POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA
di KAB. SUMBA TIMUR
Perekonomian Provinsi NTT secara sektoral, masih didominasi oleh
aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak
sektor pertanian berasal dari subsektor tanaman pangan. Sementara sektor
sekunder dan tersier ditempati oleh sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan
hotel dan restoran. Namun demikian, fenomena dari ketiga sektor tersebut,
secara perlahan cenderung menunjukkan adanya pergeseran. Performa sektor
sekunder dan tersier dalam beberapa tahun terakhir relatif lebih ekspansif
dibandingkan primary sector dalam hal ini sektor pertanian. Hal ini
mengakibatkan share dari sektor pertanian yang cenderung menurun,
sedangkan untuk dua sektor lainnya justru mengalami kondisi yang
berkebalikan. Salah satu faktor penyebab kurang bergairahnya sektor pertanian
disebabkan oleh sistem pola tanam yang selama ini dijalankan oleh masyarakat
atau petani di Provinsi NTT. Sebagian dari mereka masih menggunakan
teknologi tradisional dalam menjalankan usaha tani, seperti : mengolah tanah
dengan sistem tebas bakar, menggunakan bibit lokal, jarang atau bahkan tidak
mengunakan pupuk atau pestisida, mengunakan pola tanam campuran yang
tidak beraturan. Bahkan kebun-kebun ada yang tidak dipagar sehingga hewan
liar bebas keluar masuk merusak tanaman. Di Provinsi NTT, lahan pertanian pada
subsektor tanaman pangan paling banyak digunakan untuk penanaman
komoditi jagung. Hal ini tercermin dari luas panen untuk tanaman jagung yang
relatif lebih besar dari komoditi yang lain. Pada tahun 2006 luas panen tanaman
jagung mencapai 252.410 ha. Sekitar 252.410 ha lahan pertanian jagung yang
tersebar di provinsi NTT.
Bagi Indonesia, perkembangan komoditi jagung merupakan salah satu
komoditas strategis dan bernilai ekonomis. Dalam beberapa tahun terakhir
kebutuhan jagung terus meningkat, yang seharusnya dapat dipakai sebagai
momentum untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Disamping sebagai
makanan pokok sebagian masyarakat Indonesia, jagung juga berfungsi sebagai
bahan pakan ternak dan bahan baku industri makanan. Seiring dengan
Triwulan II - 2008
|
|
Kajian Ekonomi Regional NTT2
satu input dalam produksi ternak. Sampai dengan akhir tahun 2006, Indonesiamasih belum mampu mencukupi kebutuhan untuk konsumsi jagung dalam
negeri. Oleh karena itu dengan potensi yang dimiliki dan prospek pasar yang
menjanjikan, pengembangan komoditas jagung perlu ditindaklanjuti dengan
langkah-langkah strategis, yang sebelumnya perlu didahului dengan kajian.
Melalui koordinasi dan kerjasama yang terarah dengan semua stakeholders,
provinsi NTT memiliki peluang untuk meningkatkan produksi jagung dengan
tetap memperhatikan kualitas.
Kondisi Sekarang
Bagi petani di Kab. Sumba Timur, hasil panen jagung tidak semata-mata
dijual, namun ada sebagian yang disimpan sebagai stok untuk mencukupi
kebutuhan pangan. Apabila dijual, petani tidak langsung menjual ke pasar tetapi
melalui pengumpul di wilayahnya masing-masing. Ada juga yang melalui
papalele, ataupun dengan sistem ijon. Di beberapa desa terkadang ada pasar
mingguan. Meskipun terdapat berbagai alternatif, petani tetap pada sisi yang
dirugikan. Karena nilai tambah (value added) terbesar bukan dinikmati petani,
tetapi dirasakan oleh pedagang pengumpulnya.
Gambar 1. Rantai Pemasaran di Kab. Sumba Timur
Bagi petani Kab. Sumba Timur, umumnya masih enggan menggunakan
bibit hibrida. Hal ini dikarenakan jagung hibrida relatif lebih tidak tahan lama
dibandingkan jagung lokal. Padahal dari segi produktivitas jagung hibrida jauh
lebih unggul. Bagi petani permasalahan utama adalah ketersediaan pasar dan
jaminan harga disaat masa panen tiba.
Rp.1000,00
Pasar Sumba Timur & Sumba Barat
Model Pengembangan
Oleh karena itu perlu dirancang sebuah mekanisme pola pengembangan
komoditi jagung, secara khusus untuk wilayah Kab. Sumba Timur. Pola
pengembangan inti-plasma yang sudah cukup memberikan keberhasilan,
bahkan di negara maju seperti Jepang bisa diterapkan dalam pengembangan
jagung di Kab. Sumba Timur. Dalam model inti-plasma tersebut, terdapat
beberapa stakeholders yang bisa terlibat, antara lain : PT AAI sebagai usaha inti,
petani, bank, koperasi, farm supplier, Feed Mills Industry. Bentuk kerja sama
seperti gambar berikut.
