TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA SURABAYA NO.
0792/Pdt.G/2014/PA.Sby TENTANG PENOLAKAN
PENGINGKARAN ANAK
SKRIPSI Oleh: Husin Rifa’i NIM. C01213039
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah Dan Hukum
Jurusan Hukum Islam
Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal As-Syahsiyah)
Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang dilaksanakan di Pengadilan Agama Surabaya yang berjudul “Tinjauan hukum islam terhadap putusan pengadilan agama surabaya no. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang penolakan pengingkaran anak”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang tinjauan hukum islam terhadap putusan pengadilan agama surabaya tentang penolakan pengingkaran anak.
Data penelitian ini didapatkan dariputusan Pengadilan Agama Surabaya no. 0792/Pdt.G/PA.Sby dan wawancara kepada seorang yang mengetahui dan memiliki informasi pokok, yaitu hakim yang menyidangkan perkara dan panitera yang ikut persidangan dan putusan yang ditetapkan oleh pengadilan. Selanjutnya dilakukan analisis dengan teori hukum islam. Sehingga dapat ditarik kesimpulan penolakan pengingkaran anak yang diputuskan Pengadilan Agama sudah benar apa salah menurut aspek ketentuan hukum islam yang berlaku dan hal ini dianalisi menggunakan teknik deskriptif analisis.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwapertimbangan hukum hakim dalam gugatan penolakan pengingkaran anak yang terjadi di Pengadilan Agama Surabaya dikarenakan hakim menitik beratkan pada bukti adanya akta kelahiran dan catatan sipil yang merupakan akta otentik dengan dinilai pembuktian yang sempurna (Volledig Bewisjkracht) dan mengikat (Bindende Bewisjkracht) dan Tes DNA tidak bisa dilakukan maka dengan yakin hakim menyatakan ketiga anak itu adalah anak yang sah dan saksi-saksi dan alat bukti yang diajukan penggugat tidak menyebutkan terjadinya perselingkuhan selama usia perkawinan penggugat dan tergugat dan tinjauan Hukum Islam menyatakan pengingkaran anak akan berakibat buruk pada sianak dan batu sandungan buat sianak yang menjadikan statusnya anak zina serta nasabnya hanya ikut sama ibunya tidak tersambung pada bapaknya.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TRANSLITERASI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Batasan Masalah ... 8
D. Rumusan Masalah... 9
E. Kajian Pustaka ... 9
F. Tujuan Penelitian ... 11
G. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11
H. Definisi Operasional ... 12
I. Metode Penelitian... 13
J. Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK MENURUT HUKUM ISLAM ... ... 19
A. Pengertian Anak ... 19
B. Kewajiban Orang Tua dan Hak-hak Anak ... 21
1. Kewajiban Orang Tua terhadap Anak ... 21
2. Hak-hak Anak ... 22
C. Macam-Macam Anak ... 23
2 Anak Tidak Sah ... 26
D. Pengingkaran Anak ... 28
1. Pengertian Pengingkaran Anak ... 28
2. Syarat Pengingkaran Anak ... 32
3. Akibat Pengingkaran Anak ... 34
BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURABAYA TENTANG PENOLAKAN PENGINGKARAN ANAK ... 38
A. Keberadaan Wilayah Pengadilan Agama Surabaya ... 38
1. letak Geografis ... 38
2. Visi dan Misi ... 39
3. Tugas Pokok ... 39
4. Batas Wilayah ... 40
B. Deskripsi Perkara No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby Tentang Penolakan Pengingkaran Anak ... 43
C. Putusan dan Dasar Hukum Hakim Pengadilan Agama Surabaya.. 48
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURABAYA No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby A. Pertimbangan Hukum Hakim PA Surabaya ... 53
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama Surabaya ... 57
BAB V PENUTUP ... 61
A. Kesimpulan... 61
B. Saran ... 61
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURABAYA No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby TENTANG
PENOLAKAN PENGINGKARAN ANAK A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan ikatan suci antara dua insan yang paling mencintai. Perkawinan juga cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi manusia untuk memperoleh keturunan dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap untuk melaksanakan perannya yang positif sebagai sebagai suami istri dalam mewujudkan tujuan perkawinan, seperti yang disebutkan pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI), “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang harmonis”1
Tuhan tidak mau menjadikan manusia seperti mahkluk lainnya, yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan anatara jantan dan betina sacara anarki, dan tidak ada suatu aturan. Tetapi demi menjaga kehormatan dan martabat manusia, Allah membuatkan hukum sesuai dengan martabatnya. Sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan saling meridhai, dengan upacara ijab dan qabul sebagai lambang dari adanya rasa ridha-meridhai.2
Sebagai mahluk Allah SWT yang mulia, manusia tidak pernah terlepas dari fitrahnya. Sebagai agama Rahmatan lil ‘alamin, islam memberikan jalan atau cara bagi umatnya untuk mendapatkan calon
1 Pasal 3 Inpres No.1 tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam.
2
pendamping hidup dengan jalan pernikahan atau perkawinan yang sah menurut syariat maupun hukum positif di Indonesia. Perkawinan yang dimaksud ialah ikatan lahir batin seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.3
Para ulama’ fiqh mendefinisikan perkawinan dalam konteks hubungan biologis. Sedangkan menurut Sayuti Thalib perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga ayang kekal, santun-menyantuni, saling mengasihi dan bahagia.4
Tujuan perkawinan juga disebutkan dalam Al-Qur’an sebagaimana firman Allah dalam surat Ar-Ru>um ayat 21 yang berbunyi:
Artinya: “Dan dari tanda-tanda kebesaran Allah, diciptakan-Nya untuk kamu sekalian dari diri kamu sendiri istri-istri, agar kamu merasa tenang dan dijadikan oleh-Nya diantara kamu rasa cinta dan kasih sayang, sungguh yang demikian itu tanda-tanda kebesaran Allah, bagi kamu yang mau berfikir”(QS.Ar-Ru>um, 30: 21)5.
Dari tujuan perkawinan diatas dapat diketahui bahwa rumah tangga yang didirikan dengan akad nikah, maka sudah secara otomatis
3 Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, tentang Perkawinan.( Permata
Pres, tt), 78.
4Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata islam di Indonesia. (Semarang :
Grafika Pustaka, 2009), 40.
3
dua individu tersebut berada dalam suatu persekutuan hidup, bukan satu dua hari, minggu, bulan atau tahun untuk mencapai kehendak seperti yang diinginkan dalam tujuan perkawinan. Oleh karena itu, tokoh utama dalam rumah tangga adalah suami dan istri. Keduanya diletakkan sendi rumah tangga, yang islam menentukan:6
a. Suami dibebani tanggung jawab umum sepenuhnya; b. Istri dibebani ketaatan sepenuhnya pula.
Anak sebagai hasil dari suatu perkawinan, merupakan bagian yang sangat penting kedudukannya dalam keluarga, maka orang tua mempunyai kewajiban penuh untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan sebaik-baiknya hingga dewasa, dapat berdiri sendiri atau telah menikah. Kedudukan anak dalam Undang-undang perkawinan dan Kompilasi hukum Islam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak yang sah dan anak yang dilahirkan diluar perkawinan.
Di Indonesia, masalah asal-usul anak ini terdapat beberapa ketentuan hukum yang berbeda-beda. Hal ini karena pluralitas bangsa, utamanya dari agama dan adat kebiasaan, maka ketentuan hukum yang berlakupum bervariasi. Ada tiga hukum yang berlaku di Indonesi yaitu Hukum Islam, Hukum Positif meliputi Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan
4
Kompilasi Hukum Islam, dan Hukum Adat sebagai hukum yang tidak tertulis.7
Dalam Undang-undang perkawinan dan Kompilasi hukum Islam anak yag sah, adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah.
