Ani Nuryani, 2012
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Manfaat Penelitian... 8
E. Struktur Organisasi... 8
BAB II PEMBINAAN AKHLAK MULIA SISWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER ROHIS... 10 A. Pembinaan Akhlak Mulia... 10
B. Perkembangan Akhlak dan Karakteristik Remaja... 22
C. Pembinaan Akhlak Mulia sebagai Pendidikan Umum... 27
D. Pembinaan Akhlak Mulia melalui Ekstrakurikuler... 32
E. Penelitian Terdahulu... 46
BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN... 48
A. Definisi Operasional... 48
B. Metode dan Pendekatan Penelitian... 50
C. Tehnik Pengumpulan Data... 57
D. Tahapan-tahapan Penelitian... 62
E. Analisis dan Interpretasi Data... 66
Ani Nuryani, 2012
Kajian Pembinaan Akhlak Mulia Siswa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam (Rohis) Di
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 72
A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 72
B. Deskripsi Hasil Penelitian... 77
C. Pembahasan Hasil Penelitian... 99
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 112
A. Kesimpulan... 112
B. Rekomendasi... 115
DAFTAR PUSTAKA... 116
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakikatnya adalah untuk membantu peserta didik agar
dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya sehingga menjadi
manusia yang utuh atau sempurna. Hakikat pendidikan tersebut tertuang dalam
fungsi dan tujuan pendidikan Nasional sebagaimana diungkapkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Bab II pasal 3 yang menyatakan bahwa:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Adanya kata-kata berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
bertanggungjawab dan demokratis dalam tujuan pendidikan nasional tersebut
menunjukkan bahwa pendidikan bukan sekedar transfer of knowledge akan tetapi
lebih utama dari itu yakni agar peserta didik memiliki sikap dan perilaku yang
menjungjung tinggi nilai moral/akhlak mulia.
Materi nilai moral/akhlak sebenarnya sudah ada pada beberapa mata
pelajaran di sekolah yakni mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
dan Pendidikan Agama Islam (PAI). Materi akhlak pada mata pelajaran PAI
roja’, menjaga kelestarian lingkungan hidup, adil, ridho, amal soleh, menghargai
karya orang lain, menghindari dosa-dosa besar (syirik, zina, durhaka kepada orang
tua, minum khamar, bunuh diri, lesbian/homosex), persatuan, kerukunan dan
lain-lain. Dengan demikian dari aspek nilai moral/akhlak, PAI memiliki tanggung
jawab besar untuk dapat merealisasikan tujuan Pendidikan Nasional tersebut.
namun yang menjadi pertanyaan mengapa nilai-nilai moral/akhlak belum juga
mampu mendasari sikap dan perilaku peserta didik. Padahal tujuan
penyelenggaraan PAI sebagaimana diungkapkan oleh Direktorat Jenderal
Pendidikan Agama Islam pada Sekolah (Dirjen PAIS) Kementerian Agama
(Kemenag) (2011: 2) “bahwa penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di
sekolah harus menjadi landasan moral, etik, dan spiritual yang kuat dalam
membentuk pribadi siswa agar menjadi muslim yang bermoral, beretika, dan taat
beribadah.”
Dalam mengemban misi tersebut, PAI melakukan proses pembelajaran
melalui dua program yaitu program intakurikuler dan ekstrakurikuler. Namun
demikian program pembelajaran intrakurikuler PAI saat ini belum dapat mencapai
tujuan sesuai yang diharapkan sebagaimana diakui oleh Dirjen PAIS (2011: 1)
“bahwa prestasi dan kompetensi peserta didik di lembaga pendidikan pada
mata pelajaran PAI saat ini umumnya belum mencapai tingkat kompetensi yang
menggembirakan. Indikasinya antara lain adalah rendahnya kejujuran, kerjasama,
kasih sayang, toleransi, disiplin, termasuk juga dalam aspek integritas keimanan
Peserta didik pada tingkat satuan pendidikan SMP dan SMA terindikasi
banyak melakukan penyimpangan perilaku yang tidak sesuai dengan norma
agama, norma hukum, dan norma susila, seperti terlibat narkoba,
minum-minuman keras, tawuran, dan pergaulan bebas yang terkesan menjadi trend
kehidupan anak remaja. Sebagaimana data yang diungkapkan oleh KPAI
(Komisi perlindungan Anak Indonesia) 2010, sebanyak 32% remaja usia 14-18
tahun di kota-kota besar di Indonesia seperti Surabaya, Jakarta, Medan dan
Bandung pernah berhubungan seks di luar nikah (Syiahali, 2011).
Data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada
tahun 2010 menyebutkan 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan seks pra
nikah, artinya dari 100 remaja 51 0rang sudah tidak perawan. Hasil lain dari
survey Komnas Perempuan bahwa siswa SMP dan SMA ternyata 93,7 % pernah
melakukan ciuman, 21,2 % remaja SMP pernah melakukan aborsi, dan 97 %
remaja SMP dan SMA pernah melihat film porno (Heniputra, 2010).
Fakta-fakta tersebut menunjukkan ketidakberhasilan sekolah dalam
pembinaan nilai moral peserta didik. Azra (2002: 2-4) menyebutkan beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya krisis nilai moral pada peserta didik saat ini,
yaitu:
1. Sekolah sebagai sistem sosial tidak berfungsi dengan baik dalam pembinaan nilai dan moral peserta didik. Sekolah dan lingkungan tidak lagi mendidik peserta didik memahami diri untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan nilai-nilai moral dan akhlak di mana mereka mendapatkan koreksi tentang tindakannya, salah atau benar.
3. Proses pembelajaran di sekolah sangat membelenggu perkembangan peserta didik, di mana sekolah berorientasi mengejar target agar siswanya lulus seratus persen.
4. Dalam proses pembelajaran di sekolah peserta didik dihadapkan pada nilai yang bertentangan, di mana sekolah menginformasikan nilai-nilai normatif sementara di lingkungan sekitar mereka dihadapkan pada nilai pragmatis-amoral.
Faktor-faktor kelemahan dalam pembelajaran nilai moral di sekolah tersebut
dialami dalam pembelajaran intrakurikuler PAI, seperti yang diungkapkan Towaf
(Ismail, 2008: 2) bahwa pendekatan yang digunakan masih cenderung normatif,
kurang kreatifnya guru agama dalam menggali metode yang bisa dipakai untuk
Pendidikan Agama menyebabkan pelaksanaan pembelajaran cenderung monoton.
Arif (2002: 7) mengatakan bahwa:
Persoalan-persoalan selalu menyelimuti dunia pendidikan sampai saat ini adalah seputar tujuan dan hasil yang tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat, metode pembelajaran yang statis dan kaku, sikap dan mental pendidik yang dirasa kurang mendukung proses dan materi pembelajaran yang kurang progresif.
