ISSN : 1858-330X
IDENTIFIKASI MORFOLOGI DAN STRUKTUR GEOLOGI KAWASAN KARST DI KABUPATEN MAROS DENGAN MEGGUNAKAN CITRA LANDSAT-7 ETM+
Palloan, P., Zylshal
Jurusan Fisika Universitas Negeri Makassar
ABSTRAK
Daerah karst dicirikan oleh morfologi permukaan berupa bukit-bukit kerucut (conical hills), depresi tertutup (dolin), lembah kering (dry valley) dan banyak dijumpai sungai-sungai bawah tanah. Daerah ini sangat dipengaruhi oleh struktur geologi berupa pengekaran (joint) karena umumnya kars terbentuk pada daerah berbatuan karbonat (gamping, dolomit, atau gypsum). Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi morfologi dan struktur geologi di kawasan karst menggunakan data citra penginderaan jauh, yaitu citra Landsat-7 ETM+. Lokasi penelitian mengambil tempat di Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan. Metode penelitian meliputi pengolahan citra Landsat-7 ETM+ dan analisa Sistem Informasi Geografi (SIG). Pengolahan citra meliputi proses koreksi geometrik dan radiometrik, penghitungan nilai OIF, fusi kanal, pembuatan citra komposit warna, dan pemilteran spasial. Analisa SIG yang dilakukan meliputi analisis overlay dan perhitungan kerapatan morfologi yang teridentifikasi. Metode penelitian meliputi pengolahan citra Landsat-7 ETM+ dan analisa Sistem Informasi Geografi (SIG). Pengolahan citra meliputi proses koreksi geometrik dan radiometrik, penghitungan nilai OIF, fusi kanal, pembuatan citra komposit warna, dan pemfilteran spasial. Analisa SIG yang dilakukan meliputi analisis overlay dan perhitungan kerapatan morfologi yang teridentifikasi. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa morfologi karst yang teridentifikasi di kawasan Karst Kabupaten Maros, meliputi karst menara (tower Karst), dan lembah kering (dry valley), serta struktur geologi berupa struktur kekar. Hasil analisis kerapatan morfologi dan struktur menunjukkan bahwa daerah kars di Kabupaten Maros terbagi dalam tiga daerah yang mempunyai tingkat perkembangan berbeda-beda, yaitu 1) Kars Bantimurung, Simbang, Mallawa termasuk daerah kars berkembang baik, 2) Kars Tompobulu dan Tanralili dan termasuk daerah kars berkembang sedang dan 3) Kars Cenrana dan Camba, termasuk daerah kars tidak berkembang.
KATA KUNCI : citra, karst, morfologi, struktur geologi
I. PENDAHULUAN
Keberadaan kawasan karst di Indonesia, dewasa ini dianggap memiliki nilai-nilai yang sangat strategis. Di seluruh wilayah kepulauan Indonesia, luas kawasan karst mencapai hampir 20% dari total luas wilayah. Nilai-nilai strategis yang dimaksud, selain merupakan kawasan sebagai pemasok dan tandon air untuk keperluan domestik (PBB memperkirakan persediaan air sekitar 25% penduduk dunia merupakan sumber air karst, Ko 1997), juga mempunyai sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan menambah devisa negara seperti pariwisata, penambangan bahan galian, penghasil sarang burung walet, bahkan sangat terkait pula dengan bidang HANKAM/militer, serta intelijen.
Daerah karst dicirikan oleh morfologi permukaan berupa bukit-bukit kerucut (conical hills), depresi tertutup (dolin), lembah kering (dry valley) dan banyak dijumpai sungai-sungai bawah tanah. Daerah ini sangat dipengaruhi oleh struktur geologi berupa pengekaran (joint) karena umumnya karst terbentuk pada daerah berbatuan karbonat (gamping, dolomit, atau gypsum).
Keunikan lain dari kawasan karst adalah keberadaan gua dan sungai bawah tanah. Gua-gua tersebut pada umumnya bertingkat dengan ukuran kurang dari satu meter hingga ratusan meter persegi dengan bentuk vertikal miring maupun horisontal. Gua-gua karst hampir semuanya dihiasi dengan ornamen (speleothem) yang sangat beragam dari mulai
ISSN : 1858-330X
yang sangat kecil (helectite) hingga yang sangat besar (column) dengan bentuk dan warna yang bervariasi.
