ppwwiplDAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah ………
B. Rumusan Masalah ………. BAB II. PENGUASAAN KONSEP FISIKA BAGI MAHASISWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI DAN
PENDIDIKAN KIMIA SERTA PENGUKURANNYA ……… A. Hakikat Fisika ………. B. Bagaimana Seharusnya Fisika Diajarkan? ……….. C. Pembelajaran Fisika Mahasiswa Pendidikan Biologi dan
Pendidikan Kimia ………... D. Hakikat Asesmen ……….... F. Penelitian-penelitian yang Relevan ………..
18 BAB III. METODE PENELITIAN ………
A. Desain Penelitian ………...
C. Instrumen Penelitian ………..
D. Teknik Analisa Data ………..
45 52 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………..
A. Hasil Studi Pendahuluan ………... B. Hasil Pengembangan Instrumen Asesmen ……… C. Hasil Uji Coba Utama ………... D. Pembahasan Hasil Penelitian ……….
55 55 58 69 121 BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……….
A. Kesimpulan ……….
B. Implikasi Hasil Penelitian ………...
C. Rekomendasi ………...
D. Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian ……….. 132 132 135 136 137 DAFTAR PUSTAKA ………..………. LAMPIRAN………..……….
141 146
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
3.1. Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda ……….. 42
3.2. Kriteria Indeks Kesukaran Butir ... 47
3.3. Kriteria Indeks Diskriminasi Butir ... 48
3.4. Kriteria Reliabilitas Instrumen ………. 51
4.1. Tanggapan Mahasiswa Pendidikan Biologi terhadap Proses Pembelajaran dan Asesmen pada Mata Kuliah Fisika Dasar Salah Satu Universitas Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 56
4.2. Tanggapan Mahasiswa Pendidikan Kimia terhadap Proses Pembelajaran dan Asesmen pada Mata Kuliah Fisika Dasar Salah Satu Universitas Negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta ... 57
4.3. Materi Mata Kuliah Fisika Dasar, Biologi Umum dan Kimia Dasar 60 4.4. Keterkaitan antara Materi Fisika Dasar dengan Materi Biologi Umum ………... 61
4.5. Keterkaitan antara materi Fisika Dasar dengan materi Kimia Dasar 62 4.6. Distribusi Instrumen Asesmen Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa Pendidikan Biologi sesuai Revisi Taksonomi Bloom ... 63
4.7. Distribusi Instrumen Asesmen Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa Pendidikan Biologi sesuai Revisi Taksonomi Bloom ... 63
4.8. Hasil Analisis Butir Instrumen Asesmen “Tidak Kontekstual” Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi .. 66
4.9. Hasil Analisis Butir Instrumen Asesmen “Kontekstual” Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi .. 66
4.10. Hasil Analisis Butir Instrumen Asesmen “Tidak Kontekstual” Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia … 67 4.11. Hasil Analisis Butir Instrumen Asesmen “Kontekstual” Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia .... 68
Tabel Hal 4.13. Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Asesmen
“Kontekstual” Penguasaan Konsep Fisika pada Mata Kuliah Fisika Dasar bagi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi ………. 71 4.14. Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Asesmen
“Tidak Kontekstual” Penguasaan Konsep Fisika pada Mata Kuliah Fisika Dasar bagi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia .. 72 4.15. Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Asesmen
Penguasaan Konsep Fisika “Kontekstual” pada Mata Kuliah Fisika Dasar bagi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia ………… 72 4.16. Hasil Uji Validitas Butir Instrumen Asesmen “Tidak Kontekstual”
Penguasaan Konsep Fisika pada Mata Kuliah Fisika Dasar bagi
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi ……… 74 4.17. Hasil Uji Validitas Butir Instrumen Asesmen “Kontekstual”
Penguasaan Konsep Fisika pada Mata Kuliah Fisika Dasar bagi
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi ……… 75 4.18. Hasil Uji Validitas Butir Instrumen Asesmen “Tidak Kontekstual”
Penguasaan Konsep Fisika pada Mata Kuliah Fisika Dasar bagi
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia ... 76 4.19. Hasil Uji Validitas Butir Instrumen Asesmen “Kontekstual”
Penguasaan Konsep Fisika pada Mata Kuliah Fisika Dasar bagi
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia ……….. 76 4.20. Reliabilitas Asesmen Penguasaan Konsep Fisika ……… 78 4.21. Rata-Rata Skor Asesmen Penguasaan Konsep Fisika ………. 80 4.22. Skor Asesmen “Tidak Kontekstual” Penguasaan Konsep Fisika
Mahasiswa Pendidikan Biologi sesuai Revisi Taksonomi Bloom 81 4.23. Skor Asesmen “Kontekstual” Penguasaan Konsep Fisika
Mahasiswa Pendidikan Biologi sesuai Revisi Taksonomi Bloom 81 4.24. Skor Asesmen “Tidak Kontekstual” Penguasaan Konsep Fisika
Mahasiswa Pendidikan Kimia sesuai Revisi Taksonomi Bloom 82 4.25. Skor Asesmen “Kontekstual” Penguasaan Konsep Fisika
Mahasiswa Pendidikan Kimia sesuai Revisi Taksonomi Bloom 82 4.26. Signifikansi Perbedaan Skor Penguasaan Konsep Fisika yang Diuji
Tabel Hal 4.27. Signifikansi Korelasi Skor Penguasaan Konsep Fisika
yang Diuji Menggunakan Instrumen Asesmen
“Tidak Kontekstual” dan Instrumen Asesmen “Kontekstual” ……. 85 4.28. Tanggapan Mahasiswa Pendidikan Biologi terhadap
Instrumen Asesmen Penguasaan Konsep Fisika (N = 315) ... 86 4.29. Tanggapan Mahasiswa Pendidikan Kimia terhadap
Instrumen Asesmen Penguasaan Konsep Fisika (N = 302) ... 87 4.30. Karakteristik Jawaban Asesmen Penguasaan Konsep Fisika pada
Mata Kuliah Fisika Dasar bagi Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Biologi ………... 90
4.31. Karakteristik Jawaban Asesmen Penguasaan Konsep Fisika pada Mata Kuliah Fisika Dasar bagi Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Kimia ………. 91
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
1.1. Kerangka Berpikir Penelitian ………... 16 2.1. Struktur Sains ………... 22
2.2. Tabel Taksonomi ……….. 30
DAFTAR LAMPIRAN
Lamp Hal
1 Panduan Pengembangan Instrumen dan Tabel Taksonomi ……….. 153 2 Kisi-kisi Instrumen Asesmen Penguasaan Konsep Fisika Pada
Mata Kuliah Fisika Dasar bagi Mahasiswa Prodi Pendidikan
Biologi ……….. 164
3 Kisi-kisi Instrumen Asesmen Penguasaan Konsep Fisika Pada Mata Kuliah Fisika Dasar bagi Mahasiswa Prodi Pendidikan
Kimia ……… 168
4 Lembar Expert Judgement dan Rekapitulasi Hasil Judgement Instrumen Asesmen Penguasaan konsep Fisika ……….. 172 5 Hasil Analisis Uji Coba Terbatas Instrumen Asesmen Penguasaan
Konsep Fisika Mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi dan
Pendidikan Kimia ………. 190
6 Hasil Analisis Uji Coba Utama Instrumen Asesmen Penguasaan
Konsep Fisika Mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi ……….. 194 7 Hasil Analisis Uji Coba Utama Instrumen Asesmen Penguasaan
Konsep Fisika Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia ……… 241 8 Instrumen Asesmen Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa Prodi
Pendidikan Biologi ………... 286
9 Instrumen Asesmen Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia ……….
299
10 Angket Mahasiswa ………... 311
11 Uji Normalitas dan Homogenitas Skor Asesmen Penguasaan Konsep Fisika Mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi dan
Pendidikan Kimia ………. 316
12 Uji Beda dan Uji Korelasi Skor Penguasaan Konsep Fisika yang Diuji Menggunakan Instrumen Asesmen “Tidak ontekstual” dan yang Diuji Menggunakan Instrumen Asesmen “Kontekstual”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Abad 21 merupakan era globalisasi yang dicirikan oleh pergerakan pekerja
dan produk ilmu pengetahuan dan teknologi yang melintasi batas internasional.
