DAKWAH GERAKAN ISLAM RADIKAL
(Studi Model Dakwah Front Pembela Islam Kecamatan Paciran Lamongan)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat
Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam
Oleh
HADI ISMANTO
NIM. F0. 7213096
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK
Tesis ini berjudul “dakwah gerakan islam radikal; studi model dakwah front pembela islam kecamatan paciran, kabupaten lamongan” yang disusun oleh Hadi Ismanto Nim F0. 7213096
Kata kunci: Dakwah, Model Dakwah, Front Pembela Islam.
Ada dua persoalan yang dikaji dalam tesis ini, yaitu: (1) Bagaimana model dakwah Front Pembela Islam di kecamatan Paciran, kabupaten Lamongan, (2) Bagaimana persamaan dan perbedaan antara model dakwah Front Pembela Islam di kecamatan Paciran dengan model dakwah pada umumnya.
Untuk mengungkap persoalan tersebut secara menyeluruh dan mendalam, peneliti ini menggunakan kualitatif deskriptif yang berguna untuk memberikan fakta dan data mengenai model dakwah Front Pembela Islam di kecamatan Paciran, kabupaten Lamongan. Kemudian data itu dianalisis dengan menggunakan teori jarum suntik. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan wawancara, observasi dan dokumentasi.
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa: (1) Model dakwah Front Pembela Islam di kecamatan Paciran, adalah model dakwah yang identik dengan kekerasan dan tidak mengenal kompromi. Sebab, semua kader Front Pembela Islam telah didoktrin dengan kuat oleh pimpinan mereka, bahwa apa yang dilakukan semuanya adalah bagian dari menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar dan ruhul jihad. Sehingga, mengesampingkan aspek-aspek kemanusiaan. (2) adapun persamaan dan perbedaan antara model dakwah Front Pembela Islam di kecamatan Paciran dengan model dakwah pada umumnya, yaitu: (a) Pada aspek da’I, persamaannya memiliki kemampuan dalam memahami ajaran Islam. Perbedaannya adalah melalui jenjang kaderisasi. (b) aspek mad’u, persamaannya adalah memiliki latar belakang yang beragam. Perbedaannya adalah ekslusif (hanya yang memiliki kesamaan visi-misi dalam ajaran Islam). Aspek materi, persamaannya adalah amar ma’ruf nahi munkar. Perbedaannya adalah respon Front Pembela Islam pada permasalahan “salah-benar, halal-haram, bid’ah dan musyrik. (d) aspek media, persamaannya adalah menggunakan media dakwah “lisan, tulisan, visual, audio dan keteladanan. Sedangkan perbedaannya adalah menjadikan surau sebagai pusat kegiatan Front Pembela Islam.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Kegunaan Penelitian ... 6
F. Kerangka Teoritik ... 7
G. Penelitian Terdahulu ... 10
H. Metode Penelitian ... 13
I. Sistematika Pembahasan ... 16
BAB II DAKWAH DALAM PERSPEKTIF TEORI A. Tinjauan Tentang Komunikasi ... 18
1. Pengertian Komunikasi ... 18
2. Komponen-komponen Komunikasi ... 19
3. Bentuk-bentuk Komunikasi ... 19
4. Komunikasi Dakwah ... 22
5. Dasar dan Hukum Komunikasi Dakwah ... 23
6. Tujuan Komunikasi Dakwah ... 24
7. Unsur-unsur Komunikasi Dakwah ... 26
B. Dakwah Dalam Tinjauan Teori Jarum Hipodermik ... 36
C. Dakwah Dalam Tinjauan Surat An-Nahl : 125 ... 38
BAB III TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS MODEL DAKWAH FPI DI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN A. Gambaran Lokasi Penelitian ... 41
B. Religiusitas dan Keberagaman Masyarakat di Kecamatan Paciran .. 44
C. Sejarah Berdirinya FPI di Kecamatan Paciran ... 50
D. Model Dakwah FPI di Kecamatan Paciran ... 57
E. Analisis Model Dakwah FPI di Kecamatan Paciran ... 70
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 87
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak munculnya transisi demokrasi yang ditandai oleh tumbangnya kekuasaan Suharto, beragam varian gerakan radikal atau Islam non-mainstream di Indonesia muncul dan menjadi bagian penting dari Islam Indonesia. Perjalanan waktu menunjukkan keberadaan Islam radikal semakin popular di ruang publik kebangsaan1.
Salah satu dampak dari pemahaman Islam radikal adalah munculnya fenomena terorisme di Indonesia telah mengajak kita untuk mendiskusikan sebuah fenomena yang muncul dari pemberitaan media: "Islam radikal". Pasca-pengeboman Bali, banyak pihak yang mencoba untuk mengaitkan pengeboman ini dengan kelompok yang diberi label “radikal” oleh media massa. Padahal, labelisasi "Islam radikal" ini sebenarnya masih sangat problematik dan perlu diperdebatkan.
Dengan adanya kelompok yang dinilai "radikal" atau "populis" meminjam istilah Vedi R Hadiz yang dilabeli oleh media dan analis terorisme, apakah diskursus berhenti dengan menstigmatisasi kelompok Islam ini sebagai pelaku teror, tanpa memperhatikan diskursus historis yang menyebabkan kemunculan aksi teror itu sendiri?2 Hal ini terutama ketika
1
Rubaidi, “Variasi Gerakan Radikal Islam Di Indonesia”, Jurnal Analisa, Vol. XI, No. 1 (Juni
2011), 34.
2
Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, “Melacak Akar Radikalisme Islam di Indonesia”, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. 14, No. 2 (November 2010), 170.
2
sebagian dari mereka memilih bentuk aksi kekerasan, sebagai pola artikulasi radikalisme social dan politik mereka.
Terorisme berbasis agama menimbulkan berbagai dampak negatif termasuk membudayanya kekerasan atas nama agama dan munculnya kasus-kasus pelecehan terhadap nilai-nilai agama. Agama memiliki kesan sebagai sumber perpecahan di masyarakat. Untuk mengembalikan fungsi agama sebagai solusi dari berbagai persoalan, pendidikan agama perlu menekankan pada pembangunan karakter dan mentalitas, yang mendukung praktek-praktek ayat akhlak di ranah prilaku, bukan hanya di taraf kognisi atau hafalan atau pemikiran. Dengan begitu umat Islam dapat berperan sebagai agen perubahan dan penebar kebaikan.
Kelompok-kelompok Islam yang dianggap radikal tersebut dinilai telah secara aktif dan sistematis mengusung dan memperjuangkan Khilafah Islamiyah/Negara Islam; sebagiannya lagi memperjuangkan formalisasi syariah Islam melalui tangan kekuasaan. Dalam mewujudkan agenda dan ideologinya, mereka cenderung menyetujui jalan jihad yang diartikan perang suci, dan diam dengan kekerasan atas nama agama, bahkan aksi-aksi teror. Dalam hubungannya dengan non-Muslim, kelompok radikal menjadikan mereka sebagai warga kelas dua dan tidak berhak untuk menjabat posisi kepala negara. Demikian halnya terhadap harkat perempuan, kelompok ini cenderung tidak toleran dan memasung hak-hak perempuan, dengan tidak memperkenankannya berkiprah di ranah publik dan pada akhirnya mengharamkan perempuan untuk menjabat posisi kepala negara.
3
Berbicara mengenai Islam radikal, ada sebuah kabupaten yang beberapa tahun belakangan ini menyita banyak perhatian berbagai elemen masyarakat terkait tentang munculnya fenomena gerakan Islam radikal. Kabupaten tersebut adalah Lamongan. Khususnya daerah pesisir utara.
Sejatinya pesisir utara Lamongan bisa dikatakan sebagai daerah santri yang memiliki pemahaman keagamaan yang moderat. Mengingat di Kecamatan Paciran banyak berdirinya pondok pesantren baik dari basis Nahdlatul Ulama maupun Muhammadiyah. Disamping itu juga diperkuat dengan banyaknya situs-situs peninggalan peradaban Islam, seperti: Makam Sunan Drajad, Makam Sunan Sendang Duwur dan Petilasan Syekh Maulana Ishaq.
Namun amat disayangkan, setelah kasus tragedi Bom Bali pada tahun 2002, yang mana beberapa orang terlibat sebagai aktor intelektual di balik tragedi tersebut adalah Amrozi CS. sebagaimana diketahui bahwa mereka berasal dari desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan. Semenjak kejadian tersebut, Kabupaten Lamongan mulai dikenal sebagai basis baru dalam hal gerakan Islam Radikal. Belakangan ini gerakan-gerakan Islam radikal merambah ke Kecamatan Paciran. Hal ini dibuktikan dengan aksi bom bunuh diri di Poso, pelaku diketahui bernama Zainul Arifin (Arif Petak), usia 34 tahun yang berasal dari Desa Blimbing, Kecamatan Paciran.
