• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 232007054 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 232007054 Full text"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

untuk mengatur aset tetap. Revisi tersebut salah satunya adalah penambahan

revaluasi aset tetap sebagai bagian dari metode penilaian terhadap aset tetap. Hal

ini dilakukan karena standar International akuntansi/International Financial

Reporting Standard (IFRS) disusun berdasarkan pada principle-based dan juga

fair value. Selain itu, dalam pelaksanaannya di organsiasi komersial hal ini akan

sangat membantu bagi para pengguna laporan keuangan guna mengetahui kondisi

aset pada saat sekarang. Indonesia yang mengarah pada penggunaan IFRS oleh

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah melakukan revisi standar terkait aset tetap

yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keungan (PSAK) 16 tentang Aset Tetap.

Aset tetap merupakan aset yang digunakan oleh perusahaan dan tidak

dimaksudkan untuk dijual serta diharapkan mempunyai masa manfaat lebih dari

satu tahun (PSAK nomor 16) adalah salah satu resource penting dari sebuah

organisasi. Berdasarkan PSAK nomor 16 (revisi 2007), pengukuran setelah

pengakuan awal aset tetap dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode biaya

dan metode revaluasi.

Penerapan revaluasi aset tetap pada organisasi komersial mulai berlaku

umum setelah revaluasi diatur dalam PSAK tahun 2007 sebagai bagian dari proses

konvergensi PSAK terhadap IFRS. Revaluasi ini merupakan cara yang dipakai

untuk dapat memperoleh nilai sekarang dari aset tetap sehingga informasi yang

(2)

organisasi sektor privat untuk beralih dari nilai historis kepada nilai wajar

(Khususnya yang menggunakan IFRS). Hal ini dikatakan wajar karena dalam

penerapannya, IFRS menggunakan principle-based dan fair value sebagai dasar

dalam membuat laporan keungan. Hal ini berbeda dengan organisasi sektor publik

atau pemerintah dimana pada Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP)

masih tetap menggunakan nilai historis dalam pelaporan keuangan sehingga untuk

penerapan revaluasi pun tidak bisa dilaksanakan karena pada PSAP nomor 7

Tahun 2010 tentang Akuntansi Aset Tetap dijelaskan bahwa revaluasi untuk

instansi pemerintahan tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintah

(SAP) menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran

tetapi penyimpangan terhadap ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan

ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional secara nasional.

Berkatian dengan adanya pengecualian dalam melakukan revaluasi aset

tetap yang dijelaskan pada PSAP, maka Badan Layanan Umum (BLU) merujuk

pada peraturan dapat menerapkan revaluasi aset tetap karena memiliki peraturan

yang berlaku secara nasional yang memang memberi kesempatan BLU untuk

melaksanakan revaluasi. Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2005

menjelaskan bahwa BLU merupakan instansi di lingkungan pemerintah yang

difokuskan pada pelayanan kepada masyarakat yang berupa penyediaan barang

dan/atau jasa dan tanpa mencari keuntungan. BLU dibentuk supaya dalam

pelayanannya terdapat peningkatan efisiensi dan produktivitas dari jenis

(3)

Berdasarkan pada aturan tersebut maka BLU yang merupakan instansi

pemerintah dalam melakukan pengelolaan keuangannya harus disesuaikan dengan

standar yang disusun oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia (PP no. 23 Tahun

2005 ps. 26 ayat 2). Dalam ayat selanjutnya jika tidak terdapat standar akuntansi

tersebut, maka dapat mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan

mengacu pada standar akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan

ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai

dengan kewenangannya (Ps. 26 ayat 4). Penyesuaian terhadap standar akuntansi

yang disusun oleh asosiasi profesi ini memungkinkan BLU untuk melakukan

revaluasi aset tetap karena dalam PSAK 16 terdapat pilihan untuk suatu entitas

dapat melakukan revaluasi aset tetap sebagai bagian dari metode penilaian aset

tetap. Tetapi, BLU harus dengan ada ayat pengecualian selanjutnya maka BLU

juga masih bisa menggunakan standar yang lain yang disetujui sehingga

penerapan PSAK ini tidak mutlak untuk BLU. Hal ini mengakibatkan adanya

sisteam akuntansi yang masih memungkinkan BLU untuk melakukan pelaporan

keuangannya sendiri dengan tetap mengedepankan prinsip produktivitas dan

efisiensi ala korporasi.

Menurut beberapa peneliti tentunya memiliki kendala-kendala yang

dihadapi agar dalam penerapan revaluasi harus tepat sesuai dengan cost dan

benefit yang diperoleh yang nanti juga bisa digunakan untuk menentukan

langkah-langkah dalam melakukan revaluasi sebagai cara untuk mengurangi cost dan/atau

(4)

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti akan melakukan penelitan

tentang “Relevansi, Kendala, dan Strategi Revaluasi Aset Tetap Pemerintah pada

Badan Layanan Umum.” Perumusan persoalan penelitian adalah apa relevansi,

kendala, dan strategi dalam penerapan revaluasi aset tetap pemerintah pada BLU.

Sehingga, penelitian ini dapat mengetahui relevansi revaluasi aset tetap pada BLU

serta mengidentifikasi kendala-kendalanya dan juga strategi pelaksanaan

revaluasi.

Penelitian ini dilakukan dengan metode studi literatur atas Laporan

keuangan organisasi sektor publik dan BLU, Revaluasi aset tetap, serta

strategi-strategi revaluasi dari negara-negara yang sudah menerapkannya.

Langkah-langkah dalam melakukan analisis ini yaitu pertama mengkomparasi tujaun dan

fungsi pelaporan keuangan antara sektor privat dengan BLU, kedua

mengkomparasi kendala yang dihadapi dalam penerapan revaluasi antara sektor

privat dan sektor publik, ketiga melakukan identifikasi relevansi revaluasi aset

tetap terkait dengan tujuan laporan keuangan BLU; dan yang terakhir yaitu

melakukan identifikasi strategi penerapan revaluasi aset tetap BLU.

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian Ilmu Akuntansi

khususnya Akuntansi Sektor Publik dimana dalam kaitannya dengan akuntansi

keuangan dapat membantu untuk mengetahui pengaruh standar untuk BLU. Selain

itu terkait dengan akuntansi manajemen dapat membantu dalam meningkatkan

(5)

satu kekayaan yang ada pada suatu organisasi sehingga inilah yang menjadi dasar

peneliti untuk melakukan pembahasan terkait pelaporan keuangan pada BLU.

Sebelum membahas tentang pelaporan keuangan ini, perlu juga untuk mengetahui

pengertian dan tujuan serta karakteristik dari pembentukan BLU. Berdasarkan

undang-undang (UU) nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, BLU

diartikan sebagai instansi dilingkungan pemerintah yang dibentuk untuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa barang dan/atau jasa yang

dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatan

didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Didalam pasal 68 UU tersebut

dijelaskan bahwa BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan dalam

mencerdaskan kehidupan bangsa.

BLU sebagai instansi pemerintah dengan tujuan seperti diatas

mengharuskan BLU untuk memiliki karakterisitik tersendiri. Karakteristik entitas

yang merupakan BLU yaitu (http://www.jdih.bpk.go.id) :

1) Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari

kekayaan Negara;

2) Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat;

(6)

4) Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala

korporasi;

5) Rencana kerja, anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada

instansi induk;

6) Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara

langsung;

7) Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri

sipil;

8) BLU bukan subjek pajak.

Sekalipun BLU dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan

produktivitas ala korporasi, namun terdapat beberapa karakteristik lainnya yang

membedakan pengelolaan keuangan BLU dengan BUMN/BUMD, yaitu:

1) BLU dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam

rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

bangsa;

2) Kekayaan BLU merupakan bagian dari kekayaan negara/daerah yang tidak

dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk

menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan;

3) Pembinaan BLU instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan

dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas

bidang pemerintahan yang bersangkutan;

4) Pembinaan keuangan BLU instansi pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat

(7)

satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang

pemerintahan yang bersangkutan;

5) Setiap BLU wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan;

6) Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan

kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari

RKA serta laporan keuangan dan laporan kinerja kementerian

negara/lembaga/pemerintah daerah;

7) Pendapatan yang diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang

diberikan merupakan pendapatan negara/daerah;

8) Pendapatan tersebut dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja

yang bersangkutan;

9) BLU dapat menerima hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.

