankan perannya pada kawasan HLGN dianalisis perilaku dan tingkatan partisipasinya.

(30)

Heterogenitas/homogenitas dan Partisipasi

Masalah partisipasi dan aksi bersama berasal dari beberapa sumber termasuk informasi yang tidak sempurna, konflik kepentingan atau sifat itu sendiri. Saat masyarakat memiliki kelemahan informasi, koordinasi yang sulit akan mempengaruhi tujuan yang ingin dicapai. (Amy dan Ostrom, 2004). Pengaturan partisipasi dan aksi bersama meliputi ukuran beberapa potensi dimensi dari aspek heterogen termasuk etnik, kasta, agama, kekayaan, penduduk, lokasi hutan, model hutan dan model penggunaan sumber daya.

Ostrom,(2004) mengungkapkan bahwa untuk mempertahankan pembaharuan system sumber daya dalam jangka panjang seperti hutan, tindakan pengaturan aksi bersama dibutuhkan untuk membatasi penggunaan sumber daya dan melakukan berbagai macam bentuk pengelolaan sumber daya secara aktif. Heterogenitas sangat diharapkan mempengaruhi prospek kepercayaan dan tingkat divergensi kepentingan dan dengan demikian mempengaruhi prospek upaya pengumpulan data yang perlukan bagi aksi bersama dan partisipasi tersebut.

Velded (2000) secara spesifik menjelaskan lima wujud heterogenitas: (1) heterogenitas di dalam pemberian kontribusi; (2) heterogenitas politik; (3) kekayaan dan hak; (4) heterogenitas budaya; dan (5) minat ekonomi.

Baland dan Platteau (2000) memfokuskan pada sumber utama heterogenitas yang berasal dari ras, etnik atau jenis pembagian budaya dan perbedaan menurut sifat kepentingan ekonomi di antara individu.

Homogenitas juga mengikat aksi bersama dan partisipasinya. Pentingnya pembagian karakteristik social, budaya atau ekonomi dapat meningkatkan pendugaan/prediksi interaksi yang terjadi (Fearon dan Laitin, 1996). Prediksi tersebut dapat menyediakan kepercayaan dimana homogenitas dapat memfasilitasi aksi bersama yang diinginkan.

Homogenitas di beberapa dimensi sering kali bertepatan dengan heterogenitas yang lain, sebagai contoh para anggota suatu kelompok mungkin punya minat ekonomi yang sama walau berbeda secara budaya. Perbedaan budaya akan menghalangi pengembangan tingkat kepercayaan, atau dihubungkan dengan pemahaman-pemahaman yang berbeda dari isu manajemen yang ada. Individu kadang-kadang menggunakan perbedaan-perbedaan budaya sebagai dasar untuk

(31)

tidak masuk anggota tertentu untuk berbagi manfaat terhadap sumber daya tersebut meskipun terlihat membagi bersama minat ekonominya (Baland dan Platteau, 1998, 2000).

Konflik dapat memperlemah efektivitas kelompok yang mengorganisir sendiri namun hubungan antara heterogenitas dan aksi bersama serta peran partisipasinya adalah non linear dan kontingen atas factor lain. Ketidakadilan dalam kekayaan, contohnya : ketidakadilan dalam pembagian kekayaan yang berinteraksi dengan biaya dan keuntungan relative yang digabungkan dengan kerjasama dalam pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan enam situasi berbeda (1) penggunaan terus menerus untuk kepentingan setiap orang namun tidak ada masalah, partisipasi dan aksi bersama terjadi; (2) penggunaan terus menerus untuk kepentingan tiap orang namun masalah partisipasi dan aksi bersama terjadi; (3) penggunaan terus menerus untuk kepentingan tidak seorangpun dan kerusakan bersama terjadi; (4) keuntungan terus menerus dari pengunaan yang meningkat dengan tingkat kecukupan yang tinggi oleh kaum kaya akan memaksa kaum miskin untuk mempraktekkan tindakan konservatif; (5) penggunaan terus menerus dengan keuntungan yang tidak proposional bagi kaum miskin namun partisipasi dan aksi bersama tidak dapat dilakukan dan (6) penggunaan terus menerus dengan keuntungan yang tidak proposional bagi kaum miskin namun partisipasi dan aksi bersama dapat dilakukan karena pengelolaan kekayaan tersebut membutuhkan hubungan kerjasama dengan kaum miskin dengan melibatkan aspek interaksi social atau karena institusi yang memberikan kekuatan bagi kaum miskin tersebut (Amy dan Ostrom,2004).