Kedudukan anak dalam Undang-undang Perkawinan diatur dan dijelaskan pada Pasal 42 dan 43.
Pasal 42:
“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”
Pasal 43:
(1) Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
(2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah.8
Kedudukan anak dalam Kompilasi Hukum Islam diataur dalam Pasal 99 dan Pasal 100.
Pasal 99:
Anak yang sah adalah:
(1) Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah (2) Hasil pembuahan suami istri yang sah diluar rahim dan
dilahirkan oleh istri tersebut
Pasal 100:
5
“Anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya.”9
Nampaknya antara Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 dengan Kompilasi Hukum Islam mengenai penjelasan anak sah dan anak luar kawin adalah sama. Sejalan dengan pengertian yang ada dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 42, mengenai asal usul anak juga dijelaskan dalam KUH Perdata yakni pada pasal 250 bahwa anak sah adalah anak yang dilahirkan atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh suami sebagai bapaknya. Dalam pasal ini memberikan penekanan bahwa anak bisa dianggap anak sah jika anak terlahir selama masa perkawinan, sedangkan anak lahir setelah perkawinan terputus maka anak tersebut tidak bisa disebut anak sah (anak luar kawin).
Namun tidak semua anak yang dilahirkan dalam perkawinan menjadi anak yang sah, karena ada anak-anak yang kurang beruntung, karena disangkal atau diingkari kelahirannya atau tidak diakui oleh bapak kandungnya sendiri. Berdasarkan pasal 44 Undang-undang Perkawinan disebutkan, Bahwa seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya, bilamana ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu dilahirkan akibat dari perzinaan tersebut.10
Dalam suatu perkawinan yang sah, apabila terjadi adanya penyangkalan seorang ayah terhadap anak yang dilahirkan dari istrinya
9 Ibid., 31.
6
yang terbukti berbuat zina, secara keperdataan akan mengakibatkan atau akan menepatkan posisi anak tersebut sebagai anak diluar nikah, yang mana akan membawa kesulitan besar pada diri dan kehidupan selanjutnya bagi anak yang disangkal kelahirannya.
Dalam hal ini perlunya pemaparan secara detail mengenai kasus yang akan diangkat oleh penulis yang terjadi di Pengadilan Agama Surabaya yang pokoknya sebagai berikut, seorang suami dan istri telah menikah dan dikaruniai 3 orang anak, anak pertama berumur 14 tahun, anak kedua berumur 11 tahun, dan anak yang ketiga berumur 9 tahun. Dalam usia rumah tangga 14 tahun, mereka telah melakukan penceraian di Pengadilan Agama Surabaya yang tertuang dalam Kutipan Akta Cerai Nomor: 2522/AC/2013/PA.Sby, tanggal 14 Mei 2013. Selama dalam usia perkawinan mereka dikarunia 3 orang anak: 2 anak laki dan 1 anak perempuan.
7
juga sering menelpon pada anaknya yang saat pasca cerai ikut bapaknya, mengatakan bahwa mereka bukan anak dari bapak kandung nya tersebut.
Seiring perkembangan teknologi yang serba canggih dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kedokteran, untuk membuktikan bahwa dia (suami) sebagai bapak biologisnya dari ketiga anaknya menginginkan untuk tes DNA kepada istrinya dan semua ke-tiga anaknya untuk membuktikan garis keturunan (nasab) ketiga anak tersebut, tetapi sang istri selalu menolak untuk melakukan tes tersebut.
Berangkat dari hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti sebuah putusan dari Pengadilan Agama Surabaya yang membatalkan/menolak gugatan yang diajukan oleh Bapak kandungnya sebagai Penggugat kepada istrinya sebagai tergugat yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama, Nomor. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby yang penulis tuangkan dalam penelitian yang berjudul: “Tinajauan Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/Pa.Sby Tentang Penolakan Pengingkaran Anak”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dilakukan identifikasi masalah:
8
b. Hak-hak anak dalam keluarga
c. Ketentuan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan mengenai orang yang berhak mengasuh anak
d. Kewenagan pengadilan dalam memutuskan perkara pengingkaran anak
e. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara di Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang penolakan pengingkaran anak
f. Analisis hukum islam terhadap putusan Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang penolakan pengingkaran anak
2. Pembatasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah dan tidak menyimpang dari pokok penelitian, maka dari itu penulis membatasi masalh yang akan dibahas, yaitu:
a. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara di Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang penolakan pengingkaran anak
9
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, agar penelitian ini terarah dan terfokuskan maka permasalahan yang akan dibahas didalam nya adalah:
1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan perkara di Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang penolakan pengingkaran anak?
2. Bagaimana analisis hukum islam terhadap putusan Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang penolakan pengingkaran anak?
D. Kajian Pustaka
Masalah pengingkaran anak yang sudah diajukan dalam Pengadilan Agama sudah banyak dibahas dalam pembuatan karya ilmiah yang lain akan tetapi judul “Tinajauan Hukum Islam Terhadap Putusan Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby Tentang Penolakan Pengingkaran Anak” menurut telaah pustaka yang dilakukan penulis belum menemukan. Namun demikian ada karya ilmiah yang korelasinya hampir sama dengan judul diatas:
10
Mafazatun Ni’mah Khofifah : C01205058, Fakultas Syariah,
IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2009 yang kesimpulan nya : Pengadilan agama tinggi agama surabaya membatalkan putusan pengadilan agama lamongan karena kurang cermat pengadilan agama lamongan dalam menilai orma-norma yang hidup dimasyarakat.11
2. Skripsi “Analisis Ibnu Rusyd tentang pengingkaran status anak oleh suami sebagai alas an penceraian”.12 Skripsi ini
memfokuskan pada pandangan Ibnu Rusyd tentang kriteria-kriteria dalam menentukan nasab seorang anak yaitu perkawinan yang sah, istri melahirkan anak sebelum cukup batas minimal kehamilan adalah enam bulan terhitung dari akad nikah/terakhir kali hubungan badan dan istri melahirkan anak setelah batas maksimal kehamilan terhitung dari masa penceraian atau terakhir kali hubungan badan. Dalam skripsi ini juga menjelaskan tentang pengingkaran status anak oelh suami sebagai alas an perceraian, jika sempurna ucapan li’an antara suami dan istri
3. Skripsi “Studi Komparasi Antara Pandangan Imam Syafi’I Dan Hukum Positif Tentang Status Anak Yang Lahir Setelah
11Mafazatun Ni’mah Khofifah, Skripsi Fakultas Syariah, Jurusan Akhwal Syakhsiyah (Surabaya, IAIN Sunan Ampel Surabaya Tahun 2009)
12 Azizah, Skripsi Fakultas Syariah, Jurusan Akhwal Syakhsiyah, (Surabaya, IAIN Sunan Ampel,
11
Istri Ditalak Akibat Pengingkaran”. Dalam kesimpulan skripsi
ini menyatakan bahwa Imam Syafi’I mengaggap anak yang lahir diluar perkawinan adalah anak zina yang mempunyai hubungan nasab paa ibunya saja, dan pendapat ini juga sama dengan hukum positif dimana status anak diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan keperdataan kepada ibu dan keluarga ibunya saja
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dihasilkan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan pertimbangan hukum yang digunakan hakim Pengadilan Agama Surabaya dalam memutuskan perkara gugatan pengingkaran anak.
2. Mendeskripsikan analisis hukum islam tentang penolakan pengingkaran anak di Pengadilan Agama Surabaya.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian yang dilakukan penulis lakukan ini, anadiharapkan bermanfaat dan berguna untuk hal-hal sebagai berikut: 1. Dari segi teoritis
12
khususnya hukum perdata dalam hal pengingkaran sorang ayah terhadap anak yang dilahirkan oleh istrinya
2. Dari segi praktis
Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat menambah serta memperkaya khazanah keilmuan atau sebagai acuan tentang pengingkaran anak. Serta berguna bagi para pihak yang terkait dengan adanya pengingkaran anak dan sebagai masukan dalam rangka penyelesain kasus pengingkaran anak. Hal ini juga bermanfaat bagi peneliti untuk dijadikan bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut terhadap penelitian sejenis.
G. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi yang menunjukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya, apa yang diukur dan bagaimna mengukurnya. Maksudnya bahwa definisi operasional memuat penjelasan tentang pengertian yang bersifat operasional dari konsep penelitian sehingga dapat dijadikan acuan dalam menelusuri dan menguji konsep tersebut melalui penelitian.
13
maka perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa kata kunci sebagai definisi operasional :
Tinjauan Hukum Islam : Hukum dibuat patokan oleh manusia berdasarkan ijtihad oleh para mujtahid. Dalam hal ini didasarkan pada Al-Qur’an, Hadist, dan Komplasi Hukum Islam.
Pengingkaran anak : Tidak mengakui, tidak membenarkan, menyangkal, memungkiri suatu keadaan.13 Dalam hal ini yang diingakari adalah status anak yang dilahirkan oleh istrinya.
Jadi yang dimaksud dengan judul diatas adalah menganalisis putusan hakim Pengadilan Agama Surabaya yang menolak gugatan pengingkaran anak dengan paradigma Kompilasi Hukum Islam, Hukum Islam, Hukum Positif dan Hukum Perdata.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara bertindak menurut sistem aturan atau tatanan yang bertujuan agar kegiatan praktis terlaksana secara rasional dan terarah sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal dan optimal.14
14
1. Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berkas isi putusan, dan alasan-alasan hakim sebagai berikut:
a. Data yang terkait dengan isi putusan Pengadilan Agama Surabaya No: 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang penolakan gugatan pengingkaran anak
b. Data tentang dasar hukum hakim yang digunakan oleh hakim Pengadilan Agama Surabaya dalam menolak gugatan pengingkaran anak.
2. Sumber Data
Sumber data adalah sumber darimana data akan digali, adapun sumber data yang digunakan penulis untuk menyusun skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari pihak yang terkait.15 dalam hal ini, termasuk
dokumen–dokumen resmi putusan dan dasar hukum hakim Pengadilam Agama Surabaya serta penjelasan hakim dan panitera Pengadilan Agama Surabaya.
b. Sumber data sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan primer untuk menunjang sumber
15
hukum primer.16 Data yang dimbil dan diperoleh dari bahan pustaka berupa jurnal, undang-undang, dan buku-buku yang ada hubungan nya dengan masalah pengingkaran anak.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan teknik sebagai berikut:
a. Dokumentasi, Penulis mencari dan mengumpulkan data yang berasal dari berkas-berkas putusan yang berkaitan dengan penelitian ini, sehingga penulis dapat memahami, mencermati dan mengalisis permasalahan penolakan gugatan pengingkaran anak berdasarkan data yang diperoleh tersebut,
b. Wawancara (interview), yaitu cara memperoleh data atau keterangan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian secara langsung.17 Dalam penelitian ini
wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara berdialog dengan pegawai Pengadilan Agama Surabaya yang bersangkutan untuk mendapatkan informasi tentang penolakan gugatan pengingkaran anak di Pengadilan Agama Surabaya. Peneliti langsung melakukan wawancara sendiri dengan sumbernya, agar pertanyaan yang disampaikan mengarah pada
16Ibid., 36
16
sasaran yang diharapkan, maka penulis menggunakan pedoman wawancara.18
c. Studi pustaka yaitu mengumpulkan data yang bersumber dari jurnal, buku-buku dan undang-undang yang berkaitan dengan perkara yang diteliti.
4. Teknik Pengolahan Data
Setalah data yang diperlukan dapat terkumpul, selanjutnya penulis akan melakukan pengolahan data dengan teknik sebagai berikut:
a. Editing, yakni memeriksa kembali semua data yang diperoleh dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yang meliputi kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.19
b. Organizing, yakni mengatur dan menyusun data sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah.20
5. Teknik analisis data
Setelah data yang diperlukan diperoleh dan dikumpulkan, maka perlu suatu bentuk teknik analisa data yang tepat. Penganalisaan data merupakan tahap yang penting karena ditahap ini, data yang diperoleh akan diolah dan dianalisa guna memecahkan dan
18Ibid., 56.
19Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004),
91.
17
menjelaskan masalah yang dikemukakan. Untuk analisa data dalam penelitian ini, penulis mempergunakan analisa data kualitatif untuk membuat catatan-catatn dan menyusun rangkuman yang sistematis. Sedangkan teknik analisis data dengan menggunakan metode deskriptif analitis yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara jelas semua data yang ada untuk dikaji, disusun secara sistematis untuk dianalisis dengan menggunakan Hukum Islam. Analisis data menggunakan pola pikir deduktif yaitu dengan metode menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya akan dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus sehingga bisa ditarik kesimpulan.
I. Sistematika Pembahasan
Agar penelitian ini dapat dipaparkan dengan alur pemikiran yang sistematis dan mudah difahami, maka penulis akan membuat sistematika pembahasan seperti berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang mencangkup latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional dan metode penelitian.
Bab kedua merupakan tinjauan umum tentang pengingkaran anak
18
dari sub bab pengertian anak, pengertian pengingkaran anak, dan akibat dari pengingkaran anak yang telah diingkari.
Bab ketiga memuat deskripsi hasil penelitian terhadap putusan
Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang penolakan gugatan pengingkaran anak yang meliputi: keberadaan wilayah Pengadilan Agama Surabaya, Deskripsi perkara No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang pengingkaran anak, dan putusan dan dasar hakim Pengadilan Agama Surabaya dalam menolak perkara gugatan pengingkaran anak.
Bab keempat memuat tentang analisis hukum terhadap putusan
Pengadilan Agama Surabaya No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby tentang penolakan gugatan pengingkaran anak dengan analisis Hukum Islam pada penolakan gugatan pengingkaran anak No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby di Pengadilan Agama Surabaya
Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
19 BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK DALAM HUKUM ISLAM
A. Pengertian Anak
Anak sebagai amanat Allah SWT yang harus dilaksanakn
dengan baik, khususnya bagi orang tua, dan tidak boleh begitu saja
mengabaikannya, lantaran hak-hak anak termasuk kedalam salah satu
kewajiban orang tua terhadap anak yang telah digariskan oleh agama
islam.1 Oleh karena itu dalam meniliti kehidupan ini, anak-anak
memiliki hak mutlak yang tidak bisa diganggu gugat.
Pengertian anak menunjukkan adanya hubungan antara
seorang laki-laki dan perempuan, dimana dengan proses nya
prosesnya pembuahan dari sel sperma dan sel telur bertemu sehingga
menjadi seorang anak yang terlahir dari rahim seorang perempuan
yang disebut dengan ibu sehingga anak tersebut adalah anak kedua
orang tuanya antara tersebut.2
Pengertian anak menurut istilah hukum islam adalah
keturunan kedua yang masih kecil.3 Kata “anak” dipakai secara
“umum” baik untuk manusia maupun binatang bahkan untuk
tumbuh-tumbuhan. Pemakaian kata “anak” bersifat “fugurativel
majasi” dan kata “anak” ini pun dipakai bukan hanya untuk
menunjukan keturunan dari seorang manusia/ibu-bapak, tetapi juga
1 Husain, Abdul Razaq, Islam wa Tiflu, Alih Bahasa Azwir Butun, Hak-hak Anak dalam
Islam, (Jakarta: Fika Hati Aniska, 1992), 53.
2 Prodjodikoro, Wirjono., Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Sumur Bandung,
1960), 72.
