• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS TEORI KECERDASAN MAJEMUK DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP KELAS VIII.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS TEORI KECERDASAN MAJEMUK DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP KELAS VIII."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembelajaran matematika memiliki peranan penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan tersebut diperlukan siswa untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana disebutkan dalam Kompetensi Dasar Kurikulum 2013 yaitu menunjukkan sikap logis, kritis, analitik, konsisten dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan masalah. Sehingga kemampuan berpikir kritis matematis merupakan salah satu kompetensi yang harus dicapai melalui pembelajaran.

Dalam Learning for the 21st Century (Partnership for 21st Century Skills [P21], 2005: 9) disebutkan bahwa:

To cope with the demands of the 21st century, people need to know more than core subjects. They need to know how to use their knowledge and skills- by thinking critically, applying knowledge to new situation, analyzing information, comprehending new ideas, communicating, collaborating, solving problem, making decisions.

Untuk memenuhi tuntutan abad ke-21, orang-orang harus mengetahui lebih dari sekedar mata pelajaran inti. Mereka perlu mengetahui bagaimana menggunakan pengetahuan dan keterampilannya dengan berpikir secara kritis, menerapkan pengetahuan pada situasi baru, menganalisis informasi, memahami ide baru, mengomunikasikan, mengkolaborasikan, menyelesaikan masalah, membuat keputusan.

(2)

2 dalam mengevaluasi penyelesaian masalah. Sehingga ketika terdapat masalah dan penyelesaian masalah, siswa mampu mengevaluasi kebenaran penyelesaian masalah tersebut.

Halpern (2003: 15) mengemukakan bahwa:

An essential component of critical thinking is developing the attitude or disposition of a critical thinker. Good thinkers are motivated and willing to exert the conscious effort needed to work in a planful manner, to check for accuracy, to gather information, and to persist when the solution isn't obvious or requires several steps.

Sebuah komponen penting dalam berpikir kritis adalah mengembangkan sikap atau kecenderungan dari seorang pemikir kritis. Pemikir yang baik adalah pemikir yang termotivasi dan mau berusaha untuk mengerjakan dengan penuh perencanaan, memeriksa ketepatan, mengumpulkan informasi dan tetap berusaha untuk menyelesaiakan permasalahan ketika solusi tidak jelas atau memerlukan beberapa langkah. Sehingga pada pembelajaran matematika, kemampuan berpikir kritis dapat dilatih melalui pembelajaran menggunakan persoalan yang lebih dari sekedar mencari penyelesaian masalah. Contohnya mengevaluasi penyelesaian masalah dan menganalisis masalah.

(3)

3 kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab”. Sikap mandiri merupakan salah satu ciri manusia yang berkualitas. Karakter mandiri memiliki cakupan yang cukup luas. Salah satu sikap mandiri yaitu mandiri dalam belajar. Kemandirian belajar siswa dapat dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran di sekolah.

Zimmerman (1990: 14) mengatakan bahwa:

At a time, when students often appear to lack both the will and skill to achieve academically, educators need instructional approaches that can offer direction and insight into the processes of self-regulated learning.

Pada suatu waktu ketika siswa sering memunculkan adanya kekurangan baik pada kemauan dan keterampilan untuk mencapai prestasi akademik, pendidik perlu pendekatan pembelajaran yang dapat memberikan pengarahan dan pemahaman ke dalam proses kemandirian belajar. Pengarahan dan pemahaman tersebut yang akan membantu siswa untuk mencapai prestasi akademik. Hal itu menunjukkan bahwa proses kemandirian belajar berpengaruh pada pencapaian prestasi belajar.

(4)

4 perbedaan individual peserta didik. Siswa yang ada di kelas memiliki berbagai perbedaan. Salah satunya adanya perbedaan kecerdasan. Siswa yang satu dengan yang lain tentu memiliki kecerdasan yang berbeda. Sebagai guru daam pembelajaran harus bisa menyikapi perbedaan tersebut. Salah satunya dengan memberdayakan berbagai kecerdasan yang mereka miliki sehingga tidak hanya bertumpu pada satu macam kecerdasan saja.

Thomas Armstrong (2002) dalam bukunya Sekolah Para juara mendeskripsikan model pembelajaran klasik yang antara lain memunculkan asumsi-asumsi: Pertama, para guru cenderung memisahkan atau memberikan identifikasi kepada para muridnya sebagai murid-murid yang pandai di satu sisi, dan murid-murid yang bodoh di sisi lain. Kedua, suasana kelas cenderung monoton dan membosankan. Hal ini dikarenakan para guru biasanya hanya bertumpu pada satu atau dua jenis kecerdasan dalam mengajar, yaitu cerdas berbahasa dan cerdas logika. Ketiga, mungkin seorang guru agak sulit dalam membangkitkan minat atau gairah murid-muridnya karena proses pembelajaran yang kurang kreatif.

Dalam pembelajaran, tidak dibenarkan adanya siswa yang bodoh, mereka hanya memiliki kecerdasan yang berbeda dengan siswa yang lain. Sehingga sebagai guru sebaiknya mengetahui kecenderungan kecerdasan siswa sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Setelah guru mengetahui kecenderungan kecerdasan siswa, guru dapat mendesain pembelajaran dengan memanfaatkan keragaman kecerdasan tersebut.

(5)

5 seharusnya dimiliki oleh siswa. Selain itu pemberdayaan keragaman kecerdasan siswa juga penting untuk dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Namun pada kenyataannya kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar siswa masih belum berkembang secara optimal. Sebagai contoh hal tersebut dapat dilihat pada pembelajaran matematika di SMP Negeri 1 Wates. Penulis melakukan tes kemampuan berpikir kritis matematis. Pada tes tersebut, siswa diberi soal dan penyelesaian masalah kemudian siswa diminta untuk mengevaluasi kesalahan dan memperbaiki kesalahan dari penyelesaian soal tersebut. Rata-rata nilai tes tersebut 69,00. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan kemampuan berpikir kritis matematis belum maksimal. Di sisi lain, peneliti melakukan observasi lapangan untuk melihat aktivitas pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, sebagian besar siswa masih cenderung mengandalkan materi dari yang disampaikan guru di kelas. Inisiatif mereka untuk mempelajari materi terlebih dahulu di rumah juga masih kurang. Hal ini ditunjukkan dengan adanya angket kemandirian belajar yang diberikan oleh peneliti. Dari hasil angket kemandirian belajar yang disusun oleh Lina Dwi Astuti (2014), 56% siswa mencapai kategori Cukup, 33% mencapai kategori Baik, dan 11% mencapai kategori Sangat Baik. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa kemandirian belajar di lapangan masih belum maksimal.

(6)

6 maksimal dalam memberdayakan kecerdasan majemuk siswa. Aktivitas pembelajaran masih didominasi oleh siswa-siswa tertentu yang pandai di kelas. Hal ini menyebabkan ada beberapa siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran di kelas.

SMP Negeri 1 Wates merupakan salah satu sekolah yang menggunakan Kurikulum 2013. Sekolah tersebut telah menggunakan pendekatan saintifik selama tiga semester. Namun pendekatan saintifik ini masih merupakan sesuatu yang baru bagi guru dan siswa. Hal ini menyebabkan guru masih memerlukan banyak referensi untuk mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan saintifik.

Dari beberapa permasalahan pembelajaran di atas, mengindikasikan bahwa aspek-aspek kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Wates belum tercapai secara optimal. Dengan demikian perlu adanya pendekatan pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar siswa.

Salah satu pendekatan yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar siswa adalah pendekatan saintifik. Menurut Daryanto (2014, 56) salah satu kriteria proses pembelajaran saintifik adalah mendorong dan meginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.