Bagaimana heterogenitas dan karakteristik individu serta organisasi berpengaruh terhadap kinerja partisipasi tersebut? tentunya merupakan argumen yang menarik untuk di telusuri melalui penelitian ini.

(32)

METODOLOGI PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini didesain sebagai suatu penelitian survai yang bersifat deskriptif korelasional. Variabel dependen penelitian adalah partisipasi masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penerimaan manfaat serta monitoring dan evaluasi terhadap kawasan hutan lindung , Sedangkan variabel independennya terdiri dari kelompok variabel faktor individu dan faktor organisasi yang merupakan karakteristik masyarakat. Faktor individu terdiri dari variabel: (1) pengetahuan tentang hutan lindung, (2) luas penguasaan lahan hutan, (3) status pemilikan lahan hutan, (4) pendapatan dari pengusahaan dusun, (5) nilai aset (6) identitas daerah asal responden, (7) tingkat pendidikan, (8) umur, (9) jumlah tanggungan, (10) lama keterlibatan dalam organisasi. Sedangkan faktor organisasi terdiri dari variabel: (1) Presepsi tentang organisasi (komunikasi dan informasi, Pemahaman aturan organisasi, pengambilan keputusan, penyelesaian masalah), (2) hubungan pengurus dan anggota organisasi.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah kelompok masyarakat yang aktif dalam pengelolaan lahan (dusung) di sekitar kawasan Hutan Lindung Gunung Nona Kota Ambon dan berbagai pihak yang terlibat dalam pengelolaan kawasan yang akan diidentifikasi dengan cara analisis stakeholder.

Teknik Penarikan Sampel

Proses penarikan sampel pada penelitian dilakukan melalui dua tahap, yaitu: (1) tahap pertama adalah penentuan sampel desa yang pada akhirnya dipilih kedua desa yang tepat berada di dalam kawasan HLGN, (2) tahap kedua adalah penentuan sampel masyarakat pengelola dusung. Unit analisis penelitian ini adalah individu yaitu masyarakat pengelola dusung dan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan pengelolaan kawasan. Jumlah sampel masyarakat pada setiap desa sampel sebanyak 30

(33)

orang untuk tiap desa yang mana didasari pada jumlah pemilik dusung pada tiap desa ± 50 orang dan dipilih secara sengaja (purposive sampling).

Definisi operasional Variabel Penelitian

Variabel dependen penelitian ini adalah partisipasi mas yarakat di sekitar kawasan hutan lindung. Partisipasi mas yarakat dalam kegiatan kawasan hutan dimaksudkan sebagai manifestasi perilaku masyarakat kawasan hutan dalam bentuk peran serta mereka dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penerimaan manfaat serta evaluasi dan monitoring terhadap kawasan HLGN. Partisipasi mas yarakat dalam kegiatan-kegiatan kawasan tersebut ditinjau secara keseluruhan, artinya semua bentuk kegiatan dipandang sebagai satu kesatuan. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan kawasan HLGN dan benar-benar sebagai manifestasi perilaku masyarakat pada kawasan HLGN.

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan kegiatan kawasan HLGN adalah peran serta masyarakat yang diukur dari indikator keterlibatan masyarakat dalam kegiatan survei, pemberian informasi dan pengajuan usul dan saran terhadap aktivitas pengelolaan kawasan. P art is i pas i dal am pel aks anaan berkaitan dengan aktivitas pemberian sumbangan pikiran, tenaga dan materi dalam aktivitas pengelolaan kawasan. Partisipasi dalam penerimaan manfaat berkaitan dengan upaya peningkatan pendapatan, kesadaran terhadap manfaat hutan terhadap lingkungannya dan ketergantungan masyarakat terhadap hutan. Partisipasi dalam monitoring dan evaluasi kawasan diukur dari keikutsertaan dalam kegiatan monitoring, mengawasi dan mengevaluasi hutan lindung.