Gambar 2. Rantai Pemasaran di Kab. Sumba Timur
PT Ade Agro Industri (PT. AAI) dalam pola kerja sama ini berfungsi
sebagai inti. Melalui PT AAI seluruh produksi dari para petani akan diolah
(dikeringkan dengan dryer) sebelum dikirimkan ke konsumen yang dalam hal ini
juga merupakan industri. Industri yang menjadi konsumen umumnya bergerak
dibidang feed mills industry. Kemudian PT AAI bisa melibatkan pihak lembaga
keuangan, yang dalam hal ini perbankan untuk melakukan pembayaran hasil
panen. Perlu menjadi perhatian, bahwa hasil panen petani sebaiknya tidak dijual
langsung kepada PT AAI namun melalui koperasi. Fungsi koperasi dalam skema
ini sangat penting terutama dalam rangka menjaga kestabilan harga jagung di
saat musim panen tiba.
Triwulan II - 2008
|
|
Kajian Ekonomi Regional NTT4
Dilibatkannya koperasi dalam pola pengembangan inti-plasma tentunyamemiliki maksud dan tujuan. Koperasi memiliki peran yang sangat strategis, baik
bagi petani (plasma), maupun bagi PT AAI (inti). Koperasi akan membeli seluruh
keperluan produksi bagi petani, baik pupuk, obat-obatan maupun keperluan
lain yang terkait dengan input produksi. Setelah petani memasuki masa panen,
setiap petani yang mengambil bahan baku di koperasi wajib menjual hasil
panennya kepada koperasi. Pembayaran koperasi kepada petani bisa
memanfaatkan perbankan. Penggunaan lembaga keuangan, dalam hal ini bank
sangat mendukung efisiensi dalam melaksanakan transaksi pembayaran.
Dengan pola inti plasma, petani sebenarnya memiliki keuntungan
tersendiri. Petani tidak memerlukan effort guna mendapatkan input produksi,
dikarenakan seluruh kebutuhan produksi sudah disediakan oleh koperasi.
Kemudian petani juga tidak perlu mencari pasar untuk menjual hasil panennya,
karena melalui koperasi akan langsung dijual kepada PT. AAI. Selain itu petani
tidak perlu khawatir akan mengalami kerugian karena turunnya harga disaat
musim panen, karena koperasi yang akan menjaga harga jagung pada level
yang tetap menguntungkan bagi petani.
Simpulan
1. Upaya peningkatan produksi dan produktivitas komoditi jagung secara teknis
dapat dilakukan, mengingat masih rendahnya tingkat produksi aktual
dibandingkan produksi potensialnya.
2. Pengembangan komoditi jagung tidak dapat dilakukan hanya dari sisi
on-farm saja, melainkan harus ada integrasi seluruh rantai produk dari hulu
sampai hilir. Hal ini akan meningkatkan nilai tambah (value added) dan
memberikan multiplier effect kepada sektor ekonomi yang lainnya (industri).
Rekomendasi
1. Diperlukan arah yang jelas mengenai pengembangan komoditi jagung.
Secara umum pengembangan komoditi jagung dapat diarahkan untuk
program pemenuhan kebutuhan pangan (ketahanan pangan) atau lebih
berorientasi agrobisnis. Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi yang saling
2. Dalam era otonomisasi seperti saat ini, komitmen pemerintah daerah masih
belum optimal. Terlalu banyak hal yang harus dikerjakan untuk penguatan
ekonomi di masing-masing wilayah, akibatnya terkesan kurang fokus, yang
tercermin dari kurangnya dukungan dari alokasi anggaran pemerintah. Selain
itu, koordinasi antar masing-masing pemerintah daerah, maupun dengan
pemerintah provinsi juga terkesan kurang optimal.
2. Dalam era otonomisasi seperti saat ini, komitmen pemerintah daerah masih
belum optimal. Terlalu banyak hal yang harus dikerjakan untuk penguatan
ekonomi di masing-masing wilayah, akibatnya terkesan kurang fokus, yang
tercermin dari kurangnya dukungan dari alokasi anggaran pemerintah. Selain
itu, koordinasi antar masing-masing pemerintah daerah, maupun dengan
pemerintah provinsi juga terkesan kurang optimal.
3. Perlunya peran dan komitmen lembaga pembiayaan (perbankan) di NTT
untuk turut serta memberikan ruang bagi para petani untuk dapat
memperoleh fasilitas kredit dengan skim-skim khusus tertentu.
3. Perlunya peran dan komitmen lembaga pembiayaan (perbankan) di NTT
untuk turut serta memberikan ruang bagi para petani untuk dapat
memperoleh fasilitas kredit dengan skim-skim khusus tertentu.
4. Perlunya bantuan fasilitas dan pendampingan teknis oleh instansi terkait
kepada petani dengan lebih intens untuk meningkatkan pengetahuan dan
perilaku petani di pedesaan
4. Perlunya bantuan fasilitas dan pendampingan teknis oleh instansi terkait
kepada petani dengan lebih intens untuk meningkatkan pengetahuan dan
perilaku petani di pedesaan