(7)

7 yang disebutkan oleh Hosnan (2014, 39), langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Kemandirian belajar dapat dilatihkan kepada siswa salah satunya melalui kegiatan mengumpulkan data. Mereka secara mandiri mencari informasi dari berbagai sumber belajar. Langkah-langkah pembelajaran yang ada pada pendekatan saintifik juga dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis, misalnya dengan adanya kegiatan mengasosiasi siswa belajar untuk berpikir kritis dalam mengambil kesimpulan yang diperoleh dari pembelajaran.

Keragaman kecerdasan siswa menjadi perhatian peneliti dalam melakukan penelitian. Peneliti bermaksud memberdayakan kecerdasan majemuk siswa selama proses pembelajaran. Sehingga dengan pemberdayaan kecerdasan tersebut, diharapkan semua siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Salah satunya dalam kegiatan mengumpulkan informasi, siswa dengan kecerdasan visual spatial lebih tertari mengumpulkan informasi dari gambar-gambar yang disajikan, namun siswa dengan kecenderungan kecerdasan bodily kinesthetic akan lebih tertarik mengumpulkan informasi melalui kegiatan praktik.

(8)

8 B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi permasalahannya adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada pembelajaran matematika belum maksimal.

2. Kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran matematika belum maksimal.

3. Pelaksanaan pembelajaran matematika masih kurang dalam memfasilitasi kecerdasan majemuk siswa.

4. Guru masih memerlukan banyak referensi untuk pengembangan pembelajaran dengan pendekatan saintifik.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut maka dalam penelitian ini dibatasi pada masalah yaitu efektivitas pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk ditinjau dari kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar siswa dengan materi yang dibahas adalah lingkaran.

D. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut:

(9)

9 2. Apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk efektif jika ditinjau dari kemandirian belajar siswa kelas VIII?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII.

2. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari kemandirian belajar siswa kelas VIII.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi guru

Memberi tambahan informasi kepada guru mengenai efektivitas pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk efektif jika ditinjau dari kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar siswa kelas VIII.

2. Bagi siswa

(10)

10 3. Bagi peneliti

(11)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

Pada dasarnya belajar merupakan sebuah perubahan. Herman Hudojo (2003: 83) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses aktif dalam memperoleh pengalaman/ pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku. Berkaitan dengan pembelajaran, Hamzah B Uno (2007: 55) berpendapat bahwa pembelajaran dapat diartikan suatu proses interaksi antara peserta belajar dengan pengajar atau instruktur dan atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Sedangkan menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan (Erman Suherman, dkk, 2003: 8).

(12)

12 mengartikan bahwa matematika adalah studi tentang pola, hubungan dan ide-ide yang saling berkaitan.

Prinsip belajar matematika (NCTM: 2000) yaitu siswa belajar matematika seyogyanya dengan pengertian atau pemahaman secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Sehingga belajar matematika itu merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang dengan berbekal pengalaman dan ilmu yang telah dimiliki. Pengalaman dan ilmu tersebut kemudian dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran matematika.

Menurut Erman Suherman, dkk (2003: 56-57) fungsi mata pelajaran matematika sebagai berikut:

a) Alat

Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya. Bila seorang siswa dapat melakukanperhitungan tetapi tidak tahu alasannya, maka tentu ada yang salah dalam pembelajarannya atau ada sesuatu yang belum dipahami.

b) Pola Pikir

(13)

13 disesuaikan dengan perkembangan kemampuan siswa, sehingga pada akhirnya akan sangat membantu kelancaran proses pembelajaran matematika di sekolah. c) Ilmu Pengetahuan

Fungsi matematika sebagai ilmu pengetahuan, dan tentunya pengajaran matematika di sekolah harus diwarnai oleh fungsi yang ketiga ini. Guru harus mampu menunjukkan betapa matematika selalu mencari kebenaran, dan bersedia meralat kebenaran yang sementara diterima, bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan penemuan-penemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah.

Bell (1978: 108) mendefinisikan objek pembelajaran matematika sebagai berikut.

Object of mathematics learning are those direct and indirect things which we want student to learn in mathematics. The direct object of mathematics learning are fact, skills, concepts, and principle; some of the many indirect objects are transfer of learning, inquiry ability, problem-solving ability, self-dicipline, and appreciation for the structure of mathematics.

Objek pembelajaran matematika adalah sesuatu yang langsung dan tidak langsung yang akan dipelajari oleh siswa dalam matematika. Objek langsung dari pembelajaran matematika adalah fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip. Sedangkan beberapa dari banyak objek tidak langsung adalah penyampaian pembelajaran, kemampuan penyelidikan, kemampuan pemecahan masalah, disiplin diri, dan apresiasi untuk struktur matematika.

(14)

14 untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah menyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu:

1) Memahami konsep matematika, yaitu menjelaskan keterkaitan natarkonsep dan mengaplikasikan konsep dan algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah;

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, yaitu melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

3) Memecahkan masalah, yaitu kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh;

4) Mengmkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

5) Memiliki skikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah interaksi antara siswa dengan guru dan atau sumber belajar dalam proses perubahan sikap dan pola berpikir tentang logika, bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan. Dalam pembelajaran matematika tidak hanya bertumpu pada penyelesaian masalah tetapi juga pemahaman konsep, penalaran pola dan sifat, dan kemampuan mengomunikasikan masalah.

2. Efektivitas Pembelajaran Matematika

(15)

15 a) evaluate and use mathematics textbooks, b) select and use teaching /learning resourses, c) assign and evaluate student homework, d) diagnose student learning difficulties, e) develope good questioning strategies, f) mantain discipline in the classroom, g) test, evaluate, and grade students, and evaluate their own teacher.

Langkah-langkah tersebut dapat diartikan sebagai berikut. a. Mengevaluasi dan menggunakan buku pelajaran matematika. b. Memilih dan menggunakan sumber pengajaran/pembelajaran. c. Memberi dan mengevaluasi pekerjaan rumah siswa.

d. Mendiagnosis kesulitan belajar siswa.

e. Mengembangkan strategi bertanya yang baik. f. Menjaga kedisiplinan di dalam kelas.

g. Mengetes, mengevaluasi dan menilai siswa dan mengevaluasi dirinya sendiri sebagai guru.

Hampir sama dengan Bell, Mujis dan Reynolds (2008: 30) menyebutkan bahwa karakteristik guru yang efektif adalah sebagai berikut:

a. Guru bertanggungjawab merencanakan kegiatan siswa selama proses pembelajaran dengan terstruktur.

b. Siswa memiliki tanggung jawab atas tugas-tugasnya dan bersikap mandiri selama mengerjakan tugas-tugas tersebut.

c. Setiap guru hanya mengampu satu bidang pelajaran saja. d. Interaksi yang tinggi dengan seluruh kelas.

e. Guru memberikan tugas yang menantang.

f. Keterlibatan siswa yang tinggi dalam berbagai tugas. g. Atmosfer positif di kelas.

h. Guru menunjukkan penghargaan dan dorongan kepada siswa.

(16)

16 berarti seberapa besar usaha guru memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas dan mempelajari materi.

Khusus dalam pembelajaran matematika, NCTM (2000: 16) menyatakan bahwa “effective mathematics teaching requires understanding what students know and need to learn and then challenging and supporting them to learn it well”. Pembelajaran matematika yang efektif membutuhkan pemahaman tentang apa yang diketahui dan yang dibutuhkan siswa untuk belajar serta tantangan dan dukungan mereka untuk mempelajarinya dengan baik.

Kemp, dkk (1994: 288) mengemukakan pengertian keefektifan sebagai berikut:

Effectiveness answers the question “To what degree did students accomplish the learning objectives prescribed for each unit of the course?” Measurement of effectiveness can be ascertained from test scores, ratings of projects and performance, and records of observations of learner’s behavior.

