• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN PERWATAKAN TOKOH UTAMA ROMAN LA CONSOLANTE KARYA ANNA GAVALDA (KAJIAN PSIKOANALISIS).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERKEMBANGAN PERWATAKAN TOKOH UTAMA ROMAN LA CONSOLANTE KARYA ANNA GAVALDA (KAJIAN PSIKOANALISIS)."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN PERWATAKAN TOKOH UTAMA ROMAN LA CONSOLANTE KARYA ANNA GAVALDA

(KAJIAN PSIKOANALISIS)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Resti Suryati 10204241018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA PRANCIS FAKULTAS BAHASA DAN SENI

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

Hidup dan segala yang dimiliki dan dihadapi adalah amanah dar i Allah SW T dan saya dilar ang untuk kehilangan keper cayaan dar i Allah SW T

(Resti Sur yati).

Bila Anda belum menemukan peker jaan yang sesuai dengan bakat Anda, bakatilah peker jaan Anda sekar ang. M aka Anda akan tampil secemer lang

yang ber bakat (Anonim).

(6)

vi

Untuk jantung dan nadiku, yang tercinta ibu

Untuk nyawa dan nafasku, yang terkasih ibu

Untuk kesempurnaan dan kebahagiaanku, yang terutama ibu

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya sampaikan ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Berkat rahmat, hidayah dan inayah-Nya akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perkembangan Perwatakan Tokoh Utama Roman La Consolante Karya Anna Gavalda (Kajian Psikoanalisis)” untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, saya menyampaikan terima kasih kepada Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, dan Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis yang telah memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan kepada saya.

Rasa hormat, terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada pembimbing, yaitu Dra. Alice Armini, M.Hum. yang dengan penuh kesabaran, kearifan dan kebijaksanaan telah memberikan bimbingan, arahan dan dorongan yang tidak henti-hentinya di sela-sela kesibukannya.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh dosen dan staff jurusan Pendidikan Bahasa Prancis FBS UNY, kepada teman sejawat Afidah, Adelia, Yulia, Dama, Nurul, Farida, teman-teman Camouflage Fari, Swastika, Sanggar, Ari, Anis, Hamdan, Mas Yudi, Hanifa, Dora, Eva dan lainnya, mbak Eka, kepada sahabat dan teman-teman di Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis serta semua pihak yang telah memberikan dukungan moral, bantuan dan dorongan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan studi dengan baik.

(8)
(9)

ix A. Roman sebagai Sebuah Karya Sastra... 8

B. Analisis Struktural... 9

1. Alur... 11

2. Penokohan ... 18

3. Latar ... 20

4. Tema... 22

C. Keterkaitan Antarunsur Intrinsik dalam Karya Sastra ... 23

(10)

x

C. Inferensi... 40

D. Teknik Analisis Data ... 40

E. Validitas dan Reliabilitas ... 41

BAB IV ANALISIS STRUKTURAL ROMAN LA CONSOLANTE KARYA ANNA GAVALDA A. Wujud Alur, Penokohan, Latar dan Tema dalam Roman La Consolante Karya Anna Gavalda 1. Alur ... 43

2. Penokohan ... 58

3. Latar ... 76

4. Tema... 87

B. Wujud Keterkaitan antara Alur, Penokohan, Latar dan Tema dalam Roman La Consolante Karya Anna Gavalda ... 88

BAB V PERKEMBANGAN PERWATAKAN TOKOH UTAMA ROMAN LA CONSOLANTE KARYA ANNA GAVALDA A. Perkembangan Perwatakan Tokoh Utama Roman La Consolante Karya Anna Gavalda ... 91

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan... 111

B. Implikasi... 113

C. Saran... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 115

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Tahap Penceritaan dalam Roman La Consolante

(12)

xii

Gambar 2: Bagan Alur Roman La Consolante Karya Anna Gavalda ... 54

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampran 1: Sekuen Roman La Consolante Karya Anna Gavalda... 119

(14)

xiv

10204241018 Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mendeskripsikan wujud unsur-unsur intrinsik roman berupa alur, penokohan, latar dan tema, (2) mendeskripsikan wujud keterkaitan antarunsur berupa alur, penokohan, latar dan tema, dan (3) mendeskripsikan wujud perkembangan perwatakan tokoh utama roman La Consolante karya Anna Gavalda.

Subjek dalam penelitian ini adalah roman La Consolante karya Anna Gavalda yang terbit pada tahun 2008. Objek penelitian ini adalah : (1) wujud unsur intrinsik roman berupa alur, penokohan, latar dan tema, (2) wujud keterkaitan antarunsur intrinsik roman dan (3) wujud perkembangan perwatakan tokoh utama roman La Consolante tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif dengan teknik analisis konten. Sedangkan validitas data diperoleh dengan validitas semantik dan reliabilitas yang digunakan adalah reliabilitas intra-rater, yaitu dengan pembacaan dan penafsiran teks roman La Consolante karya Anna Gavalda dan didukung dengan teknik expert judgement.

(15)

xv

LE DÉVELOPPEMENT CARACTÈRIEL DU PERSONNAGE PRINCIPAL

DE ROMAN LA CONSOLANTED’ANNA GAVALDA

(L’APPROCHE PSYCHANALITIQUE) intrinsèques du roman sous forme de l’intrigue, de personnage, d’espace et de thème, (2) de décrire la relation parmi les éléments intrinsèques du roman, et (3) de décrire le développement de caractère du personnage principal de roman La Consolanted’Anna Gavalda.

Le sujet de cette recherche est le roman La Consolante d’Anna Gavalda publié en 2008. Les objets de cette étude sont : (1) les éléments intrinsèques qui forment l’histoire de ce roman sous forme de l’intrigue, de personnage, d’espace et de thème, (2) la relation parmi ces éléments intrinsèques et (3) le développement de caractère du personnage principal de roman. La méthode utilisée dans cette recherche est la méthode descriptive-qualitative avec la technique d’analyse du contenu. La validité se fonde sur la validité sémantique. Alors que la fiabilité est examinée par la lecture et par l’interprétation du roman et la fiabilité du jugement d’expertise.

(16)

1

Karya sastra adalah suatu hasil ciptaan manusia yang memiliki berbagai macam fungsinya, dihasilkan dari proses kerja yang bersifat seni (Auzou, 2008: 1562). Minderop menambahkan dalam bukunya (2010: 55) bahwa karya sastra merupakan kreasi dari suatu proses kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi setengah sadar dan dituangkan ke dalam bentuk sadar. Ia juga menyatakan bahwa sebuah karya sastra menampilkan berbagai watak tokoh, baik imajinatif maupun réel, dan menampilkan berbagai problem psikologis. Milner (via Apsanti, 1992: 19) juga mengemukakan bahwa banyak psikiater yang menggunakan karya sastra untuk mengambil berbagai contoh keadaan yang tidak sehat.

Berdasarkan kutipan yang terdapat pada paragraf pertama di atas dapat disimpulkan bahwa karya sastra adalah suatu karya ciptaan manusia, hasil dari proses seni dan kreativitas, dibuat untuk mengungkapkan ide, gagasan, atau permasalahan kejiwaan yang disajikan oleh pengarang kepada pembacanya. Di sini terlihat bahwa karya sastra menggambarkan sesuatu yang terjadi dalam kehidupan, kaitannya dengan kejiwaan seorang manusia baik nyata maupun imajnasi.

(17)

2

Roman est œuvre littéraire, récit en prose génés, assez long dont l’intérêt est dans la narration d’aventure, l’étude de mœurs ou de caractères, l’analyse de sentiments ou de passions, la représentation, objective ou subjective du réel.

Kutipan di atas menyatakan bahwa roman adalah sebuah karya sastra yang berupa prosa, panjangnya cukupan yang menitikberatkan pada cerita-cerita petualangan, pembahasan tentang adat istiadat atau berbagai karakter, uraian terhadap perasaan atau gairah, perwujudan, baik secara objektif atau subjektif tentang sebuah kenyataan.

Karya sastra, khususnya roman, yang dijadikan subjek kajian dalam penelitian ini adalah roman La Consolante karya Anna Gavalda yang diterbitkan pada tahun 2008. Roman ini menceritakan kisah tokoh Charles Balanda yang berkelana mencari kesembuhan atas kekalutan hatinya akibat kematian tokoh Anouk, ibu dari sahabat lamanya bernama Alexis. Charles mengalami kekacauan dalam hati dan kehidupannya setelah menerima berita kematian Anouk, wanita yang usianya 20 tahun lebih tua darinya. Dalam perjalanannya, Charles menemukan berbagai kenyataan dan pengakuan yang semakin membuatnya terpukul, namun hal tersebut justru mengantarkannya menemukan seorang wanita yang juga merupakan pelabuhan cintanya.

La Consolante adalah salah satu roman karya Anna Gavalda yang

(18)

dan berbagai sisi kelembutan (http://www.aufeminin.com/portraits-de-femmes/anna-gavalda-d48638.html. Diakses pada tanggal 12 Maret 2014

pukul 14.35 WIB).