Klasifikasi partisipasi dibedakan atas partisipasi tinggi, sedang dan rendah, dimana kriterianya sebagai berikut :

(34)

Tabel 1. Kriteria penilaian partisipasi masyarakat

Kriteria tingkatan

No Indikator Penilaian

Tinggi sedang Rendah

A Perencanaan

1 Kegiatan survey Keterlibatan pada

semua proses kegiatan survey Keterlibatan hanya pada tahap pelaksanaan survey Keterlibatan hanya pada tahap diskusi perencanaan survey

2 Pemberian informasi Informasi tentang

hutan lindung dikuasai dengan baik Informasi tentang hutan lindung terbatas pada sumberdaya tertentu Informasi tentang hutan terbatas pada dusungnya

3 Pengajuan usul dan saran Aktif mengajukan usul dan saran pada berbagai pihak

Mengajukan usul dan saran apabila diminta

Tidak mengajukan usul dan saran

B Pelaksanaan

1 Pemberian sumbangan pikiran Aktif

menyampaikan sumbangan pikiran Jarang menyampaikan sumbangan pikiran Tidak pernah menyampaikan sumbangan pikiran 2 Pemberian sumbangan tenaga Aktif memberikan

sumbangan tenaga Jarang memberikan sumbangan tenaga Tidak pernah memberikan sumbangan tenaga 3 Pemberian sumbangan materi Aktif

menyampaikan sumbangan materi Jarang menyampaikan sumbangan materi Tidak pernah menyampaikan sumbangan materi C Penerima Manfaat

1 Peningkatan pendapatan Hasil hutan sebagai sumber utama pendapatannya Hasil hutan sebagai pendapatan tambahannya Baginya hasil hutan hanya memberikan jasa lingkungan

2 Manfaat hutan Merasakan

manfaat hasil hutan kayu dan non kayu

Merasakan manfaat hasil hutan berupa kayu saja

Merasakan manfaat hasil hutan non kayu saja

3 Ketergantungan terhadap hutan Bergantung sepenuhnya pada hasil-hasil hutan Ketergantungan terbatas pada produk tertentu Tidak bergantung pada hasil-hasil hutan

D Monitoring dan evaluasi

1 Monitoring hutan lindung Aktif dalam pelaksanaan monitoring hutan

Terlibat apabila di butuhkan

Tidak aktif

2 Mengawasi hutan lindung Aktif dalam

pengawasan hutan

Terlibat apabila di butuhkan

Tidak aktif 3 Mengevaluasi hutan lindung Aktif dalam

kegiatan evaluasi hutan Terlibat apabila di butuhkan Tidak aktif

(35)

0leh karena partisipasi masyarakat dalam kegiatan kawasan HLGN merupakan variabel dependen maka nilai skornya tergantung kepada variabel independennya.

Adapun variabel, defenisi dan parameter pengukuran variabel independen disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Variabel, definisi dan Parameter pengukurannya

Variabel Defenisi Operasional Parameter Pengukuran

Pengetahuan

Luas penguasaan lahan

Status pemilikan lahan dusung

Pendapatan masyarakat

Pengetahuan masyarakat tentang kawasan hutan lindung, tujuan dan manfaatnya bagi masyarakat pedesaan, peraturan tentang hak dan kewajiban masyarakat di sekitar kawasan HLGN.

Luas penguasaan lahan sekitar hutan adalah luas lahan yang d i gar ap o l eh mas yar akat di s ekit ar kawas an d an benar-benar diusahakan sendiri oleh masyarakat yang bersangkutan (dusung).

Tingkatan status masyarakat anggota kawasan HLGN atas hak pemilikan lahan yang diga-r a p d a n d i u s a h a k a n n y a .

Ti n g kat p en d ap at an yan g diperoleh masyarakat dari usaha dusungnya yaitu penerimaan yang diperoleh masyarakat dari nilai hasil dusungnya setelah

dikurangi segala biaya riil yang dikeluarkan oleh masyarakat tersebut, sedangkan nilai nominal penerimaan usaha dusungnya didasarkan kepada nilai konversi jumlah

