• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROFAUNA DI KAWASAN MANGROVE DESA TANJUNG LEBAN DAN BUKIT BATU, KABUPATEN BENGKALIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRUKTUR KOMUNITAS MAKROFAUNA DI KAWASAN MANGROVE DESA TANJUNG LEBAN DAN BUKIT BATU, KABUPATEN BENGKALIS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROFAUNA DI KAWASAN MANGROVE DESA TANJUNG LEBAN DAN BUKIT BATU, KABUPATEN BENGKALIS

Afrimaini1, Radith Mahatma2, Khairijon3 1

Mahasiswa Program Studi S1 Biologi FMIPA-UR 2

Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi FMIPA-UR 3

Dosen Bidang Ekologi Jurusan Biologi FMIPA-UR

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru 28293, Indonesia

rimaafrimaini@yahoo.co.id ABSTRACT

Information on community structure of macrofauna in Indonesian mangrove areas is still limited. The aimed of this research was to assess the community structure and abundance of macrofauna in Tanjung Leban and Bukit Batu, Bengkalis Regency. Sampling of macrofauna was conducted on September 2014. Samples ware collected using corer in 10 plots for each mangrove area with 3 replications on each plot. The result showed that the macrofauna composition was about 1277 individuals consisted of taxa namely Nematoda, Gastropoda, Copepoda, Bivalva, Polychaeta, Oligochaeta, Tardigrada, Insecta, Holothuroidea, Ostracoda dan Syncarida. The total abundance of macrofauna was3347,49 ind/m2. Macrofauna taxa which most dominant in this area research were Nematoda, Gastropoda and Copepoda. ANOVA analysis on each plots showed the result was not significantly different (Tanjung Leban Fhit=0,96; P>0,05,

Bukit Batu Fhit=0,86 P>0,05). Test-t analysis on the average abundance of macrofauna

between these two mangrove areas wasalso not significantly different (P>0,05). Keywords : Abundance, Bengkalis, Macrofauna, Mangrove

ABSTRAK

Informasi mengenai struktur komunitas makrofauna di kawasan mangrove yang ada Indonesia masih sedikit. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji struktur komunitas dan kelimpahan makrofauna di kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis. Sampling makrofauna telah dilakukan di bulan September 2014. Sampel diambil menggunakan corer pada 10 plot untuk masing-masing kawasan mangrove dengan 3 kali ulangan disetiap plot. Hasil penelitian ditemukan bahwa komposisi makrofauna yang sebesar 1277 individu makrofauna yang terdiri dari Nematoda, Gastropoda, Copepoda, Bivalva, Polychaeta, Oligochaeta, Tardigrada, Insekta, Holothuroidea, Ostracoda dan Syncarida. Total kelimpahan makrofauna adalah 3347,49 ind/m2. Taksa makrofauna yang paling mendominasi di lokasi penelitian ini adalah Nematoda, Gastropoda and Copepoda. Hasil analisis ANOVA pada tiap plot tidak berbeda nyata (Tanjung Leban Fhit=0,96; P>0,05, Bukit Batu Fhit=0,86 P>0,05).

Analisis uji-t terhadap kelimpahan rata-rata makrofauna diantara kedua kawasan mangrove juga menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05).

(2)

PENDAHULUAN

Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang terdiri dari pulau-pulau dengan daerah pantai pesisir yang menghadap langsung ke Selat Malaka. Wilayah Kabupaten Bengkalis berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah Utara, Kabupaten Siak di sebelah Selatan, Provinsi KepulauanRiau dan Kabupaten Kampar di sebelah Timur, Kota Dumai dan Kabupaten Rokan Hilir di sebelah Barat.

Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu terletak di Kabupaten Bengkalis. Desa pesisir ini memiliki sejumlah kawasan hutan mangrove. Hutan mangrove sebagai ekosistem pesisir, secara fisik mempunyai fungsi sebagai pelindung pantai dari pengaruh gelombang laut sedangkan secara ekologis hutan mangrove mampu menyediakan habitat bagi berbagai macam spesies karena fungsinya sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah pemijahan (spawning ground), serta tempat untuk mencari makan (feeding ground) bagi biota perairan yang terdapat di dalamnya.

