• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIMPUH | Sistem Informasi Perundang-Undangan dan Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SIMPUH | Sistem Informasi Perundang-Undangan dan Hukum"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI MADRASAH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan dalam rangka mewujudkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa adanya diskriminasi;

b. bahwa untuk peningkatan mutu peserta didik, keahlian pengelolaan madrasah dan proses pembelajaran berwawasan keagamaan diperlukan lembaga pendidikan, salah satunya madrasah;

c. bahwa madarasah memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu, keadilan dan kesetaraan gender di bidang pendidikan;

d. bahwa berdasarkan pemetaan situasi dan kondisi madrasah dari aspek pengelolaan, proses pembelajaran, dan partisipasi masyarakat masih ada kesenjangan gender, karenanya perlu pembinaan dan pengembangan agar menjadi satuan pendidikan yang berwawasan kesetaraan gender;

e. bahwa Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional, menginstruksikan semua Kementerian/ Lembaga termasuk Kementerian Agama untuk melaksanakan pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional;

(2)

g. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, b, c, d, e dan f perlu menetapkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Madrasah Kementerian Agama Republik Indonesia;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi konvensi PBB tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Ellimination of all forms of Discrimantion Against Women, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277);

2. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.4301);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4769);

4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;

5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukkan dan Pengangkatan Menteri Negara Kabinet Indonesia Bersatu II;

6. Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam pembangunan Nasional;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGARUSUTAMAAN GENDER DI MADRASAH

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Madrasah adalah tempat proses belajar mengajar yang terkait dengan ajaran Islam dengan dipandu oleh kurikulum pendidikan umum yang mengacu kepada UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Penddikan Nasional.

(3)

memperhatikan kebutuhan, permasalahan, pengalaman aspirasi perempuan dan laki-laki di dalam lingkup pendidikan.

3. Pengarusutamaan Gender adalah strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki kedalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Pasal 2

Dengan Peraturan Menteri ini ditetapkan Pedoman Perencanaan dan Penganggaran Pada Pendidikan Islam Yang Responsif Gender sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 3

Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Madrasah Kementerian Agama Republik Indonesia sebagai acuan bagi Lembaga penyelenggara pendidikan yang berbasis Agama Islam di Madrasah baik di pemerintahan nasional, provinsi, kabupaten/kota dalam menyusun kurikulum, syllabus pembelajaran, dan sarana/prasarana di Madrasah serta menyusun program, kebijakan, dan program di Madrasah.

Pasal 4

Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Madrasah Kementerian Agama Republik Indonesia bertujuan agar peserta didik laki-laki dan perempuan mendapatkan akses, partisipasi, dan manfaat dari pendidikan Islam yang dibutuhkan.

Pasal 5

Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Madrasah Kementerian Agama memuat tentang:

a. Latar Belakang, landasan hukum, tujuan, sasaran, ruang lingkup, dan pengertian b. Konsep Gender dan Strategi Pengarusutamaan Gender

c. Prasyarat Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender

d. Pengintegrasian Gender pada Kebijakan, Program, dan Kegiatan di Madrasah.

Pasal 6

Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Madrasah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 memiliki indikator kinerja dan target, meliputi:

a. Tersusunnya kebijakan yang responsif gender dalam menyusun kebijakan, program, dan kegiatan di Madrasah;

b. Adanya keseimbangan kebutuhan spesifik baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal;

(4)

d. Diterapkannya satuan-satuan pendidikan yang berwawasan keadilan dan kesetaraan gender sehingga dapat memberikan dampak yang berlipat ganda terhadap peningkatan keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan dan kehidupan masyarakat;

e. Diterapkannya langkah-langkah pengarusutamaan gender di Madrasah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia laki-laki dan perempuan;

Pasal 7

Penetapan indikator kinerja dan target Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Madrasah dalam Pasal 6 merupakan target minimal yang harus dicapai oleh penyelenggara dan pengelolaan madrasah.

Pasal 8

(1) Kementerian/Lembaga teknis terkait melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Madrasah Kementerian Agama Republik Indonesia

(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Madrasah Kementerian Agama Republik Indonesia pada lembaga pelaksana pendidikan.

(3) Dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi Menteri dan Kementerian/Lembaga teknis terkait bekerja sama dengan Pemerintah Daerah. (4) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 8

Lembaga/unit pelaksana pendidikan bertanggung jawab untuk membuat laporan pelaksanaan Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Madrasah kepada instansi vertikal di atasnya secara berjenjang sampai kepada Menteri Agama dan tembusan kepada Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Pasal 9

Pendanaan pelaksanaan Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Madrasah Kementerian Agama Republik Indonesia bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Kementerian Agama), APBD, dan lembaga swasta penyelenggara pendidikan, dan sumber lain yang tidak mengikat.

Pasal 10

(1) Dirjen Pendidikan Islam melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Madrasah kepada instansi vertikal di bawahnya.

(5)

Pasal 11

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 15 Oktober 2010

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

REPUBLIK INDONESIA,

LINDA AMALIA SARI

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 15Oktober 2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

(6)

LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI MADRASAH KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengemukakan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Selanjutnya pada ayat (3) disebutkan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bahgsa yang diatur dengan undang-undang”.

Sepanjang sejarah madrasah merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang tetap konsisten dalam mewujudkan sumberdaya manusia yang beriman, bertakwa, dan cerdas, karena nilai-nilai keagamaan sangat subur dalam sistem pendidikan yang juga media perjuangan untuk mempertahankan ajaran-ajaran Islam secara fundamental (mendasar). Seharusnya proses pembelajaran dan pendidikan yang dianut sistem madrasah perlu dilestarikan dan dikembangkan dengan memberikan porsi perhatian yang seimbang mengingat peranannya yang sangat krusial.

