• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hukum islam terhadap hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis hukum islam terhadap hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG

PUPUK DALAM KELOMPOK TANI DI DESA KALIGAMBIR

KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR

SKRIPSI

Oleh Yohana Solikah NIM. C02213078

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan (field research) dengan judul

“Analisis Hukum Islam Terhadap Hutang Piutang Pupuk dalam Kelompok Tani

di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar”. Skripsi ini

bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang telah dituangkan dalam rumusan masalah yaitu Bagaimana praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar dan Bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu suatu pendekatan dalam penelitian yang bersifat alamiah. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi, disamping itu juga dilengkapi dengan teknik analisis data yaitu teknik deskriptif kualitatif, kemudian dianalisis dengan menggunakan pola pikir induktif.

Praktik hutang piutang pupuk yang terjadi dalam kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar merupakan hutang piutang pupuk yang dilakukan antara petani dan kelompok tani dengan pengembalian berupa tambahan yang telah disepakati. Praktik hutang piutang ini dilakukan secara langsung dirumah pemberi hutang (ketua kelompok), kemudian ketua kelompok menjelaskan mengenai harga awal serta adanya tambahan saat pelunasan. Setelah semua sepakat, baru kemudian terjadi akad ijab dan kabul. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa transaksi yang sebenarnya terjadi pada masyarakat Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar adalah jual beli mura>bah}ah secara tangguh, akan tetapi masyarakat Desa Kaligambir menganggap hal tersebut merupakan hutang piutang. Secara hukum Islam, adanya tambahan dalam transaksi yang telah dilaksanakan oleh masyarakat Desa Kaligambir tidak mengandung unsur riba jika dilaksanakan dengan akad jual beli mura>bah}ah dan selama tidak ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya transaksi tersebut.

Sejalan dengan kesimpulan diatas, maka disarankan bagi masyarakat Desa Kaligambir khususnya petani dan kelompok tani sebaiknya lebih berhati-hati dalam melakukan segala bentuk mu‘a>malah agar tidak bertentangan dengan

shari>‘at Islam. Selain itu, penulis juga memberikan saran kepada ketua kelompok

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C.Rumusan Masalah ... 8

D.Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13

G.Definisi Operasional ... 14

H.Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II JUAL BELI MURA>BAH}AH DAN HUTANG PIUTANG (QARD}) A.Jual Beli Mura>bah}ah ... 23

1. Pengertian Jual Beli Mura>bah}ah ... 23

2. Dasar Hukum Jual Beli Mura>bah}ah ... 25

3. Rukun dan Syarat Jual Beli Mura>bah}ah ... 29

(8)

B.Hutang-piutang (Qard}) ... 31

1. Definisi Hutang-piutang (Qard}) ... 31

2. Dasar Hukum Hutang-piutang (Qard}) ... 33

3. Hukum Qard{ ... 37

4. Rukun dan Syarat Hutang-piutang (Qard}) ... 39

5. Pengembalian Manfaat dalam Hutang-piutang (Qard}) ... 43

6. Tatakrama dalam Hutang Piutang(Qard}) ... 45

BAB III PRAKTIK HUTANG PIUTANG PUPUK DALAM KELOMPOK TANI DI DESA KALIGAMBIR KECAMATAN PANGGUNGREJO KABUPATEN BLITAR A.Gambaran Umum Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar ... 50

1. Keadaan Geografis ... 50

2. Keadaan Penduduk ... 51

3. Keadaan Ekonomi ... 51

4. Kondisi Pendidikan ... 52

5. Suasana Kehidupan Beragama ... 54

B.Praktik Hutang Piutang Pupuk Dalam Kelompok Tani Di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar ... 55

1. Latar Belakang Terjadinya Hutang Piutang Pupuk ... 55

2. Proses Transaksi Hutang Piutang Pupuk ... 56

3. Tata Cara Pengembalian Hutang Pupuk ... 58

4. Profil Anggota Kelompok Tani Desa Kaligambir ... 59

5. Pendapat Warga dan Tokoh Agama Desa Kaligambir tentang Hutang Piutang Pupuk ... 60

(9)

B.Analisis Hukum Islam Terhadap PraktikHutang PiutangPupuk DalamKelompok Tani Di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar ... 66 BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 74 B.Saran ... 75

(10)

DAFTAR TABEL

2.1Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 51

3.1 Tabel Mata Pencaharian dan Jumlahnya ... 52

4.1 Tabel Tamatan Sekolah di Masyarakat ... 53

4.2 Tabel Sarana Pendidikan di Desa Kaligambir ... 53

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sudah menjadi qadrat Allah Swt. bahwa manusia harus hidup

bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial, manusia harus saling tolong

menolong antara satu dengan yang lainnya. Untuk memenuhi kemajuan dan

tujuan hidup, diperlukan hubungan kerja sama yang baik antara sesama

manusia.

Kegiatan mu‘a>malah merupakan kegiatan-kegiatan yang menyangkut

hubungan antar manusia yang meliputi aspek politik, ekonomi dan sosial.

Kegiatan mu‘a>malah yang menyangkut aspek ekonomi meliputi kegiatan

untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup, seperti: jual beli,

simpan-pinjam, hutang piutang, usaha bersama, dan sebagainya.1

Didalam kegiatan ber mu‘a>malah, terdapat unsur tolong menolong

antara sesama manusia. Seperti dalam aspek ekonomi yang bentuknya

hutang piutang, kegiatan mu‘a>malah ini bertujuan untuk membantu kepada

pihak yang membutuhkan dana atau barang demi kelangsungan hidup

ataupun kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan ajaran agama Islam dalam

al-Quran surah al-Maidah: 2:

1 Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam,

(12)

2  …                              

‚dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya‛.2

Hutang-piutang seakan telah menjadi salah satu solusi dalam

memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama bagi kehidupan masyarakat di

pedesaan. Karena dalam suatu kehidupan sudah la>zim ada pihak yang

kekurangan dan ada pula pihak yang berlebih dalam hartanya.

Hutang-piutang atau dalam istilah fikih disebut dengan al-qard} adalah

pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali

atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.3 Hutang

piutang (qard}) merupakan perbuatan baik yang diperintahkan Allah dan

Rasul.

Hutang piutang bukan merupakan perbuatan yang dilarang. Hal ini

sesuai dengan al-Quran surah al-Baqarah: 245:

                          

‚siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan‛.4

2 Depak RI, al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Indah Press, 1994),157.

3Muhammad Syafi’i Antonio, BANK SYARIAH Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani

Press, 2001), 131.

(13)

3

Dari sisi muqrid}, Islam menganjurkan kepada umatnya untuk

memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan dengan cara

memberi utang. Dari sisi muqtarid}, utang bukan merupakan perbuatan yang

dilarang, melainkan dibolehkan karena seseorang berutang dengan tujuan

untuk memanfaatkan barang atau uang yang diutangnya itu untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya, dan ia akan mengembalikannya persis seperti yang

diterimanya atau sesuai dengan nilai yang dihutangnya.5

Dalam kaitan dengan hal ini ada beberapa hadis yang berisi anjuran

untuk membantu orang lain, antara lain:

Dalam Hadis Ibnu Mas’ud:

نع

نبا

عسم

دو

ّنا

ينلا

ص

.

لاق

:

اَم

نِم

مِلْسُم

ُضِرْقُ ي

اًمِلْسُم

اًضْرَ ق

ِْيَ تَرَم

َِّا

َناَك

اَهِتَقَدَصَك

ًةَرَم

‚DariIbn Mas’ud bahwa Rasulullah saw. Bersabda, ‚tidak ada seorang

muslim yang menukarkan kepada seorang muslim qard} dua kali, kecuali seperti sedekah satu kali‛.6

Dari hadis-hadis diatas dapat dipahami bahwa qard} merupakan

perbuatan yang dianjurkan, yang akan diberi imbalan oleh Allah. Dalam

hadis dijelaskan bahwa memberikan hutang atau pinjaman dua kali nilainya

sama dengan memberikan sedekah satu kali. Ini berarti bahwa qard}

merupakan perbuatan yang sangat terpuji karena bisa meringankan beban

orang lain.

5Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2013), 275.

(14)

4

Di dalam Islam juga telah dijelaskan mengenai pengambilan manfaat.

Pengambilan manfaat dalam hutang piutang hukumnya haram, apabila hal

itu disyaratkan atau ditetapkan dalam perjanjian. Demikian ini termasuk

rekayasa terhadap riba berdasarkan sabda Rasulullah saw.:

لُك

ضْرَ ق

َج َر

ًةَعَفْ نَم

َوُهَ ف

َبِر

‚semua hutang yang menarik manfaat (keuntungan), maka ia termasuk

riba‛.7

Apabila manfaat (kelebihan) tidak disyaratkan pada waktu akad maka

hukumnya boleh. Sesuai dengan hadis Nabi:

ْنَع

ِبَأ

َةَرْ يَرُ

َلاَق

َضَرْقَ تْسِا

لوسر

ه

ىلص

ه

هيلع

هلأو

ملسو

اًنِس

,

ىَطْعَأَف

اًنِس

اًرْ يَخ

ْنِم

ِهِّنِس

َلاَقَو

ْمُكُراَيِخ

اَحَأ

ْمُكُنِس

ًءاَضَق

.

‚Dari Abu Hurairah ia berkata: ‚Rasulullah saw. berutang seekor unta,

kemudian beliau membayarnya dengan seekor unta yang lebih baik daripada unta yang diutangnya, dan beliau bersabda: sebaik-baik kamu sekalian adalah orang yang paling baik dalam membayar utang.‛8

Para ulama juga sepakat bahwa persyaratan memberikan tambahan

diluar pinjaman untuk kreditur hukumnya haram dan termasuk riba, baik

tambahan nilai, seperti: memberikan pinjaman Rp.100.000,- dengan syarat

pengembalian Rp. 110.000,- atau tambahan kwalitas, seperti: memberikan

pinjaman mata uang rupiah dengan syarat pengembalian dalam bentuk mata

uang dolar, maupun tambahan jasa, seperti: memberikan pinjaman uang

7 Ibnu Hajar al-Asqalany, Syarah Bulughul Maram, (Achmad Sunarta) (Surabaya: Halim Jaya,

2001), 503, sanad hadits diatas sangat d}a’i>f.

(15)

5

kepada seseorang dengan syarat dia meminjamkan mobilnya kepada pemberi

pinjaman selama 1 minggu.9

Kegiatan mu‘a>malah yang berbentuk hutang piutang ini sering

dilakukan oleh masyarakat, tidak jarang masyarakat Desa Kaligambir

Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar. Mereka hidup dalam keadaan

ekonomi yang pas-pasan. Oleh karena itu, mayoritas masyarakatnya

berpencaharian sebagai petani. Tidak semua petani tersebut mempunyai

dana untuk memenuhi kebutuhan pertaniannya.

Sebelum dibentuknya kelompok tani, cara warga mendapatkan pupuk

adalah dengan menghutang di suatu individu. Individu tersebut sengaja

menghutangkan pupuk dengan adanya tambahan harga saat pengembalian

yang hampir 25%.

Melihat harga pupuk yang mahal saat pengembalian, akhirnya warga

Kaligambir rt: 03 rw: 02 mendirikan kelompok tani. Kelompok tani tersebut

sebagai wadah bagi warga dalam menyediakan salah satu kebutuhan

pertaniannya yaitu pupuk. Modal yang diperoleh kelompok tani dalam

menyediakan pupuk berasal dari hasil penjualan traktor.

Awalnya traktor itu merupakan hasil pemberian dari seorang yang

mencalonkan dirinya sebagai DPD. Untuk mencari dukungan dalam pemilu,

calon DPD tersebut memberikan traktor kepada kelompok tani. Tujuan

diberikannya traktor tidak lain sebagai penunjang pertanian pada masyarakat

Desa Kaligambir. Ternyata tujuan tersebut tidak sesuai, jarang petani yang

9 Yusuf Al Subaily, Fiqh Perbankan Syariah: Pengantar Fiqh Muamalat dan Aplikasinya dalam

(16)

6

mempergunakan traktor tersebut. Akhirnya traktor dijual dan hasil dari

penjualan traktor sebagian digunakan untuk membeli pupuk. Sehingga

masyarakat dapat mendapatkan pupuk dari kelompok tani tersebut.

Petani mendapatkan pupuk dengan cara menghutang. Harga pokok

pupuk tersebut adalah Rp. 190.000/kw. Setiap petani mendapatkan jumlah

pupuk yang berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhannya. Jika lahannya luas,

maka petani tersebut bisa menghutang pupuk dalam jumlah yang banyak,

begitu pula sebaliknya.

Jangka waktu pengembalian hutang dalam transaksi hutang piutang

pupuk di Desa Kaligambir adalah setelah petani panen. Ketentuan yang

diberikan adalah dengan adanya kelebihan atau tambahan dari harga

pokoknya. Tambahan tersebut disyaratkan di awal oleh ketua kelompok tani

ketika petani hendak menghutang. Dalam pengembaliannya pun juga

terdapat perbedaan, antara anggota kelompok tani dan bukan dari anggota.

Apabila yang menghutang masih dalam suatu anggota kelompok tani, maka

tambahannya Rp. 20.000/kw sedangkan apabila yang menghutang itu bukan

dari anggota kelompok maka tambahannya Rp. 30.000/kw.

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa harga pokok pupuk

tersebut adalah Rp. 190.000/kw. Jadi semisal hutang 1kw maka petani yang

bukan dari anggota kelompok harus membayar Rp. 220.000 dan anggota

(17)

7

pengembalian hutang tersebut akan digunakan untuk tambahan modal

kedepannya dalam membeli pupuk dalam jumlah yang lebih banyak lagi.10

Dari sinilah penulis tertarik untuk menelusuri dan meneliti hutang

piutang yang terjadi di Desa Kaligambir dengan judul ‚Analisis Hukum

Islam Terhadap Hutang Piutang Pupuk dalam Kelompok Tani di Desa

Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar‛.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah yang sudah dijelaskan, kiranya dapat

diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Pengambilan manfaat dalam hutang piutang pupuk dalam kelompok tani

di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

2. Tata cara hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir

Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

3. Akad hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir

Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

4. Pelaksanaan hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa

Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

5. Perjanjian dalam hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa

Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

6. Jangka waktu hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa

Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

(18)

8

7. Ketentuan-ketentuan dalam hutang piutang pupuk dalam kelompok tani

di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar

8. Tata cara pengembalian hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di

Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar

Mengingat luasnya masalah yang tercakup dalam penelitian ini, maka

perlu adanya pembatasan masalah agar pembahasan lebih fokus. Oleh karena

itu penulis membatasi permasalahan yang hendak diteliti, yaitu:

1. Praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir

Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

2. Analisis hukum Islam terhadap praktik hutang piutang pupuk dalam

kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten

Blitar .

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah yang sudah dijelasakan

sebelumnya, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa

Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar?

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik hutang piutang pupuk

dalam kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo

(19)

9

D. Kajian Pustaka

Banyak sekali penelitian yang telah mengungkap tentang hutang

piutang. Akan tetapi penulis menemukan celah yang belum terbahas dalam

beberapa penelitian yang telah ada, yakni tentang hutang piutang pupuk

dalam kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo

Kabupaten Blitar. Demi menunjukkan posisi penelitian, maka penulis

paparkan tentang penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya,

diantaranya:

1. Skripsi saudari Siti Munasiroh, Prodi Muamalah UIN Sunan Ampel

Surabaya (2016), ‛Analisis ‘Urf Terhadap Tradisi Hutang Piutang Pupuk

Urea dibayar Dengan Uang (Studi Kasus di Desa Ladju Kidul Kec.

