• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan taman nasional dengan pola kemitraan di Kepulauan Togean Provinsi Sulawesi Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan taman nasional dengan pola kemitraan di Kepulauan Togean Provinsi Sulawesi Tengah"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

MUHD NUR SANGADJI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN

TAMAN NASIONAL DENGAN POLA KEMITRAAN

DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

MUHD NUR SANGADJI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Taman Nasional dengan Pola Kemitraan di Kepulauan Togean Provinsi Sulawesi Tengah” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Maret 2010

(4)

Park with Partnership Patern in Togean Island of Central Sulawesi Province. Advisory committee by SUMARDJO, PANG S. ASNGARI and SOENARMO

The aim of this research are : (1) to analyze the level of community participation on management of Togean Island National Park, (2) to analyze the factors that influence the community participation, (3) to analyze the correlation of the factors that influence the community participation, and (4) to formulate a strategy of extension to increase the effectiveness of community participation on management of Togean Island National Park. The research was conducted in Togean Island National Park in Central Sulawesi on August to September 2008 and March to April 2009. Five variables are used to measure the community participation by using Structural Equation Model (SEM) and LISREL 8.30. Those variables are internal individu, extension process, external factors, community capacity and community participation. The result of research shown that participation of community is on the low level. Internal characteristic and community capacity have a significant effect on community participation. The independent variables such as internal characteristics, extension process and external factors have positive significant correlation. The strategy that can be used to increase the community participation is to improve the process of extension by giving the opportunity to community for involving on management of Togean Island National Park. This strategy should be supported by government policy to apply consistently, the partnership approach on management of National Park in the local level.

(5)

Nasional dengan Pola Kemitraan di Kepulauan Togean Sulawesi Tengah”. Dibimbing oleh SUMARDJO, PANG S ASNGARI dan SOENARMO

Pada bulan Oktober 2004 Kepulauan Togean yang terletak di Provinsi Sulawesi Tengah, ditunjuk oleh Menteri Kehutanan RI melalui SK. No.418/Menhut-II/2004 sebagai taman nasional dengan nama Taman Nasional Kepulauan Togean (TNKT). Pulau tersebut memiliki luasan 362.605 ha, meliputi sebagian hutan dan perairannya. Secara otomatis penunjukan tersebut mengubah pula status Kepulauan Togean menjadi kawasan pelestarian alam yang fungsi pelestarian dan pemanfaatan harus dilakukan secara seimbang sesuai UU No. 5 tahun 1990.

Penetapan TNKT didasari pada potensi sumberdaya alam dengan nilai keragaman hayati, baik untuk obyek wisata maupun kekayaan Flora dan Fauna Endemik Sulawesi. Kepulauan tersebut telah mendapat perhatian pada tingkat nasional, ditunjukkan oleh Bappenas dalam dokumen Biodiversity Action Plan for Indonesia (CII, 2005). Kekayaan alam ini sekarang menghadapi ancaman karena berbagai kegiatan ekonomi terutama dengan memanfaatkan teknologi destruktif.

Penunjukan TNKT melahirkan reaksi beragam dari berbagai pihak. Sebagian merasa pembentukan TNKT hanya akan menimbulkan konflik. Sebagian lainnya merasa bahwa TNKT bisa menciptakan upaya pelestarian dan pengelolaan sumberdaya alam yang lebih baik, asal dilakukan secara partisipatif. Mereka yang optimis melihat adanya peluang kerjasama (kemitraan) atau kolaborasi dalam mengelola TNKT. Apalagi hal ini diperkuat dengan keluarnya Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004 tentang Pedoman Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia.

Dari uraian ini muncul pertanyaan, seperti apakah partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNKT saat ini, dan faktor-faktor apakah yang berpengaruh serta bagaimana hubungan faktor-faktor tersebut dalam pengelolaan TNKT ? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, perlu dilakukan telaah dalam bentuk penelitian.

Tujuan penelitian ini adalah(1) menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNKT, (2) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh pada partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNKT, (3) menganalisis hubungan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNKT, dan (4) merumuskan strategi penyuluhan yang efektif untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNKT.

(6)

Proses penyuluhan dan lingkungan ekternal memberikan pengaruh nyata terhadap kapasitas masyarakat, sedangkan karakteristik internal dan kapasitas masyarakat memberikan pengaruh yang nyata terhadap partisipasi masyarakat. Kapasitas masyarakat dalam pengelolaan SDA adalah tergolong tinggi, namun partisipasi mereka dalam pengelolaan TNKT adalah tergolong rendah. Hal ini disebabkan pendekatan penyuluhan yang kurang partisipatif, lebih monolitik dan ”top down” tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperanserta. Pendekatan ini tidak mampu meyakinkan masyarakat tentang manfaat kehadiran taman nasional di daerah mereka.

Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1). Partisipasi masyarakat kepulauan Togean dalam pengelolaan TNKT berada pada kategori “rendah” karena minimnya peluang untuk turut serta dalam menentukan status dan pengelolaan kawasan TNKT tempat mereka bermukim, (2). Faktor-faktor yang berpengaruh nyata pada partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNKT adalah faktor internal individu dalam hal motivasi dan status sosial serta kapasitas masyarakat dalam hal sikap mental dan kesetaraan. Faktor faktor ini memiliki korelasi dan dipengaruhi secara nyata oleh proses penyuluhan, (3). Ketiga faktor yang berpengaruh pada kapasitas masyarakat dan partisipasi dalam pengelolaan TNKT, yaitu peubah karakteristik internal, proses penyuluhan dan faktor lingkungan memiliki hubungan yang erat, dan (4). Strategi yang dapat digunakan adalah meningkatan proses penyuluhan yang konvergen dengan memberikan peluang yang luas kepada masyarakat untuk ikut serta dalam proses pengelolaan TNKT.

Kata kunci : Partisipasi, komunitas, kapasitas, proses penyuluhan dan taman nasional.

(7)

© Hak Cipta adalah milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkansumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

MUHD NUR SANGADJI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Fakultas Ekologi Manusia

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Nama : Muhd Nur Sangadji

NIM : P061050031

Disetujui Komisi Pembimbing

K e t u a

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS.

Prof. Dr. Pang S. Asngari, M.Ed

Anggota Anggota

Dr. Soenarmo, H.Soewito, M.Ed

Diketahui

Koordinator Program Mayor, Dekan Sekolah Pascasarjana,

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

ridho-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2008 ini ialah partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan konservasi (Taman Nasional).

Untuk berbagai hal yang amat berarti dalam penyelesaian studi dan penulisan disertasi ini, penulis memperoleh banyak bimbingan dan masukan dari banyak pihak. Atas segalanya, penulis menghaturkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S, Prof. Dr. Pang S. Asngari dan Dr. Soenarmo H Soewito yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan dan penulisan disertasi ini.

Penghargaan yang sama juga disampaikan kepada semua guru-guru di IPB khusunya kepada Prof Dr Margono Slamet yang pikiran dan teorinya tentang partisipasi yang penulis dapatkan selama mengikuti perkuliahan beliau, telah menjadi inspirasi bagi penelitian ini. Kepada Prof Dr Khairil Anwar, Prof Dr Djoko Susanto, Dr Suryo Adiwibowo dan Dr Siti Amanah, penulis sampaikan terima kasih atas dukungannya selama ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr Sudirmaan Saad dan Dr Basita Ginting Sugihen, MA atas kesediaan menjadi penguji ujian terbuka ditengah kesibukan beliau.. Penulis juga amat berterima kasih kepada Dr Aji Hermawan dan Teti Haryati, M.Si. yang sering penulis bertanya dan berdiskusi.

Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada Dirjen Dikti atas dukungan beasiswa BPPS serta program sandwich di Australia. Ucapan yang sama disampaikan kepada Dr Mulyoto Pangestu atas kesediaan beliau untuk membimbing selama mengikuti program sanwich di Monash University, Melbourne Australia.

(11)

Damandiri atas bantuan beasiswa yang amat berguna.

Kepada mereka yang berjasa ikut melapangkan jalan bagi terselanggaranya penelitian ini antara lain: Dekan Fakultas Partanian Universitas Tadulako, Ketua Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) dan Ketua Pusat Penelitian Pendugaan Konflik (P4K) Universitas Tadulako, penulis sampaikan terima kasih. Terima kasih juga disampaikan kepada mereka yang secara individu memberikan berkontribusi yang sangat berarti: Kanda Taslim DP dan Kanda Dahlan H. Hasan yang membuka jalan menuju pulau Togean untuk penelitian ini. Kepada para sahabat, Abd Wahid, Tomy Tampubolon, Muzakir Tawil, Ramadanil, Irwan Lakani, Zulkifli, Nur Edy dan Cristo Hutabarat serta anggota CII Palu, bantuannya terlalu berarti.