Tidak hanya itu, komunitas Islam Radikal yang bercirikan bercelana cingkrang, berjanggut (bagi pria) dan perempuan bercadar mulai banyak ditemukan di wilayah Kecamatan Paciran. Sebagian dari mereka merupakan
4
warga lokal setempat, yang telah lama merantau (keluar pulau atau menjadi Tenaga Kerja Indonesia). Diduga, dalam perantauannya mereka mulai mengenal dengan faham Islam radikal. Sehingga begitu mereka kembali ke daerah asal melanjutkan dan menyebarkan faham tersebut di tanah kelahirannya. Akan tetapi, ada juga sebagian kecil dari mereka yang merupakan warga pendatang, yang memang secara sengaja datang ke Paciran untuk hidup dan tinggal bersama secara berkelompok. Karena merasa se-faham, dan pola hubungan kekerabatan diantara meraka sangat erat dan kompak.
Keberadaan mereka juga sudah mulai menimbulkan “gesekan” dengan warga lokal. Beberapa bentrokkan pun kerap terjadi, kejadian tersebut disebabkan karena mereka (kelompok islam radikal) mempunyai sudut pandang yang berbeda dengan mayoritas warga setempat, terutama dalam menyikapi permasalahan ajaran agama dan masalah sosial. Sehingga “gesekan” pun tidak dapat dihindarkan. Bahkan sering kali, pemerintah daerah, aparat Kepolisian-TNI dan para tokoh masyarakat, terutama Ulama berperan aktif dalam memediasi bentrokan tersebut. Tujuannya, agar tetap terjaga rasa aman, nyaman dan damai di masyarakat pesisir utara Lamongan.
Menjadi menarik bagi peneliti untuk meneliti dakwah gerakan islam radikal dengan fokus menganalisis model dakwah Front Pembela Islam di Kecamatan Paciran, Lamongan.
5
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Kabupaten Lamongan mulai dikenal sebagai basis gerakan Islam Radikal semenjak meletusnya tragedi Bom Bali pada tahun 2002, yang mana beberapa orang terlibat sebagai aktor intelektual dibalik tragedi tersebut. Nama yang muncul diantaranya adalah Amrozi CS, sebagaimana diketahui bahwa mereka berasal dari desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan. Namun belakangan ini muncul gerakan-gerakan radikal baru di Kecamatan Paciran yang melakukan aksi yang sama. Tidak hanya itu, beberapa komunitas Islam Radikal yang bercirikan bercelana cingkrang, berjanggut (bagi pria) dan perempuan bercadar mulai banyak ditemukan di wilayah Kecamatan Paciran. Selain itu keberadaan mereka sudah mulai menimbulkan “gesekan” dengan warga lokal. Hal ini disebabkan karena mereka mempunyai sudut pandang yang berbeda dengan mayoritas warga setempat. Sehingga gesekan pun tidak dapat dihindarkan. Untuk identifikasi masalah penelitian pada model dakwah FPI, Desa Paciran, Kecamatan Paciran, Lamongan.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana model dakwah FPI di Desa Paciran, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan?
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan antara model dakwah FPI di Kecamatan Paciran, dengan model dakwah pada umumnya?
6
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui model dakwah FPI di Desa Paciran di Kecamatan Paciran.
2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara model dakwah FPI di Kecamatan Paciran dengan model dakwah pada umumnya.
E. Kegunaan Penelitian
1. Aspek keilmuan (teoritis)
Pada aspek ini, penelitian ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi para akademisi Konsentrasi Komunikasi Penyiaran Islam, para stakeholder penyiaran (pemilik media massa), para praktisi dakwah (da’i), serta para pembaca secara umum dalam rangka menambah wawasan tentang studi Teori Interaksi Simbolik. Hal ini karena dalam penelitian ini difokuskan kepada model dakwah FPI di Kecamatan Paciran, Lamongan.
2. Aspek terapan (praktis)
Pada aspek terapan (praktis), hasil penelitian ini diharapkan bisa diaplikasikan oleh para praktisi dakwah, para akademisi Komunikasi Penyiaran Islam.
7
F. Kerangka Teoritik
Untuk mempermudah memahami dan sebagai landasan kebijakan dalam penelitian ini, maka perlu kiranya untuk memaparkan beberapa istilah dan teori demi kelancaran dan objektivitas penelitian, diantaranya:
Adapun teori yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah teori interaksi simbolik. Teori ini merupakan teori yang berusaha menjelaskan bahwa interaksi antar individu melibatkan penggunaan simbol-simbol. Ketika kita berinteraksi dengan orang lain, kita berusaha mencari makna yang cocok dengan yang dimaksudkan oleh orang tersebut. Selain itu, kita juga menginterpretasikan apa yang dimaksud orang lain melalui simbolisasi yang ia bangun.
Ide dasar teori interaksi simbolik menyatakan bahwa lambang atau simbol kebudayaan dipelajari melalui interaksi, orang memberi makna terhadap segala hal yang akan mengontrol sikap tindak mereka. Paham mengenai interaksi simbolik (symbolic interactionism) adalah suatu cara berpikir mengenai pikiran (mind), diri dan masyarakat. Dengan menggunakan sosiologi sebagai pondasi, paham ini mengajarkan bahwa ketika manusia berinteraksi satu sama lainnya, mereka saling membagi makna untuk jangka waktu tertentu dan untuk tindakan tertentu.3 Teori ini memfokuskan pada cara-cara yang digunakan manusia untuk membentuk makna dan struktur masyarakat.4
3
Morissan, Teori Komunikasi Massa: Media, Budaya dan Masyarakat (Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia, 2010), 126.
4
__________, Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana, 2014), 224.
8
George Herbert Mead5, mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil interaksi di antara manusia, baik secara verbal maupun non verbal. Melalui aksi dan respon yang terjadi, kita memberikan makna ke dalam kata-kata atau tindakan, dan karenanya kita dapat memahami suatu peristiwa dengan cara-cara tertentu.
Meurut George Herbert Mead, setiap isyarat non verbal dan pesan verbal yang dimaknai berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu interaksi merupakan satu bentuk simbol yang mempunyai arti yang sangat penting. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh simbol yang diberikan oleh orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut. Melalui pemberian isyarat berupa simbol, maka kita dapat mengutarakan perasaan, pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain.6 Sedangkan Menurut Don Faules dan Dennis Alexander interaksi simbolik adalah cara yang sangat bagus untuk menjelaskan bagaimana komunikasi massa membentuk tingkah laku masyarakat.7
Teori interaksi simbolik mendasarkan gagasannya pada tiga tema penting yaitu: Pentingnya makna dalam perilaku manusia, pentingnya konsep
5 Sejarah
Teori Interaksionisme Simbolik tidak bisa dilepaskan dari pemikiran George Herbert
Mead (1863-1931). Mead membuat pemikiran orisinal yaitu “The Theoretical Perspective”
yang merupakan cikal bakal “Teori Interaksi Simbolik”. Dikarenakan Mead tinggal di Chicago selama lebih kurang 37 tahun, maka perspektifnya seringkali disebut sebagai Mahzab Chicago.
(lihat Susetiawan, Melacak Pemikiran George Herbert Mead; Pendekatan Filsafat,
(Yogyakarta: LkiS, 2002),2).
6
Ryadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik, Perspektiof Sosiologi Modern. (Malang: Averroes
Press dan Pustaka Pelajar, 2000),5.
7
Morissan, Teori komunikasi Massa: Media, Budaya dan Masyarakat, 126
9
diri, dan hubungan antar individu dengan masyarakat. Ketiga tema penting tersebut menghasilkan tujuh asumsi berikut:
1.Manusia berperilaku berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada dirinya
2.Makna diciptakan melalui interaksi antar manusia
3.Makna mengalami modifikasi melalui proses interpretasi
4.Manusia mengembangkan konsep diri melalui interaksinya dengan orang lain
5.Konsep diri menjadi motif penting bagi perilaku 6.Manusia dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial 7.Struktur sosial terbentuk melalui interaksi sosial8
Menurut Ritzer, substansi teori interaksionisme simbolik adalah sebagai berikut:
1.Kehidupan bermasyarakat itu terbentuk melalui proses interaksi dan komunikasi antar individu dan antar kelompok dengan menggunakan simbol-simbol yang dipahami maknanya melalui proses belajar.