Globalisasi membawa perubahan budaya, politik, dan lingkungan. Globalisasi
tersebut terjadi karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat,
mempersempit ruang dan waktu sehingga informasi di bagian dunia mana pun
dengan mudah dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Aliran produk teknologi
dan tenaga kerja tidak lagi bersifat lokal. Dengan demikian persaingan bersifat global.
Agar keberadaan suatu bangsa, misalnya bangsa Indonesia, terjamin maka bangsa
tersebut harus memiliki daya saing terhadap bangsa-bangsa lain.
Pada abad ini, peran ilmu pengetahuan (scientific knowledge) menjadi
semakin dominan dalam bermasyarakat global. Masyarakat yang perikehidupannya
bertumpu pada ilmu pengetahuan dikenal sebagai “masyarakat berbasis pengetahuan”
(knowledge based society) yang perekonomiannya semakin menuju ke ekonomi
berbasis pengetahuan (knowledge based economy), yaitu melalui kegiatan industri
jasa dan produksi yang berbasis pengetahuan (knowledge based industry). Dalam
masyarakat berbasis pengetahuan tersebut, unggulan yang diandalkan anggotanya
adalah kemampuan akal atau daya penalaran yang merupakan perpaduan antara apa
yang diketahui tentang kebenaran yang berasaskan ilmu pengetahuan,
informasi-informasi yang relevan dan pengalaman-pengalaman kebenaran lain yang didapatnya
dapatlah dikatakan bahwa pendidikan merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk
menyiapkan masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain (Widayati, 2002).
Pendidikan IPA memiliki potensi besar dan peranan strategis dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era
industrialisasi dan globalisasi. Potensi ini akan terwujud jika pendidikan IPA mampu
melahirkan siswa yang cakap dalam bidangnya dan berhasil menumbuhkan
kemampuan berpikir logis, berpikir kreatif, kemampuan memecahkan masalah,
bersifat kritis, menguasai teknologi serta adaptif terhadap perubahan dan
perkembangan zaman (Mahyuddin, 2007).
Kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia masih belum memuaskan.
Indikator SDM mencerminkan mutu pendidikan. Hasil kajian United Nation
Development Project (UNDP) tahun 2005 menyebutkan bahwa mutu SDM Indonesia
menempati peringkat 110 di dunia dan di Asean pun Indonesia ketinggalan dari
negara-negara tetangga kita (Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand, Philipina, dan
Vietnam) (Hendayana, 2007).
Dalam bidang pendidikan, secara internasional mutu pendidikan Indonesia
masih rendah. Khusus dalam bidang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(MIPA) sekolah menengah,Indonesia telah tiga kali berpartisipasi dalam the Trends
in International Mathematics and Science Study (TIMSS), yaitu tahun 1999, 2003,
dan 2007, tetapi hanya mengikutsertakan siswa kelas 8 SMP/MTs. Hasil yang dicapai
siswa kelas 8 di Indonesia terhadap tiga kali keikutsertaan dalam TIMSS (TIMSS-R
1999, TIMSS 2003, TIMSS 2007) dalam Matematika dan Sains berada di papan
bawah dibandingkan capaian siswa setingkat di beberapa negara di Asia (Hongkong,
prestasi sains siswa Indonesia adalah 427. Dengan skor tersebut siswa Indonesia
menempati peringkat 35 dari 49 negara. Rata-rata skor siswa Indonesia di bawah skor
rata-rata yaitu 500, dan hanya mencapai Low International Benchmark (Gonzales,
2009). Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata siswa Indonesia hanya mampu
mengenali sejumlah fakta dasar tetapi belum mampu mengkomunikasikan dan
mengaitkan berbagai topik sains, apalagi menerapkan konsep-konsep yang kompleks
dan abstrak.
Studi international Program for International Student Assessment (PISA)
yang dilakukan oleh negara-negara OECD (Organisation for Economic Cooperation
and Development) menunjukkan bahwa rata-rata skor literasi sains siswa Indonesia
usia 15 tahun pada PISA tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009 berturut-turut adalah 393,
395, 393 dan 383. Rata-rata skor dari semua negara peserta adalah 500 dengan
simpangan baku 100. Hasil yang dicapai siswa Indonesia dalam literasi sains
tergolong rendah. Hal ini ditunjukkan oleh proporsi jawaban benar yang dicapai
siswa yaitu 0,34, artinya 66% siswa Indonesia memberikan jawaban salah pada butir
soal PISA. Jawaban salah menggambarkan kemampuan sains siswa Indonesia kurang
(Kemdikbud, 2011).
Rendahnya prestasi belajar Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA),
termasuk Fisika, tidak terlepas dari adanya kecenderungan pembelajaran yang
bersifat hafalan dan kurang bermakna. Hal ini yang menyebabkan banyak peserta
didik mengalami kesulitan mempelajari MIPA dan khususnya ketika mereka
menerapkan konsep-konsep MIPA dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan ini terjadi
karena kecenderungan guru dalam proses pembelajaran di kelas kurang dalam
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal mengkaitkan mata pelajaran
MIPA ke kehidupan sehari-hari menjadikan pembelajaran lebih bermakna (Zamroni,
2000; Surapranata, 2004).
Menurut Sidi (Hinduan, 2007) guru sebagai ujung tombak dalam
melaksanakan misi pendidikan di lapangan merupakan faktor yang sangat penting
dalam mewujudkan sistem pendidikan yang bermutu dan efisien. Guru sebagai agen
pembelajaran merupakan ujung tombak yang berada pada barisan terdepan dalam
pendidikan formal. Sebagai agen pembelajaran guru berfungsi untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional (UU RI No.14 tahun 2005).
Berkaitan dengan pengajaran IPA, pada hakikatnya pelajaran IPA mencakup
produk, proses dan sikap. Namun kenyataannya pengajaran IPA di Indonesia sampai
saat ini cenderung menekankan pada produk IPA, dalam hal ini fakta, konsep dan
teori mendapat porsi dominan, sehingga aspek proses dan sikap kurang mendapat
porsi cukup (Sinaradi, 2003).
Kenyataan di atas lebih diperparah dengan sistem evaluasi dalam bentuk
ulangan umum bersama (UUB) dan evaluasi akhir yang berupa Ujian Sekolah
Berstandar Nasional (USBN) untuk SD dan Ujian Nasional (UN) untuk SMP dan
SMA. Soal-soal ujian Fisika lebih banyak berupa soal-soal yang mengutamakan
perhitungan matematis, sedikit yang mempersoalkan kemampuan siswa menyatakan
definisi, menganalisis makna suatu hukum atau teori, dan tidak menuntut kemampuan
menyelesaikan soal secara bersistem. Werdhiana (2009) mengungkapkan bahwa
kemampuan peserta didik untuk memahami arti fisis biasanya diukur dengan
soal-soal yang umumnya bersifat kuantitatif. Lebih lanjut diungkapkan bahwa soal-soal-soal-soal
atau Ujian Nasional (UN) dari tahun 1991 hingga 2008 sebagian besar bersifat
kuantitatif dan sedikit yang bersifat kualitatif. Soal-soal EBTANAS yang bersifat
kualitatif paling banyak 24,44% dari 50 butir soal terdapat pada tes EBTANAS tahun
1995 dan 1998. Soal-soal UN tahun 2008 yang bersifat kualitatif hanya 7,50%. Hal
ini menyebabkan peserta didik lebih banyak dan lebih sering diberi sejumlah
persamaan matematis yang harus dihafal, agar mereka dapat mengerjakan soal-soal.
Bahkan, tidak jarang siswa tidak memahami arti fisis dari persamaan matematis suatu
hukum Fisika (Sinaradi, 2003).
Pada tahun pertama jenjang Perguruan Tinggi, mahasiswa program studi
Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia sebagai bagian dari calon guru MIPA
mendapat Mata Kuliah Keahlian (MKK) tingkat Fakultas. Para mahasiswa calon guru
MIPA dibekali dengan mata kuliah MIPA Dasar. MKK ini berfungsi untuk memberi
wawasan ke-MIPA-an yang memadai pada seluruh mahasiswa FMIPA dan FPMIPA,
serta membekali mereka dengan pengetahuan MIPA Dasar yang diperlukan untuk
memahami dan mengembangkan bidang ilmu yang secara khusus akan didalaminya.
