• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01911

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01911"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Optimasi Gizi Mocaf Merah Ditinjau dari Berbagai Konsentrasi Angkak

Miger Nomensen Wali Allung* , Sri Hartini ** dan Margareta Novian Cahyanti**

*Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika **Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga

Jln. Diponegoro no. 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia 652012027@student.uksw.edu

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk menentukan konsentrasi angkak yang menghasilkan kandungan gizi optimum mocaf (modified cassava flour) merah. Fermentasi dilakukan dengan angkak sebagai starter dengan berbagai konsentrasi angkak. Analisis kadar gizi mocaf merah meliputi pengukuran kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar protein. Data penelitian dianalisis dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5 kali ulangan, sebagai perlakuan adalah konsentrasi penambahan angkak yaitu 0% (kontrol), 10%, 14%, 18%, dan 22% (b/b) dan sebagai ulangan adalah waktu analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angkak memberi pengaruh terhadap kadar gizi kecuali kadar air mocaf merah. Kandungan gizi optimum diperoleh pada mocaf merah yang difermentasi dengan 14% angkak. Kadar gizi yang diperoleh adalah kadar air 8,59 ± 2,15%; kadar abu 2,35 ± 0,31%; kadar serat kasar 12,42 ± 1,72%; kadar lemak 3,24 ± 1,06%; karbohidrat 34,78 ± 4,65%; dan kadar protein 5,32 ± 0,96%.

Kata kunci : angkak, fermentasi, mocaf merah, singkong.

PENDAHULUAN

Penggunaan tepung terigu sebagai bahan dasar dalam pembuatan olahan makanan sangat dibutuhkan saat ini. Tingginya kebutuhan tepung terigu di Indonesia mengakibatkan meningkatnya nilai impor akan tepung terigu (Ferawati dkk., 2014).

Di sisi lain Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang mampu digunakan sebagai bahan subtitusi gandum. Salah satu hasilnya adalah umbi -umbian seperti ubi kayu atau singkong. Lahan singkong seluas 1,4 juta hektar yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dengan rata-rata produksi singkong sebesar 16 juta ton per tahun. Beberapa wilayah Indonesia, masyarakat mengkonsumsi singkong sebagai makanan pokok (Darmawan dkk., 2013). Singkong merupakan salah satu sumber kalori pangan yang paling murah di dunia. Kelebihan singkong dengan jenis umbi lain, tanaman singkong yang hampir tumbuh di mana dan kapanpun, bahkan dengan fasilitas yang rendah (Abidin et al., 2013).

(2)
(3)

3

satu cara untuk memperpanjang masa simpannya, satu sisi bahwa komposisi gizi tepung singkong tidak jauh berbeda dengan tepung terigu putih yang sumber bahan bakunya dari gandum (Abidin et al., 2013). Pengolahan singkong menjadi tepung menyebabkan kandungan gizi singkong terutama protein mengalami penurunan (Marniza dkk., 2011).

Fermentasi dapat mengubah sifat fisikokimia dan sifat fungsional umbi -umbian serta meningkatkan kemampuan daya cerna. Tandrianto (2014) menyatakan bahwa fermentasi dapat meningkatkan protein yang terkandung di dalam singkong. Dengan demikian, tepung singkong yang difermentasi mempunyai kelebihan daripada tepung singkong biasa, yaitu kandungan protein yang tinggi, HCN lebih rendah, aplikasi l uas, dan dispersi ke produk pangan lebih mudah. Dalam penelitian Marniza dkk. (2011), singkong yang diolah tanpa melalui fermentasi (kontrol) terlihat kasar dibandingkan tepung singkong melalui fermentasi yang terlihat halus. Hal ini disebabkan oleh kemampuan mikroorganisme dalam perubahan tekstur umbi singkong selama proses fermentasi berlangsung. Mikroorganisme mampu menghidrolisis serat yang berupa polisakarida (selulosa) menjadi monosakarida (glukosa).