Selain karakteristik diatas, BLU dalam melaksanakan pengelolaan

keuangan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu dalam (PP) nomor 23 Tahun

2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

Dari pembahasan diatas, BLU dibentuk tidak untuk mencari keuntungan

tetapi lebih kepada instansi yang dapat mandiri dan mengelola keuangannya

sendiri sesuai dengan prinsip produktivitas dan efisiensi. Sehingga sebagai

organisasi yang tujuan utamanya tidak untuk mencari laba maka secara umum

tujuan pelaporan keuangannya bisa dikatakan sama dengan tujuan pelaporan

keuangan pada organisasi publik secara umum. Dalam praktek pelaporan

keuangan BLU yang dianjurkan untuk menggunakan PSAK sebagai standar maka

(8)

Berdasarkan Kerangka Dasar penyusunan penyajian laporan keuangan PSAK,

tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi menyangkut posisi

keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang

bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Pemakai laporan keuangan membutuhkan informasi yang berbeda-beda pula.

Kebutuhan ini antara lain yaitu:

1. Investor. Membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah

harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Pemegang

saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk

menilai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.

2. Karyawan. Tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk

menilai kemampuan perusahaan untuk memberikan balas jasa, manfaat

pensiun, dan kesempatan kerja.

3. Pemberi Pinjaman. Informasi keuangan memungkinkan mereka untuk

memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat

jatuh tempo.

4. Pelanggan. Berkepentingan terhadap informasi kelangsungan hidup

perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka

panjang.

5. Pemerintah. Informasi keuangan dibutuhkan pemerintah untuk mengatur

aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar

(9)

6. Masyarakat. Laporan keuangan dapat membantu masyarkat dengan

menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir

kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.

Dalam laporan keuangan sektor privat, terdapat karakteristik kualitatif

yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai, yaitu:

1. Dapat dipahami (Understandability); Kualitas penting informasi yang

ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera

dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan

memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan

bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan

ketekunan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang

seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan

hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk

dapat dipahami oleh pemakai tertentu.

2. Relevan (Relevance); Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk

memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan.

Memilih informasi yang benar-benar sesuai dan dapat membantu pemakai

laporan keuangan dalam proses pengambilan keputusan.

3. Keandalan (Reliability); Agar bermanfaat, informasi juga harus andal

(reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian

yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya

sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang

(10)

4. Dapat dibandingkan (Comparability); Pemakai harus dapat

memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk

mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan.

Pemakai juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar

perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja serta perubahan

posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian

dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus

dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut, antar periode

perusahaan yang sama dan untuk perusahaan yang berbeda.

Menurut A Statement of Basic Accounting Theory dirumuskan empat

tujuan akuntansi sebagai berikut (Harahap: 2011) :

1. Membuat keputusan menyangkut penggunaan kekayaan yang terbatas dan

untuk menetapkan tujuan.

2. Mengarahkan dan mengontrol secara efektif sumber daya manusia dan

faktor produksi lainnya.

3. Memelihara dan melaporkan pengamanan terhadap kekayaan.

4. Membantu fungsi dan pengawasan sosial.

Dalam SAK nomor 1 Tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta

perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi

sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan.

2. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan

(11)

tidak menyediakan semua informasi yang dibutuhkan pemakai dalam

pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan

pengaruh keuangan dari kejadian dimasa lalu, dan tidak diwajibkan untuk

menyediakan informasi nonkeuangan.

3. Laporan keuangan juga menunjukan apa yang telah dilakukan manajeman

(Stewardship), atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya

yang dipercayakan kepadanya.

Organisasi Sektor Publik memiliki persepsi tersendiri tentang tujuan

pelaporan keuangan yang disusun. Tujuan dan fungsi laporan keuangan menurut

Mardiasmo (2002) (Deddi Nordiawan: 2010) yaitu:

1) Kepatuhan dan Pengelolaan (compliance and stewardship)

Laporan keuangan digunakan untuk memberikan jaminan kepada

pengguna laporan keuangan dan pihak otoritas penguasa bahwa

pengelolaan sumber daya yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan

hukum dan peraturan lain yang telah ditetapkan.

2) Akuntabilitas dan Pelaporan Retrospektif (accountability and retrospective

reporting)

Laporan keuangan yang digunakan untuk memonitor kerja dan

mengevaluasi manajemen, memberikan dasar untuk mengamati tren

antarkurun waktu, pencapaian atas tujuan yang telah ditetapkan, dan

membandingkannya dengan kinerja organisasi lain yang sejenis jika ada.

Laporan keuangan juga memungkinkan pihak luar untuk memperoleh

(12)

mereka untuk menilai efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya

organisasi.

3) Perencanaan dan Informasi Otorisasi (planning and authorization

information)

Laporan keuangan berfungsi memberikan dasar perencanaan kebijakan

aktivitas dimasa mendatang. Laporan keuangan berfungsi memberikan

informasi mengenai otorisasi mengenai penggunaan dana.

4) Kelangsungan Organisasi (viability)

Laporan keuangan berfungsi membantu pengguna dalam menentukan

apakah organisasi atau unit kerja dapat meneruskan penyediaan barang dan

jasa (pelayanan) dimasa mendatang.

5) Hubungan masyarakat (public relation)

Laporan keuangan berfungsi memberikan kesempatan kepada organisasi

untuk mengemukakan pernyataan atas prestasi yang telah dicapai kepada

pengguna yang dipengaruhi karyawan dan masyarakat. Laporan keuangan

berfungsi sebagai alat komunikasi dengan public dan pihak-pihak yang

berkepentingan

6) Sumber Fakta dan Gambaran (source of fact and figures)

Laporan keuangan bertujuan memberikan informasi kepada berbagai

kelompok kepentingan yang ingin mengetahui organisasi secara lebih

dalam.

Selain itu, dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan

(13)

Laporan Keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai

posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan

selama satu periode pelaporan. Laporan Keuangan terutama digunakan untuk

mengetahui kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas

pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan

perundang-undangan. Pada paragraf 25 dijelaskan bahwa pelaporan keuangan selama satu

periode dilakukan untuk beberapa kepentingan yaitu:

a) Akuntabilitas; Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya

serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas

pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara

periodik.

b) Manajemen; Membantu para pengguna untuk mengevaluasi

pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan

sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan

pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah

untuk kepentingan masyarakat.

c) Transparansi; Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur

kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat

memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas

pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang

dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan

(14)

d) Keseimbangan antar generasi (intergenerational equity); Membantu

para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah

pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang

dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan

ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.

e) Evaluasi Kinerja; Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama

dalam penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah

untuk mencapai kinerja yang direncanakan.

Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan

informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi,

transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan anggaran, saldo anggaran

lebih, surplus/defisit-Laporan Operasional, aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas

suatu entitas pelaporan. Laporan keuangan ini juga menurut Indra Bastian (2006)

harus dapat menyediakan informasi untuk:

1) Mengindikasikan apakah sumber daya yang ada dapat digunakan secara

legal sesuai dengan anggaran yang disahkan (legally adopted budget); dan

2) Mengindikasikan apakah sumber daya yang ada dapat digunakan sesuai

persyaratan legal dan kontraktual, termasuk kriteria keuangan yang telah

ditetapkan otoritas legislative (appropriate).

