• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Locus of Control dengan Perilaku Prososial Siswa Kelas XI IPS SMA Kristen Purwodadi Tahun Ajaran 2014/2015 T1 132009090 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Antara Locus of Control dengan Perilaku Prososial Siswa Kelas XI IPS SMA Kristen Purwodadi Tahun Ajaran 2014/2015 T1 132009090 BAB II"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perilaku Perososial

2.1.1 Pengertian Perilaku Prososial

(2)

Adapun indikator yang menjadi perilaku prososial, menurut Staub 1978 (dalam Hudaniah, 2006), adalah:

a.Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada pihak pelaku

b. Tindakan itu dilahirkan secara sukarela c.Tindakan itu menghasilkan kebaikan

Berdasarkan batasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan konsekwensi positif bagi si penerima, baik dalam bentuk materi, fisik, ataupun psikologis tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pemiliknya.

2.1.2 Faktor-faktor Yang Mendasari Perilaku Prososial

Menurut Staub 1978 (dalam Hudaniah, 2006) terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, yaitu:

a. Self-gain

Harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan.

b. Personal values and norms

Adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai, serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti kewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik. c. Emphaty

(3)

d. Faktor Situasional dan Personal Yang Berpengaruh Pada Perilaku Prososial

Ada beberapa faktor personal maupun situasional yang menentukan perilaku prososial. Menurut Piliavin (dalam Hudaniah, 2006) ada tiga faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya perilaku prososial, yaitu:

1.Karakteristik situasional (seperti situasi yang kabur atau samar samar dan jumlah orang yang melihat kejadian).

2.Karakteristik orang yang meilhat kejadian (seperti usia, gender, ras, kemampuan untuk menolong).

3.Karakterisitik korban (seperti; jenis kelamin, ras, daya tarik).

Adapun Faktor-faktor Situasional Yang Berpengaruh Dalam Perilaku Prososial yaitu:

1) Kehadiran Orang Lain

Penelitian yang dilakukan oleh Darley dan latane kemudian Latane dan Rodin 1969 (dalam Hudaniah, 2006) menunjukkan hasil bahwa orang yang melihat kejadian darurat akan lebih suka memberi pertolongan apabila mereka sendirian daripada bersama orang lain. Sebab dalam situasi kebersamaan, seseorang akan mengalami kekaburan tanggung jawab (dikutip oleh Libert, Paulos, & Marmor, 1977). Menurut Staub 1978 (dalam Hudaniah, 2006) justru menemukan kontradiksi dengan fenomena di atas, karena dalam penelitiannya terbukti bahwa individu yang berpasangan atau bersama orang lain lebih suka bertindak prososial dibandingkan bila individu seorang diri. Sebab dengan kehadiran orang lain akan mendorong individu untuk lebih mematuhi norma-norma sosial yang dimotivasi oleh harapan untuk mendapat pujian menurut Sampson 1976 (dalam Hudaniah, 2006).

2) Pengorbanan Yang Harus Dikeluarkan

(4)

sebaliknya jika keduanya, baik pengorbanan untuk menolong ataupun tidak menolong diinterpretasikan sama rendahnya, ia akan menolong atau tidak tergantung norma-norma yang dipersepsi dalam situasi itu menurut Bringham 1991 (dalam Hudaniah, 2006).

3) Pengalaman dan Suasana Hati

Seseorang akan lebih suka memberikan pertolongan pada orang lain, bila sebelumnya mengalami kesuksesan atau hadiah dengan menolong. Sedangkan pengalaman gagal akan mengunranginya William 1981 (dalam Hudaniah, 2006). Demikian pula orang yang mengalami suasana hati yang gembira akan lebih suka menolong. Sedangkan dalam suasanan hati yang sedih, orang akan kurang suka memberikan pertolongan (Berkowitz, 1972; William, 1981). Sebab suasana hati (mood) dapat berpengaruh pada kesiapan seseorang untuk membantu orang lain menurut Berkowitz 1972 (dalam Hudaniah, 2006).

4) Kejelasan Stimulus

Semakin jelas stimulus dari situasi darurat, akan meningkatkan kesiapan calon penolong untuk bereaksi. Sebaliknya situasi darurat yang sifatnya samar-samar akan membingungkan dirinya dan membuatnya ragu-ragu, sehingga ada kemungkinan besar ia akan mengurungkan niatnya untuk memberikan pertolongan (Sampson, 1976).