Maksud dari pernyataan di atas adalah keefektifan menjawab pertanyaan “sampai tingkat mana siswa telah menyelesaikan tujuan pembelajaran yang

ditetapkan di dalam setiap unitnya?” Mengukur keefektifan dapat diketahui dari

skor tes, tingkat proyek dan kinerja, serta rekaman observasi perilaku pembelajar.

(17)

17 hidup lain. Pembelajaran matematika harus dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa dengan berbagai macam latar belakang memiliki hak yang sama untuk mengikuti pembelajaran.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keefektifan pembelajaran matematika adalah tercapainya tujuan-tujuan pembelajaran yang ditetapkan dengan kualitas pembelajaran yang baik, sesuai tingkat pembelajaran yang dapat diukur berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

Pada penelitian ini, pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk dikatakan efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kritis matematis apabila nilai rata-rata posttest lebih dari nilai rata-rata pretest dan persentase nilai siswa yang mencapai lebih dari 75 lebih dari 75%. Sedangkan apabila ditinjau dari kemandirian belajar dikatakan efektif apabila rata-rata skor angket akhir lebih dari rata-rata skor angket awal dan persentase skor angket siswa yang mencapai kategori minimal Baik lebih dari 75%.

3. Pendekatan Saintifik

(18)

18 Menurut Yunus Abidin (2014, 141), ada empat tahapan dalam saintifik proses. Keempat tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi masalah

Pembelajaran hendaknya diawali dengan sejumlah masalah baik masalah yang disajikan guru dan yang lebih baik lagi adalah masalah yang dirumuskan oleh siswa sendiri. Pertanyaan (rumusan masalah) yang dibuat siswa merupakan pertanyaan pemandu pembelajaran yang harus siswa dapatkan jawabannya setelah selesai melaksanakan seluruh rangkaian pembelajaran.

b. Membuat hipotesis

Berdasarkan langkah kerja penelitian ini, dalam konteks model pembelajaran siswa harus menggunakan penalarannya baik secara induktif maupun deduktif untuk mampu merumuskan jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.

c. Mengumpulkan dan menganalisis data

Kegiatan pengumpulan data dapat dilakukan baik secara eksperimen maupun studi lainnya. Hasil pengumpulan data tersebut selanjutnya diolah guna dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian ataupun untuk membuktikan hipotesis.

d. Menginterpretasi data dan membuat kesimpulan

(19)

19 diyakini akan meningkatkan tingkat retensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diperoleh siswa melalui kegiatan menyimak penjelasan guru.

Disisi lain M. Hosnan (2014, 39) mengemukakan bahwa bentuk kegiatan pembelajaran melalui pendekatan scientific dapat dilihat seperti tabel berikut.

Tabel 2. 1 Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Aktivitas Belajar

Mengamati (observing)

Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa atau dengan alat).

Menanya (questioning)

Mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai ke yang bersifat hipotesis; diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan).

Pengumpulan data (experimenting)

Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen), mengumpulkan data. Mengasosiasi

(associating)

Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data/ kategori, menyimpulkan dari hasil analisis data: dimulai dari unstructured-uni structure-multistructure-compilated structure.

Mengomunikasikan Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya.

Menurut Daryanto (2014, 59) langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembeajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan dan mencipta.

(20)

20 mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasikan. Kelima langkah tersebut dijabarkan dalam kegiatan pembelajaran sebagai berikut.

a. Mengamati

Kegiatan pertama dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah mengamati. Melalui pengamatan siswa mampu menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi yang akan disampaikan oleh guru. Menurut Hosnan (2014, 40) dalam kegiatan pembelajaran siswa mengamati objek yang akan dipelajari dengan cara membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.

Kegiatan mengamati dilakukan untuk memenuhi rasa ingin tahu siswa sehingga tercipta kebermaknaan yang tinggi selama kegiatan pembelajaran. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran matematika dapat menggunakan berbagai objek. Objek yang diamati oleh siswa dapat berupa fenomena lingkungan kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik matematika tertentu. Sehingga dapat membantu siswa untuk menuangkan suatu fenomena ke dalam bahasa matematika. Hal ini merupakan suatu pengantar untuk menyampaikan matematika yang abstrak.

(21)

21 abstrak. Hasil dari pengamatan ini berupa definisi, aksioma, postulat, teorema, sifat, grafik, dan sebagainya.

b. Menanya

Kegiatan menanya (questioning) dilakukan siswa setelah melakukan pengamatan untuk mengetahui informasi yang tidak dipahami atau untuk mendapatkan informasi tambahan. Menurut Daryanto (2014, 65), istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat

dalam pernyataan asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Melalui kegiatan ini siswa dapat terlatih untuk kreatif, berpikir kritis, dan terampil dalam berbicara. Pertanyaan yang diajukan oleh siswa dapat digunakan oleh guru untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa dan juga tingkat kesulitan siswa dalam memahami permasalahan.

(22)

22 c. Mengumpulkan informasi

Tidak lanjut dari kegiatan menanya adalah kegiatan mengumpulkan informasi. Melalui kegiatan ini siswa menggali dan mengumpulkan informasi melalui berbagai sumber. Sehingga peserta didik dapat membaca buku atau melakukan eksperimen agar terkumpul sejumlah informasi. Adapun kompetensi yang diharapkan dari siswa adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, dan mengembangkan kebiasaan belajar.

Melalui kegiatan ini siswa dapat belajar aktif untuk menemukan segala sesuatu yang berhubungan dengan permaalahan yang dihadapi. Dengan demikian mereka dapat menemukan adanya hubungan dari berbagai informasi yang diperoleh dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki.

d. Menalar (mengasosiasi)

Penalaran dapat dikatakan sebagai suatu proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta yang dapat diobservasi untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan. Hasil dari proses penalaran dapat berupa hipotesis atau dugaan sementara. Ada dua cara menalar, yaitu secara induktif dan deduktif. Proses penalaran ini dipengaruhi oleh tingkat berpikir siswa.

(23)

23 e. Mengomunikasikan

Pada kegiatan ini siswa diberi kesempatan untuk mengomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Siswa dapat menuliskan atau menceritakan apa yang mereka dapatkan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Kegiatan ini disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar siswa baik dalam bentuk kelompok maupun individu. Kegiatan “mengomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.

Dengan adanya kegiatan mengomunikasikan, siswa dilatih untuk mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Sehingga ketika ada teman yang sedang presentasi di depan kelas, teman-teman yang lain dapat mengomentari hasil presentasinya.

4. Teori Kecerdasan Majemuk

(24)

24 kepingan ini tidak statis atau ditentukan sejak seseorang lahir. Kecerdasan ini dapat berkembang sepanjang hidup apabila dilakukan pembinaan.

Di dalam lingkungan sekolah, pembinaan kecerdasan siswa dapat dilakukan melalui kegiatan pembelajaran. Dengan adanya keragaman kecerdasan siswa mengakibatkan gaya belajar mereka juga beragam. Sehingga penyampaian informasi dalam proses pembelajaran juga harus memperhatikan keragaman kecerdasan tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Munif Chatib (2013: 33) bahwa setiap siswa mempunyai gaya belajar masing-masing yang juga selalu berubah. Informasi akan masuk ke dalam otak siswa dan tak terlupakan seumur hidup apabila informasi tersebut ditangkap berdasarkan gaya belajar siswa tersebut.

Memperhatikan keragaman kecerdasan siswa tersebut, diperlukan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan keragaman kecerdasan siswa tersebut. Banyak inovasi pendidikan yang digunakan untuk mengembangkan keragaman kecerdasan siswa. Salah satu inovasi pendidikan yang dapat digunakan adalah pembelajaran berbasis Teori Multiple Intelligence (kecerdasan majemuk).

(25)

25 berbeda di bidang lain. Hal senada juga dikemukakan oleh Munif Chatib (2009: 92) bahwa melalui Multiple Intelligences tidak ada siswa yang tidak bisa, karena setiap anak pasti memiliki minimal satu kelebihan.