Tujuan pelaporan keuangan BLU secara umum sama dengan yang ada

pada organisasi sektor publik namun dengan kemandirian yang diberikan kepada

BLU, maka secara khusus dapat dilihat tujuan pelaporan keuangan BLU seperti

(15)

Laporan keuangan BLU sebagai bentuk pertanggungjawaban BLU berupa

Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional, Neraca, Laporan Arus Kas,

dan Catatan atas Laporan Keuangan. Dalam rangka pertanggungjawaban atas

pengelolaan dan kegiatan pelayanannya, BLU harus menyusun dan menyajikan

(PMK nomor 76 tahun 2008 pasal 10):

a. Laporan Keuangan; dan

b. Laporan Kinerja

Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a lebih lanjut dalam

pasal 13 PMK nomor 76 tahun 2008 diatur untuk dapat disampaikan secara

berjenjang kepada menteri/pimpinan lembaga serta kepada Menteri keuangan c.q.

Direktur Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan, semester, dan tahun. Dalam

rangka konsolidasi laporan keuangan, BLU harus melaporkan laporan

keuangannya sesuai dengan SAP setiap semester dan tahun (Pasal 14 PMK nomor

76 tahun 2008). BLU juga dituntut untuk melakukan audit terhadap laporan

keuangannya oleh satuan pemeriksa intern atau oleh aparat pengawas intern

kementrian Negara/lembaga (pasal 15 PMK nomor 76 tahun 2008). Selain diaudit

oleh pihak internal, Laporan Keuangan tahunan BLU juga diaudit oleh auditor

eksternal. Semua proses diatas menunjukan bahwa dalam pelaporan keuangan,

BLU diharapkan terus menyajikan informasi-informasi yang berkualitas terkait

dengan bisnisnya dan supaya tetap dapat mengakomodir langkah BLU untuk

menjadi baik dalam pelayanan publik dengan mengedepankan prinsip produktif

(16)

Dalam praktek pelaporan keuangan BLU, terdapat pedoman Akuntansi

BLU yang disusun oleh Kementrian Keuangan Republik Indonesia dalam PMK

Nomor 76 Tahun 2008 dengan tujuan menjaga dan meningkatkan kualitas dari

Laporan Keuangan yang dihasilkan oleh BLU apabila standar akuntansi keuangan

yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia tidak dapat diterapkan

oleh BLU.

Dalam Pedoman tersebut, BLU setidak-tidaknya mengembangkan tiga

sistem akuntansi yang merupakan sub sistem dari sistem akuntansi BLU yaitu:

1. Sistem Akuntansi Keuangan

Sistem ini diartikan sebagai sistem akuntansi yang menghasilkan Laporan

Keuangan pokok untuk tujuan umum. Dalam penyajian Laporan Keuangan

terdapat tujuan-tujuan yang dijabarkan sebagai berikut:

a. Akuntabilitas; mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta

pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada BLU dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

b. Manajemen; membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan

kegiatan suatu BLU dalam periode pelaporan sehingga memudahkan

fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh

penerimaan, pengeluaran, aset, kewajiban, dan ekuitas BLU untuk

kepentingan stakeholders.

c. Transparansi; memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur

kepada masyarakat berdasakan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki

(17)

pertanggungjawaban BLU dalam pengelolaan sumber daya yang

dipercayakan kepadanya dan ketaatannya kepada peraturan

perundang-undangan.

Laporan keuangan BLU dibuat dengan dua tujuan yang pertama untuk

pelaporan kepada pengguna umum laporan keungan BLU dalam hal ini

stakeholders, yaitu pihak-pihak yang berhubungan dan memiliki kepentingan

dengan BLU, disusun sesuai dengan SAK. Sedangkan, yang digunakan untuk

kepentingan konsolidasi Laporan Keuangan BLU dengan Kementerian

Negara/lembaga disusun sesuai dengan SAP.

2. Sistem Akuntansi Aset Tetap

Sistem Akuntansi Aset Tetap menghasilkan laporan tentang aset tetap untuk

keperluan manajemen aset. Sistem ini menyajikan informasi tentang jenis,

kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap milik BLU ataupun bukan milik

BLU tetapi berada dalam pengelolaan BLU.

Pengembangan sistem ini diserahkan sepenuhnya kepada BLU yang

bersangkutan. Namun demikian, BLU dapat menggunakan sistem yang

ditetapkan oleh Menteri Keuangan seperti Sistem Akuntansi Barang Milik

Negara (SABMN)

3. Sistem Akuntansi Biaya

BLU mengembangkan sistem akuntansi biaya yang menghasilkan informasi

tentang harga pokok produksi, biaya satuan (unit cost) per unit layanan, dan

evaluasi varian. Sistem akuntansi biaya berguna dalam perencanaan dan

(18)

III. Revaluasi Aset Tetap

Berdasarkan PSAK nomor 16, aset tetap diartikan sebagai aset berwujud

yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dulu, yang

digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam

rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu

tahun. Pada lingkungan pemerintahan, berdasarkan PSAP nomor 7 tahun 2010,

aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua

belas) bulan untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam

kegiatan pemerintahan atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Lebih lanjut

PSAP nomor 7 paragraf 5 dijelaskan bahwa aset tetap sering merupakan suatu

bagian utama aset pemerintah, dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca.

Dalam penilaian aset tetap, ditemukan bahwa nilai perolehan aset tetap kadang

tidak sesuai dengan nilai pasar yang ada maka, PSAK 16 revisi 2007

menambahkan satu metode untuk pengukuran setelah pengakuan awal aset tetap

yaitu revaluasi.

Revaluasi aset tetap dapat diartikan sebagai penilaian kembali aset tetap

yang dilakukan karena tidak lagi mencerminkan nilai yang sesungguhnya. Adanya

perubahan nilai dari aset tetap berwujud selama umur penggunaan aset tersebut

merupakan salah satu alasan dilakukan revaluasi aset tetap. Perubahan ini bisa

disebabkan perkembangan moneter nasional atau international sehingga

mengakibatkan tidak sesuainya lagi antara catatan historis dengan harga-harga

yang berlaku. Selain itu, dasar pemikiran dari perlunya dilakukan revaluasi aset

(19)

atas dimilikinya aset tertentu sebagai akibat kenaikan nilai komparatif dari aset

tersebut atau bisa juga karena adanya perkembangan harga (Apriyanti : 2002).

Dalam melihat revaluasi aset tetap, tentunya tidak lepas dari nilai wajar

atau fair value karena revaluasi dilakukan untuk menyesuaikan nilai buku aset

tetap dengan nilai yang ada saat ini (fair value). Zhai (2007: 6) mengatakan bahwa

nilai aset tetap lebih relevan dinilai ulang sesuai dengan fair value daripada hanya

menggunakan biaya historis, karena revaluasi aset memberikan investor informasi

yang relevan yang tidak dapat disediakan dengan cara lain (biaya historis).

Terdapat beberapa alasan bagi perusahaan untuk menerapkan revaluasi dan salah

satunya yaitu dengan menggunakan kenaikan nilai akibat revalusi untuk

melakukan penghematan dana dalam bisnis dan kenaikan nilai akibat revaluasi

dapat memungkinkan perusahaan untuk mendapat pinjaman yang lebih besar.

Dana-dana penghematan dan juga pinjaman dapat menjadi alat untuk

pengembangan cash flow perusahaan dan juga dapat digunakan untuk investasi

kedepan. Oleh karena itu, menjadi potensial untuk meningkatkan kesempatan

perusahaan untuk memperoleh kinerja operasi yang lebih baik. Revaluasi aset

tetap juga dapat memberikan investor informasi yang sangat berguna untuk dapat

memprediksi dividen yang akan diterima, karena nilai yang direvaluasi akan

menjadi sangat relevan bagi investor yang dapat digunakan sebagai dasar untuk

memprediksi kemampuan distribusi arus operasi, yang secara tidak langsung

menjelaskan potensi pembayaran dividen.