Salah satu MKK tingkat fakultas adalah mata kuliah Fisika Dasar. Untuk perguruan
tinggi yang berbeda, Fisika Dasar bisa dilaksanakan dengan bobot SKS yang berbeda
(misalnya: 2 SKS, 3 SKS dan 4 SKS) dan dengan nama yang berbeda (misalnya:
Fisika Umum).
Berkaitan dengan proses pembelajaran Fisika Dasar sebagai MKK tingkat
Fakultas, Karim (2000) menyatakan bahwa umumnya mahasiswa Tahun Pertama
Bersama (TPB) mengalami kesulitan dalam: a) memahami konsep-konsep Fisika; b)
membaca grafik dan menafsirkannya; c) menginterpretasikan persamaan matematika
e) mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya. Toto (2008: 1) menyatakan
bahwa hasil wawancara dan studi penjajagan yang dilakukan pada mahasiswa calon
guru biologi sebuah LPTK-PTS di Jawa Barat menunjukkan mahasiswa calon guru
biologi tidak memahami mengapa mereka harus menempuh mata kuliah Fisika. Pada
umumnya mereka tidak tertarik pada mata kuliah Fisika, sehingga kurang berminat
mempelajari dan memandangnya sebagai mata kuliah yang sulit.
Studi lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 dengan cara
memberikan angket kepada mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan
Pendidikan Kimia yang pernah menempuh mata kuliah Fisika Dasar pada salah satu
universitas negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta menyimpulkan bahwa: mahasiswa
program studi Pendidikan Biologi kurang menyenangi perkuliahan Fisika Dasar,
karena: 1) kuliah Fisika Dasar identik dengan kuliah matematika, 2) contoh soal, soal
ujian tengah semester dan soal ujian akhir semester lebih banyak disajikan dalam
bentuk soal yang melibatkan perhitungan matematika daripada soal penguasaan
konsep, 3) mahasiswa Pendidikan Biologi lebih senang bila soal disajikan dalam
bentuk penguasaan konsep, 4) perkuliahan Fisika Dasar kurang dikaitkan dengan
gejala atau materi yang dipelajari di biologi, 5) tugas-tugas rumah yang diberikan ke
mahasiswa belum memperkaya penguasaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika
yang dapat untuk menjelaskan gejala biologi. Disamping itu, mahasiswa program
studi Pendidikan Biologi berpendapat bahwa perkuliahan Fisika Dasar yang selalu
dikaitkan dengan gejala atau materi biologi dapat memotivasi mahasiswa untuk
belajar Fisika. Alasan mahasiswa program studi Pendidikan Kimia kurang
menyenangi perkuliahan Fisika Dasar antara lain adalah: 1) kuliah Fisika Dasar
ujian akhir semester lebih banyak disajikan dalam bentuk soal yang melibatkan
perhitungan matematika daripada soal penguasaan konsep, 3) mahasiswa Pendidikan
Kimia lebih senang apabila soal disajikan dalam bentuk penguasaan konsep,
4) perkuliahan Fisika Dasar kurang dikaitkan dengan gejala atau materi yang
dipelajari di kimia. Disamping itu, mahasiswa program studi Pendidikan Kimia
berpendapat bahwa perkuliahan Fisika Dasar yang selalu dikaitkan dengan gejala atau
materi kimia dapat memotivasi mahasiswa untuk belajar fisika, dan tugas-tugas
rumah yang diberikan ke mahasiswa memperkaya penguasaan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip fisika yang dapat menjelaskan gejala kimia.
Hasil penelitian dan studi pendahuluan di atas mengindikasikan bahwa proses
pembelajaran Fisika Dasar sebagai MKK tingkat Fakultas lebih berorientasi secara
kuantitatif, baik untuk mahasiswa Fisika atau mahasiswa program studi Pendidikan
Biologi dan Pendidikan Kimia. Menurut Giancoli (2001: ix), matematika dapat
menjadi hambatan untuk penguasaan dalam belajar Fisika. Akibatnya mahasiswa
mengalami kesulitan ketika diminta untuk menjelaskan secara kualitatif arti fisis dari
persamaan matematis hukum-hukum fisika.
Kortemeyer (2007) melakukan survei terhadap mahasiswa calon dokter
Universitas Maryland untuk mengungkap: 1) harapan dan keyakinan mahasiswa
tentang hakikat fisika; serta 2) bagaimana kuliah diajarkan, yang meliputi unsur-unsur
kuantitatif dan kualitatif. Hasil survei menunjukkan terdapat cara pandang yang
berbeda antara guru fisika dan mahasiswa calon dokter di Universitas Maryland
karena mereka mempunyai perbedaan harapan. Dalam hal ini guru mencari cara
untuk menyampaikan suatu konsep sehingga siswa mampu menggambarkan
mempunyai cara pandang yang berbeda terhadap peran matematika dalam fisika
dibandingkan dengan mahasiswa teknik rekayasa (engineering). Akibatnya, mereka
termotivasi oleh kebutuhan untuk melakukan standardisasi tes dengan sebagian besar
terpancang oleh permasalahan rumus numerik serta oleh kebutuhan mereka untuk
memperoleh nilai baik dalam kuliah yang nampak asing dan tidak intuitif bagi
mereka. Hasil survei juga merekomendasikan seringnya contoh-contoh dari topik
medis dalam kuliah bagi mahasiswa calon dokter selain dari pada asesmen yang
relevan yang lebih fokus penyelesaian soal-soal secara konseptual dan strategi
pemecahan masalah.
Standard for Science Teacher Preparation (NSTA, 2003: 11-13)
menyebutkan bahwa rekomendasi berkaitan dengan standar content yang harus
dikuasai oleh guru Biologi dan guru Kimia meliputi: kompetensi inti (core
competencies), kompetensi lanjut (advanced competencies), dan kompetensi
pendukung (supporting competencies). Untuk kompetensi pendukung, guru Biologi
juga disiapkan untuk secara efektif menerapkan konsep matematika dan IPA (sains)
lain untuk pembelajaran Biologi yang mencakup konsep dasar: Kimia (mencakup
kimia umum dan biokimia dengan teknik laboratorium dasar); Fisika (mencakup
cahaya, bunyi, optik, kelistrikan, energi, kemagnetan, dan termodinamika); Bumi dan
antariksa (mencakup energi dan siklus siklus geokimia, iklim, samodera, cuaca,
sumber daya alam, dan perubahan di bumi); dan Matematika (mencakup probabilitas
dan statistik). Calon guru Kimia harus siap untuk secara efektif menerapkan konsep
dari matematika dan IPA (sains) lain untuk pembelajaran Kimia yang mencakup
konsep dasar: Biologi (mencakup biologi molekuler, bioenergetik, dan ekologi); Ilmu
Fisika (mencakup energi, evolusi bintang, sifat dan fungsi gelombang, gerak dan
gaya, kelistrikan dan kemagnetan); serta Keterampilan dan konsep matematika dan
statistik (mencakup statistik dan penggunaan dari persamaan diferensial dan
kalkulus).
Rekomendasi di atas mengisyaratkan bahwa guru Biologi dan guru Kimia
harus menguasai materi bidang studi, sekaligus mampu menerapkan konsep
Matematika dan IPA (sains) lain, termasuk Fisika, untuk pembelajaran bidang studi.
Fisika mempunyai peran penting untuk belajar biologi dan kimia dalam menjelaskan
pengetahuan atau fenomena dan sebagai alat bantu untuk mempelajari pengetahuan
atau fenomena dalam biologi dan kimia (NSTA, 2003: 11-13).
Sudarwanto dkk. (2000) mencontohkan bahwa peristiwa biologi bisa
disarikan sebagai peristiwa-peristiwa kimia. Pemerolehan energi matahari melalui
fotosintesis dapat diterangkan dan dipahami dengan baik jika landasan kimia dalam
fotosintesis dapat dimengerti dengan baik pula. Peningkatan jumlah karbon dari CO2
menjadi senyawa karbon berantai 6 melibatkan banyak sekali senyawa kimia antara.
