SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Disusun Oleh: RIZKA FAJERIYAH
B03211063
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
ABSTRAKS
Rizka Fajeriyah (B03211063), Bimbingan dan Konseling Islam dalam Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Seorang Pemuda Gagal Bercinta di Desa Balongdowo Candi Sidoarjo.
Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah (1) Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam dalam Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Seorang Pemuda Gagal Bercinta di Desa Balongdowo Candi Sidoarjo?, (2)Bagaimana hasil akhir Bimbingan dan Konseling Islam dalam Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Seorang Pemuda Gagal Bercinta di Desa Balongdowo Candi Sidoarjo ?
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis deskriptif komparatif. Analisis yang digunakan tersebut untuk mengetahui proses serta keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam dalam meningkatkan harga diri (self esteem) seorang pemuda gagal bercinta di Desa Balongdowo Candi Sidoarjo dengan menggunakan pendekatan Rasional Emotif Behavior Terapi (REBT) serta membandingkan keadaan konseli sebelum dan sesudah mendapatkan konseling melalui pendekatan tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini melalui dokumen hasil observasi dan wawancara dari konseli serta informan.
Adapun proses pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam dalam meningkatkan harga diri (self esteem) seorang pemuda gagal bercinta ini yakni dengan langkah-langkah bimbingan konseling Islam yaitu identifikasi masalah, diagnosa, prognosa, treatment/ terapi dan follow up yang kemudian pada treatment/ terapi dilakukan suatu pendekatan Rasional Emotif Behavior Terapi (REBT) dengan langkah awal konselor mendengarkan keseluruhan cerita konseli, kemudian mengarahkan dan memberikan pilihan di kertas yang telah disediakan, lalu konseli diminta untuk membayangkan masa depan, selanjutnya konseli membaca ayat kursi serta surat-surat pendek, seperti al-Falaq. Kemudian diadakan evaluasi yang berupa diskusi hasil proses konseling antara konselor dan konseli dan dilanjutkan dengan tindak lanjut. Berdasarkan proses tersebut, dalam penelitian ini konseli mengalami kegagalan dalam menjalin cinta yang menyebabkan ia lebih mengedepankan fikiran negatif serta irasionalnya. Setelah mendapatkan terapi, konseli telah menunjukkan tanda ada sedikit perubahan meskipun belum maksimal. Hasil akhir dari proses konseling dalam penelitian ini adalah kurang berhasil dengan prosentase 57%, yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan gejala yang awalnya 7 gejala yang nampak menjadi 4 gejala dapat ditinggalkan, 2 kadang-kadang dan 1 masih nampak.
i
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ... vi
ABSTRAKS ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Definisi Konsep ... 7
F. Metode Penelitian ... 10
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 10
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 11
3. Jenis dan Sumber Data ... 12
4. Tahap-Tahap Penelitian ... 14
5. Teknik Pengumpulan Data ... 20
6. Teknik Analisis Data ... 23
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan data ... 23
G. Sistematika Pembahasan ... 24
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA A. Bimbingan Konseling Islam ... 27
1. Pengertian Bimbingan Konseling Islam ... 27
2. Tujuan Bimbingan Konseling Islam ... 28
3. Fungsi Bimbingan Konseling Islam ... 29
4. Unsur – Unsur Bimbingan Konseling Islam ... 30
5. Langkah – Langkah Bimbingan Konseling Islam ... 32
B. Harga Diri (Self Esteem) ... 33
1. Pengertian Harga Diri (Self Esteem) ... 33
2. Dimensi Harga Diri (Self Esteem) ... 36
3. Karakteristik Harga Diri (Self Esteem) ... 38
ii
c. Tata Cara Ta’aruf Yang Sesuai dengan Syari’at Islam ... 47
D. Pendekatan Rasional Emotif Behavior Terapi (REBT)... 48
1. Pengertian Rasional Emotif Behavior Terapi (REBT)… ... 48
2. Teori dan Konsep Rasional Emotif Behavior Terapi (REBT)… ... 49
3. Tujuan Pendekatan Rasional Emotif Behavior Terapi (REBT)... 51
4. Teknik-teknik Rasional Emotif Behavior Terapi (REBT)... 51
E. Relevansi Terdahulu ... 54
BAB III: PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 57
1. Deskripsi Tempat Tinggal Konseli ... 57
a. Lokasi Desa ... 57
b. Kondisi Lingkungan ... 59
2. Deskripsi Konselor ... 60
3. Deskripsi Konseli... 62
a. Profil Konseli ... 62
b. Latar Belakang Pendidikan Konseli ... 62
c. Latar Belakang Keluarga Konseli ... 63
d. Lingkup Pergaulan ... 64
e. Pekerjaan Konseli ... 65
f. Kepribadian Konseli ... 65
4. Masalah Konseli ... 66
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 69
1. Deskripsi Proses Bimbingan Konseling Islam dalam Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Seorang Pemuda Gagal Bercinta di Desa Balongdowo Candi Sidoarjo ... 69
a. Identifikasi Masalah ... 70
b. Diagnosa ... 80
c. Prognosa ... 81
d. Treatment (Terapi) ... 83
e. Evaluasi dan Follow Up ... 91
iii
dalam Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Seorang
Pemuda Gagal Bercinta di Desa Balongdowo Candi
Sidoarjo ... 96
B. Analisis Hasil Akhir Pelaksanaan Bimbingan Konseling
Islam dalam Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem)
Seorang Pemuda Gagal Bercinta di Desa Balongdowo
Candi Sidoarjo ... 103 BAB V: PENUTUP
A. KESIMPULAN ... 107
B. SARAN ... 108 DAFTAR PUSTAKA
iv
Tabel 1.1 Teknik Pengumpulan Data ... 22 Tabel 1.2 Kondisi Konseli Sebelum Dilakukan Konseling Untuk
Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) dengan
Pendekatan REBT ... 80 Tabel 1.3 Kondisi Konseli Sesudah Dilakukan Konseling dengan
Pendekatan REBT ... 94 Tabel 1.4 Perbandingan Data Teori dan Data Empiris... 97 Tabel 1.5 Kondisi Konseli Sebelum dan Sesudah Dilakukan
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk ciptaan Alloh SWT dengan desain yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ciptaan Alloh yang lain seperti hewan, tumbuhan, maupun benda-benda mati. Manusia dikaruniai akal pikiran agar dapat membedakan mana yang dapat diterima oleh akal (rasional) dengan mana yang kurang dapat diterima oleh akal (irasional). Bagaimana seorang individu itu dapat mengendalikan cara berfikirnya maka disitu pula ia telah menanamkan rasa harga diri di dalam dirinya. Hal ini terjadi karena jika seorang individu memiliki pikiran-pikiran yang baik, dapat mengendalikan stress kehidupan dengan baik serta dapat menerima kenyataan hidup maka ia akan menjadi pribadi sehat yang memiliki rasa harga diri tinggi (high self esteem).1
Harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.2 Harga diri merupakan salah satu dari komponen konsep diri serta kebutuhan mendasar manusia yang sangat kuat dan memberikan kontribusi penting dalam proses kehidupan yang sangat
1 Jess Feist & J. Feist Gregory, Theory of Personality (Terjemah), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hlm. 28
diperlukan untuk perkembangan yang normal dan sehat sehingga memiliki nilai untuk bertahan hidup.
Kurangnya harga diri (self esteem) akan menghambat pertumbuhan psikologis individu. Karena harga diri (self esteem) yang tinggi berperan untuk menjalankan pengaruh dari sistem kekebalan kesadaran (System of Concsciousness) yang dapat memberikan perlawanan, kekuatan, dan kapasitas untuk regenerasi. Pada saat seorang individu mengalami harga diri (self esteem) rendah, maka ketahanan dirinya dalam menghadapi kesengsaraan hidup menjadi berkurang, cenderung untuk menghindari rasa sakit daripada menyongsong kegembiraan dikarenakan harga diri rendah lebih menguasai dirinya daripada harga diri tinggi.