Eksistensi madrasah diakui sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yang tidak dibedakan dengan lembaga pendidikan umum sejenis sebagaimana diatur pasal 17 dan 18 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyebutkan bahwa “Pendidikan Dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat sebagai pengakuan yuridis tersebut menjadi modal potensial bagi peningkatan peran madrasah dalam upaya pembangunan sektor pendidikan yang berkeadilan. Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa “Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

(7)

Genealogi madrasah memang lahir dari masyarakat pinggiran yang kemudian menjadi ciri identitas historis yang sulit dipisahkan dari dinamika madrasah dewasa ini. Kenyataan bahwa lebih dari 70% madrasah berada di perdesaan dapat menjadi gambaran betapa faktor geografis menjadi penghambat akses pendidikan bermutu bagi mayoritas siswa madrasah.

Berdasarkan pemetaan, situasi dan kondisi madrasah dari aspek pengelolaan madrasah, proses pembelajaran dan pertisipasi masyarakat cenderung menunjukkan adanya kesenjangan gender. Sebagai contoh dalam pengelolaan madrasah, meskipun peserta didiknya mayoritas perempuan termasuk gurunya tetapi yang menjadi pengelola dan kepala madrasah mayoritas masih didominasi oleh Laki-laki. Demikian pula dalam proses pembelajaran, laki-laki selalu dijadikan panutan dan contoh teladan. Padahal banyak anak perempuan yang juga mempunyai prestasi tetapi tidak dijadikan contoh teladan. Dalam partisipasi masyarakat, keberadaan komite Madrasah selalu didominasi oleh laki-laki, dan peran orang tua/wali dan keluarga dalam pendidikan masih seolah-olah menjadi kewajiban orang tua perempuan, bukan orang tua laki-laki dan keluarga yang bertangung jawab secara bersama-sama.

Kenyataan demikian, maka madrasah secara historis dan eksistensinya baik formal maupun informal keberadaan di masyarakat adalah sangat dibutuhkan, khususnya bagi masyarakat keluarga miskin di pedesaan. Oleh karena itu dinamika perkembangan kemajuan bangsa dan globalisasi akan sangat berpengaruh terhadap eksistensi dari madrasah itu sendiri. Agar madrasah tetap eksis dan diminati maka madrasah itu sendiri perlu melakukan reformasi pengelolaan dengan mengikuti perkembangan kemajuan di era globalisasi saat ini.

Perkembangan kemajuan yang dimaksud adalah antara lain dengan pendekatan atau strategi pengarusutamaan gender (PUG), dan bagaimana mengintegrasikan isu-isu gender dalam pengelolaan madrasah. Konteks gender yang perlu diaplikasikan dalam madrasah merupakan aplikasi dari komitmen masyarakat untuk mewujudkan adanya keadilan dan kesetaraan gender (KKG) dalam pengelolaan madrasah.

Undang–Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah memberi dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokrasi, desentralisasi, otomoni, keadilan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dengan demikian undang–undang tersebut telah menjamin adanya keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan khususnya di bidang pendidikan madrasah.

(8)

Madrasah memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu madrasah harus dibina dan dikembangkan agar menjadi satuan-satuan pendidikan yang berwawasan keadilan dan kesetaraan gender (gender responsif school) sehingga dapat memberikan dampak yang berlipat ganda terhadap peningkatan keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan dan kehidupan masyarakat.

Pengertian Madrasah yang berwawasan gender adalah madrasah dengan aspek akademik, lingkungan fisik, dan lingkungan masyarakat, memperhatikan secara seimbang kebutuhan spesifik baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Langkah dalam rangka mewujudkan madrasah yang berwawasan gender adalah dengan upaya pengintegrasian isu-isu gender ke dalam komponen-komponen madrasah antara lain sistem pengelolaan, kualitas atau mutu dan tata kelola yang baik. Hal ini akan melibatkan guru, orangtua, tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat sekitar, serta peserta didik laki-laki dan perempuan yang menyadari akan pentingnya keadilan dan kesetaraan gender dan mempraktekkan tindakan-tindakan yang adil dan setara dalam kehidupan sehari-hari.

Mengingat hal-hal tersebut di atas, perlu disusun pedoman pelaksanaan pengarusutamaan gender di madrasah sebagai upaya percepatan perwujudan tercapainya keadilan dan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan khususnya pendidikan di madrasah.

B. Landasan Hukum

7. Undang-udang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

8. Undang-undang No. 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi konvensi PBB tentang Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan (CEDAW) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 3277).

9. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.4301

10. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014;

11. Inpres No. 9 tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional;

12. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan.

C. Tujuan

(9)

D. Sasaran

Sasaran pedoman ini adalah para pengelola madrasah, para guru atau ustad dan ustadzah, dunia usaha/swasta dan kelompok-kelompok masyarakat yang berkepentingan.

E. Ruang Lingkup

Pedoman ini difokuskan pada konsep madrasah yang responsif gender, dengan mengacu pada konsep manajemen berbasis madrasah (MBS) yang mencakup: 1. Pengelolaan/Manajemen Madrasah

2. Proses Pembelajaran 3. Peran Serta Masyarakat

F. Pengertian Madrasah Responsif Gender

Madrasah yang responsif gender adalah madrasah yang memiliki aspek akademis, sosial, lingkungan fisik, maupun lingkungan masyarakat yang memperhatikan kebutuhan, permasalahan, pengalaman aspirasi perempuan dan laki-laki di dalam lingkup pendidikan.

BAB II

KONSEP GENDER DAN STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER

A. Konsep gender dan jenis kelamin (sex) 1. Pengertian Gender

Gender berasal dari bahasa Latin, yaitu “Genus”, berarti tipe atau jenis. Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrati dan bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan, merupakan konstruksi budaya sesuai dengan situasi dan kondisi serta dinamika yang ada di dalam masyarakat.