Menurut Howard Gardner dalam buku “Frame of Mind” setidaknya ada sembilan jenis kecerdasan majemuk. Kesembilan kecerdasan ini terangkum dalam Djamilah Bondan W. (2012: 3-5), yaitu:

a. Kecerdasan Linguistic

Kecerdasan linguistik berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam menggunakan kata-kata secara efektif, baik lisan maupun tertulis. Seseorang dengan tingkat kecerdasan linguistic yang tinggi pada umumnya pandai membaca, menulis, mendengarkan, bercerita dan menghafal kata-kata. Mereka cenderung belajar paling baik dengan membaca, mencatat, mendengarkan ceramah, dan dengan mendiskusikan serta tentang apa yang telah mereka pelajari.

b. Kecerdasan Musical

Kecerdasan musical berkaitan dengan kepekaan seseorang terhadap suara, ritme, nada, dan musik. Seseorang dengan tingkat kecerdasan musical yang tinggi biasanya mampu bernyanyi, memainkan alat musik, mengingat melodi atau menulis musik. Karena ada komponen pendengaran yang kuat untuk kecerdasan ini, maka mereka pada umumnya dapat belajar dengan baik melalui ceramah, atau menggunakan lagu.

c. Kecerdasan Logical-mathematical

(26)

26 menggunakan bilangan, dan dalam berpikir kritis. Mereka yang memiliki kecerdasan logical-mathematical yang tinggi pada umumnya tertarik pada kegiatan eksplorasi matematis, seperti menggolongka-golongkan (mengklarifikasi), menghitung, membuktikan, atau menggeneralisasi. Metode penemuan akan disukai siswa-siswa dengan kecerdasan logical-mathematical yang tinggi.

d. Kecerdasan Visual-Spatial

Kecerdasan visual-spatial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memvisualkan gambar di dalam benak mereka. Mereka yang memiliki kecerdasan visual-spatial yang tinggi pada umumnya terampil mengenali dan menggambar dalam dua dan tiga dimensi, imajinatif, kreatif, dan peka terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan hubungan antar unsur tersebut. Mereka cenderung mengingat sesuatu menggunakan coretan, sketsa, atau gambar-gambar.

e. Kecerdasan Bodily-Kinesthetic

(27)

27 f. Kecerdasan Intrapersonal

Kecerdasan Intrapersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam hubungannya dengan kapasitas introspective dan self-reflective. Mereka yang memiliki kecerdasan intrapersonal yang tinggi cenderung memiliki pemahaman yang mendalam tentang diri mereka sendiri, apa kekuatan atau kelemahan dirinya, dan apa yang membuat dirinya unik. Mereka juga mampu memprediksi reaksi diri atau emosi mereka sendiri dalam menghadapi sesuatu. Berpikir kritis dan filosofis termasuk diantara ciri orang dengan kecerdasan ini. Siswa dengan kecerdasan intrapersonal yang tinggi perlu diberi kesempatan untuk berpikir atau belajar secara individual bberapa saat sebelum mereka belajar dalam kelompok.

g. Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memahami, berinteraksi, dan bekerja sama dengan orang lain. Secara teori, orang yang memiliki kecerdasan intrapersonal yang tinggi memiliki kepekaan terhadap suasana hati, perasaan, dan temperamen orang lain. Mereka yang cerdas secara interpersonal biasanya belajar paling baik dengan bekerja dengan orang lain dan sering menikmati diskusi dan perdebatan.

h. Kecerdasan Naturalist

(28)

28 pada umumnya juga senang belajar sesuatu dengan cara mengelompokkan apa yang dipelajari menurut ciri-ciri tertentu, dan menyukai aktivitas outdoor. Sesekali melakukan kegiatan pembelajaran matematika di luar ruangan kelas tidak hanya membantu siswa dengan kecerdasan naturalist yang tinggi, tetapi juga akan menyenangkan siswa dengan beragam kecerdasan yang dimilikinya.

i. Kecerdasan Existentialist

Kecerdasan existentialist berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam mempertanyakan segala sesuatu. Mereka yang memiliki kecerdasan existentialist cenderung mempertanyakan segala sesuatu seperti keberadaan manusia, arti kehidupan, arti kematian, dan berbagai realita yang dihadapi manusia dalam kehidupan. Mereka cenderung bertanya “mengapa”.

Memberi tugas untuk mencari asal-usul suatu rumus matematika, atau untuk mempelajari sejarah matematika, dapat dilakukan guru untuk mengembangkan dan memanfaatkan existentialist siswa.

(29)

29 satu kelompok beragam sehingga pencapaian hasil pembelajaran dapat maksimal.

5. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Pembelajaran matematika memiliki banyak tujuan yang harus dicapai. Banyak kemampuan siswa yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran matematika. Salah satu kemampuan yang perlu dikembangkan yaitu kemampuan berpikir kritis matematis. Halpern (2003: 6) mengemukakan mendefinisikan kemampuan berpikir kritis sebagai berikut.

Critical thinking is the use of those cognitive skills or strategies that increase the probability of a desirable outcome. It is used to describe thinking that is purposeful, reasoned, and goal directed—the kind of thinking involved in solving problems, formulating inferences, calculating likelihoods, and making decisions, when the thinker is using skills that are thoughtful and effective for the particular context and type of thinking task.

Maksud dari berpikir kritis di atas adalah penggunaan keterampilan kognitif atau strategi yang meningkatkan kemungkinan hasil yang diinginkan. Hal ini digunakan untuk menggambarkan pemikiran yang tujuan, beralasan, dan tujuan diarahkan-jenis pemikiran yang terlibat dalam memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, menghitung kemungkinan, dan membuat keputusan, ketika pemikir menggunakan keterampilan yang bijaksana dan efektif untuk konteks tertentu dan jenis tugas berpikir.

(30)

30 kritis dapat menunjukkan ketiga langkah tersebut dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika. Sejalan dengan pendapat Riyanto, Alec Fisher (2009: 8) membagi keterampilan berpikir kritis menjadi delapan indikator berikut.

[image:30.595.146.489.366.503.2]

1) Identify the elements in a resoned case, espestally reason and conclusions; 2) Identify and evaluate assumptions, 3) clarify and interpret expressions and ideas; 3) Judge the acceptability, espestally the credibility of claims; 4) evaluate arguments of different kinds; 4) analyse, evaluate and produce explanations; 5) analyse, evaluate and make decisions; 6) draw inferences; and 7) produce argguments. Indikator-indikator tersebut dapat diartikan bahwa siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan memiliki kemampuan sebagai berikut:

Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Alec Fisher No Kemampuan berpikir kritis

1. Mengidentifikasi alasan dan kesimpulan 2. Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi

3. Mengklarifikasi dan menginterpretasi ekspresi dan ide 4. Menilai kemampuan khususnya kebenaran suatu pernyataan 5. Menganalisis, mengevaluasi, dan menyampaikan penjelasan 6. Menganalisis, mengevaluasi, dan membuat keputusan 7. Membuat kesimpulan

8. Menyatakan argumen

Siswa yang berpikir kritis tidak hanya mampu mendefinisikan suatu pernyataan, tetapi juga mampu menganalisis kebenaran pernyataan yang diketahui dari suatu permasalahan. Setelah itu siswa akan mampu menyatakan sebuah argumen dari permasalahan tersebut.

(31)

31 pertanyaan. Analysis merupakan kemampuan yang mencakup hal-hal seperti pertimbangan, investigasi, melihat secara mendalam terhadap suatu masalah, atau membandingkan sesuatu. Evaluation meliputi keterampilan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu. Dengan adanya kemampuan mengevaluasi tersebut, dapat dikatakan bahwa seseorang memiliki kemampuan berpikir kritis. Inference mencakup kemampuan penalaran yang ditambah dengan penggunaan bukti untuk membuat kesimpulan, membuat keputusan, merencanakan, dan kemampuan memprediksi. Explanation berarti mengomunikasikan hasil pemikirannya menggunakan informasi yang dibutuhkan. Metacognition for self regulation dapat dikatakan sebagai kegiatan mengoreksi diri. Keterampilan metakognisi ini bukan langkah linear dalam berpikir kritis, tetapi berkaitan dengan pemikiran kritis karena keterampilan yang sering muncul pada metakognisi adalah kemampuan merefleksi siswa.