Ucapan terimakasih dikhususkan kepada Desi, Kodir dan Syafruddin selaku staf PPN-IPB atas sokongan administratif yang sangat penting. Kepada kawan-kawan di PPN terutama Rozi, George, Mutu, Wignyo, Agus, Mappa, Hatta, Ikbal, Johanes, Puji, Yumi dan Yunita, terima kasih atas persahabatan selama ini. Juga kepada kawan-kawan dari Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulteng (HIMPAST) dan Forum Mahasiswa Pascasarjana (WACANA) IPB atas kekompakan selama ini.

Secara khusus penulis mengungkapan rasa terima kasih kepada almarhum Ayahanda KA Sangadji, pamanda Hasan Sangadji, Ali Sangadji dan Maulud Sangadji, Bunda Hj Hadidjah A Rahman, Bunda Hj. Mahani Abdullah dan Bunda Hj Sarlota Lapanjang, istri Rostiati Dg Rahmatu dan anak Moh Reza Sangadji serta saudara (adik dan kakak), atas segala dukungan dan doa serta kasih sayangnya.

(12)

08 September 1962 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Hasanuddin Sangadji dan Bunda Hj. Hadidjah A. Rahman. Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1994, penulis diterima di Program Magister atau DEA L’home et Nature

(Ekologi Manusia) Program Pascasarjana Universitas Lyon 3 Perancis dan selesai pada tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor diperoleh tahun 2005 pada Program Pascasarjana IPB, Fakultas Ekologi Manusia, Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan dengan fokus disertasi penyuluhan konservasi.

Penulis pernah mengikuti Training Managemen Kolaboratif/Kemitraan di Jepang selama satu bulan pada tahun 2004, Sandwich program di Monash University Australia tentang konservasi dan komunitas selama lebih tiga bulan pada tahun 2008-2009 dan mempresentasikan makalah pada Internasional Round Table Discussion di dua universitas di Malaysia (UPM dan IIUM) pada tahun 2009.

(13)

Pengantar, Kumpulan Esay : menggagas Partisipasi, Palu: Kota Dua Wajah, Di Kaki Menara Eiffel, Helai-Helai Daun Sakura, Catatan Pagi: 3 Tahun Merangkai Cerita di Kampus IPB, Menoreh Asa di Punggung Bumi Tadulako, Catatan Sore di Negeri Kanguru, dan Palajaran Dari Negeri Jiran. Sejumlah aritkel jurnal yang ditulis selama kuliah S3 antara lain: tentang partisipasi dan pemberdayaan di jurnal “Agroculture” Himpast Bogor dan jurnal Forhimapast Bandung. Dua judul dari penelitian disertasi akan diterbitkan pada Jurnal Penyuluhan PPN IPB.

Beberapa artikel yang ditulis dan telah terbit di berbagai media masa antara lain : “The Silen Voice”: Makna Keajaiban Demokrasi, Bom Palu dan Bahaya

“Civil Disobidiences.” “Good Governance” : Teori ataukah Realita, Ketika Pohon bercabang Partai, Kuncinya Ternyata adalah Komunikasi, Pemimpin Amanah, Mencari Rektor yang Berkualitas, Mengukur Leadership dari Bencana, Indonesia Menangis, Sumber daya Air dan Hutan, Pembangunanan Partisiptif, Pariwisata Kita, Amin Rais dan Makna Pengakuan Dosa, Reshafel Kabinet dan Logika Publik, Pemberdayaan dan Resolusi Konflik, Palu: “Northern Gate Indonesia,” Pelajaran Dari Negeri yang musnah, Dll, sejumlah lebih kurang 50 an artikel

(14)
(15)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM Dr. Ir. Suryo Adiwibowo, MS.

(16)

Halaman

DAFTAR TABEL ………... xiii

DAFTAR GAMBAR………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xv

PENDAHULUAN……….………. 1

Latar Belakang ……… 1

Masalah Penelitian ……….. 4

Tujuan Penelitian………... 5

Kegunaan Penelitian ……….……….. 5

Pengertian Konsep dan Istilah………. 5

TINJAUAN PUSTAKA………. 8

Pengertian Partisipasi... ... 8

Bentuk dan Derajat Partisipasi... 10

Konsep Kemitraan... 11

Partisipasi dan Kemitraan Pembangunan Masyarakat... 13

Implementasi Konsep Partisipasi... 16

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi... 18

Karakteristik Individu... 19

Proses Penyuluhan... 26

Faktor Lingkungan... 36

Kapasitas Individu Masyarakat...…... 43

Partisipasi Pengelolaan Taman Nasional ... 49

Pengertian Taman Nasional... ... 49

Partisipasi dan Kemitraan Pengelolaan Taman Nasional... 51

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS... 55

Kerangka Berpikir... 55

Hipotesis Penelitian... 64

METODE PENELITIAN... 65

Rancangan Penelitian... 65

Lokasi Penelitian... 65

Populasi dan Sampel... 66

Instrumentasi... 68

Definisi Operasional dan Pengukuran Peubah... 69

(17)

Profil Sosial, Ekonomi dan Budaya Desa Sampel………... 86

Karakteristik Demografi Responden ... 90

Rataan Skor peubah Penelitian... 94

Analisis Pendugaan Parameter Model Kapasitas dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan TNKT... 104 Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kapasitas Masyarakat dalam Pengelolaan TNKT... 110 Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Partisipasi Masyarakat alam Pengelolaan TNKT... 113 Hubungan antar Faktor yang Berpengaruh... 120

Strategi Penyuluhan... 121

KESIMPULAN DAN SARAN... 131

Kesimpulan... 131

Saran... 132

DAFTAR PUSTAKA... 133

(18)

1. Hubungan antara metode penyuluhan, tahap-tahap ... ... 32

2. Paradigma Partisipasi Masyarakat melalui Pola Kemitraan... 59

3. Paradigma Kapasitas Individu Masyarakat, Rendah dan Tinggi... 60

4 Paradigma Penyuluhan Partisipatif dan non partisipatif... 61

5. Rincian Sampel Penelitian di Wilayah Penelitian... 68

6. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrument Penelitian... 69

7. Indikator dan pengukuran karakteristik individu masyarakat... 71

8. Indikator dan pengukuran proses penyuluhan... 72

9. Indikator dan pengukuran Karakteristik Lingkungan Sosial... 73

10. Indikator dan pengukuran Kapasitas Individu Masyarakat... 74

11. Indikator dan pengukuran Partisipasi Masyarakat ... 75

12 Rancangan pengujian model penelitian partisipasi masyarakat... 79

13. Peubah dan sub peubah model persamaan struktural... 80

14. Sebaran Prosentase Jenis Kelamin Responden... 91

15 Sebaran Prosentase Tingkat Pendidikan Responden... 91

16 Sebaran Prosentase Jenis Pekerjaan Responden... 92

17. Sebaran Prosentase Tingkat Usia Responden... 93

18. Sebaran Prosentase Lama Tinggal Responden... 93

19. Rataan Skor Karakteristik Individu... 94

20. Rataan Skor Proses Penyuluhan... 96

21. Rataan Skor Faktor Lingkungan ... 98

22. Rataan Skor Kapasitas Masyarakat ... 100

23 Rataan Skor Partisipasi Masyarakat ... 102

24. Koefisien dan t-hitung pengaruh karakteristik internal, ... 106

25. Koefisien dan t-hitung pengaruh karakteristik internal, proses ... 108

26. Arah, koefisien dan t-hitung dari hubungan peubah ... 109

(19)

30. Rangkuman Validitas dan Reliabilitas Proses Penyuluhan... 148

31. Uji Kecocokan Model Faktor Lingkungan... 150

32 Rangkuman Validitas dan Reliabilitas Faktor Lingkungan... 150

33. Hasil Uji Kecocokan Model Konstruk Kapasitas Masyarakat ... 152

34. Rangkuman Validitas dan Reliabilitas Konstruk Kapasitas ... 152

35. Hasil Uji Kecocokan Model Konstruk Partisipasi... 154

(20)

1. Kategori atau susunan dari bentuk Co-manajemen ... 53

2. Alur hubungan antar peubah penelitian... 63

3. Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian ... 77

4. Peta Administrasi Kepulauan Togean... 81

5. Segi Tiga Terumbu Karang... 83

6. Estimasi parameter model struktural partisipasi masyarakat... 105

7. Statistik t-hitung parameter model struktural partisipasi... 106

8. Strategi Pengembangan Partisipasi Melalui Proses Penyuluhan.... 124

9. Path Diagram Nilai-tKarakteristik Internal... 145

10 Path Diagram Standardized Loading Factor Karakteristik Internal 145 11. Path Diagram Nilai-t Proses Penyuluhan ………. 147

