• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PENGAJARAN STRUKTUR BAHASA DENGAN ANCANGAN TATA BAHASA PEDAGOGIS : Studi Kasus dalam Pengajaran Struktur Bahasa Indonesia terhadap Siswa Relas 1 SHU Albidayah Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PENGAJARAN STRUKTUR BAHASA DENGAN ANCANGAN TATA BAHASA PEDAGOGIS : Studi Kasus dalam Pengajaran Struktur Bahasa Indonesia terhadap Siswa Relas 1 SHU Albidayah Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

M O D E L P E N G A J A R A N S T R U K T U R B A H A S A D E N G A N A N C A N G A N T A T A B A H A S A P E D A G O G I S

(Studi Kasus dalam Pengajaran Struktur Bahasa Indonesia terhadap Siswa Relas 1 SHU Albidayah

Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung)

T E S I S

Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis

sebagai Salah Satu Syarat Henyelesaikan Studi pada Program Studi Pengajaran Bahasa Indonesia

Program Pascasarjana IKIP Bandung

Oleh:

ANDOYO SASTROMIHARJO

XXV/9332C22

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILHU PENDIDIKAN BANDUNG

(2)

Lembar Persetujuan

DISETUJUI UNTUK DIAJUKAN

KE SIDANG UJIAN TAHAP II

Pembimbing I,

Prof.Dr. H. Ahmad Slamet Hardjasu,jana,M . A . ,M . Sc

Pembimbing II,

Prof.Dr.H. Yus Rusyana

(3)

"Perkataan

yang

baik dan

pemberian

maaf

lebih

baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu

yang menyakitkan (perasaan si penerima).

Allah

Maha-kaya lagi Maha Penyantun." (Al-Baqarah:263)

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat maka berkatalah yang baik atau diam." (H.R. Bukhari)

(4)

iia 1 amar!

KATA F'ENGANTAR iv

UCAPAN TERIMA KASIH vii

DAFTAR IS I xii

DAFTAR TABEL kv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMP I RAN j-ivii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakanq Penelitian 1

1.2 Identifikasi Masalah 8

1.2.1 Kurikulum Pengajaran Bahasa. Indonesia 9

1.2.2 Pengajar Bahasa Indonesia 16

1.2.3 Pembelajar Bahasa Indonesia IS

1.3 Pembatasan Masalah 22

1.4 Perumusan Masalah 24

1 . 5 T u j u a n F:' e n e I i t i a n 2 5 1 . 6 M a n f a a t P e n e 1 i t i a. n 2 6

1.7 Definisi Operasional 26

1 •B H n g g a p a n ua s a r 2 7

(5)

BAB

2. 1 F

:I ANCANGAN TATA BAHASA PEDAGOGIS DALAM

PENGAJARAN STRUKTUR BAHASA

•' e r k(3fii b a n q a n P e n q a j a r a n Ei* a h a s a

^ . H

^ n c ;

: . 6

2 . a

2 . 8

Ant-ctngan Kuinunikati'i dcilafii P'engdjar c>.n Bahama indonebi; Kedudu k an Pen q a j a ran S t ruktur dalam Pengajaran Baha sa

I n d o n e s i a B e r d a s a r k an K u r i k u1u m SMU 1 9 9 4

Keranqka Tata Bahasa Pedagogis

,1 Penqertian

2 Tujuan Tata Bahasa. Pedagogis

,3 Kriteria Tata Bahasa Pedagogis

4 Hasil Penelitian Tata Bahasa Pedagogis

Rancang Bangun Silabus Pengajaran Tata Bahasa Pedagog:

dalam Penqajaran Struktur Bahasa Indonesia.

ModeI Penyaj ian S truk tur Bahasa Indonesia dengan

Ancangan Tata Bahasa Pedagogis

Struktur Bahasa Indonesia . 1 Konj ungtor

i.2 Preposisi

.3 K a 11 m a t A k t i f — [-' a s i f !. 4 K a 1 i m a t M a j e m u k

Efuku Tata Bahasa yang Dipakai di Sekolah

r'i .-•"•. r". r t t k.h i — r {•">r \ i ~ !~tr~(-. i r-1 t "t- t .•"•. t-. t Hi-|b i i i H e I U i / t FCIMCLI i Ir-il^

•. .1. I den111' i k a s i Vat x<

2 Rancanqan r e n e n t i a n jpu 1 a s i Ucj.i i D d l l i p f J.

;] i t f .1 .i. l l ci i i

(6)