Peristiwa kimia dalam fotosintesispun hanya dapat dipahami dengan baik jika dan
hanya jika landasan Fisika cukup memadai. Berkas cahaya dalam bentuk foton
memungkinkan elektron tereksitasi sehingga reaksi fotosintesis berlangsung.
Hasil penelitian dan rekomendasi NSTA menunjukkan bahwa
1) penggunaan matematika yang rumit dalam perkuliahan fisika dasar terutama bagi
mahasiswa program studi pendidikan biologi dan kimia, menyebabkan mahasiswa
mengalami kesulitan untuk memahaminya; 2) secara kontekstual guru biologi dan
kimia harus mampu menerapkan konsep-konsep fisis dalam proses pembelajaran
secara konseptual. Oleh karena itu dosen perlu memilih strategi pembelajaran yang
tepat agar pembelajaran fisika dasar menjadi lebih bermakna bagi mahasiswa
program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia.
Salah satu strategi pembelajaran, termasuk di dalamnya bentuk asesmen, yang
dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan
pendekatan kontekstual (contextual teaching learning, CTL). Menurut psikologi
modern, pencarian terhadap makna adalah sifat wajib yang menjadi ciri utama CTL.
Menurut para psikolog semua orang memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk
menemukan makna dalam kehidupan mereka. Sesuatu memiliki makna jika sesuatu
itu penting dan berarti bagi pribadi seseorang (Johnson, 2002).
Menurut Bruner (1973), belajar sebagai proses kognitif melibatkan tiga proses
yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah: 1) memperoleh
informasi baru, 2) transformasi informasi, dan 3) menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan (Dahar, 1996).
Bruner menyebut pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif
sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu:
1) pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada model-model tentang
kenyataan yang dibangunnya, dan 2) model-model semacam itu mula-mula diadopsi
dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan
bagi orang yang bersangkutan (Dahar, 1996).
Sesuai dengan pandangan Bruner di atas, mahasiswa Pendidikan Biologi dan
Pendidikan Kimia membangun konsep-konsep fisika yang diadopsi dari perkuliahan
Fisika Dasar. Selanjutnya konsep-konsep fisika tersebut diadaptasikan dalam
Dalam penelitian ini topik yang dipilih mencakup: Fluida, Temperatur, Panas
dan Hukum I Termodinamika, dan Kelistrikan. Pemilihan topik ini didasarkan pada
hasil analisis materi yang menunjukkan bahwa topik-topik ini berkaitan erat dengan
materi ajar Biologi dan materi ajar Kimia. Topik-topik fisika yang berkaitan dengan
biologi, misalnya: topik temperatur dan teori kinetik gas diperlukan untuk
menjelaskan kelembaban dan kenyamanan serta difusi pada organisme hidup, kalor
diperlukan untuk menjelaskan suhu tubuh, cara kerja termografi medis, serta Hukum
Termodinamika diperlukan untuk menjelaskan metabolisme tubuh manusia. Topik
temperatur dan teori kinetik gas, kalor, serta hukum termodinamika juga merupakan
topik-topik yang dipelajari dalam kimia.
Adanya keterkaitan antara materi ajar fisika dengan materi ajar biologi dan
antara materi ajar fisika dengan materi ajar kimia, maka kebermaknaan mata kuliah
Fisika Dasar bagi mahasiswa Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia sangat
penting. Kebermaknaan tersebut akan meningkatkan motivasi mahasiswa untuk
belajar fisika atau mata kuliah yang berkaitan dengan fisika, misalnya mata kuliah
Biofisika bagi mahasiswa Pendidikan biologi atau mata kuliah Kimia Fisika bagi
mahasiswa Pendidikan Kimia. Dengan demikian agar mata kuliah Fisika Dasar
memiliki kebermaknaan bagi mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan
Pendidikan Kimia, seyogianya perkuliahan (termasuk instrumen asesmen) Fisika
Dasar menggunakan pendekatan kontekstual sesuai dengan disiplin ilmu yang
menjadi pilihannya. Untuk itu, melalui penelitian ini dikembangkan suatu instrumen
asesmen ”kontekstual” untuk mengukur penguasaan konsep fisika pada mata kuliah
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut: “Instrumen asesmen yang bagaimana
untuk mengukur penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika Dasar untuk
mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia?” Agar
penelitian menjadi terarah maka masalah utama ini diuraikan dalam beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana mengkonstruksi instrumen asesmen “kontekstual” dan instrumen
asesmen “tidak kontekstual” untuk penguasaan konsep fisika pada mata kuliah
Fisika Dasar bagi mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan
Kimia?
2. Bagaimanakah karakteristik instrumen asesmen “kontekstual” dan instrumen
asesmen “tidak kontekstual” untuk penguasaan konsep fisika pada mata kuliah
Fisika Dasar bagi mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan
Kimia?
3. Bagaimanakah penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika Dasar
mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia yang diuji
menggunakan instrumen asesmen “kontekstual” dan instrumen asesmen “tidak
kontekstual”?
4. Adakah perbedaan penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika Dasar
mahasiswa program studi Pendidikan Biologi yang diuji menggunakan instrumen
5. Adakah perbedaan penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika Dasar
mahasiswa program studi Pendidikan Kimia yang diuji menggunakan instrumen
asesmen “kontekstual” dan instrumen asesmen “tidak kontekstual”?
6. Adakah hubungan antara penguasaan konsep fisika yang diuji menggunakan
instrumen asesmen “tidak kontekstual” dengan penguasaan konsep fisika yang
diuji menggunakan instrumen asesmen “kontekstual” pada mata kuliah Fisika
Dasar mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia?
7. Bagaimanakah tanggapan mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan
Pendidikan Kimia terhadap instrumen asesmen penguasaan konsep fisika
“kontekstual” pada mata kuliah Fisika Dasar?
8. Bagaimanakah karakteristik jawaban mahasiswa program studi Pendidikan
Biologi dan Pendidikan Kimia dalam menjawab instrumen asesmen “kontekstual”
dan instrumen asesmen “tidak kontekstual” untuk penguasaan konsep fisika pada
mata kuliah Fisika Dasar?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah
diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah menghasilkan perangkat
instrumen asesmen yang dapat mengukur penguasaan konsep Fisika pada mata
kuliah Fisika Dasar untuk mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan
Pendidikan Kimia.Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menghasilkan instrumen asesmen “kontekstual” untuk penguasaan konsep fisika
pada mata kuliah Fisika Dasar mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan
2. Meneliti penguasaan konsep fisika mahasiswa program studi Pendidikan Biologi
dan Pendidikan Kimia pada mata kuliah Fisika Dasar yang diuji menggunakan
instrumen asesmen “kontekstual”.
3. Meneliti tanggapan mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan
Kimia terhadap instrumen asesmen “kontekstual” untuk penguasaan konsep fisika
pada mata kuliah Fisika Dasar.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menghasilkan instrumen asesmen “kontekstual”
untuk mengukur penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika Dasar untuk
mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia yang sudah
divalidasi. Adapun manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua hal, yaitu manfaat
teoritis dan manfaat praktis.
Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah diperolehnya informasi
prinsip-prinsip mengembangkan instrumen asesmen “kontekstual” yang dapat
mengukur penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika Dasar untuk mahasiswa
program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia beserta karakteristiknya.
Manfaat praktis hasil penelitian ini bagi mahasiswa adalah terlatihnya kemampuan
mahasiswa untuk meningkatkan penguasaan konsep fisis dan penerapannya sesuai
dengan bidang studi pada mata kuliah Fisika Dasar bagi mahasiswa Pendidikan
Biologi dan Pendidikan Kimia. Bagi dosen, manfaat praktis hasil penelitian ini
adalah diperolehnya pengalaman dalam merancang dan melaksanakan instrumen
asesmen yang kontekstual untuk penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika
Bagi lembaga dan penentu kebijakan hasil penelitian ini bermanfaat untuk
memperoleh instrumen asesmen yang standar pada mata kuliah Fisika Dasar bagi
mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia.