Glazer (2001: 13) mendefinisikan berpikir kritis dalam matematika sebagai berikut:

Critical thinking in mathematics is the ability and disposition to incorporate prior knowledge, mathematical reasoning, and cognitive strategies to generalize, prove, or evaluate unfamiliar mathematical situation in a reflective manner.

(32)
[image:32.595.139.515.209.503.2]

32 Dari beberapa pendapat tentang berpikir kritis di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis meliputi beberapa aspek yang kemudian dijabarkan dalam beberapa indikator. Berikut ini aspek dan indikator kemampuan berpikir kritis matematis.

Tabel 2.3 Aspek dan Indikator Berpikir Kritis Matematis

No Aspek Indikator

a. Kemampuan memahami masalah.

a. Menuliskan informasi yang kurang dari suatu masalah.

b. Menuliskan langkah-langkah yang

diperlukan untuk menyelesaikan masalah. b. Kemampuan

menganalisis masalah.

Menuliskan hubungan dari beberapa informasi.

c. Kemampuan mengevaluasi penyelesaian masalah.

a. Menuliskan kesalahan dari penyelesaian suatu masalah .

b. Memperbaiki penyelesaian masalah yang disajikan.

d. Kemampuan mengambil keputusan.

a. Menuliskan prediksi jawaban dari suatu masalah disertai alasan.

b. Menuliskan kesimpulan dari penyelesaian masalah.

e. Kemampuan menjelaskan penyelesaian masalah.

a. Menuliskan informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.

b. Menyelesaikan masalah dengan

menggunakan informasi yang diperlukan. 6. Kemandirian Belajar

(33)

33 (2000: 50) bahwa kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemampuan sendiri, pilihan sendiri dan bertanggung jawab sendiri dari pelajar. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa rasa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri merupakan salah satu pendorong kemandirian siswa dalam belajar.

Sedikit berbeda dengan pendapat di atas, Yusuf Hadi Miarso (2004: 267) mengemukakan bahwa belajar mandiri prinsipnya sangat erat hubungannya dengan belajar menyelidiki, yaitu berupa pengarahan dan pengontrolan diri dalam memperoleh dan mengggunakan pengetahuan. Membagi waktu untuk belajar di rumah merupakan salah satu contoh sikap pengontrolan diri siswa. Dengan berbagai kegiatan siswa di luar sekolah tentu perlu adanya pembagian waktu belajar dengan baik. Sedangkan guru tidak dapat mengontrol secara langsung kegiatan belajar siswa di rumah. Sehingga dengan adanya sikap pengontrolan diri oleh siswa, siswa dengan kemandirian belajarnya tetap dapat belajar dengan baik.

(34)

34 dengan motivasi belajar yang tinggi dan kepercayaan tinggi akan mencari cara agar tetap dapat menyelesaikan tugas tersebut.

Zimmerman (1990: 6-7) menjelaskan tentang karakteristik kemandirian belajar (self regulated learning) siswa sebagai berikut:

Definition of students ‘self-regulated learning involve three features: their use self-regulated strategies, their responsiveness to self-oriented feedback about learning effectiveness, and their interdependent motivational processes. Self-regulated students select and use self-regulated learning strategies to achieve desired academic outcomes on the basis of feedback about learning effectiveness and skill.

Kemandirian belajar siswa melibatkan tiga karakteristik, yaitu penggunaan strategi mandiri, respon mereka untuk mengorientasikan diri terhadap umpan balik tentang efektivitas pembelajaran, dan saling ketergantungan proses motivasi mereka. Siswa mandiri memilih dan menggunakan strategi pembelajaran mandiri untuk mencapai hasil akademik yang diinginkan berdasarkan umpan balik tentang efektivitas dan keterampilan belajar.

(35)

35 siswa. Dengan adanya motivasi dari guru siswa akan lebih termotivasi untuk mengembangkan kemandirian belajarnya.

Menurut Haris Mudjiman (2009: 20-21) kegiatan-kegiatan yang perlu diakomodasikan dalam pelatihan belajar mandiri adalah sebagai berikut:

a. Adanya kompetensi-kompetensi yang ditetapkan sendiri oleh siswa untuk menuju pencapaian tujuan-tujuan akhir yang ditetapkan oleh program pelatihan untuk setiap mata pelajaran.

b. Adanya proses pembelajaran yang ditetapkan sendiri oleh siswa. c. Adanya input belajar yang ditetapkan dan dicari sendiri. Kegiatan-

kegiatan itu dijalankan oleh siswa, dengan ataupun tanpa bimbingan guru.

d. Adanya kegiatan evaluasi diri (self evaluation) yang dilakukan oleh siswa sendiri.

e. Adanya kegiatan refleksi terhadap proses pembelajaran yang telah dijalani siswa.

f. Adanya past experience review atau review terhadap pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki siswa.

g. Adanya upaya untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa. h. Adanya kegiatan belajar aktif.

Untuk melatih kemandirian belajar siswa diperlukan upaya dari siswa sendiri untuk mencari sendiri input pembelajaran baik dengan bimbingan guru maupun tanpa bimbingan guru. Sehingga dapat tercipta kegiatan belajar yang aktif karena siswa termotivasi untuk belajar. Selain itu untuk melatih kemandirian belajar siswa, siswa juga harus mampu mengevaluasi diri kegiatan yang telah dilakukan.

(36)

36 B. Tinjauan Materi

[image:36.595.140.486.219.521.2]

Berdasarkan Kurikulum 2013, salah satu pokok bahasan pada mata pelajaran matematika kelas VIII semester genap adalah Lingkaran. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar materi Lingkaran adalah sebagai berikut :

Tabel 2. 4 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Materi Lingkaran

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

3.6Mengidentifikasi unsur, keliling, dan luas dari lingkaran.

3.7Menentukan hubungan sudut pusat, panjang busur, dan luas juring.

4. Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut

pandang/teori

4.4Menyelesaikan

permasalahan nyata yang terkait penerapan hubungan sudut pusat, panjang busur, dan luas juring.

Berdasarkan Kompetensi Inti dan Kompetensi dasar di atas, materi Lingkaran mencakup beberapa pembahasan sebagai berikut.

1. Lingkaran dan Unsur-unsur Lingkaran

(37)

37 a. Titik pusat lingkaran

Titik pusat lingkaran adalah titik yang berjarak sama terhadap semua titik pada lingkaran. Titik O adalah titik pusat.

b. Jari-jari lingkaran

Jari-jari lingkaran adalah ruas garis yang menghubungkan titik pusat dengan sebarang titik pada lingkaran. Ruas garis ̅̅̅̅ adalah jari-jari lingkaran.

c. Diameter lingkaran

Diameter lingkaran adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik pada lingkaran dan melewati titik pusat lingkaran. ̅̅̅̅ adalah diameter lingkaran. ̅̅̅̅̅ = ̅̅̅̅ + ̅̅̅̅ dimana ̅̅̅̅ = ̅̅̅̅ = jari-jari (r) lingkaran, sehingga diameter = × jari-jari(r) atau = .