3.4 Tsmpat dar- Wakiu '•-•! :el itian 114

3.5 Instrumen Penelitian .1.15

•.;•« 6 P e d o m a n I-•' e n 11 a i a n 1 ]_ 6

3.7 Teknik Analisis Data 117

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL UJ I COBA 119

4.1 Pembuatan Persiapan Mengajar

4.2 Pengujian Keterbacaan Wacana

4.3 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Tes

4.4 Lseskripsi Pelaksanaan Uj i Coba

4.5 Deskripsi Data 134

4.6 Pengujian Persyaratan Analisis 136

4.7 Pembahasan Hasil Penelitian 140

4.7.1 Persiapan Mengajar 141

4.7. 2 Si tuasi Proses Be 1a j ar-Menga js.r 143

4.7.3 F-iasil Belajar 146

4.7.4 Model Pengajaran 178

4.7.5 Kebermanfaatan Model Pengajaran Struktur Bahasa.

dengan Ancangan Tata Bahasa Pedagogis baqi Guru 183 4,7, 6 Ke be rm a n f a a ta n Model Pengajaran S t ru k t u r B a ha s a.

dengan Ancangan Tata Bahasa Pedagogis baqi Siswa 186

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 189

5 . 1 K e s i. m p u Ian 189

5.2 Rekomendasi 194

DAFTAR PUSTAKA 197

LAMP IRAN-LAMPIRAN 201

RI WAYAT HIDUP PENULIS 271

: i v

•i .1. 1 9

121

1j-^ .--,

(7)

DAFTAR TABEL

TABEL 1 TAHAP PELAKSANAAN KURIKULUM SD, SLTP, DAN SMU 12

TABEL 2 DI MENSI TATA BAHASA 58

TABEL 3 FAKT0R PEMBELAJAR BERDASARKAN FOKUS BENTUK GRAMATIS 108

TABEL 4 SASARAN KECAKAPAN TERHADAP KEPENTINGAN BENTUK

GRAMATIS 109

TABEL 5 TUJUAN PEMBELAJARAN DAN BUTIR TES HASIL BELAJAR 122 TABEL 6 REKAPITLILASI HASIL ANALISIS BUTIR SOAL 126

TABEL 7 HASIL PERHITUNGAN KOEFISIEN RELIABILITAS TES

HASIL BELAJAR 127

TABEL 8 NILAI PRETES DAN POSTES SETIAP PAKET 135

TABEL 9 RERATA PRETES, POSTES, DAN STANDAR DEVIASI

SETIAP PAKET 136

TABEL 10 HASIL PENGUJIAN SEBARAN NILAI PRETES-POSTES

SETIAP PAKET 137

TABEL 11 HASIL PENGHITUNGAN HOMOGINITAS VARIANSI 138

TABEL. 12 HASIL UJI t PRETES-POSTES 139

TABEL 13 PERUBAHAN NILAI PRETES KE POSTES 140

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pandangan Orang terhadap Tata Bahasa 36

barnbar 2,2 Tipe Tata Bahasa 56

G a m bar 2.3 Kedud u k an Tata Ba hasa Ped ag oq is 56 Gambar 2 .4 Mode 1 Penyajian Bahan Strlik tur 72 Gambar 2,5 Posisi Silabus Pengajaran Struktur

(9)

DAFTAF LAMPIRAN

L rfmp iran 1. S K P e n g a n q k a.t a n P e mb i mb i n q Di s a i n P e n e I i t i a11

Lampiran

2. SK Pengangkatan Pembimbing Disain Penelitian

dan F'enulisan Tesis II 204

Lampiran 3. Hasil Perhitunqan Koefisien Reliabilitas ml 206

Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal ml 207

Lampiran 5. Hasil Perhitunqan Koefisien Reliabilitas m2 208

Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal m2 209

Lampiran 7. Hasil Perhitunqan Koefisien Reliabilitas m3 210

Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal m3 211 Lampiran 9. Hasil Perhitungan Koefisien Reliabilitas m4 212 Lampiran 10. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal m4 213 Lampiran 11, Uhahan XI: Tes Awal Model A 214

Ubahan X2: Tes Akhir Model A

Lampiran 12. Tabel RangkLiman Ubahan XI 215

Lampiran 13. Kecocokan Kurve XI 216

Lampiran 14. Tabel Ranqkuman Ubahan X2 217

L a rn p i ran 15. K e c o c o k a n K u r v e X 2 218

Lampiran 16, Ubahan XI; Tes Awal Model B 219

Ubahan X2: Tes Akhir Mode?]. B

Lampiran 17. Tabel Rangkuman Ubahan XI 220

Lampiran 18. Kecocokan Kurve XI 221

Lampiran I'-i

ipiran 20 „ Kecocokari p-.u.r v e

(10)