Revaluasi tidak selamanya menyebabkan kenaikan nilai aset tetap tetapi

(20)

penurunan dari revaluasi aset tetap maka dalam penerapannya revaluasi aset tetap

memiliki tahapan yang harus dipenuhi sesuai dengan aturan yang ada. Dalam

PSAK 16 revisi 2007 dijelaskan bahwa apabila suatu entitas memilih metode

revaluasi, maka entitas tersebut harus menilai kembali aset tetapnya secara berkala

sesuai dengan nilai wajar pasar dan jika suatu aset tetap direvaluasi maka

kelompok aset yang sama harus direvaluasi dimana menurut Manna dan Fahri

(2009: 4) perlakuan ini bertujuan untuk menghindari perlakuan revaluasi secara

selektif dan bercampurnya biaya perolehan dan nilai lainnya pada saat yang

berbeda-beda.

Revaluasi umumnya dilakukan dengan melihat nilai wajar sebagai dasar

revaluasi namun jika tidak terdapat nilai wajar maka menurut paragraf 33 PSAK

16 (revisi 2007), dapat dilakukan estimasi nilai wajar menggunakan pendekatan

penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan. Jika perbedaan nilai dari

aset tetap yang direvaluasi material atau signifikan maka revaluasi aset tetap perlu

dilakukan setiap tahun, dan jika tidak material/signifikan revaluasi bisa dilakukan

setiap 3 atau 5 tahun sekali. Dalam penerapan metode Revaluasi aset tetap

menurut PSAK nomor 16 (revisi 2007) paragraph 31sampai 45 terdapat beberapa

hal yang harus dilakukan yaitu:

• Setelah diakui sebagai suatu aktiva, suatu aktiva tetap yang nilai wajarnya

dapat diukur secara andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai

wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi

(21)

• Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk

memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah

yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal Neraca.

• Jika suatu aktiva tetap direvaluasi, maka seluruh aktiva tetap dalam kelompok

yang sama harus direvaluasi.

• Hasil revaluasian aktiva akan dibuku:

a) Jika jumlah tercatat aktiva meningkat akibat revaluasi kenaikan tersebut

langsung dikreditkan ke ekuitas pada bagian surplus revaluasi. Namun,

kenaikan tersebut harus diakui dalam Laporan Laba Rugi hingga sebesar

jumlah penurunan nilai aktiva akibat revaluasi yang pernah diakui

sebelumnya dalam Laporan Laba Rugi.

b) Jika jumlah tercatat aktiva turun akibat revaluasi, penurunan tersebut diakui

dalam Laporan Laba Rugi. Namun, penurunan nilai akibat revaluasi

tersebut langsung dikurangkan/didebit ke ekuitas pada bagian surplus

revaluasi selama penurunan tersebut tidak melebihi saldo kredit surplus

revaluasi aktiva tersebut.

Sebagian surplus revaluasi aset tetap yang telah disajikan dalam ekuitas

dapat dipindahkan ke saldo laba sejalan dengan penggunaan aset oleh entitas atau

secara langsung sekaligus ke saldo laba pada saat aset tersebut dihentikan

pengakuannya.

Selain ketentuan pada PSAK, metode revaluasi aset tetap juga diatur

(22)

Menteri Keuangan (PMK) nomor 79 tahun 2008 pasal 3 ayat (1), penilaian

aktiva tetap perusahaan dapat dilakukan terhadap:

a. Berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik atau hak guna

bangunan;

b. Seluruh aktiva berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau

berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan,

menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.

Pelaksanaan penilaian kembali (revaluasi) aset tetap menurut PMK ini

tidak dapat dilakukan kembali sebelum lewat jangka waktu 5 (lima) tahun

terhitung sejak penilaian kembali aset tetap perusahaan terakhir. Lebih lanjut

dalam pasal 4 ayat (1) revaluasi aktiva tetap perusahaan harus dilakukan

berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap tersebut yang berlaku pada

saat penilaian kembali aktiva tetap yang ditetapkan oleh perusahaan jasa penilai

atau ahli penilai, yang memperoleh izin dari pemerintah.

Revaluasi aset tetap yang dilakukan dengan berdasarkan pada PMK

maupun PSAK dalam prakteknya seringkali menemui kendala-kendala terkait

dengan penerapannya. Kendala umum yang sering dihadapi oleh pemerintah

dalam penerapan revaluasi aset tetap ini adalah masalah besarnya biaya untuk

menggunakan jasa appraisal dalam melakukan penilaian. International Public

Sector Accounting Standard Board (IPSASB) didalam study 14-3e tentang

Transition to the Accrual Basis of Accounting: Guidance for Public Sector

Entities hal. 124 mengakui terdapat masalah biaya dalam melakukan penilaian

(23)

juga dihadapi oleh sektor privat dimana berdasarkan hasil survey di Inggris yang

dilakukan oleh The Institute of Chartered Accountants tahun 2005 yang

menyimpulkan bahwa hanya 4 % dari Perusahaan-perusahaan Uni Eropa yang

menggunakan metode revaluasi untuk bangunan, tetapi tidak menggunakan untuk

aset lain, dan hanya 28% dari perusahaan-perusahaan Uni Eropa dengan investasi

pada property yang menggunakan nilai wajar (revaluasi) untuk aset yang

dimilikinya (Sururi: 2011). Hal ini berarti untuk mengatasi masalah biaya ini

berdasarkan survey tersebut bisa dilakukan dengan pengklasifian aset tetap yang

akan direvaluasi maupun yang tidak direvaluasi. Selain itu, untuk mengatasi

masalah biaya tersebut, IPSASB dalam studi yang sama menemukan bahwa

penggunaan pihak internal untuk melakukan penilaian merupakan solusi yang

dianjurkan untuk dilakukan. Namun, penggunaan pihak internal ini diharapkan

memiliki hasil yang sama dengan yang dilakukan oleh pihak penilai

profesional/pihak eksternal yang qualified. Sehingga dari tuntutan ini

menimbulkan masalah lain yaitu rendahnya kompetensi staff internal. Untuk

mengatasi masalah ini dapat dilakukan dengan mengikutkan staf internal dalam

pelatihan yang dilakukan oleh pihak-pihak atau instansi yang memiliki kompeten

juga supaya penilaian yang dilakukan memiliki kualitas yang sama dengan pihak

eksternal.

IV. Relevansi Revaluasi Aset Tetap pemerintah pada BLU

Dalam melihat relevansi revaluasi aset tetap pemerintah pada BLU ini,

terdapat tiga konsep yang akan dibahas disesuaikan dengan tujuan pelaporan

(24)

1. Akuntabilitas

Berdasarkan prinsip tata kelola BLU yang dijelaskan dalam Permendagri

nomor 61 tahun 2007 akuntabilitas merupakan kejelasan fungsi, struktur,

sistem yang dipercayakan pada BLU agar pengelolaannya dapat

dipertanggungjawabkan. Berdasarkan prinsip ini, terdapat tiga hal yang

dapat dilakukan untuk meningkatkan akuntabilitas yaitu dengan

meningkatkan kejelasan fungsi, struktur, dan sistem.

Kejelasan fungsi yang dimaksud adalah lebih kepada kompetensi SDM

yang dimiliki. Dalam Asas good corporate governance yang diterbitkan

oleh KPK (www.kpk.go.id) disebutkan bahwa semua karyawan harus

mempunyai kompetensi sesuai tugas, dan tanggungjawabnya. Jika ditinjau

dari aspek kejelasan fungsi, maka untuk meningkatkan kualiatas pelaporan

keuangannya harus dilakukan peningkatan kompentensi dari setiap unsur

atau organ dari BLU. Peningkatan kompetensi ini tidak dapat dilihat

kaitannya dengan aset tetap. Revaluasi aset tetap yang tujuannya untuk

melihat nilai wajar aset tetap tidak akan mempengaruhi tingkat kompetensi

dari SDM yang dimilliki oleh BLU.

Hal kedua yang perlu dilihat yaitu terkait dengan kejelasan struktur.