12. Path Diagram Standardized Loading Factor Proses Penyuluhan.. 147

13. Path Diagram Nilai-t Faktor Lingkungan Modifikasi... 149

14. Path Diagram Standardized Loading Factor Faktor Lingkungan 149 15. Path Diagram Nilai-t Kapasitas Masyarakat Modifikasi... 151

16. Path Diagram Standardized Loading Factor Kapasitas ……….. 151

17. Path Diagram Nilai-t Partisipasi Modifikasi... 153

18. Path Diagram Standardized Loading Factor Partisipasi ………. 153

19. Potensi ekonomi di kepulauan Togean... 178

20. Panorama indah di kepulauan Togean ... 179

21. Bentuk partisipasi masyarakat di kepualaun Togean... 180

22. Infra struktur di kepulauan Togean……… 181

23. Potensi kecerdasan anak-anak di kepulauan Togean……….. 182

(21)

Halaman

1. Analisis Model Pengukuran ( Confirmatory Factor

Analysis/CFA)... 144

2. Output lisrel parameter model struktural partisipasi... 156

3. Hasil Uji validitas dan reabilitas ... 169

4. Foto-foto lokasi dan proses penelitian... 178

(22)

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversity jenis hayati

dan mega center keanekaragaman hayati. Keanekaragaman ekosistem di

Indonesia juga sangat mengagumkan, ditunjukkan dengan adanya kurang lebih 50

tipe ekosistem alam dan termasuk salah satu dari tiga negara pemilik hutan tropis

terbesar di dunia (Ramade, 1987). Indonesia juga dikenal memiliki wilayah

terumbu karang terluas di kawasan Indo-Malaya dan bersama Philipina, Papua

Nugini dan Australia dijuluki segitiga terumbu karang, dengan keanekaragaman

jenis ikan hias laut terbesar dibanding Negara lain (Herminto, 1996).

Kondisi sumberdaya alam seperti diungkapkan di atas, dalam beberapa

tahun terakhir ini mengalami kerusakan yang semakin meluas. Antara tahun 1976

dan 1980, kerusakan hutan yang terjadi diperkirakan seluas 550.000 ha. Angka

ini berkembang menjadi rata-rata 1,6 juta hingga tahun 2000, bahkan data yang

dikemukakan Alikodra dan Syaukani (2004), sudah mencapai 3,8 juta ha per

tahun. Mekipun data pada 2007 terjadi penurunan menjadi 2,8 juta partahun,

namun total kerusakan telah mencapai 59 juta hektar dari luas hutan Indonesia

sebesar 120,3 juta hektar (Purnama, 2009). Butler (Mahmuddin, 2009)

menyebutkan antara tahun 1990–2005, Indonesia kehilangan lebih dari 28 juta

hektar hutan hujan tropis, termasuk 21,7 persen hutan perawan.

Di sektor kelautan, saat ini terdapat 5,30 % terumbu karang di Indonesia

yang masih dalam keadaan sangat baik ; 21,70 % dalam keadaan baik ; 33,50 %

sedang dan 39, 50 % rusak. Padahal setiap tahun diperoleh 9 juta ton hasil laut

dari terumbu karang dan angka ini merupakan 23 % perolehan hasil laut dunia

(Herminto, 1996).

Kerusakan sumberdaya hutan selain berdampak negatif terhadap

keanekaragaman hayati dan ekosistem sekitar hutan juga terhadap ekosistem laut.

Kerusakan ekosistem hutan dan laut secara langsung akan mengancam kehidupan

manusia baik sekarang maupun yang akan datang. Berbagai bencana yang

(23)

maupun tidak langsung dari kerusakan tersebut. Bila hal ini tidak segera disadari

dan ditangani secara serius, akan menjadi malapetaka dimudian hari.

Salah satu upaya mencegah terjadinya kerusakan adalah dengan

menetapkan kawasan konservasi dalam bentuk Taman Nasional. Menurut

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam

Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang

mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan

untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,

pariwisata dan rekreasi alam. Selain itu, Taman Nasional berfungsi: (1) sebagai

kawasan perlindungan, (2) kawasan untuk mempertahankan keragaman jenis

tumbuhan dan satwa, dan (3) kawasan pemanfaatan secara lestari potensi

sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Pada bulan Oktober 2004 Kepulauan Togean yang terletak di Provinsi

Sulawesi Tengah, telah ditunjuk oleh Menteri Kehutanan RI melalui SK.

No.418/Menhut-II/2004 sebagai taman nasional dengan nama Taman Nasional

Kepulauan Togean (TNKT). Pulau tersebut memiliki luasan 362.605 ha terdiri

dari hutan dan perairan. Secara otomatis penunjukan tersebut mengubah status

Kepulauan Togean menjadi kawasan pelestarian alam yang fungsi pelestarian dan

pemanfaatan harus dilakukan secara seimbang sesuai UU No. 5 tahun 1990.

Penetapan TNKT didasari pada potensi sumberdaya alam dengan nilai

keragaman hayati yang sangat besar, baik untuk obyek wisata maupun kekayaan

berbagai jenis Flora dan Fauna Endemik Sulawesi yang perlu dilestarikan.

Kepulauan tersebut telah mendapat perhatian pada tingkat nasional, ditunjukkan

oleh Bappenas dalam dokumen Biodiversity Action Plan for Indonesia (CII, 2005). Daya tarik ini menjadi lebih besar lagi dengan kekayaan kemajemukan

budaya penduduk dan pola hidup, termasuk dalam pengelolaan sumberdaya

alam. Kekayaan alam ini sekarang menghadapi ancaman karena berbagai

kegiatan ekonomi berskala besar maupun kecil terutama dengan memanfaatkan

teknologi destruktif yang merusak sumberdaya alam.

Namun, penunjukan TNKT melahirkan reaksi beragam dari berbagai

(24)

menimbulkan konflik, baik di tingkat masyarakat maupun kebijakan. Hal ini

berdasarkan pengalaman pada beberapa taman nasional di Indonesia, termasuk

yang terdekat Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang juga terletak di Sulawesi

Tengah. Oleh karenanya, sikap penolakan sempat muncul sebagai reaksi atas

kekhawatiran tersebut. Sebagian lainnya merasa bahwa TNKT bisa menciptakan

upaya pelestarian dan pengelolaan sumberdaya alam yang lebih baik, asal

dilakukan secara bersama dan partisipatif. Mereka yang optimis melihat adanya

peluang kerjasama (kemitraan) atau kolaborasi dalam mengelola TNKT. Apalagi

hal ini diperkuat dengan keluarnya Peraturan Menteri Kehutanan No.

P.19/Menhut-II/2004 tentang Pedoman Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka

Alam dan Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia.

Taman Nasional Kepulauan Togean dihuni oleh masyarakat dari berbagai

suku bangsa antara lain, Suku Bobongko, Togean, Saluan dan Suku Bajau. Selain

itu, juga terdapat suku-suku yang relatif baru seperti Ta’a-Ampana, Gorontalo,

Bugis, Makasar, Jawa, Kaili-Palu. Kehadiran berbagai etnik tersebut telah

menambah kaya khasanah kebudayaan dan tradisi di Kepulauan Togean dan

mempengaruhi pola interaksi baik interen masyarakat maupun antara masyarakat

dengan lingkungan (SDA). Interaksi tersebut pada beberapa tahun terakhir ini

memperlihatkan perkembangan yang mengkuatirkan, ditandai dengan

meningkatnya ekploitasi SDA dengan cara yang bertentangan dengan prinsip

konservasi akibat desakan kebutuhan.

Berdasarkan pengalaman dari banyak taman nasional di indonesia,

terdapat berbagai cara ekploitasi SDA di antaranya penyerobotan kawasan,

perambahan dan pendudukan seperti yang terjadi di TNLL. Sejak Juli 2001 ada

sekitar 2060 ha Kawasan TNLL dirambah dan diduduki oleh 1030 KK yang

berasal dari beberapa desa yang ada di sekitarnya (Laban, 2002).

Penyerobotan kawasan taman nasional seperti yang dilansir Mappatoba

(2004), diakibatkan oleh: (1) kurang perhatian pada proses melibatkan masyarakat

(partisipasi) dalam manajemen dan pengambilan keputusan berkait taman

nasional, (2) desakan kebutuhan bagi terutama masyarakat yang bermukim di

(25)

bangunan, tanaman obat, dan areal perburuan. Tentang kebutuhan lahan, Sangadji

(1997) mengungkapkan bahwa tradisi berladang masyarakat lokal yang

mensyaratkan luasan lahan dan jumlah populasi tertentu untuk siklus rotasi,

berbentur dengan konsesi lahan oleh berbagai pihak untuk tujuan ekonomi

maupun konservasi.