Anna Gavalda adalah seorang penulis berkebangsaan Prancis yang lahir pada tanggal 9 Desember tahun 1970. Sebelum menjadi seorang penulis yang terkenal, Anna Gavalda merupakan seorang guru di salah satu sekolah menengah Seine et Marne. Anna Gavalda merupakan seorang mahasiswa yang lulusan dari salah satu Universitas ternama, yakni Universitas Sorbonne (www.decitre.fr/auteur/271196/Anna+Gavalda/) Kegemarannya dalam menulis juga dituangkan dalam beberapa karyanya seperti Je voudrais que quelqu’un m’attende quelque part, Je l’aimais, Ensemble C’est tout, L’Échappée belle dan La Consolante. Karya-karya

Anna Gavalda ini mendapatkan sukses yang besar, bahkan karyanya yang berjudul Je voudrais que quelqu’un m’attende quelque part juga diterjemahkan ke dalam 27 bahasa dan berhasil mendapatkan penghargaan Grand Prix RTL, serta menempatkannya sebagai salah satu penulis wanita

yang terkenal karena karya-karyanya(http://www.aufeminin.com/portraits-de-femmes/anna-gavalda-d48638.html. Diakses pada tanggal 12 Maret 2014

pukul 14.35 WIB).

(19)

4

kesatuan yang membangun cerita tersebut. Analisis terhadap kesatuan pembangun cerita inilah yang pertama kali dilakukan oleh peneliti sastra.

Analisis pembangun cerita tersebut dilakukan agar makna dari karya tersebut dapat ditangkap secara baik. Unsur-unsur pembangun roman diantaranya adalah alur, penokohan, latar, tema, sudut pandang, gaya bahasa, amanat dan sebagainya. Namun, pada penelitian ini, pengkajian terhadap unsur intrinsik roman dibatasi pada alur, penokohan, latar dan tema dan digunakan analisis strukturalisme Roland Barthes dengan buku yang berjudul Communications8 L’analyse structurale du récit yang terbit pada tahun 1981.

(20)

perkembangan perwatakan tersebut, sehingga dapat memudahkan pembacaan dan pemahaman roman tersebut.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah, yaitu :

1. Wujud alur, penokohan, latar dan tema dalam roman La Consolante karya Anna Gavalda.

2. Keterkaitan antarunsur instrinsik berupa alur, penokohan, latar dan tema dalam roman La Consolante karya Anna Gavalda.

3. Konflik yang terbangun dalam roman La Consolante karya Anna Gavalda.

4. Fungsi konflik dalam membangun alur dalam roman La Consolante karya Anna Gavalda.

5. Perkembangan perwatakan tokoh utama roman La Consolante karya Anna Gavalda.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat diketahui bahwa masalah yang muncul begitu beragam. Oleh karena itu, penulis membatasi masalah yang akan dianalisis dalam penelitian, yaitu

(21)

6

2. Wujud keterkaitan antarunsur instrinsik berupa alur, penokohan, tema dan latar dalam roman La Consolante karya Anna Gavalda.

3. Wujud perkembangan perwatakan tokoh utama roman La Consolante karya Anna Gavalda.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah wujud alur, penokohan, latar dan tema dalam roman La Consolante karya Anna Gavalda ?

2. Bagaimanakah wujud keterkaitan antara alur, penokohan, latar dan tema dalam roman La Consolante karya Anna Gavalda ?

3. Bagaimanakah wujud perkembangan perwatakan tokoh utama roman La Consolante karya Anna Gavalda ?

E. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan wujud alur, penokohan, latar dan tema dalam roman La Consolante karya Anna Gavalda.

2. Mendeskripsikan wujud keterkaitan antara alur, penokohan, latar dan tema dalam roman La Consolante karya Anna Gavalda.

(22)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian sastra ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, bagi para penikmat sastra, dan bagi para peneliti sastra lainnya. Dengan demikian, manfaat dari penelitian ini diantaranya adalah :

1. Penelitian ini dapat menambah khasanah penelitian sastra Prancis di Indonesia dan dapat digunakan sabagai perbandingan untuk penelitian yang serupa. Selain itu, dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menginspirasi mahasiswa lain untuk meneliti karya sastra Prancis lainnya.

(23)

8 BAB II KAJIAN TEORI

A. Roman sebagai Sebuah Karya Sastra

Secara umum, karya sastra terdiri dari tiga jenis, yaitu prosa, puisi, dan teks drama. Terdapat berbagai bentuk prosa, puisi, maupun drama. Novel, cerita pendek, dongeng, biografi merupakan contoh karya sastra berjenis prosa. Roman juga merupakan karya sastra berjenis prosa. Menurut Auzou (2008 : 1868) roman adalah

ouvrage littéraire en prose, souvent assez long, et dont le sujet est généralement une fiction évoquant des aventures imaginaires ou inspirées de la réalité, et où sont analysés les sentiments, les mœurs, et les caractères

Roman adalah karya sastra berbentuk prosa, panjangnya cukupan, umumnya adalah cerita fiksi yang menyajikan berbagai peristiwa rekaan atau dapat juga terinspirasi dari kenyataan, dan tempat untuk diuraikannya berbagai perasaan, adat istiadat dan berbagai karakter. Diuraikan pula dalam Le Petit Larousse Illustré (1994 : 898) bahwa Roman est œuvre littéraire, récit en prose génés, assez long dont l’intêret est dans la narration d’aventure, l’étude de mœurs ou de caractères, l’analyse de sentiments ou de passions, la représentation, objective ou subjective du réel.

Roman adalah sebuah karya sastra, berupa prosa, panjangnya cukupan yang menitikberatkan pada cerita-cerita petualangan, pembahasan tentang adat istiadat atau berbagai karakter, uraian terhadap perasaan atau gairah, perwujudan, baik objektif atau subjektif tentang sebuah kenyataan.

(24)

B. Analisis Struktural

Karya sastra, baik roman, puisi ataupun teks drama, adalah sebuah totalitas yang dibangun oleh berbagai unsur pembangunnya. Unsur pembangun atau struktur karya tersebut saling berhubungan dan saling terkait satu dengan yang lain membentuk suatu karya yang padu. Barthes (1981: 8-9) mengemukakan hal sebagai berikut

Pour décrire et classer l’infinité des récits, il faut donc une « théorie» (au sens pragmatique que l’on vient de dire), et c’est à la chercher, à l’esquisser qu’il faut d’abord travailler. L’élaboration de cette théorie peut être grandement facilitée si l’on se soumet dès l’abord à un modèle qui lui fournisse ses premiers termes et ses premiers principes. Dans l’état actuel de la recherche, il parait raisonnable de donner comme modèle fondateur à l’analyse structurale du récit, la linguistique elle-même.

Untuk menggambarkan dan mengelompokkan kesatuan dari berbagai cerita, diperlukan sebuah « teori » (seperti dalam arti pragmatik yang baru saja dibicarakan), untuk mencari dan mengupas isi cerita merupakan pekerjaan yang harus terlebih dulu dilakukan. Pengerjaan dalam teori ini dapat dilakukan jika kita sudah memiliki suatu model yang memberikan bentuk-bentuk dan prinsip-prinsip dasarnya. Dalam penelitian dewasa ini, adalah sangat beralasan untuk memberikan suatu model analisis struktural dengan penggunaan bahasa itu sendiri.

Strukturalisme adalah suatu pendekatan yang menitikberatkan pada kajian hubungan antarunsur atau struktur pembangun karya sastra. Hal ini juga dikemukanan Schmitt dan Viala dalam bukunya (1982: 21) bahwa‘’Le mot ‘’structure’’ désigne toute organisation d’éléments agencés entre eux.

Les structures d’un texte sont nombreuses, de rang et de nature divers’’.

(25)

10

berbagai struktur dalam sebuah teks, dari urutan, tingkatan dan juga asal yang berbeda-beda.

Menurut Auzou (2008: 2053) juga dikemukakan bahwa “structure est un agencement des divers éléments, des divers parties d’un tout”dengan

kata lain bahwa struktur adalah susunan dari berbagai unsur dan dari berbagai bagian menjadi sebuah kesatuan.

Dijelaskan pula dalam Dictionnaire Encyclopédique AUZOU (2008: 2053) bahwa strukturalisme adalah

Méthode d’analyse de la langue en tant que système structure, compose d’éléments entretenant des rapports d’indépendance/ courant de pensée, qui, dans les sciences humaines, se propose d’analyser les faits, les phénomènes comme des éléments d’une structure.

Strukturalisme adalah suatu metode pengkajian bahasa, sebagai sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembicaraan yang berhubungan dengan kemandirian atau kelaziman pemikiran, yang dalam dunia humaniora, bertujuan untuk menganalisis berbagai peristiwa sebagai unsur dalam sebuah struktur.

Unsur-unsur pembangun karya sastra terbagi menjadi dua hal, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur pembangun ini selalu ada dalam setiap karya sastra. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun yang terdapat dalam karya sastra itu sendiri. Unsur ini muncul dan dapat dilihat ketika membaca karya sastra. Unsur intrinsik yang membangun sebuah roman adalah unsur-unsur yang turut serta dalam membangun cerita.