5) Adanya Norma-Norma Sosial

Norma sosial yang berkaitan dengan perilaku prososial adalah resiprokal (timbal balik) dan norma tanggung jawab sosial. Pada awalnya sosiolog Alvin Gouldner (dalam Sampson, 1976) yang mengemukakan bahwa ada norma timbal balik dalam perilaku prososial, artinya seseorang cenderung memberikan bantuan hanya kepada mereka yang pernah memberikan bantuan kepadanya. Impilkasi dari prinsip ini lebih jauh menetapkan bahwa orang yang menerima keuntungan dari seseorang memiliki kewajiban untuk membalasnya. Sehingga dengan ini dapat dipertahankan adanya keseimbangan dalam hubungan interpersonal.

(5)

6) Hubungan Antara Calon Penolong Dengan Si Korban

Makin jelas dan dekat hubungan antara calon penolong dengan calon penerima bantuan akan memberi dorongan yang cukup besar pada diri calon penolong untuk lebih cepat dan bersedia terlibat secara mendalam dalam melakukan perilaku pertolongan. Kedekatan hubungan ini dapat terjadi karena adanya pertalian keluarga, kesamaan latar belakang atas ras (Staub, 1979; Bringham, 1991).

Sedangkan faktor personal yang dapat berpengaruh dalam perilaku prososial adalah karakteristik kepribadian. Salah satu alasan mengapa ada orang-orang tertentu yang mudah tergerak hatinya untuk berperilaku prososial, barangkali dapat dijelaskan antara lain dari faktor kepribadian. Penelitian yang dilakukan oleh Staub 1979 (dalam Hudaniah, 2006) kemudian oleh Wilson dan Petruska 1984 (dalam Hudaniah, 2006) menunjukkan bahwa individu yang memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi untuk melakukan perilaku prososial, biasanya memiliki karakteristik kepribadian, yakni memiliki harga diri yang tinggi, rendahnya kebutuhan akan persetujuan orang lain, rendahnya menghindari tanggung jawab, dan lokus kendali yang internal.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mendasari perilaku prososial yaitu self gain, Personal values and norms, emphaty, Faktor Situasional dan Personal Yang Berpengaruh Pada Perilaku Prososial.

2.1.3 Aspek-Aspek Perilaku Prososial

Carlo & Randall, (2002) menyatakan bahwa aspek-aspek perilaku prososial yang diukur pada masa remaja yaitu:

a. Perilaku untuk membantu orang lain yang ditetapkan atas kehadiran orang lain

Dengan kehadiran orang lain, maka akan mendorong individu untuk membantu orang lain karena dimotivasi oleh harapan agar mendapat pujian dari orang lain.

b. Perilaku prososial tanpa diketahui namanya

(6)

c. Perilaku prososial yang menakutkan

Berkenaan dengan membantu orang lain di bawah situasi susah d. Perilaku emosional prososial

Adalah perilaku yang berniat untuk menguntungkan orang lain dalam situasi emosional. Perilaku ini dapat dihubungkan dengan simpati dalam pertimbangan moral prososial, yang berorientasi terhadap persetujuan pertimbangan moral prososial sehingga diharapkan adanya keseimbangan antara sifat mementingkan kepentingan orang lain dengan perilaku emosional prososial.

e. Perilaku membantu orang lain ketika diminta

Yaitu perilaku mengarah pada membantu orang lain ketika diminta. f. Altruisme

(7)

2.1.4 Motivasi Untuk Berperilaku Prososial

Carlo & Randall, (dalam Hudaniah, 2006) menyatakan bahwa ada beberapa motivasi untuk berperilaku prososial. Adapaun motivasi tersebut adalah:

a. Empathy- Altruism Hypothesis

Konsep teori ini dikemukakan oleh Fultz, Batson, Fortrnbach, dan McCarthy 1986 (dalam Hudaniah 2006) yang menyatakan bahwa perilaku prososial semata-mata dimotivasi oleh perhatian terhadap kesejahteraan orang lain. Tanpa adanya empati, orang yang melihat kejadian darurat tidak akan melakukan pertolongan, jika ia dapat mudah melepaskan diri dari tanggung jawab untuk memberikan pertolongan.

b. Negative State Relief Hypothesis

Pendekatan ini sering pula disebut dengan egoistic theory, sebab menurut konsep ini perilaku prososial sebenarnya dimotivasi oleh keinginan untuk mengurangi perasaan negatif yang ada dalam diri calon penolong, bukan karena ingin menyokong kesejahteraan orang lain. Jadi pertolongan hanya diberikan jika penonton mengalami emosi negatif dan tidak ada cara lain untuk menghilangkan perasaan tersebut, kecuali dengan menolong korban menurut Baron & Byrne 1994 (dalam Hudaniah, 2006).