Stuktur dalam hal ini lebih mengarah pada uraian tugas dan peta

organisasi. Uraian tugas ini harus ditetapkan bersamaan dengan

tanggungjawab dari masing-masing unsur secara jelas dan selaras dengan

visi, misi (KPK). Penetapan uraian tugas yang dilakukan akan berpengaruh

(25)

uraian tugas ini berbeda satu dengan yang lain. Dari aspek kejelasan

struktur dalam peningkatan akuntabilitas, BLU diharapkan mempunyai

unsur uraian tugas yang jelas serta pembagian kerja yang jelas pula. Unsur

uraian tugas ini, lebih mengarah pada pembagian tugas dari tiap komponen

yang ada dalam entitas sehinggga pencapaian tugas dapat dilakukan

dengan lebih efisien. Pembagian tugas ini juga bisa diartikan dengan

pengelompokan SDM sesuai dengan kompotensi yang dimiliki sehingga

pelaksanaan bisa berjalan dengan baik. Revaluasi aset tetap yang

dilakukan tidak akan mempengaruhi keputusan untuk melakukan uraian

tugas karena dampak revaluasi lebih kepada perubahan nilai aset tetap

sedangkan uraian tugas berkaitan dengan SDM yang dimiliki.

Hal ketiga yang dilihat yaitu dalam kaitannya dengan sistem. Bedasarkan

artikel tentang Akuntabilitas dan Good Governance

(http://www.scribd.com) dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan

akuntabilitas dilingkungan pemerintahan perlu diperhatikan suatu sistem

yang dapat menjamin penggunaan sumber daya secara “konsisten” dengan

peraturan perundangan yang berlaku. Dalam kaitan dengan sistem,

akuntabilitas lebih dinilai dengan konsistensi sistem dari penggunaan

sumber daya. Konsistensi sistem tidak terpengaruh oleh metode akuntansi

yang digunakan karena hal yang penting dari sistem ini yaitu konsistensi

dari penggunaan sistem yang ada. Metode akuntansi apapun yang

digunakan jika dilakukan dengan konsisten maka akuntabilitas dari suatu

(26)

Dari ketiga unsur diatas, dalam peningkatan akuntabilitas laporan

keuangan, BLU tidak harus melakukan revaluasi karena dari segi

akuntabilitas ini lebih terkait dengan sumber daya manusia serta

konsistensi dari suatu sistem yang digunakan. Revaluasi aset tetap

dilakukan untuk mendapatkan nilai wajar aset tetap yang dimiliki. Nilai

wajar dari suatu aset tidak akan berpengaruh pada sumber daya manusia

dimiliki serta juga pada sistem akuntansi yang dipakai. Sehingga secara

jelas berdasarkan pada unsur-unsur ini, maka penerapan revaluasi aset

tetap tidak akan berdampak pada peningkatan akuntabilitas BLU.

2. Manajemen

Dilihat dari pengertian aspek manjamen seperti yang dijelaskan

sebelumnya, maka laporan keuangan diharapkan dapat digunakan untuk

mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dari BLU selama suatu periode

tertentu. Evaluasi ini berkaitan dengan fungsi perencanaan, pengelolaan,

dan pengendalian atas penerimaan, pengeluaran, aset, kewajiban, dan

ekuitas. Dalam pelaksanaan manajemen, nilai wajar aset menjadi penting

karena terkait dengan pengambilan keputusan ataupun kebijakan yang

dikeluarkan terkait penggunaan dari sumber daya yang dimiliki. Tujuan

dan sasaran manajemen aset tetap adalah mencapai kecocokan atau

kesesuaian sebaik mungkin antara keberadaan aset dengan strategi entitas

secara efektif dan efisien, mencakup siklus hidup aset sejak perencanaan

dan penganggaran hingga pembinaan, pengawasan dan pengendalian serta

(27)

: 2012). Kesusuaian keberadaan aset dengan strategi entitas secara efektif

dan efisien menjadi menarik untuk dilihat terkait dengan manajemen aset.

Manajemen aset tetap ini merupakan sebuah langkah manajerial yang

harus dilakukan oleh manajemen entitas saat ini dalam merencanakan,

mengelola, mengevaluasi kinerja aset entitas secara efektif dalam upaya

peningkatan nilai yang akan memberikan kontribusi pada penggunaan

kapital, nilai ekonomi sumber daya, produktivitas dan kualitas (Indriani :

2007). Dalam mengevaluasi dirasa perlu menggunakan nilai wajar karena

suatu aset akan lebih relevan jika dinilai ulang sesuai dengan nilai wajar

karena akan memberikan informasi yang lebih relevan yang tidak

disediakan oleh biaya historis (Zhai : 2007). Berdasarkan pandangan ini,

maka revaluasi aset tetap perlu diterapkan sehingga informasi yang

dihasilkan lebih relevan terkait dengan manajemen aset. Revaluasi aset

tetap dilakukan karena nilai aset yang ada sekarang tidak mencerminkan

nilai sebenarnya (Apriyanti: 2002). Nilai sekarang akan berpengaruh

dalam melihat kesesuaian keberadaan aset seperti yang dikemukakan

Indriani diatas. Sehingga dengan memiliki nilai sekarang akan lebih

meningkatkan efisensi dan efektivitas dari manajemen aset. peningkatan

ketiga unsur perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian yang merupakan

bagian dari manajemen aset, akan membuat tujuan laporan keuangan akan

meningkat juga sehingga revaluasi aset tetap pemerintah pada BLU ini

akan relevan untuk diterapkan.

(28)

Transparansi disini mengandung unsur terbuka dan jujur dimana semua

organisasi baik itu sektor publik maupun sektor privat dituntut untuk

transparan dalam menyajikan laporan keungan. Informasi yang disajikan

dalam laporan keuangan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan informasi

dari semua komponen pengguna laporan keuangan. BLU yang merupakan

instansi pemerintah harus secara terbuka dalam mempertanggungjawabkan

pengelolaan sumber daya kepada masyarakat (Dewan Perwakilan) yang

ingin mengetahui kebijakan yang diambil terkait dengan pengelolaan

sumber daya. Dalam Asas Good Corporate Govenrance (KPK) dijelaskan

prinsip dasar dari transparansi yaitu untuk menjaga obyektivitas dalam

menjalankan bisnis, informasi yang dihasilkan harus material dan relevan

dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku

kepentingan. Sesuai dengan prinsip dasar ini, BLU dalam pelaporan

keuangannya harus memberikan informasi yang mudah diakses dan

dipahami. Terkait dengan hal ini, penerapan revaluasi tidak menjadi hal

yang berpengaruh karena untuk memperoleh informasi yang mudah

diakses dan dipahami, nilai wajar aset tetap tidak bisa dijadikan patokan

apakah aset itu mudah diakses atau dipahami. Selain itu, walaupun BLU

sudah dianjurkan untuk menggunakan PSAK sebagai standar laporan

keuangannya, tetap saja BLU merupakan instansi pemerintah yang tidak

ditujukan untuk go public tetapi hanya untuk dapat mengelola

keuangannya secara mandiri dimana pendapatan yang diterima masih

(29)

penerapan revaluasi aset tetap untuk peningkatan nilai dari instansi

tersebut dirasa tidak relevan. Disamping itu, BLU juga merupakan instansi

pemerintah yang dalam pelaksanaannya harus tetap mengemukakan

transaparansi dalam segala aspek sehingga dengan ada atau tidaknya

revaluasi aset tetap prinsip transparansi harus tetap dilaksanakan dan terus

ditingkatkan dengan alasan semua aset yang dikelola merupakan aset

negara yang sumber pembiayaannya berasal dari raktyat.

Berdasarkan kajian diatas, revaluasi aset tetap menjadi relevan untuk

diterapkan pada BLU karena revaluasi aset tetap memiliki dampak pada

peningkatan aspek manajemen laporan keuangan dimana dengan mengetahui nilai

wajar dari aset tetap maka fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian aset

dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga berdasarkan kondisi yang sebenarnya

ini dapat mendukung pengguna untuk memberikan evaluasi yang baik terkait

fungsi-fungsi yang ada tadi.