Sehingga dengan demikian, pengertian gender antara lain:

• Pengertian hubungan/relasi antara laki-laki dan perempuan yang dibuat oleh masyarakat /budaya.

• Merupakan konstruksi sosial yang didasarkan pada perbedaan jenis kelamin, tercermin pada konsep tugas, hak, fungsi, peran, tanggung jawab, sikap dan prilaku yang diberikan masyarakat/ budaya pada perempuan dan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam kehidupan pribadi.

• Hasil konstruksi sosial budaya tentang sifat-sifat feminim (keibuan) dan maskulin (kelelakian) berbeda karena masyarakat beragam dan dinamis, oleh karena itu pemahaman gender bisa berbeda menurut tempat dan waktu.

2. Perbedaan antara Jenis Kelamin (sex) dan Gender

(10)

Sedangkan gender tidak tetap, berubah-ubah, dinamis sesuai dengan situasi, kondisi dan dinamika masyarakat.

3. Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan, keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil yang dampaknya seimbang.

4. Keadilan Gender adalah perlakuan adil bagi perempuan dan laki-laki dalam keseluruhan proses kebijakan pembangunan nasional, yaitu dengan mempertimbangkan pengalaman, kebutuhan, kesulitan, hambatan sebagai perempuan dan sebagai laki-laki untuk mendapat akses dan manfaat dari usaha-usaha pembangunan; untuk ikut berpartisipasi dalam mengambil keputusan (seperti yang berkaitan dengan kebutuhan, aspirasi) serta dalam memperoleh penguasaan (kontrol) terhadap sumberdaya (seperti dalam mendapatkan/ penguasaan keterampilan, informasi, pengetahuan, kredit, dll).

5. Responsif Gender adalah perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-perbedaan perempuan dan laki-laki di dalam masyarakat yang disertai upaya menghapus hambatan-hambatan struktural dan kultural dalam mencapai kesetaraan gender.

6. Madrasah adalah tempat proses belajar mengajar yang terkait dengan ajaran Islam dengan dipandu oleh kurikulum pendidikan umum yang mengacu kepada UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Penddikan Nasional.

7. Isu Gender

• Adalah kesenjangan antara laki-laki dan perempuan yang mengakibatkan ketimpangan dan ketidakadilan yang berdampak negatif bagi perempuan dan laki-laki, pada saat ini kesenjangan gender terjadi terutama terhadap perempuan.

• Isu gender dalam pembangunan muncul karena manfaat pembangunan belum dirasakan adil oleh masyarakat (laki-laki dan perempuan), tetapi hasil pembangunan justru memunculkan adanya kesenjangan dimana perempuan mendapat dampak negatif yang lebih besar dibanding dengan dampak yang diterima laki-laki. Hal ini disebabkan oleh kenyataan peran dan hubungan relasi yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki.

Bentuk-bentuk ketidakadilan dan diskriminasi gender yang muncul kepermukaan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari adalah :

a. Stereotip atau pelabelan yang melekat dan diberikan oleh masyarakat terhadap peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat.

b. Marjinalisasi (Peminggiran) adalah bentuk peminggiran terhadap perempuan baik terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh Bangsa dan Negara secara keseluruhan yang bersumber dari keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi)

(11)

d. Kekerasan (Violence) adalah suatu bentuk serangan fisik, seksual dan non fisik psikis. Perempuan, pihak paling rentan mengalami kekerasan, dimana hal itu terjadi dikarenakan adanya marginalisasi, sub ordinasi, maupun stereotype diatas. Perkosaan, pelecehan seksual, pemukulan isteri/pacar, atau pembatasan hak, adalah contoh kekerasan yang paling banyak dialami oleh perempuan.

e. Beban Ganda adalah merupakan beban tugas dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang berat dan terus menerus, baik dilingkup rumah tangga maupun di luar rumah tangga. Misalnya seorang Ibu selain harus melakukan peran biologisnya seperti hamil, melahirkan, meyusui juga harus melayani suami, anak bahkan anggota keluarga lainnya yang tercakup dalam peran merawat dan mengurus rumah tangga. Namun kenyataannya perempuan juga berperan ikut mencari nafkah, dengan tetap melakukan semua tugas dan tanggung jawab yang disebutkan diatas. Misalnya laki-laki yang mempunyai tanggung jawab mencari nafkah juga diharuskan siskamling.

Dalam banyak kasus, perlakukan tidak adil banyak menimpa perempuan yang terjadi baik di rumah, tempat kerja dan di masyarakat yang tercipta karena:

a. Konstruksi budaya, sebagian besar budaya di Indonesia menganut budaya patriarkhi. Budaya patriarkhi memandang laki-laki lebih penting, lebih utama dan lebih berharga dibanding perempuan. Masyarakat yang patrilineal/ menganut garis laki-laki sudah pasti patriarkhis. Seperti yang terdapat pada suku tertentu, dimana pengambilan keputusan harus mengikut garis laki-laki. Perubahan identitas (sebutan/ panggilan) kepada perempuan yang sudah menikah, juga mengikuti nama suaminya.

Masyarakat yang matrilineal/menganut garis Ibu juga menerapkan budaya partiarkhis. Pemeliharaan harta pusaka yang berada ditangan perempuan. Pengambilan keputusan mengenai harta pusaka tersebut tetap berada di tangan laki-laki.

Perubahan identitaspun cenderung terjadi pada perempuan dibanyak masyarakat, dengan menggunakan identitas laki-laki pada perempuan yang sudah menikah, baik nama ataupun jabatan ( Ny. Bambang, ibu Jaksa/isteri Jaksa).

b. Hubungan laki-laki dan perempuan (relasi gender) yang tidak seimbang. Relasi yang tidak seimbang terjadi di semua institusi dan sejak usia dini, yang nampak dari cara mendidik dan memperlakukan anak perempuan dan laki-laki, pembedaan kewajiban /peran dan hak-hak, dan sebagian supaya tidak ada pandangan bahwa perkawinanlah yang membentuk relasi gender yang tidak setara.