Lampiran 21. Ubahan XI; Tes Awal Model C 224

Ubahan X2; ies Akhir Model C

Lampiran 22. Tabel Rangkuman Ubahan XI 225 L a m p i r a n 2 3 . Ke c: o c o ka n Ku rv e X1 2 2 6 Lampiran 24. Tabel Rangkuman Ubahan X2 227

Lampi ran 25. Kecocok an Ku rve X2 228

Lampiran 26. Ubahan XI: Tes Awal Model D 229

Ubahan X2: Tes Akhir Model D

Lampiran 27. Tabel Rangkuman Ubahan XI 230

Lampiran 28. Kecocokan Kurve XI 231

Lampiran 29. Tabel Rangkuman Ubahan X2 232

Lampiran 30. Kecocokan Kurve X2 233

Lampiran 31. Uji Homoqenitas 234

Lampiran 32. Uji t Paket 1 236

Lampiran 33. Uji t Paket 2 237

Lampiran 34. Uji t Paket 3 238

Lampiran 35. Uji t Paket 4 239

Lampiran 36. Lembar Pengamatan 240

Lampiran 37, Satu.an Pelajaran paket 1 242 Lampiran 38. Satu.an Pelajaran paket 2 249 Lampiran 39. Satu.an Pelajaran paket 3 256 Lampiran 40. Satuan Pelajaran paket 4 263 Lampiran 41. Su.rat Keteranqan Penelitian 270

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Masyarakat .Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang

memiliki aneka bahasa. daerah. Keanekaan bahasa daerah terse

but diikat oleh satu bahasa persatuan, yaitu bahasa

Indone

sia.

Dengan demikian, masyarakat Indonesia

dituntut

untuk

mampu menggunakan bahasa. Indonesia selain bahasa

daerahnya.

Bahkan,

tuntutan itu diperluas lagi dengan usaha

menguasai

bahasa

asing

karena bangsa Indonesia

tidak

berkiprah

di

dalam

negeri

saja, tetapi mereka mencoba

untuk

mendunia.

Tuntutan kepemilikan bahasa yang lainnya. tersebut

menyebab-kan

masyarakat

Indonesia

termasuk

dwibahasawan

(Lihat

pengertian dwibahasawan dalam Fishman,1985 ).

Situasi

kedwibahasaan

seperti

itu

akan

berkaitan

dengan pengajaran dan pembelajaran bahasa, khususnya

bahasa

Indonesia. Dengan demikian, bagaimana mengajarkan bahasa. In

donesia untuk orang Indonesia perlu dipikirkan,

dirumuskan,

dan diteliti agar pengajaran dan pembelajaran bahasa Indone

sia

bagi dwibahasawan benar-benar dapat

berhasil.

Rusyana

(1988)

mengemukakan

beberapa hal yang

berhubunqan

dengan

pendidikan

baqi dwibahasawan, antara lain bahasa

apa

yang

akan diajarka.n, untuk siapa diajarkan, bagaima.na cakupa.

n-nya,

dan bagaimana bahasa-bahasa itu diajarkan.

Semua

itu

(12)

f'.:<litisi (dalam menentukan bahasa man a yang diajarkan), para Unguis terapan (dalam ha 1 apa yang diajarkan dan bagaimana cakupannya), maupun dengan para praktisi (dalam hubungannya dengan bagaimana bahasa-bahasa itu diajarkan). Bahkan, Cook (1991) pada bagian awal bukunya menyatakan bahwa "language

learning and language teaching are vital to the everyday

l i v e s o f m i l l i o n s " .

Dalam hal pengajaran dan pembelajaran bahasa di— perlukan ancangan, metode, dan teknik. Berbagai ancangan,

metode, dan teknik pengajaran dan pembelajaran bahasa telah

diuji coba dalam berbagai bahasa (Lihat Richards, 1993; Ellis,1988; Couture,1986; Freed,1991; Stevick,1991; Bygate, .1994; dan 0dlin,1994). Berdasarkan laporan , cara—cara yang telah dilakukan mereka berhasil dalam pengajaran dan pembel

aj aran bahasa (khususnya pengajaran dan pembelajaran bahasa

kedua). Tampaknya keberhasilan tersebut tidak berarti mene ntukan persamaan pandangan, tumbukan-tumbukan terjadi sebab keberhasilan cara-cara yang dilakukan mereka menggunakan'pe-rangkat yang berbeda dan dalam suasana kebahasaan yang

ber-beda pula.

Situasi seperti itu melibatkan berbagai bahasa du—

nia. Jika kita araati situasi penqajaran dan pembelajaran ba

(13)

perbaikan

pengajaran. Dengan adanya penqqantian

kurikulum,

berbagai

komponen di dalamnya juga mengalami

perkembanqan.