Konversi lahan dari rawa dan mangrove di daerah pesisir menjadi kawasan seperti industri, pariwisata, pemukiman dan berbagai aktivitas manusia lainnya dapat menimbulkan perubahan lingkungan perairan pesisir. Perubahan terhadap lingkungan perairan pesisir semakin lama semakin meningkat yang secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak bagi keseimbangan ekosistem di wilayah tersebut. Di ekosistem mangrove hidup berbagai macam fauna, baik mamalia, reptil, amfibi, burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya.

Terganggunyakeseimbangan ekosistem mangrove akan berakibat pada organisme-organisme di ekosistem mangrove tersebut, diantaranya adalah makrofauna. Makrofauna merupakan salah satu organisme perairan yang peka terhadap perubahan lingkungan.

Makrofauna dapat ditemukan diberbagai ekosistem seperti; sungai, laut, pantai, padang lamun serta di ekosistem mangrove. Di ekosistem, makrofauna berperan dalam proses mineralisasi dan pendaur ulang bahan organik serta sebagai salah satu sumber makanan bagi organisme yang tingkatan trofiknya lebih tinggi (Thompson et al 2004). Makrofauna juga berperan sebagai indikator kualitas lingkungan karena sifatnya yang relatif menetap sehingga sangat kecil sekali kemungkinannya untuk menghindar dari perubahan lingkungan yang membahayakan hidupnya. Di ekosistem mangrove, makrofauna dapat ditemukan di substrat disekitar perakaran mangrove.

Kajian mengenai makrofauna di daerah tropis khususnya di kawasan mangrove terbilang masih sedikit. Kajian makrofauna di kawasan mangrove sangat penting dilakukan mengingat pentingnya peran makrofauna pada ekosistem mangrove maupun peranannya sebagai indikator perubahan kualitas lingkungan perairan pesisir. Kajian makrofauna di kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu belum pernah dilakukan sama sekali. Kajian ini perlu dilakukan agar didapatkan informasi awal mengenai struktur komunitas meiofauna pada ekosistem mangrove di Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis.

(3)

METODE PENELITIAN 1. Waktu dan Tempat

Pengambilan sampel telah dilakukan pada September 2014. Tempat sampling makrofauna adalah di kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau. Pengamatan dan identifikasi makrofauna dilakukan di Laboratorium Zoologi FMIPA UR. 2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah corer sampler yang dibuat dari pipa (Paralon – PVC) dengan diameter 9 cm (3,5 inci) dan panjang 30 cm, test sieve atau saringan logam bertingkat yang berukuran 1,7 mm dan 355 µm, botol sampel, botol koleksi, log book, kertas label, pensil, spidol, petridish, pipet tetes, jarum suntik, meteran, tali, Hand Refractometer, pH meter, thermometer, kamera digital, mikroskop stereo olympus SZX7. Bahan yang digunakan terdiri dari aquades, formalin 4%, alkohol 70%, dan rose bengal 1%, sampel makrofauna dan sampel analisis fraksi sedimen.

3. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis. Kabupaten Bengkalis terletak pada pesisir Timur Pulau Sumatera yang dibatasi oleh 00 17’ - 20 30’ Lintang Utara dan 1000 52’ - 1020

00’ Bujur Timur. Desa Tanjung Leban yang dijadikan tempat pengambilan sampel merupakan lokasi penelitian I dan Desa Bukit Batu sebagai lokasi penelitian II.Penentuan lokasi sampling dilakukan dengan mempertimbangkan

kondisi rona lingkungan sekitar kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu serta kemudahan akses menuju ke lokasi penelitian tersebut.

4. Pengambilan Sampel Makrofauna

Sampling makrofauna dilakukan pada dua garis transek. Garis transek pertama sepanjang 50m pada pasang surut tertinggi dan garis transek kedua sepanjang 50m pada pasang surut terendah. Setiap garis transek dibagi menjadi 5 plot dengan jarak 10m antar plot. Sampling dilakukan dalam plot bujur sangkar berukuran 1m x 1m. Sampling makrofauna dimasing-masing plot dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan menggunakan corer sampler berdiameter 9 cm dan panjang 30 cm yang ditancapkan kedalam sedimen sedalam 15 cm.

Substrat makrofauna yang telah diambil dimasukkan kedalam plastik di rendam dengan larutan formalin 4% dan diberi label. Kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk di isolasi dari substrat dengan menggunakan metode penyaringan bertingkat dan penyiraman air mengalir. Makrofauna yang di peroleh diwarnai dengan Rose Bengal 1%, selanjutnya diidentifikasi dengan berpedoman pada buku Identifikasi. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo olympus SZX7.