Abdullah (Ismail, 2008: 2) seorang pakar keislaman menyoroti kelemahan
kegiatan pendidikan agama yang selama ini berlangsung di sekolah. Ia
mengatakan bahwa:
Salah satu kelemahan dari kegiatan tersebut adalah kurang konsen terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu di internalisasikan dalam diri siswa melalui berbagai cara, media dan forum. Pembelajaran lebih menitik beratkan pada aspek korespondensi tekstual yang lebih menekankan hafalan teks-teks keagamaan.
Kelemahan-kelemahan pembelajaran intrakurikuler PAI sebagaimana
diungkapkan para pakar di atas bukan tanpa alasan, akan tetapi memiliki beberapa
pada kuatnya pengaruh perkembangan teknologi informasi dan faktor lingkungan
masyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh Dirjen PAIS (2011:2) yakni:
1. Terbatasnya jumlah alokasi waktu yang tersedia dalam standar isi kurikulum untuk pembelajaran intrakurikuler Pendidikan Agama Islam; 2. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah kurang mampu
mengembangkan potensi, watak, akhlak mulia, dan kepribadian siswa. Di samping itu, kegiatan intrakurikuler juga kuran berorientasi kepada pembentukan moral dan akhlakul karimah yang seharusnya diberikan dalam bentuk pengalaman dan latihan-katihan.
3. Perkembangan global bidang teknologi, informasi, dan telekomunikasi pada sisi lian memiliki implikasi negatif bagi penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di sekolah.
4. Faktor lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga juga sering menjadi kendala bagi keberhasilan penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di sekolah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperlukan upaya untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut baik terhadap program pembelajaran
intrakurikuler di kelas itu sendiri maupun melalui kegiatan lain berupa
ekstrakurikuler.
Adapun program kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dapat
membantu mengembangkan siswa sesuai dengan bakat dan minat mereka
sebagaimana diungkapkan oleh Danial (2011: 630) bahwa kegiatan
ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan
konseling untuk membantu mengembangkan siswa sesuai dengan bakat dan minat
mereka. Kegiatan ekstrakurikuler berupa kegiatan pengayaan dan perbaikan yang
berkaitan dengan program intrakurikuler, yang diarahkan untuk memantapkan
pembentukan kepribadian dan juga untuk lebih mengaitkan antara pengetahuan
yang diperoleh dalam program intrakurikuler dengan keadaan dan kebutuhan
Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah banyak ragamnya di antaranya Palang
Merah Remaja (PMR), Patroli Keamanan Sekolah (PKS), Bandung Karate Club
(BKC), volley ball, futsal, pramuka, Karya Ilmiah Remaja (KIR), dan Rohani
Islam (ROHIS).
ROHIS merupakan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan mata
pelajaran PAI dan salah satu programnya adalah pembinaan akhlak mulia,
sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian apakah kegiatan
ekstrakurikuler ROHIS dapat menjadi solusi alternatif dan berpengaruh terhadap
pembinaan akhlak mulia siswa sehingga tujuan penyelenggaraan PAI di sekolah
dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana disebutkan di atas dapat tercapai.
Namun demikian dalam kegiatannya diperlukan konsep, jenis kegiatan dan target
yang ingin dicapai, sehingga kegiatan ekstrakurikuler ROHIS dapat terlaksana
secara efektif. Oleh karenanya penelitian ini diarahkan pada kajian kegiatan
ekstrakurikuler dengan judul: Kajian Pembinaan Akhlak Mulia Siswa Melalui
Kegiatan Ekstrakurikuler Rohani Islam (ROHIS) (Studi di SMA Negeri 1
Lembang).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka pertanyaan penelitiannya
sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran konsep kegiatan ekstrakurikuler ROHIS di SMA
Negeri 1 Lembang dalam pembinaan akhlak mulia siswa?
a. Fungsi dan tujuan program kegiatan ekstrakurikuler ROHIS
c. Materi dan jenis kegiatan ekstrakurikuler ROHIS
d. Jadwal kegiatan ekstrakurikuler ROHIS
2. Apakah pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1
Lembang menunjukkan langkah-langkah pembinaan akhlak mulia?
a. Langkah-langkah penyusunan perencanaan kegiatan ekstrakurikuler
ROHIS
b. Proses kegiatan ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang
c. Metode kegiatan ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang
d. Sistem evaluasi kegiatan
3. Akhlak mulia apakah yang dihasilkan dari program ekstrakurikuler
ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang?
4. Apakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan program
pembinaan akhlak mulia melalui ekstrakurikuler ROHIS?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai pembinaan akhlak mulia siswa melalui kegiatan
ekstrakurikuler ROHIS memiliki tujuan sebagai berikut yaitu:
1. Untuk mendeskripsikan konsep kegiatan ekstrakurikuler ROHIS di SMA
Negeri 1 Lembang dalam pembinaan akhlak mulia siswa.
2. Untuk mendeskripsikan apakah langkah-langkah kegiatan ekstrakurikuler
ROHIS telah menunjukkan langkah-langkah pembinaaan akhlak mulia.
3. Untuk memaparkan akhlak mulia seperti apa yang dihasilkan melalui
4. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
pelaksanaan program ekstrakurikuler ROHIS.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Kementrian Agama
dalam menyusun kebijakan umum pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan.
2. Bagi UPI khususnya Program Studi Pendidikan Umum dapat bermanfaat
bagi pengembangan khazanah keilmuan.
3. Memberikan kontribusi bagi sekolah khususnya SMA Negeri 1 Lembang
untuk perbaikan kualitas kegiatan ekstrakurikuler ROHIS.
4. Memberikan masukan bagi sekolah lain yang belum memiliki kegiatan
ekstrakurikuler ROHIS agar mengembangkan kegiatan ini dalam rangka
pembinaan akhlak mulia siswa.
E. Struktur Organisasi
Bab 1 pada penelitian ini dimulai dari latar belakang adanya distorsi antara
tujuan pendidikan nasional dengan hasil pendidikan yang tidak sesuai dengan
tujuan pendidikan itu sendiri, hal ini ditandai dengan perilaku pelajar khususnya
di kalangan remaja berupa tindakan immoral seperti tawuran, pergaulan bebas,
gang motor dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan upaya untuk
membina perilaku siswa (akhlak mulia), salah satunya melalui kegiatan
pembinaan akhlak mulia siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler Rohis di SMA
Negeri 1 Lembang, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
Pada bab II penulis mengkaji teori dari berbagai literatur yang berhubungan
dengan pembinaan akhlak mulia, metode, dan kegiatan ekstrakurikuler
ROHIS.Selanjutnya untuk menghasilkan penelitian yang valid dan reliabel maka
penulis merancang penelitian pada bab III yang meliputipendekatan, metode,
tehnik pengumpulan data, tahap-tahap penelitian dan tehnik analisis
data.Selanjutnya penulis mendeskripsikan dan membahas hasil penelitian
berdasarkan rumusan masalah yang telah ditentukan.Penelitian ini berakhir pada
BAB III
METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
A. Definisi Operasional
Agar tidak terdapat kesalahpahaman atau kekeliruan dalam penelitian ini,
maka perlu adanya definisi istilah (definisi operasional) sebagai berikut:
1. Kajian
Yaitu suatu proses penyelidikan untuk mendalami sesuatu (KBBI,
1995: 431). Yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah proses
pembinaan akhlak mulia siswa.