O

O P

Gambar 2. 1 Titik pusat lingkaran

Gambar 2. 2Jari-jari lingkaran

(38)

38 d. Busur lingkaran

Busur lingkaran adalah ruas garis lengkung yang berhimpit pada lingkaran dan menghubungkan dua titik sebarang pada lingkaran tersebut. Busur lingkaran ada dua macam, yaitu busur yang memiliki panjang kurang dari setengah lingkaran (busur kecil) dan busur yang memiliki panjang lebih dari setengah lingkaran (busur besar).

e. Tali busur lingkaran

̅̅̅̅ disebut tali busur, yaitu ruas garis yang

menghubungkan dua titik pada lingkaran tanpa melewati titik pusat lingkaran.

f. Juring

Juring adalah daerah di dalam lingkaran yang dibatasi oleh dua buah jari-jari dan sebuah busur lingkaran yang diapit oleh kedua jari-jari lingkaran tersebut. Juring ada dua, yaitu juring kecil dan juring besar.

R P

Gambar 2. 5 Tali busur ingkaran

Gambar 2. 6 Juring lingkaran Gambar 2. 4 Busur

(39)

39 g. Tembereng

Tembereng adalah daerah di dalam lingkaran yang dibatasi oleh tali busur dan busur lingkaran. Tembereng ada dua, yaitu tembereng kecil dan tembereng besar.

h. Apotema

Apotema adalah ruas garis terpendek yang menghubungkan titik pusat lingkaran dengan tali busur lingkaran tersebut. ̅̅̅̅ adalah apotema pada lingkaran O.

2. Keliling Lingkaran

Keliling lingkaran adalah panjang lintasan yang membentuk suatu bangun lingkaran yang diawali dari suatu titik dan kembali titik semula. Pada gambar di bawah ini, apabila lingkaran dipotong pada titik P, maka akan terbentuk lintasan sepanjang PP’ yang merupakan keliling lingkaran.

Pi (π) merupakan berbandingan antara keliling dan diameter suatu lingkaran, sehingga

� = � �

Gambar 2. 7 Tembereng lingkaran

[image:39.595.130.507.82.395.2]

Gambar 2. 8 Apotema

[image:39.595.150.502.525.607.2]
(40)

40 Apabila adalah jari-jari, dan Dimana = , sehingga untuk mencari keliling lingkaran, dapat ditulis sebagai berikut

� = � × = � ×

3. Luas Lingkaran

Luas lingkaran adalah banyaknya persegi satuan yang dapat menutupi seluruh area pada lingkaran. Hal ini dapat ditunjukkan melalui ilustrasi gambar berikut. Persegi-persegi yang ada pada daerah lingkaran tersebut merupakan luas lingkaran.

[image:40.595.175.450.472.660.2]

Apabila suatu lingkaran memiliki jari-jari r, maka luas lingkaran dapat dinyatakan dengan L=πr2. Salah satu cara untuk menemukan luas lingkaran adalah menggunakan pendekatan luas segitiga

Gambar 2. 11 Luas lingkaran dengan pendekatan luas segitiga Sebuah lingkaran dibagi menjadi 16 juring sama besar. Kemudian, juring-juring tersebut disusun dalam bentuk segitiga.

(41)

41 Luas lingkaran = Luas segitiga.

= × × ��

= × ( × � × ) ×

= × ( × � × ) ×

= � ×

Jadi, rumus luas lingkaran adalah � × , dengan r adalah jari-jari lingkaran. 4. Sudut Pusat dan Sudut Keliling

Sudut pusat adalah sudut yang titik sudutnya merupakan titik pusat lingkaran sedangkan sudut keliling adalah sudut yang titik sudutnya terletak pada keliling lingkaran. Adapun gambar dari sudut pusat dan sudut keliling adalah sebagai berikut.

Berdasarkan gambar di atas, ∠AOC disebut sudut pusat dan ∠ABC disebut sudut keliling. ∠AOC dan ∠ABC menghadap ke busur yang sama, sehingga besar ∠ABC = ½ × besar ∠AOC. Sehingga besar sudut keliling sama dengan setengah kali besar sudut pusat.

C A

O D

[image:41.595.279.420.424.535.2]

B

(42)

42 5. Perbandingan Besar Sudut Pusat, Panjang Busur, dan Luas Juring

= � �� =

Sehingga untuk mencari panjang busur AB dapat dihitung dengan cara Panjang busur AB = ∠ 0 × � �

Luas juring AOB = ∠ 0 × �

C. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang pembelajaran berbasis teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences) pernah dilakukan oleh Aris Kartikasari (2013). Hasil penelitian tentang pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbasis teori multiple intelligences yang berorientasi pada kemampuan koneksi matematika menunjukkan bahwa pembelajaran tersebut efektif dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Penelitian tersebut dilaksanakan pada materi Lingkaran kelas VIII semester genap. Relevansi penelitian Aris Kartikasari dengan penelitian ini adalah kesamaan penggunaan kecerdasan majemuk untuk penyusunan perangkat pembelajaran dan pembentukan kelompok heterogen dalam kegiatan diskusi. Selain itu terdapat kesamaan pada materi pembelajaran, yaitu Lingkaran.

A

[image:42.595.143.506.80.292.2]

O B

(43)

43 Penelitian pengembangan yang dilakukan oleh Dian Panji Wicaksono (2014) tentang perangkat pembelajaran matematika berbahasa inggris berdasarkan teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences) menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran tersebut efektif digunakan dalam pembelajaran matematika. Penelitian tersebut dilaksanakan pada materi balok dan kubus untuk siswa kelas VIII. Relevansi penelitian Dian Panji Wicaksono dengan penelitian ini adalah kesamaan penggunaan teori kecerdasan majemuk pada penyusunan perangkat pembelajaran.

(44)
(45)
[image:45.595.113.511.106.637.2]

45 D. Kerangka Berpikir

Gambar 2.14 Diagram Kerangka Berpikir Penelitian Pendahuluan

1. Mengidentifikasi kecerdasan siswa 2. Pembentukan kelompok heterogen

memperhatikan kecerdasan majemuk

Kegiatan Inti

1. Mengamati 2. Menanya

3. Mengumpulkan data 4. Menalar

5. Mengomunikasikan

Pembelajaran matematika memiliki peranan penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar siswa.

Berdasarkan tes dan observasi di SMP Negeri 1 Wates, kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar belum maksimal

Solusi: Pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk.

Kemampuan berpikir kritis matematis

Kemandirian belajar siswa

Kegiatan Akhir 1. Menyimpulkan

(46)

46 E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP Kelas VIII.

(47)

47 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

[image:47.595.147.513.312.398.2]

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah One-Group Pretest Posttest Design. Faktor dalam penelitian ini adalah pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk, dengan respon yang diamati ada dua yaitu kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar siswa.

Gambar 3.1 Design Penelitian

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 1 Wates kelas VIII semester II tahun pelajaran 2014/2015 dengan jadwal sebagai berikut (surat izin terlampir).

Pretest

Angket Awal

Pendekatan saintifik berbasis

teori kecerdasan majemuk

Posttest

(48)
[image:48.595.138.512.101.326.2]

48 Tabel 3.1 Jadwal pelaksanaan penelitian

No Hari, Tanggal Jam Materi

1. Selasa,

17 Februaru 2015

07.15-07.55 07.55-08.35

Pretest

2. Jumat,

20 Februari 2015

07.55-08.35 Unsur-unsur Lingkaran 3. Senin,

23 Februari 2015

12.35-13.05 13.05-13.45

Unsur-unsur Lingkaran Keliling Lingkaran 4. Selasa,

24 Februari 2015

07.15-07.55 07.55-08.35

Luas Lingkaran 5. Jumat,

27 Februari 2015

07.55-08.35 Sudut Pusat dan Sudut Keliling 6. Senin,

2 Maret 2015

12.35-13.05 13.05-13.45

Hubungan Sudut Pusat, Juring, dan Busur Lingkaran

7. Jumat, 6 Maret 2015

07.55-08.35 Posttest

C. Populasi dan Sampel penelitian

1. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Wates tahun pelajaran 2014/2015 yaitu sebanyak 7 kelas.