2.Tindakan seseorang dalam proses interaksi itu bukan semata-mata merupakan suatu tanggapan yang bersifat langsung terhadap stimulus yang datang dari lingkungannya atau dari luar dirinya, melainkan merupakan hasil dari proses interpretasi terhadap stimulus.9
Dengan begitu jelas bahwa hal ini merupakan hasil proses belajar dalam memahami simbol dan saling menyesuaikan makna dari
simbol-8
Ibid., 127
9
Shonhadji Sholeh, Sosiologi Dakwah Perspektif Teoretik (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,
2011), 23.
10
simbol tersebut. Dalam penelitian ini peneliti akan melihat simbol-simbol model dakwah Front Pembela Islam di Kecamatan Paciran, Lamongan.
Teori ini akan bersentuhan dengan struktur-struktur sosial yang ada di masyarakat Paciran, Lamongan, bentuk-bentuk kongkret dari perilaku individual atau sifat-sifat batin yang bersifat dugaan. Penelitian ini difokuskan pada hakekat interaksi, pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial di masyarakat Paciran, Lamongan.
G. Penelitian Terdahulu
1. Perspektif Sosiologi Tentang Radikalisasi Agama Kaum Muda
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian saya salah satunya adalah penelitian yang berjudul “Perspektif Sosiologi Tentang Radikalisasi Agama Kaum Muda”. Penelitian yang dilakukan oleh Zuly Qodir yang dimuat dalam Jurnal Ma’arif Institute Vol 8, No. 1 – Juli 2013 ini dilakukan Dalam kajian ini ditujukkan bahwa salah satu elemen masyarakat yang sangat potensial dan rentan dengan radikalisasi adalah remaja. Sekolah adalah arena yang potensial jika didukung oleh media sosial yang memadai sehingga menumbuhkan perilaku radikalisme. Analisis yang dipergunakan adalah perspektif sosiologi dengan pendekatan gerakan sosial keagamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena radikalisasi di kalangan anak muda.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat banyak penyebab terkait dengan radikalisasi dikalangan kaum muda, oleh sebab itu pendekatan
11
monodisiplin akan sulit memberikan deskripsi yang detail terkait fenomena radikalisasi yang multi-wajah dan juga multi-organisasi. Perlawanan atas struktur politik dan ekonomi yang timpang dengan menghadirkan kekerasan hanya akan menumbuhkan kekerasan jilid baru yang seringkali lebih mengerikan untuk kemajuan kemanusiaan dan peradaban umat manusia. Oleh karena itu, dialog kemanusiaan dan dialog peradaban dapat menjadi pilihan untuk melakukan counter attact atas aksi-aksi kekerasan yang belakangan sering terjadi di Indonesia.
2. Radikalisme Agama di Jabodetabek & Jawa Barat; Implikasinya terhadap jaminan kebebasan beragama / berkeyakinan.
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian saya selanjutnya peneltian yang berjudul “Radikalisme Agama di Jabodetabek & Jawa Barat; Implikasinya terhadap jaminan kebebasan beragama / berkeyakinan”. Penelitian yang dilakukan oleh Ismail Hasani, SETARA Institute, 2011. Penelitian ini bertujuan, Pertama, untuk mengetahui bagaimana pandangan atau persepsi masyarakat perkotaan khususnya di kelas menengah bawah terhadap sejumlah isu yang berkaitan dengan toleransi. Utamanya adalah persepsi mereka terhadap yang diusung oleh organisasi-organisasi Islam radikal. Kedua, untuk memetakan organisasi Islam radikal di Jakarta dan Jawa Barat. Ketiga, menakar implikasinya terhadap jaminan kebebasan beragama atau berkeyakinan.
Penelitian ini menggunakan dua pendekatan: kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan survey di Jabodetabek.
12
Sedangkan pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara dan Focused Group Discussion dengan aktor-aktor organisasi Islam radikal dan pegiat Hak Azasi Manusia dan demokrasi di Jabodetabek, Cirebon, Tasikmalaya, Garut, dan Cianjur.
Hasil penelitian ini menyajikan wajah-wajah organisasi Islam radikal yang menurut data berbagai laporan kondisi kebebasan beragama atau berkeyakinan dan data riset ini gemar mengganggu kebebasan beragama atau berkeyakinan. Dengan mengenali organisasi-organisasi Islam radikal, diharapkan sejumlah langkah dapat dilakukan oleh negara untuk menghapus intoleransi dan diskriminasi agama atau keyakinan. Menegakkan hukum bagi para pelaku kekerasan, intoleransi, diskriminasi dan melakukan deradikalisasi pemahaman, perilaku serta orientasi keagamaan.
Setelah peneliti memaparkan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki relevansi atau kesamaan tema, selanjutnya peneliti akan memaparkan persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.
Persamaan
• Sama-sama meneliti Islam Radikal
Perbedaan
• Penelitian pertama memfokuskan satu elemen masyarakat yang sangat
potensial dan rentan dengan radikalisasi adalah remaja. Sekolah adalah arena yang potensial jika didukung oleh media sosial yang memadai
13
sehingga menumbuhkan perilaku radikalisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena radikalisasi di kalangan anak muda, sedangkan dalam penelitian di sini memfokuskan pada model dakwah Front Pembela Islam di Kecamatan Paciran, Lamongan.
• Penelitian kedua memfokuskan penelitian pada masyarakat perkotaan
khususnya di kelas menengah bawah. Penelitian ini bertujuan, Pertama, untuk mengetahui bagaimana pandangan atau persepsi mereka terhadap sejumlah isu yang berkaitan dengan toleransi. Utamanya adalah persepsi mereka terhadap yang diusung oleh organisasi-organisasi Islam radikal. Kedua, untuk memetakan organisasi Islam radikal di Jakarta dan Jawa Barat. Ketiga, menakar implikasinya terhadap jaminan kebebasan beragama atau berkeyakinan. Sedangkan dalam penelitian di sini memfokuskan pada model dakwah Front Pembela Islam di Kecamatan Paciran, Lamongan.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menekankan pada kualitas atau hal yang terpenting suatu barang atau jasa. Hal terpenting suatu barang atau jasa yang berupa kejadian, fenomena dan gejala sosial adalah makna di balik kejadian tersebut yang dapat dijadikan
14
pelajaran berharga bagi pengembangan konsep teori.10 Dalam buku karangan Lexy J. Moleong yang berjudul “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bodgan dan Taylor mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.11 Metode ini dimulai dengan mengumpulkan data, menganalisis data dan menginterpretasikannya12 dengan menggunakan pendekatan teori Teori Interaksi Simbolik. Karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif maka jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu data yang berbentuk non angka. 2. Sumber Data
Data primer dalam penelitian ini adalah Ulama yang berdomisili di Kecamatan Paciran, Lamongan, yang ditekankan pada sisi model dakwah Front Pembela Islam di Kecamatan Paciran, Lamongan.
3. Metode Pengumpulan Data a. Metode Interview
Metode interview atau wawancara yaitu suatu teknik pengumpulan data melalui tanya jawab secara bebas terpimpin. Pertanyaan diajukan kepada para narasumber (yang menjadi sumber data). Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang model dakwah Front Pembela Islam di Kecamatan Paciran, Lamongan.
10
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogyakarta:
Arruz Media, 2010), 25.
11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Rosda Karya, 2000), 13.
12
Suryana, Metodologi Penelitian: Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif ( Jakarta:
Universitas Pendidikan Indonesia, 2010), 20.
15
b. Metode Observasi
Metode observasi, yaitu metode pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena atau kejadian atau hal-hal penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Data yang ingin diperoleh dari metode observasi adalah untuk mengetahui bagaimana model dakwah Front Pembela Islam di Kecamatan Paciran, Lamongan. Dari data ini, peneliti jadikan landasan untuk menentukan sumber data primer yang akan diwawancarai lebih mendalam lagi terkait model dakwah Front Pembela Islam di Kecamatan Paciran, Lamongan.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan catatan, dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini adalah catatan seputar model dakwah Front Pembela Islam di Kecamatan Paciran, Lamongan.
4. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpulkan selanjutnya dilakukan analisis data. Menurut Milles dan Huber sebagaimana dikutif Sugiono, analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu:13
a. Reduksi data, yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian, penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
13
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D
(Bandung: Alfabeta, 2009), 320.