Guna menjembatani hal ini, pengelolaan taman nasional sebaiknya

melibatkan secara aktif masyarakat lokal agar kebutuhan mereka dapat

diakomodasi. Namun, kesuksesan pengelolaan ini akan sangat dipengaruhi oleh

partisipasi dan kemitraan semua pihak yang dalam penelitian ini difokuskan pada

masyarakat. Konsep partisipasi dan kemitraan sesungguhnya sudah banyak dikaji

namun dalam konteks pengelolaan kawasan konservasi masih relatif baru. Sejak

pemerintah berupaya merubah paradigma pengelolaan kawasan konservasi dengan

keluarnya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2004, belum ada

kawasan konservasi yang dapat dijadikan contoh. Penelitian tentang partisipasi

dalam pengelolaan kawasan konservasi pasca perubahan paradigma ini pun relatif

belum banyak. Pola pengelolaan ini diharapkan dapat mendukung tujuan

konservasi yang berintikan perlindungan, kelestarian dan pemanfaatan SDA baik

secara ekonomi, sosial maupun ekologi sehingga berdampak pada kesejahteraan

masyarakat terutama di sekitar kawasan TNKT.

Masalah Penelitian

Secara khusus masalah yang ditelaah sebagai pertanyaan penelitian

(question research) ialah:

(1) Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat saat ini dalam pengelolaan

TNKT?

(2) Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan TNKT?

(3) Bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh pada

partisipasi?, dan

(4) Bagaimana alternatif desain strategi penyuluhan yang efektif untuk

(26)

Tujuan Penelitian

(1) Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan TNKT.

(2) Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh pada partisipasi masyarakat

dalam pengelolaan TNKT.

(3) Menganalisis hubungan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan TNKT, dan

(4) Merumuskan strategi penyuluhan yang efektif untuk mendorong partisipasi

masyarakat dalam pengelolaan TNKT.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara

prktis sebagai berikut :

(1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi

pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan, khususnya yang berkaitan

dengan pengembangan partisipasi masyarakat dalam mengelola sumberdaya

alam di kawasan konservasi (taman nasional).

(2) Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi

pemikiran bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan strategi

penyuluhan yang tepat untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam

mengelola sumberdaya alam secara lestari terutama yang berkaitan dengan

pengelolaan kawasan konservasi.

Pengertian Baberapa Konsep dan Istilah

Beberapa pengertian dari sejumlah kata kunci dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut;

Partisipasi memiliki konotasi yang beda-beda dalam pandangan para ahli. Mubyarto (1984) mendefinisikan partisipasi sebagai kesediaan membantu

berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa

mengorbankan diri sendiri. Slamet (2003) memaknai partisipasi

masyarakat dalam pembangunan sebagai ikut sertanya masyarakat dalam

kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan menikamati

(27)

Kemitraan memiliki kata dasar ”mitra” yang dapat diartikan sebagai

“teman” atau “kawan.” Padanan kata kemitraan dalam bahasa Inggeris

adalah “friendship” atau “partnership.” Dalam kaitan dengan pengelolaan

Taman Nasional, kemitraan dapat dimaknai sebagai Pengelolaan bersama atau Co-management, berintikan partisipasi, komitmen dan kerja sama dari seluruh stakeholders (Aliadi, et al, 2002).

Individu berasal dari bahasa latin yaitu individum yang berarti satuan

terkecil yang tidak dapat dibagi lagi. Merujuk pada Siti Amanah (2006),

Individu merupakan unit terkecil dari masyarakat dan dalam konsep

sosiologi merupakan akumulasi pengalaman, pandangan, tindakan

seseorang dan membentuk ciri-ciri pribadi. Ketika berhadapan dengan

suatu persoalan, individu akan melewati tiga fase yaitu ; fase persepsi, fase

penafsiran dan fase pengambilan keputusan.

Masyarakat manurut Cristenson dkk. (Siti Amanah, 2006), orang-orang

yang hidup dalam batas geografis, integrasi sosial, memiliki ikatan

psikologis dan ikatan dengan tempat tinggal. Soekanto (1983)

mengemukakan bahwa masyarakat memiliki ciri hidup bersama,

berintegrasi dan bekerja sama untuk waktu yang lama dan sadar sebagai

suatu kesatuan dan satu sistem hidup bersama. Waren dan Cottrel (Ndraha,

1990) membedakan masyarakat (society) dan komunitas (community).

Komunitas adalah sekelompok manusia yang mendiami wilayah tertentu

dimana seluruh anggotanya berinteraksi satu sama lain, mempunyai

pembagian peran dan status yang jelas. Masyarakat adalah sekumpulan

orang yang mendiami wilayah tertentu dan anggotanya saling berinteraksi

namun bisa juga tidak saling mengenal, masing-masing anggotanya

menduduki status dan peranan tertentu yang sudah disediakan.

Stakeholder adalah pihak-pihak yang terkait dengan suatu. Bessete (2004)

mendefinisikan stekeholder sebagai orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Individu dan institusi yang diidentifikasi

(28)

dikelompokkan kedalam stakeholder utama (primer), stakeholder pendukung (sekunder), dan stakeholder kunci (Ramirez, 1999).

Pembangunan berkelanjutan atau sustainable development, didefinisikan

berdasarkan Laporan World Commission on Environment and Development (WCED) tahun 1987, UN (PBB) berjudul “Our Common Future” (Moffat et al, 2001) adalah pembangunan yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan kita sekarang tanpa mengurangi kemampuan

generasi yang akan datang.

Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk

tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,

pariwisata dan rekreasi alam. Selain itu taman nasional berfungsi: (1)

sebagai kawasan perlindungan, (2) sebagai kawasan untuk

mempertahankan keragaman jenis tumbuhan dan satwa, dan (3) sebagai

kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya (Menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Partisipasi

Tidak bisa dipungkiri bahwa keberhasilan pembangunan nasional amat

ditentukan oleh partisipasi masyarakat, bahkan menurut Roger (1994),

pembangunan itu sendiri adalah partisipasi. Pendapat ini juga didukung oleh

Slamet (2003), yang mengemukakan bahwa indikator keberhasilan pembangunan

bisa diukur dari ada tidaknya partisipasi masyarakat.

Sudah lama esensi partisipasi dijadikan indikator pembangunan.

Mengenai hal ini, Siti Amanah (2006) mengemukakan bahwa partisipasi

menjadi indikator dari istilah pembangunan masyarakat yang digunakan

pertama kali pada tahun 1930 di AS dan Inggris. Pernyataan-pernyataan ini

juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Jaringan PBB untuk

pembangunan pedesaan dan keamanan pangan sebagai berikut : “... describes participation as one of the ends as well as one of the means of development.”

Menurut Roger dan Shoemaker (1971), partisipasi adalah “the degree in to which of a social system are involved in the decision making process.” Oleh Davis dkk., (1989), partisipasi dianggap sebagai keterlibatan mental dan

emosional dalam situasi kelompok yang mendorong mereka berkontribusi

kepada tujuan dan berbagi tanggung jawab bagi pencapaian tujuan itu.

Bryant dan White (Ndraha, 1990) membagi partisipasi atas dua macam :

(1), partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan, dinamakan

partisipasi “horizontal.” (2). Partisipasi oleh bawahan dan atasan, antara klien dan

patron, atau antara masyarakat dengan pemerintah, diberi nama partisipasi

“vertical.” Pada sisi lain, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik seperti

pemberian suara dalam pemilihan, kampanye dan sebagainya, dikenal sebagai

partisipasi dalam proses politik. Keterlibatan dalam kegiatan perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan, disebut partisipasi dalam proses administratif.

PBB sebagaimana dikutip Slamet (2003), mendefinisikan partisipasi

sebagai keterlibatan aktif dan bermakna dari penduduk pada tingkatan yang

(30)

pengalokasian sumber daya untuk mencapai tujuan tersebut; (b) pelaksanaan

program secara sukarela, dan. (c) pemanfaatan hasil-hasil dari suatu program.

Asngari (2003) mengiktiarkan makna Partisipasi atas enam point: (1)

Partisipasi dalam pengambilan keputusan, (2) Partisipasi dalam pengawasan, (3)

Partisipasi mendapatkan manfaat dan penghargaan, (4) Partisipasi sebagai proses

pemberdayaan (empowerment), (5) Partisipasi bermakna kerja kemitraan (partnership), (6) Partisipasi akibat pengaruh stakeholder dalam pengambilan keputusan, pengawasan dan penggunaan “resource” yang bermanfaat. Resume tersebut sejalan dengan uraian Yadov (Madrie, 1986) sebagai berikut :

“…..people’s involvement has to be understood in the following foursense ; (1) participation ini decision making (2) participation in implementation of development program and projects (3) participation in monitoring and evaluation of development program and projects (4) participation in sharing the benefit of development (Yadov,, 1980).