E. Kerangka Penelitian
Kerangka berpikir penelitian ini didasarkan pada: 1) penggunaan matematika
yang rumit dalam perkuliahan fisika dasar terutama bagi mahasiswa program studi
pendidikan biologi dan kimia, menyebabkan mahasiswa mengalami kesulitan untuk
memahaminya, 2) secara kontekstual guru biologi dan kimia harus mampu
menerapkan konsep-konsep fisis dalam proses pembelajaran biologi dan kimia,
3) asesmen yang relevan yang lebih fokus penyelesaian soal-soal secara konseptual.
Oleh karena itu dosen perlu memilih strategi pembelajaran (termasuk instrumen
asesmen) yang tepat agar pembelajaran fisika dasar menjadi lebih bermakna bagi
mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia.
Untuk itu perlu dikembangkan asesmen untuk mengukur penguasaan konsep
fisika yang kontekstual pada mata kuliah fisika dasar bagi mahasiswa program studi
Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia. Secara bagan kerangka berpikir penelitian
Gambar 1.1. Kerangka Berpikir Penelitian
F. Penjelasan Istilah
Untuk lebih fokusnya penelitian ini, maka perlu dibuat penjelasan istilah
sebagai berikut:
1. Instrumen asesmen “kontekstual”
Instrumen asesmen “kontekstual” penguasaan konsep fisika merupakan
instrumen asesmen penguasaan konsep fisika yang disesuaikan dengan materi bidang
studi yang menjadi pilihan mahasiswa. Untuk mahasiswa program studi Pendidikan Pengembangan instrumen asesmen untuk mengukur pemahaman konsep fisika
yang kontekstual pada mata kuliah fisika dasar bagi mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia.
Perlu dikembangkan instrumen asesmen untuk mengukur pemahaman konsep fisika yang kontekstual sesuai bidang studi pada mata kuliah Fisika Dasar Perlu pembelajaran fisika dasar yang kontekstual sesuai bidang studi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia
(Calon guru Biologi dan Kimia)
Bidang studi IPA lain
(termasuk Fisika) kompetensi
inti dan lanjut
kompetensi pendukung harus memiliki
Biologi instrumen asesmen disesuaikan dengan materi biologi, dan untuk mahasiswa
program studi Pendidikan Kimia instrumen asesmen disesuaikan dengan materi
kimia.
2. Instrumen asesmen “tidak kontekstual”
Instrumen asesmen “tidak kontekstual” penguasaan konsep fisika merupakan
instrumen asesmen penguasaan konsep fisika sebagaimana yang diberikan pada
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian dan pengembangan pendidikan
(Educational Research and Development). Penelitian pengembangan atau
Research and Development (R&D) merupakan proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang sudah ada, yang dapat dipertanggungjawabkan. Produk tersebut tidak selalu berupa perangkat keras seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau laboratorium, tetapi dapat juga berupa perangkat lunak seperti program komputer untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, laboratorium, atau perpustakaan, atau model-model pendidikan, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen, dan lain-lain (Sukmadinata, 2007).
Menurut Gall dan Borg (2003), penelitian dan pengembangan pendidikan menggunakan pendekatan sistem Dick & Carey. Langkah-langkah tersebut dimodifikasi oleh Sukmadinata (2007) menjadi tiga langkah berdasarkan pengalamannya melakukan penelitian dan pengembangan, yaitu (1) Studi pendahuluan yang meliputi studi literatur, studi lapangan, dan penyusunan draft awal produk; (2) Uji coba terbatas dan uji coba yang lebih luas; dan (3) Uji produk melalui eksperimen dan sosialisasi produk.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang mengacu pada model 4-D (Four-D models), yaitu: Define, Design, Develop dan Disseminate
1. Tahap Pendefinisian (Define)
Tujuan tahap ini adalah untuk menetapkan dan mendefinisikan kebutuhan-kebutuhan dalam proses pembelajaran. Penetapan kebutuhan-kebutuhan pembelajaran perlu memperhatikan mengenai kesesuaian kebutuhan pembelajaran dengan kurikulum yang berlaku dan silabi yang digunakan. Tahap pendefinisian, studi yang dilakukan sesuai dengan fokus kajian yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan menganalisis silabus mata kuliah Fisika Umum atau Fisika Dasar, Biologi Umum, dan Kimia Dasar. Tujuan analisis ini untuk menentukan kesesuaian atau keterkaitan antara bahan ajar fisika dengan bahan ajar biologi dan bahan ajar kimia.
b. Studi lapangan
Studi lapangan dilaksanakan dengan cara memberikan angket kepada mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia yang pernah menempuh mata kuliah Fisika Dasar pada salah satu universitas negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan pemberian angket adalah untuk memperoleh informasi proses pembelajaran dan instrumen asesmen pada mata kuliah Fisika Dasar mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia.
c. Deskripsi temuan
2. Tahap Perancangan (Design)
Tujuan tahap ini adalah untuk merancang suatu instrumen asesmen yang mampu mengases penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika Dasar bagi mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia. Instrumen asesmen dirancang sesuai dengan latar belakang program studi mahasiswa, sehingga dihasilkan drafI dari instrumen asesmen.
Rancangan instrumen asesmen meliputi pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang dipilih, tipe soal yang dipilih untuk mengembangkan instrumen asesmen, tabel spesifikasi instrumen asesmen. Rancangan instrumen asesmen dibuat dalam dua versi, yaitu versi ”kontekstual” dan versi ”tidak kontekstual” untuk masing-masing program studi.
Instrumen asesmen “kontekstual” penguasaan konsep fisika merupakan instrumen asesmen penguasaan konsep fisika yang disesuaikan dengan materi biologi atau kimia, sedangkan instrumen asesmen “tidak kontekstual” penguasaan konsep fisika merupakan instrumen asesmen penguasaan konsep fisika sebagaimana yang diberikan pada mahasiswa program Pendidikan Fisika. Panduan pengembangan instrumen asesmen penguasaan konsep fisika disajikan pada Lampiran 1. Kisi-kisi instrumen asesmen penguasaan konsep fisika disajikan pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.
3. Tahap Pengembangan (Develop)
menentukan mutu berbagai keputusan dan kebijakan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan hasil penilaian itu (Depdiknas, 2007). Untuk memperoleh instrumen asesmen yang baik, penyusunan dan pengembangan instrumen dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut (Crocker & Algina, 1986: 66).
a. Identifikasi tujuan utama penggunaan skor tes.
b. Identifikasi dimensi yang mewakili perilaku dalam perangkat tes yang dikonstruksi.
c. Menyiapkan spesifikasi tes, yang berisi jumlah dan penyebarannya butir tes untuk masing-masing dimensi.
d. Menyusun draf awal butir-butir tes.
e. Melakukan penelaahan oleh ahli (expert judgement) terhadap butir tes dan melakukan revisi bila diperlukan.
f. Melaksanaakan uji coba pendahuluan terhadap butir tes dengan responden yang terbatas.
g. Melakukan analisis butir, uji validitas dan reliabilitas, dan melakukan revisi seperlunya.
h. Melakukan uji coba kembali di lapangan dengan responden yang representatif dalam jumlah besar dan melakukan analisis terhadap persyaratan butir tes yang baik.
i. Menentukan atau memilih butir tes, jika perlu mengurangi butir yang tidak sesuai dengan kriteria pada penyusunan awal, sehingga diperoleh perangkat tes yang memenuhi ketentuan.
j. Mengembangkan petunjuk secara administrasi tentang pelaksanaan tes, cara penskoran, dan interpretasi skor.
paling banyak digunakan. Konstruksi tes pilihan ganda terdiri atas dua bagian, yaitu pokok soal (stem) dan alternatif jawaban (option). Satu di antara alternatif jawaban tersebut adalah jawaban yang benar atau yang paling benar (kunci jawaban), sedangkan alternatif jawaban yang lain berfungsi sebagai pengecoh (distractor).