Singgahan Kab. Tuban)‛. Skripsi ini menjelaskan tentang tradisi

masyarakat di Desa Ladju Kidul dalam melakukan transaksi hutang

piutang pupuk yang dibayar dengan uang. Dari hasil penelitian tersebut

terlihat bahwa tradisi hutang piutang pupuk di Desa Ladju Kidul

merupakan ‘urf fasidah, karena transaksi hutang pupuk urea yang dibayar

dengan uang adalah transaksi yang obyeknya mithli, maka

pengembaliannya harus sesuai.11

2. Skripsi saudara Syaikhul Munif, jurusan Muamalah IAIN Walisongo

Semarang (2013), ‚Praktik Hutang Piutang Pupuk Di Lingkungan Petani

Tebu Desa Boto Kecamatan Jaken Kabupaten Pati‛. Skripsi ini

11Siti Munasiroh, ‚Analisis ‘Urf Terhadap Tradisi Hutang Piutang Pupuk Urea dibayar Dengan

Uang (Studi Kasus di Desa Ladju Kidul Kec. Singgahan Kab. Tuban)‛ (Skripsi--UIN Sunan

(20)

10

menjelaskan tentang praktik hutang piutang pupuk di lingkungan petani

tebu di Desa Boto Kecamatan Jaken Kabupaten Pati. Dimana penyedia

pupuk menerapkan ketentuan adanya tambahan dalam pembayaran

hutang kepada petani tebu. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

praktik memberikan kelebihan hutang piutang pupuk di lingkungan petani

tebu awalnya bermula dari keinginan petani dengan tujuan agar

dipermudah dalam memperoleh hutang pupuk. Namun kemudian praktik

tersebut berubah dengan adanya syarat yang diberlakukan oleh penyedia

pupuk kepada petani tebu berupa keharusan penjualan hasil panen tebu

kepada penyedia pupuk sebagai konsekuensi (syarat) dalam hutang

piutang. Praktik hutang piutang pupuk di lingkungan petani tebu di Desa

Boto Kecamatan Jaken Kabupaten Pati dalam tinjauan hukum Islam

masih banyak terkandung aspek kemafsadatan dari pada aspek

kemaslahatan.12

3. Skripsi saudari Nurul Fadilah, Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamlah)

UIN Sunan Ampel Surabaya (2009), ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Implementasi Hutang Pupuk dengan Gabah di Desa Pucuk Kecamatan

Dawarblandong Kabupaten Mojokerto‛. Deskripsi implementasi hutang

pupuk dengan gabah yang terjadi di Desa Pucuk adalah pihak debitur

(petani) menghutang pupuk kepada kreditur (pedagang pupuk), dimana

orang yang memberi hutang melakukan kesepakatan tentang obyek yang

dihutangkan beserta terjadinya proses kesepakatan antara keduanya

12 Syaikhul Munif, ‚Praktek Hutang Piutang Pupuk Di Lingkungan Petani Tebu Desa Boto

(21)

11

mengenai waktu pengembaliannya. Dengan mensyaratkan pelunasan

hutang harus berupa gabah kering, dimana harga pupuk yang dihutangkan

sudah ditinggikan dari harga pasaran, namun apabila telah tiba waktu

jatuh temponya dan penghutang mengalami gagal panen, maka orang

yang menghutangi melakukan penyitaan barang-barang yang dianggap

berharga dengan ketentuan nilai sama dengan gabah kering. Hasil dari

skripsi ini menjelaskan bahwa implementasi hutang pupuk dengan gabah

yang terjadi di Desa Pucuk adalah tidak dibenarkan dalam Islam. Karena

hutang piutang dalam Islam mensyaratkan dalam hal pengembalian

hutang harus sama dan sejenis. Bahkan dalam Islam memberikan

kelonggaran kepada orang yang kondisinya pailit.13

4. Skripsi saudari Cucu Susilawati, Prodi Muamalah UIN Sunan Gunung

Djati Bandung (2014), ‚Pelaksanaan Utang Piutang Pupuk dibayar

dengan Padi di Desa Sukaras, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten

Bogor‛. Skripsi ini menjelaskan tentang pelaksanaan utang piutang pupuk

yang dibayar dengan padi. Ketentuan dalam utang tersebut adalah waktu

pengembalian utang setelah panen, kemudian barang yang dipinjam harus

dikembalikan berupa padi sebanyak pupuk yang dipinjam baik panen itu

gagal maupun hasil. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa praktik

utang piutang pupuk yang dibayar dengan padi ini banyak mad}aratnya

daripada mas}lahatnya. Adapun mas}lahatnya adalah membantu

(22)

12

meringankan beban petani sedangkan mad}aratnya adalah tengkulak

menggunakan praktik utang piutang ini untuk mencari keuntungan

sebanyak-banyaknya, memperkaya diri dan mengeksploitasi petani yang

sedang kesusahan. Berdasarkan fiqh praktik qard} ini juga mengandung

riba nasi’ah.14

5. Skripsi saudara Noer Cholis, Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

UIN Sunan Ampel Surabaya (2015), ‚Analisis Hukum Islam Terhadap

Utang Piutang di Desa Brumbun Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun‛.

Skripsi ini menjelaskan tentang praktik hutang piutang dalam bentuk

uang dan pupuk. Dimana hutang piutang tersebut terjadi antara petani

padi dengan penjual pupuk yang dilakukan secara langsung dan tatap

muka. Petani datang kepada penjual pupuk, kemudian mengadakan

kesepakatan namun yang meminta kesepakatan adalah pihak yang

berhutang (petani/warga) dengan kesepakatan berhutang uang atas nama

pupuk sebagai hitungan dalam menentukan jumlah uang yang dipinjam.

Perjanjian ini dilakukan secara lisan dan tertulis. Hasil penelitian ini

menyimpulkan bahwa praktik hutang piutang yang terjadi di desa

Brumbun merupakan sebuah transaksi yang diperbolehkan dalam Islam

karena didasari atas suka sama suka.15

14 Cucu Susilawati, ‚Pelaksanaan Utang Piutang Pupuk dibayar dengan Padi di Desa Sukaras, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor‛ (Skripsi--UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 2014), 3-4.

(23)

13

Dari penelitian-penelitian yang sudah dibahas sebelumnya, dapat

dikatakan bahwa fokus penelitian yang dibahas tidak sama dengan yang akan

diteliti oleh penulis. Disini penulis mefokuskan penelitian tentang praktik

hutang piutang pupuk dalam kelompok tani dengan adanya tambahan saat

pelunasan yang tambahannya sudah dijelaskan di awal. Bagaimana Islam

memandang kegiatan transaksi tersebut. Oleh karena itu penulis tertarik

untuk melakukan penelitian tentang ‚Analisis Hukum Islam Terhadap

Hutang Piutang Pupuk dalam Kelompok Tani di Desa Kaligambir

Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar‛.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab dua pertanyaan yang

telah dirumuskan diatas, yakni:

1. Untuk mendeskripsikan praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok

tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

2. Untuk menjelaskan bagaimana analisis hukum Islam terhadap praktik

hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa Kaligambir

Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini mempunyai dua aspek yakni aspek

(24)

14

1. Aspek Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memperkaya

khazanah keilmuan dibidang fiqh mu‘a>malah terutama masalah hutang

piutang.

2. Aspek Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan

acuan yag jelas terutama bagi masyarakat Desa Kaligambir Kecamatan

Panggungrejo Kabupaten Blitar yang terlibat dalam kegiatan hutang

piutang pupuk agar terhindar dari riba.