20
dipakai untuk menunjukan asal anak itu lahir. Sifat kecil itu kalau
dihubungkan dengan larangan bertindak ada tingkatannya, Pertama,
kecil dan belum mumayyiz dalam hal ini anak tidak memiliki
kemampuan untuk bertindak, kata-kata yang diucapkan tidak bisa
dibuat pegangan, jadi segal sesuatu berada ditangan wali atau orang
tuanya. Kedua, kecil tapi mumayyiz dalam hal ini sikecil kurang
kemampuan bertindak, namun sudah punya kemampuan sehingga
kata-katanya bisa dijadikan pegangan, dan sudah sah jika membeli
atau menjual dan memberikan sesuatu pada orang lain.
Dikatan mumayyiz dalam hukum islam ialah anak yang sudah
mencapai usianya, biasanya anak itu umur genap 7 tahun. Jadi kalau
masih kurang dari 7 tahun maka anak itu hukumnya belum
memayyiz, walaupun sudah mengerti tentang istilah menjual dan
membeli, sebaliknya kadang-kadang anak yang sudah lebih tujuh
tahun umurnya tetapi belum mengerti hal tentang jual beli dan
sebagainya.
Dalam firmannya Allah SWT, sudah menjelaskan yang
berbunyi
21
mereka itu harta-hatanya” (Q.S. An-Nisa: 6)4
Kata dewasa disini maksudnya sudah cukup umur untuk
keurunan dan muncul tanda-tanda kedewasaan laki-laki dan
perempuan, biasanya umur 12 tahun untuk laki-laki dan umur 9 tahun
untuk perempuan.
B. Kewajiban Orang Tua dan Hak-hak Anak
1. Kewajiban Orang Tua terhadap Anak
Rumah tangga yang aman dan damai adalah idaman semuanya
keluarga guna untuk kesejahteraan mereka dalam hidup didalam satu
atap. Begitupun bagi anaknya yang akan merasakan tentram dalam
pertumbuhan jasmani dan rohaninya. Semua orang sangat
mengidam-ngidamkan hal yang demikian, rumah tangganya adalah istana
baginya selama hayat dikandung badan.5 Karena adanya ikatan dalam
perkawinan sehingga menimbulkan hak dan kewajiban anatara orang
tua dan anak-anaknya, sebagai orang tua berkewajiban memelihara
dan mendidik anak-anaknya sampai dewasa dan dapat berdiri sendiri.
Sebagai seorang ayah berkewajiban memberikan nafkah
terhadap anak-anaknya terbatas kepada kemampuan yang dia miliki.
Yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an yang menyatakan:
4Kementerian Agama RI, Al - Qur'an & Tafsirnya , (Bandung: CV Penerbit J-ART, 2005), 179.
22
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkaah
menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rizkinya
hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah SWT
kepadanya” (Q.S. at-Thalaq: 7)6
Serta memberikan tempat tinggal dan biaya hidup kepada istri
dan anak-anakya. Sedangkan sebagai seorang ibu berkewajiban
menyusui anaknya dan merawat bayinya, sebab bayi itu tidak mau
menyusu kecuali kepada ibunya saja sampai umur dua tahun dan
berbakti pada suaminya didalam yang dibenarkan oleh hukum islam.
2. Hak-hak Anak
Anak merupakan generasi pertama dari ayah dan ibunya,
sebagai orang anak, dia berhak mendapatkan pemeliharaan,
perawatan, dan pendidikan. Dalam hukum islam ketika anak belum
berusia dewasa, perawatan dan pemeliharan seorang anak diwajibkan
kepada ibunya, tetapi untuk pendidikan anak adalah tanggung jawab
kedua orang tuanya. Sebab hak dan kewajiban ini tidak berlaku hanya
saat perkawinan saja akan tetapi jikalau perkawinan sudah putus hak
dan kewajiban sebagai orang tua masih berlaku. Jika ibu tidak bisa
memelihara atau melakukan hak dan kewajibannya maka akan
dipindahkan kepada keluarganya yang perempuan. Jikalau idak bisa
melakukan kewajiban ini maka kewajiban ini akan diberikan kepada
laki-laki atau ayahnya.
Adapaun hak-haknya anak terhadap kedua orang tuanya
23
adalah: hak nasab, hak susunan, hak pemiliharaan, hak kewalian, dan
hak waris.7 Menurut Undang-undang nomor I tahun 1974, kewajiban
tersebut berlaku terus menerus sampai anak tersebut sudah kawin
atau berdiri sendiri meskipun perkawinan anatara orang tua sudah
terputus.
C. Macam-macam anak
1. Anak sah
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, anak adalah keturunan
kedua sebagai hasil dari hubungan antara pria dan wanita. Menurut
Hukum Perdata anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam
ikatan perkawinan yang sah sebagaimana tersebut dalam pasal 250
BW.8 Seorang anak dapat dikatakan sah memiliki hubungan nasab
dengan ayahnya jika terlahir dari perkawinan yang sah juga menurut
hukum dan peraturan peraturan yang berlaku dimasyarakat.9
Dalam Undang-undang perkawinan dan Kompilasi hukum Islam
dalam Pasal 99 disebutkan bahwa anak yag sah, adalah anak yang
dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah.10
Kedudukan anak dalam Undang-undang Perkawinan diatur
dan dijelaskan pada Pasal 42 dan 43.
Pasal 42:
7Mu’ammal Hamidy, Perkawinan dan Persoalannya Dalam Islam. (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1978) , 142.
8 Manan, Abdul., Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Diindonesia. (Jakarta: Kencana.
2006), 77.
9 Nurrudin, Amiur dan Azhari Akma Taringan. Hukum Perdata Islam Diindonesia. (Jakarta:
24
“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”
Pasal 43:
(1) Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
(2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) diatas selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah.11
Dari kedua Pasal ini, ada dua patokan yaitu anak itu
dilahirkan dari perkawinan yang sah menurut Undang-undang
dan Hukum Islam dengan tata cara yang telah diatur
didalamnya untuk memperoleh anak yang sah dan diakui
berdasarkan hukum yang berlaku. Patokan yang pertama
memungkinkan keadaan istri sebelum menikah telah hamil
dan kemudian anak yang dikandungnya lahir setelah
perempuan tadi menikah dengan seorang pria, entah pria itu
yang menghamilinya atau bukan maka nasabnya hanya
kepada ibunya saja tidak sama ayah yang menikahi ibunya
tersebut.
Dalam keadaan ini, anak yang dilahirkan tetap dianggap
sebagai anak yang sah karena dia lahir dalam perkawinan
yang sah. Sedangkan menurut patokan yang kedua anak yang
dilahirkan harus akibat dari perkawinan yang sah, anak itu
lahir akibat hubungan badan suami istri yang telah terikat
25
dalam perkawinan yang sah.
Kemudian dalam Pasal 250 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata dijelaskan bahwa anak yang sah adalah anak
yang dilahirkan atau ditumbuhkan selama perkawinan. Jadi,
anak yang dilahirkan dalam suatu ikatan perkawinan yang sah
mempunyai status sebagai anak kandung dengan hak-hak
keperdataan melekat padanya serta berhak untuk memakai
nama marga di belakang namanya untuk menunjukkan
keturunan dan asal-usulnya.12 dianggap sah, yaitu: 1)
Kehamilan bagi seorang istri bukan hal yang mustahil, artinya
normal dan wajar untuk hamil. Imam Hanafi tidak
mensyaratkan seperti ini, menurut beliau meskipun suami istri
tidak melakukan hubungan badan apabila anak lahir dari
seorang perempuan yang dikawini secara sah, maka anak
tersebut adalah anak sah,13 2) tenggang waktu kelahiran
dengan pelaksanaan perkawinan minimal enam bulan sejak
perkawinan dilaksanakan. Tentang ini terjadi ijma’ para
fuqaha’ sebagai masa terpendek dari suatu kehamilan, 3) anak
yang lahir terjadi dalam waktu kurang dari masa minimal
kehamilan.
Anak yang sah mempunyai kedudukan tertentu terhadap
keluarganya, dan mempunyai hak-hak yang dilindungi oleh
12Manan, Abdul., Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Diindonesia. (Jakarta: Kencana.
2006), 78.
26
undang-undang. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya anak sah menurut beberapa hukum adalah sama
yaitu anak yang dilahirkan sebagai akibat dari perkawinan
yang sah atau dalam perkawinan yang sah.
2. Anak tidak sah
Anak tidak sah adalah anak yang tidak dilahirkan di
dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah, demikian
dapat ditafsirkan secara a contrario dari Pasal 42
Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 99
KHI serta Pasal 250 KUH Perdata. Orang juga menyebut anak
tidak sah sebagai anak luar perkawinan.14 Sebab perempuan
tersebut melahirakn anak yang tidak sah akibat dari pria yang
menyetubuhinya yang bukan dari perkawinan yang sah atau
suaminya.
Dalam praktek hukum perdata pengertian anak tidak sah
(anak luar kawin) ada tiga macam yaitu: 1) Apabila seorang
suami atau istri yang masih terikat dengan perkawinan,
kemudian mereka melakukan hubungan badan dengan wanita
atau pria lain yang mengakibatkan hamil dan melahirkan
anak, maka anak tersebut dinamakan anak zina, 2) apabila
perempuan dan pria yang sama-sama masih bujang kemudian
melakukan hubungan badan tanpa terikat perkawinan maka
27
anak yang dilahirkan disebut sebagai anak luar kawin, 3) anak
sumbang yaitu anak yang dilahirkan dari hubungan antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara
keduanya ada larangan untuk saling menikahi. Perbedaan
antara anak zina, anak sumbang dan anak luar kawin terletak
pada saat anak itu dibenihkan.15
Anak tidak sah juga mempunyai hak-hak layaknya
haknya anak sah. Hal ini telah diatur dalam Pasal 1 ayat (12)
Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak yang menyatakan bahwa hak anak adalah bagian dari
hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan
dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah
dan negara.
Menurut H. Herusuko banyak faktor penyebab
terjadinya anak dilaur kawin, diantaranya adalah anak yang
dilahirkan oleh seorang wanita tetapi wanita tersebut tidak
mempunyai ikatan perkawinan dengan pria yang
menyetubuhuinya dan tidak mempunyai ikatan perkawinan
dengan pria tersebut, anak yang lahir tetapi pria yang
menghamilinya tidak diketahui atau sebab pemerkosaan, anak
yang dilahirkan dari perkawinan secara adat sebab tidak
dicatatkan dan didaftarkan sesuai undang-undang dan
peraturan berlaku hanya menurut agama dan kepercayaannya.
28
D. Pengingkaran Anak
1. Pengertian Pengingkaran Anak
Pengingkaran yang berasal dari kata dasar “ingkar”
mempunyai arti menyangkal, tidak mengakui. Sedangkan
pengingkaran adalah suatu perbuatan tidak mengakui, tidak
membenarkan, menyangkal, memungkiri suatu keadaan atau
suatu halyanag sudah terjadi atau sudah nyata ada.16 Dan anak
adalah keturunan kedua sebagai hasil dari hubungan antara pria
dan wanita akibat adanya hubungan seksual, dimana adanya sel
sperma yang membuahi sel telur yang ada dalam rahim seorang
perempuan.17
Maka yang dimaksud dengan pengingkaran anak adalah suatu
perbuatan seseorang yang tidak mau mengakui anak yang telah
dilahirkan dari hasil pernikahannya sendiri. Hak Pengingkaran
anak ini hanya diberikan kepada suami oleh undang-undang. Hak
suami untuk mengingkari keabsahan seorang anak diatur dalam
Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang
Perkawinan yang menyatakan bahwa: Seorang suami dapat
menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya bilamana
ia dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu
adalah akibat dari perzinahan tersebut.18
Sedangkan menurut BW pengingkaran anak dapat dilakukan
16 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga. tt, 433. 17 Ibid., 38
29
apabila:19
a. Anak dilahirkan sebelum usia perkawinan suami istri tersebut
belum genap 180 hari. Namun pengingkaran ini tidak dapat
dilakukan dalam hal:
Suami sudah mengetahui akan kehamilan si istri sebelum
perkawinan (Pasal 251 (1) BW).
Suami telah hadir tatkala akte kelahiran dibuat dan akta itu
pun telah ditandatanganinya atau memuat pernyataan
darinya, bahwa ia tidak dapat menandatanganinya (Pasal
251 (2) BW )
Anak tidak hidup ketika dilahirkan (Pasal 251 (3) BW).
b. Anak lahir 300 hari (10) bulan setelah putusan perceraian dari
pengadilan telah berkekuatan hukum tetap (Pasal 254 BW).
c. Jika suami sejak 300 hari sampai 180 hari sebelum lahirnya
anak itu, baik karena perpisahan maupun sebagai akibat suatu
kebetulan ia berada dalam ketidak mungkinan nyata untuk
berhubungan badan dengan istrinya (Pasal 252 BW).
d. Istri berbuat overspel dan menyembunyikan kelahiran anak
tersebut terhadap suaminya (Pasal 253 BW).
Sedangkan dalam hukum Islam seorang suami dapat
mengingkari sahnya seorang anak yang dilahirkan istrinya asal suami
19Prawirohamidjo, R.Soetoyo dan Marthalina Pohan, Hukum Orang dan Keluarga,
30
dapat membuktikannya, untuk menguatkan pengingkarannya suami
harus membuktikan bahwa:20
a. Suami belum pernah berhubungan badan dengan istrinya,
akan tetapi istri tiba-tiba melahirkan.
b. Lahirnya anak itu kurang dari enam bulan sejak terakhir kali
berhubungan badan, sedangkan bayinya lahir seperti bayi
yang normal dan cukup umur.
Suami yang menuduh istrinya berzina atau mengingkari
anak yang ada/telah lahir dari kandungan istri maka suami harus
mendatangkan empat orang saksi, dua orang saksi laki-laki dan dua
orang saksi perempuan, kemudian jika tidak sanggup maka suami
harus bersumpah empat kali dengan kata tuduhan zina dan atau
pengingkaran anak tersebut, diikuti sumpah kelima dengan kata-kata
”Laknat Allah atas dirinya apabila tuduhan dan atau pengingkaran
tersebut bohong” (Pasal 127 (a) KHI). Sebagaimana Firman Allah
SWT surat an-Nu>r ayat 6-7 yaitu:21
Artinya: Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal
20 Nasution, Bahder Johan & Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam, (Bandung: CV. Mandar
Maju, 1971), 41.
31
mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: Bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.
Dan bagi istri yang menolak tuduhan bahwa ia berzina, dan
atau tuduhan mengingkari anaknya, maka dalam Pasal 127(b) istri
harus melakukan li’an terhadap suami. Hal ini termaktub dalam
firman Allah surat an-Nu>r ayat 8-9 yaitu:22
Artinya: Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima: Bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.
Sesuai dengan Pasal 126 KHI yang menyatakan bahwa
"sumpah li’an terjadi jika istri menolak tuduhan dan atau
pengingkaran suami". Namun bagi istri yang mengakui tuduhan
suami bahwa istri telah berzina atau tuduhan suami yang
mengingkari anak yang dikandung atau dilahirkan istrinya maka
sumpah li’an tidak dapat dilaksanakan.