2. Pembinaan.
Pembinaan adalah proses, perbuatan, cara membina, usaha, tindakan,
dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna
untuk memperoleh hasil yang lebih baik (KBBI, 1995: 134). Yang
dimaksud pembinaan dalam penelitian ini adalah proses pembinaan
akhlak mulia siswa.
3. Akhlak Mulia
Arti akhlak secara bahasa berarti tabi’at, kelakuan, perangai, tingkah
laku dan adat kebiasaan. Menurut istilah ialah sifat yang tertanam di
dalam diri yang dapat mengeluarkan suatu perbuatan dengan senang dan
mudah tanpa pemikiran, penelitian dan paksaan. Sedangkan Akhlak
menurut ajaran Islamadalah suatu ilmu yang membahas tata nilai,
hukum-hukum dan prinsip-prinsip tententu untuk mengenal pasti
sifat-sifat tercela untuk dijauhi dengan tujuan membersihkan jiwa berasaskan
wahyu Ilahi agar mencapai keridloan Alloh SWT (Ridlwaanullah) (Sauri,
2011: 18).
4. Ekstrakurikuler Rohis
Ekstrakurikuler yaitu kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di
luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu
mengembangkan siswa sesuai dengan bakat dan minat mereka (Danial,
2011: 630). Sedangkan ROHIS adalah organisasi Islam sebagai sub dari
Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang kegiatannya mendukung
intrakurikuler keagamaan, dengan memberikan pendidikan, pembinaan,
dan pengembangan potensi siswa-siswi muslim agar menjadi insan
beriman, bertaqwa kepada Allah SWT, dan berakhlak mulia dengan
mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari (Dirjen
PAIS, 2009: 10-11).
5. SMA Negeri 1 Lembang
SMA Negeri 1 Lembang yang dimaksud adalah Sekolah Menengah Atas
yang berstatus Negeri dan merupakan SMA Negeri pertama yang berada
di Kecamatan Lembang, berlokasi di Jl. Maribaya No. 68 Desa
B. Metode dan Pendekatan Penelitian
1) Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif atau disebut juga penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2011: 6)
penelitian kualitatif adalah:
Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Pendekatan kualitatif dipilih karena peneliti menganggap penelitian ini
didasarkan atas fenomenologis yang pada dasarnya bertujuan untuk
memperoleh pemahaman dan pengertian tentang perilaku manusia ditinjau
dari faktor perilaku manusia itu sendiri yakni akhlak mulia siswa.
Fenomenologis mempelajari pengalaman manusia dalam kehidupan yang
mempercayai bahwa kebenaran akan terungkap melalui upaya menyelami
interaksi perilaku manusia, dan akhirnya memperoleh kesimpulan tentang apa
yang penting, dinamis dan berkembang. Nasution (1992: 5) mengemukakan
bahwa penelitian kualitatif pada hakekatnya mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami
bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.
Selain itu pemilihan pendekatan kualitatif didasarkan pada
karakteristiknya/ciri-cirinya sangat cocok dengan masalah yang menjadi
fokus penelitian. Ciri-ciri penelitian kualitatif menurut Moleong (2011: 8-13)
a) Latar alamiah: Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar
alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity), karena
kenyataan-kenyataan tidak dapat difahami jika dipisahkan dari konteksnya.
b) Manusia sebagai alat (instrumen): dalam penelitian kualitatif, peneliti
sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data
yang utama. Pada waktu mengumpulkan data di lapangan, peneliti
berperan serta aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau disebut dengan
pengamatan berperan serta (participan observation).
c) Metode kualitatif: Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif
yaitu pengamatan , wawancara, atau penelaahan dokumen.
d) Analisis data secara induktif: Analisis data secara induktif ini digunakan
karena beberapa alasan. Pertama, proses induktif lebih dapat menemukan
kenyataan-kenyataan jamak sebagai yang terdapat dalam data. Kedua,
analisis induktif lebih dapat membuat hubungan peneliti-responden
menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan akuntabel. Ketiga, analisis demikian
lebih dapat menguraikan latar secara penuh. Keempat, analisis induktuf
lebih dapat menemukan pengaruh besar yang mempertajam
hubungan-hubungan. Kelima, dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit
sebagai bagaian dari struktur analitik.
e) Teori dari Dasar (Grounded theory): penelitian kualitatif lebih
menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal
dari data, yaitu dari sejumlah data yang banyak dikumpulkan dan saling
f) Deskriptif: data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan
bukan angka-angka. Hal itu disebabkan oleh adanya penerapan metode
kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi
kunci terhadap apa yang sudah diteliti.
g) Lebih mementingkan proses daripada hasil,: penelitian kualitatif lebih
banyak mementingkan segi proses daripada hasil. Hal ini disebabkan oleh
hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila
diamati dalam proses.
h) Adanya batas yang ditentukan oleh fokus: penelitian kualitatif
menghendaki ditetapkan adanya batas dalam penelitian atas dasar fokus
yang timbul sebagai masalah dalam penelitian.
i) Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data : penelitian kualitatif
meredefinisikan validitas, reliabilitas, objektivitas dalam versi lain
dibandingkan dengan yang lazim digunakan dalam penelitian klasik.
j) Desain yang bersifat sementara: penelitian kualitatif menyusun desain
yang secara terus-menerus disesuaikan dengan kenyataan di lapangan.
Jadi, tidak menggunakan desain yang telah disusun secara ketat dan kaku.
k) Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama: penelitian kualitatif
menghendaki agar pengertian dan hasil interpretasi yang diperoleh
dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sebagai sumber
data.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, maka peneliti dapat berkomunikasi
sejak awal sampai akhir proses penelitian. Fakta atau data itulah yang
nantinya diberi makna sesuai dengan teori-teori yang terkait dengan fokus
masalah yang diteliti.
Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif analitik, mengingat yang menjadi tujuan dari penelitian
adalah menggambarkan fenomena aktual yang sedang terjadi. Yang dimaksud
dengan fenomena dalam penelitian ini adalah data lapangan yang berkenaan
dengan: 1) Pembinaan akhlak mulia siswa, dan 2) Kegiatan ekstrakurikuler
Rohani Islam (Rohis).