16
muncul dari data catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlansung secara terus menerus selama penelitian berlansung.
b. Penyajian data, hal ini dimaksudkan untuk menemukan suatu makna dari data-data yang diperoleh, kemudian disusun secara sistematis dari informasi yang kompleks menjadi sederhana namun selektif.
c. Penarikan kesimpulan, analisa yang dilakukan selama pengumpulan data dan setelah data terkumpul semua. Sejak pengumpulan data peneliti berusaha mencari makna atau arti dari simbol-simbol, mencatat penjelasan-penjelasan dan alur sebab-sebab yang terjadi dari kegiatan itu, lalu dibuat simpulan-simpulan yang sifatnya masih terbuka kemudian menuju kepada yang spesifikasi atau rinci. Kesimpulan final dapat diperoleh setelah pengumpulan selesai.
I. Sistematika Pembahasan
Pada penelitian ini, sistematika pembahasan yang digunakan adalah dengan membagi seluruh isi kedalam lima bab utama dan beberapa sub bab dari bab utama. Sehingga sistematika pada pembahasan ini saling melengkapi dan membentuk satu kesatuan yang utuh yang mudah dipahami oleh pembaca. Adapun rincian bab dan sub bab sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan, Pada bab ini menjabarkan tentang apa yang menjadi latar belakang peneliti melakukan penelitian ini. Permasalah apa saja yang mungkin muncul, kemudian pengidentifikasian masalah serta kemudian dirumuskan masalah yang ingin diteliti. Selain penjabaran tentang tujuan
17
penelitian, kegunaannya, kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II : Dakwah dalam Perspektif Teori. Pada bab ini, peneliti memaparkan tentang beberapa istilah dan teori yang berfungsi sebagai landasan peneliti dalam menganalisis data yang berhasil dikumpulkan.
Bab III : Temuan lapangan dan analisis model dakwah FPI di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan, bab ini mencakup penyajian data hasil-hasil temuan di lapangan, baik secara observasi, wawancara, maupun dokumentasi tentang model dakwah FPI di Kecamatan Paciran, Lamongan. Kemudian dari data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik analisis yang telah ditentukan.
Bab IV : Kesimpulan dan Saran. Bab ini mencakup kesimpulan yang ditarik dari hasil penelitian dan saran sebagai masukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini.
BAB II
DAKWAH DALAM PERSPEKTIF TEORI
A. TINJAUAN TENTANG KOMUNIKASI
1. Pengertian Komunikasi
Secara etimologi komunikasi berasal dari bahasa inggris: “communication” yang menurut Astrid S. Susanto Istilah communication berasal dari perkataan latin “communicare” yang artinya “berpartisipasi” ataupun “memberitahukan”. 1
Secara terminologi banyak yang mendefinisikan diantaranya adalah: a. Menurut Carl I. Hovland, yang dikutip oleh Prof. Drs. Onong Uchjana
Effend,MA, Ilmu Komunikasi adalah upaya yang sistemis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap.2
b. Menurut Prof. H. Muhammad Daud Ali, SH dan H. Habibah Daud, SH, komunikasi adalah proses penyampaian lambang bahasa(oleh komunikator) untuk mengubah tingkah laku manusia.3
Beberapa definisi diatas dapat didisimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media.
1
Astrid S. Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, hlm. 14
2
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000), hlm. 10.
3
Muhammad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1995),hlm. 169.
19
2. Komponen-Komponen Komunikasi
Upaya memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, maka harus menunjukkan lima unsur komunikasi yaitu:
a. Komunikator (comunicator, source, sender) adalah orang yang menyampaikan pesan kepada komunikan. Dalam Penelitian ini yang menjadi komunikan adalah Da’i atau para anggota FPI Desa Paciran, Kec. Paciran
b. Pesan (massage) adalah suatu bentuk pernyataan yang didukung oleh lambang. Pesan ini berupa materi-materi dakwah yang disampaikan oleh Da’i.
c. Media adalah sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya. Dimana dalam penelitian ini medianya melalui media lisan, tulisan, audio visual, akhlak,lukisan.
d. Komunikan adalah orang yang menerima pesan.
e. Efek adalah dampak sebagai pengaruh dari pesan. Pesan yang disampaikan kepada audiens disini diharapkan dapat meningkatkan kondisi keagamaan yang semula rendah menjadi tinggi, setelah mereka menerima ajaran-ajaran apa yang diberikan dari FPI.
3. Bentuk-Bentuk Komunikasi
Bentuk-bentuk komunuikasi berdasarkan komunikan yang dihadapi komunikator, komunikasi tatap muka dapat diklasifikasikan
20
menjadi dua jenis, yaitu komunikasi antar persona dan komunikasi kelompok.
a. Komunikasi Antar Personal
Komunikasi antar personal (personal communication) adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan.4 Komunikasi ini dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis atau percakapan. Arus balik bersifat langsung, sehingga komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, komunikator mengetahui apakah komunikasinya itu positif atau negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak komunikator dapat meyakinkan komunikan ketika itu juga karena ia dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.
b. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok (Group Communication) adalah komunikator dan komunikan berada dalam situasi saling berhadapan dan saling melihat komunikasi kelompok menimbulkan arus balik langsung.5
Komunikasi kelompok diklasifikasikan menjadi dua yaitu: 1) Komunikasi Kelompok Kecil
Suatu komunikasi dinilai komunikasi kelompok kecil (Small group communication) bila situasi komunikasi seperti itu dapat
4
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000),
hlm. 8.
5
Ibid., hlm.14
21
diubah menjadi komunikasi antar persona dengan setiap komunikan. Dalam komunikasi kelompok kecil komunikator menunjukkan pesannya kepada benak atau pikiran komunikan, misalnya kuliah, ceramah, diskusi, seminar dan rapat dalam situasi komunikasi seperti itu logika berperan penting. Adapun prosesnya berlangsung secara dialogis dan sirkuler komunikan pada kelompok kecil ini bersifat homogen.
2) Komunikasi Kelompok Besar
Suatu situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi kelompok besar (large group communication) jika antar komunikator dan komunikan sukar terjadi komunikasi antar persona. Kecil kemungkinan untuk terjadi dialog seperti halnya komunikasi kelompok kecil. Pada komunikasi seperti itu para komunikan menerima pesan yang disampaikan komunikator lebih bersifat emosional, lebih-lebih apabila komunikannya bersifat heterogen atau beragam jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, usia dan pengalamannya.
Pesan yang disampaikan komunikator dalam situasi komunikasi kelompok besar, ditujukan kepada hati atau perasaannya, misalnya kegiatan rapat raksasa. Komunikan pada kelompok besar ini bersifat heterogen.6
6
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Aditya Bakti,
2000), hlm 72.
22
4. Komunikasi Dakwah
Komunikasi dakwah adalah komunikasi yang unsur-unsurnya disesuaikan visi dan misi dakwah. Menurut Toto Tasmara, bahwa komunikasi dakwah adalah suatu bentuk komunikasi yang khas dimana seseorang komunikator menyampaikan pesan-pesan yang bersumber atau sesuai dengan ajaran al Qur’an dan Sunnah, dengan tujuan agar orang lain dapat berbuat amal shaleh sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan.
Jadi dari segi proses komunikasi dakwah hampir sama dengan komunikasi pada umumnya, tetapi yang membedakan hanya pada cara dan tujuan yang akan dicapai. Adapun tujuan komunikasi pada umumnya yaitu mengharapkan partisipasi dari komunikan atas ide-ide atau pesan-pesan yang disampikan oleh pihak komunikator sehingga pesan-pesan yang disampaikan tersebut terjadilah perubahan sikap dan tingkah laku yang diharapkan, sedangkan tujuan komunikasi dakwah yaitu mengharapkan terjadi nya perubahan atau pembentukan sikap atau tingkah laku sesuai dengan ajaran agama Islam.
Harold D. Lasswell pernah mengungkapkan suatu pertanyaan untuk terpenuhinya suatu komunikasi melalui kata-kata bersayab, yaitu:who says what to whom in what channel with what effect.
Apabila pertanyaan tersebut diatas dapat kita jawab, maka komunikasi dapat kita jawab, komunikasi dakwahpun dapat memenuhi criteria tersebut:
Who : Setiap pribadi muslim
23
Says what : Kepada manusia pada umumnya (didalam penelitian ini adalah mahasiswa yang mengikuti kegiatan komunikasi dakwah yang diterapkan oleh FPI Kecamatan Paciran) In what Channel : Memakai media atau saluran dakwah apa saja
yang sah secara hukum, didalam penelitian ini media yang digunakan adalah FPI Kecamatan. Paciran.