Di Indonesia, daerah karst terdapat di setiap pulau besar, baik Sumatera, Jawa, Kalimantan, Irian, Sulawesi, dan juga di Kepulauan Nusa Tenggara. Balasz (1963) telah menginventarisir daerah-daerah karst di Kepulauan Indonesia meskipun masih dalam skala global. Untuk pulau Sulawesi, khususnya Sulawesi Selatan, dikenal daerah karst Maros-Pangkep.
Di Pulau Sulawesi kawasan karst berkembang dengan baik khususnya (pada sebaran batu gamping) di Sulawesi Selatan. Bentang alam karst Maros sangat terkenal, luasnya diperkirakan mencapai 400 km2. Telah diidentifikasi sedikitnya ada 29 gua di kawasan ini yang layak dilindungi.
Kabupaten Maros terletak di bagian barat Sulawesi Selatan antara 400 40’ - 500 07’ Lintang selatan dan 1090 205 - 1290 12’ Bujur timur, merupakan daerah penyangga Ibu Kota Provinsi Sulawesi selatan dengan jarak sekitar 30 Km arah utara Kota Makassar dengan kawasan pantai sepanjang + 31 Km di Selat Makassar, yang berbatasan dengan :
Sebelah Utara : Dengan Kabupaten Pangkep Sebelah Selatan : Dengan Kota Makassar dan
Kabupaten Gowa
Sebelah Timur : Dengan Kabupaten Bone Sebelah Barat : Dengan Selat Makassar
Luas wilayah Kabupaten Maros 1.619 Km2 atau sekitar 2,6 % wilayah Sulawesi selatan secara administratif dibagi ke dalam 14 kecamatan dan 80 Desa serta 23 Kelurahan
Karst Maros termasuk salah satu dari karst di Indonesia yang memiliki keindahan, keunikan, flora dan fauna, nilai-nilai ilmiah dan sosial budaya yang tinggi sehingga bisa dimasukkan sebagai karst kelas dunia. Kawasan
karst Maros (Maros-Pangkep) penyebarannya memanjang utara selatan dari Maros hingga Pangkep meliputi wilayah seluas sekitar 30.000 ha. Karstnya digolongkan dalam jenis karst menara (tower karst), jenis karst yang terkenal indah panoramik seperti banyak digambarkan dalam lukisan tradisional Cina.
Dari aspek fauna, kera dan kupu-kupu merupakan jenis yang telah diteliti secara mendalam di kawasan Karst Maros. Dilaporkan bahwa ada 103 jenis kupu-kupu yang ditemukan di hutan wisata Bantimurung. Beberapa jenis kupu-kupu merupakan jenis endemik yang dilindungi. Jenis fauna lainnya antara lain adalah tarsus, kuskus, musang Sulawesi, babi hutan, rusa, biawak, kelelawar, dua jenis burung enggang besar dan burung enggang hitam, burung elang, burung raja udang, sri gunting, tiga jenis burung walet, burung hantu, burung pipit, burung tekukur, capili, kakak tua putih, kakak tua hijau “danga” ayam hutan, ular sanca, ular hitam, ikan dan udang tak bermata di dalam gua serta jenis hewan invertebrata. Dari aspek pariwisata sebagian telah berkembang, yakni obyek wisata Bantimurung.
Pengelolaan daerah karst bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan daerah karst, guna menunjang pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pengelolaan daerah karst mempunyai sasaran yaitu; 1). meningkatkan upaya perlindungan daerah karst, dengan cara melestarikan fungsi hidrogeologi, flora, fauna, nilai sejarah serta budaya yang ada di dalamnya, 2). Melestarikan keunikan dan kelengkapan bentukan alam di daerah karst, 3). Meningkatkan kehidupan masyarakat di dalam dan sekitarnya, 4). Meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan (Kepmen Energi dan Sumber daya Mineral No. 1456 K/20/MEM/2000).