c. Emphatic Joy Hypothesis

Pendekatan ini merupakan alternatif dari teori egoistik, sebab menurut model ini perilaku prososial dimotivasi oleh perasaan positif ketika seseorang menolong. Ini terjadi hanya jika seseorang belajar tentang dampak dari perilaku prososial tersebut. Sebagaimana pendapat Bandura 1977 (dalam Hudaniah, 2006) bahwa orang dapat belajar bahwa melakukan perilaku menolong dapat memberinya hadiah bagi dirinya sendiri, yaitu membuat dia merasa bahwa dirinya baik. Hasil penelitian William dan Clark mendukung model ini, sebab mereka menemukan pertolongan, perasaan positif tetap timbul setelah ia memberikan pertolongan (dikutip oleh Baron & Byrne, 1994).

(8)

2.1.5 Cara Meningkatkan Perilaku Prososial

Ada beberapa cara untuk meningkatkan perilaku prososial. Menurut Bringham 1991 (dalam Hudaniah, 2006) setelah menyimpulkan dari beberapa penelitian yang ada, menyatakan bahwa ada beberapa cara untuk meningkatkan perilaku prososial, yaitu:

1) Melalui penayangan model perilaku prososial, misalnya melalui media komunikasi massa. Sebab banyak perilaku manusia yang terbentuk melalui belajar sosial terutama dengan cara meniru. Apalagi mengamati model prososial dapat memiliki efek premiring yang berasosiasi dengan anggapan positif tentang sifat-sifat manusia dalam diri individu pengamat.

2) Dengan menciptakan suatu superordinate identity, yaitu pandangan bahwa setiap orang adalah bagian dari keluarga manusia secara keseluruhan. Dalam beberapa penelitian ditunjukkan bahwa menciptakan superordinate identity dapat mengurangi konflik dan meningkatkan kemampuan empati diantara anggota-anggota kelompok tersebut.

3) Dengan menekankan perhatian terhadap norma-norma perilaku

prososial, seperti norma-norma tentang tanggung jawab sosial. Norma-norma ini dapat ditanamkan oleh orang tua, guru, ataupun melalui media massa. Demikian pula, para tokoh masyarakat dan pembuat kebijakan dan memotivasi masyarakat untuk berperilaku prososial dengan memberi penghargaan kepada mereka yang telah banyak berjasa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Penghargaan ini akan memberi pengukuhan positif bagi pelaku perilaku prososial itu sendiri maupun orang lain/masyarakat.

(9)

2.2 Locus Of Control

2.2.1 Pengertian Locus Of Control

Locus of control mengandung arti seberapa jauh individu yakin bahwa mereka menguasai nasib mereka sendiri (Robbin 1988), sedangkan menurut Rotter (1966) locus of control adalah keyakinan seseorang terhadap sumber-sumber yang mengontrol kejadian-kejadian dalam hidunya yaitu apakah kejadian-kejadian yang terjadi pada dirinya di kendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya. Dalam konsep tersebut, Rotter (1966) menjelaskan bahwa seseorang akan mengembangkan suatu harapan kemampuannya untuk mengendalikan kejadian-kejadian dalam hidunya.

Lebih lanjut Rotter (dalam Jess Feist, 2013) mengatakan bahwa locus of control adalah anggapan seseorang tentang sejauh mana orang tersebut merasakan adanya hubungan antara usaha-usaha yang telah dilakukan dengan akibat yang diterima. Jika seseorang merasakan adanya hubungan tersebut dikatakan mempunyai locus of control internal, sementara orang yang mempunyai locus of control eksternal akan beranggapan bahwa akibat yang diterima berasal dari kesempatan, keberuntungan, nasib, atau campur tangan orang lain.

(10)

diartikan juga sebagaikeyakinan individu mengenai kontrol dalam hidupnya, dimana dalam suatu kejadian individu yang satu menganggap keberhasilan yang telah dicapainya merupakan hasil usaha dan kemampuannya sendiri, sedangkan individu yang lain menganggap bahwa keberhasilan yang telah diperolehnya karena adanya keberuntungan semata.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa locus of control merupakan tindakan dimana individu menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya dengan tindakan atau kekuatan di luar kendalinya.