Pokok soal dapat dibuat dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk pernyataan tidak selesai atau dalam bentuk kalimat tanya. Jumlah alternatif jawaban yang dibuat biasanya empat atau lima. Semakin banyak alternatif jawaban yang dibuat, maka probabilitas mahasiswa untuk menebak jawaban semakin kecil. Tata tulis tes pilihan ganda diatur sebagai berikut.
a. Jika pokok soal (stem) ditulis dengan kalimat tidak selesai, maka awal kalimat ditulis dengan huruf besar dan awal option ditulis dengan huruf kecil (kecuali untuk nama diri atau nama tempat). Karena pokok soal ditulis dengan kalimat tidak selesai, maka pada akhir kalimat disertai dengan empat buah titik. Tiga buah titik yang pertama adalah titik-titik untuk pokok soal yang ditulis dengan kalimat tidak selesai dan satu titik yang terakhir merupakan titik akhir alternatif jawaban. Dengan demikian akhir setiap alternatif jawaban tidak perlu diberi tanda titik.
b. Jika pokok kalimat ditulis dengan kalimat tanya, maka awal kalimat ditulis dengan huruf kapital dan akhir kalimat diberi tanda tanya. Setiap awal option dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik.
Tabel 3.1. Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda
Aspek Prinsip
Materi 1. Soal harus sesuai dengan indikator.
2. Soal harus menyebar pada hampir keseluruhan materi. Konstruksi 1. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
2. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
3. Pokok soal tidak memberi petunjuk ke arah jawan benar. 4. Pokok soal tidak mengandung penafsiran yang bersifat ganda. 5. Panjang pernyataan pilihan jawaban harus relatif sama.
6. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
7. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau paling benar.
8. Pilihan jawaban tidak mengandung pernyataan, “Semua pilihan jawaban di atas salah” atau “semua pilihan jawaban di atas benar”.
9. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka tersebut, atau kronologisnya.
10. Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.
11. Butir soal tidak bergantung pada pada jawaban soal sebelumnya.
Bahasa 1. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
2. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional.
3. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif. 4. Pilihan jawaban tidak mengulang kata atau frase yang bukan
merupakan satu kesatuan pengertian. 5. Tidak bias kultural
6. Mempunyai tingkat keterbacaan tinggi.
validasi isi butir soal baik dari segi materi, konstruksi soal maupun kejelasan bahasa instrumen asesmen penguasaan konsep yang disusun, agar butir soal yang diujikan merupakan sampel yang representatif dari penguasaan konsep fisika yang harus dikuasai.
Kelompok expert harus dipilih orang yang berkompeten di bidang sains dan/atau asesmen dengan latar belakang pendidikan S3 (doktor). Jumlah expert
harus ganjil untuk memudahkan mengambil keputusan ketika menganalisis hasil penilaian dari expert. Judgement dilaksanakan oleh tiga orang pakar pendidikan biologi (dua orang dosen tetap Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan seorang dosen tetap Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta), tiga orang pakar Pendidikan Kimia (dua orang dosen tetap Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan satu orang dosen tetap Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta), dan tiga orang pakar pendidikan fisika (satu orang dosen tetap Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, satu orang dosen tetap Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Tadulako, dan seorang dosen tetap Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta). Lembar expert judgement instrumen penguasaan konsep fisika disajikan pada Lampiran 4. Saran-saran dari expert tersebut digunakan untuk merevisi naskah, sehingga dihasilkan naskah yang memenuhi kriteria validitas isi (content validity). Naskah asesmen yang dikembangkan merupakan
draft II yang diujicoba secara terbatas.
menghasilkan prototipe asesmen yang dikembangkan (draf III). Analisis uji coba terbatas instrumen asesmen penguasaan konsep fisika disajikan pada Lampiran 5.
4. Tahap Diseminasi (Disseminate)
Tahap ini merupakan tahap diseminasi instrumen asesmen untuk mengu-kur penguasaan konsep fisika “tidak kontekstual” dan “kontekstual” pada mata kuliah Fisika Dasar bagi mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia. Diseminasi dilaksanakan dengan melakukan uji coba utamake kelas sesungguhnya, yaitu kelas-kelas program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia.
Uji coba utama ini dimaksudkan untuk menghasilkan produk akhir berupa seperangkat instrumen asesmen penguasaan konsep fisika pada mata kuliah fisika dasar bagi mahasiswa pendidikan biologi dan pendidikan kimia yang valid dan reliable. Analisis uji coba utama instrumen asesmen penguasaan konsep fisika disajikan pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Secara visual langkah-langkah peneli-tian dan pengembangan disajikan pada Gambar 3.1.
B. Lokasi dan Subyek Penelitian
Palembang. Untuk pengambilan data pada LPTK di Palembang dilaksanakan oleh orang yang dapat dipercaya karena sebelumnya sudah mendapat pengarahan dari peneliti.
C. Instrumen Penelitian
Penelitian ini untuk mengembangkan instrumen asesmen penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika Dasar mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia. Untuk mendapatkan instrumen asesmen valid dan reliabel, maka harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas butir instrumen yang dikembangkan. Butir instrumen yang memenuhi kriteria validitas dan relibilitas digunakan sebagai instrumen asesmen penguasaan konsep fisika. Instrumen lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tanggapan mahasiswa terhadap instrumen yang dikembangkan.
1. Instrumen Asesmen Penguasaan Konsep Fisika
Instrumen ini dikembangkan untuk mengases penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika Dasar bagi mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia. Ada dua versi asesmen penguasaan konsep fisika yang dikembangkan, yaitu: versi ”kontekstual” dan versi ”tidak kontekstual”. Instrumen asesmen penguasaan konsep berbentuk pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban sebanyak 20 butir soal untuk masing-masing versi. Instrumen asesmen penguasaan konsep fisika disajikan pada Lampiran 8 dan Lampiran 9.
Gambar 3.1. Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan
Draft II asesmen untuk mengukur pemahaman konsep (tes valid isinya)
Uji Coba Terbatas
Studi lapangan tentang asesmen mata kuliah fisika dasar untuk mahasiswa prodi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia
Deskripsi dan analisis temuan asesmen faktual di lapangan untuk mahasiswa prodi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia
Draft I (Rancangan awal)
asesmen untuk mengukur pemahaman konsep
Uji Coba Utama
Revisi III
Draft III asesmen untuk mengukur pemahaman konsep
a. Indeks Kesukaran Butir Soal
Uji indeks kesukaran dilakukan untuk mengetahui apakah butir soal tergolong sukar, sedang atau mudah. Indeks kesukaran butir didefinisikan sebagai persentase dari siswa yang menjawab benar. Indeks kesukaran (p) suatu butir tes ditentukan dengan rumus (Mehrens & Lehmann, 1984: 191):
%
R = jumlah siswa yang menjawab benar butir tes T = jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria untuk menentukan indeks kesukaran butir disajikan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Kriteria Indeks Kesukaran Butir
Indeks Kesukaran Butir Kategori 0% - 25% Sukar
26% - 75% Sedang
76% - 100% Mudah
(Zainul, 1997: 160)
b. Indeks Diskriminasi (Daya Pembeda) Butir Soal
= −
Keterangan:
D = indeks daya pembeda
pu = proporsi siswa kelompok atas yang menjawab benar butir tes pl = proporsi siswa kelompok bawah yang menjawab benar butir tes Kriteria untuk menentukan indeks diskriminasi butir disajikan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Kriteria Indeks Diskriminasi Butir
Indeks
Diskriminasi Kriteria
D ≥ 0,40 Butir soal berfungsi dengan baik 0,30 ≤ D ≤ 0,39 Sedikit atau tidak perlu ada revisi
0,20 ≤ D ≤ 0,29 Butir soal sedikit membedakan (marginal) dan perlu revisi D ≤ 0,19 Soal sebaiknya dibuang atau direvisi secara utuh
(Crocker & Algina, 1986: 315)
c. Validitas Butir Soal
Validasi konstruk berkaitan dengan membuat inferensi dari skor tes dengan kinerja yang dapat dikelompokkan di bawah label konstruk psikologi. Konstruk psikologi didefinisikan sebagai produk imajinasi ilmiah yang diinformasikan, ide yang dikembangkan yang dapat dikategorikan dan deskripsi beberapa perilaku yang dapat diobservasi secara langsung (Crocker & Algina, 1986). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruk apabila tes tersebut menguji konstruk yang seharusnya diuji.