Hal itu dapat kita lihat dari penekanan yang dilakukan

pada

setiap

kurikulum

yang berbeda-beda (rnulai

dari

penekanan

terhadap bahan sampai pada. mengutamakan fungsi bahasa).

Im-plikasi

dari perubahan itu, tentu saja, berhubungan

dengan

perubahan ancangan, metode, dan teknik pengajaran dan

pembe-lajaran bahasa. Oleh sebab itu, perlu kiranya dilakukan

pe

nelitian

mengenai

keampuhan ancangan, metode,

dan

teknik

yang dipakai dalam memaknai pelaksanaan pengajaran dan

pem

belaj aran bahasa.

Di

samping situasi perangkat kurikulum

yang

terus-nerus

menumbuhkan qairah penelitian,

kita pun

tertantang

leh

situasi hasil pengajaran bahasa Indonesia yang

selalu

eresahkan para pendidik dan masyarakat. Keresahan yang

mun-cul

dari kalangan guru adalah penyajian bahan yang

terlalu

luas

dalam

kurikulum 1984 dan keresahan yang

muncul

dari

masyarakat tertuju pada hasil pengajaran, yaitu bahwa penga

jaran

bahasa. Indonesia di sekolah-sekolah

mengarah

kepada

penqetahuan bahasa daripada keterampilan ber bahasa dan Ltkur—

an keberhasilan suatu pengajaran

pada umumnya oleh para

pen

didik dan masyarakat disandarkan pada hasil ebtanas (Lihat

Badudu,1985:72j 91).

Ken ya taa.n d i atas men un ju kkan ad a kom ponen pengajaran

yang

lemah. Seandainya benar tanqgapan masyarakat

terhadap

(14)

4

ketidakberhasiIan pengajaran bahasa Indonesia disebabkan

oleh

arah pengajaran yang

lebih mengarah

pada

pengetahuan

bahasa

berarti model pengajaran yang diterapkan

para

gLiru

masih belum menunjukkan keberhasilan dalam mencapai tujuan. Model pengajaran yang dibuat guru, belum mampLi membangkitkan semangat belajar dan juga belum mampu menciptakan suasana belajar yang dapat menumbuhkan gairah dalam meningkatkan keterampilan berbahasa para siswa. Jika model yang menyebab— kan kelemahan tersebut, perlu dicari penyebabnya, yakni kom ponen model yang mana yang mengandung kelemahan dan apakah

bisa komponen itu dimodifikasi.

Kalau kita perhatikan perkembangan pengajaran bahasa

terutama

dilihat dari

rancang

bangun

pengajaran,

ternyata

berbagai

rancang

bangun telah dihasilkan oleh

para

pakar

linguistik terapan dalam mencari cara yang paling baik untuk

pengajaran bahasa.

Kita

dapat menyaksikan sampai akhir abad

ke-19 dunia pengajaran bahasa didominasi oleh Metode Grama-tika-Terjemahan (Grammar-Translation Method) . Metode ini lebih menekankan bahasa tulis, penghafalan kaidah-kaidah bahasa, dan penerjemahan (Sumardi,1992:18-19). Kelemahan yang tampak dari metode ini adalah qu.ru lebih banyak

menggu-nakan waktunya untuk mengajarkan

kaidah bahasa,

bukan

menga-jark an ke terampiI an ber bahasa 1isan dan tulisan para s iswa. Dengan demikian, guru yang tidak bisa berbahasa taget dapat

(15)

kaidah-kaidat.n/.i. Meskipun demik ian , metode ini masih mewarnai dunia pengajaran bahasa karena metode ini dapat diqunakan untuk

kelas

yang

besar dan tidak menuntut teknologi yang

canggih

(Sumardi,1992s18). Ketika memasuki abad ke-20 metode ini

tidak

mampu

mempertahankan

konsep-konsep

pengajarannya

karena

kebutuhan untuk

menguasai

bahasa tidak

hanya

bahasa

tulis. Pada saat inilah pengajaran bahasa. lebih diutamakan bahasa lisan. Metode yang terkenal saat. itu adalah Metode Langsung (Direct Method). Dalam penerapannya metode ini mensyaratkan guru agar ia memiliki penguasaan bahasa lisan yang baik dan jumlah siswa yang sedikit. Tentu saja kondisi semacam itu kurang memberikan keberhasilan, baik dari segi situasi kelas maupun dari kemampuan guru. Pada tahun 1940-an

berkat

dukungan

linguistik Struktural,

mulai

dikembangkan

Metode Audiolingual (Audio!ingual Method). Metode ini

mene-kankan

pentingnya penguasaan

bahasa

lisan

dengan

latihan-latihan berupa penubian lisan (oral drills) dan latihan penguasaan pola-pola kalimat (pattern practice). Dengan kedua cara itu diharapkan siswa dapat meningkatkan

keteram-p>i lannya

dalam berbahasa.