(26)

Analisis terhadap unsur intrinsik adalah tugas pertama yang harus dilakukan peneliti sebelum mengkaji lebih dalam suatu karya.

1. Alur atau plot

Schmitt dan Viala dalam bukunya yang berjudul Savoir-lire (1982: 63) mengemukakan bahwa‘’la façon dont les personnages organisent leurs actes en vue d’emporter l’enjeu, la façon dont les faits s’enchainent à partir

de là, forment l’intrigue du récit.’’ atau ‘’suatu cara yang dipakai untuk

mengatur atau menata berbagai tindakan atau aksi para tokoh yang bertujuan untuk membawanya ke dalam tahapan cerita, juga suatu cara dimana berbagai peristiwa terjadi secara bertatutan satu dengan lainnya sehingga membentuk suatu alur dalam cerita.’’

Schmitt dan Viala (1982: 62) menyatakan bahwa alur adalah keseluruhan peristiwa yang dipaparkan dalam sebuah cerita yang terdiri dari aksi. Aksi-aksi dalam alur tersebut dapat berupa tindakan dari para tokoh, gambaran perasaan, gambaran keadaan, ataupun peristiwa.

(27)

12

Berbeda dengan cerita pendek, roman adalah prosa yang panjang, sehingga bukanlah hal yang mudah dan cepat untuk menentukan alur dalam sebuah roman, karena peristiwa yang disajikan dalam roman tidak serta merta mengacu pada suatu alur. Untuk mempermudah menentukan alur sebuah cerita, dibutuhkan penyusunan satuan cerita atau sekuen. Dalam pembentukan sekuen ini, Barthes (1981: 19) menyatakan bahwa

Une séquence est une suite logique de noyaux, unis entre eux par une relation de solidarité: la sequence s’ouvre lorsque l’un de ses termes n’a point d’antécédent solidaire et elle se ferme lorsqu’un autre de ses termes n’a plus de consequent.

Sekuen adalah sebuah urutan logis dari inti cerita, menyatu berdasarkan hubungan yang saling terkait antara unsur-unsur pembangunnya : sekuen terbuka ketika salah satu dari unsur-unsurnya tidak memiliki keterkaitan dengan unsur sebelumnya, dan tertutup apabila sebuah unsur yang lain tidak memiliki konsekuensi atau akibat dengan cerita.

Sekuen dibuat dengan menggunakan nomina. Schmitt dan Viala ( 1982:63) menyatakan bahwa ‘’une sequence narrative correspond à une série de faits représentant une étape dans l’évolution de l’action.’’‘’Sekuen

dalam cerita narasi merupakan urutan kejadian yang menunjukkan tahapan dalam perkembangan aksi.”

Lebih lanjut ditambahkan bahwa “Toute partie d’énoncé qui forme

une unité de sens constitue une séquence.” ”Bagian dari sebuah peristiwa

atau pernyataan yang membentuk satuan makna disebut dengan sekuen”

(28)

aksi. Namun, dalam pembuatan sekuen yang terkadang begitu kompleks, Schmitt dan Viala (1982: 27) mengemukakan adanya kriteria yang diperlukan dalam membuat sekuen, yaitu

Pour délimiter ces séquences complexes, on tient compte des critères suivants :

a. Elles doivent correspondre à une même concentration de l’intérêt (ou focalisation); soit qu’on y observe un seul et même objet (un même fait, un même personnage, une même idée, un même champ de réflexion).

b. Elles doivent former un tout cohérent dans le temps ou dans l’espace: se situer en un même lieu ou un même moment, ou rassembler plusieurs lieux et moments en une seule phase: une période de la vie d’une personne, une série d’exemples et de preuves à l’appui d’une même idée, etc.

Untuk membatasi kompleksitas sebuah sekuen, diperlukan kriteria-kriteria berikut ini:

a. Sekuen harus memiliki suatu titik perhatian (atau fokalisasi) yang dapat dilihat dari suatu objek atau suatu objek yang sama (yang memiliki kesamaan peristiwa, tokoh yang sama, gagasan yang sama, atau pemikiran yang sama).

b. Sekuen harus membentuk suatu koherensi, baik dalam dimensi waktu ataupun tempatnya : yang terjadi di tempat yang sama atau pada waktu yang bersamaan, atau dalam beberapa tempat dan waktu yang sama dalam suatu fase : suatu masa dalam kehisupan seseorang, urutan peristiwa dan bukti-bukti yang mendukung suatu idea tau gagasan, dan sebagainya.

Menurut fungsinya, sekuen dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu fungsi utama (fonction cardinal ou noyaux) dan fungsi katalisator (fonction catalyse) (Barthes, 1985: 15-16). Fungsi utama atau fungsi kardinal

(29)

14

cerita yang lain, baik yang mempercepat, memperlambat, mendukung, menghambat atau bahkan hanya sebagai pengecoh bagi pembaca.

Besson dalam bukunya (1987: 118) mengemukakan adanya lima tahapan sekuen atau tahap penceritaan, yaitu

a. Tahap awal cerita (situation initiale)

Tahap ini merupakan tahap awal cerita. Tahap ini memberikan penjelasan, uraian, informasi kepada pembaca tentang para tokoh dalam cerita, penceritaan awal tentang perwatakan para tokoh dan segala informasi yang berupa perkenalan situasi awal cerita. Tahap ini berfungsi sebagai tumpuan cerita yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya.

b. Tahap permasalahan awal (l’action se déclenche)

Tahap ini menceritakan bagaimana awal kemunculan permasalahan dalam cerita yang dialami para tokoh dan menyebabkan munculnya konflik. Tahap ini memunculkan berbagai permasalahan yang akan membangkitkan dan menggerakkan cerita pada munculnya konflik-konflik.

c. Tahap pengembangan konflik (l’action sedéveloppe)

Pada tahapan ini terjadi pengembangan konflik dan intensitas kemunculan konflik yang lebih sering. Inti permasalahan dihadirkan dalam tahapan ini, sehingga tidak mungkin untuk menghindari klimaks suatu cerita

(30)

Tahap selanjutnya adalah klimaks. Dalam tahap ini, terjadi berbagai permasalahan yang menunjukkan puncak cerita. Konflik muncul secara terus-menerus hingga mencapai klimaks permasalahan.

e. Tahap penyelesaian (situation finale)

Tahap ini merupakan tahap akhir cerita. Berbagai konflik yang muncul dan sudah mencapai klimaks akan menemukan jalan keluarnya masing-masing dan cerita pun berakhir.

Greimas via Ubersfeld (1996: 50) menggambarkan aksi para tokoh dalam sebuah skema penggerak lakuan yang terdiri dari

a. Le destinateur atau yang disebut dengan pengirim. Destinateur adalah seseorang atau sesuatu yang menjadi sumber ide dan memiliki fungsi sebagai penggerak cerita,

b. Le destinataire atau penerima, yaitu segala sesuatu yang menerima objek, hasil dari pencarian subjek,

c. Le sujet adalah tokoh cerita atau sesuatu yang ditugasi untuk mendapatkan objek,

d. L’objet adalah sesuatu atau seseorang yang diinginkan, dicari untuk dicapai atau didapatkan oleh subjek,

e. L’adjuvant atau pendukung yaitu sesuatu atau seseorang yang membantu subjek dalam proses mendapatkan objek,

f. L’opposant atau penentang adalah sseorang atau sesuatu yang menghalangi, menghambat usaha subjek dalam mendapatkan objek.

(31)

16

Gambar 1: Skema Aktan

Dari gambar skema di atas dapat diketahui bahwa le destinateur sebagai penggerak cerita menugasi le sujet untuk mendapatkanl’objet, yang kemudian akan diberikan kepada destinataire sebagai penerima l’objet. Dalam pelaksanaanya, le sujet dibantu oleh l’adjuvant dan dihambat oleh adanyal’opposant.

Peyroutet (2001: 8) mengemukakan tujuh tipe akhir suatu cerita, yaitu

a. Fin retour à la situation de départ yaitu akhir cerita yang kembali ke situasi awal.

b. Fin heureuse yakni akhir cerita yang membahagiakan. c. Fin comique adalah akhir cerita yang lucu.

d. Fin tragique sans espoir yaitu akhir cerita yang tragis dan tidak memiliki harapan.

e. Fin tragique mais espoir adalah akhir cerita tragis yang masih memiliki harapan.

f. Suite possible yaitu akhir cerita yang masih mungkin berlanjut. Destinateur

D1

Sujet S Destinataire

D2

Objet B

(32)

g. Fin réflexive adalah akhir cerita yang ditutup dengan perkataaan narator yang memberikan hikmah dari cerita yang disuguhkan.