Klasifikasi tingkat pengetahuan tentang kawasan HLGN dibedakan atas berpengetahuan : a. Sangat kurang memahami

tentang defenisi Hutan Lindung, fungsi dan manfaatnya b. Kurang memahami tentang

defenisi Hutan Lindung, fungsi dan manfaatnya c. Cukup baik memahami tentang defenisi Hutan Lindung, fungsi dan manfaatnya. d. Sangat baik memahami tentang defenisi Hutan Lindung, fungsi dan manfaatnya Luas penguasaan lahan tersebut diukur dalam satuan h ekt ar : Luas lahan di dalam kawasan Hutan : a. > 5 ha (tidak baik) b. > 2,5 – 5 ha (kurang baik) c. 1-2,5 ha (cukup baik) d. < 1 ha (baik) S t a t u s p e m i l i k a n d u s u n g dibedakan atas : a.dusung adat

b.dusung milik sendiri dengan sertifikat

c. dusung disewa. d. Tanpa status

P endapatan usaha dusung diukur dalam satuan rupiah per tahun. Penggolongan pendapatan ini berdasarkan rata-rata pendapatan dusungnya perkepala keluarga hingga diperoleh klasifikasi berikut : a. < Rp 1.000.000,- b. Rp 1.000.000 - 5.000.000,- c. Rp 5.000.000, – 10.000.000,- d. > Rp 10.000.000,-

(36)

Variabel

Kekayaan

Identitas asal responden

Jumlah tanggungan

Pendidikan

Umur

Lama keterlibatan dalam organisasi

Presepsi tentang organisasi

Defenisi Operasional

Sejumlah aset yang dimiliki oleh responden

Identitas daerah asal dari responden

Jumlah tanggungan keluarga adalah istri, anak dan semua orang yang tinggal serumah.

Jenjang pendidikan formal yang diikuti oleh responden

Usia responden

Jangka waktu keterlibatan responden didalam organisasi masyarakat

Pandangan responden terhadap aktivitas berorganisasi.

Parameter pengukuran

Diukur dalam satuan rupiah berdasarkan total nilai aset tetap yang dimiliki

dibedakan atas : a. < Rp 5.000.000,- b. Rp 5.000.000 – 10.000.000 c. Rp 10.000.000 – 20.000.000 d. Rp > 20.000.000 a. Masyarakat asli b. Pendatang c. Perkawinan dengan masyarakat asli

d. Tanpa identitas yang jelas a.1-4 orang b.5-8 orang c. > 8 orang a. SD b. SMP c. SMA d. Universitas e. a. Muda (30-45 tahun) b. Tua (46-72 tahun)

a.Keanggotaan baru (1-4 tahun) b.Keanggotaan lama (4-6 tahun)

Diukur melalui 4 (empat) indikator yaitu :

1). Komunikasi dan informasi. a.kurang baik : berpura-pura

tidak tahu terhadap informasi dan komunikasi yang terjalin.

b.cukup baik : informasi dan komunikasi di simpan sendiri oleh anggota tertentu c.Baik : informasi dan

komunikasi diketahui dan direspon baik semua anggota.

d.Sangat baik : informasi dan komunikasi disebarkan dengan baik ke semua anggota dan direspon baik 2). Pemahaman aturan organisasi

a. Tidak paham : tujuan dan visi organisasi tidak diketahui

b. sedikit paham : memahami tujuan berorganisasi saja

(37)

Variabel

Hubungan Pengurus dan anggota organisasi

Defenisi operasional

Bagaimana hubungan yang terjalin antara pengurus dan anggota organisasi tersebut

Parameter pengukuran c. cukup paham : sedikit memahami tujuan dan visi organisasi

d. Sangat paham: sangat memahami visi dan tujuan organisasi

3). Pengambilan keputusan a.kurang baik : tidak adanya

partisipasi pada proses pengambilan dan penerapan keputusan.

b. cukup baik : berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan saja

c. Baik : berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan penerapannya.

d. Sangat baik : partisipasi aktif dalam proses

pengambilan keputusan dan penerapannya.