Angkak atau ragi beras merah merupakan produk hasi l fermentasi substrat tepung oleh Monascus purpureus sehingga penampakannya berwarna merah. Angkak telah digunakan secara luas di Asia sebagai pewarna alami pada ikan, keju Cina, anggur merah, dan sosis. Angkak sudah ada sejak lama digunakan sebagai bahan bumbu, pewarna, dan obat karena mengandung bahan bioaktif berkhasiat (Purwanto, 2011). Angkak kerap kali dipakai semacam obat penyembuh waktu seorang menanggung derita demam berdarah serta pula dipakai semacam bumbu masak. Harga angkak cukup murah serta bi sa didapati di beberapa pasar tradisional dikarenakan beberapa orang yang memakai angkak sebagai penambah kesehatan badan (Soleman, 2014). Angkak dapat digunakan pada produksi pada fermentasi pangan kering dan minuman beralkohol seperti wine (Andarwulan & Faradilla, 2012). Dari latar belakang permasalahan yang ada maka tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan (mocaf modified cassava flour) merah dengan kandungan gizi optimum ditinjau dari berbagai konsentrasi angkak.

METODE

Singkong segar dibersihkan dari kulitnya dan dicuci dengan air bersih. Singkong kemudian dikukus selama ± 60 menit selanjutnya ditiriskan dan didinginkan hingga singkong mencapai suhu ruang. Singkong tersebut dihaluskan lalu diinokulasi dengan angkak 10%, 14%, 18%, dan 22% b/b lalu difermentasi selama 3 hari. Sebagai kontrol adalah tepung singkong tanpa angkak langsung dikeringkan pada suhu 50 ± 2 0C selama 7 hari (Marniza dkk., 2011).

Hasil fermentasi dikeringkan pada suhu 50 ± 2 0C selama 7 hari. Setelah itu hasil pengeringan

dihaluskan dan disaring dengan ayakan 80 mesh (Tandrianto dkk., 2014). Tepung singkong tersebut dikenal dengan mocaf (modified cassava flour).

(4)

4

Data penelitian dianalisis dengan menggunakan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan 5 perlakuan dan 5 kali ulangan. Sebagai perlakuan adalah konsentrasi angkak 0% (kontrol); 10%; 14%; 18%; dan 22% b/b, sedangkan sebagai kelompok adalah waktu analisis. Pengujian antar rataan perlakuan dilakukan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel & Torie, 1989).

[image:4.596.87.547.240.592.2]

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Kadar Gizi (% ± SE ) Mocaf Merah Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan Angkak (% b/b)

Konsentrasi Angkak (%)

0 10 14 18 22

Kadar Air 8,20 ± 1,35 8,78 ± 2,85 8,59 ± 2,15 8,68 ± 2,75 7,59 ± 1,63

w = 2,22 (a) (a) (a) (a) (a)

Kadar Abu 2,48 ± 0,35 2,42 ± 0,29 2,35 ± 0,31 2,12 ± 0,29 1,99 ± 0,29

w = 0,19 (b) (b) (b) (a) (a)

Serat Kasar 14,31 ± 2,24 11,71 ± 1,00 12,42 ± 1,72 10,80 ± 2,40 8,73 ± 1,62

w = 3,58 (b) (ab) (b) (ab) (a)

Lemak 1,34 ± 0,70 3,08 ± 0,68 3,24 ± 1,06 3,86 ± 0,57 3,36 ± 0,86

w = 1,21 (a) (b) (b) (b) (b)

Karbohidrat 41,26 ± 3,15 36,92 ± 4,03 34,78 ± 4,65 35,01 ± 6,04 37,69 ± 2,87

w = 5,46 (b) (ab) (a) (a) (ab)

Protein 2,15 ± 1,10 4,23 ± 1,83 5,32 ± 0,96 5,42 ± 2,07 6,14 ± 1,09

w = 2,51 (a) (ab) (b) (b) (b)

Asam Sianida - - - - -

(5)

5

Pembuatan mocaf merah dilakukan melalui fermentasi singkong dengan penambahan angkak berbagai konsentrasi. Nadzira dkk. (2016) menyatakan bahwa ragi Monascus sp. atau angkak telah dibuat untuk suatu kemudahan yaitu lebih cepat, praktis dan efisien dalam penggunaannya dalam proses fermentasi. Monascus sp. mampu tumbuh baik pada bahan yang mengandung pati, protein atau lipid misalnya kentang, singkong, jagung, gandum, barley, oat, dan beras. Hal tersebut disebabkan kapang ini memproduksi enzim-e zi α-a ilase, β -amilase, gluko-amilase, protease, lipase, glukosidase, dan ribonuklease (Triana & Yulenery, 2015).