Cerita dapat dibedakan menjadi beberapa macam menurut tujuan penulisannya, tempat dan waktu terjadinya peristiwa, keadaan psikologis dan intensitas kemunculan tokoh (Peyroutet,2001: 12). Jenis cerita menurut Peyroutet adalah sebagai berikut

a. Le récit réaliste yaitu cerita yang menggambarkan sebuah kisah nyata. Latar tempat dan waktu yang ada juga merupakan kenyataan dari peristiwa yang terjadi.

b. Le récit historique yaitu cerita yang mengkisahkan peristiwa yang telah terjadi dan menghadirkan tokoh-tokoh sejarah. Terkadang, tempat, waktu, pakaian, dan aksi yang dilakukan para tokoh adalah suatu mitos. c. Le récit d’aventures adalah cerita yang menggambarkan kisah dan

situasi yang tak terduga, menegangkan dan luar biasa yang umumnya terjadi di suatu negara yang jauh dan menghadirkan tokoh pahlawan. d. Le récit policier adalah cerita yang menggambarkan adanya proses

investigasi, yang mengungkap suatu kasus dan memerlukan ketelitian dan kecermatan tokoh polisi maupun detektif.

e. Le récit fantastique adalah cerita yang aneh, tidak sesuai dengan logika, bertentangan dengan norma atau bahkan khayalan yang penuh dengan kekacauan.

(33)

18

semesta. Misalnya, cerita tentang ditemukannya planet baru atau objek angkasa luar lainnya.

2. Penokohan

Peyroutet (2001: 14) mengemukakan bahwa “sans les personnages, un récit est impossible et le lacis de leurs fonctions et de leurs relations

constitue une part majeur de l’intrigue.” ‘’Suatu cerita atau karya sastra

tidak mungkin tidak memiliki pelaku atau tokoh, begitu juga dengan fungsi dan hubungannya yang merupakan bagian penting dalam alur’’. Oleh karena

itu, dalam suatu cerita, tentulah terdapat pelaku atau tokoh yang menjalankan aksi.

Konflik yang terbentuk dalam cerita juga dibawa oleh tokoh. Suatu karya sastra tidak mungkin diciptakan tanpa kehadiran tokoh. Membicarakan soal penokohan, tidak dapat dipisahkan tentang pembicaraan mengenai perwatakan. Setiap tokoh yang disajikan dalam cerita tentu memiliki perwatakannya masing-masing. Hal ini bisa dilukiskan dan bisa dilihat dari penggambaran fisik, tindakan pelaku, sifat pelaku, atau keterangan dari tokoh lainnya.

Dalam suatu karya sastra, khususnya karya sastra Prancis, pelaku atau tokoh dikenal juga dengan istilah personnage. Personnage menurut Auzou (2008: 1637) dinyatakan bahwa“héros d’une pièce de théâtre, d’un roman, d’un film’’‘’ para tokoh atau pelaku yang ada dalam suatu teater,

(34)

une entité (la justice, la Mort, etc) peuvent être personnifiés et considérés alors comme des personnages.

Para tokoh dalam suatu cerita biasa disebut sebagai personnage. Umumnya pelaku tersebut adalah manusia, akan tetapi sebuah benda, binatang ataupun sebuah entitas (misalnya keadilan, kematian, dan sebagainya) dapat digambarkan, diwujudkan dan dijadikan sebagai pelaku atau tokoh.

Pelaku atau tokoh dalam sebuah cerita dapat berupa tokoh nyata ataupun fiktif. Hal ini kembali menunjukkan bahwa sebuah karya sastra memiliki unsur imajinatif yang tinggi dan hal ini dapat diwujudkan melalui penghadiran tokoh dalam cerita. Tokoh dapat digambarkan oleh pengarang dengan beberapa cara. Peyroutet (2001: 14) menyatakan dua cara penggambaran tokoh, yaitu metode langsung (méthode directe) dan metode tidak langsung (méthode indirecte).

Metode langsung digunakan pengarang untuk menggambarkan secara langsung sikap, tindakan, pakaian, atau karakter dari tokoh yang ada di dalam ceriita. Namun, penggambaran tokoh juga dapat dilakukan dengan kiasan atau dengan metode tidak langsung, sehingga menyebabkan pembaca menyimpulkan sendiri tentang gambaran suatu tokoh dalam cerita.

Analisis terhadap perwatakan tokoh, dapat dilakukan dengan identifikasi terhadap hal-hal yang melekat dalam tokoh, misalnya ciri secara fisiologis, psikologis, ataupun sosiologis. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Schmitt dan Viala (1982: 70) sebagai berikut

(35)

20

physique se faisait « de la tête aux pieds », détaillait le visage et les mains, etc.

Tokoh dalam suatu cerita selalu merupakan sebuah kumpulan dari berbagai ciri : fisik, moral dan sosial. Gabungan dari berbagai ciri dan cara dalam penyampaiannya inilah yang merupakan deskripsi atau gambaran dari tokoh…» penggambaran fisik misalnya, dibuat melalui penggambaran « dari ujung kepala hingga ujung kaki », memperinci bagian wajah, tangan, dan sebagainya.

Selain penggambaran secara fisik, Peyroutet dalam bukunya (2001 : 18) menyatakan bahwa dalam pembentukan perwatakan suatu tokoh, tidak terlepas dari peran lingkungan, atau sosial tempatnya berada. Peyroutet menyatakan bahwa keberadaan seseorang tidak pernah terpisah dari lingkungan sosial, berada pada suatu zaman atau masa tertentu, hingga pada suatu tindakan mimetis atau peniruan terhadap lingkungan, yang sudah barang tentu akan mempengaruhi perwatakan suatu tokoh.

Penggambaran tokoh tidak memiliki suatu aturan, dalam arti pengarang bebas melakukan pendeskripsian tokoh, namun terdapat suatu hal yang perlu ditekankan dalam penggambaran tersebut, yakni mengenai wajah, mata, mimik, gestur atau bahasa tubuh, pakaian, dan berbagai penggambaran yang menunjukkan karakter suatu tokoh (Peyroutet, 2001: 18).

3. Latar atau Setting

Pada awal pendahuluan dalam bukunya, Barthes (1981 : 7) menyatakan bahwa “De plus, sous ces formes presque infinies, le récit est present dans tous les temps, dans tous les lieux dans toutes la sociétés’’

(36)

cerita terjadi di berbagai waktu, berbagai macam tempat, dan bermacam-macam lingkup sosial.’’ Latar atau setting adalah tempat atau keadaan terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Latar adalah unsur yang menyatakan dimana tempat dan kapan terjadinya suatu peristiwa.

Dalam fiksi, sebuah cerita tidak hanya memiliki alur yang membutuhkan tokoh guna pengembangan alur. Tokoh pun juga membutuhkan ruang lingkup, baik tempat atau waktu. Secara umum, latar dalam cerita fiksi terbagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Ketiga unsur latar tersebut adalah

a. Latar tempat

Peyroutet (2001: 6) mengemukakan bahwa “les lieux : où l’histoire

commence-t-elle? Dans quel pays, quelle ville, quel village ?’’, yaitu latar

tempat adalah dimana sebuah cerita mulai terjadi, misalnya di negara mana, di kota apa atau di desa apa. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa nama daerah tertentu, atau mungkin sebuah inisial, atau suatu lokasi yang tidak jelas namanya.

b. Latar waktu

Demikian juga mengenai latar waktu, Peyroutet (2001: 6) mengemukakan bahwa “quand l’histoire s’est-elle déroulée? Donner des

précisions sur l’époque, l’année, le mois, etc.’’, yakni latar waktu

(37)

22

c. Latar sosial

Schmitt dan Viala (1982: 169) mengemukakan bahwa “il y a du social dans le texte, et en même temps, le texte est lui-même partie

intégrante de la vie sociale et culturelle’’ yaitu bahwa ‘’terdapat faktor

sosial dalam sebuah teks, dan dalam waktu yang sama, teks adalah komponen dari keseluruhan kehidupan sosial dan budaya’’. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat suatu latar sosial yang diungkapkan dalam sebuah karya sastra.

Latar sosial merujuk pada perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat dimana cerita tersebut dikisahkan. Hal ini mencakup berbagai hal, misalnya kebiasaan hidup, adat istiadat, budaya, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, status sosial dan sebagainya.

4. Tema

Tema sering dikenal juga dengan ide utama atau gagasan utama dari cerita yang diberikan. Stanton dan Kenny via Nurgiyantoro (2012: 67) menyatakan bahwa tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.

(38)

yang ingin disampaikan dalam sebuah cerita. Kehadiran tema bersifat implisit dan merasuk ke seluruh bagian cerita.

Makna cerita atau tema yang ada dalam suatu karya sastra bisa saja lebih dari satu. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan intepretasi yang dimiliki oleh pembacanya. Tema dapat dilasifikasikan ke dalam beberapa kategori. Dari tingkat keutamaannya, tema dibedakan menjadi dua golongan, yakni tema mayor dan tema minor.

Tema mayor atau tema utama adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum suatu karya. Makna pokok suatu karya tersirat dalam keseluruhan cerita, bukan makna yang hanya ada dalam beberapa bagian saja. Namun, makna yang hanya terdapat dalam bagian-bagian tertentu suatu karya dinamakan makna bagian-bagian, makna tambahan, atau tema minor. Tema minor atau tema bawahan dapat muncul lebih dari satu dalam suatu karya sastra (Nurgiyantoro, 2012: 82).