4). Penyelesaian masalah a. Kurang baik : proses dan

keterlibatan individu tidak terkontrol baik.

b.Cukup baik ; proses melibatkan pihak terkait tanpa aturan yang berlaku c.Baik : proses melibatkan

pihak yang terkait dengan aturan yang diberlakukan d.Sangat baik : proses

berdasarkan aturan yang berlaku dan melibatkan pihak-pihak yang terkait. a. kurang baik : kerjasama

terjalin bila terpenuhi keinginan anggota tertentu b.cukup baik : kerjasama

terjalin bila ada insiatif anggota tertentu

c. Baik : kerjasama terbangun dengan baik tanpa melihat situasi & kondisi

d.Sangat baik : ada motivasi bersama untuk senantiasa bekerjasama.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada kawasan Hutan Lindung Gunung Nona di Kota Ambon, Provinsi Maluku dari Oktober sampai dengan

(38)

Desember 2009. Responden penelitian ini adalah masyarakat di sekitar kawasan yang memiliki aktivitas pengelolaan dusung. Sedangkan unit analisisnya adalah individu masyarakat. Sumber data penelitian ini adalah (1) masyarakat pada desa di sekitar kawasan dan (2) pengelola kawasan antara lain Dinas Kehutanan Kota Ambon dan berbagai pihak yang terkait.

Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara, yaitu:

Wawancara dan kuesioner

Wawancara dilakukan terhadap tiap responden dan dilengkapi dengan kuesioner yang berguna untuk melengkapi data karakteristik individu dan organisasi.

Observasi partisipan

Observasi partisipan merupakan suatu bentuk observasi khusus dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga mengambil berbagai peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti. Observasi partisipan memberikan peluang kepada peneliti untuk mendapatkan akses terhadap peristiwa-peristiwa atau kelompok-kelompok yang tidak mungkin bisa sampai pada penelitian yang ilmiah. Peluang yang lainnya adalah kemampuan untuk menyadari realitas dari sudut pandang ”orang dalam” dibandingkan orang luar pada studi kasus tersebut (Yin 2006).

Metode Analisis Data

Analisis data dengan mengunakan metode analisis kuantitatif yaitu menyusun hasil dari kompilasi data yang diperoleh dalam bentuk tabulasi kemudian dianalisis.

Untuk mengambarkan hubungan antara karakteristik responden (heterogenitas) dan tingkat partisipasinya digunakan analisis distribusi frekuensi dengan tabulasi silang yang kemudian di uji dengan teknik Chi kuadrat (Chi Square) dengan rumus sebagai berikut (Djarwanto dan Sudjana, 1996) :

(39)

X2 = (fo – fh)2 dimana : X2 = uji chi kuadrat

fh fo = nilai yang diamati (nilai observasi)

fh = nilai yang diharapkan (nilai harapan)

Pengujian signifikansi antara tingkat partisipasi dengan faktor heterogenitas dilakukan dengan membandingkan nilai X2 hitung dengan X2 tabel dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jika X2 hitung > X2 tabel berarti variabel heterogenitas mempunyai hubungan dengan tingkat partisipasinya.

b. Jika X2 hitung < X2 tabel berarti variabel heterogenitas tidak mempunyai hubungan dengan tingkat partisipasinya.

Untuk mengetahui derajat keeratan hubungan antara variabel bebas (heterogenitas) dengan variabel terikat (tingkat partisipasi) maka digunakan uji koefisien kontingensi dengan rumus (Sudjana, 1996) :

x2

C = --- dimana :C = koefisien kontingensi x2+n x2 = nilai x2 hitung

n = jumlah responden

Nilai C berkisar antara 0-1,00 makin besar nilai C berarti hubungan antara 2 variabel makin erat. Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien kontigensi digunakan batasan yang dikemukan oleh Sugiyono (2007) seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai interpretasi koefisien korelasi dan tingkat hubungan

Interval koefisien Tingkat hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1.00 Sangat kuat Sumber : Sugiyono, 2007

(40)

(41)

Letak dan Luas

Secara astronomi HLGN terletak di antara 128º11’12” – 128º12’52” BT dan 3º41’31” – 3º40’45” BT dengan kawasan seluas 877,78 ha yang secara administratif termasuk pada dua daerah kecamatan yakni kecamatan Sirimau dan kecamatan Nusaniwe di pulau Ambon dan secara geografis pada bagian utara berbatasan dengan teluk Ambon Baguala, sebelah selatan berbatasan dengan laut Banda, Sebelah timur berbatasan dengan desa Kilang, kelurahan Honipopu dan kelurahan Ahusen dan sebelah barat berbatasan dengan laut Banda. Lokasi kawasan hutan lindung ini berbatasan langsung dengan kota Ambon, berakibat pada tingginya kerentanan konversi lahan oleh masyarakat.