Metode ini

hanya

mampu

bertahan

selama 25 tahun karena perkembangan berikutnya Chomsky

(1957) memperkenalkan Gramatika Transformasi. Dalam hal ini

(16)

Struktur-al , untuk maksud-maksud

pedagogis sumbangan

pemikirannyd ma

sih kecil (Sumardi,1992:99).

Pada deka.de berikutnya Robert Lado menawarkan suatu model pengajaran yang menggunakan ancangan linguistik

kon-trastif atau lebih dikenal dengan istilah analisis

kontras-tif dan kesalahan berbahasa. Ternyata, bukti-bukti yang

di-peroleh mengenai kekontrasan antardua bahasa dan temuan

ten-tang aspek-aspek kesalahan berbahasa anak belum mampu

ber-bLtat banyak untuk menyederhanakan pola kerja praktisi peng

ajaran bahasa (Nurhadi,1994:38).

Selanjutnya dalam rangka mencari landasan yang kokoh

untuk pengajaran bahasa, para Unguis terapan dari berbagai

negara mengadopsi model pengajaran komunikatif yang ternyata

untuk lingkungan Inggris telah menunjukkan kehebatannya

se-telah metode Lisan dan Situasional mulai surut (Lihat Sumar

di, 1992: 99). Ancangan ini memanfaatkan berbagai disiplin

ilmu dengan materi pelajaran disusun atas dasar fungsi bahasa dan kebutuhan siswa. Ancangan inilah yang sekarang diterapkan dalam kurikulum pengajaran bahasa di Indonesia,

baik untuk Kurikulum 1984 maupun Kurikulum 1994. Bagaimana

perkembangan dan hasil penqajaran dengan menggunakan

ancana-..an komunikatif , kiranya, s.eca.ra makro belum bisa dilapor —

kan meskipun dalam skala kecil (berbagai penelitian) ancang

(17)

Dengan perkembanqan metode pengajaran bahasa di atas

tampak

adanya usaha para pakar untuk mencapai

keberhasilan

dalam pengajaran

bahasa.

Dengan

berkembangnya berbagai meto

de mengajar tersebut muncul

pertanyaan apakah ada

perbedaan

di antara metode tersebut dan

jika ada,

dalam hal apa

perbe-daannya.

Dalam hal ini Mackey

(1965:139)

menyebutkan ada

ti-ga unsur yang menyebabkan perbedaan antara metode yang satu

dengan metode yang

lainnya,

yaitu

(1) perbedaan teori

bahasa

yang

melandasinya;

(2) perbedaan

tipe pemerian bahasa;

dan

(3) perbedaan persepsi dalam belajar bahasa. Perbedaan

yang

dikemukakan

oleh Mackey tersebut akan berkait

erat

dengan

model

pengajaran yang dikembangkan oleh guru

untuk

setiap

metode.

Berbagai rancang

bangun yang

telah dibuat berdasarkan

temuan Unguis terapan di atas dipakai juga dalam pengajaran

bahasa

Indonesia. Hal ini tampak dari munculnya

perubahan-perubahan kurikulum yang terjadi

hampir 30 tahun terakhir

ini. Walaupun kurikulum berubah,

bukan

berarti kurikulum

me-rupakan satu-satunya sumber ket.idakberhas.ilan penqajaran ba

hasa.

Indonesia. Jika keluhan masyarakat mengenai

kemampuan

siswa yang

belum

memuaskan dalam mata

pelajaran bahasa Indo

nesia dij adikan ukuran keresahan,

kita perlu. meneliti

aspek

mana

yang

terka.it dalam ketidakberhasi Ian pengajaran

bahasa

Indonesia. Dalam hal

ini sekurang-kurangnya ada tiga

(18)

-kah yang

harus diganti,

pendidikkah yang

kuranq

profesional,

ataukah aspek nonakademis yanq kuranq mendukunq.

1.2 Identifikasi Masalah

Setiap kali suatu pengajaran dikatakan gagal komponen

yang sering menjadi pusat perhatian masyarakat adalah guru.