Metode deskriptif analitik digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam
kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
data yang diperoleh dari hasil pengamatan. Hal tersebut sebagaimana
diungkapkan oleh Surachmad (1992: 131) tentang penyelidikan deskriptif
sebagai berikut: “Penyelidikan deskriptif digunakan apabila bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menjelaskan peristiwa atau kejadian-kejadian yang ada
pada masa sekarang”.
2) Sumber dan Jenis Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif menurut Lofland dan
Lofland (Moleong, 2011: 157) adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan
dalam konteks penelitian ini yaitu yang dilakukan oleh warga SMA Negeri 1
Lembang (Kepala Sekolah, guru, pembina ROHIS dan siswa itu sendiri)
dokumen resmi yang mendukung seperti program kegiatan ekstrakurikuler,
jadwal kegiatan, profil sekolah, buku sumber, data base siswa, foto kegiatan
dan lain-lain.
Pencatatan sumber data utama melalui wawancara dan pengamatan
berperanserta (Observasi partisipatori) merupakan hasil gabungan dari
kegiatan melihat, mendengar dan bertanya secara terarah terhadap subjek
penelitian di SMA Negeri 1 Lembang
3) Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti itu
sendiri, sehingga peneliti langsung menjadi pengamat dan pembaca situasi
berlangsungnya kegiatan ekstrakurikuler Rohis yang ada di SMA Negeri 1
Lembang. Manusia sebagai instumen dalam penelitian kualitatif menurut
Moleong (2011: 169) karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Responsif: Manusia sebagai instrumen responsif terhadap lingkungan dan
terhadap individu yang berperan serta dalam lingkungan, serta bersifat
interaktif terhadap orang dalam lingkungannya.
b) Dapat menyesuaikan diri: Manusia sebagai instrumen dapat menyesuaikan
diri pada keadaan dan situasi pengumpulan data.
c) Menekankan keutuhan: Manusa sebagai instrumen memanfaatkan
imajinasi dan kreativitasnya dan memandang dunia ini sebagai suatu
keutuhan. Agar merasakan keutuhan yang ada, peneliti hendaknya
membenamkan dirinya secara utuh ke dalam lingkungan yang baru dan
d) Mendasarkan diri atas perluasan dan pengetahuan: Manusia sebagai
instrumen penelitian mempunyai kemampuan untuk memperluas dan
meningkatkan pengetahuan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang
diperolehnya.
e) Memproses data secepatnya: kemampuan lain yang dimiliki manusia
sebagai instrumen adalah memproses data secepatnya, menyusunnya
kembali, mengubah arah inkuiri atas dasar penemuannya, merumuskan
hipotesis, dan mengetes hipotesis pada respondennya.
f) Memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan dan
mengikhtisarkan: Manusia sebagai instrumen memiliki kemampuan untuk
menjelaskan sesuatu yang kurang difahami oleh subjek atau responden.
Selain itu kemampuan mengikhtisarkan informasi yang banyak diceritakan
oleh responden dalam wawancara.
g) Memanfaatkan kesempatan untuk mencari respon yang tidak lazim dan
idiosinkratik: Manusia sebagai instrumen memiliki pula kemampuan untuk
menggali informasi yang lain dari yang lain, yang tidak direncanakan
semula, yang tidak diduga terlebih dahulu, atau yang tidak lazim terjadi.
4) Sampling dan Satuan Kajian
Tehnik sampling dalam penelitian kualitatif jelas berbeda dengan yang
nonkualitatif. Pada penelitian nonkualitatif sampel dipilih dari suatu populasi
sehingga dapat digunakan untuk mengadakan generalisasi karena mewakili
ciri-ciri suatu populasi. Sedangkan dalam penelitian kualitatif tidak ada
untuk menjaring informasi sebanyak mungkin dari berbagai macam sumber
dan bangunannya (contructions). Adapun ciri-ciri sampel purposif menurut
Moleong (2011: 224) sebagai berikut:
a) Rancangan sampel yang muncul: Sampel tidak dapat ditentukan atau
ditarik terlebih dahulu.
b) Pemilihan sampel secara berurutan: Tujuan memperoleh variasi
sebanyak-sebanyaknya hanya dapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel
dilakukan setelah sebelumnya dijaring dan dianalisis.
c) Penyesuaian berkelanjutan dari sampel: Pada mulanya setiap sampel dapat
sama kegunaannya. Namun, sesudah makin banyak informasi yang didapat
maka sampel makin dipilih sesuai fokus penelitian.
d) Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan: Jika tidak ada lagi
informasi yang dijaring, dan mulai terjadi pengulangan informasi, maka
penarikan sampel pun sudah harus dihentikan.
Satuan kajian biasanya ditetapkan dalam rancangan penelitian.
Kadang-kadang satuan kajian bersifat perseorangan seperti siswa, guru, dan kepala
sekolah. Satuan kajian dalam konteks penelitian ini adalah warga SMA
Negeri 1 Lembang yang meliputi kepala sekolah, guru, pembina
ekstrakurikuler dan siswa. Adapun sasaran penelitian dari masing-masing
satuan kajian tersebut sebagai berikut:
a) Kepala Sekolah
Dalam mengembangkan visi, Misi dan Program Sekolah yang
Dalam mengembangkan program kegiatan ekstrakurikuler.
Dalam menata lingkungan sekolah yang kondusif sebagai upaya
pembinaan akhlak mulia,
b) Guru
Dalam melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung
pembinaan akhlak mulia siswa.
Dalam mendukung upaya pembinaan
c) Pembina Ekstrakurikuler; dalam mengembangkan program-program
kegiatan ektrakurikuler Rohis yang mampu menarik minat siswa dan
berpengaruh terhadap pengembangan akhlak mulia siswa
d) Siswa; dalam mengembangkan potensi yang dimiliki dan mengembangkan
eksistensi dalam kegiatan ektrakurikuler rohis, dan sejauhmana pembinaan
akhlak yang ada di ektrakurikuler rohis berpengaruh terhadap akhlak dan
perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari.
C. Tehnik Pengumpulan Data
1. Observasi
Alwasilah (2009: 211) mengungkap bahwa observasi adalah pengamatan
sistematis dan terencana yang bertujuan untuk memperoleh data yang
dikontrol validitas dan reliabilitasnya.Teknik observasi dalam penelitian ini
dilakukan untuk mengamati berbagai hal yang berkaitan dengan pembinaan
akhlak mulia melalui ekstrakurikuler Rohis agar peneliti mendapatkan
pemahaman yang tidak terucapkan (tacit understanding) melalui wawancara
observasi memungkinkan peneliti menarik kesimpulan (inferensi) ihwal
makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses yang
diamati.