Harga diri tinggi adalah harga diri yang sehat ditandai dengan perilaku percaya diri. Dengan percaya diri seorang individu akan mampu mengatasi stress kehidupan secara wajar. Dalam kehidupan sehari-hari dan bermasyarakat pun akan dijalaninya dengan baik, jarang menemui permusuhan dengan relasinya, ia bisa menempatkan diri di tempat yang memang seharusnya. Sedangkan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya rasa percaya diri serta sering merasa gagal untuk mencapai keinginan-keinginannya.3
Hal ini sejalan dengan fenomena yang sering kita temui di masyarakat sekitar. Penyakit masyarakat yang kurang diperhatikan adalah rasa harga diri rendah. Biasanya ditandai dengan rasa kurang percaya diri, merasa gagal
sebelum mencoba, mudah putus asa, sering berfikiran negatif dan lain sebagainya. Contoh kecil yang dapat diamati yakni di lingkungan siswa sekolah dasar (SD). Ketika seorang guru menyuruh salah seorang siswa untuk memimpin do’a maka dengan enggan siswa tersebut menolak karena malu atau kurang percaya diri. Ini hanyalah contoh kecil dari sebagian anak-anak didik kita meskipun tidak seluruhnya seperti itu.
Kasus mengenai harga diri ini sedang dialami oleh seorang pemuda di desa Balongdowo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo. Ia merupakan pemuda yang sehat secara jasmani tetapi kurang sehat secara psikologis. Konseli bernama Tukiman (nama samaran). Sehari-hari, konseli mudah menarik diri dari pergaulan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya, ia lebih suka menghabiskan waktu di dalam rumah. Selain itu, konseli mudah sekali mengedepankan fikiran irasionalnya dan berfikiran negatif terhadap segala sesuatu yang pernah terjadi dalam hidupnya, terutama pada kejadian yang telah dialaminya yakni kegagalan dalam menjalin hubungan cinta dengan lawan jenis. Tukiman juga memiliki sifat sensitif serta mudah tersinggung. Mengingat usia Tukiman yang saat ini sudah tidak remaja lagi, hampir memasuki usia kepala tiga.
Konseli merasa kurang sreg (red-yakin) karena gadis itu suka membawa teman lelaki ke rumah. Lalu dengan yang kedua sekitar tahun 2012-an, konseli menyukai seorang gadis SMP yang merupakan adik dari teman dekatnya, tetapi orang tua kurang menyetujui. Dan yang terakhir, dengan gadis dari luar negeri, yakni Polandia. Ia merupakan teman bermain gamenya. Karena suatu kesalahpahaman, akhirnya hubungan itu tidak berlanjut. Setelah itu, konseli merasa semakin berkurang rasa harga diri yang dimiliki. Karena beberapa kejadian tersebut, konseli sering melamun dan menyakini apa yang ada di dalam fikirannya, seperti menyangsikan apakah nanti dia akan menikah, merasa dikendalikan oleh sesuatu yang ada di luar kendali dirinya sendiri, serta kurang semangat dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dan keluarga. Mengingat konseli adalah anak yang dituakan dan menjadi harapan bagi orang tua.
Dari deskripsi permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa akibat kegagalan dalam menjalin hubungan cinta dengan lawan jenis sampai tiga kali berturut-turut membuat konseli merasa kurang dihargai, sehingga membuatnya selalu berfikiran negatif dan kurang rasional (irrasional) terhadap hal-hal yang sebenarnya itu adalah wajar. Selain itu, hal yang tersebut di atas juga berpengaruh pada semangat bekerjanya menjadi tersendat-sendat.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hierarki, mulai yang paling rendah (bersifat dasar) sampai yang paling tinggi.4
Selain itu, di dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Rasional Emotif Behavior Terapi (REBT). REBT adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri.5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tentang tema diatas, maka peneliti memfokuskan permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam Dalam
Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Seorang Pemuda Gagal Bercinta di Desa Balongdowo Candi Sidoarjo ?
4 Abraham H. Maslow, Motivasi dan Kepribadian ditejermahkan oleh Nurul Iman, (Jakarta: Binaman Pressindo, 1984 ), hlm. 88-91
2. Bagaimana hasil akhir Bimbingan dan Konseling Islam Dalam Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Seorang Pemuda Gagal Bercinta di Desa Balongdowo Candi Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam Dalam Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Seorang Pemuda Gagal Bercinta di Desa Balongdowo Candi Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui hasil akhir pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam Dalam Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Seorang Pemuda Gagal Bercintadi Desa Balongdowo Candi Sidoarjo.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini diharapkan sebagai berikut: 1) Secara Teoritis
a) Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain dalam bidang Bimbingan Konseling Islam dalam meningkatkan harga diri (self esteem) seorang pemuda yang gagal bercinta.
b) Sebagai sumber informasi dan referensi bagaimana meningatkan harga diri (self esteem) yang rendah dengan menggunakan pendekatan konseling.
a) Penelitian ini diharapkan dapat membantu kasus-kasus serupa pada pemuda yang gagal bercinta dan bagaimana cara untuk meningkatkan harga diri (self esteem) nya.
b) Bagi konselor, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu teknik pendekatan yang efektif dalam meningkatkan harga diri (self esteem) konseli.
E. Definisi Konsep
Dalam pembahasan ini perlulah kiranya peneliti membatasi dari sejumlah konsep diajukan dalam penelitian dengan judul “Bimbingan dan Konseling Islam Dalam Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Seorang
Pemuda Gagal Bercinta di Desa Balongdowo Candi Sidoarjo”. Adapun
definisi konsep dari penelitian ini adalah: 1. Bimbingan dan konseling Islam
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada seseorang atau beberapa individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungannya, memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma- norma yang berlaku.6
Konseling adalah usaha membantu konseli atau klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri
terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.7 Dengan kata lain teratasinya masalah yang dihadapi klien atau konseli karena keputusan dari dirinya sendiri.
Jadi bimbingan dan konseling islam adalah suatu proses pemberian bantuan kepada konseli atau klien secara terarah, kontinue dan sistematis agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginteralisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam al-Qur’an dan Hadist Rosulullah SAW ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan al- Qur’an dan Hadist.8
Sehingga di sini peneliti mendefiniskan pengertian dari bimbingan dan konseling Islam yakni suatu bentuk pemberian bantuan kepada seorang atau sekelompok orang yang memiliki suatu permasalahan dan butuh untuk dipecahkan dengan cara-cara yang sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits serta kembali kepada fitrah keberagamaan manusia bahwa setiap diri mereka memiliki potensi unik yang bisa dikembangkan, dan proses ini berlangsung secara terarah, continue dan sistematis.
2. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap kehormatan diri, melalui sikap terhadap dirinya sendiri yang sifatnya implisit dan tidak diverbalisasikan serta menggambarkan sejauh mana
7 Anas Salahuddin, Bimbingan dan Konseling, hlm.15-16
individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.9
Jadi, menurut pendapat penulis harga diri (self esteem) adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang mencakup keberhargaan diri, keberartian diri, serta kemampuan yang dimiliki oleh dirinya sendiri sehingga muncul persepsi serta kepercayaan diri yang baik serta mudah untuk mengatur emosi yang dimiliki agar dapat hidup dengan selaras dan penuh manfaat dengan individu lain.
