• Tidak ada hasil yang ditemukan

IBADAH DALAM ISLAM MAKALAH KELOMPOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IBADAH DALAM ISLAM MAKALAH KELOMPOK"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

IBADAH DALAM ISLAM MAKALAH KELOMPOK

Di Ajukan Guna Memenuhi Tugas Semester Genap Pendidikan Agama Islam

Kelompok 5 :

Siti Rukaiyatul Hasanah (130210101066) Nindi Indiana (130210101072) Indah Figa Wardhani (130210101080)

Kelas: PAI 15

Dosen Pengampu :

Abdul Mu’is, S.Ag, M.Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu bagian dari syariah adalah ibadah. Ibadah artinya menghambakan diri kepada Allah. Ibadah merupakan tugas hidup manusia di dunia, karena itu manusia yang beribadah kepada Allah disebut ‘abdulla’ atau hamba Allah. Hidup seorang hamba tidak memiliki alternatif lain selain taat, patuh, dan berserah diri kepada Allah.

Banyak di antara kita yang menganggap ibadah itu hanyalah sekedar menjalankan rutinitas sebagai kewajiban, seperti sholat dan puasa. Sayangnya, kita lupa bahwa ibadah tidak mungkin lepas dari pencapaian kepada Tauhid terlebih dahulu. Keduanya berkaitan erat, karena mustahil kita mencapai tauhid tanpa memahami konsep ibadah dengan sebenar-benarnya. Dalam syarah Al-Wajibat dijelaskan bahwa “Ibadah secara bahasa berarti perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.” (Tanbihaat Mukhtasharah, hal. 28).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “IBADAH adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir).

Dari definisi singkat tersebut, maka secara umum ibadah seperti yang kita ketahui di antaranya yaitu mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan ramadhan (maupun puasa-puasa sunnah lainnya), dan melaksanakan haji. Selain ibadah pokok tersebut, hal-hal yang sering kita anggap sepele pun sebenarnya bernilai ibadah dan pahalanya tidak dapat diremehkan begitu saja, misalnya :

 Menjaga lisan dari perbuatan dosa, misalnya dengan tidak berdusta dan mengumbar fitnah, mencaci, menghina atau pun melontarkan perkataan yang bisa menyakiti hati.

(3)

 Mampu dan bersedia menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab.

 Berbakti dan hormat kepada kedua orang tua atau orang yang lebih tua dari kita.

 Menyambung tali silaturahim dan kekerabatan.

 Menepati janji.

 Memerintahkan atau setidaknya menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar.

 Menjaga hubungan baik dengan tetangga.

 Menyantuni anak yatim, fakir miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan).

 Menyayangi hewan dan tumbuh-tumbuhan di sekitar tempat tinggal kita.

 Memanjatkan do’a, berdzikir, mengingat Allah kapan dan dimanapun kita berada.

 Membaca Al Qur’an.

 Mendengarkan ceramah, dan lain sebagainya termasuk bagian dari ibadah.

(4)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan ibadah?

2. Apa saja macam-macam jenis ibadah dalam islam? 3. Apa sifat-sifat dari ibadah?

4. Apa ciri-ciri ibadah dalam islam?

5. Apa prinsip-prinsip ibadah dalam islam? 6. Apa tujuan manusia beribadah?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian ibadah

2. Mengetahui macam-macam ibadah dalam islam 3. Mengetahui sifat-sifat ibadah

4. Mengetahui ciri-ciri ibadah dalam islam

(5)

BAB 2. PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Ibadah

Ibadah ( ةدابع ) secara etimologi berasal dari kata ‘abd yang artinya abdi, hamba, budak, atau pelayan. Jadi ‘ibadah berarti, pengabdian, penghambaan, pembudakan, ketaatan, atau merendahkan diri. Sedangkan secara terminologis, Hasbi Ash-Shiddieqy mengutip beberapa pendapat, antara lain; Mengesakan Allah, menta’zimkan-Nya dengan sepenuh-sepenuhnya ta’zim serta menghinakan diri kita dan menundukkan jiwa kepada-Nya. Ulama akhlak mengartikan ibadah dengan mengerjakan segala taat badaniyah dan menyelenggarakan segala syariat (hukum). Ulama fikih mengartikan ibadah dengan segala taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan meng-harap pahala-Nya di akhirat.

Selanjutnya ulama tafsir, M. Quraish Shihab menyatakan bahwa: Ibadah adalah suatu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya sebagai dampak dari rasa pengagungan yang bersemai dalam lubuk hati seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia tunduk. Rasa itu lahir akibat adanya keyakinan dalam diri yang beribadah bahwa obyek yang kepadanya ditujukan ibadah itu memiliki kekuasaan yang tidak dapat terjangkau hakikatnya.