Dalam dunia penyuluhan pertanian, van den Ban dan Hawkins (1999),

merumuskan partisipasi sebagai berikut: (1) sikap kerja sama petani dalam

program penyuluhan dengan cara menghadiri rapat, mendemonstrasikan metoda

baru, mengajukan pertanyaan pada penyuluh dll., (2) pengorganisasian kegiatan

penyuluhan oleh kelompok petani, 3) menyediakan informasi untuk

merencanakan program penyuluhan yang efektif, (4) pengambilan keputusan

mengenai tujuan, kelompok sasaran, pesan, metoda, dan dalam evaluasi kegiatan,

(5) petani atau organisasinya membayar seluruh atau sebagian biaya yang

dibutuhkan untuk jasa penyuluhan, (6) supervisi agen penyuluhan oleh organisasi

petani yang mempekerjakanya.

Menurut Asngari (2008), berdasarkan area-area pembangunan maka

partisipasi dapat dikelompokkan dalam dua pilahan yaitu: (1) Partisipasi sebagai

suatu alat, dimaksudkan untuk menciptakan teknik atau metoda untuk

mengiplementasikan partisipasi dalam praktek pembangunan, dan (2) Partisipasi

sebagai tujuan, dimaknai sebagai pemberdayaan masyarakat sesuai kemampuan

mereka, untuk secara bersama mengambil bagian dan bertanggung jawab atas

(31)

Bentuk dan Derajat Partisipasi Bentuk Partisipasi

Bertolak dari ragam pengertian partisipasi seperti yang telah diuraikan

sebelumnya, Slamet (2003) menyederhanakan pemahaman tentang partisipasi

dalam pembangunan atas lima jenis : (1) Ikut memberi input proses

pembangunan, menerima imbalan atas input tersebut dan ikut menikmati hasilnya,

(2) Ikut memberi input dan menikmati hasilnya, (3) Ikut memberi input dan

menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil pembangunan secara langsung, (4)

Tidak memberi input tetapi menikmati dan memanfaatkan hasil pembangunan, (5)

Memberi input tanpa menerima imbalan dan tidak menikmati hasilnya.

Sedangkan Ndraha, (1990) menunjukan bentuk atau tahap partisipasi atas

beberapa kategori: (1) Partisipasi melalui kontak dengan pihak lain, (2)

Partisipasi dalam menyerap atau memberi tanggapan, (3) Partisipasi dalam

perencanaan dan pengambilan keputusan, (4) Partisipasi dalam melaksanakan

operasional pembangunan, (5) Partisipasi dalam menerima, memelihara dan

mengembangkan hasil pembangunan, dan (6) Partisipasi dalam menilai

pembangunan, sesuai rencana dan hasilnya sesuai kebutuhan masyarakat.

Agar partisipasi bisa tumbuh, menurut Slamet (2003), paling tidak ada

tiga syarat yang harus dipenuhi yaitu ; (1) adanya kesempatan untuk membangun

kesempatan dalam pembangunan, (2) adanya kemampuan untuk memanfaatkan

kesempatan itu, (3) adanya kemauan untuk berpartisispasi. Pada era orde baru,

Sajogyo (1980) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat, khususnya

golongan petani, adalah jalan yang paling strategik dalam seperangkat

delapan jalur pemerataan pembangunan nasional.

Derajat Partisipasi

Derajad partisipasi digunakan untuk menggambarkan seberapa jauh

keterlibatan orang orang atau masyarakat dalam program pembangunan. Arnstein

(1969) menyebutnya dengan istilah tangga partisipasi yang terdiri dari; (1) non

partisipasi (manipulasi dan terapi), (2) derajad tokenisme (informasi, konsultasi

(32)

Uraian yang relatif mirip terdapat dalam tulisan Asngari, (2003) sebagai

berikut: (1) Manipulasi, pada tahap ini partisipasi tidak lebih dari upaya indoktrinasi. Jadi sesungguhnya disini tak ada partisipasi (non participation), (2)

Informasi, stakeholders diberikan informasi menyangkut hak dan kewajiban, tanggung jawab dan lain lain. (Komunikasi satu arah), (3) consultation, telah terjadi komunikasi dua arah di mana stakeholders sudah dapat mengekspresikan

saran/perhatian, namun belum menjamin diterimanya input tersebut, (4)

Consencus Building, para stakeholders berinteraksi untuk menciptakan posisi negosiasi, (5). Decision Making, interaksi tersebut diarahkan hingga proses pengambilan keputusan, (6). Risk sharing, stakeholders telah mengambil bagian untuk ikut menanggung resiko dari kegagalan pembangunan, (7). Partnership, telah terbangun kerja sama yang saling menguntungkan dikalangan stakeholders

pembangunan, dan (8). Self-Management, stakeholders telah sampai pada tahap di mana segala urusan pembangunan harus dikerjakan secara baik.

Konsep Kemitraan Pengertian Kemitraan

Kata mitra yang banyak digunakan saat ini dapat disamakan dengan

“teman” atau “kawan” dalam bahasa sehari hari. Padanan kata kemitraan dalam

(33)

Definisi tersebut mensyaratkan adanya hubungan kerja sama dan

tanggung jawab serta berbagi porsi (sharing) dalam hal sumberdaya, keuntungan dan resiko untuk mencapai satu tujuan. Perlu diperhatikan bahwa “joint goals” atau “mutual benefits” adalah elemen penting dari kemitraan”

Secara historis, pendekatan kemitraan (kolaborasi) mulai muncul sebagai

respon atas tuntutan kebutuhan mengenai manajemen pengelolaan sumberdaya

yang baru. Manajemen tersebut lebih demokratis, mengakui demensi manusia,

mengelola ketidak pastian, kerumitan dari potensi keputusan dan membangun

kesefahaman atas pilihan pilihan bersama. Oleh karena itu, pendekatan ini sering

disebut sebagai jembatan (bridges) untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya. Mengacu pada beberapa literatur, Suporahardjo (2005) mengemukakan

bahwa istilah partnership memiliki paling tidak tiga varian atau pola. Pertama, koordinasi : tidak ada interaksi langsung antara organisasi tetapi organisasi mempertimbangkan kegiatan pihak lain dalam perencanaannya. Kedua, ko-operasi : organisasi berinteraksi atau bekerja sama untuk mencapai misisnya dan tujuan yang lebih efektif. Ketiga, kolaborasi : organisasi bekerja bersama untuk mencapai misi bersama, disamping juga berusaha

mencapai misi dan tujuan masing-masing.

Di dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, pola kemitraan dikenal

dengan skema “joint mangement” atau “Co-management” atau “collaborative management”. Kemitraan dalam konteks ini biasanya didefinisikan sebagai berbagai peran, tanggung jawab atau kewenangan antara pemerintah dan

pengguna sumberdaya lokal dalam mengelola sumberdaya tertentu.

Beberapa Asas Kemitraan

Konsep Kemitraan bersandar pada bentuk interaksi interdependensi

berdasarkan beberapa azas (Tadjudin, 2000), yang terdiri dari; kesederajatan,

keadilan, saling menghidupkan, keberlanjutan dan keterbukaan :

Kesederajatan, memandang bahwa semua orang memiliki derajat yang sama,

(34)

Keadilan, pendayagunaan hasil alam harus melihat aliran manfaat yang terdistribusi secara adil (hak dan kontribusi secara proporsional) kepada setiap stakeholder, diimbangi pembebanan aliran resiko secara adil pula.

Saling membutuhkan, stakeholder harus merasa adanya saling membutuhkan dan

tergantung atas sesamanya. Interaksi yang terbangun tidak atas “rasa kedermawanan” dan “kesetiakawanan” belaka tetapi ditopang kesadaran bahwa interaksi dengan pihak lain akan membawa manfaat.

Saling menghidupkan dan membesarkan, Kehadiran stakeholder yang satu akan

memberikan medium yang sehat bagi stakeholders lain. Bukan saling meniadakan tetapi saling memberi manfaat.

Keberlanjutan, harus ada rancangan pemanfaat jangka panjang bersamaan dengan

upaya kelestariannya. Bila sumberdaya rusak maka aliran manfaat akan terhenti dan aliran resiko akan mingkat.

Keterbukaan, adanya ketersediaan aliran informasi yang lancar dan berimbang

diantara stakeholder yang terlibat.

Azas-azas tersebut akan berjalan baik bila ditunjang kelembagaan yang

oleh McKen (Tadjudin, 2000) dirumuskan sebagai dukungan sosial budaya,

pemanduan kelembagaan, reduksi konflik, dukungan administrative, dan

keuangan untuk admistrasi, bukan untuk imbalan material. Selain azas-azas

tersebut, Marsal (Tadjudin, 2000) menyebutkan beberapa nilai-nilai yakni;

menghormati orang lain, integritas, kejelasan hak atau aturan main, konsensus,

hubungan berbasis kepercayaan, tanggung jawab, keterbukaan dan pengakuan.