Guba dan Lincoln (Moleong, 20011: 174) mengemukakan beberapa
alasan mengapa dalam penelitian kualitatif observasi dimanfaatkan
sebesar-besarnya, antara lain sebagai berikut:
a) Tehnik pengamatan ini didasarkan atas pengamatan secara langsung,
karena pengamatan langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes
suatu kebenaran.
b) Tehnik pengamatan juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri,
kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada
keadaan sebenarnya.
c) Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang
berkaitan dengan pengetahuan proposisional maupun pengetahuan yang
langsung diperoleh dari data.
d) Memanfaatkan pengamatan untuk menjaga adanya kekeliruan atau bias
terhadap data yang diperoleh.
e) Tehnik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami
situasi-situasi rumit yang mungkin terjadi ketika peneliti ingin memperhatikan
beberapa tingkah laku sekaligus.
f) Dalam kasus-kasus tertentu di mana tehnik komunikasi lainnya tidak
Secara intensif teknik observasi ini digunakan untuk memperoleh data
mengenai kegiatan pembinaan akhlak mulia siswa melalui ekstrakurikuler
Rohis di SMA Negeri 1 Lembang antara lain upaya-upaya sekolah, guru,
pembina Rohis, anggota Rohis baik dalam kontek program maupun dalam
bentuk ucapan dan perbuatan yang mengandung unsur akhlak mulia.
Jenis observasi yang digunakan adalah observasi non sistematis, yakni
tidak menggunakan pedoman buku yang berisi daftar yang mungkin
dilakukan oleh guru dan siswa, tetapi pengamatan dilakukan spontan dengan
cara mengamati apa adanya pada saat guru/pembina Rohis melakukan
pembinaan akhlak mulia serta ucapan dan perilaku siswa sebagai akibat dari
peran pembina/guru.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara.Peneliti dalam penelitian
kualitatif adalah sekaligus sebagai instrumen, sehingga fasilitas yang
dimilikinya seperti sepasang mata, telinga, dan lisannya merupakan alat untuk
berkomunikasi dan mendapatkan data yang diharapkan. Melalui teknik
wawancara diharapkan peneliti dapat memperoleh data mengenai
ekstrakurikuler Rohis, motivasi menjadi anggota Rohis, kegiatan-kegiatan
Rohis, dan lain-lain, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (Moleong:
orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan
lain-lain.
Selanjutnya Lincoln dan Guba dalam Alwasilah (2009: 195)
mengungkapkan lima langkah penting dalam melakukan wawancara, yakni:
a. Menentukan siapa yang akan di interview.
b. Menyiapkan bahan-bahan interview .
c. Langkah-langkah pendahuluan.
d. Mengatur kecepatan menginterview dan mengupayakan agar tetap
produktif.
e. Mengakhiri interview
Berdasarkan langkah-langkah tersebut, langkah pertama yang dilakukan
oleh peneliti adalah menentukan siapa saja yang akan di interview. Dalam hal
ini peneliti akan mewawancarai antara lain kepala sekolah, guru, pembina
ekstrakurikuler, Tata Usaha, dan siswa. Selanjutnya peneliti akan membuat
daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada interviewee, berikut mengatur
kecepatan dalam melakukan wawancara.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang tidak
terungkap melalui wawancara dan observasi. Data tersebut dapat berupa
photo, arsip sekolah, bulletin, perangkat pembelajaran, piagam, dan lain-lain.
Sebagaimana diungkapkan Guba dan Lincoln (Moleong, 2011: 216) dokumen
sebagai setiap bahan tertulis ataupun film yang digunakan dalam penelitian
dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan.
Dokumentasi dijadikan sebagai tehnik dalam pengumpulan data dengan
alasan sebagai berikut:
a. Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil,
kaya, dan mendorong.
b. Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.
c. Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena
sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam
konteks.
d. Record relatif murah dan tidak sukar diperoleh, tetapi dokumen harus
dicari dan ditemukan.
e. Keduanya tidak reaktif sehingga sukar ditemukan dengan teknik kajian
isi.
f. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas
tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.
Dalam penelitian ini, teknik dokumentasi dilakukan untuk mengetahui
dokumen tentang bagaimana kegiatan ekstrakurikuler Rohani Islam (ROHIS)
yang ada di SMA Negeri 1 Lembang sebelum peneliti melakukan penelitian
lebih lanjut. Dokumen yang diperlukan berbentuk profil sekolah dan program
kerja ekstrakurikuler ROHIS yang dapat diperoleh dari kepala sekolah, guru,
tata usaha, dan pembina ekstrakurikuler.
Studi Pustaka dapat dilakukan untuk mengumpulkan informasi berupa
data ilmiah dari berbagai literatur yang berhubungan dengan Pendidikan
Umum, ekstrakurikuler, pembinaan akhlak, karakterististik anak SMA, dan
metode penelitian kualitatif. Sebagaimana diungkapkan Hadisubroto (2007:
28) bahwa studi pustaka dipergunakan untuk mendapatkan teori-teori,
konsep-konsep sebagai bahan pembanding, penguat atau penolak terhadap
temuan hasil penelitian untuk mengambil kesimpulan.
D. Tahapan-tahapan Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu
pada tahapan yang dikemukakan oleh Nasution (1996: 33) yang terdiri dari: (1)
Tahap orientasi; (2) Tahap Eksplorasi; dan (3) Tahap “member check”. Berikut
penjelasan masing-masing tahap.
1. Tahap Orientasi.
Tahap ini merupakan tahap awal penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran secara umum tentang masalah-masalah yang akan diteliti.
Tahap ini merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi yang seluas-luasnya
mengenai hal-hal yang bersifat umum dan berkenaan dengan masalah penelitian.
Oleh karena itu peneliti melakukan kunjungan dan pendekatan kepada kepala
sekolah, guru, pembina ekstrakurikuler Rohis dan beberapa siswa sehingga
didapatkan hal-hal yang menarik dan menonjol dari kegiatan pembinaan akhlak
mulia melalui kegiatan ektrakurikuler Rohis di SMA Negeri 1 Lembang. Dari
dengan pembimbing untuk menentukan, memperjelas dan mempertajam fokus
masalah dalam penelitian.
Untuk menjalin hubungan yang harmonis sehingga responden merasa nyaman,
tidak mencurigai dan terbuka maka peneliti melakukan pendekatan dengan cara:
a) Menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yaitu untuk mengembangkan
khasanah ilmu pengetahuan yang tidak akan berpengaruh terhadap kedudukan
atau jabatan seseorang.
b) Melakukan kunjungan berulang-ulang.
c) Menjaga etika penelitian, seperti menjaga kerahasiaan informasi,
menggunakan bahasa yang dipahami, dan mengikuti aturan-aturan yang
berlaku di lokasi penelitian.
Adapun tahap Orientasi menurut Moleong (2011: 127-148) adalah
merupakan tahap pralapangan yang terdiri dari, pertama menyusun rancangan
penelitian, kedua mengurus perizinan penelitian, ketiga menjajaki dan menilai
lapangan, keempat memilih dan memanfaatkan informan, kelima menyiapkan
perlengkapan penelitian.