ISSN : 1858-330X
Upaya-upaya pengelolaan daerah ini yang meliputi kegiatan-kegiatan inventarisasi, penyelidikan, pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam karst. Kemajuan sains dan teknologi penginderaan jauh diharapkan dapat bermanfaat dalam mendukung upaya-upaya tersebut.
Dalam penelitian ini akan diidentifikasi morfologi dan struktur geologi kawasan karst di kabupaten maros dengan meggunakan citra landsat-7 etm+. Tujuan penelitian adalah: 1. Mengetahui morfologi dan struktur geologi
kawasan karst dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+ di Kabupaten Maros. 2. Untuk mengetahui klasifikasi karst Maros
berdasarkan morfologi dan struktur geologi dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+.
II. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer Desktop dengan software Microsoft Office 2007 Enterprise, ER-Mapper 7.0, dan Arcview 3.3 image analyst.
Bahan-bahan yang digunakan meliputi: 1. Data satelit LANDSAT-7 ETM+ path/row
114/063 tanggal perekaman 12 September 2002 dan path/row 114/064 tanggal perekaman 8 April 2003.
2. Peta geologi skala 1 : 100.000, Kabupaten Maros
3. Peta Rupa Bumi Indonesia
2. 2 Metode
2. 2. 1 Pengolahan citra digital
Pengolahan citra secara dijital meliputi 1) koreksi citra baik koreksi radiometric maupun koreksi geometric, 2) Penghitungan nilai OIF dan pembuatan citra komposit warna, 3) penajaman citra, dan 4) pemfilteran spasial. Pengolahan citra dilakukan dengan menerapkan operasi-operasi pada software ER Mapper versi 7.0.
2. 2. 2 Interpretasi Citra
Interpretasi citra dari hasil pengolahan diinterpretasi secara visual dengan menggunakan software ER Mapper versi 7.0 dan Arc View versi 3.3 image analyst, yaitu meliputi; 1) interpretasi dan identifikasi morfologi kars, meliputi; relief kars, puncak-puncak karst menara (tower karst), lembah kering (dry valley) dan 2) interpretasi struktur geologi daerah kars, difokuskan pada struktur geologi yang dominan di daerah kars yaitu struktur kekar.
2 .2. 3 Analisis Kerapatan
Analisis diarahkan pada kerapatan obyek-obyek kars yang telah diinterpretasi yaitu bukit-bukit kars kerucut (conical hills), lembah kering (dry valley) serta kerapatan kekar. Sebagai unit analisis adalah satuan relief-morfologi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengolahan Citra
3.1.1 Perhitungan Nilai OIF
Perhitungan nilai OIF dilakukan terhadap 4 sampel, berupa cropping data. Berdasarkan perhitungan nilai OIF tersebut, didapatkan nilai
ISSN : 1858-330X
OIF tertinggi dari kombinasi kanal 457 (3 sampel) dan 357 (1 sampel).
3. 1.2 Fusi Kanal dan Pembuatan Citra Komposit Warna
Fusi kanal dilakukan melalui penggabungan berbagai kanal yang terdapat pada Landsat-7 ETM+. Fusi kanal yang dilakukan meliputi yaitu kanal fusi multispektral dan fusi kanal muktispasial. Berdasarkan nilai OIF tertinggi diperoleh model fusi kanal multispektral terbaik yaitu 457. Dari hasil kombinasi tiga kanal tersebut kemudian dibuat citra komposit warna, yaitu dengan memasukkan masing-masing kanal ke dalam saluran warna merah, hijau, dan biru (RGB).
Fusi kanal multispasial dilakukan dengan menggabungkan kanal yang memiliki resolusi spasial berbeda. Untuk Landsat-7 ETM+ penggabungan dilakukan antara resolusi spasial 30 meter (kanal 1,2,3,4,5, dan 7) dengan kanal 15 meter (kanal 8). Pada penggabungan ini kanal 8 ditempatkan pada intensity, sehingga terjadi kombinasi Red Green Blue Intensity (RGBI). Hasil fusi ini akan diperoleh citra dengan resolusi spasial 15 meter.
3.1.3 Penajaman Kontras dan Pemfilteran Spasial
Teknik penajaman kontras diterapkan untuk memperoleh kesan kontras citra yang lebih tinggi. Pada penajaman kontras dilakukan teknik perentangan kontras (contrass stretching) dan ekualisasi histogram (histogram equalization). Hasil dari penerapan teknik ini menghasilkan citra baru yang memperlihatkan kenampakan karst lebih jelas.