Pada akhir proses fermentasi singkong yang difermentasi dengan 10% dan 14% angkak secara kasat mata terlihat lebih berair atau basah, dan lembek. Purwanto (2011), Rahmadi (2003) dan Nadzira dkk. (2016) menyatakan bahwa selama tahap pertama periode fermentasi, mikroba memanfaatkan sumber karbon dari substrat untuk produksi gula-gula sederhana yang kemudian diubah menjadi energi dengan hasil samping berupa metabolit primer, alkohol, asam, karbon dioksida, dan air. Air merupakan salah satu hasil samping proses fermentasi yang akan mempengaruhi kadar air substrat produk fermentasi.

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar air mocaf merah berkisar pada 7 – 8% dan nilai ini masih memenuhi standar kadar air mocaf (maksimal 13%) (SNI Mocaf, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa pengeringan telah optimum. Pada proses fermentasi, pengeringan, dan dilanjutkan dengan grinding, terjadi pemecahan komponen-komponen bahan sehingga jumlah air terikat yang terbebaskan semakin banyak. Akibatnya tekstur bahan semakin lunak dan berpori sehingga menyebabkan penguapan air selama proses pengeringan semakin mudah (Rasulu dkk., 2012).

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa penambahan angkak 10% hingga 14% dalam proses fermentasi tidak memberi pengaruh terhadap kadar abu mocaf merah. Namun pada pemberian angkak 18% dapat menurunkan kadar abu mocaf merah. Pada penambahan angkak 22% dalam proses fermentasi tidak lagi berpengaruh terhadap kadar abu mocaf merah bilah dibandingkan dengan 18%. Setyawati dkk. (2014) menyatakan bahwa penurunan kadar abu terjadi karena dalam proses fermentasi terjadi peningkatan bahan organik akibat dari adanya proses degradasi bahan (substrat) oleh mikroba. Semakin sedikit bahan organik yang terdegradasi, maka relatif semakin sedikit juga terjadinya penurunan kadar abu secara proporsional, sebaliknya semakin banyak bahan organik yang terdegradasi maka relatif semakin banyak juga terjadinya peningkatan bahan organik secara proporsional. Berdasarkan Sastra (2008), kadar abu bahan pangan merupakan total dari mineral yang dikandung oleh bahan tersebut. Kurniawan dkk. (2016) menyatakan bahwa mikroba membutuhkan mineral substrat untuk meningkatkan aktivitas enzim sebab dalam menghasilkan enzim, mikroba juga memerlukan mineral sebagai aktivator enzim seperti Mn2+, Mg2+, Ca2+, dan lain-lain.

(6)

6

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa terjadi fluktuasi kadar serat kasar mocaf merah. Penambahan 10% angkak dapat menurunkan kadar serat kasar mocaf merah namun pada pemberian 14% angkak tidak memberi pengaruh bila dibandingkan dengan kadar serat kasar kontrol (tepung singkong). Penambahan angkak 18% dan 22% berpengaruh selama proses fermentasi yaitu terjadi penurunan kadar serat kasar mocaf merah. Proses fermentasi mocaf merah dimulai denga beberapa tahap termasuk pencucian dan pengukusan. Patty dkk. (2014) mengemukakan bahwa pada saat pengukusan, uap air berdifusi masuk ke dalam substrat secara perlahan dan larut sehingga komponen se rat yang terkandung oleh substrat atau bahan menurun. Andayani & Indriati (2012) menyatakan bahwa penurunan kandungan serat kasar dimungkinkan karena enzim yang dihasilkan oleh Monascus sp. seperti maltase, lipase, dan ribonuklease mendegradasi bahan organik. Berdasarkan SNI Mocaf (2011) bahwa kadar serat maksimum yaitu sebesar 2,0%, hal ini berarti kadar serat mocaf merah termasuk cukup tinggi berkisar antara 8 – 14%. Hal ini berdasarkan Rahmadi (2003), bahwa fase pertumbuhan mikroorganisme mencapai fase pertumbuhan diperlambat menyebabkan kesempatan mikroorganisme mendegradasi komponen serat lebih terbatas.