Pada Kawasan HLGN ini terdapat 2 (dua) desa yang berada di dalam kawasan yaitu desa Urimesing dan desa Amahusu. Desa Urimesing berada dalam wilayah Kecamatan Sirimau - Kota Ambon, Propinsi Maluku. Luas desa adalah sekitar 46,16 Km2, yang terdiri dari 4 dusun yaitu Kusu-kusu, Tuni, Mahia dan Seri. Jarak dari ibu kota Provinsi sekitar 4 km2, yang dapat ditempuh dalam waktu 15 menit perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Desa Urimesing merupakan daerah perbukitan dan daerah pantai. Secara administratif desa Urimesing memiliki batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah timur berbatasan dengan desa Hatalai dan Soya.

• Sebelah barat berbatasan dengan desa Nusaniwe (Amahusu, Latuhalat).

• Sebelah utara berbatasan dengan teluk Ambon/kota Ambon.

• Sebelah selatan berbatasan dengan laut Banda.

Desa Amahusu berada pada wilayah kecamatan Nusaniwe – kota Ambon. Luas desa adalah sekitar 4 Km2, yang terdiri dari 3 dusun antara lain dusun Wakkang, Westapong dan Nahel. Jarak dari ibu kota Provinsi sekitar 2 km, yang dapat ditempuh dalam waktu 10 menit perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Secara administrative batas-batas wilayah terdiri dari :

• Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Ambon

(42)

• Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Nusaniwe

Topografi dan Iklim

Desa Urimesing 2000 meter di atas permukaan laut sedangkan desa Amahusu berada di ketinggian 3 – 8 meter di atas permukaan laut, dengan kondisi topografi yang berbukit dan kemiringan lereng berkisar antara 50-80%. Kondisi inilah yang merupakan salah satu kriteria mengapa kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan lindung. Jenis tanahnya adalah latosol dengan warna merah kehitam-hitaman dan sebagian lainnya podsolid merah kuning dengan tekstur liat berpasir dan pH berkisar 5-7.

Curah hujan berkisar antara 1.000-3.000 mm/tahun dengan musim hujan pada bulan Oktober-Maret dan musim kemarau pada bulan April-September, sedangkan suhu udara berkisar antara 30-36oC dan kelembaban udara berkisar antara 80-85%. Kawasan hutan Gunung Nona tertutup vegetasi yang bertipe sangat spesifik. Spesifikasinya adalah pada aspek komposisi, yakni komposisi vegetasi campuran antara hutan alam dengan upaya budidaya manusia, sehingga bentuk penutup lahan yang dijumpai merupakan perpaduan antara tipe vegetasi hutan hujan tropis dataran rendah yang dipengaruhi oleh iklim laut (Marine climate) dan bentuk lahan pekarangan (dusung) dengan vegetasi campuran.

(43)

(44)

HLGN.

Penggunaan Lahan

Pada desa Urimesing dari total luas lahan (46,16 km), sekitar 32,15 km (69,65%) digunakan sebagai lahan kebun campuran. Untuk desa Amahusu dari total luas 4 km, sekitar 2 km (50%) juga digunakan sebagai kebun campuran. Penggunaan lahan ini dikenal dengan nama Dusung Dati. Dusung Dati adalah penguasaan atas lahan berdasarkan garis kekeluargaan sedarah dari beberapa keluarga.

Biasanya vegetasi yang tumbuh baik secara alami di lahan ini yaitu vegetasi pohon hutan dan budidaya yaitu vegetasi penghasil buah-buahan. Beberapa jenis tanaman industri juga terdapat di kawasan ini terutama di pekarangan, seperti cengkih (Eugenia aromatica), pala (Mirystica frarans) dan kayu manis (Cinnamomun zeylannicim).