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII D yang dipilih secara acak dari 7 kelas.

D. Variabel penelitian

Variabel bebas penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk. Sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis matematis dan kemandirian belajar pada materi Lingkaran.

E. Definisi Operasional

(49)

49 1. Keefektifan pembelajaran matematika adalah tingkat pencapaian tujuan pembelajaran berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk dikatakan efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kritis matematis apabila: (a) nilai rata-rata posttest lebih dari nilai rata-rata pretest; dan (b) persentase nilai siswa yang mencapai lebih dari 75, lebih dari 75%. Sedangkan dikatakan efektif ditinjau dari kemandirian belajar siswa apabila: (a) rata-rata skor angket akhir lebih dari rata-rata-rata-rata skor angket awal; dan (b) persentase skor angket siswa yang mencapai kategori minimal Baik, lebih dari 75%.

2. Pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Guru membuka pelajaran dengan salam dan doa.

b. Guru mempersiapkan siswa untuk memulai pelajaran dan membuat suasana kelas menjadi kondusif.

c. Siswa diberi apersepsi untuk mengingatkan materi yang diperlukan saat pembelajaran.

d. Siswa diberi motivasi terkait aplikasi materi yang akan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari yang pernah mereka alami.

e. Siswa diberi informasi tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

(50)

50 g. Siswa diberi kesempatan untuk memberi pertanyaan dari masalah

yang disajikan.

h. Pembentukan kelompok heterogen berdasarkan hasil kecerdasan majemuk siswa seperti dalam Lampiran B. 12.

i. Siswa mendikusikan LKS yang diberikan oleh guru secara berkelompok.

j. Siswa mengumpulkan informasi terkait materi yang sedang dipelajari. k. Siswa menalar materi yang sedang dipelajari bersama teman

sekelompoknya.

l. Satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi ke depan kelas sedangkan kelompok yang lain memperhatikan dan menyampaikan komentarnya.

m. Siswa membuat kesimpulan dari kegiatan yang dilakukan

n. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya apabila masih ada materi yang belum dipahami.

o. Siswa mengerjakan kuis.

p. Siswa diberi pekerjaan rumah untuk dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.

q. Siswa diberi informasi tentang materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya.

r. Guru menutup pelajaran dengan berdoa dan salam.

(51)

51 a. Mengidentifikasi permasalahan.

b. Menyeleksi informasi untuk menyelesaikan masalah. c. Menilai kebenaran suatu pertanyaan.

d. Menyatakan argumen. e. Menarik kesimpulan.

Siswa menunjukkan sikap kemanadirian belajar dengan indikator sebagai berikut sebagai berikut.

a. Tidak tergantung pada orang lain. b. Dapat mengontrol diri.

c. Percaya diri.

d. Memiliki motivasi. e. Bertanggung jawab.

F. Penyusunan Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran dalam penelitian ini terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk materi Lingkaran. RPP dan LKS disusun oleh peneliti dengan memperhatikan pendapat dosen pembimbing dan guru.Adapun RPP dan LKS yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran C dan lampiran D.

Ada beberapa tahap yang dilakukan oleh peneliti dalam membuat RPP berbasis teori kecerdasan majemuk sebagai berikut.

1. Memilih Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang akan dikembangkan.

2. Merumuskan indikator dan tujuan yang hendak dicapai.

(52)
[image:52.595.141.514.210.736.2]

52 Dalam satu RPP peneliti memberdayakan beberapa kecerdasan dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Kombinasi Kecerdasan Majemuk

No.

RPP pertemuan

ke-

Kompetensi Dasar Kombinasi Kecerdasan Majemuk 1. 1 4.5Mengidentifikasi

unsur, keliling, dan luas dari lingkaran.

Linguistic Logical-mathematical Visual-spatial Interpersonal Intrapersonal Existentialist 2. 2 3.6 Mengidentifikasi

unsur, keliling, dan luas dari lingkaran.

Linguistic Logical-mathematical Bodily-kinesthetic Interpersonal Intrapersonal Existentialist 3. 3 3.6 Mengidentifikasi

unsur, keliling, dan luas dari lingkaran.

Linguistic Logical-mathematical Visual-spatial Naturalist Bodily-kinesthetic Interpersonal Existentialist 4. 4 3.6 Mengidentifikasi

unsur, keliling, dan luas dari lingkaran.

Linguistic Interpersonal

Logical-mathematical Intrapersonal

5. 5 3.7Menentukan

hubungan sudut pusat, panjang busur, dan luas juring. 4.4Menyelesaikan

permasalahan nyata yang terkait

(53)

53 5 Menyusun draf rencana pelaksanaan pembelajaran untuk lima kali

pertemuan yang sesuai dengan langkah-langkah pendekatan saintifik. 6 Mengkonsultasikan draf rencana pelaksanaan pembelajaran dengan dosen

pembimbing.

7 Merevisi RPP yang telah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam membuat Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai berikut.

1. Mengumpulkan berbagai bahan dan sumber belajar

2. Merancang kegiatan pembelajaran berbasis teori kecerdasan majemuk. 3. Menentukan penilaian pembelajaran

Bentuk penilaian yang digunakan adalah bentuk soal uraian. Soal uraian menuntut siswa untuk menjawab dalam bentuk uraian, penjelasan, hasil diskusi, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan. G. Instrumen penelitian

1. Bentuk Instrumen a. Tes

(54)

54 lampiran A.3 dan lampiran A.4. Adapun penilaian tes kemampuan berpikir kritis matematis sesuai dengan pedoman penskoran pada lampiran A.5.

b. Angket

[image:54.595.163.453.398.526.2]

Angket digunakan untuk memperoleh data mengenai kemandirian belajar siswa. Angket berbentuk skala Likert dengan 4 alternatif jawaban sebagai berikut. Angket terdiri dari pernyataan positif dan negatif. Dalam angket kemandirian terdapat 30 pernyataan yang terdiri dari 15 pernyataan positif dan 15 pernyataan negatif. Kisi-kisi angket kemandirian belajar terlampir pada lampiran A.6. Adapun lembar angket kemandirian belajar siswa terladapat pada lampiran A.7. Angket diberikan sebelum dan sesudah pelaksanaan penelitian dengan penskoran sebagai berikut.

Tabel 3.3 Penskoran Butir Angket Pilihan

Sifat

Selalu Sering

Kadang-kadang

Tidak pernah

Positif 4 3 2 1

Negatif 1 2 3 4

2. Validitas dan Reliabilitas a. Validitas

(55)

55 b. Uji Reliabilitas

Untuk memperoleh reliabilitas instrumen tes pada penelitian ini digunakan rumus Alpha Cronbach karena instrumen berbentuk uraian yaitu (Suharsimi Arikunto, 2010: 239):

= −∑ ��2

2

Keterangan:

= koefisien reliabilitas

∑ � = jumlah varians skor tiap-tiap item

� = varians total

= banyaknya butir penyataan/banyak soal

[image:55.595.167.512.453.551.2]

Tinggi rendahnya reliabilitas instrumen dapat ditentukan dengan menggunakan kategori pada tabel berikut.

Tabel 3. 4 Kategori Reliabilitas Instrumen

Interval Kategori

, ≤ < , reliabilitas sangat tinggi

, ≤ < , reliabilitas tinggi

, ≤ < , reliabilitas sedang

, ≤ < , reliabilitas rendah

, ≤ < , reliabilitas sangat rendah

(56)

56 H. Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Observasi

Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk serta informasi yang berkaitan tentang kemandirian belajar siswa. Observasi yang dilakukan adalah pengamatan langsung pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Observer yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 2 orang. Hasil observasi dari kedua observer dapat dilihat pada lampiran E.