Uraian diatas menunjukkan bahwa kesaksian seorang suami
dengan sumpah li’an menurut agama adalah dibolehkan dan li’annya
32
menguatkan tuduhan suami yaitu tidak mengakui kehamilan istrinya
sebagai hasil dari hubungan badannya.23 Syarat-syarat bagi mereka
yang berli’an adalah: Dalam ikatan perkawinan, dewasa dan berakal
sehat, beragama Islam, dan diputuskan didepan pengadilan (hakim).24
2. Syarat Pengingkaran Anak
Dalam hukum islam tentang pengingkaran anak terjadi
beberapa perbedaan dikalangan para ulama’ madhab, salah satunya
imam syafi’i25:
a. Seorang suami boleh melakukan penolakan nasab anak
pada masa kehamilan atau sesudah melahirkan. Jika suami
menangguhkan penolakan dengan tanpa alasan, maka
hilang haknya untuk menolak, karena penagguhan
penolakan mengandung pengakuan terhadap anak.
b. Suami mengklaim bahwa dia sama sekali tidak
menyetubuhi si istri dari semenjak akad, atau dalam
waktu yang membuat timbulnya kahamilan.
c. Suami menolak nasab anak yang dilahirkan istrinya
dilazimkan untuk mengetahui bahwa anak tersebut
dilahirkan kurang enam bulan sejak terjadinya
persetubuhan, ata lebih dai empat bulan.
d. Suami yang mengingkari nasab seorang anak yang
22Departemen Agama., 489.
23Sayyid Sabiq, Fiqqih Sunnah, terjemah, Mohammadd Talib, jilid 3, (Bandung : PT.
Al-Ma’arif, 1990), 216.
24 Ibid., 216.
33
dilahirkan istrinya dia harus menyebutkan peolakan nasab
dalam li’an sisuami, sedangkan siistri tidak perlu
menyebutkan karena siisti tidak menolaknya.
Cara pengingkaran anak juga diatur dalam Pasal 102
Kompilasi Hukum Islam yaitu:
a. Suami yang akan mengingkari seorang anak yang lahir dari
istrinya, mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama dalam
jangka waktu 180 hari sesudah hari lahirnya atau 360 hari
sesudah putusnya perkawinan atau setelah suami itu mengetahui
bahwa istrinya melahirkan anak dan berada di tempat yang
memungkinkan dia mengajukan perkaranya kepada Pengadilan
Agama.
b. Pengingkaran yang diajukan sesudah lampau waktu tersebut
tidak dapat diterima/ditolak.26
Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan
tidak menjelaskan secara tegas kapan seorang bapak dapat
mengingkari anaknya. Sedang KUH Perdata memberi batas
waktu sebagai berikut:27
a. Jika suami bertempat tinggal di tempat kelahiran anak atau
sekitarnya tenggang waktunya adalah satu bulan.
b.Jika suami bepergian, tenggang waktunya adalah dua bulan
setelah suami kembali dari bepergian.
34
c. Jika kelahiran anak itu disembunyikan oleh istrinya tenggang
waktunya adalah dua bulan setelah tipu muslihatnya
diketahui.
3. Akibat Pengingkaran Anak
Dalam agam islam sebenarnya melarang keras tentang
pengingkaran anak, kecuali ada beberapa alasan yang kuat atau
yang telah dibnarkan agama, anatara lain jika anak tersebut
sudah lahir lebih dahulu sesudah pernikahan yang berjarak
kurang dari enam bulan, si anak masih dalam kandungan ibunya
setelah habis masa beriddah dengan cerai talak dan wafat, dan
anak terlahir setelah melewati masa iddah bila suaminya pergi
merantau (sesudah melewati empat bulan sepuluh hari).28
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang
berbunyi:
ْﻟا ِﺮِﻫﺎَﻌْﻠِﻟَو ِشاَﺮِﻔْﻠِﻟ ُﺪَﻟَﻮْﻟا َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪﱠﻠﻟا ﻰﱠﻠَﺻ ِﻪﱠﻠﻟا ُلْﻮُﺳَر ﱠنَأ َةَﺮْـﻳَﺮُﻫ ْﻲِﺑَأ ْﻦَﻋ
ُﺮَﺠَﺤ
Artinya: Diriwayatkan dari Abi Hurairah, bahwa Rasullullah SAW. Bersabda: “Anak itu bagi siapa yang menggauli ibunya dan bagi pezinaan adalah batu sandungan (celaan/rajam).29
Dari hadits diatas Imam Asy-Sya>fi’i> berpendapat, apabila
suami telah menyempurnakan saksi dan berlia’an maka hilanglah
tikar istrinya (tidak boleh hidup sebagai suami istri) dan wanita
28Wahbah Az-Zuhaili, Terjemah Fiqih Islam..., 492.
29Asy-Sya>fi’i, Al-Imam. Al-Umm, diterjemahkan oleh Ismail Yakub dengan judul al-Umm
35
itu idak halal baginya selama-lamanya denan seketika, dan jika
laki-laki mendustakan dirinya tidaklah wanita itu kembali
kepada laki-laki tersebut.
Sedangkan pada status anak yang diingkari oleh suami,
maka anak tersebut berstatus anak zina. Hal ini didasarkan pada
hadits di atas “ ِشاﺮِﻔْﻠِﻟ ُﺪَﻟ َﻮﻟا
“
yaitu anak bagi pemilik fira>sy. ImamSya>fi’i> berpendapat bahwa “ ِشاﺮِﻔْﻠِﻟ ُﺪَﻟَﻮﻟا “ memiliki dua makna.
Makna pertama, bahwa anak tersebut adalah untuk pemilik fira>sy
apabila pemilik fira>sy tidak mengingkari anak tersebut dengan
li’an, apabila pemilik fira>sy mengingkari anak dengan lian maka
anak tersebut terhalang darinya. Tidak dibenarkan mengakui
anak tersebut kepada pezina, meskipun memiliki kemiripan
diantara keduanya, sebagaimana Nabi Muhammad SAW tidak
mengakui anak yang lahir dari selain fira>sy dan tidak
menasabkan kepadanya, mseskipun Nabi Muhammad SAW
mengetahui kemiripan dengannya. Nabi Muhammad SAW
menolak pengakuan anak dari pezina sebagaimana dalam hadits “
ُﺮَﺠَﺤْﻟا ِﺮِﻫﺎَﻌْﻠِﻟَو “ dan bagi pezina adalah batu sandungan, yakni tidak
dinasabkan anak yang lahir tersebut kepada pezina yang
mengaku anak tersebut merupakan keturunannya atau
mengingkarinya.
Makna kedua, apabila terjadi perselisihan antara pemilik
36
Apabila pemilik firas>sy mengingkari anak tersebut setelah li’an
maka anak tersbut terhalang darinya, namun kemudian dia
megakui anak tersebut setelah adanya li’an, maka dia tetap tidak
berhak terhadap anak tersebut meski dengan pegakuan kembali
setelah adanya li’an.30
H. Moch Anwar dalam bukunya dasar-dasar hukum islam
menetapkan keputusan di Pengadilan, mengutip dari kita Qalyubi
wa’umairah, jus IV berpendapat :
ِﺳ ِﻊَﺑْرَﻻ ْتَﺪَﻟ َﻮَـﻓ ِﻩِﺮْﻴَﻏ ْوَا ٍﻊْﻠُﺨِﺑ ﺎَﻬَـﻧ ﺎَﺑَا ْﻮَﻟَو
ُﺪَﻟَﻮْﻟا ُﻪَﻘِﺤَﻟ ِﺔَﻧ ﺎَﺑِْﻻا ِﺖْﻗَو ْﻦِﻣ ﺎَﻬَـﻧوُدﺎَﻤَﻓ َﻦْﻴِﻨ
َﻻ ُﻪُﻘَﺤْﻠَـﻳ َﻻﺎَﻓ ﺎَﻬْـﻨِﻣ ِﺮَﺸْﻛَﻻاِوَا
ِﻪِﺗﱠﺪُﻣ ُﺮَـﺜْﻛَا َﻲِﻫَو َﻦْﻴِﻨِﺳ َﻊَﺑْرَا ُﻎُﻠْـﺒَـﺗ ِﻞْﻤَﺤْﻟا َةﱠﺪُﻣ ﱠن
.