G. Definisi Operasional

Berdasarkan judul penelitian skripsi ‚Analisis Hukum Islam Terhadap

Hutang Piutang Pupuk dalam Kelompok Tani di Desa Kaligambir

Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar‛, dirasa perlu adanya

pendefinisian judul secara operasional agar dapat diketahui dan dipahami

secara jelas maksud judul penelitian tersebut.

Hutang piutang pupuk : hutang piutang pupuk yang dilakukan antara

masyarakat dan kelompok tani dengan

pengembalian berupa tambahan yang telah

disepakati.

Hukum Islam : Suatu aturan yang mengatur hutang piutang

(25)

15

Quran dan al-Sunah serta melalui upaya pemikiran

ahli hukum.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.16 Metode yang

digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Jenis dan pendekatan penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research).

Artinya, peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk

menyimpulkan data. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan dalam

penelitian yang bersifat alamiah.17

2. Lokasi Penelitian.

Dalam penelitian kualitatif peneliti wajib hadir di lapangan, karena

peneliti merupakan instrument penelitian utama yang memang harus hadir

sendiri secara langsung di lapangan untuk mengumpulkan data. Pada

penelitian ini, peneliti datang sendiri pada kelompok tani di Desa

Kaligambir Rt: 03 Rw: 02 Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), 2.

(26)

16

3. Populasi dan Sampel

Proses pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

Nonprobability sampling dengan jenis Snowball sampling. Teknik

Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak

memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota

populasi untuk dipilih menjadi sampel. Sedangkan jenis Snowball

sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya

kecil, kemudian membesar.18 Pada penelitian ini, peneliti memilih sampel

yang dianggap mampu untuk memberikan data mengenai hutang piutang

pupuk, kemudian jika peneliti merasa belum lengkap terhadap data yang

diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu

dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh orang-orang sebelumnya.

4. Data dan Sumber Data

a. Data yang dikumpulkan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas,

maka data yang bisa dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data

tentang cara pelaksanaan hutang piutang pupuk dalam kelompok tani

di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

(27)

17

b. Sumber Data

1) Sumber Primer

Sumber primer adalah sumber data yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data.19 Sumber primer dalam

penelitian ini yaitu pihak pemberi hutang dan pihak penerima

hutang serta dokumen yang berhubungan dengan hutang piutang

pupuk di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten

Blitar.

2) Sumber Sekunder

Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data.20 Data sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku yang ada

hubungannya dengan penelitian ini.

5. Tenik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan

data sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan

pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu

dengan pancaindra lainnya.21 Teknik pengumpulan data dengan

observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku

19 Ibid., 225.

20 Ibid.

(28)

18

manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang

diamati tidak terlalu besar.22 Dalam penelitian ini penulis mengamati

langsung praktik hutang piutang pupuk yang terjadi di Desa

Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar. Penulis

mengamati cara dalam hutang piutang tersebut, yaitu dalam akad atau

perjanjiannya, ketentuan-ketentuan yang diberlakukan dan cara

pengembaliannya.

b. Wawancara

Wawancara adalah cara-cara memperoleh data dengan

berhadapan langsung, bercakap-cakap, baik antara individu dengan

individu maupun individu dengan kelompok.23 Wawancara digunakan

untuk mengumpulkan data hutang piutang pupuk di Desa Kaligambir

Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

c. Studi Dokumen

Metode dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data atau

usaha untuk menemukan bukti otentik melalui dokumen, seperti

surat-surat, catatan-catatan, peraturan dan sebagainya.24 Penggunaan metode

dokumentasi ini bermanfaat untuk mengumpulkan data-data yang

diperlukan untuk mendukung penganalisisan penelitian secara lebih

mendalam.

22 Sugiyono, Metode Penelitian…, 145.

23 Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilm-ilmu Sosial Humaniora

pada Umumnya (t.tp.: t.p., t.t.), 222.

24 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Pendekatan Praktek, cet. 5, (Jakarta: Rajawali, 2002),

(29)

19

6. Teknik Pengolahan Data

Setelah data yang diperlukan terkumpul, langkah selanjutnya adalah

pengolahan data. Pentingnya pengolahan data diantaranya adalah

menyajikan data dalam susunan yang baik sehingga dapat memberikan

arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.25

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan data yang telah dikumpulkan26

terutama dari segi kelengkapan bacaan, kejelasan makna, keselarasan

satu dengan yang lainya, relevansi atau keseragaman

kesatuan/kelompok.

b. Organizing, mengatur dan menyusun data-data hasil editing

sedemikian rupa sehingga menghasilkan data yang baik dan mudah

dipahami.

c. Analizing, merupakan tahapan terakhir yaitu menganalisis lebih lanjut

data-data mengenai praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok

tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar

yang telah tersusun untuk memperoleh kesimpulan atas rumusan

masalah yang telah diungkapkan.

25 Umar Danny, ‚Teknik Pengolahan Data‛, dalam

http://umardanny.com/teknik-pengolahan-data-materi-metodologi-penelitian-ppt/, diakses pada 3 Oktober 2016.

(30)

20

7. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan

bahan-bahan lain sehingga dapat mudah difahami dan temuannya dapat

diinformasikan kepada orang lain.27

Dalam menganalisis data-data yang telah terkumpul, penulis

menggunakan teknik deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data-data

yang telah terkumpul tentang praktik hutang piutang pupuk dalam

kelompok tani, kemudian dianalisis dengan pola pikir induktif yang

dipergunakan untuk mengemukakan kenyataan dari hasil penelitian yang

bersifat khusus untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum

yang sesuai terhadap hutang piutang pupuk dalam kelompok tani di Desa

Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah penulisan dan pemahaman secara menyeluruh

tentang penelitian ini, maka dibuatlah sistematika pembahasan sebagai

berikut:

Bab pertama pendahuluan. Dalam bab ini penyusun menguraikan dan

menjelaskan yang meliputi: latar belakang masalah, identifikasi dan batasan

masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi

(31)

21

operasional, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua merupakan landasan teori yang membahas mengenai jual

beli mura>bah}ah} dan hutang piutang (al-qard}). Dalam hal ini peneliti

membagi menjadi beberapa subbab yaitu pengertian jul beli mura>bah}ah,

dasar hukum jual beli mura>bah}ah, rukun dan syarat jual beli} mura>bah}ah,

jenis-jenis mura>bah}ah, definisi hutang piutang (al-qard}), dasar hukum hutang

piutang (al-qard}), hukum qard}, rukun dan syarat hutang piutang (al-qard}),

pengembalian manfaat dalam hutang piutang (al-qard}) serta tata krama

dalam hutang piutang (al-qard}). Teori ini bertujuan untuk memberikan

penerangan terhadap praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok tani

yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kaligambir, Kecamatan Panggungrejo,

Blitar.

Bab ketiga merupakan praktik hutang piutang pupuk dalam kelompok

tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten Blitar. Bab ini

merupakan data yang diperoleh dari lapangan yang kemudian sebagai acuan

untuk analisis pada bab IV. Hasil penelitian ini meliputi pembahasan

keadaan geografis, keadaan penduduk, keadaan ekonomi, kondisi pendidikan,

suasana kehidupan beragama, dan praktik hutang piutang pupuk dalam

kelompok tani di Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten

Blitar.

Bab keempat merupakan analisis. Dalam bab ini menggambarkan

(32)

22

dilakukan masyarakat Desa Kaligambir Kecamatan Panggungrejo Kabupaten

Blitar ini berdasarkan hukum Islam dengan kerangka teori yang digunakan.