Partisipasi dan Kemitraan dalam Pembangunan Masyarakat

Pada bagian pendahuluan dari bukunya yang berjudul “Cummunity Development: Community based alternatives in an age of globalization, ” Ife, (1995) mengemukakan kegagalan masyarakat modern memenuhi dua hal

fundamental yaitu; hidup harmoni dengan lingkungan dan dengan sesama

manusia, dalam uraian menarik berikut :

(35)

Berdasarkan pikiran tersebut, pembangunan masyarakat untuk menjamin

interaksi sesama manusia dan dengan lingkungan menjadi esensial dan partisipasi

mereka adalah mutlak. Menurut Siagian (1996), sedikitnya ada 10 prinsp dalam

penyelenggaraan pembangunan masyarakat, di mana salah satunya menekankan

pada aspek “partisipasi Masyarakat.” Maksudnya, betapapun dominannya peranan

pemerintah dalam pembangunan, tidak mungkin seluruh bebannya dipikul

seluruh aparaturnya, betapapun tingginya disiplin dan dedikasinya. Pembangunan

masyarakat itu sendiri sesungguhnya adalah suatu gerakan untuk menciptakan

tingkat kehidupan yang lebih baik dengan melibatkan (partisipasi) dari mereka.

Dari pengertian yang dikemukakan sebelumnya terlihat bahwa dalam

pembangunan masyarakat terkandung tiga hal yang amat kental mensyaratkan

pentingnya partisipasi, yaitu : (1) Adanya suatu kegiatan yang dilakukan oleh

seluruh anggota masyarakat, (2) Kegiatan tersebut mempunyai tujuan, yaitu

menciptakan kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, (3)

Kegiatan tersebut sangat memerlukan peran serta seluruh anggota masyarakat.

Peran serta yang dimaksud adalah keterlibatan langsung dari warga tanpa

adanya dorongan yang kuat dari pihak luar. Dalam hal ini peran serta yang

diharapkan tumbuh dan berkembang dari seluruh warga masyarakat hendaknya

meliputi: (1) peran serta dalam pemikiran, misalnya identifikasi

masalah-masalah yang perlu segera dibangun, membuat perencanaan pembangunan, dan

sebagainya (2) peran serta dalam penghimpunan dana, misalnya memberikan

sumbangan uang dan bahan-bahan untuk pembangunan (3) peran serta dalam

penyelesaian tenaga (4) peran serta menikmati hasil pembangunan.

Proses partisipasi ini bermula dari kesadaran dan pemahaman bersama

akan pengertian dan konsensus yang lahir dari pihak-pihak yang terlibat. Adanya

kesatuan pengertian dan konsensus ini, menurut Asngari (2008) merupakan titian

muhibah bagi terjadinya partisipasi dan kebersamaan langkah dalam suatu

agenda atau tindakan. Hal tersebut menyangkut kemauan bertanggung jawab dan

kemauan menanggung konsekwensi atau akibat tindakan itu. Berkaitan dengan

hal ini, rumusan seminar FAO pada tahun 1975 (Asngari, 2008), menyebutkan

(36)

individuals share in the responsibilities and consequences of a common understanding or the achievement of a particular task”.

Asngari (2008) selanjutnya mengatakan bahwa kemauan bertanggung

jawab (responsibility) dan menanggung akibat dan mendapat manfaat (risk and benefit) dapat tumbuh karena adanya kerja sama (partnership) dilandasi keterbukaan dan saling pengertian dari individu yang terlibat. Ini berarti

kebersamaan terjadi oleh interaksi dan komunikasi antar individu secara intim dan

komunikatif. Rasa keterdekatan dan kehangatan menghantarkan proses ini.

Ketersedian untuk berpartisipasi ternyata dipengaruhi juga oleh

kewenangan atau kedaulatan untuk terlibat dalam suatu program atau kegiatan.

Sebuah laporan dalam bentuk artikel yang membahas “praktek partisipasi, sebuah pelajaran dari program FAO mengenai partisipasi masyarakat” menjelaskan bagaimana masyarakat miskin di desa, terdorong untuk berpatisipasi dalam

pembangunan oleh adanya kewenangan atau kedaulatan mereka untuk ikut

mengontrol melalui organisasi, bahkan sumber pembiayaannya berasal dari

mereka sendiri, dengan uraian;

... that of people's participation through organizations controlled and financed by the poor. The article is based on Chapter 1 of "Participation in practice - Lessons from the FAO People's Participation Programme.”

Laporan FAO ini sejalan dengan yang terjadi di Desa Bolano Sulawesi

Tengah, di mana sekelompok ibu-ibu membangun lembaga keuangan simpan

pinjam desa yang mereka sebut “Kredit Union Bolano” yang sangat partisipatif

dengan sumber biayanya berasal dari mereka sendiri. Untuk menjaga spirit

partisipasi dan kemandirian anggota, kelompok ini bahkan menolak bantuan

keuangan dari pemerintah daerah. Ironisnya, lembaga tersebut semakin

berkembang berdampingan dengan lembaga kooperasi yang semakin keahilangan

kepercayaan masyarakat setempat (Azis, 2008).

Implemantasi Konsep Partisipasi dan Kemitraan

Pengalaman menunjukan bahwa peran serta hanya dilihat dalam konteks

(37)

untuk mengurangi biaya pembangunan. Dengan kondisi ini, partisipasi

masyarakat “terbatas” pada implementasi atau penerapan program; masyarakat

tidak didorong dayanya menjadi kreatif dan harus menerima keputusan yang

sudah diambil pihak luar. Partisipasi seperti ini menurut Cohen dan Uphoff

(1980) adalah bentuk partisipasi pasif dan tidak memiliki kesadaran kritis.

Cohen dan Uphoff (1980) selanjut mengemukakan bahwa konsep

partisipasi harus dapat menumbuhkan daya kreatif dalam diri sehingga

menghasilkan pengertian partisipasi yang aktif dan kreatif mulai dari tahap

pembuatan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi. Pada saat merencanakan

kegiatan, menurut Suhandi, (2001) dan Takeda, (2001), banyak stakeholder berkepentingan sehingga partisipasi menjadi isu yang sangat penting. Selanjutnya

Warner (1997) menyatakan bahwa stakeholder tersebut berbeda dalam hal

keinginan, kebutuhan, tata nilai, pengetahuan serta motivasi dan aspirasi.

Mengurus partisipasi dalam pandangan Cohen dan Uphoff (1980),

kadang-kadang melambatkan kemajuan pada tahap tertentu dalam urutan

pembangunan, seperti pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan, tetapi

mengabaikannya akan mengakibatkan kegagalan dalam pelaksanaan

pembangunan. Mengabaikan partisipasi dalam masyarakat pada tahap

perencanaan dan pengambilan keputusan mengakibatkan timbulnya "pseudo participation" (partisipasi semu) atau partisipasi terpaksa.

Partisipasi dalam Perencanaan Pembangunan

Secara ideal dapat dikatakan bahwa sebuah program pembangunan, seawal

mungkin telah melibatkan warga masyarakat, mulai dari menganalisis masalah,

menetapkan kebutuhan dan permasalahan serta merencanakan kegiatan untuk

memenuhi kebutuhan tersebut. Bila masyarakat sejak awal telah dilibatkan maka

secara moral akan tumbuh rasa memiliki dan rasa tanggung jawab sebab mereka

berpartisipasi dalam memutuskannya. Miller dan Rein (Madrie, 1986)

mengemukakan efektifitas partisipasi pada tahap ini amat penting dibandingkan

dengan bentuk perencanaan atau keputusan yang dibuat oleh tenaga ahli

(38)

Bringing in representatives at an early point in the planning may be much more significant. Making resident aware of the isues involved in planning will be more effective than insisting that these are professional decision which cannot be discussed by untrained persons.”

Bahkan, pendekatan ini dipandang sebagai pendekatan yang paling modern

dalam teori pembangunan kontemporer. Hal ini tertuang dalam laporan PBB

bidang jaringan pembangunan pedesaan dan keamanan pangan sebagai berikut :

The concept of participation is concerned with ensuring that the intended beneficiaries of development projects and programmes are themselves involved in the planning and execution of those projects and programmes. This is considered important as it empowers the recipients of development projects to influence and manage their own development - thereby removing any culture of

the most important concepts

in modern development theory.

Merencanakan kegiatan merupakan suatu proses yang dimulai dari analisis

masalah, potensi dan kebutuhan, menetapkan tujuan, menetapkan

alternative-alternatif kegiatan yang akan dikerjakan, dan bagaimana melakukan

kegiatan-kegiatan itu. Partisipasi pada tahap ini menurut Cohen dan Uphoff (1980), disebut

sebagai “participation in decission making.”

Partisipasi dalam Pelaksanaan Pembangunan

Dalam siklus program, setelah tahapan perencanaan akan dilanjutkan

dengan pelaksanaan. Cohen dan Uphoff (1980) menyebutkan macam partisipasi

ini sebagai “participation in implementation”. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa menyumbang uang, menyumbang tenaga, benda dan lsebagainya.