Perentangan histogram dilakukan dengan merentangkan nilai-nilai histogram dari 0-255. Selanjutnya dilakukan teknik ekualisasi histogram untuk tiap saluran (RGBI). Pemfilteran
spasial dilakukan dengan mengaplikasikan teknik-teknik pemfilteran pada paket software ER Mapper 7.0. Teknik-teknik pemfilteran tersebut meliputi pemfilteran highpass (filter sharpen2, filter sharpen11, dan filter sharpenedges) dan pemfilteran lowpass (lowpass avg3.ker dan lowpass avg5.ker). dari hasil teknik ini diperoleh citra yang secara visual menunjukkan kenampakan bervariasi.
(a)
(b)
Gambar 1. Citra Landsat 7 RGBI 4578 (a) sebelum; dan (b) sesudah penajaman kontras
ISSN : 1858-330X
(b)
Gambar 2. Citra Landsat hasil pemfilteran spasial (a) filter highpass filter sharpen11; dan
(b) filter lowpass filter avg3.ker
Hasil pemfilteran Highpass Sharpen11 menujukkan kenampakan objek-objek karst yang akan di identifikasi (puncak menara, lembah kering, dan struktur kekar) menjadi sangat nampak apabila dibandingkan dengan teknik pemfilteran yang lain.
3.2 Interpretasi Citra
Interpretasi citra meliputi interpretasi 1) interpretasi morfologi karst, meliputi; puncak karst menara (tower karst), dan lembah kering (dry valley), dan 2) interpretasi struktur geologi daerah karst, difokuskan pada struktur geologi yang dominan di daerah karst yaitu struktur kekar. Proses interpretasi dibantu dengan peta geologi.
Interpretasi kawasan karst di Kabupaten Maros dilakukan dengan melihat persebaran batuan karbonat. Sebaran batuan karbonat ini kemudian dijadikan patokan persebaran kawasan karst. Selanjutnya puncak karst menara, lembah kering, dan kekar di daerah karst saling berasosiasi membentuk konfigurasi kenampakan daerah karst yang spesifik dan dengan mudah dapat dikenali dari citra. Bukit karst berbentuk menara individual maupun
berkelompok, dipisahkan satu sama lain oleh kekar, kadang-kadang pada sisi-sisi lerengnya dijumpai lembah kering dan antara bukit karst satu dengan yang lainnya terbentuk dolin (berbentuk membulat cekung ke dalam).
Karst menara dan dolin merupakan satu kesatuan karena bukit karst merupakan bentukan positif (membulat cekung ke luar) sedangkan dolin merupakan bentukan negatif (membulat cekung ke dalam). Apabila terisi air, dolin akan berubah menjadi telaga karst. Adanya efek bayangan sangat membantu dalam interpretasi tower karst, lembah kering dan kekar. Dolin yang terisi air (telaga karst) sangat mudah dikenali karena air akan memberikan efek warna hitam (air jernih) atau warna biru (air yang mengandung sedimen), selain dari bentuknya yang membulat, lonjong/ellips.
Lembah kering berbentuk memanjang menyerupai saluran sungai, berkelok kelok, dapat merupakan saluran tunggal maupun bercabang. Hasil interpretasi lembah kering menunjukkan bahwa tidak semua daerah karst dapat dijumpai lembah kering. Lembah kering merupakan lembah sungai yang terhubungkan dengan mulut gua/ponor, apabila terjadi hujan air akan langsung diteruskan ke dalam mulut gua sehingga berubah menjadi aliran sungai bawah tanah. Sehingga lembah sungai ini akan selalu dalam keadaan kering. Ponor/mulut gua tidak dapat dikenali secara langsung dari citra karena umumnya hanya memiliki diameter satu hingga beberapa meter saja.