2. Metode Angket

Angket yang digunakan pada penelitian ini ada dua yaitu angket kecerdasan majemuk dan angket kemandirian belajar. Angket kecerdasan majemuk diberikan sebelum dilaksanakan penelitian, angket ini digunakan untuk mengetahui kecenderungan kecerdasan siswa. Adapun contoh angket kecerdasan majemuk pada lampiran B. 11. Angket kemandirian belajar siswa yang diberikan sebelum dan sesudah dilaksanakannya pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk.

3. Tes

(57)

57 I. Teknik Analisis Data

1. Deskripsi Data

Data yang dideskripsikan adalah hasil pretest dan posttest kemampuan berpikir kritis matematis dan hasil angket kemandirian belajar siswa di awal dan di akhir pelaksanaan penelitian.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data berasal dari popolasi yang berdistribusi normal atau tidak. Statistik uji yang digunakan adalah one-sample kolmogorov-smirnov test yang terdapat dalam program SPSS Statistics

Hipotesis: Ho : populasi darimana data diambil berdistribusi normal. H1 : populasi darimana data diambil berdistribusi tidak normal. . Kriteria keputusan: Ho ditolak jika Signifikansi < α..

3. Uji Hipotesis

a. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Rumusan masalah yang pertama yaitu apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik berbasis kecerdasan majemuk efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut dilakukan 2 uji hipotesis yaitu:

1) menguji apakah nilai rata-rata posttest lebih dari nilai rata-rata pretest, 2) menguji apakah persentase nilai posttest yang mencapai nilai lebih dari

75, lebih dari 75%

(58)

58 1) � : � ≤ � (nilai rata-rata posttest tidak lebih dari nilai rata-rata

pretest).

� : � > � (nilai rata-rata posttest lebih dari nilai rata-rata pretest). Taraf nyata = 0,05.

Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut.

= ̅

⁄ , = −

Keterangan:

̅ = rata-rata , dimana = selisih skor (posttest - pretest) pada masing-masing responden

= standar deviasi = jumlah responden

Kriteria keputusan H0 ditolak jika > , yaitu > , . 2) � : ≤ (banyak siswa yang mencapai nilai lebih dari 75 kurang

dari atau samadengan 75%).

� : > (banyak siswa yang mencapai nilai lebih dari 75 lebih dari 75%).

Taraf nyata = , .

Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

� = � − √

Keterangan :

(59)

59 = 75%

= 1 - = 25%

Kriteria keputusan H0 ditolak jika � > � yaitu � > , . b. Kemandirian Belajar

Rumusan masalah yang kedua adalah apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan saintifik berbasis teori kecerdasan majemuk efektif jika ditinjau dari kemandirian belajar siswa kelas VIII. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut dilakukan 2 uji hipotesis yaitu:

1) menguji apakah rata-rata skor angket akhir lebih dari rata-rata skor angket awal,

2) menguji apakah persentase skor angket akhir yang mencapai kategori minimal Baik lebih dari 75%,

yang secara statistik diuji dengan menggunakan hipotesis berikut: 1) � : � ≤ � (rata-rata skor angket akhir tidak lebih dari rata-rata

skor angket awal).

� : � > � � (rata-rata skor angket akhir lebih dari rata-rata skor

angket awal). Taraf nyata = 0,05.

Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut.

= ̅

⁄ , = −

Keterangan:

(60)

60

= standar deviasi = jumlah responden

Kriteria keputusan H0 ditolak jika > , yaitu > , . 2) � : ≤ (banyak siswa yang mencapai kategori minimal Baik

tidak lebih dari 75%).

� : > (banyak siswa yang mencapai kategori minimal Baik lebih dari 75%).

Taraf nyata = , .

Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:

� = � − √

Keterangan :

� = banyaknya siswa yang mencapai kategori minimal Baik. = ukuran sampel

= 75%

= 1 - = 25%

(61)
[image:61.595.134.512.112.225.2]

61 Tabel 4. 1 Klasifikasi Jumlah Skor Kemandirian Belajar

Rumus Rata-rata

Skor Klasifikasi

� > �̅ + , × � > , Sangat baik

�̅ + , × < � ≤ �̅ + , × , < � ≤ , Baik

�̅ − , × < � ≤ �̅ + , × , < � ≤ , Cukup

�̅ − , × < � ≤ �̅ − , × , < � ≤ , Kurang

� < �̅ − , × � ≤ , Sangat Kurang

Keterangan:

�̅(rerata ideal) = (skor maksimal ideal-skor minimum ideal)

(simpangan baku ideal) = (skor maksimal ideal-skor minimum ideal)

(62)

88 DAFTAR PUSTAKA

Alec Fisher. 2009. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Arends, Richard I. 2007. Learning to Teach Seventh Edition. New York: The Mc Graw hill Companies.

Aris Kartikasari. (2013). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berbasis Teori Multiple Intelligences Howard Gardner Berorientasi pada Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Kelas VIII. Skripsi: Universitas Negeri Yogyakarta.

Bell, F. H. 1978. Teaching and Learning Mathematics (in Secondary School). Des Moines, IA: Wm. C. Brown Company.

Chambers, Paul. 2008. Teaching Mathematics Developing as Reflective Secondary Teacher. London: SAGE.

Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta: Gava Media.

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Dian Panji Wicaksono. (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berbahasa Inggris Berdasarkan Teori Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) Pada Materi Balok dan Kubus untuk Kelas VIII SMP. Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika. Vol.2, No.5, hal 534-549. Diakses dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 11 Januari 2015.

Djamilah Bondan W. (2012). Teori Kecerdasan Majemuk: Apa dan Bagaimana Mengaplikasikannya dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Penelitian. Yogyakart: Pendidikan dan Penerapan, FMIPA UNY. Erman Suherman. dkk. 2003. Stategi Belajar Mengajar Matematika Kontemporer.

Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia.

Erman Suherman. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia. Fanny Efriana. (2014). Penerapan Pendekatan Scientific untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa Kelas VII MTsN Palu Barat pada Materi Keliling dan Luas Daerah Layang-layang. Diakses dari

http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php pada tanggal 2 Februari 2015 Gagne, Robert M., & Briggs L. J. 1978. Principles of Instructional Design. 2nd ed.

(63)

89 Glazer, E. 2001. Using Internet Primary Sources to Teach Critical Thinking Skills

in M

Gambar

Tabel 2. 1 Kegiatan Pembelajaran
Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Menurut Alec Fisher
Tabel 2.3 Aspek dan Indikator Berpikir Kritis Matematis
Tabel 2. 4 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Materi Lingkaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemohon memahami proses asesmen untuk skema Klaster Pengoperasian Alat Berat Heavy Dump Truck Mechanical ( Loading, Hauling dan Dumping ) yang mencakup persyaratan

Toponimi di wilayah Kabupaten Banyu- mas sebagai salah satu tinggalan budaya Sunda masa silam yang ada di Jawa Tengah masih dapat dilacak, baik pada individu masyarakat maupun

dapat dijelaskan bahwa nilai Adjusted R Square adalah 0,996 (99,6%), yang berarti bahwa luas lahan, jumlah pohon produktif dan jumlah pupuk mempengaruhi tingkat produksi karet

Metode yang tepat untuk menentukan dan memodelkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat okupansi penumpang kereta api kelas ekonomi, bisnis, dan eksekutif

KPU KABUPATEN TANAH LAUT TAI{TIN 2013. o KEGIATANiPAKET PEKERJAAN

dilakukan. Menurut Kemmis dan Mc. 14) penelitian juga digambarkan sebagai suatu proses yang dinamis dari keempat aspek yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi

Untuk itu, penelitian ini dilakukan guna mencari tahu risiko tinggi terjadinya OSA berdasarkan IMT, lingkar leher dan usia pada sopir angkutan umum.. Metode : Penelitian

Praktikalias perangkat pembelajaran PAI yang berwawasan multikultural DRTA secara keseluruhan pada kategiri sangat praktis. Hal ini terlihat dari pengamatan keterlaksanan RPP