Mulia dkk. (2016) menyatakan bahwa banyaknya serat kasar yang dikandung suatu bahan pangan menyebabkan sel dinding yang kuat dan akibatnya daya cerna pangan menjadi rendah. Daya cerna serat kasar dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kadar serat dalam pangan, komposisi penyusun serat kasar, dan aktivitas mikroorganisme.

Berdasarkan Tabel 1, pemberian angkak 10% dapat meningkatkan kadar lemak mocaf merah bila dibandingkan dengan kontrol. Namun pemberian 14 – 22% angkak tidak memberi pengaruh terhadap kadar lemak mocaf merah. Rahmadi (2003) menyatakan bahwa peningkatan kandungan lemak karena terjadi peningkatan jumlah mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung sehingga meningkatnya aktivitas dalam mendegradasi bahan organik menjadi asam lemak. Selama proses fe rmentasi berlangsung, mikroorganisme melakukan biosintesis asam lemak de novo yang berasal dari pemecahan karbohidrat yang mudah terfermentasi. Kurniati dkk. (2012) menyatakan bahwa kenaikan kadar lemak disebabkan mikroorganisme dapat memproduksi minyak mi kroba selama proses fermentasi. Mikroorgnasime, seperti setiap sistem sel hidup lainnya, menghasilkan lipid atau lemak. Inilah yang disebut dengan spesies berminyak. Enzim lipase memecahkan lemak menjadi asam lemak dan gliserol, kemudian asam lemak dan gliserol digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan (Kurniawan dkk., 2016).

(7)

7

dalam pencernaan karbohidrat menjadi glukosa. E zi α-amilase mempunyai spesivitas e oto g ikata α-1,4 glikosida pada pati secara acak dan tidak akan memotong cabang yang e iliki ikata α-1,6-glikosida. Gula-gula sederhana yang terbentuk akan dialihkan untuk produksi pigmen angkak yang merupakan metabolit sekunder (Samudra dkk., 2015; Jenie dkk., 1994). Amilase merupakan enzim yang mempunyai kemampuan memecahkan ikatan glukosida pada poli er pati. Beberapa kelo pok e zi a ilase adalah α-a ilase, β-amilase, dan γ -amilase (Nangin & Sutrisno, 2015).

Proses fermentasi berpengaruh terhadap kandungan protein mocaf merah. Dibandingkan dengan tepung singkong, protein mocaf merah meningkat seiring bertambahnya konsentrasi angkak. Selama proses fermentasi berlangsung, semakin banyak mikroorganisme atau kapang yang dapat menguraikan substrat dan enzim dihasilkan juga berbanding lurus dengan pertumbuhan kapang. Peningkatan jumlah enzim dan populasi kapang akan meningkatkan kandungan protein hasil fermentasi sebab enzim juga disebut juga protein (Ardiansyah dkk., 2014). Monascus sp. menghasilkan enzim protease selama proses fermentasi berlangsung yang menyebabkan kenaikan kadar protein mocaf merah. Peningkatan kandungan protein mocaf merah disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah mikroorganisme yang berperan sebagai single cell protein (SCP), yaitu protein yang didapat dari mikroorganisme (Purwanto, 2011; Tandianto dkk., 2014). Peningkatan jumlah mikroba atau penggandaan mikroba ini saat mikroba berada pada pertumbuhan fase log, pada fase ini mikroba menghasilkan enzim untuk mensintesis substrat dan pada kondisi yang optimal populasi sel mikroba akan berlipat (Kurniawan dkk., 2016).

Pada proses fermentasi dengan konsentrasi angkak 18% dan 22% angkak tidak memberi pengaruh terhadap peningkatan kandungan protein mocaf merah. Artinya bahwa fase laju kerja kapang dalam meningkatkan protein telah mencapai titik optimum pada penambahan angkak 14%. Mirwandhono dkk. (2006) mengatakan bahwa proses degradasi protein karena jamur telah mencapai fase pertumbuhan eksponensial sehingga laju pertumbuhan populasi kapang mulai mengalami penurunan.

(8)

8

mudah menguap pada suhu ruang karena mempunyai titik didih rendah yaitu 25,70 0C. Proses

pengeringan dengan suhu 55 0C menyebabkan linamarin banyak yang rusak dan hidrogen

sianidanya banyak yang terbuang keluar sehingga HCN pada tepung fermentasi ubi kayu pun berkurang.