Tabel 4. Jenis penggunaan lahan desa Urimesing

Jenis penggunaan lahan Luas lahan (km2) Persentase (%)

Pemukiman penduduk 11.36 24,61 Kebun Campuran 32,15 69.65 Lahan peternakan 0,15 0,32 Perkantoran 1,5 3,25 Lain-lain 1 2,2 Jumlah 46,16 100,00 Sumber: BPS Maluku (2006)

Tabel 5. Jenis penggunaan lahan desa Amahusu

Jenis penggunaan lahan Luas lahan (km2) Persentase (%)

Pemukiman penduduk 1,8 45 Kebun Campuran 1,2 30 Perkantoran 0,5 12,5 Lain-lain 0,5 12,5 Jumlah 4 100,00 Sumber: BPS Maluku (2006)

(45)

Tabel 6. Pemanfaatan kawasan Hutan Lindung di kota Ambon

Luas lahan (ha) Persentase (%)

Pemukiman penduduk 164,58 18,75

Kebun Campuran (dusung) 474,77 54,02

Semak belukar/lahan kosong Hutan Primer 147,12 65,31 16,76 7,44 Lain-lain 26,60 3,03 877,78 100,00

Sumber : BAPEDA Maluku (2008)

Dari tabel 6 tergambar kondisi hutan lindung di kota Ambon didominasi oleh dusung (54,02%) dan pemukiman penduduk (18,75%). Perkembangan keberadaan pemukiman penduduk sangat penting menjadi perhatian pemerintah agar tidak bertambah luasannya mengingat pentingnya fungsi kawasan HLGN.

Komposisi Penduduk

Jumlah penduduk desa Urimesing pada tahun 2008 adalah 6.823 jiwa yang terdiri dari 2.481 jiwa laki-laki (36,36%) dan 4.342 jiwa perempuan (63,63 %). Kelompok tenaga kerja merupakan kelompok umur penduduk produktif yang berumur 10-56 tahun dengan jumlah jiwa terbesar, yaitu sebesar 68,57% (Tabel 4). Sebagian besar kaum perempuan di desa ini ikut terlibat secara aktif membantu bekerja dan biasanya pengelolaan lahan dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh anggota keluarga.

Tabel 7. Jumlah penduduk Desa Urimesing berdasarkan kelompok umur

Kelompok umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

<10 10-14 15-19 20-26 27-40 41-56 >57 1076 489 513 781 1326 1570 1068 15,77 7,16 7,52 11,45 19,43 23,01 15.65 Jumlah 6823 100,00

Sumber: Monografi Desa Urimesing (2008)

Sedangkan jumlah penduduk desa Amahusu pada tahun 2008 adalah 2.484 jiwa yang terdiri dari 1.481 jiwa laki-laki (59,62%) dan 1003 jiwa perempuan (40,37%). Kelompok tenaga kerja merupakan kelompok umur penduduk produktif

(46)

(Tabel 7.).

Tabel 8. Jumlah penduduk Desa Amahusu berdasarkan kelompok umur

Kelompok umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

<10 10-14 15-19 20-26 27-40 41-56 >57 296 303 242 501 502 249 391 11,92 12,19 9,74 40,46 10,02 15,66 Jumlah 2484 100,00

Sumber: Monografi Desa Amahusu (2008)

Sebagian besar penduduk desa Urimesing bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebesar 874 orang atau 38,74% (Tabel 7). Ketersediaan lahan bagi masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk memperoleh pendapatan tambahan.

Sedangkan untuk penduduk Desa Amahusu sebagian besar juga bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebesar 243 orang atau 28,12 % (Tabel 9).

Tabel 9. Jumlah penduduk desa Urimesing berdasarkan jenis mata pencaharian

Jenis mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

PNS Swasta

Wiraswasta/pedagang Petani pengolah dusung Pertukangan Pensiunan Peternak Jasa Nelayan 874 516 415 225 36 44 4 94 48 38,74 22,87 18,39 9,97 1,59 1,95 0,17 4,16 2,12 Jumlah 2256 100,00

(47)

Jenis mata pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) PNS

Swasta Wiraswasta

Petani pengolah dusung Nelayan Pertukangan Pensiunan Jasa TNI/POLRI 243 131 118 68 43 37 94 111 19 28,12 15,16 13,65 7,87 4,97 4,28 10.87 12,84 2,19 Jumlah 864 100,00

Sumber: Monografi Desa Amahusu (2008)

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan kepala keluarga masyarakat desa Urimesing pada tahun 2008 masih tergolong rendah. Sebagian kepala keluarga hanya menamatkan pendidikannya sampai tingkat SD/SLTP, yaitu sebesar 71,37.% (Tabel 9). Tetapi dalam kegiatan mengolah dusung, pemahaman mereka terhadap pengetahuan budidaya suatu jenis tanaman, baik yang berasal dari pengalaman sendiri maupun orang lain cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari pengetahuan mereka dalam membudidayakan tanaman cengkeh, kakao dan pala serta jenis buah-buahan yang tiap tahun rutin dipasarkan. Sedangkan tingkat pendidikan kepala keluarga masyarakat desa Amahusu pada tahun 2008 tergolong tinggi 63,85 % adalah lulusan SLTA/sarjana.