With what Effect : Terjadinya perubahan dalam pengetahuan pemahaman dan tingkah laku atau perbuatan (amal shaleh) sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan oleh komunikasi.7
Dengan demikian unsur-unsur serta proses komunikasi dakwah hampir sama dengan unsur-unsur dan proses komunikasi pada umumnya. 5. Dasar dan Hukum Komunikasi Dakwah
Pelaksanaan komunikasi dakwah didasarkan pada ajaran agama Islam yaitu: alqur’an dan hadist. Adapun ayat yang menjadi dasar pelaksanaan komunikasi dakwah adalah:
7
Ibid, hlm. 48-49.
24
نﻮﻬ و ﺧوﺮ ﺎ نوﺮ �و ﲑ ﺒ إ نﻮ ﺪ ﺔ ﺒ و
:
نﺒﺮ ﺒ
)
نﻮ ﺒ ﺌوأو ﺮ ﺒ
104
(
Artinya: “dan hendaklah diantara kamu ada sebagian umat yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah kemunkaran, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S Ali-Imron:104)
نﺈ ﺎ ﻄ نﺈ ﺪ ﲑﻐ ﺒﺮ ىأر
نﺎﳝﻹﺒ ﺻأ ذو ﻄ
Artinya: “ barang siapa diantara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya (mencegahnya) dengan tangannya, apabila ia tidak sanggup, maka dengan hatinya dan itulah selemah-lemahnya iman” (H.R. Bukhari)8
6. Tujuan Komunikasi Dakwah
Islam adalah agama yang berorientasi kepada amal shaleh, dan menghindarkan pemeluknya maupun bukan pemeluknya dari perbuatan atau amal yang munkar. Amal shaleh yang dimaksudkan sudah barang tentu semua tingkah laku yang selaras sesuai dengan pedoman-pedoman dasar agama,yaitu al Qur’an dan Sunnah Rasulullah
Salah satu tugas Rasulullah Muhammad SAW adalah membawa amanah suci berupa menyempurnakan akhlak yang mulia kepada manusia. Dan akhlak yang mulia ini tidak lain adalah Al Qur’anul karim itu sendiri sebab hanya kepada Qur’an sajalah setiap pribadi muslim itu berpedoman
8
H. Salim Bahreisy, Terjemah Riadhus Shalihin II, (Bandung: PT. Al Ma’arif, 1986), hlm. 201
25
tujuan dakwah dalam arti luas adalah menegakkan ajaran agama Islam pada setiap insan baik individu maupun masyarakat. Allah berfirman:
نوﺮ ﺬ ﻬ سﺎ ﺒ ﲔ و ذﺎ ةﺮ ﻐ ﺒو ﺔ ﺒ ﺒ ﻮ ﺪ ﷲو
:
ةﺮ ﺒ
)
221
(
Artinya: “Dan Allah menyeru kepada jalan ke surga dan ampunan dengan izin-Nya, dan dia menerangkan ayat-ayatnya kepada manusia agar manusia memperoleh pelajaran.” (Q.S Al-Baqarah: 221)9
Firman Allah tersebut secara tegas mengajak manusia agar senantiasa beramal shaleh yang menyebabkannya dapat memasuki surga Allah. Disamping itu, Allah juga mengajak manusia menuju kepada ampunan-Nya, jangan menyekutukan-Nya serta jangan memenuhi hawa nafsu.
Terwujudnya Islam sebagai Rahmatan lil ‘alamin bagi seluruh alam, tidak lepas dari usaha aktivitas dakwah itu sendiri dari segi hirarki, tujuan dakwah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dakwah adalah merupakan sesuatu yang hendak dicapai dalam seluruh aktivatas dakwah. Sedangkan tujuan khususnya yaitu agar seluruh pelaksanaan komunikasi dakwah dapat jelas diketahui kemana arahnya ataupun jenis kegiatan apa yang hendak dikerjakan kepada siapa berdakwah dengan cara bagaimana dan sebagainya secara terperinci sehingga tidak terjadi overlapping antara juru
9
M. Said, Terjamah Al Qur’anul Karim, (Bandung : Al Ma’arif 1987), hlm. 32
26
dakwah yang satu dengan yang lain yang hanya disebabkan masih umumnya tujuan yang hendak dicapai.10
Dalam konteks ini, dakwah tidak hanya sekedar berkhotbah di masjid, tetapi dakwah merupakan suatu aktivitas pribadi muslim dalam segala aspeknya. Dakwah dapat menyorot semua bidang.
Dengan demikian, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa tujuan dari komunikasi dakwah itu adalah:
1) Bagi setiap pribadi muslim: dengan melakukan dakwah berarti bertujuan untuk melaksanakan salah satu kewajiban agamanya, yaitu Islam
2) Tujuan daripada komunikasi dakwah ini, adalah terjadinya perubahan tingkah laku, sikap atau perbuatan yang sesuai dengan pesan-pesan (risalah) Alqur’an dan sunnah.
7. Unsur-Unsur Komunikasi Dakwah
Kalau diperhatikan secara seksama dan mendalam, maka pengertian dari pada dakwah itu tidak lain adalah komunikasi. Hanya saja yang secara khas dibedakan dari bentuk komunikasi yang lainnya, terletak pada cara dan tujuan yang akan dicapai. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan adanya usaha agar tercapai tujuan tersebut yang meliputi unsur-unsur komunikasi dakwah yang telah dijelaskan diatas bahwa antara komunikasi dakwah dengan dakwah hampir sama oleh karena itu,
unsur-10
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1983), hlm.51-54.
27
unsur komunikasi dakwah sama isinya dengan unsur-unsur komunikasi dakwah.
Unsur-unsur pelaksanaan kegiatan komunikasi dakwah adalah sesuatu yang harus ada, bagian-bagian yang terkait, yang membentuk satu kesatuan fungsi dalam pelaksanaan kegiatan komunikasi dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah:
1) Subyek Komunikasi Dakwah
Suatu kegiatan dakwah akan mencapai tujuan komunikasi dakwah yang sesuai dengan ajaran agama Islam, maka membutuhkan beberapa persyaratan diantaranya Da’i, yang mempunyai tugas memberikan masukan-masukan demi terciptanya jiwa yang baik kepada sasarannya. Subyek dakwah atau Da’i itu sendiri berarti orang yang melaksanakan tugas-tugas dakwah.
Menurut Ahmad Suyuti Da’i atau
ﻎ ﺎ
adalah berasal daribahasa Arab
"
ﻎ
–
ﻎ
"
yang berarti orang yang menyampaikanajaran Islam kepada masyarakat penerima dakwah.11
Menurut Muriah dalam bukunya yang berjudul Metodologi Dakwah Kontemporer bahwa Da’i dibagi menjadi dua kriteria yaitu umum dan khusus. Secara umum adalah setiap muslim dan muslimat yang berdakwah sebagai kewajiban yang melekat tidak terpisahkan
11
Ahmad Suyuti, Amtsilatu Tasrifiyah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), hlm. 11
28
dari misinya dari sebagai penganut Islam sesuai dengan perintah
ﻮﻐ
"
ﲎ
ﻮو
ﺔ آ
"
. Sedangkan secara khusus adalah mereka yangmengambil keahlian khusus dalam bidang dakwah Islam dengan kesungguhan dan qodrah khasanah.P11F
12
P
Dari beberapa definisi di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Da’i adalah orang yang menyampaikan ajaran Islam atau risalah Allah kepada seseorang atau kelompok sebagai sasaran dakwahnya dengan cara lisan, tulisan, ataupun perbuatan yang nyata.
Syarat-syarat Da’i atau mubaligh
Adapun persyaratan yang harus dimiliki oleh seorang Da’i atau mubaligh, antara lain:
a) Meguasai tentang isi al-qur’an dan sunnah Rosul serta hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam.
b) Mempunyai kepribadian yang taqwa kepada Allah
c) Mengetahui dan menguasai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada hubungannya dengan berdakwah, misalnya perbandingan agama, ilmu jiwa, ilmu sosial dan ilmu pengetahuan umum lainnya.
d) Bertaqwa sesuai dengan garis-garis Dinul Islam.13
12
Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta :Mitra Pustaka, 2000), hlm. 23
13
Masdar Helmi, Dakwah Dalam Alam Pembangunan, (Semarang: Toha Putra, 1973), hlm 48
29
2) Obyek Komunikasi Dakwah
Obyek komunikasi dakwah adalah orang-orang yang dituju oleh kegiatan dakwah, Sebelum kita mempengaruhi seseorang yang menjadi sasaran dakwah kita, masyarakat atau orang yang bersangkutan hendaknya dipelajari betul-betul kondisi dan keadaannya. Untuk ini seorang Da’i atau mubaligh hendaknya memperlengkapi dirinya dengan pengetahuan ilmu jiwa, ilmu masyarakat, ilmu politik, ilmu sejarah, antropologi, dan lain-lain.