2.2.2 Macam Locus Of Control

Menurut Rotter (dalam Feist, 2013) mengemukakan bahwa locus of control memiliki 2 macam yaitu:

a. Locus of control internal

(11)

b. Locus of control eksternal menunjukkan bahwa sikap seorang yang percaya bahwa ia tidak memiliki kendali atas keadaan. Keyakinan ini yang menyebabkan depresi dan stres pada pandangan hidup.

2.2.3 Ciri-Ciri Locus Of Control

Menurut Rotter (dalam Feist, 2013) locus of control terdiri dari dua macam internal dan eksternal, adapun ciri-cirinya sebagai berikut:

a. Ciri -ciri locus of control internal sebagai berikut:

1. Merasa mampu untuk mengatur segala tindakan, perbuatan dan lingkungannya.

2. Rajin, ulet, mandiri dan tidak mudah terpengaruh begitu saja terhadap pengaruh dari luar.

3. Lebih bertanggung jawab terhadap kesalahan dan kegagalannya 4. Lebih efektif dalam menyelesaikan tugas.

5. Memiliki kepercayaan tinggi akan kemampuan dirinya. b. Ciri-ciri locus of control eksternal sebagai berikut:

1. Lebih pasrah dan bersikap comfroming dengan lingkungan. 2. Merasa bahwa perbuatannya kecil berpengaruh terhadap kejadian yang akan dihadapi, baik untuk menjalani situasi yang tidak menyenangkan maupun dalam usaha untuk mencapai tujuan. 3. Kurang bertanggung jawab terhadap kesalahan yang diperbuat. 4. Kurang percaya diri terhadap kemampuannya

(12)

2.2.4 Karakteristik Locus Of Control

(13)

2.2.5 Aspek Locus of Control

Pada awalnya Rotter (1966) melihat locus of control sebagai variabel perbedaan individual yang stabil yang memiliki dua dimensi (internal dan eksternal) yang mempengaruhi berbagai perilaku dalam sejumlah konteks yang berbeda. Namun Levenson (1981) mengembangkan konsep locus of control mengembangkan konsep dari Rotter dan membaginya menjadi tiga dimensi yaitu internalisasi (internality), powerful other, dan chance.

(14)

2.3 Kajian Penelitian Yang Relevan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rifatul Mahmudah (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan antara Locus Of Control dengan Perilaku Prososial pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara locus of control dengan perilaku prososial pada mahasiswa fakultas psikologi UIN Maliki Malang. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Ervina (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Perilaku Prososial Pada Remaja Panti Asuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara Locus of control Internal dengan Perilaku Prososial pada remaja Panti Asuhan.

(15)

Hasil penelitian yang peneliti harapkan adalah ada hubungan yang signifikan antara locus of control dengan perilaku prososial siswa, sehingga jika locus of control naik, maka perilaku prosial juga akan naik, begitu sebaliknya jika locus of control turun maka perilaku prososial juga akan turun.

2.4 Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Tesis Berjudul : “Analisis Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan, Kepuasan Dan Loyalitas Konsumen Dalam Pembelian Roti Ceria Di Jember” Telah diuji dan disahkan

Sehubungan dengan e- Lelang Pemilihan Langsung untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jaringan Irigasi Simpang Y ul ( DAK) yang telah memasuki proses klarifikasi

Kepada lulusan program Diploma, Sarjana, Magister, dan Doktor diberikan Predikat kelulusan yang terdiri dari 3 (tiga) tingkat yaitu: Memuaskan, Sangat Memuaskan,

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan naskah dan membuat program video pembelajaran Dodot Pengantin Putri Gaya Solo Basahan, serta menguji kelayakan video

Berdasarkan Surat Penetapan Pelaksana Pengadaan Langsung Nomor Nomor : 050/10 PnL-38/7/A.AC.P069/409.108/2015, tanggal 12 Nopember 2015, untuk Pekerjaan Perbaikan Jalan

Berdasarkan Surat Penetapan Pelaksana Pengadaan Langsung Nomor Nomor : 050/10 PnL-39/4/A.P.JK-P005/409.108/2015, tanggal 17 Nopember 2015, untuk Pekerjaan Jasa Konsultansi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor penyebab mengapa anak mengalami hambatan dalam berbicaranya dan dampak – dampak yang ditimbulkannya terhadap aspek

Pada hari ini Selasa, Tanggal Tujuh Belas Bulan November Tahn Dua Ribu Lima Belas (17-11-2015) kami yang bertanda tangan di bawah ini Kelompok Kerja Pengadaan Barang,