V. Strategi Revaluasi Aset Tetap

Didalam pelaksanaan penilaian terhadap aset, International Public Sector

Accounting Standar Board (IPSASB) telah membuat pedoman untuk menjawab

masalah yang dihadapi oleh sektor publik secara international seperti pada

Transition to the Accrual Basis of Accounting: Guidance for Public Sector

Entities dimana dijelaskan beberapa langkah dalam melakukan penilaian aset,

yaitu:

• Membuat atau mengembangkan kebijakan penilaian, termasuk metode

(30)

• Memutuskan kapan aset didalam klasifikasi tersebut harus dinilai ulang,

• Menyiapkan instruksi untuk penilai seperti:

Berkaitan dengan instruksi yang diberikan kepada pihak penilai yaitu

seperti:

a. Meminta untuk menentukan kelengkapan dari daftar aset yang

diberikan;

b. Meminta penilai untuk menyajikan nilai dan umur penggunaan dari

setiap aset.

c. Menggunakan batas kapitalisasi yang relatif cukup rendah untuk

penilaian dan menerapkan batas ini dengan nilai-nilai bruto. Batas

yang digunakan dalam daftar aset mungkin bisa lebih tinggi, namun

data data ini cukup untuk membuat keputusan penilai.

d. Menjelaskan tentang kapan penilaian yang dilakukan itu menyertakan

atau tidak menyertakan pajak yang relevan.

e. Menyatakan manakah pedomanan penilaian professional yang berlaku

atau dapat digunakan.

• Mengumpulkan informasi yang diminta oleh penilai,

• Memilih penilai, dan

• Melakukan tinjauan manajemen penilai.

Di beberapa negara yang telah menerapkan revaluasi aset tetap memiliki

panduan yang digunakan untuk pelaksanaan revaluasi. Seperti pada Kanada oleh

(31)

menambahkan beberapa tahapan yang dikembangkan/ditambahkan dari IPSASB

dalam melakukan penilaian terhadap kondisi aset, yaitu:

• Identifikasi dan kuantifikasi semua infrastruktur

• Mengumpulkan informasi terkait dengan umur, lokasi fisik, material dari

infrastruktur

• Menetapkan kondisi infrastruktur saat itu

• Menetapkan pembaruan dan penggantian, berdasarkan life-cycle cost.

• Mengembangkan sistem untuk menyusun informasi

Selain Kanada, ada juga negara Australia yang telah mengatur pelaksanaan

revaluasi. Peraturan yang digunakan antara lain Accounting Standard 1041 tahun

2001 dan juga Guidance Note:Fair Value Asset Valuation Methodologies for

Victorian Local Government. Pemerintah Victoria khususnya dalam Guidance

Note (2004) menjelaskan bahwa sebelum melakukan penerapan penggunaan fair

value, diadakan diskusi untuk menentukan klasifikasi aset yang akan tetap

menggunakan biaya historis dan yang menggunakan nilai wajar. Hal ini dilakukan

berdasarkan ketentuan yang telah disusun sebelumnya oleh Australian Accounting

Standard Board (AASB). Dalam aturan ini pemerintah Victoria membuat

pembedaan atau klasifikasi aset dengan panduannya masing-masing. Klasifikasi

ini antara lain: Penilaian Tanah, Penilaian Bangunan, penilaian Bangunan Umum,

penilaian Bangunan Khusus, penilaian tanah,dll.

Didalam AASB 1041 diatur tentang Revaluasi non-current Asset

dijelaskan bahwa terdapat batasan-batasan dalam pelaksanaan revaluasi.

(32)

Persediaan, Aset Moneter, goodwill, Investasi dalam persekutuan dan bunga dari

entitas joint venture yang menggunakan akuntansi metode ekuitas.

Selain aturan yang ada tadi, ada juga Asset Revaluation Policy yang

dikeluarkan oleh pemerintah Australia. Kebijakan Revaluasi ini disusun untuk

menyediakan suatu kerangka dari pelaksanaan revaluasi. Kerangka kerja ini

digunakan untuk meyakinkan bahwa revaluasi yang dilaksanakan keteraturan

yang cukup sehingga dapat meyakinkan nilai tercatat aset itu tidak berbeda secara

material dari nilai wajar yang digunakan pada tanggal Laporan keuangan.

Peraturan yang dibuat ini menjadi penting dalam penerapan revaluasi

untuk organisasi sektor publik karena dengan jelas dapat melihat batasan-batasan

dan juga hal-hal yang harus dilakukan. Selain itu, peraturan ini dapat membantu

staf internal organisasi sektor publik untuk tetap bekerja pada koridor yang benar

jika revaluasi aset tetap dilakukan oleh staf internal. Tahapan penyusunan

peraturan merupakan salah satu langkah yang memang disarankan oleh IASB

seperti yang dijelaskan sebelumnya karena kebijakan tentang penilaian ini

menjadi hal yang sangat penting.

Di Indonesia, penilaian aset tetap sebenarnya bukan merupakan hal yang

baru karena pada saat penyusunan neraca awal pemerintah, sudah disusun

beberapa langkah untuk menentukan nilai awal aset yang dimiliki. Langkah ini

kemudian disusun dalam buletin teknis Standar Akuntansi Pemerintah (Bultek

SAP) nomor 1 tentang penyusunan neraca awal bab VI. Di dalam Bultek tersebut

(33)

gedung dan bangunan; jalan, irigasi, dan jaringan; Aset tetap lainnya; Konstruksi

dalam pengerjaan.

Penilaian untuk tanah ditentukan sesuai dengan nilai wajar yang

merupakan harga perolehan tanah tersebut setelah dibeli setahun atau kurang dari

tanggal neraca. Namun, jika tanah diperoleh lebih dari tanggal neraca awal, maka

ditentukan dengan menggunakan rata-rata harga jual antar pihak independen

disekitar tanggal neraca untuk jenis tanah yang sama diwilayah yang sama.

Apabila nilai diatas tidak tersedia, maka transaksi antar pihak independen dapat

mewakili harga pasar. Jika nilai pasar ini tidak ada maka, dapat digunakan nilai

jual objek pajak (NJOP) terakhir dan jika terdapat alasan untuk tidak

menggunakan NJOP maka dapat digunakan nilai dari pihak appraisal sebagai nilai

tanah saat itu. Semua dasar penilaian yang digunakan harus diungkapkan dalam

Catatan atas Laporan Keuangan.

Klasifikasi aset yang berikut adalah gedung dan bangunan. Dalam

melakukan penilaian ditentukan berdasarkan nilai wajar. Jika nilai wajar ini tidak

tersedia maka akan ditentukan dengan menggunakan NJOP terakhir dan pada

pelaksanaannya terdapat alasan untuk tidak menggunakan NJOP, maka dapat

digunakan nilai dari tim appraisal sebagai dasar. Teknik penilaian yang sama juga

diterapkan pada peralatan dan mesin.

Dalam penilaian terhadap Jalan, Irigasi, dan Jaringan yang dibangun oleh

pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan,

(34)

dengan menggunakan standar atau perhitungan teknis dari instansi yang

berwenang yang diterbitkan setahun atau kurang dari tanggal neraca.

Ada juga aset tetap lainnya yang dapat berupa koleksi perpustakaan/buku

dan barang bercorak seni/budaya/olahraga. Dalam penyusunan neraca awal, aset

tetap lainnya dinilai berdasarkan nilai wajar jika aset tersebut dibeli pada tanggal

neraca.

Klasifikasi aset yang terakhir yaitu konstruksi dalam pengerjaan (KDP)

yang mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan, yang pada

tanggal neraca belum selesai dibangun. Untuk keperluan penyusunan neraca awal,

dokumen sumber untuk mencatat nilai KDP ini adalah akumulasi seluruh nilai

Surat Perintah Membayar yang telah dikeluarkan untuk aset tetap yang

bersangkutan sampai dengan tanggal neraca.