Bab V merupakan bab terakhir. Bab ini memaparkan kesimpulan dari

pembahasan bab-bab sebelumnya sehingga didapatkan jawaban terhadap

(33)

BAB II

JUAL BELI MURA>BAH}AH DAN HUTANG PIUTANG (QARD})

A. Jual Beli Mura>bah}ah

1. Pengertian Jual Beli Mura>bah}ah

Jual beli dalam istilah fikih disebut

عْيَ بْلا

. Secara etimologi,

عْيَ بْلا

berasal dari kata

اًعْ يَ ب

-

ُعْيِبَي

َعََ

yang berarti menjual.1 Wahbah

al-Zuh}aili> mengartikannya secara bahasa sebagai berikut:

لَ ءيشلا ةلباقم

ءش

‚menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain‛.2

Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yag

dikemukakan para ulama fikih, antara lain:

Menurut Sayyid Sabiq sebagai berikut:

َبُم

َمْلا ِْجَوْلا ىَلَع ٍضَوِعِب ٍكْلِم ُلْقَ نْوَا , ىِضاَر تلا ِليِبَس ىَلَع ٍلاَِِ ٍلاَم ُةَلَدا

.ِْيِف ِنْوُذْأ

‚Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta atas dasar saling

merelakan‛ atau ‚memindahkan milik dengan ganti yang dapat

dibenarkan‛.3

Menurut ulama H}anafiyyah dalam kitab al-Fiqh al-Islam Wa

Adillatuhu:

ٍصْوصُصََْ ٍْجَو ىَلَع ٍلاَِِ ٍلاَم ُةَلَداَبُم

‚tukar menukar ma>l (barang atau harta) dengan ma>l yang dilakukan

dengan cara tertentu‛.4

1 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, Cet. ke-XIV, (Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997), 124.

2 Wahbah az-Zuh}aili>, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu, jilid IV, cet. ke-2, (Beirut: Dar al-Fikr,

1985), 344.

3 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid III, cet. ke-4, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), 126.

(34)

24

Sedangkan pengertian jual beli menurut Taqiyyudin:

لا ىلع لوبقو باجإ فرصتلل نلباق لاِ لام ةلباقم

يف نوذأما جو

‚saling menukar harta dengan harta, saling menerima, dapat

dikelola (tas}arruf) dengan ijab dan kabul dengan cara tertentu (sesuai shara‘)‛.5

Jual beli merupakan suatu transaksi yang biasa dilakukan oleh

manusia. Bentuk dari transaksi jual beli ini ada banyak. Salah satunya jika

dilihat dari bentuk harganya, akad jual beli ini dibagi menjadi empat,

yaitu jual beli mura>bah}ah, jual beli tawliyah, jual beli wad}i>’ah dan jual

beli musa>wamah.

Jual beli mura>bah}ah merupakan jual beli yang sering dilakukan.

Mura>bah}ah merupakan mas}dar dari kata ra>bah}a-yura>bih}u-mura>bah}atan

yang berarti memberi keuntungan (laba).6 Secara terminologi, mura>bah}ah

didefinisikan oleh para Fuqaha sebagai penjualan barang seharga

biaya/harga pokok (cost) barang tersebut ditambah mark-up atau margin

keuntungan yang telah disepakati.7

Sedangkan pengertian mura>bah}ah dalam Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah (KHES) adalah pembiayaan saling menguntungkan

yang dilakukan oleh s}ah}ib alma>l dengan pihak yang membutuhkan

melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan

barang dan harga jual terdapat nilai yang merupakan keuntungan atau

5 Imam Taqiyyudin, Kifayah al-Akhya>r, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2001), 326.

6 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir…, 463.

(35)

25

laba bagi s}ah}ib alma>l dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau

angsur.8

Imam Nawawi> dalam kitabnya ‚al-Majmu>’ Syarh} al-Muhadhab‛

menyatakan bahwa mura>bah}ah adalah boleh tanpa ada penolakan

sedikitpun. Imam Nawawi> juga menyatakan:

وأ ةرشع لكل م رد حبرو تيرشا اِ كتعب لوقي م ةئاِ يرشي نأ ةحارما عيب حصيو

.حبر

‚jual beli mura>bah}ah hukumnya sah, yaitu apabila seseorang

membeli suatu barang dengan harga seratus dirham dan aku jual kepadamu, aku mengambil laba satu dirhamsetiap sepuluh

dirhamnya‛.9

Ibnu Quda>mah juga mengatakan bahwa mura>bah}ah adalah jual beli

barang dengan mengambil keuntungan tertentu yang diketahui pihak

penjual dan pembeli. Masing-masing pihak harus mengetahui modal atau

harga awal dari barang tersebut.10

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli mura>bah}ah adalah jual

beli dimana si penjual mengambil keuntungan dari barang yang dijualnya,

sementara si pembeli mengetahui harga awal dari barang tersebut.

2. Dasar Hukum Jual Beli Mura>bah}ah

Al-Quran memang tidak pernah secara spesifik menyinggung

masalah mura>bah}ah. Namun demikian, dalil diperbolehkan jual beli

mura>bah}ah dapat dipahami dari keumuman dalil diperbolehkannya jual

8 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal 20 ayat 6.

9 Imam Nawawi>, al-Majmu>’ Syarh} al-Muhadhab, jilid XIII, (Beirut: Dar al-Fikr, 2000), 3.

(36)

26

beli. Mura>bah}ah jelas-jelas bagian dari jual beli, dan jual beli secara

umum diperbolehkan. Berdasarkan hal ini, maka dasar hukum

diperbolehkannya jual beli mura>bah}ah berdasarkan ayat-ayat jual beli

adalah:            …

‚Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba‛.

(Surah al-Baqarah: 275).11

Dari penegasan ayat diatas dapat dipahami bahwa seakan-akan

Allah memberikan suatu perbandingan antara jual beli dengan riba. Pada

jual beli ada pertukaran dan penggantian yang seimbang yang dilakukan

oleh pihak penjual dengan pihak pembeli, ada manfaat dan keuntungan

yang diperoleh dari kedua belah pihak, dan ada pula kemungkinan

mendapat keuntungan yang wajar sesuai dengan usaha yang telah

dilakukan. Pada riba tidak ada penukaran dan penggantian yang

seimbang. Hanya ada semacam pemerasan yang tidak langsung, yang

dilakukan pihak yang mempunyai barang terhadap pihak yang sedang

memerlukan.12

Landasan yang berhubungan dengan jual beli juga terdapat dalam

surah an-Nisa ayat 29, yaitu:

                                          

11 Depag RI, al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: Indah Press, 1994), 69.

12 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid I (Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia,

(37)

27

‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu‛.13

Mencari harta dibolehkan dengan cara berniaga atau berjual beli

dengan dasar kerelaan kedua belah pihak tanpa suatu paksaan. Karena

jual beli yang dilakukan secara paksa tidak sah walaupun ada bayaran

atau penggantinya. Dalam upaya mendapatkan kekayaan tidak boleh ada

unsur z}alim kepada orang lain, baik individu atau masyarakat.14

Selain dalam al-Quran, landasan jual beli mura>bah}ah juga terdapat

dalam al-Sunnah, yaitu sebagai berikut:

Hadis riwayat dari Ibnu Mas’u>d:

َيوُرَو

ْنَع

نْبا

ٍدُعْسَم

ُنَأ

َناَك

ىَرَ يَا

اًسَْأ

دب

دزا

ُدو

دزاود

‚diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud ra. membolehkan menjual

barang dengan mengambil keuntungan satu atau dua dirham‛.15

Hadis lain yang dijadikan dasar diperbolehkannya jual beli secara

mura>bah}ah adalah hadits riwayat Ibnu Majjah sebagai berikut:

ْنَع

اَد

َدُو

ِنْب

ٍحِلاَص

ِِّنيِدَمْلا

ْنَع

ِيِبَأ

َلاَق

ُتْعََِ

َََأ

ٍديِعَس

يِرْدُْْا

ُلوُقَ ي

َلاَق

ُلوُسَر

ِّا

ىلَص

ُّا

ِْيَلَع

َملَسَو

اََِإ

ُعْيَ بْلا

ْنَع

ٍضاَرَ ت

.

‚dari Dawud bin Shalih Al Madini dari Bapaknya berkata: aku mendengar Abu Sa'id ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: jual beli harus dipastikan saling rid}a‛.16

Mengambil keuntungan dalam jual beli diperbolehkan, seperti yang

telah diriwayatkan oleh Anas bin Malik, yaitu:

13 Depag RI, al-Quran dan..., 122.

14 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid II…, 154.

15 Imam Nawawi>, al-Majmu>’…, 3.

(38)

28

ْدَقَو ََِإ اَِِ َتْثَعَ ب ُرَمُع َلاَقَ ف ٍسُدُْس ِةبُِِ َرَمُع ََِإ َملَسَو ِْيَلَع ُّا ىلَص ِّا ُلوُسَر

َتْلُ ق

اَم اَهيِف

اَهَِمَثِب َعِفَتْ َ تِل َكْيَلِإ اَِِ ُتْثَعَ ب اََِإَو اَهَسَبْلَ تِل َكْيَلِإ اَِِ ْثَعْ بَأ ََْ ِِّّإ َلاَق َتْلُ ق

“Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengirim kain selendang yang terbuat dari sutera tipis kepada Umar. Lalu Umar bertanya; "Kenapa engkau mengirim untukku selendang itu, padahal anda telah mengatakan tentang larangan memakai sutera? Beliau bersabda: 'AKu tidak mengirimnya kepadamu untuk kamu pakai, akan tetapi aku mengirimnya agar kamu jual dan kamu ambil

keuntungan darinya”.17

Pada dasarnya, semua bentuk mu‘a>malah adalah boleh dilakukan

kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Hal ini sesuai dengan kaidah

fikih:

ِلا ِت َََماَعُمْلا ِِ ُلْص َأا

ْنَأ اإ ُةَحََ

.اَهِِْْرََْ ىَلَع ٌلْيِلَد لُدَي

‚Pada dasarnya, semua bentuk mu‘a>malah adalah boleh dilakukan

kecuali ada dalil yang mengharamkannya‛.

Didalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) juga

melegitimasi praktik jual beli mura>bah}ah. Hal ini bisa dilihat dalam

ketentuan Pasal 116-133. Selain dalam KHES, tentang mura>bah}ah juga

tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor

04/DSN-MUI/VI/2000 Tanggal 1 April 2000.

Berdasarkan landasan diatas, dapat dikatakan bahwa hukum jual

beli mura>bah}ah adalah boleh dengan berbagai syarat dan ketentuan yang

berlaku. Artinya, jual beli semacam ini diperbolehkan apabila memenuhi

syarat dan rukunnya.

(39)

29

3. Rukun dan Syarat Jual Beli Mura>bah}ah

Rukun jual beli mura>bah}ah sama halnya dengan jual beli pada

umumnya, yaitu adanya pihak penjual, pembeli, barang yang dijual, harga

dan akad. Sementara syarat jual beli mura>bah}ah adalah:

Pertama, syarat yang terkait dengan s}ighat atau akad. Akad harus

jelas, baik ijab maupun kabul. Dalam akad harus ada kesesuaian antara

ijab dan kabul, dan berkesinambungan antara keduannya.18

Kedua, syarat sah jual beli mura>bah}ah adalah:

1) Akad jual beli yang pertama harus sah secara shara‘;

2) Pembeli harus mengetahui harga awal barang yang menjadi objek jual

beli;

3) Barang yang menjadi objek jual beli mura>bah}ah merupakan komoditas

mithli> atau ada padanannya serta dapat diukur, ditakar, ditimbang

atau jelas ukuran, kadar dan jenisnya;

4) Jual beli pada akad pertama bukan barter barang dengan barang ribawi

yang tidak boleh ditakar dengan barang sejenis. Dengan demikian

barang ribawi tidak dapat diperjual belikan dengan mura>bah}ah,

misalnya tukar menukar beras dengan beras atau emas dengan emas

dimana jumlah salah satu pihak lebih banyak, baik takaran atau

timbangannya maka tidak boleh, dan hal ini bukan jual beli

mura>bah}ah.

(40)

30

5) Keuntungan atau laba harus diketahui masing-masing pihak yang

bertransaksi, baik penjual maupun pembeli.19

4. Jenis-jenis Mura>bah}ah

Mura>bah}ah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Mura>bah}ah tanpa pesanan. Maksudnya jual beli mura>bah}ah dilakukan

tidak melihat ada yang pesan atau tidak, ada yang beli atau tidak,

lembaga menyediakan barang dagangannya.

b. Mura>bah}ah berdasarkan pesanan. Maksudnya lembaga baru akan

melakukan transaksi jual beli mura>bah}ah apabila ada yang memesan

barang sehingga penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan.

Mura>bah}ah berdasarkan pesanan ini dapat dibedakan lagi menjadi dua,

(1) mura>bah}ah berdasarkan pesanan dan bersifat mengikat,

maksudnya apabila sudah pesan harus dibeli, dan (2) mura>bah}ah

berdasarkan pesanan dan tidak bersifat mengikat, maksudnya

walaupun si pemesan telah memesan barang, tetapi pemesan tidak

terikat, pemesan dapat menerima atau membatalkan barang tersebut.

Sedangkan jika dilihat cara pembayarannya, maka mura>bah}ah dapat

dilakukan dengan cara tunai dan dengan pembayaran tangguh.20 Jual beli

mura>bah}ah secara tunai maksudnya apabila barang sudah ada langsung

dibayar sesuai dengan keuntungan yang telah disepakati bersama. Begitu

juga sebaliknya, jual beli mura>bah}ah dengan pembayaran secara tangguh,

19 Ibid., 72-73.

(41)

31

pembayaran dapat dilakukan apabila barang sudah ada dan

pembayarannya dilakukan berdasarkan jangka waktu yang telah

ditentukan dan berdasarkan keuntungan yang telah disepakati. Dalam jual

beli mura>bah}ah secara tangguh, keuntungan tidak boleh berubah

sepanjang akad.

B. Hutang-piutang (Qard})

1. Definisi Hutang-piutang (Qard})

Qard} di kalangan ahli bahasa didefinisikan sebagai berikut:

‚Lafaz} al-Qard}u berarti al-Qat}’u (memotong). Al-qard} berasal dari

kata

اًضْرَ ق

-

ُضِرْق

َ ي

َضَرَ ق

,

yang berarti memotong‛.21

Al-Bahu>ti> mendefinisikan qard} secara etimologi sebagai berikut:

َرَ ق ُرَدْصَم , ُعْطَقْلا : ِةَغللا ِِ ََوَُوُ اَُرْسَك َيِكُحَو ِفاَقْلا ِحْتَفِب ُضْرَقلا

ُُضِرْقَ ي َءْيشلا َض

ِلا ََْعَِِ ٍرَدْصَم ُمْسا : ُضْرَقْلاَو , ُضاَرْقِمْلا ُِْمَو َُعَطَق ِءارلا ِرْسَكِب

ِضاَِرْق

‚Qard} dengan harakat fath}ah atau kasrah pada huruf qaf, secara

etimologi adalah ‚potongan‛. Qard} adalah mas}dar dari kata qarad}a

al-Syai’ yang berartimemotong sesuatu. Qard} adalah isim mas}dar yang bermakna al-iqtira>d} (meminta potongan).

Al-Jazi>ri> juga mendefinisikan dengan konsep yang senada dengan

pendapat al-Bahu>ti> di atas, dengan mengatakan:

ضرقلا

:

عطقلا

يمسف

اما

ل

يذلا

يطعت

كرغل

م

اضاقتت

م

اضرق

نأ

ةعطق

نم

كلم

.

‚al-Qard}u berarti memotong, maka hartamu yang telah diberikan kepada orang lain yang kemudian dikembalikan (dibayarkan) disebut qard}, karena harta tersebut diambil (dipotongkan) dari

hartamu‛.22

21 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir…, 1108.

(42)

32

Wahbah Zuh}aili> mendefinisikannya secara bahasa, qard} berarti

al-qat}’u, maksudnya adalah harta yang dipinjamkan kepada seseorang yang

membutuhkan. Harta tersebut merupakan potongan atau bagian dari harta

orang yang memberi pinjaman tersebut.23

Secara terminologi, qard} memiliki beberapa pengertian. Ulama

H}anafiyah mendefinisikan hutang piutang adalah harta yang memiliki

kesepadanan yang diberikan untuk ditagih kembali. Atau dengan kata

lain, suatu transaksi yang dimaksudkan untuk memberikan harta yang

memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk dikembalikan yang

sepadan dengan itu.24

Sayyid Sabiq memberikan definisi qard} sebagai berikut:

ُضْرَقلا

َوُ

ُلاَمْلا

يِذلا

ِْيِطْعُ ي

ُضِرْقُمْلا

ُضَِرْقُمْلِل

دُرَ يِل

ُلْ ثِم

ِْيَلِإ

َدِْع

ِِتَرْدُق

ِْيَلَع

‚Al-qard} adalah harta yang diberikan oleh pemberi hutang (muqrid}) kepada penerima hutang (muqtarid}) untuk kemudian dikembalikan kepadanya (muqrid}) sepeti yang diterimanya, ketika ia telah mampu

membayarnya‛.25

Sedangkan dalam buku Antonio Syafi’i disebutkan bahwa, al-Qard}

adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta

kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan

imbalan.26 Qard} merupakan perbuatan baik yang diperintahkan Allah dan

Rasul.

23 Wahbah az-Zuh}aili>, Al-Fiqh al-Islami…, 720.

24 Ibid.

25 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah…, 182.

(43)

33

Menurut Fatwa MUI, al-Qard} adalah pinjaman yang diberikan

kepada nasabah (muqtarid}) yang memerlukan dengan ketentuan nasabah

wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah

disepakati bersama.27

Sedangkan pengertian qard} menurut Kompilasi Hukum Ekonomi

Syariah (KHES) adalah penyediaan dana atau tagihan antar lembaga

keuangan syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam

jangka waktu tertentu.28 Definisi yang dikemukakan dalam KHES

bersifat aplikatif dalam akad pinjam-meminjam (hutang-piutang) antara

nasabah dan Lembaga Keuangan Syariah.29

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah diuraikan diatas, dapat

disimpulkan bahwa qard} adalah pemberian harta kepada orang lain yang

membutuhkan, yang harus dikembalikan sesuai dengan harta yang

dipinjam atau sesuai dengan nilai harta tersebut dan harus dikembalikan

berdasarkan waktu yang telah disepakati.

2. Dasar Hukum Hutang-piutang (Qard})

Transaksi qard} diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan hadis

Rasulullah saw dan ijma ulama>. Sungguhpun demikian, Allah Swt

mengajarkan kepada kita agar meminjamkan sesuatu bagi ‚agama Allah‛.

27Fatwa Dewan Syari’ah Nasional NO: 19/DSN-MUI/IV/2001.

28 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal 20 ayat (36).

(44)

34

a) Al-Quran.

Landasan hukum disyariatkannya qard{ berdasarkan al-Quran

adalah sebagai berikut:

Firman Allah dalam surat al-Hadi>d ayat 11:

                 

‚siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.”30

Yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah kita diseru

untuk ‚meminjamkan kepada Allah‛. Artinya untuk membelanjakan

harta dijalan Allah. Selaras dengan meminjamkan kepada Allah, kita

juga diseru untuk ‚meminjamkan kepada sesama manusia‛, sebagai

bagian dari kehidupan bermasyarakat (civil society).31

Diperkuat lagi dengan firman Allah surah al-Baqarah ayat 245:

              

‚siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman

yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.‛32

Allah menyebut nafkah sebagai pinjaman karena Allah

mengetahui bahwa dorongan untuk mengeluarkan harta bagi

kemaslahatan umat itu sangat lemah pada sebagian besar manusia.

Pinjaman yang baik adalah yang sesuai dengan bidang dan

30 Depag RI, al-Qur’an…, 902.

31Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah…, 132.

(45)

35

kemanfaatannya dan dikeluarkan dengan ikhlas semata-mata untuk

mencapai kerid}aan Allah Swt. Allah juga menjanjikan akan memberi

balasan yang berlipat ganda.33

b) Al-Hadis

Islam menganjurkan dan menyukai orang yang meminjamkan

(qard}), dan membolehkan bagi orang yang diberikan qard}, serta tidak

menganggapnya sebagai sesuatu yang makruh, karena dia menerima

harta untuk dimanfaatkan dalam upaya memenuhi kebutuhan

hidupnya dan peminjam tersebut mengembalikan harta seperti

semula.34

Anjuran diperbolehkannya qard} selain dalam al-Quran diatas,

juga terdapat dalam al-Hadis, yaitu sebagai berikut:

Dalam Hadis Ibnu Mas’ud:

ْسُم نِم اَم : لاق .م.ص ي لا ّنا دوعسم نبا نع

اِا ِْنَ ترَم اًضْرَ ق اًمِلْسُم ُضِرْقُ ي ٍمِل

ًةرَم اَهِتَقَدَصَك َناَك

‚Dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, ‚tidaklah

seorang muslim memberi pinjaman kepada orang muslim yang lain dua kali, melainkan pinjaman itu seperti sedekah sekali‛.35

Dari hadis diatas dapat dipahami bahwa qard} merupakan

perbuatan yang dianjurkan, yang akan diberi imbalan oleh Allah.

Dalam hadis dijelaskan bahwa memberikan hutang atau pinjaman dua

kali nilainya sama dengan memberikan sedekah satu kali. Ini berarti

33 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid I…, 360.

34 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 181.

(46)

36

bahwa qard} merupakan perbuatan yang sangat terpuji karena bisa

meringankan beban orang lain.

Bahwasanya kondisi manusia tidak sama antara satu dengan

yang lain. Ada yang kesulitan ekonomi dan ada yang kaya. Allah

menganjurkan orang kaya memberi hutang kepada orang yang

kesulitan ekonomi sebagai bentuk pendekatan (ibadah) kepada-Nya.

Demikian ini karena memberi hutang berarti memberi manfaat kepada

orang yang berhutang untuk memenuhi kebutuhan dan mengatasi

kesulitannya. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:

لَسَو ِْيَلَع ُّا ىلَص ِِّيلا ْنَع

ُّا َسفَ ن اَيْ ندلا ِبَرُك ْنِم ًةَبْرُك ٍمِلْسُم ْنَع َسفَ ن ْنَم َلاَق َم

ِخ ْْاَو اَيْ ندلا ِِ ِْيَلَع ُّا َرسَي ٍرِسْعُم ىَلَع َرسَي ْنَمَو ِةَماَيِقْلا ِمْوَ ي ِبَرُك ْنِم ًةَبْرُك َُْع

ِةَر

ُّا َرَ تَس ٍمِلْسُم ىَلَع َرَ تَس ْنَمَو

ُدْبَعْلا َناَك اَم ِدْبَعْلا ِنْوَع ِِ ُّاَو ِةَرِخ ْْاَو اَيْ ندلا ِِ ِْيَلَع

ِيِخَأ ِنْوَع ِِ

.

‚Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: ‚Barangsiapa meringankan satu kesusahan seorang muslim di dunia, maka Allah akan meringankan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan pada hari kiamat. Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang sedang kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan selalu menolong seorang hamba selama hamba tersebut mau menolong saudaranya.‛36

Pemberian hutang termasuk kebaikan dalam agama karena

sangat dibutuhkan oleh orang yang kesulitan, susah dan mempunyai

kebutuhan yang sangat mendesak.