3. Gagal Bercinta
Di dalam definisi konsep ini, penulis menjabarkan pengertian gagal bercinta yakni suatu usaha yang tidak tercapai untuk menaruh rasa cinta pada lawan jenis yang diharapkan dapat berlanjut pada hubungan yang lebih serius (menikah). Sedangkan secara teori, gagal bercinta ini dikaitkan dengan proses ta’aruf. Ta’aruf sendiri adalah kegiatan bersilaturahim. Jika pada masa kini biasanya disebut dengan istilah berkenalan secara bertatap muka, atau bertamu ke rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya.10
Sedangkan menurut pendapat penulis, ta’aruf adalah proses perkenalan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang diharapkan dapat berlanjut ke jenjang yang lebih serius yakni khitbah
(meminang) dan berlanjut ke tahap pernikahan.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistic
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.11
Jadi, pendekatan kualitatif yang peneliti gunakan pada penelitian ini digunakan untuk memahami fenomena yang dialami oleh konseli secara menyeluruh yang dideskripsikan berupa kata-kata dan bahasa untuk kemudian dirumuskan menjadi model, konsep, teori, prinsip dan definisi secara umum.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian studi kasus (case study) adalah penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenan dengan suatu kejadian mengenai perseorangan dari keseluruhan personalitas.12
Sehingga pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian studi kasus karena peneliti ingin mempelajari individu secara rinci dan
11 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 6
mendalam selama kurun waktu tertentu serta agar dapat membantu konseli dalam mengambil prioritas yang baik menurut dirinya.
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian
a. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian adalah pihak yang berperan dalam penelitian ini yaitu Tukiman sebagai konseli, sedangkan Rizka Fajeriyah berperan sebagai konselor.
b. Lokasi Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengambil wilayah yang merupakan tempat tinggal Tukiman di Desa Balongdowo kecamatan Candi kabupaten Sidoarjo. Peneliti dapat mengetahui bagaimana kondisi lingkungan di sekitar konseli termasuk didalamnya adalah kehidupan hubungan sosial di lingkungan tempat tinggalnya baik itu lingkungan keluarga maupun sekitarnya.
3. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersifat non statistik, data yang diperoleh nantinya dalam bentuk kata verbal (deskripsi) bukan dalam bentuk angka.
Adapun jenis data dalam penelitian ini ada dua, yaitu data tak tertulis berupa kata- kata dan tindakan, serta data tertulis.
Kata- kata dan tindakan orang yang diteliti dan diwawancarai merupakan sumber utama. Pada penelitian ini, peneliti melakukan pencatatan sumber data utama melalui pengamatan, wawancara dengan konseli dan orang-orang terdekat konseli yaitu keluarga, teman dan tetangga terdekat yang berperan sebagai informan dalam penelitian ini
2. Data Tertulis
Data tertulis merupakan jenis data kedua yang tidak dapat diabaikan. Sumber data tertulis ini dapat berupa dokumentasi, biografi, identitas konseli, foto, dan sebagainya.
b. Sumber Data
Untuk mendapatkan sumber data tertulis, peneliti mendapatkannya dari sumber data. Adapun sumber data pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
1.Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Dalam hal ini, peneliti sebagai pengumpul data. Adapun yang menjadi sumber primernya adalah Tukiman (konseli), disini peneliti melakukan wawancara dan observasi langsung pada Tukiman.
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang memerlukan penelitian dari sumber- sumber yang telah ada. Sumber data sekunder merupakan data yang diambil dari sumber kedua atau sebagai sumber guna melengkapi data primer.13 Yang termasuk dalam sumber data sekunder yakni:
a. Informan
Adalah orang yang memberikan informasi mengenai kondisi objek yang diteliti. Informan dalam penelitian ini antara lain: orang tua konseli dan teman terdekat konseli. Peneliti akan mewawancarai orang-orang di sekitar Tukiman, yaitu orang tua dan teman-teman Tukiman.
Orang Tua: peneliti melakukan proses wawancara dengan orang tua konseli perihal sikap dan tingkah laku Tukiman ketika berada di rumah.
Teman: melakukan wawancara dengan teman-teman akrab Tukiman bagaimana sikap maupun perilakunya ketika bergaul. b. Dokumentasi
Adalah data tertulis yang diperoleh untuk mengetahui lokasi maupun identitas orang yang diteliti, dapat berupa identitas konseli, biografi, foto, dan sebagainya. Dokumentasi yang peneliti ambil berupa foto-foto konseli dan identitas konseli. Foto-foto diambil
adalah pada saat sesi konseling, foto Tukiman saat berinteraksi di rumah maupun di lingkungan sekitar rumahnya.
4. Tahap- tahap Penelitian
Adapun tahap-tahap menurut buku metodologi penelian kualitatif adalah: A. Tahap Pra Lapangan
Tahap ini merupakan tahap eksplorasi, artinya tahap peneliti dalam pencarian data yang sifatnya meluas dan menyeluruh. Dalam tahap ini, langkah-langkah yang akan dilakukan peneliti adalah sebagai berikut:
1) Menyusun Rancangan Penelitian
masalah yang dihadapi si pemuda, dan selanjutnya peneliti membuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi konsep, dan membuat rancangan data- data yang diperlukan untuk penelitian.
2) Memilih Lapangan Penelitian
Setelah membaca fenomena yang ada di masyarakat, kemudian peneliti memilih lapangan penelitian di Desa Balongdowo, Candi, Sidoarjo
3) Mengurus Perizinan
Pertama kali yang harus dilakukan peneliti setelah memilih tempat penelitian adalah mencari tahu siapa saja yang berkuasa dan berwenang memberi izin bagi pelaksanaan penelitian. Kemudian peneliti melakukan langkah-langkah persyaratan untuk mendapatkan perizinan tersebut.
Peneliti akan meminta izin kepada orang tua Tukiman bahwa peneliti akan melakukan proses konseling terhadap Tukiman. Dengan adanya izin dan persetujuan dari pihak orang tua Tukiman, mempermudah konseli melakukan proses terapi, karena kemungkinan juga dalam proses terapi tersebut kaitan atau peran orang tua sangat dibutuhkan.
4) Menjajaki dan Menilai Keadaan Lingkungan
fisik, keadaan alam serta menyiapkan perlengkapan yang diperlukan di lapangan, kemudian peneliti mulai mengumpulkan data yang ada di lapangan.
5) Memilih dan Memanfaatkan Informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi serta latar belakang kasus tersebut. Dalam hal ini peneliti memilih Tukiman, orang tua, teman- teman Tukiman serta tetangga terdekatnya sebagai informan.
Peneliti akan memanfaatkan informan sebaik-baiknya untuk dapat menggali data sebanyak mungkin tentang konseli guna membantu untuk mengetahui kebiasaan konseli.
6) Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Dalam perlengkapan penelitian, peneliti menyiapkan pedoman wawancara, alat tulis, map, buku, perlengkapan fisik, izin penelitian dan semua yang berhubungan dengan penelitian yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi data secara global mengenai objek penelitian yang akhirnya menghasilkan rencana penelitian.
7) Persoalan Etika Penelitian
memahami budaya, adat- istiadat, maupun bahasa yang digunakan. Kemudian untuk sementara, peneliti menerima seluruh nilai dan norma sosial yang ada di dalam masyarakat latar penelitiannya.
Pada penelitian ini, peneliti akan selalu bersikap sopan santun pada saat melakukan kegiatan penelitian, terutama di lingkungan rumah Tukiman. Menjaga silaturrahmi dengan baik, serta melakukan komunikasi yang baik terhadap para informan ataupun narasumber.
B. Tahap Pekerjaan Lapangan 1) Memahami Latar Penelitian
Untuk memasuki lapangan, peneliti harus memahami latar penelitian terlebih dahulu, selain itu peneliti harus mempersiapkan dirinya secara fisik maupun mental.
Peneliti mempersiapkan mental dengan cara menerima apapun yang terjadi pada saat penelitian, misalnya peneliti tidak boleh merasa putus asa jika nantinya ditengah jalan (proses penelitian) dan siap menanggung resiko. Selain kesiapan mental, meneliti juga harus siap fisik. Maksudnya tenaga pada saat melakukan proses penelitian, misalnya fisik harus tetap fit, rasa capek harus diatasi, melakukan observasi dan wawancara secara mendalam, dan sebagainya.