4. Keadilan dan Kesetaraan Gender

(12)

Kesetaraan gender: “Persamaan kedudukan perempuan dan laki-laki di muka hukum, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis. Hak-hak perempuan dijamin dan setara dengan laki-laki tanpa mempersoalkan aspek gendernya”.

B. Pengarusutamaan gender

Upaya-upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender perlu dilakukan langkah sistimatis mulai dari bentuk organisasi terkecil dalam hal ini adalah keluarga sampai dengan organisasi besar yaitu Negara.

Langkah-langkah awal yang perlu dilakukan adalah :

• Melalui pengintergrasian gender dalam kehidupan sehari-hari yang dimulai sejak dini melalui pendidikan di dalam rumah tangga/keluarga dan di institusi pendidikan formal/informal termasuk madrasah.

• Strategi Pengarusutamaan Gender (gender mainstreaming)

Pengarusutamaan Gender adalah strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki kedalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Agar para pembuat dan pengambil kebijakan ( decision makers ) memiliki kepekaan gender, yaitu kepekaan terhadap perbedaan, kebutuhan dan kepentingan perempuan dan laki-laki dalam menyusun kebijakan dan program dalam tahapan dan proses pembangunan mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.

C. Konsep Gender di Madrasah

1. Komponen dan Realitas konsep gender di Madrasah

Dalam kaitan dengan manajemen pengelolaan madrasah, perspektif (pandangan) terhadap konsep gender sungguh mewarnai pola managerial madrasah. Jika pemahaman relasi gendernya bias/timpang, pada umumnya memiliki pengaruh secara signifikan terhadap pola manajemen madrasah yang dikembangkan. Begitupula sebaliknya, jika pengelola memiliki perspektif gender yang adil, pada saat yang sama mampu menciptakan nuansa manajemen madrasah yang responsif gender.

(13)

didahulukan laki-laki dengan alasan (1), laki-laki lebih vleksibel dan tangkas dalam menjalankan tugas dikarenakan banyaknya relasi sosial (2), perempuan memiliki sejumlah tanggungjawab domestik, sedangkan laki-laki sebaliknya. (3), untuk tujuan tauladan bagi siswa laki-laki sebagai calon pemimpin masa depan.

Matriks 1 laki, dengan alasan (1), laki-laki memiliki kemampuan

lebih secara alamiah, (2), laki-laki lebih memiliki peluang sukses daripada perempuan, (3), laki-laki pemimpin, (2), etika sosial (3), menyesuaikan kultur lembaga pendidikan Islam (4) keinginan menjaga nama

baik madrasah. (5), ingin menjaga kualitas, (6), perempuan kurang percaya diri. (7), berdasarkan kelam in , sesu n gguhn ya tidak sejalan berdasarkan n ilai-n ilai Ajaran Islam .

Tekstu alitas pan dan gan tersebu t berakar d ari ayat Qu r’an su rat

al-bahw a laki-laki adalah Qaw w am (pem beri nafkah atau pengatur urusan keluarga) dan tidak m en gatakan m ereka harus m enjadi qaw w am . Dapat dilihat bahw a adalah qaw w am m erupakan sebuah pern y ataan

1

(14)

kon tekstual, bukan norm atif. Sean dain y a al-Qur’an m en gatakan laki-laki harus jadi qaw w am , m aka ia akan m en jadi sebuah pern y ataan n orm atif, dan pastilah akan m engikat bagi sem ua perem puan pada sem ua zam an dan dalam sem ua keadaan . Tetapi Allah tidak m en gin kan hal itu”.2

Seh in gga keu n ggu lan laki-laki bu kan lah keun ggu lan jenis kelam in , tapi keun ggu lan fu n gsion al (u n tuk u ku ran m asyarakat Arab saat itu ), karen a laki-laki m en cari n afkah dan m em belan jakan h artan ya u n tu k perem pu an . Fun gsi sosial laki-laki seim ban g den gan perem pu an dalam h al tu gas

dom estik. Maka perlin dun gan dan n afkah yan g diberikan tidak dapat dian ggap sebagai keu n ggu lan laki-laki dari sisi jen is kelam in . Karen a

perem pu an telah berperan pada tu gas dom estik, laki-laki m en gim ban gin ya

den gan cara m en cari n afkah agar kebu tu h an kelu arga dapat terpen uh i,

seh in gga kon teksnya adalah kebersam aan peran . Dan tu gas dom estik ini

tidak selam an ya n orm atif diasu m sikan sebagai tu gas yan g ren dah diban din g m en cari n afkah n amu n ada kemungkin an beru bah , h al in i h an ya u ku ran “yan g sifatn ya kebetu lan ” dim an a tradisi lokal m asyarakat Arab

m en ggu n akan stan dar seperti itu . Maka sekali lagi, kata qaw w am bukan

m eru ju k pada “statu s” laki-laki yan g lebih tin ggi, (baca; secara n orm atif m en jadi pem im pin ), n amun lebih pada sisi “u ku ran fun gsion al” peran dalam keh idupan m asyarakat yan g m em an dan g bah wa m encari n afkah itu

lebih tin ggi n ilain ya diban din g tu gas dom estik.