Artinya: kalau seorang suami menjatuhkan talak ba’in (talak yang tidak boleh diruju’) kepada istrinya dengan khulu>’ (talak tebus) dan yang semisalnya, kemudian bekas istrinya melahirkan anak dalam kurun waktu empat tahun atau kurang, dihitng sejak menjatuhkan talak ba’in, maka anaknya merupakan bekas suami. Tetapi apabila lebih dari empat tahun, maka bukan merupakan anak bekas suaminya, sebab waktu hamil paling cepat empat tahun.31
Begitu besar akibat dari adanya sebuah pengingkaran
yang dilakukan oleh suami terhadap anak yakni salah satunya
adalah status yang disandang oleh sianak, anak tersebut berstatus
anak zina (anak luar perkawinan yang sah). Selain itu hubungan
anak yang diingkari oleh suami hanya terbatas kepada ibunya
saja.32 Hal ini dikarenakan anak tersebut tidak bisa dihubungkan
nasabnya dengan suami yang melian-nya.
30Asy-Sya>fi’i, Al-Imam. Al-Umm..., 254.
31Anwar, Moch. Dasar-dasar Hukum Islam dalam Menetapkan keputusan di Pengadilan
Agama, (Bandung: CV. Dipenogoro, 1991), 111.
37
Pengingkaran anak dapat dikabulkan jika telah terlaksana
dan sempurna sumpah li’an di hadapan Pengadilan Agama, maka
pengingkaran anak ini sama dengan akibatnya dengan hukuman
li’an, yaitu: 33
a. Terputusnya ikatan perkawinan antara suami istri
selama-lamanya.
b. Status anak yang dilahirkan bukan lagi sebagai anak sah
dari suami istri melainkan sebagai anak zina.
c. Anak tidak memiliki hubungan keperdataan kepada bapak
nya.
d. Anak hanya dinasabkan kepada ibunya dan keluarga ibunya
e. Suami terbebas dari kewajiban memberi nafkah kepada
anak.
38 BAB III
DESKRIPSI HASIL PENELITIAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURABAYA NO. 0792/PDT.G/2014/PA.SBY
TENTANG PENOLAKAN GUGATAN PENGINGKARAN ANAK
A. Keberadaaan Wilayah Pengadilan Agama Surabaya
1. Letak Geografis
Surabaya secara geografis terletak di antara 07.12 -112.54 lintang
selatan dan 112.36 -112.54 bujur timur, merupakan dataran rendah
dengan ketinggian 3-6 meter diatas permukaan laut. Di bagian selatan
membujur dari barat ke timur, dua bukit landai, yakni di daerah lidah dan
daerah gayungan, dengan ketinggian area tanah Surabaya terdiri atas
alluvial, hasil endapan sungai dan pasir.. Di bagian barat kota terdapat
perbukitan yang mengandung kadar kapur tinggi
Surabaya adalah ibu kota Propinsi Jawa Timur yang dikenal
sebagai Kota Pahlawan. Kota Surabaya memiliki karakteristik sebagai
berikut :
Letak : 07 derajat 9 menit - 07 derajat 21 menit LS (Lintang
Selatan) dan 112 derajat 36 menit - 112 derajat 54 menit BT (Bujur
Timur)
Ketinggian : 3 - 6 meter di atas permukaan air laut (dataran
39
Lidah & Gayungan dengan ketinggian 25-50 meter di atas permukaan air
laut.1
2. Visi dan Misi Pengadilan
Visi: “Tewujudnya Kesatuan Hukum dan Aparatur Pengadilan
Agama yn Profesional dan Akuntabel menuju Badan Peradilan
Indonesia yang Agung”
Misi:
a.Menjaga kemandirian Aparatur Pengadilan Agama.
b.Meningkatkan kualitas hukum yang berkeadilan, kredebel dan
transparan.
c. Mewujudkan kesatuan hukum sehingga diperoleh kepastian
hukum bagi masyarakat.
d.Meningkatkan pengawasan dan pembinaan.
3. Tugas Pokok
Sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman bagi rakyat
pencari keadilan ialah menerima, memeriksa dan memutuskan setiap
perkara yang diajukan kepadanya, termasuk didalamnya
menyelesaikan perkara voluntair. Peradilan Agama juga adalah salah
satu diantara 3 Peradilan Khusus di Indonesia. Dikatakan Peradilan
Khusus karena Peradilan Agama mengadili perkara-perkara perdata
tertentu dan mengenai golongan rakyat tertentu. Dalam struktur
40
0rganisasi Peradilan Agama, ada Pengadilan Agama dan Pengadilan
Tinggi Agama yang secara langsung bersentuhan dengan penyelesaian
perkara di tingkat pertama dan banding sebagai manifestasi dari
fungsi kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman di lingkungan
peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan
Tinggi Agama.
Tugas-tugas lain Pengadilan Agama adalah Memberikan
keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Islam kepada
instansi Pemerintah didaerah hukumnya apabila diminta,
Melaksanakan hisab dan rukyatul hilal, Melaksanakan tugas-tugas
lain pelayanan seperti pelayanan riset/penelitian, pengawasan
terhadap penasehat hukum dan sebagainya, Menyelesaikan
permohonan pembagian harta peninggalan diluar sengketa antara
orang-orang yang beraga Islam.
Dengan demikian, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
untuk menyelesaikan semua masalah dan sengketa yang termasuk di
bidang perkawinan, kewarisan, perwakafan, hibah, infaq, shadaqah,
dan ekonomi syariah.
4. Batas Wilayah
Batas wilayah pengadilan surabaya, yaitu:
Sebelah Barat:Kabupaten Gresik
41
Sebelah Timur:Selat Madura
Sebelah Selatan:Kabupaten Sidoarjo
Luas Wilayah : 33.306,30 Ha, Jumlah Kecamatan : 31, Jumlah
Kelurahan : 160, Kelembapan Udara : rata-rata minimum 42% dan
maksimum 96%, Tekanan Udara : rata-rata minimum 1.005,38 Mbs
dan maksimum 1.014,41 Mbs, Temperatur : rata-rata minimum 23,3
°C dan maksimum 35,2 °C
Wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama Surabaya yang juga
termasuk dari wilayah Kota Surabaya ialah:
Wilayah Surabaya Pusat
Tegalsari
Simokerto
Genteng
Bubutan
Wilayah Surabaya Timur
Gubeng
Gunung Anyar
Sukolilo
Tambaksari
Mulyorejo
42
Tenggilis Mejoyo
Wilayah Surabaya Barat
Benowo
Pakal
Asem Rowo
Sukomanunggal
Tandes
Sambikerep
Lakarsantri
Wilayah Surabaya Utara
Bulak
Kenjeran
Semampir
Pabean Cantikan
Krembangan
Wilayah Surabaya Selatan
Wonokromo
Wonocolo
43
Karang Pilang
Jambangan
Gayungan
Dukuh Pakis
Sawahan
B. Deskripsi Perkara No. 0792/Pdt.G/2014/PA.Sby Tentang Pengingkaran
Anak
Perkara pengingkaran anak ini telah diajukan oleh sisuaminya
yang bernama “D” umur 44 tahun, agama islam, pekerjaan Dokter,
beralamat di Surabaya yang selanjutnya disebut sebagai “Penggugat” dan
memberikan kuasa kepada Noor Aufa, S.H.,. Mengajukan gugatan
pengingkaran anak nya yang telah dilahirkan istrinya yang bernama “S”,
umur 43 tahun, agama islam, pekerjaan dokter gigi, dan beralamat di
surabaya. Dan dalam hal ini memberikan kuasanya kepada Sru Utami,
S.H., M.Hum. dan A. Helena Stella, R. S.H, yang selanjutnya disebut
sebaai tergugat.