Pada tahap ini peneliti memulai penelitian dengan menyusun proposal
penelitian kemudian mendiskusikannya dengan pembimbing akademik, setelah
mendapatkan persetujuan dari pembimbing akademik selanjutnya diajukan kepada
ketua prodi untuk diseminarkan. Setelah dinyatakan diterima untuk dilanjutkan
penelitian oleh para penguji. Langkah berikutnya berikutnya yaitu mengajukan
pembimbing dan perijinan penelitian sebagai dasar untuk turun ke lapangan.
Negeri 1 Lembang untuk memberitahukan dan memperoleh ijin lokasi penelitian
sekaligus menjajaki keadaan lapangan, memilih dan menetapkan informan yang
diperlukan. Langkah berikutnya peneliti mempersiapkan perlengkapan penelitian
seperti pedoman observasi, pedoman wawancara, kamera, tape recorder dan
lain-lain.
2. Tahap Eksplorasi
Tahap eksplorasi merupakan tahap mengumpulkan data. Pada tahap ini
peneliti mulai menggali data secara intensif sesuai dengan tehnik pengumpulan
data yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Tahap ini disebut juga sebagai pekerjaan lapangan yang menurut Basrowi
dan Suwandi (2008: 88) dibagi atas tiga bagian yaitu (1) memahami latar
penelitian dan persiapan diri; (2) memasuki lapangan; dan (3) berperan serta
sambil mengumpulkan data.
Pada tahap ini peneliti berusaha untuk memahami latar penelitian, dengan
melakukan interaksi dan lebih mengakrabkan diri dengan responden sehingga
peneliti dapat menentukan strategi berperanserta dengan latar yang akan diteliti.
Kemudian peneliti mulai mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan mulai
dari penyesuaian penampilan, etika sampai pada target waktu agar efektif dan
efisien. Langkah berikutnya dalam tahap ini adalah memasuki lapangan. Pada
tahap ini peneliti memelihara keakraban pergaulan sehingga tidak ada dinding
pemisah (rapport) dengan subjek, mempelajari bahasa responden, dan berbaur
Berperan serta dalam kegiatan mereka sambil mengumpulkan data yang
diperlukan merupakan langkah berikutnya dalam tahap ini. Peneliti berusaha
terlibat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada di ekstrakurikuler Rohis
seperti menjadi pemateri pada saat tidak ada pemateri lain sambil mengumpulkan
data melalui observasi, dan wawancara dengan anggota Rohis. Setiap informasi
yang diberikan responden selalu dicek kebenarannya dengan responden lain dalam
hal ini digunakan teknik triangulasi, yaitu membandingkan dan mengecek balik
derajat kebenaran informasi atau data yang diperoleh dari hasil observasi,
wawancara maupun dokumentasi.
3. Tahap member check
Member check dilakukan untuk mengecek kebenaran data yang diberikan,
sehingga data yang diperoleh dapat dipercaya kebenarannya. Menurut Nasution
(1996: 112) “Data itu harus diakui dan diterima kebenarannya oleh sumber
informasi, dan selanjutnya data tersebut juga harus dibenarkan oleh sumber data
lain atau informan lain”. Pengecekan data ini dilakukan dengan cara hasil
pengamatan dan wawancara yang telah dituangkan dalam bentuk laporan,
diperbanyak, dibagikan kepada responden untuk dibaca dan dinilai kesesuaiannya
dengan informasi yang telah diberikan kemudian kesalahan dan kekeliruan
dikoreksi. Dengan demikian responden dapat memeriksa kebenaran laporan itu,
E. Analisis dan Interpretasi Data
Proses analisis dan interpretasi data dalam penelitian ini dimulai dengan
menelaah seluruh data yang berhasil dikumpulkan, baik dari hasil wawancara,
pengamatan, maupun dari studi dokumentasi yang sudah tertuang dalam catatan
lapangan untuk kepentingan pengembangan teori atau sebagai masukan bagi
pengembangan pedoman kegiatan ekstrakurikuler Rohis. Menurut Moleong
(2011: 248) analisis data kualitatif adalah:
Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Pengolahan dan penganalisaan data dimaksudkan untuk meningkatkan
pemahaman peneliti terhadap masalah yang sedang diteliti dan upaya memahami
maknanya yakni kajian pembinaan akhlak mulia siswa melalui kegiatan
ekstrakurikuler Rohis. Dalam konteks penelitian ini, peneliti mengadaptasi
analisis data kualitatif sebagaimana disarankan oleh Moleong (2011: 248) sebagai
berikut:
1) Mencatat hasil temuan lapangan, dengan cara memberi kode agar sumber
datanya tetap dapat ditelusuri.
2) Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan,
membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
3) Memikirkan agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan
menemukan pola dan hubungan-hubungan, serta membuat temuan-temuan
F. Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
1. Kriteria Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data pada penelitian kualitatif merupakan dasar
untuk menyanggah balik terhadap tuduhan yang mengatakan penelitian ini
tidak ilmiah, dengan peneliti melaksanakan pemeriksaan terhadap keabsahan
data sesuai dengan tekniknya maka hasil penelitian benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan.
Moleong (2011 : 324) mengemukakan bahwa untuk menetapkan keabsahan
(trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik
pemeriksaan didasarkan pada beberapa kriteria, yaitu derajat kepercayaan
(credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan
kepastian (confirmability).
a. Credibility (Kepercayaan)
Credibility merupakan istilah kriteria keabsahan data pada penelitian
kualitatif menggantikan istilah validitas internal pada penelitian nonkualitatif
yang berfungsi untuk melaksanakan inkuiri dan mempertunjukkan derajat
kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian.
b. Transferability (Keteralihan)
Transferability (keteralihan) merupakan istilah untuk menggantikan
validitas eksternal pada penelitian nonkualitatif, berbeda dengan validitas
eksternal yang menyatakan bahwa generalisasi dapat dilakukakan pada setiap
konteks penelitian, pada penelitian kualitatif, transferability (keteralihan)
empiris tentang kesamaan konteks. Peneliti dalam penelitian ini tidak
melakukannya karena tidak bermaksud melakukan generalisasi/keteralihan.
c. Dependability (Kebergantungan)
Dependability merupakan istilah untuk menggantikan reliabilitas pada
penelitian nonkualitatif, Reliabilitas berarti jika suatu studi dilakukan
pengulangan dan mendapatkan hasil yang sama maka studi tersebut telah
mencapai reliabilitas. Pada penelitian kualitatif suatu realitas itu bersifat
majemuk atau ganda, dinamis atau selalu berubah, sehingga tidak ada yang
konsisten dan berulang seperti semula. Karena itu bagi Guba dan Lincoln
(Alwasilah, 2009: 187) tidaklah perlu untuk mengeksplisitkan persyaratan
reliabilitas. Mereka menyarankan penggunaan istilah dependability atau
konsistensi, yakni keterhandalan atau kebergantungan.
d. Confirmability (Kepastian)
Confirmability berasal dari konsep objektivitas menurut nonkualitatif
yakni suatu penelitian dikatakan objektif bergantung pada persetujuan
beberapa orang terhadap pandangan, pendapat dan hasil penemuan seseorang,
semakin banyak orang yang setuju maka penelitian tersebut semakin obyektif
sehingga dapat dikatakan objektifitas akan tergantung pada orangnya.