Untuk mengetahui keadaan seseorang atau masyarakat, dilakukan klasifikasi (pembagian) seseorang menurut derajat fikirannya:
a)Ummat yang berfikir kritis
Tergolong orang yang berpendidikan dan orang-orang yang berpengalaman. Orang-orang-orang yang hanya dapat dipangaruhi, jika fikirannya dapat menerima dengan baik. Golongan ini disebut ummat yang rational.
b)Ummat yang mudah dipengaruhi
Suatu masyarakat yang gampang dipengaruhi oleh faham baru tanpa menimbang-nimbang secara matang apa yang dikemukakan kepadanya. Golongan ini dapat dimasukkan dalam kategori ummat yang irrational.
c)Ummat yang bertaqlid
30
Golongan yang fanatik buta berpegang kepada tradisi dan kebiasaan turun temurun. Yang dipandangnya benar hanya kebiasaan yang diwarisi dari nenek moyangnya, tanpa menyelidiki salah atau benarnya, sebaliknya segala yang bertentangan dengan tradisi nenek moyangnya dianggapnya salah. Ada pula orang yang bertaqlid kepada suatu faham atau pendirian, suatu agama atau aliran, yakni orang yang mengikuti sesuatu tanpa dan fanatik kepada pendirian itu.14
3) Materi Komunikasi Dakwah
Secara garis besar materi komunikasi dakwah itu adalah semua yang ada pada ajaran agama Islam itu sendiri yang meliputi tiga hal pokok yaitu: Aqidah (keimanan), Syari’ah (keIslaman), Akhlak (Ihsan).15
Adapun ditinjau dari segi dan tujuan dakwahnya adalah:
a) Tujuan Aqidah : bertujuan menanamkan aqidah (keyakinan) yang mantap dalam hati setiap muslim sehingga keyakinan tentang ajaran Islam tidak lagi dicampuri dengan sikap keragu-raguan. b) Tujuan Syariah : bertujuan menanamkan kepatuhan terhadap
hukum-hukum yang disyari’atkan oleh Allah SWT.
14
Hamzah Ya’kub, Publisistik Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1981), hlm 32-33
15
Ibid., hlm. 20
31
c) Tujuan Akhlak :bertujuan membentuk kepribadian muslim yang berbudi pekerti yang luhur, dan dihiasi dengan sifat-sifat terpuji dan bersih dari sifat-sifat tercela.16
Merujuk dari ketiga materi dakwah diatas akhlak merupakan manifestasi Iman, Islam, dan Ihsan sebagai refleksi sifat dan jiwa yang secara spontan dan terpola pada diri seorang sehingga melahirkan perilaku yang konsisten tergantung pada pertimbangan berdasarkan keinginan tertentu.17
Dalam artian, ketika semakin mantap dan kuat keimanan seseorang maka semakin taat beribadah dan semakin baik pula akhlaknya. Dengan demikian akhlak tidak dapat dipisahkan dari ibadah, juga tidak dapat dipisahkan dari akidah (keimanan) karena kualitas akidah akan sangat mempengaruhi pada kualitasa ibadah yang kemudian juga dapat berpengaruh pada kualitas akhlak.
Dalam ajaran Islam, akhlak merupakan salah satu ajaran inti dalam Islam, fenomena ini dikuatkan dengan hati yang disabdakan oleh hati Muhammad SAW:
16
Mansur Amin, Metode Dakwah Islam Dan Beberapa Keputusan Tentang Aktivitas
Keagamaan, (Yogyakarta: Sumbangsih, 1980), hlm. 24-25
17
UII Press Yogyakarta (Anggota IKAPI), Kemantapan Tauhid Dengan Ibadah dan Akhlakul
Karimah, (Yogyakarta: UII Press, 1991), hlm. 86
32
(
ىرﺎ ﺒ ﺒور
)
ﺨ
ﺒ مرﺎ ﲤﻷ ﺜ ﺎﳕإ
Artinya : “Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. (HR. Bukhori dan abu Hurairah r.a)18
Pada akhirnya tujuan pokok pelaksanaan komunikasi dakwah Islamiyah adakanlah mengajak umat manusia kejalan yang benar agar manusia menyembah kapada Allah SWT semata dan bertaqwa. Hal tersebut sesuai dengan perintah Allah SWT dalam sebuah firmannya:
ﺎﻬ ﺒ�
ﺬ ﺒو
يﺬ ﺒ ر ﺒوﺪ ﺒ سﺎ ﺒ
:
ةﺮ ﺒ
)
نﻮ
17
(
Artinya: “Hai manusia sembahlah Allah yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. Albaqarah :17).19
4) Metode komunikasi Dakwah
Metode komunikasi dakwah yaitu cara-cara yang dipergunakan seorang Da’i untuk menyampaikan materi dakwah, yaitu al Islam atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Pada prakteknya komunikasi dakwah pada mahasiswa ini dituntut agar para Da’i untuk bisa memililh metode yang tepat untuk memberikan pengarahan pada mahasisaw. Karena situasi dan kondisi mahasiswa yang berbeda-beda, maka sudah barang tentu penggunaan metode ini tergantung pada situasi dan kondisi mahasiswanya. Maka metode
18
Muhammad Djalaluddin Al Qasimi, Terjemah Mau’idhotul Mukminin, (Semarang: CV. Asy
Syifa’), hlm. 406
19
Ibid., hlm. 5
33
yang digunakan, diantaranya adalah: ceramah, tanya jawab, diskusi dan demonstrasi atau peragaan.
a) Metode Ceramah
Metode ceramah sering disebut metode informasi, yakni penerangan secara lisan oleh mubaligh atau Da’i sebagai komunikator kapada kelompok mahasiswa sasaran sebagai komunikan. Metode ini sangat tepat apabila sasaran yang dihadapi merupakan kelompok yang berjumlah besar dan diperlukan secara sekaligus.
b) Metode Tanya Jawab
Metode ini dapat dikatakan lanjutan dari metode ceramah, yaitu proses tanya jawab antara mubaligh dengan peserta pengajian. Sifatnya memang sama dengan metode ceramah., dalam hal sama-sama menggunakan lisan.hanya bedanya, dalam metode ceramah peranan aktif berada pada mubaligh, sedangkan dalam metode tanya jawab peranannya bisa timbal balik.
c) Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu bentuk komunikasi gagasan yang dilakukan dalam suasana demokratis. Dari suatu diskusi dapat diperoleh dari membaca atau mendengar suatu ceramah. d) Metode Demonstrasi/ Peragaan
Metode Demonstrasi yaitu memberi contoh atau memperagakan atau mempertunjukkan. Metode ini lebih tepat
34
digunakan untuk materi yang menyangkut praktek ibadah, seperti cara berwudlu, praktek sholat, cara merawat jenazah dari mulai memandikan hingga menguburkan, dan lain sebagainya.
5) Media Komunikasi dakwah
Media komunikasi dakwah adalah sarana dan prasarana yang digunakan untuk menyampaikan materi komunikasi. Maka media komunikasi merupakan alat obyektif yang menjadikan saluran menghubungkan ide dengan sasaran komunikasi. Menurut bentuk penyampaiannya ada beberapa bentuk media yang dapat digunakan, antara lain:
a) Media Lisan:
Media lisan adalah media komunikasi dengan menggunakan potensi hati, lisan, dan pikiran. Materi dari metode ini berupa: debat, dialog, diskusi, ceramah, pengajian, seminar-seminar, serta pemberian nasihat secara pribadi.20
b) Media Tulisan
Media tulisan adalah metode yang digunakan dengan perantaraan tulisan, misalnya: buku-buku, majalah, buletin, brosur, surat kabar, kuliah-kuliah tertulis, spanduk, dan pamflet.21
20
Amrullah Ahmad, Metodologi Dakwah Islam; Sistem Metode dan Teknik Dakwah,
(Yogyakarta: Masitda, 1986), hlm. 34-36
21
Ibid., hlm., 47-48
35
c) Media Akhlak
Media akhlak adalah penyampaian dengan menggunakan perbuatan nyata atau dengan contoh-contoh, misalnya silaturrohmi, kebersihan dan lain-lain.
d) Media Lukisan
Media lukisan adalah media dengan menggunakn gambar-gambar hasil dari seni lukis, foto, cerita. Bentuk lukisan menarik perhatian orang, untuk dipakai menggambarkan suatu maksud ajaran yang ingin disampaikan kepada orang lain.
e) Media Audiovisual
Media audio visual adalah suatu media penyampaian untuk merangsang penglihatan dan pendengaran sasaran dakwah, bentuk media ini adalah: TV, sandiwara, radio.