Berdasarkan berita acara dalam persidangan Tergugat dahulu
merupakan pasangan suami istri dari perkawinan yang sah, dan
melangsungkan pernikahan pada tanggal 17 Nopember 1996 sebagaimana
yang tercatat dalam Kutipan Akta Nikah Nomor: 809/62/9/1996. Setalah
itu pada tanggal 14 Mei 2013 Penggugat dan Tergugat bercerai di
44
2522/AC/2013/PA.Sby, selama usia pernikahan mereka mempunyai tiga
anak yang dibuktikan dengan akta kelahiran yang telah didaftarkan di
Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya sebagai
hasil Perkawinan yang sah antara penggugat dan tergugat, serta
penggugat hanya sau kali saja berhubungan badan bersama tergugat
selama pernikahannya.
Sebab terjadinya perceraian antara Penggugat dan Tergugat
dikarenakan seringnya terjadi pertengkaran dikarenakan tergugat telah
memiliki “Pria Idaman Lain” atau selingkuhan, pada tangal 7 juni sekitar
Pukul 01.45 Wib semakin nyata perselingkuhannya karena tergugat
diketahui langsung oleh warga sekitar sedang berduaan dalam rumah
tertutup dengan pria idamannya dan langsung dilaporkan ke Polisi
berdasarkan Laporan Polisi nomor:
Lp/232/B/VI/2012/RESTABES-SBY/SEKGBNG, tertanggal 07 juni 2012 tentang tidak pidana perzinaan.
Selama dalam usia pernikahan tergugat juga sering menyatakan
kepada anak-anaknya bahwa anak-anaknya bukan dari hasil benih
penggugat melainkan dari laki-laki lain, dan setelah perceraian anak yang
tergugat juga pernah menelpon anak-anaknya yang bersama penggugat
bahwa mereka bukan anak dari penggugat. Tetapi karena sebab itulah lalu
si penggugat mengajukan gugatannya kepngadilan agama surabaya untuk
mengingkari anaknya agar menetapkan dan menyatakan bahwa anak yang
45
badan antara penggugat dan tergugat atau mohon putusan yang
seadil-adilnya.
Bahwa, pada hari sidang yang telah ditetapkan penggugat dan
tergugat telah dipanggil dengan sah dan patut, ternyata penggugat dengan
didampingi kuasa hukumnya hadir dipersidangan, sedangkan tergugat
tidak hadir dan hanya kuasanya yang datang menghadap dipersidangan.
Dan dalam persidangan berlangsung Majlis Hakim juga telah
mengupayakan agar pihak penggugat dan tergugat bisa menyelesaikan
permasalahannya secara kekeluargaan, namun tidak berhasil. Serta Majlis
Hakim juga memerintahkan kepada kuasa hukum tergugat untuk
mengahadirkan tergugat dalam persidangan namun dari awal persidangan
sampai akhir persidangan tergugat tidak pernah hadir dalam persidangan.
Pada tanggal 17 juni 2014, tertugar melalui kuasa hukum nya
memberikan jawaban nya sebagai berikut :
1. Bahwa tergugat menolak semua gugatan Penggugat terkecuali
yang telah dengan tegas diakui kebenarannya
2. Tergugat juga membenarkan dalil gugatan Penggugat bahwa
selama dalam perkawinan telah dikaruniai 3 orang anak dan
anak-anak tersebut telah dilakukan pendaftaran diKAntor
Catatan Sipil Kota Surabaya.
3. Tergugat tidak sependapat dengan dalil penggugat dari butir 5
sampai dengan 13, dimana tergugat tidak mau mencari siapa
46
runtuhya rumah tangga dan semuanya telah berakhir dengan
perceraian
4. Sebagai seorang ibu, tergugat sangat mengerti perasaan dan
hati anak-anaknya yang masih belum dewasa dan labil
Kemudian atas jawaban tersebut penggugat memberikan
tanggapan/replik tertanggal 24 juni 2014, yang intinya penggugat tetap
menguatkan dalil gugatannya serta menolak seluruh dalil-dalil yang
diajukan tergugat, tergugat tidak menolak dalil gugatan penggugat dan
hanya mengaburkan fakta hukum dari dalil yang telah diajukan, serta
bukan masalah pengasuhan dan pengembalian anak-anak akan tetapi
karena perbuatan tergugat yang sering selingkuh pada masa perkawinan
yang sah sehingga secara ilmu pengetahuan hal ini dapat dibuktikan
melalui tes DNA bersama anak-anaknya tersebut untuk mencari
kebenaran yang sesunguhnya.
Dari replik penggugat, tergugat menjawab dalam dupliknya yaitu
penggugat membenarkan seluruh dalil jawaban tergugat, tidak cermatnya
penggugat dalam membaca jawaban tergugat sehingga penggugat salah
mengartikan, adannya inkonsistensi, atau ketidak stabilan pada
penggugat mengakui tergugat sebagai ibu kandung dari anak-anak yang
diingkari dan penggugat meminta dihapuskan hak dan kewajibannya
sebagai bapak serta meminta agar ada perubahan akta kelahiran tersebut
dengan pernyataan tersebut ibu kandung menyatakan kesanggupannya
47
Untuk menguatkan dalil-dalil gugatan replik nya, penggugat telah
mengajukan bukti berupa surat-surat sebagai berikut:
1. Fotokopi Kutipan Akta Kelahiran Nomor: 7758/2000 tanggal
3 Mei 2000 atas nama R. MAFIANDIKA EKAPRAJNA
WIDODO, Fotokopi Kutipan Akta Kelahiran Nomor :
5520/2001 tanggal 30 Maret 2001, atas nama Rr. MARLITYA
DWI ALDIRA PUTRI yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas
Kependudukan dan Catatn Sipil Kota Surabaya
2. Fotokopi salinan Putusan Pengadilan Agama Surabaya Nomor:
4543/Pdt.G/2012/PA/Sby tanggal 14 Mei 2013
3. Fotokopi Surat Tanda Terima Laporan Polisi Nomor :
STTLP/322/B/2012/JATIM/RESTABES-SBY/SEK-GNG,
TANGGAL 7 Juni 2012
4. Fotokopi Surat Keterangan Penggerebekan, tanggal 7 juni
2012
Disamping itu, penggugat mengajukan 2 saksi dan seorang saksi
ahli hukum yang dibwah sumpahnya pada pokoknya menerangkan
1. Terjadinya perselingkuhan yang dilakukan oleh tergugat
dengan sorang laki-laki lain dan terjadinya penggerebekan
dirumahnya.
2. Selama usia pernikahan yang sah penggugat dan tergugat telah
memiliki tiga orang anak, lalu mereka bercerai karena sebab
48
3. Saksi tidak pernah mendengar sebelumnya kalau tergugat
telah selingkuh dengan laki-laki lain sebelumnya sebab
penggugat tidak penah bercerita apapun.
Sedngkan tergugat tidak mengajukan saksi melainkan hanya
mengajukan bukti surat-surat sebagai berikut:
1. Fotokopi Kutipan Akta Cerai 2522/AC/2013/PA.Sby
tertanggal 2 Juli 2013, yang dikeluarkan oleh Pengadilan
Agama Surabaya
2. Fotokopi Akta Kelahiran Nomor : 8101/2003 tanggal 9 Mei
2003, atas nama Husain Rifa’i,
Atas ket