5. Analisis Data

Kelimpahan makrofauna dihitung berdasarkan jumlah individu per satuan luas (individu/m2) dengan perhitungan sebagai berikut:

D= a/b D = Kelimpahan

(4)

a = Jumlah makrofaunayang dihitung (individu)

b = Luas lingkaran/penampang Corer (cm2). Diketahui luas penampang Corer dalam satu kali

penyamplingan: =

3,14 x 4,5 cm x 4,5 cm = 63,58 cm2.

Kelimpahan makrofauna pada tiap plotdi masing-masing kawasan mangrove dianalisis dengan ANOVA satu arah dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05). Sedangkan kelimpahan makrofauna diantara kedua kawasan mangrove (Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu) dianalisis dengan uji t. Kedua uji statistika tersebut menggunakan program MINITAB 16.0 (Meyer dan Krueger).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi dan Kelimpahan Komunitas Makrofauna

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu terindentifikasi sebanyak 11 taksa dan 1277 individu makrofauna yang tersebar dalam 10 plot untuk masing-masing kawasan mangrove. Taksa-taksa yang ditemukan terdiri dari Nematoda, Gastropoda, Copepoda, Bivalva, Polychaeta, Oligochaeta, Tardigrada, Insekta, Holothuroidea, Ostracoda dan Syncarida.

Komposisi makrofauna yang ditemukan di lokasi penelitian hampir sama bila dibandingkan dengan hasil penelitian Fitriana (2005) di hutan mangrove hasil rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali, yang menemukan 20 jenis Makrofauna yang berasal dari empat kelas yaitu Polychaeta, Crustacea, Gastropoda dan Pelecypoda. Demikian pula dengan

hasil penelitian yang didapat oleh Onrizal et al. (2008) di hutan mangrove yang direhabilitasi di Pantai Timur Sumatera Utara juga menunjukkan hasil yang hampir sama. Onrizal et al. (2008) menemukan 19 jenis makrofauna yang berasal dari 6 kelas yaitu Gastropoda, Crustaceae, Pelecypoda (Bivalva), Polychaeta, Oligochaeta dan Tubellaria.

Komposisi makrofauna di kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu di dominasi oleh Nematoda 41%, Gastropoda 25% dan Copepoda 22%. Adanya perbedaan jumlah komposisi di tiap kawasan mangrove diduga dapat disebabkan karena adanya perbedaan pengaruh bahan organik dan perubahan kondisi lingkungan. Penyebaran komposisi makrofauna dapat dipengaruhi oleh kondisi kualitas lingkungan seperti parameter fisika dan kimia serta substrat tempat hidupnya (Gambar 1).

41%

25% 22% 4%4%

2% 2%

Nematoda Gastropoda Copepoda Bivalva Polychaeta Oligochaeta Lainnya

Gambar 1. Komposisi taksa makrofauna di kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu. Taksa lainnya terdiri dari Tardigrada, Insekta, Holothuroidea, Ostracoda, dan Syncarida

Kelimpahan rata-rata makrofauna di kedua kawasan mangrove sebesar 3347,49 ind/m2. Hasil penelitian ini

(5)

lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Fitriana (2005) di Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Ngurah Rai Bali sebesar 25-700 ind/m2 dan penelitian Taqwa (2010) di kawasan konservasi mangrove dan bekantan kota Tarakan, Kalimantan Timur sebesar 116,16 ind/m2. Adanya perbedaan nilai kelimpahan setiap kawasan penelitian diduga berkaitan erat dengan perbedaan ketersedian bahan organik, substrat serta aktivitas manusia pada masing-masing kawasan. Perbedaan kelimpahan makrofauna dapat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti turbulensi (gerakan ombak) yang dapat mempengaruhi dasar perairan, salinitas, suhu, penetrasi cahaya, ketersediaan makanan dan predator. 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1368,35 849,32 736,60 133,69 128,45 68,16 62,91 K e li m p a h a n i n d /m 2 Taksa Makrofauna

Gambar 2. Kelimpahan rata-rata makrofauna (ind/m2) di kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu

Kelimpahan rata-rata Nematoda di kedua kawasan mangrove sebesar 1368,35 ind/m2. Tingginya tingkat kehadiran Nematoda dikarenakan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan taksa lain. Adapun keunggulannya yaitu mampu bertahan pada perubahan faktor lingkungan serta

mempunyai bentuk tubuh yang fleksibel dan memanjang sehingga dapat mudah bergerak dan menyusup di dalam sedimen atau meliang ke dalam lapisan sedimen (Long et al. 1990). Taksa Nematoda juga mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi substrat lumpur, liat dan berpasir (Lasmana 2004). Nematoda mempunyai toleransi tinggi terhadap kondisi sedimen dengan kadar oksigen rendah (Giere 2009) (Gambar 2).