Sedangkan masdar helmy membaginya empat macam:
(1). Media tercetak, yaitu segala brang cetakan seperti: surat kabar, majalah, dan buku.
(2). Media visual, yaitu media yang dilihat seperti: Tv, foto, lukisan.
(3). Media auditif, yaitu media yang didengar seperti: radio, tape, suara film
(4). Media pertemuan, yaitu segala macam pertemuan seperti: arisan, halal bihalal, rapat-rapat, konfrensi
36
B. DAKWAH DALAM TINJAUAN TEORI JARUM HIPODERMIK
Teori Jarum Hipodermik ini meyakinkan bahwa kegiatan mengirimkan pesan sama halnya dengan tindakkan menyuntikkan obat yang bisa langsung masuk ke dalam jiwa penerima pesan. Sebagaimana peluru yang ditembakkan dan langsung masuk ke dalam tubuh.22
Menurut Melvin DeFleur berpendapat bahwa pada teori ini, media menyajikan stimuli perkasa yang secara seragam diperhatikan oleh massa. Stimuli yang membangkitkan desakan, emosi, atau proses lain yang hampir tidak terkontrol oleh individu. Setiap anggota massa memberikan respons yang sama pada stimuli yang datang dari media massa. Teori ini mengasumsikan massa yang tidak berdaya ditembakki oleh stimuli media massa maka diisebut dengan “teori peluru” (bullet theory) atau “model hipodermik” yang menganalogikan pesan komunikasi seperti obat yang disuntikkan dengan jarum ke bawah kulit pasien.23
Selain itu, dalam teori ini mencoba menjelaskan bagaimana proses berjalannya pesan dari sumber (source) kepada pihak yang menerima pesan atau komunikan (receiver). Secara singkat, media massa dalam teori ini bersifat sangat kuat dalam mempengaruhi penerima pesan. Teori S-R menggambarkan proses komunikasi yang sederhana yangg hanya melibatkan dua komponen yaitu media massa dan penerima pesan yaitu khalayak. Media
22
Morissan, Teori Komunikasi : Individual Hingga Massa, (Jakarta: Kencana, 2013), 504.
23
Rackmat Kriyantono, Public Relations Writing, (Jakarta: Kencana, 2008), 197.
37
massa mengeluarkan stimulus dan penerima menanggapinya dengan menunjukkan respon sehingga dinamakan teori stimulus-respon.24
Menurut Anwar Arifin, teori jarum hipodermik tersebut menghasilkan dua asumsi dasar. Pertama, penerima (komunikan) tidak berdaya ketika menerima pesan dari komunikator. Kedua, media massa sangat perkasa dan bahkan kekuatannya mendekati ghaib.25 Maksud dari dua asumsi dasar diatas yaitu: Pertama, bahwa ketidak berdayanya komunikan ketika menerima pesan dari komunikator menunjukkan bahwa komunikator memiliki kemudahan dalam mempengaruhi komunikan. Dari teori ini dapat dipahami juga bahwa sifat dari komunikan sangatlah pasif dalam menerima pesan dari komunikator. Dan apapun yang disampaikan oleh komunikator, apalagi kalau melalui media massa, akan memiliki efek yang positif (baik berupa citra yang baik, penerimaan atau dukungan) dari komunikan. Kedua, semua pesan yang dikomunikasikan melalui media massa akan sangat mudah digunakan untuk mempengaruhi khalayak/audience.
Keberadaan teori jarum hipodermik, yang mengasumsikan komunikan adalah pihak yang pasif, ternyata tidaklah benar secara keseluruhan. Setelah kemunculannya teori tersebut selama 20 tahun, akhirnya oleh pencetusnya sendiri (Wilbur Schramm) disanggah atau direvisi. Karena berdasarkan dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para pakar psikologi dan sosiologi, ditemukan bahwa ternyata komunikan itu tidaklah bersifat pasif melainkan aktif. Maksud dari komunikan aktif adalah bahwa setiap individu atau
24
Morissan, Teori Komunikasi : Individual Hingga Massa, 505.
25
Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 68.
38
kelompok akan menyaring, menyeleksi dan mengolah secara internal semua pesan komunikasi (dalam dakwah berupa “al khayr, amr maruf, dan nahy mungkar”) yang berasal dari luar dirinya. Dengan demikian, efek dari sebuah proses komunikasi sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi dari komunikan, walaupun tanpa menafikan adanya daya tarik isi, dan kredibilitas komunikator.
C. DAKWAH DALAM TINJAUAN SURAT AN-NAHL : 125
ﱠنِإ ُ ﺴ ﺴأ ﺴ ِ ِﱵﱠﭑِ ُ ِﺪٰﺴﺟﺴو ِﺔﺴﺴ ﺴ ٱ ِﺔﺴﻈِﻮﺴٱﺴو ِﺔﺴ ِ ﭑِ ﺴ ِّﺴر ِ ِﺴ ٰﺴِإ ُﺤدٱ
ﺴ ِﺪﺴﻬُﭑِ ُﺴ ﺴأ ﺴﻮُﺴو ۦِِِﺴ ﺴ ﱠ ﺴﺿ ﺴِﲟ ُﺴ ﺴأ ﺴﻮُ ﺴ ﱠﺴر
١٢٥
“Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik. Dan bantahlah mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang medapat petunjuk.”26
Nabi Muhammad saw. yang diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim as., sebagaimana terbaca pada ayat yang lalu, kini diperintahkan lagi untuk mengajar siapapun agar mengikuti pula prinsip-prinsip ajaran bapak para nabi dan pengumandang Tauhid itu. Ayat ini menyatakan : Wahai Nabi Muhammad, serulah, yakni lanjutkan usahamu untuk menyeru semua yang engkau sanggup seru, kepada yang jalan yang ditunjukkan Tuhanmu, yakni ajaran Islam, dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka, yakni siapapun yang menolak atau meragukan ajaran Islam, dengan cara yang terbaik. Itulah tiga cara berdakwah yang hendaknya engkau tempuh
26
Al-Qur’an dan terjemahan, Departemen Agama, 282.
39
menghadapi manusia yang beraneka ragam peringkat dan kecenderungannya; jangan hiraukan cemoohan, atau tuduhan-tuduhan tidak berdasar kaum musyrikin, dan serahkan urusannmu dan urusan mereka kepada Allah karena sesungguhnya Tuhanmu yang selalu membimbing dan berbuat baik kepadamu. Dia-lah sendiri yang lebih mengetahui dari siapapun yang menduga tahu tentang siapa yang bejat jiwanya sehingga tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah saja juga yang lebih mengetahui orang-orang yang sehat jiwanya sehingga mendapat petunjuk.
Ayat ini dipahami oleh sementara ulama sebagai menjelaskan tiga macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwah. Terhadap cendekiawan yang memiliki pengetahuan tinggi diperintahkan menyampaikan dakwah dengan hikmah, yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka. Terhadap kaum awam diperintahkan untuk menerapkan mau’izhah, yakni memberi nasehat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan mereka yang sederhana. Sedang, terhadap Ahl al-kitab dan penganut agama-agama lain yang diperintahkan adalah perdebatan dengan cara yang terbaik, yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.
Kata hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah pengetahuan atau sebagai sesuatu yang bila digunakan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar serta menghalangi mudharat atau kesulitan yang besar atau yang lebih besar. Makna ini ditarik dari kata
40
hakama, yang berarti kendali, karena kendali menghalangi hewan atau kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang buruk pun dinamai hikmah, dan pelakunya dinamai hakim (bijaksana). Siapa yang tepat dalam penilaiannya dan pegaturannya, dialah yang wajar menyandang sifat ini atau dengan kata lain dia yang hakim.
Al-Mau’izhah terambil dari kata wa’azha yang berarti nasehat. Mau’izhah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar pada kebaikan. Sedang, kata jadilhum terambil dari kata jidal yang bermakna diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau dalil mitra diskusi dan menjadikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang maupun hanya mitra bicara.
Ditemukan diatas bahwa mau’izhah hendaknya disampaikan dengan hasanah/baik, sedang perintah berjidal disifati dengan kata ahsan atau lebih baik, bukan sekedar yang baik. Keduanya berbeda dengan hikmah yang tidak disifati oleh satu sifat pun . Ini berarti bahwa mau’izhah ada yang baik dan ada yang tidak baik, sedang jidal ada tiga macam, yang baik, yang terbaik, dan yang buruk.27
27
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur/an, (Jakarta:
Lentera Hati, 2012), 714-716.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan penelitian yang peneliti ambil, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana model dakwah FPI Kecamatan Paciran, Lamongan dan apa persamaan serta perbedaan dengan model dakwah pada umumnya. Dari hasil temuan penelitian dan analisisnya maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Model dakwah FPI memiliki dasar perintah yang berbeda dan selalu dijadikan rujukan utama bagi FPI dalam melakukan aktifitas dakwahnya, hal ini sebagaimana peneliti jelaskan dalam bab III bahwa dari hadith tersebut mereka memiliki anggapan ada anjuran bagi umat Islam untuk menumpas kemungkaran dengan kekuatan fisik. Sebab, dalam hadith tersebut ditemukan kata “tangan” yang bermakna kekerasan atau bentrok dengan individu atau sekelompok orang yang dinyatakan sebagai ahli maksiat. Penafsiran hadith seperti ini diperkuat lagi dengan corak pemahaman keagamaan FPI yang tekstualis dalam menafsirkan teks agama (al-Qur’an dan as-sunnah). Jadi, model dakwah yang muncul pada kelompok FPI adalah dakwah yang identik dengan kekerasan, tidak mengenal kompromi. Sebab, semua kader FPI telah mendapat doktrin yang begitu kuat dari pimpinan bahwa apa yang dilakukan semuanya adalah bagian dari menegakkan amar
85
ma’ruf nahi munkar dan ruhul jihad, sehingga mengesampingkan aspek-aspek kemanusiaan.
2. Terkait dengan persamaan dan perbedaan model dakwah FPI dengan model dakwah pada umumnya, peneliti menemukan ada beberapa perbedaan dan perbedaan dalam model dakwah, yaitu:
a. Pada aspek Da’I, kesamaannya adalah memiliki kemampuan dalam memahami ajaran Islam. Sementara perbedaannya adalah melalui jenjang kaderisasi, memiliki paham keislaman yang sama, memiliki pemahaman amar ma’ruf nahi munkar dan ruhul jihad.
b. Aspek Mad’u, persamaan adalah memiliki latar belakang dari berbagai lapisan masyarakat. Sementara perbedaannya adalah hanya kalangan terbatas, yaitu yang memiliki paham keagamaan sama FPI.
c. Aspek materi, persamaannya adalah Amar ma’ruf nahi munkar. Sedangkan perbedaannya adalah menanamkan ruhul jihad, dalam menerapkan amar ma’ruf nahi munkar, penekanannya fokus pada aspek: benar-salah-halal-haram-bid’ah-musyrik.
d. Aspek media, persamaannya adalah menggunakan semua media dakwah, seperti: lisan, tulisan, visual, audio, dan keteladanan. Perbedaannya adalah menjadikan surau sebagai pusat kegiatan FPI Paciran.
86
B. Saran
1. Sebaiknya FPI Paciran dalam berdakwah memiliki landasan (dalil) yang lebih konprehensif, serta tidak menjadikan hadith yang artinya: “Barang siapa melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya (bila mampu), bila tidak mampu maka ubahlah (berantaslah) dengan lidahnya, (yaitu memberinya peringatan yang baik, boleh keras dan boleh juga lemah, asal melihat mana yang bermanfaat untuk agama). Apabila masih tidak mampu maka cukup (benci) di hati. Dan itulah iman yang paling lemah.”, sebagai landasan tunggal semata. Padahal ada landasan dakwah yang lebih tinggi secara kedudukannya dan lebih moderat dan fleksibel untuk diterapkan di masyarakat majemuk, yaitu Surat An-Nahl ayat 125. Sehingga syiar Islam dapat diterima oleh khalayak umum, khususnya umat Islam.
2. Untuk kelompok FPI Paciran, hendaknya lebih memperhatikan kondisi sosio-cultural, yaitu kearifan lokal yang ada di Kecamatan Paciran, sehingga dalam berdakwah kedepannya diharapkan lebih toleran dan disampaikan dengan bahasa yang santun agar bisa diterima oleh masyarakat sekitar.
3. Hendaknya dalam berdakwah memperhatikan norma-norma hukum yang berlaku di Indonesia, agar tidak mengambil tindakan sendiri atau main hakim sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Admin, "http://lamongankab.go.id/instansi/paciran/desa-paciran/, diunduh pada tanggal 9 Februari 2016.
Ahmad, Amrullah, Metodologi Dakwah Islam; Sistem Metode dan Teknik Dakwah, (Yogyakarta: Masitda, 1986)
Al Qasimi, Muhammad Djalaluddin, Terjemah Mau’idhotul Mukminin, (Semarang: CV. Asy Syifa’)
Ali, Muhammad Daud dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995)
Al-Qur’an dan terjemahan, Departemen Agama
Amin, Mansur, Metode Dakwah Islam Dan Beberapa Keputusan Tentang Aktivitas Keagamaan, (Yogyakarta: Sumbangsih, 1980)
Aminuddin S. Anwar, Pengantar Ilmu Dakwah, (Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Wali Songo, 1986)
Arifin, Anwar, Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011)
Bahreisy, Salim Terjemah Riadhus Shalihin II, (Bandung: PT. Al Ma’arif, 1986) Effendy, Onong Uchjana Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000)
Effendy, Onong Uchjana Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000)
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Aditya Bakti, 2000)
El Fadl, Khaled Abou, Sejarah Wahabi & Salafi: Mengerti Jejak Lahir dan Kebangkitannya di Era Kita, terj. Helmi Mustofa, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2015)
Ghony, M. Djunaidi dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogyakarta: Arruz Media, 2010)
Hilmi, Masdar, Dakwah Dalam Alam Pembangunan, (Semarang: Toha Putra, 1973)
88
Kriyantono, Rackmat, Public Relations Writing, (Jakarta: Kencana, 2008) Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif (Rosda Karya, 2000)
Morissan, Teori Komunikasi : Individual Hingga Massa, (Jakarta: Kencana, 2013)
Morissan, Teori Komunikasi Massa: Media, Budaya dan Masyarakat (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010)
Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta :Mitra Pustaka, 2000) Muslim bin al-Hajjaj, Sahih Muslim Volumes 12, (Lebanon: Dar Kotob
Al-Ilmiyah, 2008)
Ngatawi, Al-Zastrouw, Gerakan Islam Simbolik: Politik Kepentingan FPI, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 2006)
Pedoman Front Pembela Islam (AD/ART), t.t
Rahmat, Jalaludin, Retorika Modern, Sebuah Kerangka Teori dan Praktik Berpidato,( Bandung: Akademika, 1982)
Rizieq, Muhammad Husein Syihab, Dialog Fpi: Amar Ma’ruF Nahiy Munkar, (Jakarta: CV Ibnu Sidah, 2013)
Rubaidi, “Variasi Gerakan Radikal Islam Di Indonesia”, Jurnal Analisa, Vol. XI, No. 1 (Juni 2011)
Saeful Anwar, “Pemikiran Dan gerakan Amr Ma’ruf Nahy Munkar Front Pembela Islam (FPI) Di Indonesia 1989-2012”, Teosofi, vol.4 No. 1 (1 Juni 2014)
Said, M. Terjamah Al Qur’anul Karim, (Bandung : Al Ma’arif 1987)
Shihab, M. Quraish Tafsir Al-Misbah: pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur/an, (Jakarta: Lentera Hati, 2012)
Sholeh, Shonhadji, Sosiologi Dakwah Perspektif Teoretik (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011)
Soeprapto, Ryadi, Interaksionisme Simbolik, Perspektiof Sosiologi Modern. (Malang: Averroes Press dan Pustaka Pelajar, 2000)
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2009)
89
Suryana, Metodologi Penelitian: Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif ( Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia, 2010)
Susanto, Astrid S., Komunikasi Dalam Teori dan Praktek
Susetiawan, Melacak Pemikiran George Herbert Mead; Pendekatan Filsafat, (Yogyakarta: LkiS, 2002)
Suyuti, Ahmad, Amtsilatu Tasrifiyah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997)
Syukir, Asmuni, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1983) UII Press Yogyakarta (Anggota IKAPI), Kemantapan Tauhid Dengan Ibadah dan
Akhlakul Karimah, (Yogyakarta: UII Press, 1991)
Umar, Ahmad Rizky Mardhatillah, “Melacak Akar Radikalisme Islam di Indonesia”, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Vol. 14, No. 2 (November 2010)
Ya’kub, Hamzah, Publisistik Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1981)
Yahya, Abu Zakariya bin Syarif An-Nawawi ad-Damsyiqi, diterjemahkan oleh Mahrus Ali, Riyadhus shalihin, (Surabaya: al-Hidayah, 1997)