Tabel 11. Jumlah kepala keluarga desa Urimesing berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Tidak tamat SD Tamat SD/SLTP Tamat SLTA ke atas

22 4391 1739 0,35 71,37 28,26 Jumlah 6152 100,00 Sumber: BPS Maluku (2008)

Tabel 12. Jumlah kepala keluarga desa Amahusu berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Tidak tamat SD Tamat SD/SLTP Tamat SLTA ke atas

359 271 1113 20,59 15,72 63,85 Jumlah 1743 100,00 Sumber: BPS Maluku (2008)

(48)

Sarana dan prasarana yang cukup baik di Desa Urimesing dan Amahusu, terutama prasarana jalan, yang memungkinkan akses ke ibukota Provinsi berjalan lancar. Kondisi jalan yang cukup baik dan jarak yang relatif dekat dengan ibukota kecamatan dan propinsi membuat upaya menjalurkan hasil-hasil olahan dusung berjalan baik. Bahkan beberapa penduduk menjual langsung hasil dusungnya ke beberapa pasar yang berada di ibukota propinsi (Tabel 13).

Tabel 13. Sarana dan prasarana desa Urimesing

Sarana/prasarana Jenis Jumlah (unit)

Perhubungan Jalan aspal

Jalan batu Jalan tanah 5 km 0,7 km 2 km Pendidikan TK SD SMP 3 buah 4 buah 1 buah

Tempat ibadah Gereja 7 buah

Sosial Balai desa

Poskamling

1 buah 19 buah

Sumber: BPS Maluku (2008)

Tabel 14. Sarana dan prasarana desa Amahusu

Sarana/prasarana Jenis Jumlah (unit)

Perhubungan Jalan aspal

Jalan batu Jalan tanah 4 km 0,5 km 4 km Pendidikan TK SD SMP 1 buah 1 buah 1 buah

Tempat ibadah Gereja 1 buah

Sosial Balai desa

Poskamling

1 buah 4 buah

Sumber: BPS Maluku (2008)

Belum adanya SMA di desa ini membuat sebagian masyarakat berupaya menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah yang berada di Ibukota provinsi.

Kegiatan-kegiatan rutin seperti ibadah-ibadah unit gereja, arisan, koperasi dan kegiatan olahraga, baik di tingkat desa maupun dusun juga turut membantu proses terjadinya tukar menukar pengalaman pengelolaan dusung di masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi dengan psikodrama, siswa reguler dapat memahami dan merasakan bagaimana menjadi siswa difabel yang sering diganggu dan dijahili oleh teman lain dan bagaimana

Location Manager Freelance Location Manager atau sering disebut dengan Manager Lokasi berperan dalam pencarian lokasi yang sesuai dengan konsep yang diinginkan oleh director..

Desain komunikasi visual adalah suatu disiplin ilmu yang bertujuan mempelajari konsep-konsep komunikasi serta ungkapan kreatif melalui berbagai media untuk menyampaikan pesan

Dari ke empat sanggar seni yang diketahui informasinya, kemudian ditetapkan salah satu sanggar yang memungkinkan untuk dijadikan objek penelitian dengan ujicoba

Tetapi tidak sedikit juga masjid modern yang mengambil bentuk-bentuk masjid pada awalnya (tradisional), yaitu atap susun tumpang dua seperti Masjid Pondok Indah atau

Dinas Sosial Kabupaten kendal seharusnya melakukan pendampingan terhadap orang tua angkat yang sudah dinyatakan sah sesuai putusan Pengadilan dalam melaksanakan

Berdasarkan penelitian tentang pengaruh NEM, motivasi dan kedisplinan terhadap prestasi belajar oleh [3] bahwa ada pengaruh antara NEM, tingkat kedisiplinan dan