Paradigm a gen der yan g bias sesu n ggu hn ya, tidak m en gun tu n gkan bagi

m an ajem en pen didikan dalam posisin ya sebagai agen t u n tuk m ewu judkan

ku alitas out put yan g dih adapkan kepada zam an yan g terus berproses

(baca: beru bah ) yan g m en gisyaratkan ku alitas, m enu ju terben tu kn ya insan

kom petitif yan g m em iliki rasa tan ggu n gjawab terh adap beragam n ya

persoalan keh idupan . Sehin gga praktek m an ajem en m adrasah idealn ya bu kan u n tu k m em baku kan tafsir yan g bias dan m itos-m itos berbau jenis kelam in , n am un sebagai institu si pendidikan h arus m em ain kan visi un tu k m en cerah kan pem ah am an m asyarakat yan g salah term asuk pem ah am an bias gen der. Sekaran g perlu m en getah ui pen apsiran u lan g aspek-aspek yan g terkait den gan perem pu an , karen a h al in i m en jadi dasar bagi terwu ju dn ya proses pendidikan yan g ideal.

2. Pen gelolaan Madrasah

Madrasah , sebagai lem baga pen didikan yan g con cern m eletakkan n ilai-n ilai

ke-Islam an , kem an usiaan , keadilan sosial, dewasa ini m endapat u jian seriu s. Salah satu persoalan yan g mu n cu l dian taran ya adalah pem ah am an gen der yan g tim pan g m aka dalam seju m lah kasu s m odel pen gelolaan m adrasah m em perlih atkan kondisi yan g ku ran g bersahabat den gan tu n tu tan in tegrasi relasi gen der dalam dun ia pen didikan . Beberapa persoalan m an agerial

dian taran ya: Pertam a, dim en si Struktu ral, (kesem patan m en dudu ki posisi

pim pin an) berdasarkan tem u an data; (1), Pim pin an Mdrasah dan

wakil-wakiln ya u mu m nya dipegan g oleh laki-laki, (2), m eskipu n jenjan g pen didikan

2

(15)

tin ggi, perem pu an m em iliki kesem patan san gat sem pit u n tu k m em im pin m adrasah ; (3), perem pu an serin g diposisikan sebagai adm in istrator dan

bagian keu an gan , n amun tetap dalam kendali laki-laki; Kedua, dim ensi

Fun gsion al, dalam seju m lah kebijakan , program dan kegiatan Madrasah ; (1), peran dan keterlibatan gu ru dan staf dalam seju m lah program serin g m en dahu lukan laki-laki daripada perem pu an ; (2), dalam stru ktu r kepanitiaan kegiatan , posisi ketu a serin g dipegan g oleh laki-laki. (3), perem pu an lebih serin g dilibatkan pada ran ah teknis, adm in istratif dan u rusan kon su msi; (4),

dalam seju m lah kegiatan laki-laki serin gkalim em egan g posisi m an agerial dan

m obilisator bagi su ksesn ya program ; Ketiga Dim en si Pen gem ban gan staf laki-laki serin g m en jadi delegasi.

Matriks 2 Pen gelola Madrasah

Kom pon en Keadaan

Dim en si Struktu ral

(16)

Sum ber: Rin gkasan Hasil Penelitian Biografi Cen ter, 20 0 9

Realitas m an ajem en tersebu t seben arn ya telah m enyim pan g dari keran gka

m an ajem en kepemim pin an pendidikan yaitu su atu kem am pu an

m em pen garuh i, m en gkoordin asikan dan men ggerakkan oran g-oran g lain yan g ada hu bun gan nya den gan pen gem ban gan pen didikan dan pelaksan aan pen gajaran agar kegiatan -kegiatan yan g dijalan kan dapat lebih efesien dan

efektif.. Kata ku n cin ya adalah “pen gem ban gan pen didikan” (Min d gate) yan g

dijalan kan secara “efektif dan efisien ” bu kan berpijak pada perbedaan jen is kelam in . Proses m an ajem en yan g efektif dan terwu judn ya pen didikan yan g

in ov atif, h anya dapat ditan gan i oleh oran g-oran g yan g m em iliki kem am pu an.

Seh arusnya pem etaan dalam h al pelaksan aan m an ajem en kepem impin an

m adrasah m en ggu n akan paradigm a structure of capacity yaitu berku alitas

tin ggi, sedan g, ren dah , lem ah , seju m lah staf m en dapatkan tu gas sesu ai

den gan kem am pu ann ya, bukan Structure of sex prim ordialism; m em

beda-bedakan jen is kelam in . In ilah perlu nya “ex-sen tralism e” yaitu kelu ar dari cara

sen tralitas laki-laki.3

Di sisi lain dalam h al peran fu n gsion al yan g sen an tiasa m en dahu lu kan staf laki-laki dari pada perem pu an m enu nju kkan m an ajem en kepem impin an ku ran g profession al. Stan dar jen is kelam in in i, secara h istoris m erupakan stan dar pada m asyarakat agraris, pem bu ru dan m eram u , serta in du stri, dim an a laki-laki lebih pada kegiatan yan g bersatu s tin ggi, berat, dan tu gas besar. Sebagai con toh , dalam m asyarakat agraris, pola relasi gen der ditan dai

sistem patriaki, yan g m em berikan peran an lebih besar kepada laki-laki.

Perem pu an m endapat pen gawasan ketat, dibatasi dan disisihkan dalam berbagai kegiatan seperti h ak m iliki, terlibat dalam politik, dan pen didikan . Sedan gkan tradisi m asyarakat pem bu ru dan m eram u , peran sosial terbagi m en jadi du a bagian yaitu pem bu ru u n tu k kau m laki-laki dan peram u u n tu k kau m perem pu an . Sem akin ban yak h asil bu ru an nn ya, m aka Laki-laki

sem akin m em iliki pelu an g prestise yan g lebih besar. Adapun pola m asyarakat

in dustri, laki-laki tetap dom in an di sektor profesi yan g m em pu nyai statu s tin ggi, seperti: arsitek, dokter, kon traktor, dan m an ager. Perem pu an dialokasikan pada sektor terten tu seperti; sekretaris, tu lis m enu lis, berhu bu n gan den gan pen gasuh an dan perawatan dan m asih sedikit yan g berperan dalam kelom pok profesion al dan ekseku tif. Seh in gga, secara kon septu al dan akadem is, tradisi tersebu t h arus posisikan sebagai sistem dan

pran ata yan g sifatn ya kasuistik, lokal, dan dibatasi oleh ru an g dan waktu .