Makrofauna yang dominan setelah Nematoda adalah Gastropoda dengan kelimpahan rata-rata 849,32ind/m2. Beberapa hasil penelitian tentang makrofauna juga menunjukkan bahwa Gastopoda merupakan taksa yang relatif tinggi kelimpahannya. Hasil penelitian Rahayu (2015) menunjukkan komposisi Gastropoda yang ditemukan sebesar 75%. Gastropoda memiliki persentasi kehadiran relatif tinggi dikarenakan taksa ini sangat mudah dalam penyebaran dan distribusi. Hewan ini memiliki cangkang, kaki yang besar dan lebar untuk merayap di batu atau mengaduk pasir atau lumpur. Hampir seluruh tubuh Gastropoda ditutupi oleh lapisan mantel tipis yang dilindungi oleh cangkang yang mengandung kalsium karbonat (CaCo3).

Dominannya Gastropoda juga didukung oleh kondisi dan tipe substrat, menurut Nybakken (1992) tipe substrat berpasir akan memudahkan Gastropoda untuk mendapatkan suplai nutrisi dan air yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya. Seperti diketahui bahwa pada penelitian ini Gastopoda banyak ditemui pada tipe substrat lumpur berpasir. Banyaknya Gastropoda yang dijumpai juga dikarenakan Gastropoda memiliki kemampuan dalam beradaptasi terhadap kondisi lingkungan pasang surut yang ekstrim serta

(6)

mampumelekatkan diri pada akar dan batang pohon mangrove.

Makrofauna lain yang dominan ditemukan adalah Copepoda. Kelimpahan Copepoda sebesar 736,60ind/m2. Copepoda memiliki pelindung tubuh yang berupa karapaks untuk melindungi diri dari gesekan dan benturan, dan memiliki tungkai bercakar yang digunakan untuk mencengkram substrat (vegetasi dan sedimen) sehingga Copepoda lebih aman dari bahaya gelombang yang kuat dan hempasan arus serta memiliki antena yang dapat mendeteksi kondisi

lingkungan yang kurang

menguntungkan. Copepoda dapat berasosiasi dengan semua tipe substrat baik berupa substrat berlumpur, substrat lumpur berpasir maupun substrat berpasir.

Fraksi sedimen merupakan salah satu faktor abiotik yang mempengaruhi kelimpahan makrofauna dihabitatnya. Fraksi sedimen erat kaitannya dengan ketersediaan bahan organik dan konsentrasi oksigen dalam sedimen. Berkorelasinya makrofauna dengan bahan organik diduga disebabkan oleh penggunaan bahan organik tersebut sebagai makanan atau habitat (Nybbaken 1988). Wood (1987) menyatakan bahwa tingginya bahan organik di substrat perairan berasal dari hewan atau tumbuhan yang membusuk dan aliran sungai-sungai yang membawa bahan organik tersuspensi yang kemudian mengendap di dasar perairan. Bahan organik yang mengendap merupakan sumber makanan bagi hewan bentik, sehingga jumlah dan laju pertambahan bahan organik di sedimen berpengaruh besar terhadap populasi organisme dasar

seperti makrofauna. Konsentrasi oksigen pada sedimen berpasir lebih besar dibandingkan dengan sedimen berlumpur. Kondisi substrat berlumpur dengan warna kehitaman merupakan indikasi rendahnya kelarutan oksigen. Komposisi dan Kelimpahan Makrofauna di Masing-Masing Kawasan Mangrove

Komposisi makrofauna di masing-masing kawasan mangrove juga menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Taksa-taksa yang ditemukan pada kawasan mangrove Tanjung Leban sebanyak 7 taksa yang terdiri dari Gastropoda, Nematoda, Copepoda, Bivalva, Polychaeta, Oligochaeta, Holothuroidea. Sedangkan pada kawasan mangrove Bukit Batu terindentifikasi sebanyak 11 taksa makrofauna yang terdiri dari Nematoda, Copepoda, Polychaeta, Oligochaeta, Gastropoda, Tardigrada, Insekta, Ostracoda, Syncarida, Bivalva, dan Holothuroidea (Gambar 3).