Makna tambahan bukanlah makna yang berdiri sendiri secara terpisah dari makna utamanya. Makna tambahan bersifat mendukung atau mencerminkan makna utama dari keseluruhan cerita. Sehingga, keberadaan makna tambahan tersebut menegaskan eksitensi makna utama atau tema mayor (Nurgiyantoro, 2012: 83).

C. Keterkaitan antarunsur Intrinsik dalam Karya Sastra

(39)

24

unsurnya akan saling berhubungan, saling menentukan dan akan membuat roman tersebut menjadi suatu karya yang bermakna. Unsur-unsur intrinsik atau unsur pembangun karya sastra diantaranya adalah alur, penokohan, latar, dan tema. Tiap-tiap unsur pembangun roman tidak akan ada artinya, tidak berfungsi jika terpisah satu sama lain.

Tema sebagai ide utama dalam sebuah cerita dibawa oleh tokoh cerita. Tokoh cerita, terutama tokoh utama adalah pelaku cerita, penderita peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Oleh sebab itu, tokoh ceritalah yang ditugasi untuk menyampaikan tema. Penyampaian tema tersebut tidak dilakukan secara langsung, melainkan melalui tingkah laku, baik verbal atau nonverbal, pikiran, perasaan dan sebagainya.

(40)

D. Psikoanalisis dan Sastra

Psikoanalisis adalah salah satu bidang kajian psikologi sastra yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Freud adalah seorang dokter dari Wina yang lahir pada tahun 1856 dari keluarga pedagang Yahudi Austria. Meskipun Freud adalah seorang dokter, namun sastra bukan merupakan dunia baru baginya. Semasa sekolah menengah atas Freud mendapatkan berbagai pelajaran tentang kebudayaan Yunani dan Romawi lama, serta tentang humanisme. Selain itu, Freud juga menguasai berbagai bahasa di samping bahasa Jerman sebagai bahasa ibu, diantaranya bahasa Yunani, Latin, Prancis, Inggris, bahasa Ibrani, Italia dan Spanyol. Kecintaannya terhadap buku sudah terlihat sejak usia dini (Apsanti, 1992: 1).

Berbagai karya tentang psikoanalisis telah dibuatnya. Freud adalah salah satu ahli yang cukup kontroversial. Munculnya banyak sanggahan terhadap Freud diakibatkan karena Freud memberikan perhatian khusus terhadap faktor seksual dalam asal ususl neurosis. Sanggahan bahkan cemoohan terlontar dari berbagai kalangan kepada Freud, khususnya di kalangan masyarakat Wina (Apsanti, 1992: 11).

(41)

26

menggunakan bahasa. Selain itu, bahasa juga digunakan Freud sebagai wilayah observasi dan alat penyembuh bagi penanganan pasiennya (Apsanti, 1992: xiii).

Hal ini juga diperkuat dengan ulasan dari seorang penyair yang menanggapi hadirnya teori Freud tentang psikoanalisis. Ia adalah Alfred von Berger yang menyatakan bahwa teori Freud dan Breuer pada hakikatnya adalah suatu jenis psikologi yang digunakan oleh para penyair (Apsanti, 1992: 11).

Freud menyatakan bahwa alam pikiran manusia terdiri dari alam sadar dan alam tak sadarnya. Ia mengemukakan bahwa karya sastra adalah perwujudan keinginan setengah sadar seorang manusia yang kemudian dimunculkan dan diwujudkan dalam bentuk sadar. Karya sastra memberikan jalan keluar untuk hasrat yang tersembunyi tersebut (Minderop, 2010: 14-15).

1. Alam bawah sadar

(42)

Alam tak sadar atau yang disebut dengan unconsciuness yaitu sesuatu yang tak dapat terjangkau oleh alam sadar. Seperti yang telah dikemukakan semula, bahwa karya sastra adalah hasil dari situasi kejiwaan dan pemikiran yang berada di alam setengah sadar kemudian dituangkan dalam bentuk tertentu melalui suatu proses kesadaran dalam bentuk karya sastra. Sehingga, proses penciptaan karya sastra terjadi dalam dua tahap, yakni penciptaan tingkat pertama yang mengkonstruksi gagasan dalam situasi imajinatif dan abstrak dalam setengah sadar, kemudian tahap kedua yaitu pembentukan atau penciptaan karya sastra dalam bentuk nyata secara sadar (Minderop, 2010: 14-15).

Jadi, alam tak sadar selalu memiliki kaitan dengan penciptaan karya sastra Hasrat tak sadar selalu aktif dan selalu mencoba memunculkan diri, serta tak pernah padam. Hal ini dinyatakan muncul dari masa kecil. Karya-karya inilah yang dijadikan sarana perwujudan keinginan yang secara sadar tak dapat diwujudkan ini (Minderop, 2010: 15).

2. Struktur kepribadian

(43)

28

Pada saat menulis Das Unheimliche, Freud juga mengemukakan suatu teori mengenai sarana psikis. Menurut teori tersebut, pembagian antara wilayah tak sadar, prasadar dan sadar adalah suatu dasar dari perwujudan psikisme manusia, yang bersubstitusi dengan tiga pembagian lain, yaitu id, ego dan superego. Id adalah reservoir pulsi dan menjadi sumber energi psikis, superego merupakan instansi kritik yang menghalangi pemuasan sempurna pulsi-pulsi tersebut dan merupakan hasil pendidikan dan identifikasi pada orang tua, lalu akhirnya ego bertugas sebagai penengah untuk mendamaikan tuntutan pulsi dan larangan superego (Apsanti, 1992: 196-197).

a) Id atau das es

Id adalah struktur yang paling dasar dan gelap dalam alam bawah

sadar manusia. Dalam id terdapat insting-insting naluriah manusia dan nafsu yang tak mengenal nilai. Id adalah energi psikis dan naluri yang mendorong manusia untuk selalu memenuhi keinginan dan kebutuhannya, misalnya makan, menolak rasa sakit, nyaman dan sebagainya. Id berada di alam bawah sadar dan tidak memiliki kontak dengan realita. Yang ada hanya prinsip kesenangan, selalu memburu kenikmatan dan menghindari ketidaknyamanan (Minderop, 2010: 21).

b) Ego atau das ich

Ego berada pada situasi antara dua struktur yang saling bertentangan,

(44)

memberikan pertimbangan kepada manusia tentang pemuasan keinginan diri tanpa menimbulkan kesulitan atau penderitaan bagi dirinya sendiri. Fungsinya adalah penalaran, penyelesaian masalah, dan pengambilan keputusan (Minderop, 2010: 21-22).

c) Superego atau das ueber ich

Seperti yang dikemukakan di atas bahwa superego menjalankan fungsi seperti instansi kritik, superego merupakan sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai atau aturan-aturan evaluatif yang menyangkut baik atau buruk. Superego mengacu pada hal-hal moral. Superego sama seperti halnya hati nurani (Minderop, 2010: 22).

3. Mekanisme pertahanan diri

Mekanisme pertahanan mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang yang mempertahankannya terhadap kecemasan atau anxitas. Mekanisme ini melindungi ego dari ancaman-ancaman eksternal. Sumber permasalahan yang akan mengakibatkan munculnya kecemasan yang dikemukakan oleh Freud adalah adanya pertentangan antara id, ego dan superego. Dengan adanya mekanisme pertahanan ini, akan melindungi

seseorang dari anxitas atau kecemasan dengan tidak menerima kenyataan (Minderop, 2010: 29-31).

Anxitas muncul karena adanya pertentangan antara keinginan id, ego dan superego. Berikut mekanisme pertahanan yang dikemukakan dalam Minderop (2010: 32-38)

(45)

30

Represi adalah mekanisme pertahanan ego yang paling kuat dan paling luas. Tugasnya adalah mendorong impuls id yang tidak diterima oleh alam sadar untuk kembali ke alam bawah sadar. Tugas semua pertahanan ego adalah menekan impuls yang mengancam agar keluar dari alam sadar.