Sem en tara, saat in i kebudayaan m asyarakat telah beru bah drastis, wacan a

dem okrasi, keadilan , kesetaraan m eru pakan kon sensu s sosial sebagai terapi

un tu k m em posisikan m anu sia pada pijakan n ilai-nilai ketuh an an dan

kem anu siaan . Maka agar m adrasah tetap lan ggen g (surv iv al) m am pu

bertahan dan din am is dalam sirku lasi kebu tuh an m asyarakat global, diperlukan m an ajem en yan g dem okratis, serta perlu an ya kearifan dalam pen gam bilan kebijakan . Kon seku en sin ya kepala m adrasah h endakn ya

m am pu m en jadi tokoh “Vision aire” atau sebagaim an a diun gkapkan Du fou r

dan Eaker, m em an age lem baga pen didikan yan g dapat m em bu mikan budaya;

3

Budy Munawar-Rahman, Islam dan Feminisme: dari Sentralisme kepada Kesetaraan, dalam Mansour Faqih, et al,.

(17)

pertam a, Shared Vision , m ission an d values, yakn i semu a staf m em iliki

kesam aan kom itm en , visi, m isi dan n ilai, kedua, Colletiv e in quiry, perlu n ya

pen gkajian terh adap sejum lah kebijakan secara bersam a-sam a, Collaborativ e

Team yaitu; adan ya kerjasam a team bu kan team buildin g secara kolaboratif;

bu kan h anya siswa dan gu ru yan g belajar, akan tetapi kepala m adrasah

h en dakn ya belajar kepada bawah an , keem pat, action orien tation and

experien tation yakni, berorien tasi pada tin dakan n yata dan orien tasi, kelim a, con tin ous im prov em en t yakni, m elakukan perbaikan secara teru s m en eru s, sebagai u paya u n tuk m em an faatkan su m berdaya yan g ada berdasarkan prin sip kesetaraan agar m ad rasah dapat berdiri tegak m em bawa visi idealn ya

yaitu m em persiapkan out put yan g cakap berkom petisi den gan zam an .4

Muhaimin,“Peran Kepala Madrasah dalam Pengembangan Masyarakat Belajar yang Profesional: Menyambut Otonomi Daerah”, Mimbar Pembangunan Agama, ( No. 174), Surabaya: DEPAG Jawa Timur, 2001.

5H.A.R. Tilaar,

Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21, Magelang: Tera Indonesia,

1998.

6

(18)

m adrasah . m adrasah .

praktis pelaksan aan PUG, an alisis

gen der, m odu l-m odu l pelatih an , dan gen der ceklist

7 Keterlibatan m asyarakat Peran serta/ Partisipasi m asyarakat

dalam ben tu k perwu judan

keterwakilan laki-laki dan perem pu an

dalam kom ite m adrasah dan

berbagai aktifitas m adrasah yan g perlu m elibatkan m asyarakat

B. In dikator Keberh asilan PUG

a. Adan ya peratu ran kebijakan yan g m en du kun g tercapain ya kesetaraan

gen der.

b. Pen yusun an Ren can a Kegiatan An ggaran Madrasah (RKAM) dan

Ku riku lu m Tin gkat Satu an Pen didikan (KTSP) yan g terdiri dari ren can a

persiapan pem belajaran (RPP) dan Silabus yan g respon sif gen der.

c. Adan ya peren can aan program kegiatan yan g diben tu k oleh kepala

(19)

d. Adan ya su m ber daya m anu sia, yan g terdiri dari ten aga pen didik (gu ru )

dan kepen didikan (adm in istrasi) yan g m em adai dalam m en du kun g

pelaksan aan pen gin tegrasian gen der di m adrasah .

e. Adan ya duku n gan pendan aan saran a dan prasaran a pen didikan yan g

m em adai dalam m en du kun g pelaksan aan pen gin tegrasian gen der di m adrasah .

f. Adan ya data terpilah berdasarkan jen is kelam in (dis-aggregated data)

yan g diin tegrasikan pada sistem pen dataan yan g ada, serta duku n gan

sistem in form asi gen der yan g san gat dibu tuh kan dalam m elaku kan

an alisis gen der.

g. Tersedian ya alat-alat dan In stru m en bagi peren can aan , pen gan ggaran ,

m on itorin g dan evalu asi yan g san gat sederh an a dan mudah dilaksan akan den gan in dikator-indikator gen der.

h . Du kun gan kelem bagaan dan peran kom ite m adrasah dan du kun gan

lin gku n gan m asyarakat di sekitar m adrasah .

BAB IV

PENGINTEGRASIAN GENDER PADA KEBIJ AKAN, PROGRAM DAN KEGIATAN MADRASAH

A. Pen gelolaan / Man ajem en Madrasah

Pen gin tegrasian gen der pada kebijakan , program dan kegiatanm adrasah akan

dimu lai pada sistem pen gelolaan atau m an ajem en m adrasah itu sen diri yaitu

a. Organ isasi dan Budaya Madrasah

Organ isasi dan Bu daya m adrasah yang dapat m en du kun g dan

m en gakom odasikan adan ya perbedaan , pen galam an dan kebu tuh an spesifik an ak laki-laki dan an ak perem pu an seh in gga baik sistem organ isasi yan g disusu n dan budaya serta perilaku dalam m adrasah berkeadilan bagi an ak laki-laki m aupu n perem pu an . Melalu i pen gin tegrasian gen der dalam organ isasi dan budaya m adrasah akan m em berikan , pertam a, adan ya akses dan kon trol terh adap su m berdaya, berpartisipasi dalam pen gam bilan