(47)

37

c) Ijma Ulama>

Selain dasar hukum yang berasal dari al-Quran dan Hadis

Rasulullah, para ulama telah menyepakati bahwa qard} boleh untuk

dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak

bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada

seorangpun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh

karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari

kehidupan di dunia ini. Dan Islam adalah agama yang sangat

memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.37

Selain dasar hukum dari al-Qur’an, sunnah Rasulullah dan ijma’

ulama>’, qard} juga diatur dalam ketentuan Fatwa Dewan Syariah nasional

Majelis Ulama Indonesia, yaitu NO: 19/DSN-MUI/IV/2001.

3. Hukum Qard{

Hukum qard} (hutang piutang) mengikuti hukum taklifi, yaitu

terkadang boleh, terkadang makruh, terkadang wajib dan terkadang

haram. Semua itu sesuai dengan cara mempraktikkannya karena hukum

was}ilah itu mengikuti hukum tujuan.

37 Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah ‚Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial‛, (Jakarta: Dwiputra

(48)

38

Jika orang yang berhutang adalah orang yang mempunyai kebutuhan

sangat mendesak, sedangkan orang yang dihutangi orang kaya, maka

orang kaya itu wajib memberikan hutang.

Jika pemberi hutang mengetahui bahwa penghutang (muqtarid}) akan

menggunakan uangnya untuk berbuat maksiat atau perbuatan yang

makruh, maka hukum memberi hutang juga haram atau makruh sesuai

dengan kondisinya.

Jika seorang yang berhutang bukan karena adanya kebutuhan yang

mendesak, tetapi untuk menambah modal perdagangannya karena

berambisi mendapat keuntungan yang besar, maka hukum memberi

hutang kepadanya adalah mubah.

Seseorang boleh berhutang jika dirinya yakin dapat membayar,

seperti jika dia mempunyai harta yang dapat diharapkan dan mempunyai

niat menggunakannya untuk membayar hutangnya. Jika hal ini tidak ada

pada diri penghutang, maka ia tidak boleh berhutang.

Seseorang wajib berhutang jika dalam kondisi terpaksa dalam

rangka menghindarkan diri dari bahaya, seperti untuk membeli agar

dirinya tertolong dari kelaparan.38

Dalam kitab Wahbah az-Zuh}aili>, hukum (ketetapan) qard} adalah

sebagai berikut:

a. Menurut Imam Abu H}anifah dan Muhammad, qard} menjadi tetap

setelah pemegangan atau penyerahan.

38 Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk, Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan

(49)

39

b. Ulama Malikiyyah berpendapat bahwa hak kepemilikan dalam qard},

berlaku mengikat dengan transaksi, meski hartanya belum diserahkan.

c. Pendapat ulama H}anabilah dan Syafi’iyyah senada dengan pendapat

Abu H}anifah bahwa ketetapan qard} dilakukan setelah penyerahan atau

pemegangan.

d. Ulama H}anabilah berpendapat bahwa pengembalian qard} pada harta

yang ditakar atau ditimbang harus dengan benda sejenisnya. Adapun

pada benda-benda lainnya, yang tidak dihitung dan ditakar,

dikalangan mereka ada dua pendapat, pertama, sebagaimana pendapat

jumhur ulama> yaitu membayar nilainya pada hari akad qard}. Kedua,

dikembalikan semisalnya dengan sifat-sifat yang mungkin.39

4. Rukun dan Syarat Hutang-piutang (Qard})

Menurut Imam Nawawi> dalam kitabnya ‚al-Majmu>’ Syarh} al

-Muhadhab‛ bahwa rukum qard} itu ada empat yaitu al-‘a>qida>ni (muqrid}

dan muqtarid}), s}i>ghat dan objek qard}. Berdasarkan syarat ini, qard{ tidak

disyaratkan kecuali untuk membantu orang lain. Maka qard} yang

dilakukan oleh anak kecil, orang gila hukumnya tidak sah. Kecuali jika

hal itu dilaksanakan dalam keadaan d}aru>rah. Adapun objek qard}

disyaratkan barang yang bisa untuk mu‘a>malah (jual beli). Sedangkan

(50)

40

s}ighat bisa dengan menggunakan lafaz} qard} (utang atau pinjam) dan salaf

(utang), atau dengan lafaz} yang mengandung arti kepemilikan.40

Dalam buku karangan Imam Mustofa dijelaskan bahwa syarat qard}

menurut pendapat Wahbah al-Zuh}aili> secara garis besar ada empat, yaitu:

1) Akad qard} dilakukan dengan s}ighat ijab dan qabul atau bentuk lain

yang dapat menggantikannya, seperti mua>t}ah (akad dengan

tindakan/saling memberi dan saling mengerti);

2) Kedua belah pihak yang terlibat akad harus cakap hukum (berakal,

baligh dan tanpa paksaan). Berdasarkan syarat ini, maka qard} sebagai

akad tabarru’ (berderma/sosial), maka akad qard} yang dilakukan anak

kecil, orang gila, orang bodoh atau orang yang dipaksa, maka

hukumnya tidak sah;

3) Menurut kalangan H}anafiyah, harta yang dipinjamkan haruslah harta

yang ada padanannya dipasaran, atau padanan nilainya (mithli),

sementara menurut jumhur ulama>, harta yang dipinjamkan dalam qard}

dapat berupa harta apa saja yang dapat diperjual-belikan kecuali

manusia;

4) Ukuran, jumlah, jenis dan kualitas harta yang dipinjamkan harus jelas

agar mudah untuk dikembalikan. Hal ini untuk menghindari

perselisihan diantara para pihak yang melakukan akad qard}.

Al-Zuh}aili> juga menjelaskan dua syarat lain dalam akad qard}.

Pertama, qard} tidak boleh mendatangkan keuntungan atau manfaat bagi

(51)

41

pihak yang meminjamkan. Kedua, akad qard} tidak dibarengi dengan

transaksi lain, seperti jual beli dan lainnya.41

Sedangkan rukun dan syarat qard} menurut jumhur fuqaha> adalah:

1) ‘aqidain.

Yang dimaksud dengan ‘aqidain (dua pihak yang melakukan

transaksi) adalah pemberi hutang (muqrid}) dan pener

Gambar

  Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Tabel 3.1
  Tabel 4.2 Sarana Pendidikan di Desa Kaligambir
  Tabel 4.1 Daftar Anggota Kelompok Tani dan Pemilikan Lahan

Referensi

Dokumen terkait

Dari total 60 partisipan yang dilibatkan, diperoleh data yang berkaitan dengan sumber belajar yang dimiliki, jumlah tugas yang diberikan, kualitas media pembelajaran, kesesuian

Ketika Anda disana, Anda mera- sakan sesuatu yang berbeda, lebih ba- hagia, bisa memberkati orang lain, bisa memberikan sesuatu kepada orang lain dan membuat diri kita ketagihan

Haaba yang ~eneriaa lisa talenta itu dataag dan ia leebawa liisa taienta, katanya :Juan, lina taienta tuan periayakan kepadaku; lihat aku telak beroieh Jaba liaa talenta..

Perawat dalam lembaga ini memberikan perawatan kesehatan di rumah, misalnya perawat yang  bekerja di lembaga perawatan komunitas, hospice, dan lembaga  perawatan rumah

Keragaman sumber pendapatan petani di hulu DAS Sekampung yang berasal dari berbagai vegetasi tanaman penting dalam menjaga tutupan lahan sebagai wilayah tangkapan

Dari kesimpulan diatas penulis berpendapat bahwa pengolahan bahan pustaka buku merupakan proses mengolah bahan pustaka untuk membantu pemakai dalam menemukan

yang telah berkenan menjadi tim penguji yang banyak memberikan masukan berharga dan motivasi dalam rangka penyempurnaan disertasi ini.. yang telah berkenan menjadi tim

Simulasi space-time diversity dengan modulasi QPSK melalui kanal AWGN Dari gambar 8 diperlihatkan bahwa untuk mencapai BER 10 −3 , sistem transmisi tanpa coding