Dari klasifikasi aset tetap yang disusun oleh komite standar akuntansi

pemerintah (KSAP) dilihat bahwa dalam melakukan penilaian pada umumnya

strategi yang digunakan yaitu dengan memaksimalkan terlebih dulu staf internal

yang dimiliki yang kemudian jika pilihan ini tidak memungkinkan baru

menggunakan pihak eksternal. Ada juga aset tetap tertentu seperti Jalan, Irigasi,

dan Jaringan yang dalam penilaian langsung menggunakan appraisial namun tetap

dengan berdasarkan panduan teknis yang telah disusun oleh pemerintah.

BLU yang dalam penerapan revaluasi aset tetap yang relevan terkait

dengan aspek manajemen maka terdapat beberapa tahapan yang dapat

dikembangkan terkait berdasarkan pada strategi-strategi yang telah dikaji diatas.

(35)

7. Melakukan klasifikasi aset,

8. Membuat dan/atau mengembangkan kebijakan penilaian, termasuk metode

penilaian untuk setiap klasifikasi aset,

9. Mengumpulkan informasi terkait dengan umur, lokasi fisik, material dari

infrastruktur,

10.Menetapkan kondisi infrastruktur saat itu,

11.Melakukan penilaian;

Terkait dengan tahapan ini, BLU dapat menggunakan tahapan:

a. Menggunakan NJOP terakhir sebagai nilai sekarang dari aset tetap

b. Jika terdapat alasan untuk tidak menggunakan NJOP maka dapat

digunakan dengan nilai dari perusahaan jasa penilai resmi atau tim

penilai yang kompeten (appraisal).

12.Melakukan tinjauan manajemen terkait dengan penilaian yang dilakukan.

Dalam kaitannya dengan pelaporan keuangan, manajemen tetap memiliki

tanggung jawab terkait akurasi dari penilaian, bahkan ketika dinilai oleh pihak

penilai eksternal. Sebelum dimasukan dalam daftar aset, manajemen perlu untuk

(36)

Keuangan Sektor Publik

keputusan ekonomi oleh (SAK nomor 1 tahun 2010):

1. Investor: Memungkinkan untuk

menilai kemampuan perusahaan membayar dividen.

2. Karyawan: menilai kemampuan

perusahaan untuk memberikan balas jasa.

3. Pemberi Pinjiaman:

Memungkinkan untuk

memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar saat jatuh tempo.

4. Pelanggan: Berkaitan dengan

informasi kelangsungan hidup

nya dalam hal ini DPR sebagai perwakilan masyarakat dan instansi induk dari BLU tekait dengan:

a. Manajemen: Membantu

pengguna mengevaluasi kegiatan BLUdalam periode berjalan terkait dengan fungsi perencanaan, pengelolaan, dan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada BLU

c. Transparansi: Memberikan

informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat.

mempunyai tujuan yang berbeda dengan yang dimiliki oleh sektor privat karena dari sisi stakeholder yang dimiliki sektor publik memiliki tanggung jawab kepada masyarakat untuk melaporakan manajemen terkait penilaian kemampuan mengelola SDA yang dimiliki

dengan efektif dan efisien serta dapat melakukan pertanggungjawaban kepada pihak stakeholder terkait dengan akuntabilitas dan

memberikan informasi yang terbuka dan jujur.

(37)

kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.

2. Relevansi

Revaluasi Aset Tetap

a. Peningkatan Pada holding gain

aset yang dimiliki perusahaan

b. Peningkatan terhadap

penghematan dana.

c. Membantu dalam melakukan

pinjaman dana kepada kreditor.

Terdapat Peningkatan pada aspek manajemen. Dalam hal ini manajemen aset tetap.

Dari Relevansi revaluasi aset tetap yang dimiliki BLU, lebih mengarah pada peningkatan manajemen hal ini yang difokuskan untuk

meningkatkan pengelolaan aset yang dimiliki dengan lebih efektif dan efisien.

3. Kendala

Revaluasi Aset Tetap

Kendala yang dihadapi oleh sektor privat yaitu:

1. Besarnya biaya yang

dihadapi dalam melakukan revaluasi.

Kendala yang dihadapi bagi sektor publik:

1. Besarnya Biaya dalam

melakukan revaluasi.

2. Rendahnya kompetensi Sumber

Daya Manusia yang dimiliki.

Kendala yang dihadapi dalam penerapan sektor publik maupun sektor privat dapat dikatakan sama yaitu masalah besarnya biaya. Namun, bagi sektor publik ditembah satu masalah lagi yaitu kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki karena pada umumnya sumber daya sektor publik yang dimiliki tidak difokuskan untuk pelaksanaan revaluasi aset tetap.

4. Strategi

Revaluasi Aset tetap

-IPSASB – Transition to Accrual Basis

of Accounting. Strategi yang diterapkan yaitu:

(38)

d. Mengumpulkan informasi yang diminta penilai

e. Memilih penilai

f. Melakukan tinjauan manajemen

terhadap penilaian.

-Canada-Public Sector Accounting

Board: dari yang disusun oleh IPSASB Canada menambahkan beberapa langkah yaitu:

1. Identifikasi dan kuantifikasi semua

infrastuktur;

2. Mengumpulkan Informasi terkait

dengan umur, lokasi fisik, material dari infrastruktur;

3. Menetapkan kondisi infrastruktur

saat itu;

4. Menetapkan pembaruan dan

penggantian, berdasarkan life-cycle

cost;

5. Mengembangkan sistem untuk

menyusun informasi.

-Australia-Guidance note: Fair value

asset valuation methodologies for

2. Membuat dan/atau

mengembangkan kebijakan penilaian, termasuk metode penilaian untuk setiap klasifikasi aset,

3. Mengumpulkan informasi terkait

dengan umur, lokasi fisik, material dari infrastruktur,

4. Menetapkan kondisi infrastruktur

saat itu,

5. Melakukan penilaian;

Terkait dengan tahapan ini, BLU dapat menggunakan tahapan:

a. Menggunakan NJOP terakhir

sebagai nilai sekarang dari aset tetap

b. Jika terdapat alasan untuk

tidak menggunakan NJOP maka dapat digunakan dengan nilai dari perusahaan jasa penilai resmi atau tim penilai yang kompeten (appraisal).

(39)

menggunakan biaya historis dan menggunakan nilai wajar.

-AASB 1041: Terdapat batasan-batasan

dalam melakukan revaluasi aset tetap yaitu tidak diperkenankan untuk aset financial, persediaan, aset moneter, goodwill, investasi dalam persekutuan

dan bunga dari entitas joint venture

yang menggunakan akuntansi metode ekuitas.

-BulTek SAP nomor 1 (2010):

a. Penilaian atas tanah:

1. Ditentukan sesuai dengan nilai

wajar diperoleh dari harga pembelian setahun atau kurang dari tanggal neraca;

2. Jika diperoleh lebih dari tanggal

neraca maka gunakan rata-rata harga jual dari pihak independen disekitar tanggal neraca;

3. Apabila tidak tersedia maka

gunakan transaksi antar pihak independen;

(40)

40

b. Penilaian Atas Gedung dan

Bangunan:

1. Penilaian ditentukan

berdasarkan nilai wajar;

2. Jika tidak ada, gunakan NJOP

terakhir sebagai dasar; dan

3. Jika ada alasan untuk tidak

gunakan NJOP, maka gunakan pihak appraisal untuk menilai.

c. Jalan, irigasi, dan jaringan yang

dibangun pemerintah dan dikuasai pemerintah ditentukan nilai wajarnya dengan menggunakan pihak appraisial untuk melakukan penilaian.

(41)

melakukan revaluasi aset tetap dan kurangnya kompetensi Sumber Daya Manusia

yang dimiliki instansi untuk melakukan penilaian aset. Masalah biaya kemudian

berdasarkan Studi yang dilakukan oleh IPSASB dapat diatasi dengan

menggunakan staff internal yang kompeten untuk melakukan revaluasi. Terkait

dengan staf internal ini maka timbul masalah yang kedua yaitu rendahnya

kompetensi sumber daya manusia sehingga untuk pelaksanaannya staf internal

perlu untuk diberikan pelatihan terkait dengan teknik-teknik penilaian aset tetap

agar dapat memberikan penilaian aset baik dan tidak berbeda dengan yang

dihasilkan oleh perusahaan appraisal.