kepu tu san , dan m en dapatkan m an faat yan g sam a bagi kedu an ya. Kedu a,

adan ya karakter kerja, kesem patan dan tu gas ku ltu r yan g berbeda an tara laki-laki dan perem pu an dalam keh idu pan pribadi m aupun dalam m en jalan kan tu gas kedin asan ; Ketiga, Adan ya data dan in form asi terpilah m enu ru t jen is kelam in yan g digu n akan oleh gu ru dan kepala m adrasah un tu k an alisis pendidikan yan g berpih ak pada laki-laki dan perem pu an secara seim ban g; Keem pat, Kesetaraan dalam m en em pati jabatan stru ktu ral dan / atau jabatan fu n gsion al di m adrasah , m elaku kan pen gen dalian terh adap program serta m em peroleh m an faat yan g sam a; Kelim a ; adan ya kesam aan dan kesem patan dalam m en erim a m an faat bagi pen gelola, pen didik, dan peserta didik laki-laki m aupun perem pu an dari berbagai kebijakan dan program Pem erin tah .

b. Saran a dan Prasaran a

Saran a dan parasaran a dalam ben tu k ban gun an , kelen gkapan san itasi dan air bersih , fasilitas penu njan g seperti perpustakaan , lab. kom pu ter, lab bah asa, dan Lapan gan / alat-alat/ pakaian olah raga dan akses jalan dapat diakses serta m em en uhi kebu tuh an khusu s baik laki-laki m au pun perem pu an , an ak laki-laki m au pun an ak perem pu an .

(20)

dan layak, adan ya cerm in dan tem pat gan tu n gan .

c. Adm in istrasi Madrasah

Adm in istrasi m adrasah yan g terdiri dari bu ku in duk siswa, buku in duk pegawai, bu ku leger (ku m pu lan nilai-nilai), absen si siswa, absen si gu ru dan lain -lain h arus berdasarkan jen is kelam in , tersim pan rapih , dan mudah diakses oleh siswa m aupun gu ru -gu ru . Oleh karen a itu diperlu kan m ekan ism e pen yimpan an dan pen garsipan .

d. Kebijakan dan Pen gelolaan Madrasah

Kebijakan dan pen geloaan m adrasah adalah berbagai kebijakan kepala m adrasah dan kom ite m adrasah yan g m em perh atikan kebu tuh an spesifik laki-laki dan perem pu an seh in gga kedu a m en dapatkan akses dan m an faat dari kebijakan dan kepu tusan tersebu t.

B. Proses Pem belajaran

Pen gin tegrasian gen der dalam proses pem belajaran akan dim u lai dari adanya pen yusu n an m ateri dan m etode pem belajaran , peren can aan pem belajaran , pen ggun aan bah asa, pen ataan ru an g dan in teraksi kelas, in teraksi gu ru den gan oran gtu a, pen gelolaan pu bertas yan g respon sif gen der dan isu peleceh an seksu al. Melalu i pen gin stegrasian gen der dalam proses pem belajaran dilin gkun gan m adrasah dih arapkan akan m en gin dikasikan h al-h al sebagai beriku t :

§ Tersu sunn ya pem belajaran yan g m em berikan adan ya akses, partisipasi,

kon trol,dan m an faat yan g sam a dari kegiatan belajar di m adrasah , den gan

m en gakom odasikan perbedaan kon stru ksi gen der dalam proses

pem belajaran di m adrasah .

• Adan ya jam in an peroleh an h ak dan kewajiban yan g sam a dalam belajar di

m adrasah, m isalnya sam a-sam a dapat belajar secara aktif, kreatif, efektif,

dan m en yen an gkan .

• Adan ya kesem patan dan cara yan g efektif un tu k berbagi pen galam an h idup

yan g cen deru n g m em iliki pen galam an yan g berbeda.

• Berku ran gn ya pola-pola dan perilaku m adrasah yan g dapat m eru gikan

m em argin alkan salah satu jen is kelam in ; m isaln ya adan ya kebebasan yan g sam a an tara laki-laki dan perem pu an dalam m em ilih pelajaran sesu ai m in at dan bakat.

• Tersedian ya pelayan an yan g baik dan berm u tu dari ten aga pen didik u n tu k

siswa-siswa yan g m em iliki kebu tuh an khu sus (term asu k yan g su lit belajar).

• Terjam in adanya peran yan g beragam dibandin gkan den gan peran -peran

tradision al m ereka den gan tan pa h am batan budaya dalam keh idupan m ereka m elalu i pem belajaran di m adrasah .

• Adan ya bah an ajar yan g ada di m adrasah seperti bu ku teks pelajaran , buku

pen gayaan , bu ku bacaan , serta bah an dan alat peraga pen gajaran yan g respon sif gen der.

• Tersedian ya ten aga pen didik yan g sen sitifgen der.

• Tersedian ya saran a prasaran a yan g respon sfi gen der.

C. Peran Serta Masyarakat

1. Peran kom ite m adrasah

(21)

kean ggotaan dari kom ite m adrasah m en dapat keseim ban gan an tara laki-laki dan perem pu an . Dalam kom ite m ad rasah peran gen der akan san gat diten tu kan apabila keterwakilan perem pu an dalam kom ite su dah dapat diakom odasikan . Keterlibatan perem pu an dalam kom ite m ad rasah baik sebagai pen gu ru s m aupun an ggota dan pelaksan a program kegiatan adalah m eru pakan perwuju dan pelaksan aan akun tabilitas dan tran sparan si pem ban gun an bidan g pen didikan yan g respon sif gen der.