Hal penting yang perlu digaris bawahi adalah upaya melaksanakan

kegiatan yang telah ditetapkan bersama sebelumnya dengan semandiri mungkin

dan memanfaatkan sumberdaya di masyarakat sendiri. Tentang hal ini,

Bhattacharya (Madrie, 1986) menguraikan sebagai berikut : the people of community organize themselves for planning and action define their common and individual needs and problems, make group and individual plans to meets their needs and solve their problems, execute those with a maximum reliance upon

(39)

Partisipasi dalam Memanfaatkan Hasil Pembangunan

Sebuah program pembangunan harus mempunyai manfaat dan kegunaan

bagi masyarakat. Masyarakat harus bisa berpartisipasi dalam memanfaatkan

atau berpeluang untuk beraktivitas sehubungan dengan kegunaan program yang

telah selesai dikerjakan. Sebagai gambaran misalnya, bila jaringan irigasi telah

selesai dikerjakan maka masyarakat petani mau atau memanfaatkannya untuk

menanam padi di sawah dan mau memelihara jaringan irigasinya untuk menjamin

kelancaran air yang mengalir ke sawah. Cohen dan Uphoff (1980) menyebut

tahapan ini dengan “Participation in benefict” dan Yadov (Madrie, 1986) menyebutkannya dengan “participation in sharing the benefit of development.”

Partisipasi dalam Evaluasi Pembangunan

Keluaran dari program pembangunan baik berupa fisik maupun non fisik

yang terlihat dalam proses maupun setelah selesai program akan dapat dinilai atau

dievaluasi. Bila masyarakat ikut berpartisipasi dalam menilai sebuah program

pembangunan, maka kisarannnya adalah sejauh mana proyek itu memenuhi

kebutuhan kelompoknya, komunitasnya dan masyarakatnya, sesuai dengan tujuan

yang telah ditetapkan bersama sebelumnya. Cohen dan Uphoff (1980) menyebut

tahapan ini dengan “Participation in evaluation” dan Yadov (Madrie, 1986) menyebutkannya dengan “participation in monitoring and evaluation of development program and projects.”

Partisipasi dalam menilai hasil hasil pembangunan tersebut amatlah

bermanfaat karena akan berimplikasi pada dua hal sekaligus yaitu (1), bagi

masyarakat akan menjadi pelajaran tentang kekurangan dan kelebihan sehingga

berguna dalam merancang kegiatan serupa pada masa akan dating dengan lebih

baik. (2) bagi pemerintah akan menjadi imput yang sangat berharga untuk

penyempurnaan program pada masa akan datang.

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi dan Kemitraan Keberadaan kemauan, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat

(40)

oleh beberapa faktor di seputar kehidupan manusia yang saling berinteraksi satu

dengan yang lainnya, terutama faktor-faktor: psikologis individu (kebutuhan,

harapan, motif, penghargaan), terpaan informasi, pendidikan (formal maupun

informal), struktur dan stratifikasi sosial, budaya lokal (norma dan adat-istiadat),

serta pengaturan dan pelayanan atau kebijakan pemerintah.

Soekanto (1983) menyebutkan beberapa faktor yang mengakibatkan

masyarakat tidak berpartisipasi dalam pembangunan, di antaranya :

• Faktor sosial budaya, yaitu adanya kebiasaan atau adat istiadat yang

bersifat tradisional statis dan tertutup terhadap suatu perubahan. Hal ini

terjadi karena masih rendahnya pengetahuan masyarakat yang

berimplikasi pada rendahnya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi

dalam pembangunan.

• Faktor sosial ekonomi, yaitu adanya ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat khususnya di pedesaan, menyebabkan ketidak mampuan

masyarakat untuk berpartisipasi.

• Faktor sosial politik, yaitu masih adanya birokrasi politik yang ketat dan

kokoh yang menyebabkan masyarakat semakin tidak berdaya.

Keseluruhan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat

dalam proses pembanguan tersebut, oleh Oppenheim (1966) diformulasikan

sebagai faktor dalam diri individu atau karakteristik individu (person inner determinant) dan faktor di luar diri individu atau faktor lingkungan (environmental factor).

Karakteristik Individu

Samson (Rahmat, 2001), mengemukakan bahwa Karakteristik individu

merupakan sifat yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan aspek

kehidupan dan lingkungannya. Terdapat tiga teori yang menjelaskan

perkembangan individu hingga membentuk perilaku yaitu: nativisme (Plato),

emperisme (Locke) dan konvergensi (Stern) (Siti Amanah, 2006). Menurut

Mardikanto (1993), karakteristik individu adalah sifat yang melekat pada diri

seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan, antara lain : umur, jenis

(41)

Masyarakat desa dalam mengadopsi suatu inovasi, tidak terlepas dari fakor

individu warga masyarakat serta faktor lingkungan dimana ia tinggal. Faktor

individu merupakan karakteristik warga masyarakatnya maupun karakteristik

individunya. Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan bahwa, dalam

penyebaran suatu ide baru atau difusi inovasi dalam suatu sistem sosial, pelakunya

minimal memiliki tiga karakteristik yaitu status sosial, kepribadian dan

kemampuan berkomunikasi.

Pendidikan

Pendidikan merupakan suatu faktor internal individu yang

memungkinkan seseorang dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dan

keterampilan. Saharuddin (1987) mengatakan bahwa tingkat pendidikan

seseorang mempengaruhi partisipasinya pada tingkat perencanaan, oleh

karena itu semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang dapat diharapkan

semakin baik pula cara berpikir dan cara bertindaknya. Slamet (2003)

mendefinisikan pendidikan sebagai usaha untuk menghasilkan perubahan

pada perilaku manusia. Sejalan dengan itu, Soeitoe (1982) mengemukakan

bahwa pendidikan adalah suatu proses yang diorganisir dengan tujuan

mencapai sesuatu hasil yang nampak sebagai perubahan dalam tingkah laku.

Menurut Bloom (Mulyasa, 2002), kognitif merupakan perilaku yang

berkenaan dengan aspek pengetahuan seseorang, sedangkan afektif berkenaan

dengan perasaan dan emosi terhadap suatu obyek, keadaan atau terhadap orang

lain, dan psikomotor merupakan perilaku yang berkenaan dengan keterampilan

seseorang mengerjakan sesuatu. Pendidikan akan membuat seseorang menjadi

modern, sebagaimana dilansir Asngari, (2001) dari pikiran Inkeles bahwa salah

satu ciri orang modern adalah menempatkan pendidikan formal ditunjang

pendidikan non formal dan informal sebagai sesuatu yang sangat tinggi nilainya.

Pendidikan formal menurut Winkel (1987), adalah pendidikan sekolah

yang dalam penyelenggaraannya menempuh serangkaian kegiatan terencana dan

terorganisir. Sedangkan, pendidikan non formal lebih dikenal sebagai bentuk

(42)

adalah kegiatan pendidikan di luar sistem pendidikan formal dan bertujuan

merubah perilaku masyarakat dalam arti luas. Sasarannya mencakup semua

kelompok umur dan semua sektor kehidupan masyarakat. Bentuk nyatanya dapat

berupa penyuluhan, penataran, kursus, mapun ketrampilan teknis lainnya yang

bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan peserta didik.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan akan meningkatkan

kemampuan kapasitas rasional dari masyarakat. Masyarakat yang rasional

sebelum memutuskan untuk berpartisipasi dalam pembangunan, didahului oleh

masa belajar dan menilai manakala partisipasi itu mendatangkan manfaat bagi

dirinya. Jika bermanfaat, akan berpartisipasi, dan jika tidak, masyarakat tidak

tergerak untuk berpartisipasi.

Pengalaman

Salah satu faktor yang turut menunjang perilaku seseorang adalah

pengalaman yang juga diukur dalam karakteristik individu. Menurut Gagne

(1977) pengalaman adalah akumulasi dari proses belajar mengajar yang dialami

oleh seseorang. Kecenderungan seseorang untuk berbuat, tergantung dari

pengalamannya, karena menentukan minat dan kebutuhan yang dirasakan.

Hal-hal yang telah dialami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan

terhadap stimulus sosial. Menurut Padmowihardjo (1999), secara psikologis

seluruh pemikiran manusia, kepribadian dan temperamen ditentukan oleh

pengalaman indera. Menurut Rahmat (2001), faktor pengalaman dapat menambah

wawasan berpikir semakin luas, mempengaruhi cara bertindak dan memberi corak

pada kepribadian seseorang.