Sedangkan. Abd. Muin Salim menyatakan bahwa: Ibadah dalam bahasa agama merupakan sebuah konsep yang berisi pengertian cinta yang sempurna, ketaatan dan khawatir. Artinya, dalam ibadah terkandung rasa cinta yang sempurna kepada Sang Pencipta disertai kepatuhan dan rasa khawatir hamba akan adanya penolakan sang Pencipta terhadapnya.

Adapun pendapat lain mengenai ibadah adalah:

ةصاخو ةماع يھو عر اشلا ھب نذأ امب لمعلاو ھیھاون ب انتجاو هرماوأ لاثتماب هلل ىلأ برقتلا

(6)

adalah beramal dengan yang diizinkan oleh Syari’ Allah Swt.; karena itu ibadah itu mengandung arti umum dan arti khusus. Ibadah dalam arti umum adalah segala perbuatan orang Islam yang halal yang dilaksanakan dengan niat ibadah. Sedangkan ibadah dalam arti yang khusus adalah perbuatan ibadah yang dilaksanakan dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Ibadah dalam arti yang khusus ini meliputi Thaharah, Shalat, Zakat, Shaum, Haji, Kurban, Aqiqah Nadzar dan Kifarat.

Di sisi lain, dipahami bahwa ibadah adalah perbuatan manusia yang menunjukkan ketaatan kepada aturan atau perintah dan pengakuan kerendahan dirinya di hadapan yang memberi perintah. Adapun yang memberi perintah untuk beribadah, adalah tiada lain kecuali Allah sendiri, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Baqarah (2): 21,

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.”

Dari ayat di atas, dapat dipahami bahwa sasaran ibadah hanyalah kepada Allah swt. Dengan kata lain, bahwa manusia beribadah adalah untuk mengabdikan dirinya kepada Allah sebagai Tuhan yang telah menciptakan mereka.

Pengertian-pengertian ibadah dalam ungkapan yang berbeda-beda sebagaimana yang telah dikutip, pada dasarnya memiliki kesamaan esensial, yakni masing-masing bermuara pada pengabdian seorang hamba kepada Allah swt., dengan cara mengagungkan-Nya, taat kepada-Nya, tunduk kepada-Nya, dan cinta yang sempurna kepada-Nya.

(7)

Artinya: “Tiadalah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka ber’ibadah (mengabdi, menghamba) kepada-Ku”. Arti ‘ibadah di sini adalah bahwa jin dan manusia dalam hidupnya harus tunduk dan patuh terhadap aturan dan hukum-hukum Allah. Ini berarti, bahwa tujuan Allah menciptakan jin dan manusia adalah agar mereka:

Pertama, hanya setia kepada Allah saja dan tidak kepada yang lain, karena hanya Dia Yang Maha Menghidupi dan Maha Memelihara. Kedua, agar mereka hanya mengikuti perintah-perintah Allah saja dan tidak mendengarkan perintah siapa pun yang bertentangan dengan perintah-Nya. Ketiga, hanya kepada satu Dzat saja mereka harus menyembah dan mendekatkan diri (taqarrub), yaitu hanya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan tidak kepada yang lain.

(8)

2.2 Macam-macam Ibadah

Secara umum ibadah terbagi menjadi 2, yaitu: 1. ‘Ibadah Mahdlah.

Yaitu ibadah yang langsung berhubungan dengan Allah SWT. Semua perbuatan ibadah yang pelaksanaannya diatur dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan sunnah. Contoh, salat harus mengikuti petunjuk Rasulullah salallahu alaihi wassalaam dan tidak dibenarkan untuk menambah atau menguranginya, begitu juga puasa, haji dan yang lainnya. Dengan shalat lima kali sehari berarti memperingatkan kita, bahwa di mana pun dan kapan pun kita berada adalah tetap budak Allah, dan hanya kepada-Nyalah kita harus menghamba. Dengan shalat membawa manusia mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. ‘Ibadah mahdlah ini dilakukan hanya berhubungan dengan Allah saja (hubungan ke atas/ Hablum Minallah), dan bertujuan untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Ta ‘ala. Ibadah ini hanya dilaksanakan dengan jasmani dan rohani saja, karenanya disebut ‘ibadah badaniyah ruhiyah. 2. ‘Ibadah Ghairu Mahdlah,

(9)

2.3 Sifat, Ciri-ciri, dan Prinsip Ibadah dalam Islam 2.3.1 Sifat-sifat Ibadah

Suatu ibadah, agar menjadi seperti yang dituntut oleh Allah kepada kita, seyogyanya disertai dengan 3 perkara,

yaitu:

- Al Hubbu (rasa cinta), - Al Khouf (rasa takut), dan - Ar Roja (rasa berharap).