2. Peran oran gtu a/ wali dan kelu arga

Un tu k kepen tin gan pen didikan an ak peran oran gtu a/ wali dan kelu arga dalam pen gam bilan kepu tu san h aru s dilaku kan secara bersam a-sam a. Oleh karen a itu peran oran gtu a/ wali dan kelu arga h aru s seim ban g.

3. Peran m asyarakat sekitar m adrasah

Masyarakat disekitar m adrasah m em pun yai peran yan g san gat pen tin g dalam m em berikan du kun gan lin gkun gan pem belajaran khu susnya dilu ar m adrasah . Oleh karen a itu peran m asyarakat dalam berperilaku dan bertindak akan san gat berpen garu h besar terh adap lin gkun gan pem belajaran disekitar m adrasah .

4. Peran m asyarakat u mu m , dan lain-lain

Masyarakat u mu m dalam h al in i adalah lin gku n gan m asyarakat di lu ar m adrasah yan g lebih lu as lagi, con toh m asyarakat desa dan kecam atan dim an a m adrasah berada ju ga akan m em berikan pen garuh kepada perilaku dan cara bertin dak peserta didik dalam pem belajaran .

BAB V PENUTUP

Pen gin tegrasian gen der dalam lin gku n gan m adrasah m eru pakan upaya m en yertakan secara seim ban g an tara laki-laki dan perem pu an dalam kesem patan kepesertaan n ya dalam pen didikan di m adrasah . Dilaksan akan nya pen gin tegrasian gen der dalam lin gkun gan m adrasah akan san gat tergan tu n g pada komitm en dari para pen gelola m adrasah , gu ru -gu ru , serta du ku n gan m asyarakat di lin gku n gan sekitar.

Dih arapkan akan tersusun peren can aan , pen gan ggaran , pelaksan aan ,

pem an tau an , dan evalu asi pada kebijakan , program dan kegiatan pen gelolaan

m adrasah den gan baik serta dilaksan akan den gan kon sisten sebagai proses pem belajaran dalam m em ben tu k sikap kepribadian peserta didik yan g sen sitif akan kebu tuh an , aspirasi, perm asalah an dan pen galam an laki-laki dan perem pu an .

Pada dasarn ya pen didikan dalam lin gku n gan m adrasah adalah tan ggu n g

jawab bersam a an tara oran g tu a/ wali dan kelu arga, m asyarakat, gu ru dan pen gelola

m adrasah yan g akan m en un jan g adan ya pem ben tu kan wawasan pen getahu an , keteram pilan dan peru bah an sikap dari proses pem belajaran di lin gku n gan m adrasah yan g sen sitif akan akan kebu tuh an , aspirasi, perm asalah an dan pen galam an laki-laki dan perem pu an .

(22)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Akh iru din ,Lc. 20 0 8 , Mengapa Madrasah di m argin alkan ?, Webm aster,

J akarta,

2. Bu dy Mun awar-Rah m an , 1996, Islam dan Fem in ism e: dari Sen tralism e

kepada Kesetaraan, dalam Man sou r Faqih , et al,. Mem bincan g

Fem in ism e: Diskursus Gen der Perspektif Islam, Risalah Gusti, Su rabaya.

3. Direktorat Mad rasah , 20 0 8 , Gam baran um um Data Pendidikan pada

Madrasah Tahun 20 0 4-20 0 5, J akarta.

4. Fatah Syu ku r, 20 0 8 , Madrasah dan Pem berday aan , Webm aster, J akarta.

5. KPP & PA, 20 10 , Draft Pan duan Perencan aan dan Pengan ggaran

Respon sif Gender (PPRG), KPP PA, J akarta.

6. Muh aim in , 20 0 1, “Peran Kepala Madrasah dalam Pengem bangan

Masy arakat Belajar y an g Profesion al: Men y am but Oton om i Daerah”, Mim bar Pem ban gu n an Agam a, (No. 174), Su rabaya: DEPAG J awa Timu r.

7. Roh m at Mu lyan a, 20 0 8 , Quo Vadis Madrasah, Webm aster, J akarta.

8 . R. Tilaar, 1998 , Beberapa Agen da Reform asi Pendidikan N asion al Dalam

Perspektif Abad 21, Tera In don esia, Magelan g.

9. Yusu f Su pian di, 20 0 8 , Bun ga Ram pai Pengarusutam aan Gen der,

Yayasan Kah fi, J akarta.

10 .Yun ah ar Ilyas, 1998 , Fem in ism e dalam Kajian Tafsir al-Qur’an Klasik

dan Kon tem porer, Pu staka Pelajar. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

"Ah, sudah cantik pintar memasak lagi," kata Ruma Bicara sambil rna tanya terus memandang wajah istri Sangaji Ana Ana.. "Nah, Tuan rupanya lupa menyampaikan maksud

Menimbang : bahwa untuk memberikan pedoman yang berlaku umum bagi fakultas/ departemen/program, dan sivitas akademika di lingkungan Universitas Indonesia, dalam

Pada hari yang sama, untuk proses presensi kedatangan maupun kepulangan seorang karyawan sebaiknya dilakukan oleh satu teller.. Hal ini disarankan agar tidak terjadi

Penggunaan video pembelajaran IPA umumnya sangat diminati oleh semua siswa MIN Kroya, sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan terhadap 27 responden yang

Keseluruhan indikator dituangkan dalam 28 item pertanyaan yang diukur dengan menggunakan lima poin skala likert untuk mengukur tingkat profesionalisme akuntan publik,

Fizar Perdana, nomor : 029/FP/X/ 2017 Tanggal 08 Oktober 2017, maka sesuai aturan sebelum kami mengusulkan perusahaan saudara sebagai calon pemenang atau pemenang cadangan,

[r]

La depresión de la función ventricular no es inusual en el paciente isquémico y supone un riesgo de insu- ficiencia cardiaca, sobre todo si el paciente recibe pautas de