Represi adalah upaya untuk menghindari perasaan anxitas. Akibatnya, seorang individu tidak menyadari impul yang mengakibatkan anxitas, serta tidak mengingat pengalaman emosional dan traumatik masa lalu.

b) Sublimasi

Sublimasi sebenarnya adalah proses pengalihan. Pengalihan dari sesuatu yang tidak nyaman ke tindakan yang dapat diterima oleh lingkungan sosial. Misalnya, individu yang memiliki dorongan seksual tinggi mengalihkan perasaan tidak nyamannya dengan menjadi pelukis tubuh model, karena profesi ini lebih dapat diterima oleh lingkungan sosial.

c) Proyeksi

(46)

Pengalihan yang dimaksud dalam mekanisme pertahanan ini adalah pengalihan rasa tidak senang terhadap suatu objek ke objek lain yang lebih memungkinkan.

e) Rasionalisasi (rasionalization)

Rasionalisasi terjadi jika motif nyata dari perilaku individu tidak dapat diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif pembenaran. Tujuannya yakni untuk mengurangi kekecewaan atau memberikan motif yang dapat diterima. Misalnya adalah ketika seseorang ingin membeli mobil baru. Hal itu ia sadari belum perlu, karena mobil yang ia miliki masih bagus dan masih bisa digunakan, tetapi ia mencari motif pengganti yaitu mobil lamanya sudah ketinggalan zaman dan sudah lebih membutuhkan biaya reparasi. Rasionalisasi ini lebih dapat diterima oleh ego.

f) Reaksi formasi

(47)

32

Regresi memiliki dua arti yang berbeda. Yang pertama adalah regresi yang bersifat retrogressive behaviour yaitu perilaku seseorang yang seperti anak kecil, menangis atau bersikap manja untuk memperoleh rasa aman dan perhatian orang lan. Atau yang kedua adalah primitivation. Regresi yang terjadi ketika seorang dewasa bersikap sebagai orang yang tak berbudaya yang mengakibatkan ia kehilangan kontrol diri sehingga tidak sungkan-sungkan untuk bertindak yang tidak sesuai, misalnya berkelahi. h) Agresi dan apatis

Agresi atau perasaan marah berhubungan dengan ketegangan dan kegelisahan yang dapat menimbulkan pengrusakan. Direct aggression atau agresi langsung yaitu agresi yang diungkapkan secara langsung kepada orang atau objek yang menjadi sumber frustasi. Agresi pengalihan atau displaced aggression terjadi ketika frustasi yang dialami tidak dapat

terpuaskan kepada sumber frustasi. Ia tidak tahu kemana harus menyerang, tidak tahu kepada siapa harus dilampiaskan sehingga seringkali ia mencari kambing hitam. Apatis adalah bentuk lain dari agresi berupa sikap apatis dengan cara menarik diri dan pasrah.

i) Fantasi dan stereotype

(48)

Misalnya saja ketika para serdadu yang hidup jauh dari keluarganya kerap menempelkan gambar-gambar pin-up girls di barak mereka yang melambangkan fantasi kehidupan tetap berlangsung pada saat kehidupan seksualnya terganggu. Stereotype memperlihatkan perilaku pengulangan terus-menerus. Seorang individu melakukan suatu kegiatan yang tidak bermanfaat dan tampak aneh secara terus menerus.

4. Teori Psikoseksual

Pada perkembangannya, Freud kembali menemukan teori baru, yakni teori psikoseksual. Freud (via Apsanti, 1992: 105) membedakan dua jenis pulsi, yakni pulsi seksual (istilah umum dari libido) dan pulsi oto-konservasi (pulsion d’auto-conservation) seperti pulsion de nutrition atau pulsion d’alimentation. Pulsi yang kedua ini adalah pulsi yang berhubungan

dengan nutrisi atau kebutuhan makan dan minum. Pulsi alimentasi adalah satu-satunya pulsi non-seksual yang dikemukakan Freud. Bagi Freud, usia 4 atau 5 tahun pertama kehidupan, atau tahap infantil, merupakan tahap yang sangat penting bagi pembentukan kepribadian. Tahap ini kemudian disusul oleh tahap laten, tahap pubertas dan tahap genital. Berikut penjelasannya (Semiun, 2006: 102-113)

a) Tingkatan Oral

(49)

34

makanan yang menunjang kehidupannya melalui rongga mulut, namun mulut juga memperoleh kenikmatan dalam proses mengisap.

b) Tingkatan Anal

Insting agresif pada tahun pertama kehidupan mengambil bentuk sadistic oral mencapai perkembangan yang lebih penuh pada tahap kedua

ketika anus muncul sebagai daerah yang secara seksual menyenangkan. Dalam periode anal pertama, anak memperoleh kepuasan dengan merusak dan menghilangkan benda-benda. Pada periode ini, sifat destruktif dari insting sadistik lebih kuat daripada insting erotik, dan anak sering bertingkah laku agresif terhadap orang tuanya karena memfrustasikannya dengan pembiasaan kebersihan (toilet training).

Pada tahap anal akhir, anak mencurahkan perhatian kepada fesesnya, perhatian yang disebabkan oleh kenikmatan erotis. Kadang, anak akan menyajikan fesesnya kepada orang tua sebagai hadiah yang berharga. Kemudian respon orang tua terhadap hadiah inilah yang nantinya akan mempengaruhi karakter si anak .

c) Tingkatan Phalik

(50)

Fiksasi pada tingkatan ini menyebabkan anak laki-laki mengalami kompleks Oedipus (Oedipus complex). Hal ini terjadi ketika anak laki-laki gagal memindahkan identifikaisnya dari model ibu ke ayah yang disebabkan karena ibu yang terlalu obsesif dan merendahkan figur ayah. Hal ini memunculkan anggapan bahwa sang ayah bukanlah model identifikasi yang tepat.

Sementara itu, anak perempuan mengalami kompleks Elektra (electra complex) berupa rasa iri terhadap alat kelamin laki-laki (penis envy). Perempuan adalah bentuk laki-laki yang tidak sempurna karena tidak

memiliki phallus. Dominasi terhadap perempuan juga mendorong timbulnya kompleks Elektra

d) Tingkatan Latensi

Freud berpendapat bahwa dari tahun ke-4 atau ke-5 sampai pubertas, anak laki-laki dan perempuan mengalami suatu periode saat perkembangan psikoseksual berhenti. Keadaan laten ini diperkuat oleh perasaan malu, rasa bersalah dan moralitas dalam diri anak sendiri. Tentu saja insting libido seksual masih ada dalam periode ini, namun tujuannya telah dicegah. Libido disublimasikan dan diperlihatkan dalam prestasi sosial dan budaya, seperti sekolah dan persahabatan.

(51)

36

orang-orang di dekatnya, terutama orangtuanya. Hubungan afektif yang terbentuk akan mengandung ciri seksual (Apsanti, 1992: 114-115).

e) Tingkatan Genital

Pubertas mengisyaratkan terbangunnya kembali tujuan seksual dan awal tahap genital. Pada pubertas kehidupan seksual, anak memasuki tahap kedua yang berbeda dari tahap infantil. Anak akan menghentikan autoerotisme dan mengarahkan energi seksualnya kepada orang lain, bukan kepada dirinya lagi. Perbedaan utama antara seksualitas infantil dan seksualitas dewasa adalah sintetis eros, status yang meningkat dari organ genital perempuan, kapasitas reproduktif dari insting hidup dan arahnya ke luar.

Daerah-daerah erogen yang mendapat posisi lebih rendah juga tetap menjadi sarana kenikmatan erotik. Mulut, misalnya, tetap memakai aktivitas-aktivitas infantil, mungkin mengisap ibu jari, tetapi juga merokok atau berciuman.

f) Tingkatan Kematangan

Tahap genital mulai dari pubertas dan terus berkembang sepanjang kehidupan individu. Itulah tahap yang dicapai oleh setiap individu yang mencapai kematangan fisik. Freud juga menyatakan bahwa periode kematangan psikologis adalah suatu tahap yang dicapai sesudah seseorang melewati periode-periode perkembangan sebelumnya secara ideal.

(52)
(53)

38 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian adalah tempat dimana data didapatkan. Subjek dalam penelitian ini adalah roman La Consolantekarya Anna Gavalda yang diterbitkan pada tahun 2008.Objek penelitian ini adalah unsur-unsur pembangun atau unsur intrinsik roman La Consolantekarya Anna Gavalda berupa alur, penokohan, latar, dan tema serta wujud perkembangan penokohan roman La Consolante ini.. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dan akan dikaji dengan metode deskripitif kualitatif dengan teknik analisis konten.

B. Teknik Analisis Konten

Seperti yang telah dikemukakan di atas, penelitian roman La Consolante karya Anna Gavalda ini menggunakan metode deskriptif

kualitatif dengan teknik analisis konten. Teknik analisis konten sendiri adalah suatu teknik penelitian untuk menghasilkan deskripsi yang objektif, untuk menganalisis makna pesan dan cara mengungkapkan pesan, serta inferensi yang valid dan dapat diteliti ulang berdasarkan konteksnya (Zuchdi,1993: 1-2).

(54)

1. Pengadaan data

Data yaitu unit informasi yang direkam dalam suatu media, yang dapat dibedakan dengan data lain, dapat dianalisis dengan teknik-teknik yang ada dan relevan dengan masalah yang diteliti. Perekaman atau penulisan data dalam suatu media merupakan tindakan untuk memenuhi persyaratan agar dapat diadakan penelitian (Zuchdi,1993: 29).