Dalam penerapaan revaluasi aset tetap pemerintah pada BLU, terdapat

tingkat relevansi yang kecil karena melakukan revaluasi aset tetap hanya akan

memberikan dampak pada peningkatan aspek manajemen aset tetap. Dengan

mengetahui nilai wajar aset tetap maka fungsi perencanaan, pengelolaan dan

pengendalian aset dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga dapat mendukung

pengguna untuk memberikan evaluasi yang baik terkait fungsi perencanaan,

pengelolaan dan pengendalian dari aset tetap. Aspek lain dari tujaun Laporan

Keuangan BLU yakni akuntabilitas dan transparansi tidak akan berdampak jika

revaluasi aset tetap dilakukan.

Terkait dengan penerapan aspek manajemen ini, maka ada terdapat

(42)

membuat dan/atau mengembangkan kebijakan penilaian, mengumpulkan

informasi terkait infrastruktur , menetapkan kondisi infrastruktur, melakukan

penilaian, dan yang terakhir adalah melakukan tinjauan manajemen terkait dengan

penilaian yang dilakukan. Dengan dampak terhadap aspek manajemen maka

dalam penerapannya, manajemen memiliki kewenangan untuk melakukan

pengelolaan manajemen terhadap aset ini. Sehingga strategi revaluasi aset tetap

ini dapat dilimpahkan untuk manajemen melakukannya karena disatu sisi BLU

juga diberi kebebasan untuk melakukan pengelolaan terhadap aset yang dimiliki.

Berdasarkan kajian revaluasi aset tetap dimana terkait pelaporan

keuangannya memiliki tingkat relevansi yang rendah sehingga dari kajian

penelitanan ini, maka BLU harus mempertimbangkan lagi untuk menggunakan

SAP sebagai standar karena saat ini PSAP juga telah berbasis akrual. dimana

dapat membantu BLU untuk terus melakukan pelayanan publik dengan tetap

mengedepankan prinsip produktivitas dan efisiensi. Disamping itu, dalam

pelaporan keuangan, BLU dituntut membuat dua laporan keuangan dengan dua

standar yang berbeda yaitu SAK dan SAP sehingga dapat lebih efisien bagi BLU

untuk membuat laporan keuangannya.

Penelit selanjutnya dapat melakukan kajian terkait dengan pengaruh

penerapan SAK terhadap pelaporan keuangan BLU sebagai instansi pemerintah

dan juga perbandingan penerapan SAK dengan SAP sebagai standar untuk

(43)

Anomim, 2011. Akuntabilitas dan Good Governance. http://www.scribd.com/doc/43938946/Bab-7-Akuntabilitas-Dan-Good-Governance. 22 Juni 2012.

Aprianti, Susy, 2002, “Tinjauan Relevansi Aktiva Tetap Menurut Pajak serta Pengaruhnya terhadap laba kena pajak perusahaan ‘X’”. http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?submit.x=0&submit.y=0&submit=p rev&page=25&qual=high&submitval=prev&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1 %2Feakt%2F2002%2Fjiunkpe-ns-s1-2002-32496103-163-revaluasi-chapter2.pdf. 23 Februari 2012

Bastian, Indra, 2006, Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta.

____________ 2008, Akuntansi Kesehatan, Erlangga, Jakarta.

BPKP, 2007, Akuntabilitas Instansi Pemerintah edisi kelima, Pusadiklat Pengawasan BPKP.

Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat.

Department Of Sustainability and Environment. 2004. Guidance Note: Fair Value Asset Valuation Methodologies for Victorian Local Governments. Victoria.http://www.dpcd.vic.gov.au/__data/assets/pdf_file/0003/38181/ 0706-01FairValueAsset.pdf. 26 Mei 2012

Harahap, Sofyan Syarif, 2011, Teori Akuntansi Edisi Revisi-11, Rajawali Pera, Jakarta.

Indriani, Agnes. 2012. ”Pentingnya Melakukan Manajemen Aset tetap”. 

http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1-kap-news/483-pentingnyamelakukanmanajemenasettetap. 22 Juni 2012.

International Federation of Accountants. 2011. Transition to the Accrual Basis of

Accounting: Guidance for Local Government Entites. 3rd. Ed.

(44)

Iyandri. 2012. Revaluasi Aset Tetap. http://id.shvoong.com/business-management/accounting/2284637-revaluasi-aset-tetap/. 23 Februari 2012.

Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Asas Good Corporate Governance”. 

http://www.kpk.go.id/modules/edito/content_gcg.php?id=21. 22 Juni 2012.

Krina, Loina Lalolo, 2003, Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi dan Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta.

Manna I., Fahri M., 2009, “Lebih Jauh Mengenai PSAK No. 16 (Revisi 2007) Tentang Aset Tetap”, Newletter Akuntansi, Audit, Perpajakan & Manajemen, Edisi IX/September 2009.

Martanti Dwi, 2011, “Revaluasi Aset Tetap”, http://www.bumntrack.com/index.php/artikel/view_artikel/477, 14 Maret

2012

 

Nordiawan, Deddi, Ayuningtyas Hertianti, 2010, Akuntansi Sektor Publik Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 07/PMK. 02/2006 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

_________________________Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum

_________________________ Nomor 79/PMK.03/2008 tentang Penilaian Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan.

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

_________________ Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

(45)

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 16 (revisi 2007) Tentang Aset Tetap.

Public Sector Accounting Board. 2007. Guide to Accounting For and Reporting Tangible Capital Assets. http://www.psab-ccsp.ca/other-non-authoritative-guidance/item14603.pdf.

Redithe, R. A., 2009, “Penerapan PSAK 16 (Revisi 2007) Tentang Aset Tetap dan Dampaknya Terhadap Perpajakan”, Newsletter Akuntansi, Audit, Perpajakan & Manajemen, Edisi VIII/Agustus 2009.

Sulistiyowati, Leni, 2010, Panduan Praktis Memahami Laporan Keuangan, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Sururi.2011.IFRS: Property, Plant, and Equipment.aaykpn.ac.id/article/read/23.30 Oktober 2011

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Referensi

Dokumen terkait

Melalui pendekatan Scientific Approach dengan menggunakan model Cooperative Learning, peserta didik mampu mengidentifikasidan menyusun fungsi sosial, struktur teks

Jadi dari hasil yang diperoleh di lapangan banyak hal yang masih luput dari perhatian masyarakat diantaranya bayi tidak mendapatka ASI eksklusif dan pemberian

Estimasi masa manfaat dalam tahun 5 tahun Estimasi masa manfaat dalam kilometer 100.000 km.. Metoda garis lurus Jurnal Depresiasi 2012 Biaya depresiasi 600 Akumulasi depresiasi

Rendahnya porsentase yang diperoleh pada siklus I untuk tahap awal disebabkan karena keterlaksanaan pembelajaran yang diperoleh dari hasil observasi menunjukkan

Buah sukun yang masih belum dikenal masyarakat banyak menjadikan buah ini tidak dikenal. Padahal buah sukun memiliki kelebihan lebih renyah dan gurih dibandingkan singkong

Dari hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan bahwa tata letak ruang SMK Negeri 4 Banjarmasin dari tata letak meja sirkulasi sudah tepat yang berdekatan dengan

Karena gaya yang bekerja pada benda bermuatan itu diasumsikan hanya gaya Lorentz, maka gaya sentripetal ini tidak lain adalah juga gaya Lorentz yang dialami oleh muatan

59 ini adalah sama dengan Pasal 51 (lama) KUHP Belanda 1886, dimana berlaku asas "universitas delinquere non potest", tidak mungkin dalam hukum pidana umum (commune