Pada uji kualitatif HCN tepung mocaf merah menunjukka hasil uji negatif. Proses fermentasi berpengaruh terhadap kandungan HCN yang ada pada singkong segar. Mikroba e ghasilka e zi li a arase (β-glukosidase) yang berperan penting dalam memecahkan linamarin, sehingga banyak asam sianida yang dibebaskan hingga menjadi berkurang hingga hingga bebas asam sianida. Sela a proses fer e tasi proses hidrolisis dilakuka oleh β -glukosidase pada glukosa sianogenik menghasilkan sebagian gula dan hidroksinitril yang akan kembali terpisahkan menjadi sianida dan campuran karbonil (ketosa dan aldosa) (Irzam & Harijono, 2014).

SIMPULAN

Angkak berpengaruh terhadap kandungan gizi mocaf merah. Kandungan gizi optimum diperoleh pada mocaf merah yang difermentasi dengan 14% angkak. Kadar gizi yang diperoleh menunjukkan kadar air 8,59 ± 2,15%; kadar abu 2,35 ± 0,31%; kadar serat kasar 12,42 ± 1,72%; kadar lemak 3,24 ± 1,06%; karbohidrat 34,78 ± 4,65%; dan kadar protein 5,32 ± 0,96%. Uji kualitatif HCN mocaf merah menghasilkan hasil uji negatif.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, A.Z., Devi, C., & Adeline., 2013. Development of Noodles Based on Cassava Flour. J. Eng. Technol. Sci., 45(1), pp.97-111

Andarwulan, N., & Faradilla, R.F., 2012. Merah Angkak. Dalam Pewarna Alami untuk Pangan (Hal. 10-19). Bogor: SEAFAST Centre institut Pertanian Bogor

Ardiansyah., Mulyani, S., & Fridarti., 2014. Perubahan Kandungan Nutirsi Pelepah dan Daun Sawit Melalui Fermentasi dengan Kapang Phanerocaete chryscoporium. Jurnal Penelitian. Universitas Taman Siswa: Padang

Bintanah, S., & Handarsari, E., 2014. Komposisi Kimia dan Organik Formula Nugget Berbasis Tepung Tempe dan Tepung Ricerban. Indonesian Journal of Human Nutrition, 1, pp.57-70

Darmawan, M.R., Andreas, P., Jos, B., & Sumardiono, S., 2013. Modifikasi Ubi Kayu dengan Proses Menggunakan Starter Lactobacillus casei untuk Produk Pangan. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 2(4), pp.137-145

(9)

9

Irzam, F.M., & Harijono., 2014. Pengaruh Penggantian Air dan Penggunaan NaHCO3 dalam Perendaman Ubi Kayu Iris (Manihot esculenta Crantz) Terhadap Kadar Sianida pada Pengolahan Tepung Ubi Kayu. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(4), pp.188-199

Kurniawan, H., Utomo, R., & Yusiati, L.M., 2016. Kualitas Nutrisi Ampas Kelapa (Cocos nucifera L.) Fermentasi Menggunakan Aspergillus niger. Buletin Peternakan, 40(1), pp.26-33

Kurniati, L.I., Aida, N., Gunawan, S., & Widjaja, T., 2012. Pembuatan Mocaf (Modified Cassava FlourI) dengan Proses Fermentasi Menggunakan Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseaeI, dan Rhizopus oryzae. Jurnal Teknik Pomits, 1(1), pp.1-6

Marniza., Medikasari., & Nurlaili. 2011., Produksi Tepung Ubi Kayu Berpotensi: Kajian Pemanfaatan Tepung Kacang Bengkuk Sebagai Sumber Nitrogen Ragi Tempe. Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian, 16(1), pp.73-81

Mirwandhono, E., Bachhari, I., & Situmorang, D., 2006. Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi dengan Aspergillus niger. Jurnal Agribisnis Perternakan, 2(3), pp.91-95

Mulia, D.S., Yulingsih, R.T., Maryanto, H., & Purbomartono, C., 2016. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam Menjadi Bahan Pakan Ikan dengan Fermentasi Bacillus subtilis. J.Manusia dan Lingkungan, 23(1), pp.49-57

Nadzira., Zubaidah, E., Sriherfyna, F.H., 2016. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Viabilitas dan Metabolit Sekunder Ragi Angkak. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 4(2), pp.483-493

Nangin, D., & Sutrisno, A., 2015. Enzim Amilase Pemecah Pati Mentah dari Mikroba: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(2), pp.1032-1039

Patty, R.H., Antara, N.S., & Arnata, I.W., 2014. Pengaruh Bagian Rebung dan Perlakuan Pendahulan Terhadap Karakteristik Tepung dari Rebung Bambu Tabah. Universitas Udayan, Bali.

Purwanto, A. 2011., Produksi Angkak oleh Monascus purpureus dengan Menggunakan Beberapa Varietas Padi yang Berbeda Tingkat Kepulenannya. Widya Warta No. 01 Tahun XXXV. ISSN 0854-1981

Rahmadi, D., 2003. Pengaruh Lama Fermentasi dengan Kultur Mikroorganisme Campuran Terhadap Komposisi Kimiawi Limbah Kubis. J. Indon. Trop. Anim. Agric, 28(2), pp.90-94 Rasulu, H., Yuwono, S.S., & Kusnadi, J., 2012. Karakteristik Tepung Ubi Kayu Terfermentasi

Sebagai Bahan Pembuatan Sagukasbi. Jurnal Teknologi Pertanian, 13(1), pp.1-7

(10)

10

Setyawati, N.E., Muhtarudin., & Liman. 2014. Pengaruh Lama Fermentasi Trametes sp Terhadap Kadar Bahan Kering, Kadar Abu, dan Kadar Serat Kasar Daun Nenas Varietas Smooth cayene. Universitas Lampung, Lampung

SNI Tepung Mocaf., 2011. Tepung Mocaf. Badan Standarisasi Nasional: Jakarta

Soleman, M., 2014. Angkak Efektif Turunkan Kadar Kolesterol dan Murah. http://obatherbal.id/detail-artikel/angkak-efektif-turunkan-kadar-kolesterol-dan-murah-103.php [Diunduh 22 Juli 2015]

Steel, R., & Torie, J.H., 1989. Analisis Data Statistik Deskriptif. Surabaya: Erlangga

Sudarmadj, S., Haryono, B., & Suhardi., 1997. Prosedur Analitik untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty

Tandrianto, J., Mintoko, D. K., & Gunawam, S., 2014. Pengaruh Fermentasi pada Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan Menggunakan Lactobacillus plantarum terhadap Kandungan Protein. Jurnal Teknik Pomits, 3(2), pp.143-145

Triana, E., & Yulinery, T., 2015. Uji Toksisitas Citrin yang Dihasilkan oleh Angkak Hasil Fermentasi Berbagai Isolat Mmirwaonascus purpureus Terhadap Larva Artemia salin Leach. Pros. Sem. Nas. Masy. Biodiv. Indon., pp.283-288

Gambar

Tabel 1. Kadar Gizi (% ± SE )  Mocaf Merah Antar Berbagai Konsentrasi Penambahan Angkak (% b/b)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dari diorama sejarah masa lalu hingga masa modern, mengindikasikan bahwa pandangan terhadap posisi perempuan atau wanita sangat dinamik sesuai dengan trend-trend yang

mengatakan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran fisika masih cukup rendah di bawah kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang ditetapkan yaitu 74, dengan

Dalam aplikasi pati dan modifikasinya sebagai bahan campuran plastik sintetik, campuran PP dengan pati asetat atau amilosa asetatnya menunjukkan sifat morfologi dan

Dilihat dari hasil jawaban kuesioner dukungan suami didapatkan data bahwa dukungan yang paling banyak tidak diterima atau dirasakan ibu dari 3 responden tersebut

Pada penelitian ini sistem ekstraksi gula dari tetes tebu diteliti dengan menggunakan pelarut minyak sayur, n- heksana, dan n-butanol karena n-heksana dan n-butanol

Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dari hasil analisis aktivitas guru dan siswa yang diperoleh, menunjukan bahwa penelitian tindakan kelas ini semua kriteria

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Media Online GoRiau.com pada umumnya sudah menggunakan kaidah-kaidah bahasa jurnalistik dalam penulisan beritanya yang

menyukseskan otonomi daerah, Jawa Pos Radar Solo mempunyai komitmen.. Ke dia ber uk 20 ntuk memb ompany Pro ogo ntuk Jawa P itu: ebijakan Pe Kebijakan antaranya m rdasarkan m