Kelimpahan rata-rata makrofauna di kawasan mangrove Tanjung Leban berkisar 20-1656 ind/m2 sedangkan di kawasan mangrove Bukit Batu berkisar 5-1253 ind/m2. Kelimpahan makrofauna pada tiap plot di masing-masing kawasan mangrove dianalisis menggunakan ANOVA menunjukkan hasil bahwa kelimpahan makrofauna pada tiap plot di kawasan mangrove Tanjung Leban tidak berbeda nyata dengan Fhit = 0,96 lebih kecil dari Ftab =

1,93 dan di kawasan mangrove Bukit Batu juga tidak menunjukkan berbeda nyata dengan Fhit = 0,86 lebih kecil dari

(7)

Gambar 3. Komposisi makrofauna pada masing-masing kawasan mangrove desa Tanjung Leban dan Bukit Batu

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 1483,7 1656,71 623,89 262,14 146,8 78,64 20,97 1253,01 41,94 849,32 5,24 110,1 57,67 104,85

Tanjung Leban Bukit Batu

Gambar 4. Kelimpahan rata-rata makrofauna pada masing-masing kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu

Perbedaan kelimpahan makrofauna diantara kedua kawasan mangrove dianalisis dengan uji t menunjukkan hasil bahwa kelimpahan rata-rata makrofauna antara kedua kawasan mangrove tersebut juga tidak berbeda signifikan (P>0,05; t<1,96).

Kelimpahan makrofauna tertinggi di kawasan mangrove Tanjung Leban didominasi oleh Gastropoda, Nematoda dan diikuti oleh Copepoda. Sedangkan di kawasan mangrove Bukit Batu kelimpahan makrofauna didominasi oleh Nematoda, Copepoda dan Polychaeta (Gambar 4).

Dari kedua kawasan mangrove tersebut kawasan mangrove Tanjung Leban memiliki nilai kelimpahan lebih

tinggi, hal ini diduga bahwa di kawasan mangrove Tanjung Leban memiliki kandungan organik substrat yang tinggi sebagai salah satu sumber bahan makanan serta faktor fisika kimia perairannya yang lebih baik dari

kawasan mangrove Bukit

Batu.Cummins (1975) menyatakan bahwa distribusi dan kelimpahan makrofauna tergantung beberapa faktor, seperti kualitas dan kuantitas makanan serta kemampuan organisme tersebut menyesuaikan diri terhadap faktor fisika dan kimia perairan.

Rendahnya nilai kelimpahan pada kawasan mangrove Bukit Batu dibandingkan kawasan mangrove Tanjung Leban diduga dapat disebabkan 39% 35% 15% 6% 3% 2% Tanjung Leban Gastropoda Nematoda Copepoda Bivalva Polychaeta Lainnya 52% 35% 4% 2% 2% 5% Bukit Batu Nematoda Copepoda Polychaeta Oligochaeta Gastropoda Lainnya

(8)

karena lokasi kawasan mangrove Bukit Batu yang dekat dengan pemukiman masyarakat dan banyak terjadi pencemaran seperti pembuangan limbah rumah tangga sehingga diduga kandungan bahan organik di kawasan mangrove ini menjadi rendah dan menyebabkan berkurangnya kelimpahan makrofauna. Kondisi substrat yang berlumpur sehingga berkurangnya konsentrasi oksigen pada substrat diduga dapat juga menyebabkan berkurangnya kelimpahan makrofauna. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan di kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, dapat disimpulkan bahwa: Makrofauna yang ditemukan di kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu terdiri dari 11 taksa yaitu Nematoda, Gastropoda, Copepoda, Bivalva, Polychaeta, Oligochaeta, Tardigrada, Insekta, Holothuroidea, Ostracoda dan Syncarida. Makrofauna yang mendominasi pada kedua kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu adalah Nematoda (41%), Gastropoda (25%) dan Copepoda (22%). Kelimpahan rata-rata makrofauna pada kedua kawasan mangrove Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu adalah 3347,49 ind/m2. Kelimpahan makrofauna di dalam masing-masing kawasan mangrove dan kelimpahan makrofauna diantara kedua kawasan mangrove yang tidak berbeda nyata.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala dan Laboran Laboratorium Zoologi, dan

Fotomikrografi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Riau atas izin dan fasilitas yang diberikan selama penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak terkait yang telah mendukung dan membantu baik secara moril maupun materil sehingga penelitian ini dapat terlaksana.