Persepsi

Persepsi adalah proses yang berkaitan dengan petunjuk inderawi dan

pengalaman masa lampau yang relevan untuk memberi gambaran terstruktur dan

bermakna pada suatu situasi tertentu. Menurut Walgito (2002) persepsi adalah

suatu proses yang didahului oleh pengindraan dalam bentuk stimulus ke kesyaraf

(43)

persepsi sebagai proses pengamatan individu dari komponen kognisi, yang

dipengaruhi oleh pengalaman dan proses belajar, cakrawala dan pengetahuan.

Litterer (Asngari, 2003) mengemukakan bahwa persepsi adalah “the understanding or view people have of things in the world around them.” Adanya persepsi berimplikasi terhadap munculnya motivasi, kemauan, tanggapan dan

perasaan dari stimulus yang diterima. Ada tiga rangkaian proses yang membentuk

persepsi, yaitu: seleksi, organisasi dan interpretasi. Dalam konteks ini, persepsi

individu masyarakat adalah pandangan mereka terhadap suatu obyek yaitu

partisipasi sehingga memberikan reaksi tertentu yang dihasilkan dari kemampuan

menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus dan

merubahnya dalam bentuk penerimaan atau penolakan.

Setiap orang memiliki perbedaan dalam hal kebutuhan, motif dan minat

sehingga persepsi mereka tentang sesuatupun berbeda menurut kebutuhan, motif,

minat dan latar belakang masing-masing. Persepsi dua orang dalam melihat

obyek yang sama bisa berbeda. Karena itu persepsi seseorang terhadap suatu

obyek bisa tepat, dan bisa pula keliru, atau mendua. Faktor penting untuk

mengatasi kekeliruan tersebut adalah pengertian yang tepat mengenai obyek yang

dipersepsikan. Berkaitan dengan partisipasi, bila masyarakat memiliki pengertian

yang sama tentang obyek partisipasi serta manfaat yang ditimbulkannya, mereka

akan dengan kesadaran untuk ikut mengambil bagian.

Motivasi

Istilah motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak. Crowford (2005) mengemukakan bahwa motivasi adalah proses yang dapat

menyebabkan orang bertindak atau berperilaku dengan cara tertentu. Oppenheim

(1966) mengemukakan bahwa untuk berperilaku tertentu atau berpartisipasi, ada

dua hal yang mendukung yaitu adanya unsur yang bersumber dari diri seseorang

dan terdapat lingkungan yang memungkinkan untuk berperilaku tertentu. Unsur

dalam diri dan lingkungan tersebut yang memotivasi seseorang untuk berperilaku

tertentu. Dengan kata lain, unsur yang bersumber dari diri seseorang disebut

(44)

lingkungan atau motivasi ekstrinsik tersebut dapat bersumber dari upaya untuk

meningkatkan daya dalam apa yang disebut “pemberdayaan.”

Dalam kaitannya dengan motivasi berpartisipasi, terdapat pandangan

yang mengatakan bahwa terwujudnya partisipasi dalam pembangunan dapat

disebabkan oleh adanya paksaan atau sanksi, ajakan pihak lain, ataupun

kesadaran sendiri. Namun, unsur paksaan atau sanksi ditolak oleh Malhotra

(Kartasubrata, 1986) yang menyatakan bahwa partisipasi dapat tercipta karena

kehendak sendiri, sukarela, spontan atau digerakan (induce), akan tetapi tidak

dipaksa sebagaimana diuraikan berikut : and by people’s participation, we mean willing and voluntary participation, it may be spontaneous or induced, but certainly not “coerced,” for that is not participation.”

Pendapat Malhotra tersebut disempurnakan oleh Slamet (2003) yang

mengemukakan bahwa partisipasi rakyat dalam pembangunan bukanlah berarti

pengarahan tenaga rakyat secara sukarela, tetapi justru yang lebih penting adalah

tergeraknya kesadaran rakyat untuk mau memanfaatkan kesempatan-kesempatan

memperbaiki kualitas kehidupan diri, keluarga dan masyarakatnya. Pandangan ini

lebih menekankan pada kesadaran kritas masyarakat akan manfaat dari partisipasi

mereka bagi kepentingan mereka sendiri, sebab boleh jadi masyarakat ikut

berpartisipasi secara sukarela tetapi mereka tidak menyadari manfaatnya. Proses

menuju pada penyadaran inilah, peranan penyuluhan sangat esensial sebagai

bentuk intervensi yang humanis.

Kosmopolitan

Kosmopolitan adalah tingkat hubungan seseorang dengan dunia luar di luar

sistem sosialnya sendiri (Mardikanto, 1993). Sifat kekosmopolitan dicirikan oleh

frekuensi dan jarak perjalanan yang dilakukan, serta pemanfaatan media massa.

Warga masyarakat yang relatif lebih kosmopolit, adopsi inovasi dapat

berlangsung cepat, sedangkan warga yang “localite” (terkungkung dalam sistem

sosialnya sendiri), adopsi inovasi sangat lamban karena tidak adanya keinginan

(45)

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (Farid, 2008), kosmopolitan

diartikan sebagai orang yang mempunyai wawasan dan pengetahuan yang luas.

Sifat kekosmopolitan individu dicirikan oleh sejumlah atribut yang membedakan

mereka dari orang lain, yaitu memiliki status sosial yang lebih tinggi, partisipasi sosial yang lebih tinggi, lebih banyak berhubungan dengan pihak luar, lebih

banyak menggunakan media massa dan memiliki hubungan lebih banyak dengan

orang lain maupun lembaga yang berada di luar komunitasnya.

Rogers dan Shoemaker (1971) mengemukakan bahwa orang yang sifat

kekosmopolitan tinggi biasanya mencari informasi di luar lingkungannya.

Sebaliknya, orang yang sifat kekosmopolitannya rendah cenderung mempunyai

ketergantungan pada tetangga atau teman dalam lingkungan yang sama.

Seseorang yang mempunyai pergaulan luas dan cepat mencari informasi yang

diperlukan, dapat diartikan mempunyai kekosmopolitan tinggi.

Gender

Bessette (2004) mengatakan bahwa dalam banyak kasus, sangat penting

untuk memberikan perhatian spesial pada isu gender. Dalam setiap pengaturan,

kebutuhan, peran social dan tanggung jawab, posisi perempuan dan laki-laki

selalu dibedakan. Derajat akses terhadap sumber daya dan partisipasi dalam

proses pengambilan keputusan juga berbeda antara laki-laki dan perempuan. Cara

mereka untuk memandang masalah umum dan solusinya juga berbeda. Hal yang

sama juga terjadi pada kaum muda dengan jenis kelamin yang berbeda. Sangat

sering terjadi perbedaan tajam antara peran dan kebutuhan dari anak-anak

perempuan dan perempuan dewasa, atau antara laki-laki dewasa dan anak muda

dalam persepsi melihat suatu masalah yang sama.

Konsekwensinya, menurut Bessette (2004) kepentingan dan kebutuhan

mereka menjadi berbeda dan kontribusi mereka kepada pembangunan juga

berbeda. Dijelaskan lebih lanjut bahwa dahulu, fokus perhatian lebih kepada

“kumunitas”, tanpa memperhatikan aspek gender. Hasilnya adalah, wanita dan

kaum muda sering tidak dipandang dalam proses pembangunan walaupun

Gambar

Gambaran Umum Lokasi Penelitian...........................................
Gambar 1  Kategori atau susunan dari bentuk Co-manajemen.
Tabel  2.  Paradigma Partisipasi  Masyarakat melalui Pola Kemitraan.
Tabel  3.  Paradigma Kapasitas Individu Masyarakat, Rendah dan Tinggi..
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan pengabdian pemeriksaan berat badan (BB), memeriksa tekanan darah, kadar gula darah, asam urat, kolesterol dan konsultasi hasil telah dilakukan kepada 32

- organizacija enotedenskega gostovanja tuje šole, - štiriletno sodelovanje v programskem sosvetu za vsebinski izbor programov spopolnjevanja, - organizacija in izvedba javne

Penyebab yang mendasari hemifacial spasm dalam banyak kasus adalah  pembuluh darah ektatik atau pembuluh darah yang secara atipikal menyimpang, yang menekan saraf

Hasil studi menunjukan penerapan teknologi retractable roof menggunakan parallel movement dengan overlapping system dapat memfasilitasi ekspansi pada eksibisi luar

Tidak saja prestasi yang telah ditentukan yang wajib dipenuhi oleh salah satu pihak dalam perjanjian, melainkan juga prestasi yang ditentukan oleh undang-undang, dan dilakukan

• Jumhur ulama yang menolak kehujjahan ijma’ sukuti mengatakan bahwa rukun dan syarat ijma’ adalah kesepakatn seluruh mujtahid yang hidup di zaman terjadinya ijma’ tersebut,

Cedera dada biasanya disertai dengan penumpukan darah di dalam rongga dada (hemotoraks) Cedera dada biasanya disertai dengan penumpukan darah di dalam rongga dada

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata