ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG
PUPUK DALAM KELOMPOK TANI DI DESA KALIGAMBIR
KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR
SKRIPSI
Oleh Yohana Solikah NIM. C02213078
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan (field research) dengan judul
“Analisis Hukum Islam Terhadap Hutang Piutang Pupuk dalam Kelompok Tani
di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar”. Skripsi ini
bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang telah dituangkan dalam rumusan masalah yaitu Bagaimana praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar dan Bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu suatu pendekatan dalam penelitian yang bersifat alamiah. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi, disamping itu juga dilengkapi dengan teknik analisis data yaitu teknik deskriptif kualitatif, kemudian dianalisis dengan menggunakan pola pikir induktif.
Praktik hutang piutang pupuk yang terjadi dalam kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar merupakan hutang piutang pupuk yang dilakukan antara petani dan kelompok tani dengan pengembalian berupa tambahan yang telah disepakati. Praktik hutang piutang ini dilakukan secara langsung dirumah pemberi hutang (ketua kelompok), kemudian ketua kelompok menjelaskan mengenai harga awal serta adanya tambahan saat pelunasan. Setelah semua sepakat, baru kemudian terjadi akad ijab dan kabul. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa transaksi yang sebenarnya terjadi pada masyarakat Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar adalah jual beli mura>bah}ah secara tangguh, akan tetapi masyarakat Desa Kaligambir menganggap hal tersebut merupakan hutang piutang. Secara hukum Islam, adanya tambahan dalam transaksi yang telah dilaksanakan oleh masyarakat Desa Kaligambir tidak mengandung unsur riba jika dilaksanakan dengan akad jual beli mura>bah}ah dan selama tidak ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya transaksi tersebut.
Sejalan dengan kesimpulan diatas, maka disarankan bagi masyarakat Desa Kaligambir khususnya petani dan kelompok tani sebaiknya lebih berhati-hati dalam melakukan segala bentuk mu‘a>malah agar tidak bertentangan dengan
shari>‘at Islam. Selain itu, penulis juga memberikan saran kepada ketua kelompok
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7
C.Rumusan Masalah ... 8
D.Kajian Pustaka ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13
G.Definisi Operasional ... 14
H.Metode Penelitian ... 15
I. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II JUAL BELI MURA>BAH}AH DAN HUTANG PIUTANG (QARD}) A.Jual Beli Mura>bah}ah ... 23
1. Pengertian Jual Beli Mura>bah}ah ... 23
2. Dasar Hukum Jual Beli Mura>bah}ah ... 25
3. Rukun dan Syarat Jual Beli Mura>bah}ah ... 29
B.Hutang-piutang (Qard}) ... 31
1. Definisi Hutang-piutang (Qard}) ... 31
2. Dasar Hukum Hutang-piutang (Qard}) ... 33
3. Hukum Qard{ ... 37
4. Rukun dan Syarat Hutang-piutang (Qard}) ... 39
5. Pengembalian Manfaat dalam Hutang-piutang (Qard}) ... 43
6. Tatakrama dalam Hutang Piutang(Qard}) ... 45
BAB III PRAKTIK HUTANG PIUTANG PUPUK DALAM KELOMPOK TANI DI DESA KALIGAMBIR KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR A.Gambaran Umum Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar ... 50
1. Keadaan Geografis ... 50
2. Keadaan Penduduk ... 51
3. Keadaan Ekonomi ... 51
4. Kondisi Pendidikan ... 52
5. Suasana Kehidupan Beragama ... 54
B.Praktik Hutang Piutang Pupuk Dalam Kelompok Tani Di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar ... 55
1. Latar Belakang Terjadinya Hutang Piutang Pupuk ... 55
2. Proses Transaksi Hutang Piutang Pupuk ... 56
3. Tata Cara Pengembalian Hutang Pupuk ... 58
4. Profil Anggota Kelompok Tani Desa Kaligambir ... 59
5. Pendapat Warga dan Tokoh Agama Desa Kaligambir tentang Hutang Piutang Pupuk ... 60
B.Analisis Hukum Islam Terhadap PraktikHutang PiutangPupuk DalamKelompok Tani Di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar ... 66 BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ... 74 B.Saran ... 75
DAFTAR TABEL
2.1Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 51
3.1 Tabel Mata Pencaharian dan Jumlahnya ... 52
4.1 Tabel Tamatan Sekolah di Masyarakat ... 53
4.2 Tabel Sarana Pendidikan di Desa Kaligambir ... 53
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah menjadi qadrat Allah Swt. bahwa manusia harus hidup
bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial, manusia harus saling tolong
menolong antara satu dengan yang lainnya. Untuk memenuhi kemajuan dan
tujuan hidup, diperlukan hubungan kerja sama yang baik antara sesama
manusia.
Kegiatan mu‘a>malah merupakan kegiatan-kegiatan yang menyangkut
hubungan antar manusia yang meliputi aspek politik, ekonomi dan sosial.
Kegiatan mu‘a>malah yang menyangkut aspek ekonomi meliputi kegiatan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup, seperti: jual beli,
simpan-pinjam, hutang piutang, usaha bersama, dan sebagainya.1
Didalam kegiatan ber mu‘a>malah, terdapat unsur tolong menolong
antara sesama manusia. Seperti dalam aspek ekonomi yang bentuknya
hutang piutang, kegiatan mu‘a>malah ini bertujuan untuk membantu kepada
pihak yang membutuhkan dana atau barang demi kelangsungan hidup
ataupun kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan ajaran agama Islam dalam
al-Quran surah al-Maidah: 2:
1 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam,
2 …
‚dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya‛.2
Hutang-piutang seakan telah menjadi salah satu solusi dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama bagi kehidupan masyarakat di
pedesaan. Karena dalam suatu kehidupan sudah la>zim ada pihak yang
kekurangan dan ada pula pihak yang berlebih dalam hartanya.
Hutang-piutang atau dalam istilah fikih disebut dengan al-qard} adalah
pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali
atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.3 Hutang
piutang (qard}) merupakan perbuatan baik yang diperintahkan Allah dan
Rasul.
Hutang piutang bukan merupakan perbuatan yang dilarang. Hal ini
sesuai dengan al-Quran surah al-Baqarah: 245:
‚siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan‛.4
2 Depak RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Indah Press, 1994),157.
3Muhammad Syafi’i Antonio, BANK SYARIAH Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), 131.
3
Dari sisi muqrid}, Islam menganjurkan kepada umatnya untuk
memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan dengan cara
memberi utang. Dari sisi muqtarid}, utang bukan merupakan perbuatan yang
dilarang, melainkan dibolehkan karena seseorang berutang dengan tujuan
untuk memanfaatkan barang atau uang yang diutangnya itu untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, dan ia akan mengembalikannya persis seperti yang
diterimanya atau sesuai dengan nilai yang dihutangnya.5
Dalam kaitan dengan hal ini ada beberapa hadis yang berisi anjuran
untuk membantu orang lain, antara lain:
Dalam Hadis Ibnu Mas’ud:
نع
نبا
عسم
دو
ّنا
ينلا
ص
.م
.
لاق
:
اَم
نِم
مِلْسُم
ُضِرْقُ ي
اًمِلْسُم
اًضْرَ ق
ِْيَ تَرَم
َِّا
َناَك
اَهِتَقَدَصَك
ًةَرَم
‚DariIbn Mas’ud bahwa Rasulullah saw. Bersabda, ‚tidak ada seorang
muslim yang menukarkan kepada seorang muslim qard} dua kali, kecuali seperti sedekah satu kali‛.6
Dari hadis-hadis diatas dapat dipahami bahwa qard} merupakan
perbuatan yang dianjurkan, yang akan diberi imbalan oleh Allah. Dalam
hadis dijelaskan bahwa memberikan hutang atau pinjaman dua kali nilainya
sama dengan memberikan sedekah satu kali. Ini berarti bahwa qard}
merupakan perbuatan yang sangat terpuji karena bisa meringankan beban
orang lain.
5Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), 275.
4
Di dalam Islam juga telah dijelaskan mengenai pengambilan manfaat.
Pengambilan manfaat dalam hutang piutang hukumnya haram, apabila hal
itu disyaratkan atau ditetapkan dalam perjanjian. Demikian ini termasuk
rekayasa terhadap riba berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
لُك
ضْرَ ق
َج َر
ًةَعَفْ نَم
َوُهَ ف
َبِر
‚semua hutang yang menarik manfaat (keuntungan), maka ia termasuk
riba‛.7
Apabila manfaat (kelebihan) tidak disyaratkan pada waktu akad maka
hukumnya boleh. Sesuai dengan hadis Nabi:
ْنَع
ِبَأ
َةَرْ يَرُ
َلاَق
َضَرْقَ تْسِا
لوسر
ه
ىلص
ه
هيلع
هلأو
ملسو
اًنِس
,
ىَطْعَأَف
اًنِس
اًرْ يَخ
ْنِم
ِهِّنِس
َلاَقَو
ْمُكُراَيِخ
اَحَأ
ْمُكُنِس
ًءاَضَق
.
‚Dari Abu Hurairah ia berkata: ‚Rasulullah saw. berutang seekor unta,
kemudian beliau membayarnya dengan seekor unta yang lebih baik daripada unta yang diutangnya, dan beliau bersabda: sebaik-baik kamu sekalian adalah orang yang paling baik dalam membayar utang.‛8
Para ulama juga sepakat bahwa persyaratan memberikan tambahan
diluar pinjaman untuk kreditur hukumnya haram dan termasuk riba, baik
tambahan nilai, seperti: memberikan pinjaman Rp.100.000,- dengan syarat
pengembalian Rp. 110.000,- atau tambahan kwalitas, seperti: memberikan
pinjaman mata uang rupiah dengan syarat pengembalian dalam bentuk mata
uang dolar, maupun tambahan jasa, seperti: memberikan pinjaman uang
7 Ibnu Hajar al-Asqalany, Syarah Bulughul Maram, (Achmad Sunarta) (Surabaya: Halim Jaya,
2001), 503, sanad hadits diatas sangat d}a’i>f.
5
kepada seseorang dengan syarat dia meminjamkan mobilnya kepada pemberi
pinjaman selama 1 minggu.9
Kegiatan mu‘a>malah yang berbentuk hutang piutang ini sering
dilakukan oleh masyarakat, tidak jarang masyarakat Desa Kaligambir
Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar. Mereka hidup dalam keadaan
ekonomi yang pas-pasan. Oleh karena itu, mayoritas masyarakatnya
berpencaharian sebagai petani. Tidak semua petani tersebut mempunyai
dana untuk memenuhi kebutuhan pertaniannya.
Sebelum dibentuknya kelompok tani, cara warga mendapatkan pupuk
adalah dengan menghutang di suatu individu. Individu tersebut sengaja
menghutangkan pupuk dengan adanya tambahan harga saat pengembalian
yang hampir 25%.
Melihat harga pupuk yang mahal saat pengembalian, akhirnya warga
Kaligambir rt: 03 rw: 02 mendirikan kelompok tani. Kelompok tani tersebut
sebagai wadah bagi warga dalam menyediakan salah satu kebutuhan
pertaniannya yaitu pupuk. Modal yang diperoleh kelompok tani dalam
menyediakan pupuk berasal dari hasil penjualan traktor.
Awalnya traktor itu merupakan hasil pemberian dari seorang yang
mencalonkan dirinya sebagai DPD. Untuk mencari dukungan dalam pemilu,
calon DPD tersebut memberikan traktor kepada kelompok tani. Tujuan
diberikannya traktor tidak lain sebagai penunjang pertanian pada masyarakat
Desa Kaligambir. Ternyata tujuan tersebut tidak sesuai, jarang petani yang
9 Yusuf Al Subaily, Fiqh Perbankan Syariah: Pengantar Fiqh Muamalat dan Aplikasinya dalam
6
mempergunakan traktor tersebut. Akhirnya traktor dijual dan hasil dari
penjualan traktor sebagian digunakan untuk membeli pupuk. Sehingga
masyarakat dapat mendapatkan pupuk dari kelompok tani tersebut.
Petani mendapatkan pupuk dengan cara menghutang. Harga pokok
pupuk tersebut adalah Rp. 190.000/kw. Setiap petani mendapatkan jumlah
pupuk yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhannya. Jika lahannya luas,
maka petani tersebut bisa menghutang pupuk dalam jumlah yang banyak,
begitu pula sebaliknya.
Jangka waktu pengembalian hutang dalam transaksi hutang piutang
pupuk di Desa Kaligambir adalah setelah petani panen. Ketentuan yang
diberikan adalah dengan adanya kelebihan atau tambahan dari harga
pokoknya. Tambahan tersebut disyaratkan di awal oleh ketua kelompok tani
ketika petani hendak menghutang. Dalam pengembaliannya pun juga
terdapat perbedaan, antara anggota kelompok tani dan bukan dari anggota.
Apabila yang menghutang masih dalam suatu anggota kelompok tani, maka
tambahannya Rp. 20.000/kw sedangkan apabila yang menghutang itu bukan
dari anggota kelompok maka tambahannya Rp. 30.000/kw.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa harga pokok pupuk
tersebut adalah Rp. 190.000/kw. Jadi semisal hutang 1kw maka petani yang
bukan dari anggota kelompok harus membayar Rp. 220.000 dan anggota
7
pengembalian hutang tersebut akan digunakan untuk tambahan modal
kedepannya dalam membeli pupuk dalam jumlah yang lebih banyak lagi.10
Dari sinilah penulis tertarik untuk menelusuri dan meneliti hutang
piutang yang terjadi di Desa Kaligambir dengan judul ‚Analisis Hukum
Islam Terhadap Hutang Piutang Pupuk dalam Kelompok Tani di Desa
Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar‛.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang masalah yang sudah dijelaskan, kiranya dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Pengambilan manfaat dalam hutang piutang pupuk dalam kelompok tani
di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
2. Tata cara hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir
Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
3. Akad hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir
Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
4. Pelaksanaan hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa
Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
5. Perjanjian dalam hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa
Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
6. Jangka waktu hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa
Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
8
7. Ketentuan-ketentuan dalam hutang piutang pupuk dalam kelompok tani
di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar
8. Tata cara pengembalian hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di
Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar
Mengingat luasnya masalah yang tercakup dalam penelitian ini, maka
perlu adanya pembatasan masalah agar pembahasan lebih fokus. Oleh karena
itu penulis membatasi permasalahan yang hendak diteliti, yaitu:
1. Praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir
Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
2. Analisis hukum Islam terhadap praktik hutang piutang pupuk dalam
kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten
Blitar .
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah yang sudah dijelasakan
sebelumnya, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa
Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik hutang piutang pupuk
dalam kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo
9
D. Kajian Pustaka
Banyak sekali penelitian yang telah mengungkap tentang hutang
piutang. Akan tetapi penulis menemukan celah yang belum terbahas dalam
beberapa penelitian yang telah ada, yakni tentang hutang piutang pupuk
dalam kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo
Kabupaten Blitar. Demi menunjukkan posisi penelitian, maka penulis
paparkan tentang penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya,
diantaranya:
1. Skripsi saudari Siti Munasiroh, Prodi Muamalah UIN Sunan Ampel
Surabaya (2016), ‛Analisis ‘Urf Terhadap Tradisi Hutang Piutang Pupuk
Urea dibayar Dengan Uang (Studi Kasus di Desa Ladju Kidul Kec.
Singgahan Kab. Tuban)‛. Skripsi ini menjelaskan tentang tradisi
masyarakat di Desa Ladju Kidul dalam melakukan transaksi hutang
piutang pupuk yang dibayar dengan uang. Dari hasil penelitian tersebut
terlihat bahwa tradisi hutang piutang pupuk di Desa Ladju Kidul
merupakan ‘urf fasidah, karena transaksi hutang pupuk urea yang dibayar
dengan uang adalah transaksi yang obyeknya mithli, maka
pengembaliannya harus sesuai.11
2. Skripsi saudara Syaikhul Munif, jurusan Muamalah IAIN Walisongo
Semarang (2013), ‚Praktik Hutang Piutang Pupuk Di Lingkungan Petani
Tebu Desa Boto Kecamatan Jaken Kabupaten Pati‛. Skripsi ini
11Siti Munasiroh, ‚Analisis ‘Urf Terhadap Tradisi Hutang Piutang Pupuk Urea dibayar Dengan
Uang (Studi Kasus di Desa Ladju Kidul Kec. Singgahan Kab. Tuban)‛ (Skripsi--UIN Sunan
10
menjelaskan tentang praktik hutang piutang pupuk di lingkungan petani
tebu di Desa Boto Kecamatan Jaken Kabupaten Pati. Dimana penyedia
pupuk menerapkan ketentuan adanya tambahan dalam pembayaran
hutang kepada petani tebu. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
praktik memberikan kelebihan hutang piutang pupuk di lingkungan petani
tebu awalnya bermula dari keinginan petani dengan tujuan agar
dipermudah dalam memperoleh hutang pupuk. Namun kemudian praktik
tersebut berubah dengan adanya syarat yang diberlakukan oleh penyedia
pupuk kepada petani tebu berupa keharusan penjualan hasil panen tebu
kepada penyedia pupuk sebagai konsekuensi (syarat) dalam hutang
piutang. Praktik hutang piutang pupuk di lingkungan petani tebu di Desa
Boto Kecamatan Jaken Kabupaten Pati dalam tinjauan hukum Islam
masih banyak terkandung aspek kemafsadatan dari pada aspek
kemaslahatan.12
3. Skripsi saudari Nurul Fadilah, Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamlah)
UIN Sunan Ampel Surabaya (2009), ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Implementasi Hutang Pupuk dengan Gabah di Desa Pucuk Kecamatan
Dawarblandong Kabupaten Mojokerto‛. Deskripsi implementasi hutang
pupuk dengan gabah yang terjadi di Desa Pucuk adalah pihak debitur
(petani) menghutang pupuk kepada kreditur (pedagang pupuk), dimana
orang yang memberi hutang melakukan kesepakatan tentang obyek yang
dihutangkan beserta terjadinya proses kesepakatan antara keduanya
12 Syaikhul Munif, ‚Praktek Hutang Piutang Pupuk Di Lingkungan Petani Tebu Desa Boto
11
mengenai waktu pengembaliannya. Dengan mensyaratkan pelunasan
hutang harus berupa gabah kering, dimana harga pupuk yang dihutangkan
sudah ditinggikan dari harga pasaran, namun apabila telah tiba waktu
jatuh temponya dan penghutang mengalami gagal panen, maka orang
yang menghutangi melakukan penyitaan barang-barang yang dianggap
berharga dengan ketentuan nilai sama dengan gabah kering. Hasil dari
skripsi ini menjelaskan bahwa implementasi hutang pupuk dengan gabah
yang terjadi di Desa Pucuk adalah tidak dibenarkan dalam Islam. Karena
hutang piutang dalam Islam mensyaratkan dalam hal pengembalian
hutang harus sama dan sejenis. Bahkan dalam Islam memberikan
kelonggaran kepada orang yang kondisinya pailit.13
4. Skripsi saudari Cucu Susilawati, Prodi Muamalah UIN Sunan Gunung
Djati Bandung (2014), ‚Pelaksanaan Utang Piutang Pupuk dibayar
dengan Padi di Desa Sukaras, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten
Bogor‛. Skripsi ini menjelaskan tentang pelaksanaan utang piutang pupuk
yang dibayar dengan padi. Ketentuan dalam utang tersebut adalah waktu
pengembalian utang setelah panen, kemudian barang yang dipinjam harus
dikembalikan berupa padi sebanyak pupuk yang dipinjam baik panen itu
gagal maupun hasil. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa praktik
utang piutang pupuk yang dibayar dengan padi ini banyak mad}aratnya
daripada mas}lahatnya. Adapun mas}lahatnya adalah membantu
12
meringankan beban petani sedangkan mad}aratnya adalah tengkulak
menggunakan praktik utang piutang ini untuk mencari keuntungan
sebanyak-banyaknya, memperkaya diri dan mengeksploitasi petani yang
sedang kesusahan. Berdasarkan fiqh praktik qard} ini juga mengandung
riba nasi’ah.14
5. Skripsi saudara Noer Cholis, Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
UIN Sunan Ampel Surabaya (2015), ‚Analisis Hukum Islam Terhadap
Utang Piutang di Desa Brumbun Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun‛.
Skripsi ini menjelaskan tentang praktik hutang piutang dalam bentuk
uang dan pupuk. Dimana hutang piutang tersebut terjadi antara petani
padi dengan penjual pupuk yang dilakukan secara langsung dan tatap
muka. Petani datang kepada penjual pupuk, kemudian mengadakan
kesepakatan namun yang meminta kesepakatan adalah pihak yang
berhutang (petani/warga) dengan kesepakatan berhutang uang atas nama
pupuk sebagai hitungan dalam menentukan jumlah uang yang dipinjam.
Perjanjian ini dilakukan secara lisan dan tertulis. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa praktik hutang piutang yang terjadi di desa
Brumbun merupakan sebuah transaksi yang diperbolehkan dalam Islam
karena didasari atas suka sama suka.15
14 Cucu Susilawati, ‚Pelaksanaan Utang Piutang Pupuk dibayar dengan Padi di Desa Sukaras, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor‛ (Skripsi--UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 2014), 3-4.
13
Dari penelitian-penelitian yang sudah dibahas sebelumnya, dapat
dikatakan bahwa fokus penelitian yang dibahas tidak sama dengan yang akan
diteliti oleh penulis. Disini penulis mefokuskan penelitian tentang praktik
hutang piutang pupuk dalam kelompok tani dengan adanya tambahan saat
pelunasan yang tambahannya sudah dijelaskan di awal. Bagaimana Islam
memandang kegiatan transaksi tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik
untuk melakukan penelitian tentang ‚Analisis Hukum Islam Terhadap
Hutang Piutang Pupuk dalam Kelompok Tani di Desa Kaligambir
Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar‛.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab dua pertanyaan yang
telah dirumuskan diatas, yakni:
1. Untuk mendeskripsikan praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok
tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
2. Untuk menjelaskan bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik
hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir
Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan hasil penelitian ini mempunyai dua aspek yakni aspek
14
1. Aspek Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memperkaya
khazanah keilmuan dibidang fiqh mu‘a>malah terutama masalah hutang
piutang.
2. Aspek Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan
acuan yag jelas terutama bagi masyarakat Desa Kaligambir Kecamatan
Panggungrejo Kabupaten Blitar yang terlibat dalam kegiatan hutang
piutang pupuk agar terhindar dari riba.
G. Definisi Operasional
Berdasarkan judul penelitian skripsi ‚Analisis Hukum Islam Terhadap
Hutang Piutang Pupuk dalam Kelompok Tani di Desa Kaligambir
Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar‛, dirasa perlu adanya
pendefinisian judul secara operasional agar dapat diketahui dan dipahami
secara jelas maksud judul penelitian tersebut.
Hutang piutang pupuk : hutang piutang pupuk yang dilakukan antara
masyarakat dan kelompok tani dengan
pengembalian berupa tambahan yang telah
disepakati.
Hukum Islam : Suatu aturan yang mengatur hutang piutang
15
Quran dan al-Sunah serta melalui upaya pemikiran
ahli hukum.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.16 Metode yang
digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Jenis dan pendekatan penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research).
Artinya, peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk
menyimpulkan data. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan dalam
penelitian yang bersifat alamiah.17
2. Lokasi Penelitian.
Dalam penelitian kualitatif peneliti wajib hadir di lapangan, karena
peneliti merupakan instrument penelitian utama yang memang harus hadir
sendiri secara langsung di lapangan untuk mengumpulkan data. Pada
penelitian ini, peneliti datang sendiri pada kelompok tani di Desa
Kaligambir Rt: 03 Rw: 02 Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), 2.
16
3. Populasi dan Sampel
Proses pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan teknik
Nonprobability sampling dengan jenis Snowball sampling. Teknik
Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak
memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel. Sedangkan jenis Snowball
sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya
kecil, kemudian membesar.18 Pada penelitian ini, peneliti memilih sampel
yang dianggap mampu untuk memberikan data mengenai hutang piutang
pupuk, kemudian jika peneliti merasa belum lengkap terhadap data yang
diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu
dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh orang-orang sebelumnya.
4. Data dan Sumber Data
a. Data yang dikumpulkan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas,
maka data yang bisa dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
tentang cara pelaksanaan hutang piutang pupuk dalam kelompok tani
di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
17
b. Sumber Data
1) Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data.19 Sumber primer dalam
penelitian ini yaitu pihak pemberi hutang dan pihak penerima
hutang serta dokumen yang berhubungan dengan hutang piutang
pupuk di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten
Blitar.
2) Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data.20 Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku yang ada
hubungannya dengan penelitian ini.
5. Tenik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan
data sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan
pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu
dengan pancaindra lainnya.21 Teknik pengumpulan data dengan
observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku
19 Ibid., 225.
20 Ibid.
18
manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang
diamati tidak terlalu besar.22 Dalam penelitian ini penulis mengamati
langsung praktik hutang piutang pupuk yang terjadi di Desa
Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar. Penulis
mengamati cara dalam hutang piutang tersebut, yaitu dalam akad atau
perjanjiannya, ketentuan-ketentuan yang diberlakukan dan cara
pengembaliannya.
b. Wawancara
Wawancara adalah cara-cara memperoleh data dengan
berhadapan langsung, bercakap-cakap, baik antara individu dengan
individu maupun individu dengan kelompok.23 Wawancara digunakan
untuk mengumpulkan data hutang piutang pupuk di Desa Kaligambir
Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
c. Studi Dokumen
Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data atau
usaha untuk menemukan bukti otentik melalui dokumen, seperti
surat-surat, catatan-catatan, peraturan dan sebagainya.24 Penggunaan metode
dokumentasi ini bermanfaat untuk mengumpulkan data-data yang
diperlukan untuk mendukung penganalisisan penelitian secara lebih
mendalam.
22 Sugiyono, Metode Penelitian…, 145.
23 Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilm-ilmu Sosial Humaniora
pada Umumnya (t.tp.: t.p., t.t.), 222.
24 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Pendekatan Praktek, cet. 5, (Jakarta: Rajawali, 2002),
19
6. Teknik Pengolahan Data
Setelah data yang diperlukan terkumpul, langkah selanjutnya adalah
pengolahan data. Pentingnya pengolahan data diantaranya adalah
menyajikan data dalam susunan yang baik sehingga dapat memberikan
arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.25
Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan data yang telah dikumpulkan26
terutama dari segi kelengkapan bacaan, kejelasan makna, keselarasan
satu dengan yang lainya, relevansi atau keseragaman
kesatuan/kelompok.
b. Organizing, mengatur dan menyusun data-data hasil editing
sedemikian rupa sehingga menghasilkan data yang baik dan mudah
dipahami.
c. Analizing, merupakan tahapan terakhir yaitu menganalisis lebih lanjut
data-data mengenai praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok
tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar
yang telah tersusun untuk memperoleh kesimpulan atas rumusan
masalah yang telah diungkapkan.
25 Umar Danny, ‚Teknik Pengolahan Data‛, dalam
http://umardanny.com/teknik-pengolahan-data-materi-metodologi-penelitian-ppt/, diakses pada 3 Oktober 2016.
20
7. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
bahan-bahan lain sehingga dapat mudah difahami dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain.27
Dalam menganalisis data-data yang telah terkumpul, penulis
menggunakan teknik deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data-data
yang telah terkumpul tentang praktik hutang piutang pupuk dalam
kelompok tani, kemudian dianalisis dengan pola pikir induktif yang
dipergunakan untuk mengemukakan kenyataan dari hasil penelitian yang
bersifat khusus untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum
yang sesuai terhadap hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa
Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah penulisan dan pemahaman secara menyeluruh
tentang penelitian ini, maka dibuatlah sistematika pembahasan sebagai
berikut:
Bab pertama pendahuluan. Dalam bab ini penyusun menguraikan dan
menjelaskan yang meliputi: latar belakang masalah, identifikasi dan batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi
21
operasional, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika
pembahasan.
Bab kedua merupakan landasan teori yang membahas mengenai jual
beli mura>bah}ah} dan hutang piutang (al-qard}). Dalam hal ini peneliti
membagi menjadi beberapa subbab yaitu pengertian jul beli mura>bah}ah,
dasar hukum jual beli mura>bah}ah, rukun dan syarat jual beli} mura>bah}ah,
jenis-jenis mura>bah}ah, definisi hutang piutang (al-qard}), dasar hukum hutang
piutang (al-qard}), hukum qard}, rukun dan syarat hutang piutang (al-qard}),
pengembalian manfaat dalam hutang piutang (al-qard}) serta tata krama
dalam hutang piutang (al-qard}). Teori ini bertujuan untuk memberikan
penerangan terhadap praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok tani
yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kaligambir, Kecamatan Panggungrejo,
Blitar.
Bab ketiga merupakan praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok
tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar. Bab ini
merupakan data yang diperoleh dari lapangan yang kemudian sebagai acuan
untuk analisis pada bab IV. Hasil penelitian ini meliputi pembahasan
keadaan geografis, keadaan penduduk, keadaan ekonomi, kondisi pendidikan,
suasana kehidupan beragama, dan praktik hutang piutang pupuk dalam
kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten
Blitar.
Bab keempat merupakan analisis. Dalam bab ini menggambarkan
22
dilakukan masyarakat Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten
Blitar ini berdasarkan hukum Islam dengan kerangka teori yang digunakan.
Bab V merupakan bab terakhir. Bab ini memaparkan kesimpulan dari
pembahasan bab-bab sebelumnya sehingga didapatkan jawaban terhadap
BAB II
JUAL BELI MURA>BAH}AH DAN HUTANG PIUTANG (QARD})
A. Jual Beli Mura>bah}ah
1. Pengertian Jual Beli Mura>bah}ah
Jual beli dalam istilah fikih disebut
عْيَ بْلا
. Secara etimologi,عْيَ بْلا
berasal dari kata
اًعْ يَ ب
-
ُعْيِبَي
–
َعََ
yang berarti menjual.1 Wahbahal-Zuh}aili> mengartikannya secara bahasa sebagai berikut:
لَ ءيشلا ةلباقم
ءش
‚menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain‛.2
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yag
dikemukakan para ulama fikih, antara lain:
Menurut Sayyid Sabiq sebagai berikut:
َبُم
َمْلا ِْجَوْلا ىَلَع ٍضَوِعِب ٍكْلِم ُلْقَ نْوَا , ىِضاَر تلا ِليِبَس ىَلَع ٍلاَِِ ٍلاَم ُةَلَدا
.ِْيِف ِنْوُذْأ
‚Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta atas dasar saling
merelakan‛ atau ‚memindahkan milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan‛.3
Menurut ulama H}anafiyyah dalam kitab al-Fiqh al-Islam Wa
Adillatuhu:
ٍصْوصُصََْ ٍْجَو ىَلَع ٍلاَِِ ٍلاَم ُةَلَداَبُم
‚tukar menukar ma>l (barang atau harta) dengan ma>l yang dilakukan
dengan cara tertentu‛.4
1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, Cet. ke-XIV, (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997), 124.
2 Wahbah az-Zuh}aili>, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, jilid IV, cet. ke-2, (Beirut: Dar al-Fikr,
1985), 344.
3 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid III, cet. ke-4, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), 126.
24
Sedangkan pengertian jual beli menurut Taqiyyudin:
لا ىلع لوبقو باجإ فرصتلل نلباق لاِ لام ةلباقم
يف نوذأما جو
‚saling menukar harta dengan harta, saling menerima, dapat
dikelola (tas}arruf) dengan ijab dan kabul dengan cara tertentu (sesuai shara‘)‛.5
Jual beli merupakan suatu transaksi yang biasa dilakukan oleh
manusia. Bentuk dari transaksi jual beli ini ada banyak. Salah satunya jika
dilihat dari bentuk harganya, akad jual beli ini dibagi menjadi empat,
yaitu jual beli mura>bah}ah, jual beli tawliyah, jual beli wad}i>’ah dan jual
beli musa>wamah.
Jual beli mura>bah}ah merupakan jual beli yang sering dilakukan.
Mura>bah}ah merupakan mas}dar dari kata ra>bah}a-yura>bih}u-mura>bah}atan
yang berarti memberi keuntungan (laba).6 Secara terminologi, mura>bah}ah
didefinisikan oleh para Fuqaha sebagai penjualan barang seharga
biaya/harga pokok (cost) barang tersebut ditambah mark-up atau margin
keuntungan yang telah disepakati.7
Sedangkan pengertian mura>bah}ah dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES) adalah pembiayaan saling menguntungkan
yang dilakukan oleh s}ah}ib alma>l dengan pihak yang membutuhkan
melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan
barang dan harga jual terdapat nilai yang merupakan keuntungan atau
5 Imam Taqiyyudin, Kifayah al-Akhya>r, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2001), 326.
6 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir…, 463.
25
laba bagi s}ah}ib alma>l dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau
angsur.8
Imam Nawawi> dalam kitabnya ‚al-Majmu>’ Syarh} al-Muhadhab‛
menyatakan bahwa mura>bah}ah adalah boleh tanpa ada penolakan
sedikitpun. Imam Nawawi> juga menyatakan:
وأ ةرشع لكل م رد حبرو تيرشا اِ كتعب لوقي م ةئاِ يرشي نأ ةحارما عيب حصيو
.حبر
‚jual beli mura>bah}ah hukumnya sah, yaitu apabila seseorang
membeli suatu barang dengan harga seratus dirham dan aku jual kepadamu, aku mengambil laba satu dirhamsetiap sepuluh
dirhamnya‛.9
Ibnu Quda>mah juga mengatakan bahwa mura>bah}ah adalah jual beli
barang dengan mengambil keuntungan tertentu yang diketahui pihak
penjual dan pembeli. Masing-masing pihak harus mengetahui modal atau
harga awal dari barang tersebut.10
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli mura>bah}ah adalah jual
beli dimana si penjual mengambil keuntungan dari barang yang dijualnya,
sementara si pembeli mengetahui harga awal dari barang tersebut.
2. Dasar Hukum Jual Beli Mura>bah}ah
Al-Quran memang tidak pernah secara spesifik menyinggung
masalah mura>bah}ah. Namun demikian, dalil diperbolehkan jual beli
mura>bah}ah dapat dipahami dari keumuman dalil diperbolehkannya jual
8 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal 20 ayat 6.
9 Imam Nawawi>, al-Majmu>’ Syarh} al-Muhadhab, jilid XIII, (Beirut: Dar al-Fikr, 2000), 3.
26
beli. Mura>bah}ah jelas-jelas bagian dari jual beli, dan jual beli secara
umum diperbolehkan. Berdasarkan hal ini, maka dasar hukum
diperbolehkannya jual beli mura>bah}ah berdasarkan ayat-ayat jual beli
adalah: …
‚Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba‛.
(Surah al-Baqarah: 275).11
Dari penegasan ayat diatas dapat dipahami bahwa seakan-akan
Allah memberikan suatu perbandingan antara jual beli dengan riba. Pada
jual beli ada pertukaran dan penggantian yang seimbang yang dilakukan
oleh pihak penjual dengan pihak pembeli, ada manfaat dan keuntungan
yang diperoleh dari kedua belah pihak, dan ada pula kemungkinan
mendapat keuntungan yang wajar sesuai dengan usaha yang telah
dilakukan. Pada riba tidak ada penukaran dan penggantian yang
seimbang. Hanya ada semacam pemerasan yang tidak langsung, yang
dilakukan pihak yang mempunyai barang terhadap pihak yang sedang
memerlukan.12
Landasan yang berhubungan dengan jual beli juga terdapat dalam
surah an-Nisa ayat 29, yaitu:
11 Depag RI, al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: Indah Press, 1994), 69.
12 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid I (Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia,
27
‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu‛.13
Mencari harta dibolehkan dengan cara berniaga atau berjual beli
dengan dasar kerelaan kedua belah pihak tanpa suatu paksaan. Karena
jual beli yang dilakukan secara paksa tidak sah walaupun ada bayaran
atau penggantinya. Dalam upaya mendapatkan kekayaan tidak boleh ada
unsur z}alim kepada orang lain, baik individu atau masyarakat.14
Selain dalam al-Quran, landasan jual beli mura>bah}ah juga terdapat
dalam al-Sunnah, yaitu sebagai berikut:
Hadis riwayat dari Ibnu Mas’u>d:
َيوُرَو
ْنَع
نْبا
ٍدُعْسَم
ُنَأ
َناَك
ىَرَ يَا
اًسَْأ
دب
دزا
ُدو
دزاود
‚diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud ra. membolehkan menjual
barang dengan mengambil keuntungan satu atau dua dirham‛.15
Hadis lain yang dijadikan dasar diperbolehkannya jual beli secara
mura>bah}ah adalah hadits riwayat Ibnu Majjah sebagai berikut:
ْنَع
اَد
َدُو
ِنْب
ٍحِلاَص
ِِّنيِدَمْلا
ْنَع
ِيِبَأ
َلاَق
ُتْعََِ
َََأ
ٍديِعَس
يِرْدُْْا
ُلوُقَ ي
َلاَق
ُلوُسَر
ِّا
ىلَص
ُّا
ِْيَلَع
َملَسَو
اََِإ
ُعْيَ بْلا
ْنَع
ٍضاَرَ ت
.
‚dari Dawud bin Shalih Al Madini dari Bapaknya berkata: aku mendengar Abu Sa'id ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: jual beli harus dipastikan saling rid}a‛.16
Mengambil keuntungan dalam jual beli diperbolehkan, seperti yang
telah diriwayatkan oleh Anas bin Malik, yaitu:
13 Depag RI, al-Quran dan..., 122.
14 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid II…, 154.
15 Imam Nawawi>, al-Majmu>’…, 3.
28
ْدَقَو ََِإ اَِِ َتْثَعَ ب ُرَمُع َلاَقَ ف ٍسُدُْس ِةبُِِ َرَمُع ََِإ َملَسَو ِْيَلَع ُّا ىلَص ِّا ُلوُسَر
َتْلُ ق
اَم اَهيِف
اَهَِمَثِب َعِفَتْ َ تِل َكْيَلِإ اَِِ ُتْثَعَ ب اََِإَو اَهَسَبْلَ تِل َكْيَلِإ اَِِ ْثَعْ بَأ ََْ ِِّّإ َلاَق َتْلُ ق
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengirim kain selendang yang terbuat dari sutera tipis kepada Umar. Lalu Umar bertanya; "Kenapa engkau mengirim untukku selendang itu, padahal anda telah mengatakan tentang larangan memakai sutera? Beliau bersabda: 'AKu tidak mengirimnya kepadamu untuk kamu pakai, akan tetapi aku mengirimnya agar kamu jual dan kamu ambilkeuntungan darinya”.17
Pada dasarnya, semua bentuk mu‘a>malah adalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Hal ini sesuai dengan kaidah
fikih:
ِلا ِت َََماَعُمْلا ِِ ُلْص َأا
ْنَأ اإ ُةَحََ
.اَهِِْْرََْ ىَلَع ٌلْيِلَد لُدَي
‚Pada dasarnya, semua bentuk mu‘a>malah adalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya‛.
Didalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) juga
melegitimasi praktik jual beli mura>bah}ah. Hal ini bisa dilihat dalam
ketentuan Pasal 116-133. Selain dalam KHES, tentang mura>bah}ah juga
tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor
04/DSN-MUI/VI/2000 Tanggal 1 April 2000.
Berdasarkan landasan diatas, dapat dikatakan bahwa hukum jual
beli mura>bah}ah adalah boleh dengan berbagai syarat dan ketentuan yang
berlaku. Artinya, jual beli semacam ini diperbolehkan apabila memenuhi
syarat dan rukunnya.
29
3. Rukun dan Syarat Jual Beli Mura>bah}ah
Rukun jual beli mura>bah}ah sama halnya dengan jual beli pada
umumnya, yaitu adanya pihak penjual, pembeli, barang yang dijual, harga
dan akad. Sementara syarat jual beli mura>bah}ah adalah:
Pertama, syarat yang terkait dengan s}ighat atau akad. Akad harus
jelas, baik ijab maupun kabul. Dalam akad harus ada kesesuaian antara
ijab dan kabul, dan berkesinambungan antara keduannya.18
Kedua, syarat sah jual beli mura>bah}ah adalah:
1) Akad jual beli yang pertama harus sah secara shara‘;
2) Pembeli harus mengetahui harga awal barang yang menjadi objek jual
beli;
3) Barang yang menjadi objek jual beli mura>bah}ah merupakan komoditas
mithli> atau ada padanannya serta dapat diukur, ditakar, ditimbang
atau jelas ukuran, kadar dan jenisnya;
4) Jual beli pada akad pertama bukan barter barang dengan barang ribawi
yang tidak boleh ditakar dengan barang sejenis. Dengan demikian
barang ribawi tidak dapat diperjual belikan dengan mura>bah}ah,
misalnya tukar menukar beras dengan beras atau emas dengan emas
dimana jumlah salah satu pihak lebih banyak, baik takaran atau
timbangannya maka tidak boleh, dan hal ini bukan jual beli
mura>bah}ah.
30
5) Keuntungan atau laba harus diketahui masing-masing pihak yang
bertransaksi, baik penjual maupun pembeli.19
4. Jenis-jenis Mura>bah}ah
Mura>bah}ah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Mura>bah}ah tanpa pesanan. Maksudnya jual beli mura>bah}ah dilakukan
tidak melihat ada yang pesan atau tidak, ada yang beli atau tidak,
lembaga menyediakan barang dagangannya.
b. Mura>bah}ah berdasarkan pesanan. Maksudnya lembaga baru akan
melakukan transaksi jual beli mura>bah}ah apabila ada yang memesan
barang sehingga penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan.
Mura>bah}ah berdasarkan pesanan ini dapat dibedakan lagi menjadi dua,
(1) mura>bah}ah berdasarkan pesanan dan bersifat mengikat,
maksudnya apabila sudah pesan harus dibeli, dan (2) mura>bah}ah
berdasarkan pesanan dan tidak bersifat mengikat, maksudnya
walaupun si pemesan telah memesan barang, tetapi pemesan tidak
terikat, pemesan dapat menerima atau membatalkan barang tersebut.
Sedangkan jika dilihat cara pembayarannya, maka mura>bah}ah dapat
dilakukan dengan cara tunai dan dengan pembayaran tangguh.20 Jual beli
mura>bah}ah secara tunai maksudnya apabila barang sudah ada langsung
dibayar sesuai dengan keuntungan yang telah disepakati bersama. Begitu
juga sebaliknya, jual beli mura>bah}ah dengan pembayaran secara tangguh,
19 Ibid., 72-73.
31
pembayaran dapat dilakukan apabila barang sudah ada dan
pembayarannya dilakukan berdasarkan jangka waktu yang telah
ditentukan dan berdasarkan keuntungan yang telah disepakati. Dalam jual
beli mura>bah}ah secara tangguh, keuntungan tidak boleh berubah
sepanjang akad.
B. Hutang-piutang (Qard})
1. Definisi Hutang-piutang (Qard})
Qard} di kalangan ahli bahasa didefinisikan sebagai berikut:
‚Lafaz} al-Qard}u berarti al-Qat}’u (memotong). Al-qard} berasal dari
kata
اًضْرَ ق
-
ُضِرْق
َ ي
–
َضَرَ ق
,
yang berarti memotong‛.21Al-Bahu>ti> mendefinisikan qard} secara etimologi sebagai berikut:
َرَ ق ُرَدْصَم , ُعْطَقْلا : ِةَغللا ِِ ََوَُوُ اَُرْسَك َيِكُحَو ِفاَقْلا ِحْتَفِب ُضْرَقلا
ُُضِرْقَ ي َءْيشلا َض
ِلا ََْعَِِ ٍرَدْصَم ُمْسا : ُضْرَقْلاَو , ُضاَرْقِمْلا ُِْمَو َُعَطَق ِءارلا ِرْسَكِب
ِضاَِرْق
‚Qard} dengan harakat fath}ah atau kasrah pada huruf qaf, secara
etimologi adalah ‚potongan‛. Qard} adalah mas}dar dari kata qarad}a
al-Syai’ yang berartimemotong sesuatu. Qard} adalah isim mas}dar yang bermakna al-iqtira>d} (meminta potongan).
Al-Jazi>ri> juga mendefinisikan dengan konsep yang senada dengan
pendapat al-Bahu>ti> di atas, dengan mengatakan:
ضرقلا
:
عطقلا
يمسف
اما
ل
يذلا
يطعت
كرغل
م
اضاقتت
م
اضرق
نأ
ةعطق
نم
كلم
.
‚al-Qard}u berarti memotong, maka hartamu yang telah diberikan kepada orang lain yang kemudian dikembalikan (dibayarkan) disebut qard}, karena harta tersebut diambil (dipotongkan) dari
hartamu‛.22
21 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir…, 1108.
32
Wahbah Zuh}aili> mendefinisikannya secara bahasa, qard} berarti
al-qat}’u, maksudnya adalah harta yang dipinjamkan kepada seseorang yang
membutuhkan. Harta tersebut merupakan potongan atau bagian dari harta
orang yang memberi pinjaman tersebut.23
Secara terminologi, qard} memiliki beberapa pengertian. Ulama
H}anafiyah mendefinisikan hutang piutang adalah harta yang memiliki
kesepadanan yang diberikan untuk ditagih kembali. Atau dengan kata
lain, suatu transaksi yang dimaksudkan untuk memberikan harta yang
memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk dikembalikan yang
sepadan dengan itu.24
Sayyid Sabiq memberikan definisi qard} sebagai berikut:
ُضْرَقلا
َوُ
ُلاَمْلا
يِذلا
ِْيِطْعُ ي
ُضِرْقُمْلا
ُضَِرْقُمْلِل
دُرَ يِل
ُلْ ثِم
ِْيَلِإ
َدِْع
ِِتَرْدُق
ِْيَلَع
‚Al-qard} adalah harta yang diberikan oleh pemberi hutang (muqrid}) kepada penerima hutang (muqtarid}) untuk kemudian dikembalikan kepadanya (muqrid}) sepeti yang diterimanya, ketika ia telah mampu
membayarnya‛.25
Sedangkan dalam buku Antonio Syafi’i disebutkan bahwa, al-Qard}
adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan
imbalan.26 Qard} merupakan perbuatan baik yang diperintahkan Allah dan
Rasul.
23 Wahbah az-Zuh}aili>, Al-Fiqh al-Islami…, 720.
24 Ibid.
25 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah…, 182.
33
Menurut Fatwa MUI, al-Qard} adalah pinjaman yang diberikan
kepada nasabah (muqtarid}) yang memerlukan dengan ketentuan nasabah
wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah
disepakati bersama.27
Sedangkan pengertian qard} menurut Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah (KHES) adalah penyediaan dana atau tagihan antar lembaga
keuangan syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam
jangka waktu tertentu.28 Definisi yang dikemukakan dalam KHES
bersifat aplikatif dalam akad pinjam-meminjam (hutang-piutang) antara
nasabah dan Lembaga Keuangan Syariah.29
Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah diuraikan diatas, dapat
disimpulkan bahwa qard} adalah pemberian harta kepada orang lain yang
membutuhkan, yang harus dikembalikan sesuai dengan harta yang
dipinjam atau sesuai dengan nilai harta tersebut dan harus dikembalikan
berdasarkan waktu yang telah disepakati.
2. Dasar Hukum Hutang-piutang (Qard})
Transaksi qard} diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan hadis
Rasulullah saw dan ijma ulama>. Sungguhpun demikian, Allah Swt
mengajarkan kepada kita agar meminjamkan sesuatu bagi ‚agama Allah‛.
27Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 19/DSN-MUI/IV/2001.
28 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal 20 ayat (36).
34
a) Al-Quran.
Landasan hukum disyariatkannya qard{ berdasarkan al-Quran
adalah sebagai berikut:
Firman Allah dalam surat al-Hadi>d ayat 11:
‚siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.”30
Yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah kita diseru
untuk ‚meminjamkan kepada Allah‛. Artinya untuk membelanjakan
harta dijalan Allah. Selaras dengan meminjamkan kepada Allah, kita
juga diseru untuk ‚meminjamkan kepada sesama manusia‛, sebagai
bagian dari kehidupan bermasyarakat (civil society).31
Diperkuat lagi dengan firman Allah surah al-Baqarah ayat 245:
‚siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman
yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.‛32
Allah menyebut nafkah sebagai pinjaman karena Allah
mengetahui bahwa dorongan untuk mengeluarkan harta bagi
kemaslahatan umat itu sangat lemah pada sebagian besar manusia.
Pinjaman yang baik adalah yang sesuai dengan bidang dan
30 Depag RI, al-Qur’an…, 902.
31Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah…, 132.
35
kemanfaatannya dan dikeluarkan dengan ikhlas semata-mata untuk
mencapai kerid}aan Allah Swt. Allah juga menjanjikan akan memberi
balasan yang berlipat ganda.33
b) Al-Hadis
Islam menganjurkan dan menyukai orang yang meminjamkan
(qard}), dan membolehkan bagi orang yang diberikan qard}, serta tidak
menganggapnya sebagai sesuatu yang makruh, karena dia menerima
harta untuk dimanfaatkan dalam upaya memenuhi kebutuhan
hidupnya dan peminjam tersebut mengembalikan harta seperti
semula.34
Anjuran diperbolehkannya qard} selain dalam al-Quran diatas,
juga terdapat dalam al-Hadis, yaitu sebagai berikut:
Dalam Hadis Ibnu Mas’ud:
ْسُم نِم اَم : لاق .م.ص ي لا ّنا دوعسم نبا نع
اِا ِْنَ ترَم اًضْرَ ق اًمِلْسُم ُضِرْقُ ي ٍمِل
ًةرَم اَهِتَقَدَصَك َناَك
‚Dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, ‚tidaklah
seorang muslim memberi pinjaman kepada orang muslim yang lain dua kali, melainkan pinjaman itu seperti sedekah sekali‛.35
Dari hadis diatas dapat dipahami bahwa qard} merupakan
perbuatan yang dianjurkan, yang akan diberi imbalan oleh Allah.
Dalam hadis dijelaskan bahwa memberikan hutang atau pinjaman dua
kali nilainya sama dengan memberikan sedekah satu kali. Ini berarti
33 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid I…, 360.
34 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 181.
36
bahwa qard} merupakan perbuatan yang sangat terpuji karena bisa
meringankan beban orang lain.
Bahwasanya kondisi manusia tidak sama antara satu dengan
yang lain. Ada yang kesulitan ekonomi dan ada yang kaya. Allah
menganjurkan orang kaya memberi hutang kepada orang yang
kesulitan ekonomi sebagai bentuk pendekatan (ibadah) kepada-Nya.
Demikian ini karena memberi hutang berarti memberi manfaat kepada
orang yang berhutang untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi
kesulitannya. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:
لَسَو ِْيَلَع ُّا ىلَص ِِّيلا ْنَع
ُّا َسفَ ن اَيْ ندلا ِبَرُك ْنِم ًةَبْرُك ٍمِلْسُم ْنَع َسفَ ن ْنَم َلاَق َم
ِخ ْْاَو اَيْ ندلا ِِ ِْيَلَع ُّا َرسَي ٍرِسْعُم ىَلَع َرسَي ْنَمَو ِةَماَيِقْلا ِمْوَ ي ِبَرُك ْنِم ًةَبْرُك َُْع
ِةَر
ُّا َرَ تَس ٍمِلْسُم ىَلَع َرَ تَس ْنَمَو
ُدْبَعْلا َناَك اَم ِدْبَعْلا ِنْوَع ِِ ُّاَو ِةَرِخ ْْاَو اَيْ ندلا ِِ ِْيَلَع
ِيِخَأ ِنْوَع ِِ
.
‚Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: ‚Barangsiapa meringankan satu kesusahan seorang muslim di dunia, maka Allah akan meringankan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan pada hari kiamat. Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang sedang kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan selalu menolong seorang hamba selama hamba tersebut mau menolong saudaranya.‛36
Pemberian hutang termasuk kebaikan dalam agama karena
sangat dibutuhkan oleh orang yang kesulitan, susah dan mempunyai
kebutuhan yang sangat mendesak.
37
c) Ijma Ulama>
Selain dasar hukum yang berasal dari al-Quran dan Hadis
Rasulullah, para ulama telah menyepakati bahwa qard} boleh untuk
dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak
bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada
seorangpun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh
karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari
kehidupan di dunia ini. Dan Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.37
Selain dasar hukum dari al-Qur’an, sunnah Rasulullah dan ijma’
ulama>’, qard} juga diatur dalam ketentuan Fatwa Dewan Syariah nasional
Majelis Ulama Indonesia, yaitu NO: 19/DSN-MUI/IV/2001.
3. Hukum Qard{
Hukum qard} (hutang piutang) mengikuti hukum taklifi, yaitu
terkadang boleh, terkadang makruh, terkadang wajib dan terkadang
haram. Semua itu sesuai dengan cara mempraktikkannya karena hukum
was}ilah itu mengikuti hukum tujuan.
37 Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah ‚Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial‛, (Jakarta: Dwiputra
38
Jika orang yang berhutang adalah orang yang mempunyai kebutuhan
sangat mendesak, sedangkan orang yang dihutangi orang kaya, maka
orang kaya itu wajib memberikan hutang.
Jika pemberi hutang mengetahui bahwa penghutang (muqtarid}) akan
menggunakan uangnya untuk berbuat maksiat atau perbuatan yang
makruh, maka hukum memberi hutang juga haram atau makruh sesuai
dengan kondisinya.
Jika seorang yang berhutang bukan karena adanya kebutuhan yang
mendesak, tetapi untuk menambah modal perdagangannya karena
berambisi mendapat keuntungan yang besar, maka hukum memberi
hutang kepadanya adalah mubah.
Seseorang boleh berhutang jika dirinya yakin dapat membayar,
seperti jika dia mempunyai harta yang dapat diharapkan dan mempunyai
niat menggunakannya untuk membayar hutangnya. Jika hal ini tidak ada
pada diri penghutang, maka ia tidak boleh berhutang.
Seseorang wajib berhutang jika dalam kondisi terpaksa dalam
rangka menghindarkan diri dari bahaya, seperti untuk membeli agar
dirinya tertolong dari kelaparan.38
Dalam kitab Wahbah az-Zuh}aili>, hukum (ketetapan) qard} adalah
sebagai berikut:
a. Menurut Imam Abu H}anifah dan Muhammad, qard} menjadi tetap
setelah pemegangan atau penyerahan.
38 Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk, Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan
39
b. Ulama Malikiyyah berpendapat bahwa hak kepemilikan dalam qard},
berlaku mengikat dengan transaksi, meski hartanya belum diserahkan.
c. Pendapat ulama H}anabilah dan Syafi’iyyah senada dengan pendapat
Abu H}anifah bahwa ketetapan qard} dilakukan setelah penyerahan atau
pemegangan.
d. Ulama H}anabilah berpendapat bahwa pengembalian qard} pada harta
yang ditakar atau ditimbang harus dengan benda sejenisnya. Adapun
pada benda-benda lainnya, yang tidak dihitung dan ditakar,
dikalangan mereka ada dua pendapat, pertama, sebagaimana pendapat
jumhur ulama> yaitu membayar nilainya pada hari akad qard}. Kedua,
dikembalikan semisalnya dengan sifat-sifat yang mungkin.39
4. Rukun dan Syarat Hutang-piutang (Qard})
Menurut Imam Nawawi> dalam kitabnya ‚al-Majmu>’ Syarh} al
-Muhadhab‛ bahwa rukum qard} itu ada empat yaitu al-‘a>qida>ni (muqrid}
dan muqtarid}), s}i>ghat dan objek qard}. Berdasarkan syarat ini, qard{ tidak
disyaratkan kecuali untuk membantu orang lain. Maka qard} yang
dilakukan oleh anak kecil, orang gila hukumnya tidak sah. Kecuali jika
hal itu dilaksanakan dalam keadaan d}aru>rah. Adapun objek qard}
disyaratkan barang yang bisa untuk mu‘a>malah (jual beli). Sedangkan
40
s}ighat bisa dengan menggunakan lafaz} qard} (utang atau pinjam) dan salaf
(utang), atau dengan lafaz} yang mengandung arti kepemilikan.40
Dalam buku karangan Imam Mustofa dijelaskan bahwa syarat qard}
menurut pendapat Wahbah al-Zuh}aili> secara garis besar ada empat, yaitu:
1) Akad qard} dilakukan dengan s}ighat ijab dan qabul atau bentuk lain
yang dapat menggantikannya, seperti mua>t}ah (akad dengan
tindakan/saling memberi dan saling mengerti);
2) Kedua belah pihak yang terlibat akad harus cakap hukum (berakal,
baligh dan tanpa paksaan). Berdasarkan syarat ini, maka qard} sebagai
akad tabarru’ (berderma/sosial), maka akad qard} yang dilakukan anak
kecil, orang gila, orang bodoh atau orang yang dipaksa, maka
hukumnya tidak sah;
3) Menurut kalangan H}anafiyah, harta yang dipinjamkan haruslah harta
yang ada padanannya dipasaran, atau padanan nilainya (mithli),
sementara menurut jumhur ulama>, harta yang dipinjamkan dalam qard}
dapat berupa harta apa saja yang dapat diperjual-belikan kecuali
manusia;
4) Ukuran, jumlah, jenis dan kualitas harta yang dipinjamkan harus jelas
agar mudah untuk dikembalikan. Hal ini untuk menghindari
perselisihan diantara para pihak yang melakukan akad qard}.
Al-Zuh}aili> juga menjelaskan dua syarat lain dalam akad qard}.
Pertama, qard} tidak boleh mendatangkan keuntungan atau manfaat bagi
41
pihak yang meminjamkan. Kedua, akad qard} tidak dibarengi dengan
transaksi lain, seperti jual beli dan lainnya.41
Sedangkan rukun dan syarat qard} menurut jumhur fuqaha> adalah:
1) ‘aqidain.
Yang dimaksud dengan ‘aqidain (dua pihak yang melakukan
transaksi) adalah pemberi hutang (muqrid}) dan pener