Pusat perhatian tersebut wajar saja dilakukan masyarakat se

bab guru merupakan pengendali keberhasilan pengajaran di

se-kolah. Namun, dalam hal ini diperlukan kearifan untuk

rnenen-tukan sisi mana yang mengalami kelemahan dalam dunia penga

jaran. Strevens (1980:25—28) mengajukan beberapa faktor yang

dapat menentukan keberhasilan dalam pengajaran bahasa, ya

itu :

a. pembelajar yang berkemauan;

b. pembelajar melihat relevansi pembelajarannya;

c. pembelajar mempunyai harapan yang tinggi;

d. bahasa target mempunyai kedudukan baik di masyarakat;

e. persyaratan fisik dan organisasi terpenuhi;

f. tujuan realistis diterima oleh semua pihak;

g. silabus cocok;

h. intensitas penqajaran relatif tinggi;

i. pengajar yanq berkompetensi profesional tinggi; dan

(19)

Kesepuluh

komponen

tersebut

dipersinqkat

oleh

Tarigan

(1991:3)

menjadi

tiga komponen,

yaitu:

a. prestasi pembelajar; b. prestasi pengajar; dan

c. prestasi sistem.

Dengan memperhatikan komponen kesuksesan dalam penga

jaran bahasa di atas,

kiranya jelas bahwa faktor guru (penq

aj ar) merupakan sal ah satu faktor saja dalam komponen penq

ajaran

yang ikut menentukan kebermaknaan suatu

pengajaran.

Agar lebih jelas mengenai masalah yang muncul sehubungan de

ngan pengajaran bahasa, di bawah ini disajikan tiga komponen

pokok

dalam pengajaran bahasa, yaitu

kurikulum

pengajaran

bahasa Indonesia, pengajar bahasa, dan pembelajar bahasa.

1.2.1 Kurikulum Pengajaran Bahasa Indonesia

Keberhasilan suatu pengajaran ditentukan oleh

berba

gai faktor. Salah satu faktor yang dapat menentukannya

ada

lah

kurikulum. Siahaan (1986:76) menggambarkan kondisi

ku

rikulum

sekolah di Indonesia belum memuaskan, baik

dilihat

dari

segi kelengkapannya, kejelasan,

relevansi,

keajegan,

kesahihan, dan kelayakan. Selama ini pemerintah Indonesia

telah

mengganti

kurikulum Lintuk sekolah dasar dan

menenqah

sebanyak

tujuh kali, yakni Kurikulum 1950,

Kurikulum

195S,

Kurikulum 1964,

Kurikulum 1968,

Kurikulum 1975/1976,

Kuriku

(20)

10

(Tarno ,1991: 743). Penggantian atau perubahan kurikulum berkait erat dengan sistem pengajaran secara menyeluruh se

bab di dalam sebuah kurikulum menurut Siahaan (1991:196)

terdapat informasi mengenai (1) bahasa yang akan diajarkan, (2) si pelajar, (3) cara atau sistem penyampaian bahasa. De ngan kata lain, kurikulum mengandung unsur bahan, pembel

ajar, dan sistem pengajaran. Jika di antara komponen terse

but terdapat kelemahan, hasil pembelajaran tidak sesuai de ngan harapan. Dengan demikian, penggantian atau

penyempur-naan kurikulum berdampak terhadap bahan, pembelajar, dan

sistem pengajaran.

Setiap kurikulum sekolah berubah masyarakat selalu

mempertanyakan hal ikhwal terjadinya perubahan atau

penyem-purnaan kurikulum sekolah tersebut. Pertanyaan-pertanyaan

yang muncul sehubungan dengan hal itu, di antaranya mengapa

kurikulum berubah dan dalam hal apa perubahan itu terjadi. Pertanyaan pertama menuntut jawaban filosofis, sedangkan pertanyaan kedua menuntut jawaban teknis. Kedua tuntutan

jawaban tersebut harus memberikan kejelasan kepada masyara

kat agar mereka sadar terhadap perubahan tersebut.

Tarigan (1995) menjelaskan lima hal yanq melatarbela—

kangi perubahan Kurikulum 1984 ke Kurikulum 1994, yaitu (1)

perubahan sifat ma.sya.rakat Indonesia dari masyara.kat agraris

menjadi masyarakat industrial is; (2) perkernbangan ilmu pe

(21)

11

kulum lama; (3) berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1939

tentang Sistem Pendidikan Nasional;

(4) hasil

pengamatan dan

penelitian pelaksanaan kurikulum yang lama; dan (5) hasil studi perbandingan ke manca negara. mengenai pelaksanaan ku

rikulum .

Perubahan yang paling mendasar dari Kurikulum 1984 ke Kurikulum 1994 terjadi pada perubahan orientasi. Kurikulum

1984

berorientasi masih pada pengajaran.

Maksudnya,

dalam

pelaksanaan kurikulum pengajar meletakkan dasar

berpikirnya

pada bagaimana bahan yang ada dalam kurikulum dapat diajar

kan.

Orientasi

ini membawa konsekuensi

pada

diri

pengajar

bahwa mereka harus berpikir apa yang harus saya ajarkan

dan

bagaimana

cara

mengajarkan bahan

sebagaimana yang

telah

di-gariskan

kurikulum.