Sedangkan Confirmability (kepastian) penekanan bukan pada orangnya
2. Teknik pemeriksaan data
Setelah menetapkan kriteria keabsahan data pada penelitian ini, peneliti
kemudian melakukan teknik pemeriksaan data, Adapun teknik yang dapat
dilakukan sebagaimana diungkap Moleong (2011: 327) yaitu dengan: 1)
Perpanjangan keikutsertaan, 2) Ketekunan pengamatan 3) Triangulasi, 4)
Pengecekan sejawat, 5) Kecukupan referensi, 6) Kajian kasus negatif, dan 7)
Pengecekan anggota, 8) Uraian rinci, 9) Audit kebergantungan dan 10) Audit
kepastian.
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teknik ketekunan pengamatan,
pengecekan keanggotaan, triangulasi dan Auditing/Audit Trail.
a) Ketekunan pengamatan, dalam penelitian ini, peneliti mengadakan
pengamatan dengan teliti, rinci dan berkesinambungan untuk
b) Pengecekan Anggota yakni peneliti mengumpulkan para peserta yang
telah ikut menjadi sumber data dan mengecek kebenaran data dan
interpretasinya. Dalam istilah lain teknik pengecekan data sama dengan
member chek dan sudah dijelaskan pada tahapan penelitian
c) Triangulasi adalah pemeriksaan keabsahan data yang diperoleh dengan
cara memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data yang ada. Hal ini dilakukan dengan
cara:
1) Membandingkan hasil observasi dengan wawancara dan dokumentasi.
2) Membandingkan hasil wawancara dengan responden lain.
3) Membandingkan dokumen dengan dokumen lain.
4) Mengambil data dalam waktu yang berbeda dan berkali-kali.
c). Auditing atau dalam istilah lain Audit Trail dilakukan untuk membuktikan
tingkat kebenaran data yang diperoleh untuk dijadikan bahan laporan.
Setiap data yang ditampilkan disertai dan didukung oleh keterangan
dengan menunjukkan sumbernya, sehingga dapat dibuktikan dengan cara
menelusuri sumber dan kebenarannya. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan pada audit trail adalah sebagai berikut:
1) Peneliti mengecek kesalahan-kesalahan di dalam metode atau prosedur
yang digunakan pada saat penelitian dan dalam mengambil keputusan.
3) Peneliti mengkonsultasikan hasil temuan penelitian kepada
pembimbing untuk menilai kredibilitas metode pengumpul data,
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan mengenai
kajian pembinaan akhlak mulia siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler Rohani
Islam (ROHIS) yang meliputi tentang program kegiatan ekstrakurikuler,
pelaksanaan, hasil yang dicapai sampai kepada faktor pendukung dan kendala
yang di hadapi oleh pembina ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang.
Maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:
1. Program kegiatan ekstrakurikuler ROHIS
Program kegiatan ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang
terdiri dari tujuan dan fungsi, sasaran, jenis dan jadwal kegiatan. Secara umum
program ini bertujuan agar anggota ROHIS memiliki perilaku atau akhlak yang
mulia sesuai dengan tujuan undang-undang sistem pendidikan nasional No. 23
Tahun 2003. Selain itu memiliki fungsi mengembangkan pengetahuan agama
peserta didik yang hanya mereka dapat dua jam dalam sepekan.
Sasaran program kegiatan ini adalah siswa siswi SMA Negeri 1
Lembang kelas X-XII yang beragama Islam dan mempunyai semangat untuk
memperluas pengetahuan di bidang keagamaan. Adapun jenis-jenis kegiatan
nya adalah seperti: mentoring, tilawah dan tahsin, Bahasa Arab, mabit, rihlah,
majalah dinding, bakti sosial, Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), pesantren
secara terjadwal yakni ada yang setiap akhir semester, setiap minggu, setip hari
senin-kamis dan ada yang berdasarkan kalender.
2. Pelaksanaan program kegiatan ekstrakurikuler ROHIS
Pelaksanaan program ekstrakurikuler ROHIS di SMA Negeri 1 Lembang
terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Kegiatan yang di ikuti oleh seluruh keluarga besar SMA Negeri 1
Lembang, seperti keputrian, dan PHBI (maulid Nabi SAW, Isra’ Mi’raj,
Idul Adha, dan pesantren kilat).
b. Kegiatan yang hanya diikuti oleh anggota ROHIS, yaitu: ta’aruf
(perkenalan), tilawah dan tahsin, TBTQ (Tes Baca Tulis al-Qur’an),
mentoring, MABIT (Malam Pembinaan Iman dan Taqwa), baksos dan
bersih-bersih masjid.
Proses kegiatan tersebut di atas agar dapat mencapai tujuan yang
diharapkan, maka para pembina ROHIS menggunakan metode yang dinilai
cukup efektif yaitu dengan metode ceramah, diskusi, tanya jawab, latihan dan
keteladanan.
3. Hasil yang dicapai dalam pelaksanaan program kegiatan ekstrakurikuler
ROHIS terhadap pembinaan akhlak siswa.
Hasil yang dicapai oleh siswa siswi yang aktif di kegiatan
ekstrakurikuler ROHIS dapat terlihat dari ketaatan mereka dalam
melaksanakan sholat fardlu yang lima waktu, yang akhwat (perempuan) sudah
bertanggung jawab ketika dipercaya oleh sekolah untuk menyelenggarakan
suatu kegiatan.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Program
Ekstrakurikuler ROHIS
a. Faktor Pendukung
1) Kebijakan pihak sekolah yang menjadikan Ektrakurikuler Rohis
menjadi Ekstrakurikuler pilihan wajib di SMA Negeri 1 Lembang.
2) Alumni SMA Negeri 1 Lembang yang mendedikasikan dirinya untuk
membina adik-adik kelasnya terutama dalam mengembangkan
kegiatan Ekstrakurikuler Rohis.
3) Adanya organisasi “Rumah Rohis” pada tingkat Kecamatan dan
Kabupaten yang salah satu kegiatannya membina alumni dari
masing-masing almamater untuk menjadi mentor/murabbi.
b. Faktor Penghambat dan Solusinya
1) Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih kurang karena rasio
anggota dengan pembina 1:30 yang semestinya 1:10. Solusi.