Hasil interpretasi kekar juga menunjukkan bahwa pada beberapa daerah karst banyak dijumpai kekar-kekar. Lembah kering dan kekar saling berasosiasi (Pola-pola lembah kering mengikuti pola-pola kekar). Adanya fenomena tower karst, dolin, lembah kering dan kekar mengindikasikan bahwa di bawahnya terbentuk sistem gua dan sungai bawah tanah sehingga
ISSN : 1858-330X
daerah karst tersebut dapat dinyatakan sebagai daerah karst yang berkembang dengan baik.
Gambar 3. Morfologi Puncak tower karst Zona Bantimurung
(a)
(b)
Gambar 4. Morfologi (a) lembah kering (dry valley) dan; (b) struktur kekar zona Simbang. 3.3 Analisis Kerapatan
Daerah karst Kabupaten Maros, dibagi ke dalam 7 zona berdasarkan kecamatan mana Karst tersebut berada, antara lain zona Bantimurung, Camba, Cenrana, Mallawa, Simbang, Tanralili dan Tompobulu.
Dari hasil interpretasi di ketahui luas kawasan karst untuk tiap zona, serta morfologi
dan struktur geologi yang terlihat untuk kemudian di hitung panjang total (lembah kering dan struktur kekar) serta jumlah puncak menara.
Tabel 1. Analisis kerapatan kekar, lembah kering dan tower karst
Zona Kerapatan Kekar (km/km2) Lembah Kering (km/km2) Tower karst (/km2) Bantimurung 0.93 0.40 94.81 Camba - - 2.41 Cenrana 0.02 - 0.89 Mallawa 0.08 0.03 4.93 Simbang 1.49 0.56 108.27 Tanralili - - 5.34 Tompobulu - 0.03 6.25
Berdasarkan hasil analisis dan data yang diperoleh, maka tingkat perkembangan karst untuk tia zona dapat diketahui. Untuk zona Mallawa, Bantimurung dan Simbang terbentuk pada formasi Tonasa (Temt), yang tersusun oleh batu gamping pejal dan berlapis dengan umur berkisar dari Eosen sampai Miosen tengah. Pada daerah ini, bentuk-bentuk morfologi karst, seperti Karst menara (tower karst), dolin, lembah kering (dry valley), dan relief karst mudah dikenali dari citra, demikian juga dengan struktur kekar yang sangat dominan di daerah ini. Kondisi tersebut menyebabkan nilai kerapatan obyek-obyek karst dan struktur kekar menjadi tinggi. Sebagian besar daerah karst ini dikelompokkan menjadi daerah karst berkembang baik.
Untuk zona Tompobulu dan Tanralili, pada daerah karst ini sudah mulai jarang dijumpai puncak-puncak menara karst, dolin dan lembah kering. Struktur kekar sudah tidak ditemukan di daerah ini. Sehingga kerapatan morfologinya lebih rendah bila dibandingkan dengan daerah karst Bantimurung dan Simbang.
Aliran sungai permukaan masih dapat dijumpai yang mencerminkan fase awal perkembangan karst. Sebagian besar daerah karst ini dikelompokkan menjadi daerah karst berkembang sedang.
Untuk zona Cenrana dan Camba, daerah ini hampir sama dengan zona Tompobulu dan Tanralili, hanya saja, penyebarannya lebih terbatas pada lokasi yang sempit. Kondisi ini menjadi penyebab utama
Gambar 5. Pembagian daerah karst di Kabupaten Maros
Gambar 6. Tingkat perkembangan Karst Kabupaten Maros Aliran sungai permukaan masih dapat dijumpai
yang mencerminkan fase awal perkembangan karst. Sebagian besar daerah karst ini kan menjadi daerah karst
Untuk zona Cenrana dan Camba, rah ini hampir sama dengan zona Tanralili, hanya saja, penyebarannya lebih terbatas pada lokasi yang sempit. Kondisi ini menjadi penyebab utama
terhadap tidak berkembanganya daerah karst di zona ini. Zona camba hanya memperlihatkan morfologi puncak menara tanpa adanya dolin, lambah kering ataupun struktur kekar. Sedangkan zona Cenrana
dengan tingkat kerapatan morfologi dan struktur geologi yang paling rendah dengan kerapatan kekar hanya 0.02 km/km
menara adalah 0.89 puncak/km
Gambar 5. Pembagian daerah karst di Kabupaten Maros
Gambar 6. Tingkat perkembangan Karst Kabupaten Maros berdasarkan morfologi dan struktur geologi. ISSN : 1858-330X
banganya daerah karst di zona ini. Zona camba hanya memperlihatkan morfologi puncak menara tanpa adanya dolin, lambah kering ataupun struktur kekar. Cenrana merupakan zona dengan tingkat kerapatan morfologi dan struktur endah dengan kerapatan kekar hanya 0.02 km/km2 dan kerapatan puncak menara adalah 0.89 puncak/km2.