Kurikulum 1994 memberikan wawasan

yang

berbeda,

yakni orientasi bukan lagi pada pengajaran,

melain-kan

pada pembelajaran.

Dengan

perubahan orientasi ini

secara

otomatis pengajar pun harus mengubah perlakuannya dalam

me-maknai pengajaran bahasa. Maksudnya,

pengajar harus berpikir

bagaimana

cara

siswa mempelajari

bahan yang terdapat

dalam

pembelajaran yang ada di dalam kurikulum (Tarigan, 1995:5).

Kurikulum .1994 dilaksanakan secara bertahap.

Tahapan

(22)

TABEL 1

TAHAP PELAKSANAAN KURIKULUM SD, SLTP, DAN SMU 1994

Tahun ajaran 1994/ 1995/ 1996/

Sekolah Kelas 1995 1996 1997 Dst.

I X X X X

II - X X X

SD III - - X X

IV X X X X

V - X X X

VI - - X X

SLTP I X X X X

& II - X X X

SMU III - - X X

(Sumber:Depdikbud,1993:29)

12

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini Kurikulum 1994 baru berlanqsung selama satu

tahun. Selama kurun waktu tersebut kita belum bisa

menentu-kan apakah kurikulum ini mumpuni untuk terus dilaksanakan

atau tidak. Terlepas dari hal itu kendala-kendala dalam

(23)

13

Dalam pelaksanaan pengajaran, guru mengejawantahkan

kurikulum dalam bentuk silabus. Mackey (1978:323) memberikan

sumbangan pikiran bahwa dalam menganalisis silabus terdapat

empat pertanyaan yang harus dijawab, yaitu (1) Apa yang ha

rus ada di dalam silabus?; (2) Bagaimana cakupannya

(Cakup-an) ; (3) Mengapa cakupan itu harLis ada; dan (4) Bagaimana silabus itu dapat dicapai oleh para pembelajar. Empat perta nyaan yang diajukan Mackey itu menyiratkan kriteria yang ha rus ada di dalam silabus. Kriteria yang dimaksud adalah si labus harus berisi bahan yang akan diberikan. Bahan tersebut adalah bahan yang sudah disusun untuk pembelajar pada ting-kat tertentu. Tentu saja, berdasarkan bahan pembelajaran tersebut akan tergambar berbagai aspek, di antaranya tujuan yang hendak dicapai, metode yang digunakan, bahan yang

di-sampaikan,

kegiatan yang dilakukan,

media dan

sarana

yang

dipakai, dan alat evaluasi yang diberikan.

Dalam pengajaran bahasa terdapat berbagai macam si labus atau model pengajaran. Krahnke (1987) dalam bukunya yang berjudul Approaches to Syllabus Design for Foreign La

nguage Teaching mengupas enam tipe silabLis pengajaran baha

sa, yakni The Structural Syllabus, The Notional/Functional

Sy1labus, Situational Syllabi, Skil1-Based Syllabi, The

Task-Based Syllabi, The Content-Based Syllabus, Choosing and

Integrating Syllabi. Selain itu Jack C. Richards dan Theo

(24)

14

Communicative Language Teaching, Total Physical Response,

The Silent May, Community Language Learning, The Natural Ap

proach, dan Suggestopedia. Terence Odlin sebagai editor (1994) menyajikan tulisan seputar Pedagogical Grammar.

Yalden (1987) dalam bukunya yang berjudul The Communicative

Syllabus membedar enam tipe silabus komunikatif mulai dari

Structural-Functional, Structures and Functions, Variabel

Focus, Functional, Fully Notional, sampai pada Fully Commu

nicative dengan lima tahapan rancang bangun silabus komuni

katif mulai dari SLirvai kebutuhan, deskripsi tujuan, pilihan tipe silabus, silabus proto, dan silabus pedagogis. Dengan banyaknya silabus dalam pengajaran bahasa, tentu saja, su-asana tersebut memberikan nuansa baru dalam dunia pengajaran

bahasa.

(25)

ha-nya cocok untuk pengajaran bahasa Indonesia. bagi orang asing, bagaimana prosedur pelaksanaannya, dan kendala apa

yang ditemukan dalam pengajaran bahasa Indonesia jika sila

bus tersebut diterapkan. Permasalahan tersebut perlu dicari

jawabnya dalam Lipaya mencari cara meningkatkan keberhasilan

pengajaran bahasa Indonesia. Jawab dari permasalahan terse

but akan dapat diperoleh apabila telah dilakukan penelitian.