Data dalam penelitian ssatra dapat berupa kata, kalimat ataupun unit bahasa lainnya. Data yang didapatkan kemudian dimaknai dan diungkap sesuai dengan berbagai pertanyaan yang dikemukakan dalam rumusan masalah. Misalnya pada rumusan masalah tentang wujud unsur intrinsik roman berupa latar, maka data-data yang berhubungan tentang tempat terjadinya peristiwa dijadikan data bagi unsur latar.

a. Penentuan Unit Analisis

Penentuan unit analisis adalah kegiatan memisah-misahkan data menjadi bagian-bagian yang selanjutnya dapat dianalisis (Zuchdi,1993: 30). Pengkajian atau penelitian terhadap roman La Consolante karya Anna Gavalda ini mengacu pada penentuan unit analisis berdasarkan unit sintaksis. Unit sintaksis ini berupa kata, frasa, kalimat dan wacana.

b. Pengumpulan dan PencatatanData

(55)

40

data dengan cara membaca teks sastra yang dijadikan subjek penelitian sastra atau literatur dan referensi lain secara cermat dan teliti.Teknik catat adalah pencatatan semua data yang diperoleh dari pembacaan subjek penelitian sastra dan literatur atau referensi lain dengan menggunakan komputer atau buku catatan lainnya. Teknik tersebut digunakan untuk mencatat data deskripsi struktural-psikoanalisis dalam roman La Consolante. Dalam proses pencatatan ini sudah disertai penyeleksian data

ataupun klasifikasi data. 2. Inferensi

Inferensi adalah bagian utama dari analisis konten. Inferensi adalah kegiatan atau upaya memaknai data sesuai dengan konteks yang ada. Inferensi digunakan untuk menganalisis maksud atau akibat komunikasi (Zuchdi,1993: 22).

Inferensi dalam penelitian roman La Consolante ini diperoleh dengan proses pemahaman terhadap roman secara keseluruhan, kemudian diambil inferensi atau kesimpulan awal dari isi roman tersebut. Kemudian kesimpulan sementara tersebut dipahami secara lebih mendalam dengan memperhatikan konteks yang melatarinya agar tidak menyimpang dari tujuan awal penelitian.

C. Teknik Analisis Data

(56)

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Data dalam penelitian ini berupa kata, frasa atau kalimat, maka diperlukan pengidentifikasian dan pendeskripsian. Deskripsi yang dilakukan mencakup bagaimana bentuk unsur intrinsik berupa alur, penokohan, latar dan tema yang terdapat dalam roman La Consolante. Kemudian mendeskripsikan bagaimana wujud perkembangan perwatakan tokoh utama roman La Consolanteditinjau dari pandangan psikoanalisis.

D. Validitas dan Reliabilitas

Keabsahan data dilakukan dengan validitas dan reliabilitas. Hasil penelitian dikatakan valid apabila didukung oleh fakta yang secara empiris dinyatakan benar dan dengan konsistensi teori. Data yang disajikan dianalisis dengan validitas semantis atau validitas isi. Validitas semantis mengukur tingkat kesensitifan suatu teknik terhadap makna-makna simbolik yang relevan dengan konteks tertentu.

Disamping itu, peneliti mendiskusikan hasil pengamatan kepada pakar yang memiliki kemampuan sastra yang baik atau menggunakan validitas expert judgement, yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing penelitian sastra, Dra. Alice Armini, M.Hum.

(57)

42

(58)

111

Setelah dilakukan analisis terhadap unusr-unsur pembangun atau unsur intrinsik roman La Consolante karya Anna Gavalda, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut

1. Wujud Unsur Intrinsik berupa Alur, Penokohan, Latar dan Tema dalam Roman La Consolante Karya Anna Gavalda

Roman La Consolante karya Anna Gavalda memiliki dominasi pergerakan alur maju. Dilihat dari segi unsur pembangunnya, roman La Consolante karya Anna Gavalda ini memberikan suatu penekanan pada

salah satu unsur pembangunnya, yakni pada unsur penokohan. Hal ini menjadi menarik karena tokoh utama roman ini, Charles Balanda, dikatakan memiliki perilaku yang menyimpang sehingga diperlukan teori lanjutan untuk menjelaskan berbagai perwatakan tokoh utama dengan menggunakan teori psikoanalisis.

(59)

112

2. Wujud Keterkaitan Antarunsur Intrinsik dalam Roman La Consolante karya Anna Gavalda

Suatu karya sastra terbentuk dari berbagai unsur intrinsik yang saling berkaitan dan saling mendukung satu sama lain dalam perwujudan cerita. Berbagai unsur intrinsik berupa alur, penokohan dan latar bersama-sama mewujudkan cerita yang kesemuanya terkait oleh tema. Unsur-unsur intrinsik ini membangun suatu kesatuan rangkaian cerita yang padu dan utuh.

3. Wujud Perkembangan Perwatakan Tokoh Roman La Consolante karya Anna Gavalda.

Dari berbagai hasil temuan yang didapatkan dalam pribadi Charles, menunjukkan bahwa Charles memiliki ketidakseimbangan emosi diri. Charles dikatakan tidak mengalami suatu proses perkembangan kepribadian secara matang. Terdapat satu fase dalam perkembangan kepribadiannya yang mengalami penyimpangan yaitu pada masa kecilnya, yang kemudian membuat Charles dewasa mengalami gangguan terhadap dirinya sendiri. Hal ini membuktikan bahwa kenangan atau peristiwa yang terjadi pada masa kanak-kanak akan memiliki daya pengaruh yang sangat kuat dan akan mempengaruhi perkembangan kepribadian individu.

(60)

yang dicintainya tersebut menghasilkan suatu kegelisahan dan kekacauan dalam hidup Charles. Namun, kegelisahan, kekacauan dan trauma masa lalu Charles sembuh dengan hadirnya sosok Kate.

B. Implikasi

Penelitian terhadap roman La Consolante ini dapat dijadikan inspirasi dan motivasi bagi guru, siswa dan mahasiswa agar dengan membaca atau mengkaji buku dengan halaman yang cukup banyak bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan asalkan memiliki kemauan dan semangat yang kuat. Dengan membaca roman, kemampuan pemahaman dan penguasaan kosa kata akan meningkat dengan signifikan.

(61)

114

C. Saran

1. Hasil penelitian terhadap roman La Consolante ini dapat dijadikan alternatif bahan pembelajaran untuk siswa SMA dalam belajar bahasa Prancis atau bagi mahasiswa jurusan bahasa Prancis dalam melakukan analisis sastra.

2. Hasil penelitian terhadap roman La Consolante ini dapat dijadikan referensi dalam analisis kesusastraan Prancis, terutama tentang analisis unsur-unsur pembangun karya atau mengenai teori psikoanalisis.

(62)

115

Auzou, Philippe. et. al. 2008. Dictionnaire Encyclopédique AUZOU. Paris: Éditions Philippe Auzou.

Barthes, Roland. 1981. Communications 8 L’Analyse Structurale du Récit. Paris: Éditions du Seuil.

Besson, Robert. 1987. Guide Pratique de la Communication Écrite. Paris: Éditions Casteilla.

Danarto, Apri. 2003. Teori Seks SIGMUND FREUD. Yogyakarta: Jendela. Gavalda, Anna. 2008. La Consolante. Paris: Le Dilettante.

Kartono, Kartini. 2009. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: CV. MandarMaju.

1992. PsikologiWanita. Bandung: CV. Mandar Maju Labrousse, Pierre. 2009. Kamus Indonesia-Prancis. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

Laplanche, Jean et Pontalis JB. 1992. Vocabulaire de la Psychanalyse. Paris: Presses Universitares de France.

Larousse. 1994. Le Petit Larousse Illustré. Paris: Larousse.

Milner, Max. 1992. Freud et l’Interprétation de la Littérature diterjemahkan oleh DS. Apsanti, Sri Widaningsih dan Laksmi. Jakarta: Intermassa.

Minderop, Albertine. 2010. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Noviasmara.Na’imah Prima.1999. Tinjauan Psikologis Perwatakan

Tokoh-Tokoh Novel Michael Kohlhaas Karya Heinrich Von Kleist. Skripsi S1. Yogyakarta: Program Studi Bahasa Jerman, UPT Perpustakaan Universitas Negeri Yogyakarta.

Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

(63)

116

Robert, Paul. 1993. Dictionnaire Le Petit Robert. Paris: Seuil.

Schmitt, M.P. dan A. Viala. 1982. Savoir-lire Faire Lire. Paris: Éditions Didier.

Semiun, Yustinus. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta: Kanisius.

Supratiknya, A. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal.Yogyakarta: Kanisius. Ubersfeld, Anne. 1996. Lire le Théâtre I. Paris: Belin.

Zaimar, Okke KS. 1990. Menelusuri makna Ziarah karya Iwan Simatupang. Jakarta: Djambatan.

Zuchdi, Darmiyati. 1993. Panduan Penelitian Analisis Konten, Seri Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.

Website

www.decitre.fr/auteur/271196/Anna+Gavalda. Diakses pada Rabu 15 Januari 2014.

http://www.aufeminin.com/portraits-de-femmes/anna-gavalda-d48638.html.Diaksespada Rabu 12 Maret 2014.

www.hotcourses.co.id. Diakses pada Senin3 Maret 2014.

(64)
(65)

118

Sekuen Roman LA CONSOLANTE Karya Anna Gavalda

1. Kepulangan Charles dari Rusia dan pertemuannya dengan sopir taksi yang meminbulkan suatu kehampaan dalam dirinya.

2. Kepulangan Charles ke apartemen yang disambut oleh Mathilde, gadis yang dianggapnya sebagai anak.

3. Rencana makan malam yang dibuat sekaligus untuk merayakan pesta ulang tahun Laurence, kekasih Charles dan ibu dari Mathilde.