Solusinya yaitu dengan cara merekrut alumni lebih banyak dan
meningkatkan kaderisasi.
2) Waktu kegiatan yang bersamaan dengan kesibukan belajar siswa.
Solusinya setiap kelompok membuat kesepakatan waktu luang yang
dapat digunakan secara bersama.
3) Keterbatasan dana dalam melaksanakan kegiatan, Solusinya anggota
B. Rekomendasi
1) Kementerian Agama sebagai lembaga yang membidangi pendidikan
agama di sekolah hendaknya membuat pedoman yang jelas dan
melakukan pendampingan terhadap pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler
keagamaan.
2) Dinas Pendidikan setempat hendaknya memberikan dukungan baik moril
maupun materil terhadap keberlangsungan kegiatan ekstrakurikuler
Rohis dan mengharuskan kepada setiap sekolah menyelenggarakan
kegiatan Rohis untuk pembinaan akhlak siswa.
3) Kepala Sekolah hendaknya membuat kebijakan untuk menjadikan
ekstrakurikuler Rohis sebagai ekstrakurikuler yang wajib diikuti oleh
seluruh siswa sehingga perubahan akhlak mulia siswa lebih terlihat
4) Guru-guru hendaknya memiliki integritas yang tinggi dalam melakukan
fungsi-fungsi terutama memberikan keteladanan terhadap
siswa-siswanya, karena akan berdampak terhadap pembentukan akhlak mulia
siswa
5) Pembina Ekstrakurikuler Rohis hendak melakukan koordinasi dengan
stakeholder pendidikan baik di Kementerian Agama maupun Dinas
DAFTAR PUSTAKA
AlGhazali (1995). Ihya’ ‘Ulumuddin. Beirut, Libanon: Daarul Fikr
Alwasilah, A.C. (2009). Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
An Nahlawi, A (2004). Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan masyarakat. Jakarta: Gema Insani.
Arief, Armai (2002). Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers.
Azra, A (2002). Paradigma Baru Pendidikan Nasional,Rekonstruksi dan Demokrasi. Jakarta: Buku Kompas
Basrawi dan Suwandi (2008). Memahami penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta
Bungin, Burhan (2008). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Danial, E. (2011). Sinergi Ekstrakurikuler untuk Character Building di Sekolah dalam Pendidikan Karakter: Nilai Inti bagi Upaya Pembinaan Kepribadian Bangsa. Bandung: Widaya Aksara Press.
Dirjen PAIS dan Depdiknas (2009). Panduan Pelaksanaan Rohani Islam. Jakarta: Kemenag dan Kemendiknas.
Dirjen PAIS (2011). Pengembangan Ekstrakurikuler PAI. Jakarta: Kemenag RI
Hadisubroto, S. (1982) Pokok-pokok Pengumpulan Data, Analisis Data dan Rekomendasi dalam Penelitian Kualitatif, Bandung: IKIP Bandung.
Hadisubroto, S. (2007) Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif. UNS Press.
Hakam, A. K. (2000). Pendidikan Nilai. MKDU Press
Hakam, A. K. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. UPI Bandung
Hakam, A. K. (2010). Pengembangan Model Pembudayaan Nilai Moral di Sekolah Dasar. Disertasi Doktor pada PU/ Nilai UPI Bandung.
Hatta, Ahmad (2009) Tafsir Qur’an Per kata. Jakarta: Maghfiroh Pustaka.
Havighurst J. R (1952) “Social Foundation of General Education”, dalam The Fifty-First of Yearbook the National Society for The Study Of Education, Chicago: The University of chicago Press.
Hendra, Agus (2008). Pembinaan Akhlak Mulia Siswa di Sekolah melalui Mata Pelajaran PKn. Tesis pada Prodi PU UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Henry, N.B. (Eds) (1952). The Fifty-First Yearbook of One General Education. Chicago: The University of Chicago Press.
Hermansyah (2005). Pembelajaran Ekstrakurikuler dalam Pembinaan Perilaku Santun Siswa. Tesis pada Prodi PU UPI Bandung: tidak diterbitkan
Hurlock. (1997). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Idrus, Ali. (2009). Manajemen Pendidikan Global, Visi, Misi dan Adaptasi. Jakarta: Gaung Persada.
Ikhwanuddin (2010). Konsep Akhlak Perspektif al Ghazali. Makalah Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor-Ponorogo
Ilyas, Y. (2005). Kuliah Ibadah. Yogyakarta: LPPI.
Ismail, SM. (2008). Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Semarang: Rasail Media Group
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1995). Edisi Kedua, Jakarta, Balai Pustaka
Kementerian Agama RI, (2011). Pengembangan Ekstrakurikuler PAI.Yogyakarta: Dirjen PAIS Kemenag.
Makiyah, Mia (2008). Peningkatan Akhlak Mulia Siswa melalui Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Tesis pada Prodi PU UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Miskawaih, Ibnu (1994). Menuju Kesempurnaan Akhlak. Bandung: Mizan
McConnel, T. R (1952). General Education: An Analysis, in The Fifty-First of Yearbook the National Societey for The Study Of Education, Chicago: The University of Chicago Press.
Moleong, L. J (2011). Metode Penelitian kualitatif. Bandung: Rosdakarya
Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: PT
Sajirun. M. (2011). Manajemen Halaqah Efektif, Solo: PT Era Adicitra Intermedia
Sauri Sofyan (2011). Filsafat dan Teosofat Akhlak. Bandung: Rizki Press
Sauri Sofyan (2011). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: Arfino Raya
Sinaga, Hasanudin dan Zaharudin. (2004). Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sopiatin Popi (2010). Manajemen Belajar Berbasis Kepuasan Siswa. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia
Surachmad, W (1992). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito
Suryosubroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta
Sutisna, Oteng (1985). Administrasi Pendidikan, Dasar Teoretika untuk Praktik Profesional. Bandung: Angkasa
Sutrisno, Heru (2009). Kasus Perilaku Pelanggaran Disiplin Siswa di sekolah Ditinjau dari Kerangka Teori Sosiologi Fungsionalisme. Jurnal Pendidikan Inovatif. Malang
Sugiono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Al-Fabeta.
Tafsir, A (2010). Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Undang-Undang RI No 20 (2003). Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus Media
Udin, T. (2006). Peran dan Langkah Pembina Pramuka dalam Menanamkan Sikap Disiplin. Tesis pada Prodi PU UPI Bandung: tidak diterbitkan
Wahyudin, et all (2009). Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia
Referensi dari internet:
Heniputra. (2010, Desember 2). About Us:heniputra.com. Diakses 30 Januari 2012, dari heniputra.com: http://heniputra.com/pergaulan-bebas-ancam-martabat-perempuan.html
Syiahali. (2011, Juli 28). About Us:Wordpress. Diakses 30 Januari 2012, dari wordpress web site: http://www.syiahali.wordpress.com