DAFTAR PUSTAKA

Buchanan, J. B. 1984. Sediment Analysis. In Methods for the Study of Marine Benthos, ed. N.A. Holme and A.D. McIntyre p. 41-65. Blackwell Scientific Publications.

Cummins, K.W. 1975. Fishes dalam Whitton B.A. (ed). River Ecology. Black-Well Scient Publ. Oxford.

Fitriana, Y.R. 2005. Keanekaragaman

dan Kemelimpahan

Makrozoobenthos di Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Biodiversitas 7: 64-69. Giere O. 2009. Meiobenthology. The

Microscopic Motile Fauna of Aquatic Sediment. 2nd edition. Springer-Verlag. Berlin.

Lasmana, A. H. 2004. Struktur Komunitas Meiofauna di Perairan Bojonegara, Teluk Banten, Kabupaten Serang. [Skripsi]. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Long, S. M, Karim R. 1990. Kajian Awal Kepadatan Meiofauna dalam Paya Bakau Teluk

(9)

Mengkabung, Sabah. Pertanika 13 (3): 349-355.

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan dari Marine Biology an Ecological Approach oleh M. Eidman. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Nybakken J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa oleh M. Eidman, Koesoebiono, DG. Bengen, M. Hutomo, S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.

Onrizal, Simarmata F, Wahyuningsih H. 2008. Keanekaragaman Makrozoobentos di Pantai Timur Sumatera Utara. Fakultas Kehutanan. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rahayu Siti. 2015. Kelimpahan dan Keanekaragaman

Makrozoobentos dibeberapa Anak Sungai Batang Lubuh Kec.

Rambah Kab. Rokan Hulu [skripsi]. Pekanbaru: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau.

Taqwa A. 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton dan Struktur Komunitas Fauna Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Mangrove di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan Kota Tarakan, Kalimantan Timur [tesis].

Semarang: Program

Pascasarjana, Universitas Diponegoro Semarang.

Thompson B, Lowe S. 2004. Assessment of Makro Bentos Respon to Sediment Contamination in The San Fransisco Estuary. California. USA: J Environ Toxico Chem 23(9):2178-2187.

Wood, M. S. 1987. Subtidal Ecolgy. Edward Arnold Pty. Limited, Australia.

Gambar

Gambar  2.  Kelimpahan  rata-rata  makrofauna  (ind/m 2 )  di  kawasan  mangrove  Desa  Tanjung  Leban  dan Bukit Batu
Gambar 4.    Kelimpahan  rata-rata makrofauna pada masing-masing kawasan mangrove  Desa Tanjung Leban dan Bukit Batu

Referensi

Dokumen terkait

Sumber data pada penelitian ini kepala sekolah, guru khusus membidangi program Adiwiyata, dokumen yang berkaitan tentang Adiwiyata dan siswa SDN 02 Gedong Hasil

Dugaan relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian primakuin dosis 0,25mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan parasit positif

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 11 November 2014 – 5 Desember 2014 dengan Ni Ketut Sucita selaku manajer Koperasi Pasar Srinadi

Anwar selama setahun Rp 132.200.000 Penghasilan Tidak Kena Pajak Tn.. Besar pajak

berwarna biru dari fosfomolibdat-fosfotungstat yang direduksi senyawa fenolik dalam suasana basa yang dapat diukur dengan spektrofotometri UV-Vis. Sebagai pembanding

Kartun disini dalam arti sebagai bentuk dengan penampilan lucu, sehingga karya ini dapat dinikmati oleh semua umur, tidak terkecuali anak-anak.. Kata kunci : Amigurumi,

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk deteksi dini kanker payudara adalah dengan menggunakan kit IRMA (immunoradiometricassay) CA 15.3.. Terhadap

Sumber dana Bantuan Rehabilitasi Ruang Kelas Madrasah berasal dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang terdapat pada DIPA Direktorat