Tujuan studi validasi yang berhubungan dengan kriteria adalah untuk membuat kesimpulan berdasarkan hubungan antara skor tes dengan kinerja kritera (Crocker & Algina, 1986). Prosedur validasi yang berhubungan dengan kriteria menunjukkan keefektifan sebuah tes memprediksikan perilaku setiap individu dalam situasi tertentu (Anastasi, 1982). Terdapat dua macam validitas yang berhubungan dengan kriteria yakni validitas prediktif (predictive validity) dan validitas konkuren (concurent validity).
Validitas prediktif merujuk kepada kemampuan tes memprediksi ukuran kriteria yang akan dibuat pada masa yang akan datang. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediktif jika mampu meramalkan keadaan yang akan datang. Sebagai contoh jika tes SNMPTN memiliki validitas prediktif maka hasil tes ini dapat meramalkan keberhasilan mahasiswa di perguruan tinggi. Jika yang dijadikan kriteria Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa, maka skor tes SNMPTN akan berkorelasi secara signifikan dengan IPK mahasiswa.
navigasi dan dengan segera sesudah itu diobservasi dan dinilai terhadap kinerjanya dalam penerbangan aktual, maka sebuah korelasi positif akan menjadi buti validitas konkuren dari pencil and paper test tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, uji validitas instrumen yang digunakan adalah uji validitas isi (content validity) dan uji validitas konkuren (concurent validity). Untuk mengetahui validitas isi suatu instrumen asesmen yang akan digunakan dalam pembelajaran dilakukan validasi oleh dosen yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang yang akan diases. Untuk mengetahui validitas yang dihubungkan dengan kriteria khususnya validitas konkuren digunakan uji statistik yakni korelasi point biserial. Hal ini dilakukan karena data skor soal (prediktor) merupakan data yang dikotomi, sedangkan data skor total tes (kriterium) merupakan data yang kontinum atau non dikotomi. Menurut Kaplan & Saccuzzo (2005: 79-80), jenis koefisien korelasi yang digunakan menemukan hubungan antara variabel dikotomi dan variabel kontinu adalah korelasi point biserial. Untuk menghitung korelasi point biserial digunakan rumus:
=
Keterangan:
rpbis = koefisien korelasi point biserial,
= rerata skor dari subyek yang menjawab benar untuk butir soal yang akan dicari validitasnya,
= rerata skor total,
st = simpangan baku skor total,
p = proporsi siswa yang menjawab benar pada butir soal yang dimaksud, q = proporsi siswa yang menjawab salah pada butir soal yang dimaksud.
rt(1-5%) = rt(95%) dapat dilihat pada daftar Pearson Product Moment Correlation
Coefficient dengan derajat kebebasan df = N-2 (Guilford & Fruchter, 1978). N menyatakan jumlah sampel (peserta tes).
d. Reliabilitas
Uji reliabilitas tes bertujuan untuk menguji tingkat keajegan soal yang digunakan. Untuk menghitung reliabilitas tes yang mempunyai skor dikotomi digunakan rumus KR-20 yang dikembangkan oleh Kuder dan Richardson (Kaplan & Saccuzzo, 2005: 111) sebagai berikut.
=
∑Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas naskah tes n = banyaknya butir soal
pi = proporsi banyak subyek yang menjawab benar butir soal ke-i qi = proporsi banyak subyek yang menjawab salah butir soal ke-i st2 = varians skor total.
Untuk reliabilitas, Ornstein (1990) memberikan kriteria untuk menginterpretasi derajat reliabilitas sebuah instrumen sebagai berikut.
Tabel 3.4. Kriteria Reliabilitas Instrumen
2. Angket Tanggapan Mahasiswa
Angket digunakan untuk menjaring pendapat mahasiswa tentang penggunaan instrumen asesmen penguasaan konsep fisika bagi mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia. Angket tanggapan mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia tentang penggunaan instrumen asesmen penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika Dasar disajikan pada Lampiran 10.
D. Teknik Analisis Data
1. Jenis data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi : penguasaan konsep fisis yang diukur menggunakan instrumen asesmen versi “kontekstual”, penguasaan konsep fisis yang diukur menggunakan instrumen asesmen versi “tidak kontekstual”, dan tanggapan mahasiswa terhadap instrumen asesmen penguasaan konsep. Data yang bersifat kualitatif dianalisis secara kuantitatif untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan yang muncul pada saat penelitian sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan uji statistik.
2. Pengolahan Data
analisis butir soal dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan Program ANATES dan Program ITEMAN.
Analisis butir soal khususnya uji validitas butir pada Program ANATES dihitung dengan menggunakan persamaan korelasi product moment Pearson. Korelasi ini mengukur derajat hubungan linear antara dua variabel yang mempunyai skor bersifat kontinu. Meskipun demikian persamaan korelasi product moment Pearson dapat juga digunakan untuk variabel dengan skor dikotomi. Sedangkan uji validitas butir pada Program ITEMAN dihitung menggunakan persamaan korelasi point biserial. Persamaan ini mengukur derajat hubungan linear antara dua variabel yang mempunyai skor dikotomi (Crocker & Algina, 1986).
Untuk menyatakan penguasaan konsep fisika yang diukur menggunakan instrumen asesmen “kontekstual” dan penguasaan konsep fisika yang diukur menggunakan instrumen asesmen “tidak kontekstual” mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia pada mata kuliah Fisika Dasar dilakukan dengan menghitung skor rata-rata yang diperoleh mahasiswa dalam mengerjakan instrumen asesmen tersebut.
diawali dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Untuk uji normalitas digunakan uji Kolmogorof-Smirnof, sedangkan untuk uji homogenitas digunakan analisis varians satu jalur atau One Way ANOVA. Uji normalitas dan homogenitas data penelitian disajikan pada Lampiran 11.
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Pengembangan instrumen asesmen “kontekstual” dan instrumen asesmen “tidak kontekstual” penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika Dasar bagi mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia memberi pengalaman kepada calon guru Biologi dan guru Kimia untuk mengaitkan ilmu fisika dengan ilmu biologi dan ilmu fisika dengan ilmu kimia sehingga mahasiswa memperoleh kebermaknaan dalam menempuh mata kuliah Fisika Dasar. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan telah dihasilkan seperangkat instrumen asesmen untuk mengukur penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika Dasar bagi mahasiswa Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia.
Selanjutnya, mengacu kepada pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: Pertama, konstruksi asesmen penguasaan konsep fisika pada mata kuliah Fisika Dasar bagi mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia terdiri dari dua versi, yaitu : versi “kontekstual” dan versi “tidak kontekstual” yang masing-masing terdiri 20 butir. Semua butir asesmen yang dikembangkan memenuhi karakteristik sebagai butir asesmen yang baik, ditinjau dari daya pembeda, indeks kesukaran, validitas, reliabilitas, dan efektifitas butir pengecoh.
konsep fisika yang diuji menggunakan instrumen asesmen “kontekstual” sebesar 10,84 dari skor total 20, sedangkan rata-rata skor penguasaan konsep fisika yang diuji menggunakan instrumen asesmen “tidak kontekstual” sebesar 10,93 dari skor total 20. Untuk mahasiswa Pendidikan Kimia, rata-rata skor penguasaan konsep fisika yang diuji menggunakan instrumen asesmen “kontekstual” sebesar 10,92 dari skor total 20, sedangkan rata-rata skor penguasaan konsep fisika yang diuji menggunakan instrumen asesmen “tidak kontekstual” sebesar 10,61 dari skor total 20.
Ketiga, tidak ada perbedaan antara penguasaan konsep fisika yang diuji menggunakan instrumen asesmen “kontekstual” dan penguasaan konsep fisika yang diuji menggunakan instrumen asesmen “tidak kontekstual” mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia pada mata kuliah Fisika Dasar.