Pada saat terjun langsung di lapangan, peneliti perlu menjalin keakraban hubungan dengan subjek- subjek penelitian. Dengan demikian mempermudah peneliti untuk mendapatkan data atau informasi. Hal yang perlu dilakukan oleh peneliti adalah harus mampu mempelajari bahasa yang digunakan oleh subyek- subyek penelitian serta kebiasaannya supaya dapat mempermudah dalam menjalin suatu keakraban.
Peneliti harus mematuhi norma- norma yang berlaku di lingkungan konseli, mempelajari apa kebiasaan yang ada pada masyarakat tersebut, serta menggunakan bahasa sehari-hari yang dipakai masyarakat yang ada di wilayah konseli berada.
Peneliti akan membaur dengan subyek-subyek penelitian, bersikap ramah tamah, serta harus dapat mengendalikan emosi jika ada suatu pertentangan yang berbeda dengan pendapat subyek lain.
3) Berperan sambil mengumpulkan Data
wawancara dan observasi yang telah dilakukan, kemudian peneliti menindak lanjuti dan memperdalam berbagai permasalahan yang diteliti.
5. Teknik Pengumpulan Data
Tahap analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan megurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Setelah peneliti mendapatkan data dari lapangan, peneliti mengadakan pengecekan atau melakukan proses analisis terhadap hasil temuan guna menghasilkan pemahaman terhadap data. Peneliti menganalisis data yang dilakukan dan dikerjakan secara intensif.
Teknik pengumpulan data merupakan salah satu tahap penting dalam proses penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam serta dokumentasi sebagai penguat data secara tertulis.
a.Observasi
Peneliti melakukan observasi terhadap Tukiman tentang kebiasaan-kebiasaan Tukiman saat berada di lingkungan rumah, bagaimana interaksinya dengan keluarga maupun dengan tetangga terdekatnya. Bagaimana ekspresi wajah dan sikap saat bertemu dengan orang lain dan bagaimana tanggapan Tukiman ketika disuruh untuk melakukan hal-hal tertentu.
b. Wawancara
Wawancara merupakan pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden, dan jawaban- jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder). Dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal- hal yang lebih mendalam tentang penelitian yang akan diteliti.
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti bersumber dari konseli (Tukiman), orang tua konseli, dan teman terdekatnya. Isi pertanyaan dalam wawancara menyangkut permasalahan yang dialami oleh konseli, meliputi: sejak kapan konseli merasa rasa kurang percaya diri, hal-hal apakah yang menyebabkan konseli sering merasa tidak bersemangat, apakah ada keinginan terpendam dari konseli yang sangat diharapkan dan belum di utarakan.
Untuk lebih jelasnya, peneliti akan melampirkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada beberapa narasumber di halaman lampiran.
Dokumentasi dari asal katanya dokumen, yang artinya barang- barang tertulis. Didalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti: buku- buku, majalah, dokumen, peraturan- peraturan, notulen, catatan harian, dan sebagainya. Data yang diperoleh melalui metode ini adalah data berupa gambaran umum tentang lokasi penelitian, yang meliputi dokumentasi tempat tinggal klien, identitas klien, masalah klien, serta data lain yang menjadi data pendukung seperti foto dan arsip- arsip lain.
Tabel 1.1
Jenis data, sumber data dan teknik pengumpulan data
No. Jenis Data Sumber Data TPD
1. A. Biodata Konseli a. Identitas konseli b. Pendidikan konseli c. Usia konseli
d. Problem dan gejala yang dialami
e. Kebiasaan konseli
f. Kondisi keluarga, lingkungan dan ekonomi konseli
g. Pandangan konseli terhadap masalah yang telah di alami h. Gambaran tingkah laku
sehari-hari
Konseli + Informan W + O
2. Deskripsi tentang konselor Konselor D + W
3. Proses konseling Konselor + Konseli W
4. Hasil dari proses konseling terhadap
konseli Konselor + Konseli O + W
Keterangan :
TPD : Teknik Pengumpulan Data O : Observasi
D : Dokumentasi
6. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang dilakukan dengan data, mengorganisasikan data, memilih-milih menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.14
Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif komparatif, yaitu membandingkan pelaksanaan praktek konseling dengan kriteria keberhasilan secara teoritik, membandingkan kondisi awal konseli sebelum proses konseling dengan kondisi setelah pelaksanaan proses konseling.
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Teknik keabsahan data digunakan untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu data. Agar penelitian dapat menjadi sebuah penelitian yang bisa dipertanggung jawabkan, maka peneliti perlu mengadakan pemikiran keabsahan data, yaitu:
a.Perpanjangan Keikutsertaan
Yaitu lamanya keikutsertaan peneliti dalam mengumpulkan data serta dalam meningkatkan kepercayaan data yang dilakukan dalam kurun waktu yang relative panjang.
Lamanya peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Lamanya penelitian tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan penelitian.
b. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan diharapkan sebagai upaya untuk memahami pokok perilaku, situasi, kondisi serta proses tertentu sebagai pokok penelitian. Dengan kata lain, jika perpanjangan penelitian menyediakan data yang lengkap, maka ketekunan pengamatan menyediakan pendalaman data. Oleh karena itu ketekunan pengamatan merupakan bagian penting dalam pemeriksaan keabsahan data.
c. Trianggulasi
Sugiyono menjelaskan bahwa, “triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data yang telah ada.”15 Dalam penelitian ini peneliti bertujuan untuk mencari pemahaman terhadap apa yang telah ditemukan di lapangan. Peneliti menggunakan teknik ini dengan alas an agar data yang diperoleh akan lebih konsisten dan pasti.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam pembahasan skripsi ini, peneliti akan mencantumkan sistematika pembahasan yang terdiri dari 5 BAB dengan susunan sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini meliputi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep, Metode Penelitian yang meliputi Pendekatan dan Jenis Penelitian, Sasaran dan Lokasi Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Tahap-tahap Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data dan terakhir yang termasuk dalam pendahuluan adalah Sistematika Pembahasan.
2. Bab II Tinjauan Pustaka. Bab ini meliputi Bimbingan dan Konseling Islam, pengertian Bimbingan Konseling Islam, tujuan dan fungsi Bimbingan Konseling islam, asas-asas Bimbingan Konseling Islam, langkah- langkah Bimbingan Konseling Islam dengan menggunakan Rasional Emotif Behavior Terapi (RET), pengertian harga diri (self esteem), dimensi harga diri (self esteem), karakteristik harga diri (self esteem), faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri (self esteem), pengertian ta’aruf, tujuan ta’aruf, tata cara ta’aruf yang sesuai dengan syari’at Islam, pengertian Rasional Emotif Behavior Terapi (REBT), teori dan konsep dasar REBT, tujuan REBT, teknik-teknik dalam pendekatan REBT.
dipaparkan mengenai data dan fakta objek penelitian, terutama yang terkait dengan perumusan masalah yang diajukan.
4. Bab IV Analisis Data. Berisi tentang pemaparan hasil penelitian yang diperoleh berupa analisis data dari faktor- faktor, dampak, proses serta hasil pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dalam meningkatkan harga diri (Self Esteem) seorang pemuda gagal bercinta di desa Balongdowo, Candi, Sidoarjo serta dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut.