4. Kesepakatan yang dibuat Charles dan Mathilde setibanya di jalan Sèvres tentang kado untuk Laurence.

5. Perayaan pesta ulang tahun Laurence bersama Charles, Mathilde di kediaman keluarga Charles.

6. Kebersamaan keluarga dan kenangan-kenangan yang diceritakan kembali.

7. Kedatangan Laurence dan pesta ulang tahun yang diadakan untuk Laurence.

8. Cerita pertemuan awal Laurence dan Charles.

a. Pertemuan awal Charles Balanda dan Laurence Vernes. b. Cerita tentang suami Laurence.

c. Cerita jatuh bangun hubungan Charles dan Laurence.

9. Percakapan antara Charles dan suadaranya tentang pekerjaan Charles. 10. Pesta perayaan ulang tahun Laurence dimulai.

11. Penemuan sebuah surat oleh Charles, tentang berita duka kematian Anouk, tetangga lama yang sudah tak bertemu lebib dari 20 tahun. 12. Pemberitahuan oleh Charles kepada Claire di teras rumahnya setelah

perayaan ulang tahun berakhir bahwa Anouk telah meninggal.

13. Kegelisahan dan kebingungan Charles beserta keluarga mendengar berita kematian Anouk setelah 20 tahun tak bertemu.

14. Cerita ibu Mado kepada Claire tentang kesan gila dalam diri Anouk. 15. Percakapan serta pertanyaan dan protes Laurence kepada Charles

tentang Anouk.

16. Perbincangan dan nasehat Charles untuk kakaknya Claire melalui telepon tentang hubungan Claire dengan kekasihnya.

17. Kegelisahan yang terus membayangi Charles akibat memikirkan Anouk..

18. Penemuan foto Charles dan Laurence semasa kecil dan kenangan di benak Charles

19. Nasehat dari Charles kepada Laurence dan Mathilde atas sikap Mathilde yang gemar mengeksplorasi bagian perutnya.

20. Cerita yang diungkapkan Charles kepada Mathilde tentang Alexis, teman masa kecil Charles.

21. Penemuan sebuah lirik lagu pada layar komputer yang mengingatkan Charles tentang Anouk dan Alexis.

(66)

a. Perbincangan Charles dengan Anouk yang membicarakan tentang kematian.

b. Sikap Anouk yang gemar berbicara lantang, berteriak dan bernyanyi dengan keras sehingga menarik perhatian orang di sekitarnya dan menimbulkan kesan aneh.

24. Kemarahan Charles saat berada di bandara Rusia ketika mengetahui kematian buruh di proyeknya yang menambah kegelisahannya.

25. Penjemputan oleh sopirnya yang bernama Viktor dan kemudian kepergiannya untuk mengurusi proyeknya di Rusia yang sedang ditimpa masalah akibat kematian seorang buruh.

26. Kesedihan Charles karena tidak bisa lagi melihat kegembiraannya pada sosok Anouk.

27. Penemuan nomer telepon Alexis dalam buku agenda dan mencoba meneleponnya, namun hanya suara mailbox saja yang terdengar. 28. Keterkejutan Charles karena mengetahui bahwa Alexis telah menikah. 29. Bayangan Charles tentang perbincangannya dengan Anouk jika

Anouk masih bersamanya.

30. Kepulangan Charles ke Paris dan memutuskan untuk menjauh dari Laurence dan Mathilde dengan menyibukkan diri pada pekerjaannya. 31. Pemberian alamat makam Anouk dan foto masa kecil Charles dan

Alexis yang ditemukan oleh sang ibu.

32. Kepergian Charles ke Drancy untuk mendatangi alamat makan Anouk yang disertai kegelisahan Charles saat kepergian.

33. Kenangan Charles tentang kebersamaannya bersama Anouk dan Alexis yang muncul saat ia menyusuri jalan kepulangannya.

34. Keterkejutan Charles saat berusaha menelepon Alexis karena yang berbicara adalah seorang putra dari Alexis.

35. Kemarahan Charles melihat kebahagiaan Alexis dan pernyataan Alexis tentang pemakaman Anouk.

36. Ketiadaan solusi yang didapatkan Charles dilampiaskan dengan meminum obat tidur dan minuman keras.

37. Kenangan Charles tentang masa lalunya bersama Anouk dan Alexis a. Kecurigaannya terhadap Alexis, karena Charles tidak pernah

melihat ibu Alexis selama kunjungannya ke rumah Alexis.

b. Keterkejutan dan kekaguman Charles saat melihat Anouk, yang sangat menawan, untuk yang pertama kalinya.

c. Kenangan Charles tentang sikap Anouk yang pemberani dan segala sesuatu yang membuatnya terpesona pada sosok Anouk.

d. Anouk yang sangat menyayangi Charles sehingga mulai untuk menceritakan berbagai hal yang tak pernah diceritakannya kepada rang lain, namun diceritakan pada Charles.

e. Cerita Anouk tentang seorang laki-laki yang ditemuinya di rumah sakit dan dipercaya sebagai Nounou, ayah biologis dari Alexis. f. Cerita Anouk tentang surat cinta yang dikirimkan Biduljak

(67)

120

g. Pernyataan Charles yang begitu menyayangi Anouk dibandingkan wanita lainnya pada saat usianya masi 10 tahun.

h. Kenangan Charles tentang kegembiraan saat bermain bersama dengan Alexis.

38. Insomnia yang terus dialami Charles pasca kematian Anouk dan berbagai kenangan tentangnya dan Alexis.

39. Pada pukul 8 pagi setelah kepulangannya, Charles mengunjungi biara Royaumont dan cerita tentang dialihfungsikannya biara menjadi pabrik

40. Ingatan Charles tentang rahasia kematian Nounou yang disembunyikan oleh Anouk.

41. Pertemuan dan perbincangan Charles dengan Philippe Voernoodt, seorang teman Laurence, yang akhirnya memberikan pekerjaan baru bagi Charles.

42. Ingatan Charles tentang Alexis

a. Alexis yang meninggalkan Anouk di usianya yang ke-15 tahun dan hancurnya hati Anouk karena kepergiannya.

b. Kembalinya Alexis kepada Anouk saat Paskah dan keputusan Anouk untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik.

43. Pengalihan kegelisahan Charles dengan menyiapkan makan malam bersama Laurence namun gagal.

44. Kekecewaan Charles atas gagalnya makan malam karena Laurence dan Mathilde tidak pulang ke apartemen.

45. Pertengkaran yang terjadi antara Charles dan Laurence.

46. Rutinitas dan pekerjaan untuk menyibukkan diri dan untuk melupakan Laurence.

47. Pertemuan antara Charles dan Claire, kakak Charles, dimana Charles ingin bercerita tentang kegelisahannya.

48. Pertanyaan yang diajukan Claire tentang kematian Anouk kepada Charles dan nasehat yang diberikan untuk hubungan Charles dengan Laurence.

49. Kecurigaan Claire akan hubungan yang terjaliin antara Charles dan Anouk, sehingga membuatnya terobsesi untuk menemukan jejaknya. 50. Cerita Charles kepada Claire tentang masa lalunya bersama Anouk

dan Alexis (anak Anouk).

a. Hubungan intim yang pernah terjadi antara dirinya dan Anouk saat pesta dirumahnya.

b. Kepergian Charles paska kejadian intimnya dengan Anouk ke Portugal dan Amerika untuk melupakan kejadian tersebut.

51. Kembalinya Charles ke apartemen dan bertemu dengan Laurence dan Mathilde, serta kado dari Mathilde untuk ulang tahun Charles.

52. Kegagalan tender proyek Charles di Lausanne dan kepergian Laurence dan Mathilde ke Écosse yang kembali membuat Charles kalut.

Gambar

Gambar 1: Skema Aktan

Referensi

Dokumen terkait

peraga “Blok Pecahan” guna meningkatkan motivasi belajar siswa dan tingkat pemahaman siswa pada materi pecahan yang diajarkan. Penelitian ini menggunakan metode

Penyebarluasan Informasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Uang Lembur) Jasa Lainnya 2880

Mengingat pentingnya acara ini diminta kepada saudara hadir tepat waktu dan apabila diwakilkan diharapkan membawa surat kuasa, serta membawa berkas klarifikasi 1 (satu) Dokumen

Jipangan dengan kantor sekretariat beralamat di desa Jipangan RT. 04, Bangunjiwo, Kasihan, Kabupaten Bantul. Mas Panji didirikan dengan tujuan sebagai sarana komunikasi antar perajin

54 Tahun 2010 tentang Pengadaan BarangFasa Pemerintah yang terakhir dirubah dengan Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 beserta petunjuk teknisnya, maka dengan ini

70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah;.. Demikian pengumuman ini disampaikan

Rekonstruksi sejarah GERA YAK sebagaimana diuraikan dalam buku basil riset ini mengindikasikan bahwa perhatian para ilmuwan sosial terhadap gerakan perlawanan petani

belum melaksanakan pembayaran, maka dengan ini saya memberikan hak dan persetujuan kepada Badan Pengurus ASPI yang berwenang berdasarkan Anggaran Dasar ASPI