ISSN : 1858-330X
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa morfologi karst yang terindetifikasi di kawasan Karst Kabupaten Maros, meliputi karst menara (tower kasrt), dan lembah kering (dry valley), serta struktur geologi berupa struktur kekar.
Daerah kars di Kabupaten Maros terbagi dalam beberapa zona yang mempunyai tingkat perkembangan berbeda-beda, yaitu: 1). Zona Mallawa, Bantimurung dan Simbang yang termasuk daerah kars berkembang baik; 2). Zona Topubulu, Mallawa dan Tanralili yang termasuk daerah kars berkembang sedang; dan 3). Zona Camba dan Cenrana yang termasuk daerah kars tidak berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Adji, Tjahyo Nugroho, Eko Haryono, dan Suratman Woro. 1999. Kawasan Karst dan Prospek Pengembangannya. Seminar PIT IGI di Universitas Indonesia, 26-27 Oktober 1999.
A.J. Pattendean. 2007. Fisika Lingkungan. UNM Press : Makassar
Budiyanto, Eko. 2002. Sistem Informasi Geografis Menggunakan ArcView GIS. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
C, Ford D, and W, Williams P, 1996. Karst Geomorphology and Hydrology. London: Chapman and Hall.
Eko Haryono. 2006. Geomorfologi Karst (Proses Pembentukan dan Macamnya). UGM : Yogyakarta.
ESDM (2000). Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor : 1456 K/20/Mem/2000 Tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Kars.
www.dim.esdm.go.id/kepmen_pp_uu/Ke pmen_1456_2000.pdf
Faizal Ahmad. 2004. Penuntun Praktikum Pengolahan Citra Digital. UNHAS : Makassar
Hallaf, Abdul. 2006. Modul Gemorfologi Indonesia. UNM: Geografi.
Hidayat, Sarip. 2006. Modul Utilitas Pengolahan Data Satelit Penginderaan Jauh. Parepare : LAPAN.
LAPAN. (n.d.). Peta Informasi Cakupan Landsat. Maret 9. 2009. http://www.lapanrs.com/YANSA/BCLS7/f ull_landsatcoverage.htm Nicholas M. Short. (n.d.). Karst/Lacustrine/Aeolian/Glacial Landforms. Maret 9. 2009. http://www.fas.org/irp/imint/docs/rst/Sect 17/Sect17_5.html
Nurlini Kasri, dkk. 1999. Kawasan Karst di Indonesia – Potensi dan Pengelolaan Lingkungannya, Jakarta
Prahasta, Eddy. 2008. Remote Sensing – Praktis Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Digital degan perangkat Lunak ERMapper. Bandung: Penerbit Informatika.
Sonny Wedehanto. 2004. Penggunaan Citra Landsat 7 ETM Untuk Menduga Keberadaan Air tanah, Studi Kasus Pemboran Sumur P2AT di Wilayah Kabupaten Madiun. Pertemuan Ilmiah Tahunan di Geodesy Institut Teknologi Surabaya). 13 Oktober 2004.
Suwijanto. 2007. Prinsip Dasar Penginderaan Jauh dan Penggunaannya Dalam Bidang Kebumian. Puslitbang Geoteknologi: LIPI.
Wahyu Supriatna dan Sukartono. 2002. Teknik Perbaikan Data Digital (Koreksi dan Penajaman) Citra Satelit. Buletin Teknik Pertanian Vol. 7 No. 1, 2002. Bogor.
Wahyunto, Sri Retno Murdiyati dan Sofyan Ritung. 2004. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Uji Validasinya Untuk Deteksi Penyebaran Lahan Sawah dan Penggunaan/Penutupan Lahan. Informatika Pertanian Volume 13.