27
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bimbingan Konseling Islam
1. Pengertian Bimbingan Konseling Islam
Menurut Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Bimbingan Konseling
Islam adalah suatu aktivitas memberikan bimbingan, pelajaran dan
pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (klien) dalam hal
bagaimana seharusnya seorang klien dapat mengembangkan potensi akal
pikirannya, kejiwaannya, keimanan dan keyakinan serta dapat
menanggulangi problematika hidup dan kehidupannya dengan baik dan
benar secara mandiri yang berparadigma kepada Al-Qur'an dan
As-Sunnah Rasulullah SAW. 2
Menurut Samsul Munir Amin bimbingan konseling Islam adalah
proses pemberian bantuan terarah, continue dan sistematis kepada setiap
individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama
yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan
nilai-nilai yang terkandung di dalam Al- Qur’an dan Hadits Rasulullah ke
dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan
Al-Qur’an dan Hadits. 3
2 Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Jakarta: Bina Rencana
Pariwara, 2005), hlm. 137
3 Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2007),
kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam
kehidupan keagamaan senantiasa selaras dengan ketentuan-ketentuan dan
petunjuk dari Allah sehingga, dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.4
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa bimbingan dan konseling Islam adalah suatu
pemberian bantuan oleh seorang ahli kepada individu, yang berupa
nasehat, dukungan, dan saran, untuk membantu memecahkan masalah
yang dihadapi agar individu dapat mengoptimalkan potensi akal
pikirannya yang sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah, agar
memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Tujuan Bimbingan Konseling Islam
Menurut Drs. Yuhana Wijaya dalam bukunya yang berjudul
“Psikologi Bimbingan” memberikan batasan bahwa tujuan bimbingan
adalah membantu individu agar klien dapat mengenal dan memahami
dirinya sendiri, termasuk kekuatan dan kelemahan-kelemahannya,
mengenal dan memahami lingkungannya, mengambil keputusan untuk
melangkah maju seoptimal mungkin, berusaha sendiri memecahkan
4 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jakarta: Amzah, 2010),
Menurut Hallen dalam bukunya Bimbingan dan Konseling,
merumuskan tujuan dari pelayanan Bimbingan dan Konseling Islami
yakni untuk meningkatkan dan menumbuh suburkan kesadaran manusia
tentang eksistensinya sebagai makhluk dan khalifah Allah swt. dimuka
bumi ini, sehingga setiap aktivitas dan tingkah lakunya tidak keluar dari
tujuan hidupnya yakni untuk menyembah atau mengabdi kepada Allah.6
3. Fungsi Bimbingan Konseling Islam
Menurut Ainur Rahim Faqih fungsi bimbingan dan Konseling
Islam sebagai berikut:
a. Fungsi preventif (pencegahan) yaitu membantu individu agar dapat
berupaya aktif untuk melakukan pencegahan sebelum mengalami
masalah kejiwaan, upaya ini meliputi: pengembangan strategi dan
program yang dapat digunakan mengantisipasi resiko hidup yang tidak
perlu terjadi.
b. Fungsi kuratif dan koretif yaitu membantu individu memecahkan
masalah yang dihadapi atau dialami.
c. Fungsi preserfatif yaitu membantu individu menjaga agar situasi dan
kondisi yang semula tidak baik dan kebaikan itu bertahan lama.
atau menjaga lebih baik sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab
munculnya masalah baginya.7
4. Unsur-unsur Bimbingan Konseling Islam
a. Konselor
Konselor merupakan orang bersedia dengan sepenuh hati
membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya berdasarkan pada
keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya.8
Adapun syarat yang harus dimiliki oleh konselor adalah
sebagai berikut:
1) Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT
2) Sifat kepribadian yang baik, jujur, bertanggung jawab, sabar,
kreatif, dan ramah.
3) Mempunyai kemmapuan, keterampilan dan keahlian (profesional)
serta berwawasan luas dalam bidang konseling.9
b. Konseli
Individu yang diberi bantuan oleh seorang konselor atas
permintaan sendiri atau atas permintaan orang lain dinamakan klien.10
7 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, hlm. 37 8 Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM PRESS, 2008), hlm. 55
9 Syamsu Yusuf, Juntika Nurhisan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung:
Alfabeta, 2010), hlm. 80
10 Sofyan S Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung: Alfabeta, 2010),
1) Terbuka
Keterbukaan konseli akan sangat membantu jalannya
proses konseling. Artinya konseli bersedia mengungkap segala
sesuatu yang diperlukan demi kesuksesannya proses konseling.
2) Sikap Percaya
Agar konseling berlangsung secara efektif, maka konseli
harus percaya bahwa konselor benar-benar bersedia menolongnya,
percaya bahwa konselor tidak akan membocorkan rahasianya
kepada siapa-pun.
3) Bersikap Jujur
Seorang konseli yang bermasalah, agar masalahnya dapat
teratasi, harus bersikap jujur. Artinya konseli harus jujur
mengemukakan data-data yang benar, jujur mengakui bahwa
masalah itu yang sebenarnya ia alami.
4) Bertanggung Jawab
Tanggung jawab konseli untuk mengatasi masalahnya
sendiri sangat penting bagi kesuksesan proses konseling.11
c. Masalah
11 Imam Sayuti Farid, Pokok-pokok Bahasan Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama
masyarakat yang memerlukan bimbingan konseling islam, yaitu:
1) Masalah perkawinan
2) Problem karena ketegangan jiwa atau syaraf
3) Problem tingkah laku sosial
4) Problem karena masalah alkoholisme
5) Dirasakan problem tapi tidak dinyatakan dengan jelas secara
khusus memerlukan bantuan. 12
5. Langkah-langkah Bimbingan Konseling Islam
Ada beberapa langkah-langkah dalam Bimbingan Konseling
Islam yaitu:
a. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah yaitu menentukan masalah apa yang
terjadi pada diri klien atau mengidentifikasi kasus-kasus yang dialami
oleh klien.
b. Diagnosa
Diagnosis merupakan usaha pembimbing (konselor)
menetapkan latar belakang masalah atau faktor-faktor penyebab
timbulnya masalah pada siswa (klien).
c. Prognosa
12 Aswadi, Iyadah dan Takziyah Prespektif Bimbingan dan Konseling Islam, (Surabaya:
menetapkan langkah-langkah bantuan yang akan di ambil.
d. Treatment atau terapi
Setelah di tetapkan jenis atau langkah-langkah pemberian
bantuan selanjutnya adalah melaksanakan jenis bantuan yang telah di
tetapkan.
e. Evaluasi dan Follow Up
Evaluasi di lakukan untuk melihat apakah upaya bantuan yang
telah di berikan memperoleh hasil atau tidak.13 Sedangkan tidak lanjut
(follow up) adalah usaha konselor dalam memberikan sesuatu sebagai
pegangan konseli untuk mempertahankan kebiasaan yang sudah
berubah serta membantu meminimalisir kebiasaan yang belum
berubah.
B. Harga Diri (Self Esteem)
1. Pengertian Harga Diri (Self Esteem)
Istilah harga diri (self esteem) pertama kali dikenalkan oleh
William James (1983-1890) seorang psikolog berkebangsaan Amerika.14 Harga diri (self esteem) merupakan tema sosial yang paling tua dan
13Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2008), hlm. 304-305
14J.Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
seseorang terhadap diri sendiri, baik positif maupun negatif.15
Menurut John W. Sandtrock harga diri (self esteem) ialah
evaluatif global diri yakni merupakan evaluasi individu terhadap dirinya
sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari
penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya.
Penilaian tinggi atau positif terhadap diri sendiri ini adalah penilaian
terhadap kondisi diri,menghargai kelebihan dan potensi diri, serta
menerima kekurangan yang ada. Sedangkan yang dimaksud dengan
penilaian rendah atau negatif terhadap diri sendiri adalah penilaian tidak
suka atau tidak puas dengan kondisi diri sendiri, tidak menghargai
kelebihan diri dengan melihat diri sebagai sesuatu yang selalu kurang.16
Harga diri (self esteem) oleh Coopersmith didefinisikan sebagai
evaluasi (penilaian) diri yang ditegaskan dan dipertahankan oleh individu
dan berasal dari interaksi individu dengan orang-orang terdekat, dengan
lingkungan, dan dari sejumlah penghargaan, penerimaan, dan perlakuan
orang lain yang diterima oleh individu. Self esteem dinyatakan dengan
15M.M. Nilam W. Psikologi Populer: Kunci Pengembangan Diri, (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2009), hlm. 6
16John W. Santrock, Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: PT.
Ahli psikologi lain yakni Frey dan Carlock mendefinisikan harga
diri (self esteem) sebagai penilaian tinggi atau rendah terhadap diri
sendiri yang menunjukkan sejauh mana individu itu menyakini dirinya
sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga yang berpengaruh
dalam perilaku seseorang.18
Noor HS mendefinisikan harga diri sebagai suatu penilaian
seseorang terhadap dirinya sendiri, dimana hal ini bisa menyebabkan
perasaan percaya pada diri sendiri, tetapi juga bisa menyebabkan
perasaan rendah diri.19
Klass dan Hadge mengemukakan bahwa harga diri adalah hasil
dari evaluasi yang dibuat dan dipertahankan oleh individu, yang
diperoleh dari hasil interaksi individu dengan lingkungannnya serta
penerimaan, penghargaan, dan perlakuan orang lain terhadap individu
tersebut.20
Maslow melihat harga diri sebagai sesuatu yang merupakan
kebutuhan setiap orang, tetapi kebutuhan harga diri tersebut baru akan
terasa dan berperan dalam perilaku seseorang apabila kebutuhan mulai
17Coopersmith dalam Rom Harre dan Roger Lamb, Ensiklopedia Psikologi, (Jakarta: Arcan,
1996), hlm. 273
18Coopersmith dalam Rom Harre dan Roger Lamb, Ensiklopedia Psikologi, hlm. 360 19Noor HS, Himpunan Istilah Psikologi, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997), hlm.
77
20Klass dan Hadge dalam R.B. Burns, Konsep Diri, Pengukuran, Perkembangan dan
sayang telah terpenuhi secukupnya, maka kebutuhan harga diri
mendorong individu melakukan berbagai macam hal demi penghargaan
orang lain.21
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, penulis berkesimpulan
bahwa harga diri adalah evaluasi (penilaian) diri sendiri baik itu evaluasi
positif maupun evaluasi negatif yang berasal dari interaksi individu
dengan orang-orang terdekat dan lingkungan serta dipertahankan dan
ditegaskan dengan sikap menerima atau menolak segala bentuk
kekurangan maupun kelebihan yang ada pada diri sendiri.
2. Dimensi Harga Diri (Self Esteem)
Menurut Branden ada 2 aspek atau dimensi dalam harga diri yaitu:22
a. Perasaan bahwa diri efektif (Self Effectivity)
Dapat diartikan sebagai keyakinan terhadap kompetensi diri
dalam mengatasi tantangan hidup. Keefektifan ini berkaitan dengan
perasaan mampu terhadap keberfungsian pikiran, yang mencakup
kemampuan berfikir, memahami, belajar, memilih membuat
keputusan, keyakinan dan kemampuan memahami fakta yang berada
dalam batasan minat dan kebutuhan, kepercayaan yang kognitif,
keandalan diri yang kognitif.
21Maslow dalam al-Wisol, Psikologi Kepribadian Edisi Revisi (Malang: UMM Press,
2004), hlm. 260
suatu sikap positif terhadap hak untuk hidup dan berbahagia, merasa
nyaman dalam menegaskan pemikiran, keinginan dan kebutuhan,
merasa bahwa memiliki hak unutk merasakan kebahagiaan.
Selain Branden, Felker juga menyebutkan dimensi-dimensi
harga diri antara lain sebagai berikut :23
a. Felling of Belonging
Yaitu perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian
dari suatu kelompok dan bahwa ia diterima serta dihargai oleh
anggota kelompok lainnya. Individu akan memiliki nilai yang
positif akan dirinya bila ia mengalami perasaan diterima atau
menilai dirinya sebagai bagian dari kelompoknya. Namun
individu akan memiliki nilai yang negatif tentang dirinya bila
individu mengalami perasaan tidak diterima.
b. Felling of Competence
Yaitu perasaan individu bahwa ia mampu mencapai
tujuannya secara efisien, maka ia akan memberi penilaian yang
positif pada dirinya.
c. Felling of Worth
Yaitu perasaan individu bahwa dirinya berharga. Perasaan
ini seringkali muncul dalam pernyataan-pernyataan yang sangat
daripada tidak memiliki perasaan berharga.
3. Karakteristik Harga Diri (Self Esteem)
Coopersmith membedakan jenis harga diri menurut karakteristik
dari masing-masing individu yaitu harga diri tinggi, harga diri sedang dan harga diri rendah. Karakteristik tersebut antara lain:24
a. Individu dengan harga diri tinggi (High Self Esteem), bercirikan :
1. aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik
2. berhasil dalam mengadakan hubungan sosial
3. dapat menerima kritik dengan baik. Tidak mudah sensitif
terhadap berbagai kritikan dan menganggap kritikan tersebut
sebagai pembangun kepribadiannya.
4. tidak terpaku pada diri sendiri atau tidak hanya memikirkan
kesulitannya sendiri. Mempunyai sikap optimis dalam
mengahadapi kesulitan.
5. mempunyai kemampuan, kecakapan sosial dan kualitas diri
yang tinggi. Mudah dalam bersosialisasi dan mampu menjalin
hubungan yang baik dengan lingkungannya.
24Elizabeth Pamela dan Fidelis E. Waruw, Efektivitas LVEPC (Living Values: An
dalam menanggapi segala penilaian orang lain terhadap dirinya.
7. mudah menyesuaikan diri pada lingkungan baru, tidak merasa
canggung saat menghadapi lingkungan baru.
8. memiliki daya pertahanan yang seimbang. Tidak mudah
menyerah saat mengalami kegagalan.
9. percaya pada persepsi dan dirinya sendiri. Percaya diri dalam
melakukan apapun dan yakin dengan segala
keputusan-keputusan yang timbul dari dalam dirinya.
b. Individu dengan harga diri sedang (Medium Self Esteem)
Karakteristik individu dengan harga diri yang sedang hampir
sama dengan karakteristik individu yang tinggi, terutama dalam
kualitas, perilaku, dan sikap. Pernyataan diri mereka memang positif,
namun cenderung kurang moderat atau kurang menghindari sikap
atau tindakan yang ekstrim.
c. Individu dengan harga diri rendah (Low Self Esteem)
a. memiliki perasaan yang inferior, merasa rendah diri dan merasa
banyak kekurangan
b. takut dan mengalami kegagalan dalam mengadakan hubungan
sosial, sulit dalam bersosialisasi.
c. terlihat seperti orang yang putus asa dan depresi, muda
e. kurang dapat mengekspresikan diri, menjadi orang yang pemalu
dan tidak percaya diri.
f. sangat tergantung pada lingkungan, selalu mengikuti orang lain
dan tidak teguh akan pendirian. Secara pasif akan selalu
mengikuti apa yang ada di lingkunganya.
Mempunyai harga diri yang kokoh berarti merasa cocok dengan
kehidupan dan penuh keyakinan, yaitu mempunyai kompetensi dan
sanggup mengatasi masalah-masalah kehidupan. Mempunyai harga diri
yang rapuh berarti merasa tidak cocok dengan kehidupan, merasa
bersalah, bukan terhadap masalah-masalah kehidupan atau lainnya,
tetapi merasa bersalah terhadap diri sendiri. Mempunyai harga diri
rata-rata berarti kondisi naik turun anatara perasaan cocok dan tidak cocok,
kadang merasa benar dan kadang merasa bersalah sebagi pribadi, dan
mewujudkan ketidakkonsistenan ini dalam tingkah laku, kadang-kadang
bertindak bijaksana, kadang-kadang bertindak ceroboh.25
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri (Self Esteem)
Low self esteem (harga diri rendah) sering dihubungkan dengan
permasalahan gangguan mental seperti, depresi, kecemasan, dan
permasalahan belajar. Juga beberapa kesulitan seperti, kegagalan,
25Nathaniel Branden, Kiat Jitu Meningkatkan Harga Diri, (Jakarta: Delapratasa, 2001),
kesuksesan, dan kehidupan yang efektif.
Menurut Coopersmith (1967), terdapat lima faktor yang
mempengaruhi harga diri yaitu:26
1. Penghargaan dan Penerimaan dari Orang-orang yang Signifikan
Harga diri seseorang dipengaruhi oleh orang yang dianggap
penting dalam kehidupan individu yang bersangkutan. Orang tua dan
keluarga merupakan contoh dari orang-orang yang signifikan.
Keluarga merupakan lingkungan tempat interaksi yang pertama kali
terjadi dalam kehidupan seseorang.
2. Kelas Sosial dan Kesuksesan
Kedudukan kelas sosial dapat dilihat dari pekerjaan,
pendapatan dan tempat tinggal. Individu yang memiliki pekerjaan
yang lebih bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi dan lokasi rumah
yang lebih besar dan mewah akan dipandang lebih sukses dimata
masyarakat dan menerima keuntungan material dan budaya. Hal ini
akan menyebabkan individu dengan kelas yang tinggi menyakini
bahwa diri mereka lebih berharga dari orang lain.
3. Nilai dan Inspirasi Individu dalam Menginterpretasi Pengalaman
57
PENYAJIAN DATA
A. Deskripsi Umum Objek Penelitian
1. Deskripsi Tempat Tinggal Konseli
Pada pembahasan dalam bab ini akan dijelaskan mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan konseli maupun konselor. Untuk konseli
dipaparkan tentang kondisi lingkungan tempat tinggal, latar belakang
keluarga, kepribadian konseli dan hal-hal lain yang membantu menunjang
proses penelitian. Sedangkan untuk konselor juga dipaparkan identitas
diri serta pengalaman-pengalaman yang pernah dilakukan terkait dengan
jurusan yang sedang ditekuni yakni Bimbingan dan Konseling Islam.
Sebagai tambahan informasi, antara konselor dengan konseli
masih memiliki hubungan kekerabatan atau saudara. Namun disini,
peneliti akan tetap mengedepankan sifat obyektif dalam penelitian,
menuturkan kejadian apa adanya sesuai dengan yang terjadi di lapangan
serta bersungguh-sungguh ingin membantu memecahkan permasalahan
yang sedang dihadapi oleh konseli.
a. Lokasi Desa
Peneliti menyajikan gambaran dari lokasi yang dijadikan objek
penelitian, karena menurut peneliti hal ini diperlukan dalam mencari
data-data umum serta untuk mengetahui secara langsung bagaimana
Adapun lokasi tempat tinggal konseli bertempat di desa
Balongdowo, kecamatan Candi, kabupaten Sidoarjo. Desa ini terkenal
dengan kupang dan hasil olahan kupang seperti kupang lontong,
kerupuk kupang dan lain sebaginya. Memang sebagian besar mata
pencaharian penduduk desa ini adalah sebagai nelayan kupang.
Selebihnya ada yang menjadi petani, pedagang, guru serta PNS
(Pegawai Negeri Sipil).
Letak desa Balongdowo dari pusat pemerintahan kecamatan
Candi kabupaten Sidoarjo ± 4,5 Km dengan menggunakan kendaraan
bermotor. Sedangkan secara administratif batas-batas Desa
Balongdowo adalah sebagai berikut2 :
1) Sebeleh Utara : Desa Wedoro Klurak Kecamatan Candi
2) Sebelah Selatan : Desa Putat Kecamatan Candi
3) Sebelah Barat : Desa Balong Gabus Kecamatan Candi
4) Sebelah Timur : Desa Kedung Banteng Kecamatan Candi
Desa Balongdowo terdiri dari 4 dusun yang terbagi pada 4 RW
(Rukun Warga) dan 29 RT (Rukun Tetangga). Perincian
masing-masing dusun adalah sebagai berikut:
1) Dusun Meduran : 7 RT di RW 01
4) Dusun Balongdowo : 11 RT di RW 04
b. Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan tempat tinggal konseli adalah pedesaan
meskipun tidak seutuhnya, karena tanah pertanian sudah jarang
ditemukan di desa ini. Keadaannya cukup nyaman, tenang, serta jauh
dari bisingnya kendaraan bemotor. Untuk menuju rumah konseli harus
memasuki gang kecil yang berkelok-kelok. Rumah konseli diapit oleh
dua rumah tetangganya, sehingga rumah konseli berada di
tengah-tengah. Sedang rumah tetangga yang lain juga cukup berdekatan satu
sama lain.
Sebagai tambahan informasi, sebelumnya konseli dilahirkan
serta menetap di desa Plipir, Sekardangan, Sidoarjo. Masa kecil
konseli hingga duduk di bangku SMP dihabiskan di desa tersebut.
Kemudian saat akan memasuki bangku SMA sekitar tahun 2000,
konseli pindah ke desa Balongdowo sampai sekarang dikarenakan
nenek konseli tinggal sendirian, tidak ada yang merawat serta
menemaninya.3
2. Deskripsi Konselor
pada keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya.4
Konselor dalam hal ini yakni seorang mahasiswi Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya jurusan BKI (Bimbingan
Konseling Islam), dalam pengertian peneliti juga sebagai konselor
yang ingin membantu untuk meningkatkan harga diri (Self Esteem)
seorang pemuda yang frustasi menikah karena sering gagal dalam
menjalin cinta.
Adapun biodata konselor yakni sebagai berikut:
Nama : Rizka Fajeriyah
Tempat, Tanggal lahir : Sidoarjo, 01 Februari 1993
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Desa Plipir RT 10/ RW 03 Kelurahan
Sekardangan Kecamatan Sidoarjo,
Kabupaten Sidoarjo
Agama : Islam
Status : Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya
a. TK Dharma Wanita Sidoarjo Lulus tahun 1999
b. SDI Wahid Hasyim Lulus tahun 2005
c. SMPN 5 Sidoarjo Lulus tahun 2008
d. MAN Sidoarjo Lulus tahun 2011
Pengalaman
Mengenai pengalaman konselor, konselor telah beberapa kali
melaksanakan praktek konseling yaitu dengan mengikuti praktikum,
program jurusan di setiap semester. Dalam program praktikum yang
dilaksanakan oleh jurusan sedikit banyak telah memberikan
pengalaman kepada konselor terkait keterampilan pelaksanaan
konseling.
Selain itu, konselor juga telah memperoleh materi-materi
mengenai konseling selama perkuliahan, diantaranya materi
perkuliahan bimbingan dan konseling, keterampilan komunikasi
konseling, konseling dan psikoterapi, psikologi perkembangan,
psikologi kepribadian, dan lain sebagainya. Konselor juga telah
melaksanakan PPL (Praktek Pengalaman Lapangan) di SMP Al-Falah
Deltasari Waru Sidoarjo tepatnya di bagian bimbingan dan konseling
sebagai pedoman dalam penelitian skripsi ini, agar keahliannya dapat
berkembang lagi.
3. Deskripsi Konseli
a. Profil Konseli
Tukiman adalah seorang pemuda dengan fisik sempurna
seperti pemuda-pemuda pada umumnya. Ia tidak memliki cacat fisik
ataupun cacat mental. Pria kelahiran Sidoarjo, 24 November 1986 ini
sekarang sudah berusia kurang lebih 29 tahun. Perawakannya tinggi
sedang, berat badan cenderung kurus, berkulit hitam. Dari segi
penampilan, konseli yang dahulunya berambut gondrong sekarang
sudah berganti potong pendek. Sedangkan dari raut wajah terlihat
suntuk, tidak ada gairah serta tatapan matanya kosong.
b. Latar Belakang Pendidikan Konseli
Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa sejak
dilahirkan sampai menginjak SMA konseli tinggal di desa Plipir,
Sekardangan, Sidoarjo. Sehingga, ketika duduk di bangku sekolah
dasar konseli menuntut ilmu di SDI Wahid Hasyim Plipir
Sekardangan Sidoarjo. Kemudian SMP di Mtsn Sidoarjo. Lalu, saat
memasuki SMA di SMK Antartika Sidoarjo, keluarga konseli sudah
ditempuh dari desa Balongdowo.
Menurut penuturan ibunya, konseli merupakan anak yang
cerdas. Ketika masih duduk di bangku SMA, konseli pernah menjadi
juara satu di kelasnya. Ia juga sering dijadikan saingan oleh
teman-temannya dalam meraih rangking.5 Dari penuturan teman dekat
konseli pun mengakui jikalau konseli termasuk anak yang cerdas.
Dahulu, teman konseli itu sering menjadikan konseli sebagai saingan
dalam meraih rangking. Selain itu, konseli juga memiliki hobi sedari
kecil yakni bermain video game.6
c. Latar Belakang Keluarga Konseli
Pak Zainuri dan ibu Arinda (nama samaran) memiliki dua
orang anak yakni Tukiman dan Fitri (nama samaran). Selisih usia
Tukiman dan Fitri cukup jauh yakni sekitar 15 tahun. Adik Tukiman,
Fitri, saat ini duduk di bangku kelas 3 SMP (Sekolah Menengah
Pertama), sedangkan Tukiman saat ini sudah berusia sekitar 29
tahun-an.
Keluarga Tukiman merupakan keluarga yang harmonis. Ayah
ibunya tidak pernah bertengkar. Mereka hidup sederhana di dalam
rumah yang sederhana pula, tidak mewah memang, yang terpenting
biasanya menjajakan jualannya di malam hari sedangakan ibunya
adalah ibu rumah tangga biasa.
d. Lingkup Pergaulan
Masa kecil konseli memang banyak dihabiskan di desa Plipir,
Sekardangan, Sidoarjo. Di desa tersebut konseli memiliki banyak
teman. Namun ada dua teman yang sangat akrab dengan konseli.
Lingkup pergaulannya juga baik, konseli sering berkumpul dengan
teman-temannya. Kebetulan di dekat rumah konseli ada pondok dan
masjid. Setiap malam, koseli dan beberapa temannya menimba ilmu di
pondok tersebut. Konseli juga aktif pergi ke masjid.7
Selang beberapa waktu setelah pindah ke desa Balongdowo,
Candi, Sidoarjo konseli lebih sering menghabiskan waktunya di
rumah. Pada saat pemuda di sekitar rumahnya sedang asyik
berkumpul sambil bermain game di salah satu rumah tetangganya,
konseli lebih memilih di dalam rumah.8 Ada juga sebagian kecil
teman konseli yang bertempat tinggal di desa yang berbeda dengan
konseli. Sedangkan teman-teman yang dekat dengan konseli dan
tinggal di lingkungan sekitar rumah konseli hanya satu atau dua orang
saja.
dibantu oleh ayahnya. Usaha ini dirintis atas usul saudara ibu konseli
yang merasa kasihan dengan keadaan konseli yang sudah cukup lama
menganggur. Sebelumnya konseli bekerja di pabrik kayu, baru satu
bulan sudah berhenti. Kemudian pindah ke pekerjaan sablon selama
dua kali berturut-turut. Yang pertama ikut saudaranya yang membuka
usaha sablon di desa Plipir, bertahan cukup lama sekitar 6 bulanan.
Lalu bekerja sablon lagi di rumah tetangganya yang berada di desa
Balongdowo dan bertahan hanya satu bulan.9
f. Kepribadian Konseli
Konseli adalah pribadi yang suka memikirkan hal-hal yang
irasional (kurang rasional), mudah tersinggung, sensitif, mudah
merendahkan dirinya sendiri, mulai meninggalkan sholat wajib 5
waktu, belum mengerti akan tanggung jawab, malas, serta mudah
putus asa.10 Contoh konseli memiliki sifat mudah tersinggung dan
sensitif adalah ketika orang tua memberikan nasehat, maka konseli
akan membantah dengan memberikan jawaban serta nada yang
setengah emosi.11
9Hasil observasi dan wawancara dengan konseli pada 4 November 2015 pukul 11.45 WIB 10Hasil Observasi dan Wawancara dengan konseli pada 05 Oktober 2015 pukul 09:15 WIB
sendiri, menganggap dirinya tidak bermanfaat, merasa pesimis suatu
hari nanti akan menikah.12
Lalu, contoh bahwa konseli malas dan belum mampu
bertanggung jawab yakni rasa malas konseli diperlihatkan sejak kecil
ketika konseli ikut tinggal di rumah adik ibunya, dia tidak mau
mencuci bajunya sendiri.13 Sedangkan rasa belum mampu
bertanggung jawab contoh pada pekerjaan yang sedang digelutinya
saat ini yaitu sebagai penjual nasi goreng. Beban pekerjaan sebagian
besar dibebankan kepada ayah dan ibunya. Konseli jarang sekali
membantu.14
4. Masalah Konseli
WS. Winkel menyatakan masalah adalah sesuatu yang
menghambat, merintangi, mempersulit dalam usaha mencapai
sesuatu.15Masalah adalah segala sesuatu yang membebani pikiran dan
perasaan seseorang yang harus mendapatkan penyelesaian, sebab tidak
jarang masalah-masalah yang ada yang dirasakan seseorang serta jika
12Hasil Observasi dan wawancara dengan konseli pada 11 Oktober 2015 pukul 10.30 WIB
13 Hasil Observasi dan wawancara dengan ibu konseli pada 11 Oktober 2015 pukul 10.30 WIB
14 Hasil wawancara dengan ayah konseli pada 28 September 2015 pukul 13.00 WIB 15W.s Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan di Sekolah Menengah, (Jakarta: Gramedia, 1889), hlm. 56
96
ANALISIS DATA
A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam Dalam
Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Seorang Pemuda Gagal Bercinta di Desa Balongdowo Candi Sidoarjo
Berdasarkan penyajian data pada proses pelaksanaan Bimbingan
Konseling Islam Dalam Meningkatkan Harga Diri (Self Esteem) Seorang
Pemuda Gagal Bercinta di Desa Balongdowo Candi Sidoarjo. Konselor
berusaha menciptakan suasana dan kondisi yang hangat dan nyaman, selain
itu konselor juga menentukan waktu dan tempat untuk pelaksanaan diskusi
dalam pelaksanaan konseling dengan menggunakan pendekatan REBT
(Rasional Emotif Behavior Terapi) hingga mencapai kesepakatan bersama
antara konselor dan konseli.
Penentuan waktu dapat mempengaruhi keefektifitasan proses
konseling. Sama halnya dengan tempat, karena kenyamanan tempat bagi
konseli sangat dibutuhkan agar konseli dapat leluasa mengungkapkan semua
permasalahan yang dialami. Serta konselor membantu konseli dalam
memperbaiki pola pikir yang selalu mengedepankan hal-hal yang negatif
seperti merendahkan dirinya sendiri maupun hal-hal yang irasional seperti
merasa dirinya telah dikendalikan oleh sosok lain dari dirinya sendiri. Hai ini
sebagai bentuk terapi agar tujuan konseling yakni membuat konseli berubah
membandingkan data teori dengan data yang terjadi di lapangan. Berikut ini
adalah perbandingan antara data teori dan data empiris dalam proses
pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam Dalam Meningkatkan Harga Diri
(Self Esteem) Seorang Pe