Keempat, terdapat korelasi antara penguasaan konsep fisika yang diuji menggunakan instrumen asesmen “tidak kontekstual” dan penguasaan konsep fisika yang diuji menggunakan instrumen asesmen “kontekstual” mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia pada mata kuliah Fisika Dasar. Koefisien korelasi antara penguasaan konsep fisika yang diukur menggunakan instrumen asesmen “tidak kontekstual” dan penguasaan konsep fisika yang diukur menggunakan instrumen asesmen “kontekstual” sebesar 0,149 bagi mahasiswa program studi Pendidikan Biologi dan sebesar 0,504 bagi mahasiswa Pendidikan Kimia.
meskipun mereka menyatakan bahwa soal-soal fisika yang bersifat hitungan lebih memudahkan untuk memperoleh kepastian atau keyakinan jawaban yang tepat daripada soal-soal yang bersifat penguasaan konsep. Instrumen asesmen “kontekstual” penguasaan konsep fisika membantu mahasiswa dalam menjelaskan fenomena atau pengetahuan yang dipelajari dalam biologi sehingga perlu diberikan dalam setiap perkuliahan Fisika Dasar (Fisika Umum). Instrumen asesmen “kontekstual” penguasaan konsep fisika mengubah persepsi mahasiswa dari fisika yang merupakan mata kuliah yang tidak berkaitan dengan biologi ke fisika sebagai mata kuliah yang diperlukan untuk menjelaskan pengetahuan atau fenomena yang dipelajari dalam biologi sehingga memotivasi mahasiswa untuk belajar fisika. Mahasiswa tidak setuju bahwa untuk meningkatkan penguasaan terhadap pengetahuan atau fenomena yang dipelajari dalam biologi tidak perlu belajar fisika meskipun mereka bingung dalam menggunakan persamaan matematis untuk menjelaskan pengetahuan atau fenomena yang dipelajari dalam biologi.
Mahasiswa tidak setuju bahwa untuk meningkatkan penguasaan pengetahuan atau fenomena yang dipelajari dalam kimia tidak perlu belajar fisika meskipun mereka kesulitan dalam menggunakan persamaan matematis untuk menjelaskan pengetahuan atau fenomena yang dipelajari dalam kimia.
Keenam, pernyataan-pernyataan fisika lebih efektif bila dinyataan dalam bahasa matematika. Kesalahan yang dilakukan mahasiswa dalam menentukan jawaban dipengaruhi oleh kemampuan menginterpretasikan persamaan matematika secara kualitatif ke konsep-konsep fisika.
B. Implikasi Hasil Penelitian
menekankan konsep fisis atau interpretasi fisis dari persamaan matematika dalam setiap pembelajaran Fisika Dasar serta untuk selalu member contoh gejala-gejala biologi atau gejala-gejala kimia yang bisa dijelaskan menggunakan konsep fisika tersebut. Jika mahasiswa dibiasakan untuk mengaitkan konsep fisika dengan gejala biologi atau gejala-gejala kimia, maka mahasiswa akan mendapatkan kebermaknaan dalam belajar Fisika Dasar dan mampu menjelaskan gejala-gejala biologi atau gejala-gejala kimia dengan menggunakan konsep fisika yang sesuai dengan benar.
Kedua, agar pembelajaran Fisika Dasar memiliki kebermaknaan bagi mahasiswa Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia, strategi pembelajaran yang sesuai adalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching Learning, CTL). Hal ini memberi implikasi bahwa asesmen yang digunakan juga harus kontekstual sesuai latar belakang bidang ilmu yang menjadi pilihan mahasiswa. Dengan demikian pengampu mata kuliah Fisika Dasar mahasiswa Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia harus mengetahui prinsip-prinsip pengembangan instrumen asesmen “kontekstual” untuk penguasaan konsep fisika.
C. Rekomendasi
secara kontekstual sesuai dengan bidang keilmuannya sehingga mahasiswa benar-benar merasakan kebermaknaan dalam belajar fisika.
Kedua, untuk dapat mengetahui kemampuan mahasiswa Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia, dalam penguasaan konsep fisika dan menerapkannya untuk menjelaskan gejala-gejala atau materi-materi yang dipe-lajari dalam biologi atau kimia, mahasiswa perlu diberikan instrumen asesmen “kontekstual” penguasaan konsep fisika sesuai dengan bidang keilmuan maha-siswa. Dengan mengetahui kesulitan mahasiswa dalam penguasaan konsep fisika untuk menjelaskan gejala-gejala yang dipelajari dalam biologi atau kimia, pengampu mata kuliah Fisika Dasar dapat merencanakan pembelajaran yang lebih tepat dan efektif untuk mengatasi kesulitan yang dialami mahasiswa. Pembe-lajaran secara kontekstual akan memberi kebermaknaan mata kuliah Fisika Dasar. Ketiga, penelitian ini dilakukan pada populasi terbatas dan jangka yang waktu terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sejenis dengan variasi populasi yang lebih luas dan untuk konsep fisika yang lainnya (misalnya: mekanika, optik).
D. Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian
mata kuliah Fisika Dasar bagi mahasiswa Pendidikan Biologi dan Pendidikan Kimia.
Hestenes et al. (1992) mengembangkan tes yang berkaitan dengan gaya yang terkenal dengan Force Concept Inventory (FCI). Subyek dari tes ini adalah siswa sekolah menengah atas dan mahasiswa universitas. Yeo & Zadnik (2001) mengembangkan tes berbentuk pilihan ganda untuk menguji penguasaan konsep termal siswa level 10 sampai 13 pada Sembilan institusi yang berbeda di Western Australia. Singh & Rosengrant (2003) mengembangkan tes pilihan ganda untuk mengukur penguasaan konsep energi dan momentum siswa pada level Fisika Dasar.
Engelhardt & Beichner (2004) mengembangkan the Determining and Interpreting Resistive Electric Circuit Concept (DIRECT). Tes pilihan ganda ini untuk mengases penguasaan siswa sekolah menengah atas dan mahasiswa tentang konsep listrik pada rangkaian listrik arus searah. Robert et al. (2006) meneliti penguasaan konsep gravitasi bagi mahasiswa pada dua kelas Fisika Dasar, yaitu kelas fundamental yang ditempati mahasiswa yang tidak mendapat mata pelajaran fisika ketika di sekolah menengah atas dan kelas regular yang ditempati mahasiswa yang mempunyai latar belakang fisika.
Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, dapat dijelaskan bahwa penelitian tersebut tidak berkaitan atau “tidak kontekstual” dengan bidang studi biologi dan bidang studi kimia, sehingga pengembangan instrumen asesmen “kontekstual” memberi wawasan baru cara mengukur penguasaan konsep fisika yang sesuai dengan bidang ilmu yang menjadi pilihan mahasiswa. Hal ini merupakan keunggulan dan originalitas dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alonso & Finn. (2000). Dasar-dasar Fisika Universitas (alih bahasa: Lea Prasetyo dan Kusnul Hadi). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Anastasi, A. (1982). Psychological Testing Fifth Edition. New York: Macmillan Publishing.
Anderson, L.W. & Krathwolh, D.R. (Eds). (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. A Bridged Edition. MA: Addison-Wesley.
Belen, S. (2000). Mensinergikan Ebtanas, Kurikulum dan Buku Pelajaran. Dalam Sindhunata. Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita: Mencari Kurikulum Pendidikan Abad XXI. Yogyakarta: Kanisius.
Collete, A.T. & Chiappetta, E.L. (1994). Science Instruction in Middle and Secondary Schools. New York: Mac Millan Publishing Company.
Crocker, L. & Algina, J. (1986). Introduction to Classical and Modern Test Theory, New York: CBS College Publishing.
Cromer, A.H. (1994). Fisika untuk Ilmu-ilmu Hayati (Penerjemah: Sumartono P). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Depdikbud. (1981). Materi Dasar Pendidikan, Program Akta Mengajar V. Buku IA. Filsafat Ilmu. Jakarta: Dirjendikti.
Depdiknas. (2003). Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian: Mata Pelajaran Fisika. Jakarta: Depdiknas Ditjen Dikti.
Depdiknas. (2005). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Fokus Media.
Djaali & Muljono, P. (2008). Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Penerbit PT Grasindo.
Druxes, H. et al. (1986). Kompedium Didaktik Fisika. Bandung: CV Remaja Karya.