1. Kita beribadah kepada Allah karena rasa cinta kita kepada-Nya. Allah telah memuji hamba hamba-Nya dengan hal tersebut. Dia berfirman:

"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menembah tandingan-tandinganselain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka, melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)" (Al Baqoroh : 165)

2. Demikian juga kita beribadah kepada-Nya karena rasa takut kita dari adzab Allah yang maha Suci. Allah ta'ala berfirman:

"Maka janganlah kalian takut pada mereka, takutlah kepada-Ku jika seandainya kalian orang orang beriman." (Ali 'Imron : 175)

Dan Allah swt juga berfirman:

(10)

Maksudnya, dengan penuh rasa takut dari adzab-Nya dan rasa tamak terhadap ampunan-Nya, surga-Nya dan pahala-Nya.

3. Demikian juga rasa roja' (rasa berharap). Allah ta'ala berfirman:

"Dan mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut dari adzab-Nya, sesungguhnya adzab Rabb mu adalah sesuatu yang harus ditakuti." (Al Isra' : 57).

Kita beribadah kepada Allah atas dasar rasa cinta kepada-Nya, rasa takut dari dari adzab-Nya, dan rasa berharap kepada ampunan dan pahala-Nya dalam satu waktu. Beginilah keadaan dan ciri orang orang sholeh dan beginilah sifat yang benar yang diinginkan oleh Allah dari hamba hamba-Nya, oleh karena itu sebagian para salaf berkata yang artinya:

"Barang siapa yang beribadah kepada Allah hanya dengan rasa cinta saja, maka dia adalah seorang zindiq. Dan barang siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan rasa takut saja, maka dia adalah seorang haruriy. Dan barang siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan rasa roja' (berharap) saja, maka dia adalah seorang murjiah.

Adapun ahlus sunnah, maka dia mengumpulkan semua perasaan tersebut. Sebagaimana sebagian orang orang sufi mengaku ngaku bahwa mereka adalah orang orang yang dicintai oleh Allah. Mereka beribadah kepada-Nya hanya atas dasar cinta kepada-Nya saja dan bukan atas dasar takut dari hukuman-Nya serta bukan pula atas dasar rasa roja' dan berharap kepada ampunan dan pahala'Nya. Hal ini adalah salah satu sebab terbesar dari kesesatan dan penyimpangan mereka. Karena mereka menyelisihi perintah Allah swt, dimana Dia telah memerintah kita untuk beribadah kepada-Nya dengan rasa takut dan rasa berharap secara bersamaan. Dia berfirman:

(11)

2.3.2 Ciri-ciri Ibadah

Mustafa Ahmad al-Zarqa, seorang ahli ilmu fikih menyebutkan beberapa sifat yang menjadi ciri-ciri ‘ibadah yang benar adalah:

1. Bebas dari perantara.

Dalam ber’ibadah kepada Allah Ta ‘ala, seorang muslim tidak memerlukan perantara, akan tetapi harus langsung kepada Allah. Para alim ulama atau para tokoh agama hanya berfungsi dan berperan sebagai pembimbing, petunjuk dan penyampai kebenaran bagi muslim lainnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta ‘ala: memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mnereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. al-Baqarah, 2: 186).

2. Tidak terikat kepada tempat-tempat khusus.

Secara umum ajaran Islam tidak mengharuskan penganutnya untuk melakukan ‘ibadah pada tempat-tempat khusus, kecuali ‘ibadah haji. Islam memandang setiap tempat cukup suci sebagai tempat ‘ibadah. Rasulullah salallahu alaihi wassalaam bersabda: “Seluruh tempat di bumi adalah tempat bersujud, bersih dan suci” (HR. Bukhari dan Muslim).

(12)

3. Tidak memberatkan dan tidak menyulitkan.

Allah Subhanahu wa ta’ala senantiasa menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya dan tidak menghendaki kesulitan. Rasulullah salallahu alaihi wassalaam bersabda: “Kamu seharusnya melakukan pekerjaan yang kamu sendiri mampu melakukannya, sesungguhnya Allah tidak menyenangi perbuatan suatu perbuatan hingga kamu sendiri menyenanginya” (HR. Bukhari dan Muslim). Firman Allah Ta ‘ala:

تھم بسھھتكامام اھھیھملعوھ تھمبسھكاھماھھھھل ،اھھعسھومالمھھيااسسفھمن هللھھم فمھيلكھمیھل

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapatkan pahala dari kebajikan yang diusahakannya, dan ia mendapatkan siksa dari kejahatan yang dikerjakannya” (QS. al-Baqarah, 2: 286). Kendati demikian, tidak berarti mengenteng-entengkan perbuatan ‘ibadah karena kemalasan dan tiada peduli terhadap pengetahuan syar’iat.

1. dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 4. yang menguasai di hari Pembalasan.

5. hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.

2. Tidak menyekutukan Allah SWT, secara langsung maupun tersembunyi. Firman Allah SWT.

(13)

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, ... “ Q.S An-Nisa ayat36

3. Dilaksanakan dengan penuh kepasrahan diri kepada Allah. Firman Allah SWT.

Artinya:

“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". Q.S Al-An’am ayat162-163 4. Dilaksanakan dengan penuh keikhlasan.

Firman Allah SWT.

Artinya:

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. Q.S Al-Bayyinah: 5

5. Dilaksanakan dengan penuh kesabaran dan keteguhan hari. Firman Allah SWT.

(14)

Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan dia (yang patut disembah)?. Q.S Maryam; 65

6. Tidak menggunakan perantara (washilah) (Al-Baqarah/2: 186)

مممھھھلعھھل ييب اومنمؤيممیلوم ييل اومبیجھيتسھمیلھمف نايعدھ اذھيإ عيادھھلا ةوعھدم بمیجميأ ببیرھيق يھينيإھف يھينع يدياھبع كھھلھأسھ اذھيإوھ نوھدشممرھمی

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

7. Dilakukan sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan sunnah 8. Seimbang antara dunia akherat (Al-Qashash/28:77) (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

9. Tidak berlebih-lebihan (Al-A’raf/7:31)

نیھيفرسيمملمما بھمحميی ل ھھھنيإ اومفرسيممت لو اومبرشھامو اوملكوم دججسيمم لكھي دنھعم مكمھمتھنیز اوذخم مدھھآ يينھب اھی

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

(15)

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): “Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir.” 2.4 Tujuan Ibadah dalam Islam

Tujuan ibadah adalah membersihkan dan menyucikan jiwa dengan mengenal dan mendekatkan diri serta beribadat kepada-Nya. Sesungguhnya ibadah dengan pengertian yang hakiki itu merupakan tujuan dari dirinya sendiri. Dengan melakukan ibadah, manusia akan selalu tahu dan sadar bahwa betapa lemah dan hinanya mereka bila berhadapan dengan kekuasaan Allah, sehingga ia menyadari benar-benar kedudukannya sebagai hamba Allah. Jika hal ini benar-benar telah dihayati, maka banyak manfaat yang akan diperolehnya. Misalnya saja surga yang dijanjikan, tidak akan luput sebab Allah tidak akan menyalahi janjinya. Jadi, tujuan yang hakiki dari ibadah adalah menghadapkan diri kepada Allah SWT dan menunggalkan-Nya sebagai tumpuan harapan dalam segala hal.

(16)

BAB 3. PENUTUP 1.1 Kesimpulan

1. Pengertian Ibadah secara etimologi berasal dari kata ‘abd yang artinya abdi, hamba, budak, atau pelayan. Jadi ‘ibadah berarti, pengabdian, penghambaan, pembudakan, ketaatan, atau merendahkan diri. Sedangkan secara terminologis

DAFTAR PUSTAKA Alqur’an dan terjemahan

Azra, Azyumardi dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Depag RI

Hana, Abu. 2012. Ibadah yang Benar dalam Islam. Jakarta

Kusnaedi, Dedy. 2009. Ibadah. Jakarta

Muhammad, Husein. 2008. Dari Ibadah Individual Menuju Ibadah Kemanusiaan. Cirebon

Rachmawan, Hatib. 2012. Fiqih Ibadah dan Prinsip Ibadah dalam Islam.Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan

Referensi

Dokumen terkait

Ilmu tentang hukum syar’iyyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia, baik dalam bentuk perintah (wajib), larangan (haram), pilihan (mubah), anjuran untuk melakukan

Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan

Islam memiliki aturan penetapan hukum kriminal, aturan sosial dan masyarakat yang tidak hanya dalam persoalan personal antara seorang hamba dengan Tuhannya tetapi hubungan

Menurut Moeljatno hukum pidana merupakan bagian dari hukum yang mengadakan dasar dan aturan untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang

Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati

antara hamba dengan makhluk lainnya. Ibadah Ghairu Mahd Ibadah Ghairu Mahdhah, yakni sikap hah, yakni sikap gerak-gerik, gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan yang mempunyai

Tindak pidana yang dimaksud adalah bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang

Perceraian (Talak) adalah melepaskan ikatan nikah dari pihak suami ke pihak istri dengan mengucapkan lafazh tertentu. Ucapan untuk mentalak istri ada dua macam yaitu ucapan yang sharih, dalam kata lain adalah ucapan yang tegas (jelas) dan ucapan yang kinayah yaitu ucapan yang kurang begitu