Kurikulum 1994 menganut lima pendekatan, yaitu

pen-dekatan tujuan, Komunikatif, CBSA, Keterampilan Proses, dan Pragmatik. Kelima pendekatan tersebut diupayakan untuk men-capai vujuan pengajaran bahasa Indonesia. Adapun tujuan pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis (Depdikbud,1993: 3). Dengan orientasi belajar bahasa adalah belajar berkomunika si n perlu diupayakan silabus yang mengarah pada maksud ter sebut. Misalnya, bahan struktur bahasa Indonesia disajikan

dalam kegiatan keterampilan berbahasa (menyimak,

berbicara,

membaca, dan menulis). Oleh sebab itu, penyaj iannya diperlLi-kan silabus yang merujuk pada kebutuhan komunikasi bukan

keilmuan.

Penelitian yang akan

penulis

lakukan ini

merupakan

(26)

16

1.2.2 Pengajar Bahasa Indonesia

Salah satu fungsi pengajar merupakan

penggerak

terja-dinya

proses belajar mengajar. Sebagai

penggerak

pengajar

harus memenuhi beberapa kriteria.

Kriteria itu harus menyatu

dalam

diri pengajar agar ia dapat menunjukkan

mutu

profe-sionalnya.

Pada saat hasil

proses belajar

mengajar

kurang

memuaskan, tak pelak pengajarlah yang mendapat perhatian pertama dan utama. Masyarakat sibuk dengan melayangkan ber

bagai

tuduhan

kepada

pengajar seolah-olah pengajarlah

yang

menjadi biang keladi kegagalannya. Benarkah simpulan masya rakat seperti itu? Apakah para pengajar belum dibekali

kom-petensi

yang

cukup untuk

terjun ke

lapangan?

Apakah

para

pengajar kurang meningkatkan segi profesinya setelah terjun

ke

lapangan? Kiranya pertanyaan-pertanyaan

tersebut

perlu

mendapat

pertimbangan dari

pihak

yang

bersangkutan dan

pihak

yang berwenang.

Jika

kita renungkan

pertanyaan-pertanyaan

itu,

ada

dua

lembaga yang

mendapat sorotan dalam dunia pendidikan,

yaitu lembaga persekolahan dan LPTK (IKIP, FKIP, dan STKIP). Kedua lembaga itu sama-sama mengelola dunia pendidikan.

Lembaga persekolahan mengelola pendidikan di tingkat

menen-gah ke bawah, sedangkan lembaga penghasil tenaga pengajar mengelola pendidikan di tingkat tinggi. Secara de jure kedua lembaga tersebut harus merasa prihatin, sekalipun secara de

(27)

tua pembelajar, dan masyarakat.

Permasalahan yang muncul sehubungan dengan pengajaran

Bahasa dan Sastra. Indonesia dari sisi pengajar adalah

masih

banyak

pengajar

Bahasa

dan Sastra

Indonesia

yang

tidak

mempunyai kewenangan mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia

(Badudu,1993:2

dan Syarif, 1994:9)). Kenyataan seperti

ini

pada. satu sisi tidak bisa. dihindarkan (masih terdapat

seko

lah yang kekurangan guru) dan pada sisi lain kualitas penga

jaran Bahasa dan Sastra. Indonesia pa tut dipertanyakan.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan profil penga

jar

bahasa

yang berkompetensi. Dalam hal ini

Howard

yanq

dikutip James memberikan kriteria untuk pengajar bahasa :

a. menguasai semua metode mengajarkan bahasa dan dapat

me-nerapkan metode itu dalam proses belajar mengajar;

b. menguasai bahan yang akan dan sedang diajarkan;

c. melaksanakan semua kegiatan sekolah;

d. menguasai semua jenis dan prosedur penilaian;

e. menguasai semua tipe latihan berbahasa;

f. menguasai pengelolaan kelas;

g. menguasai teknik pengajaran individual;

h. dapat menentukan dan menguasai silabi pelajaran;

i. dapat memanfaatkan media penqajaran yang tersedia;

j. menguasai tujuan pengajaran dan aktivitas untuk

mencapai

tujuan itu; dan

k. menguasai teknik-teknik pendidikan (Pateda,1991:39).

(28)

18

Selain

itu Leech

mengharuskan pengajar

bahasa

(khususnya

tata bahasa atau struktur bahasa):

a. mampu menghadapi interaksi tata bahasa dengan leksikon sebagai suatu sistem komunikasi;

b.

dapat menganalisis permasalahan qramatis yang ditentukan

pembelajar;

c. mempunyai kemampuan dan keyakinan untuk menqevaluasi

penggunaan tata bahasa;

d. menyadari hubungan kontrastif antara bahasa penutur asli

dengan bahasa asing; dan

e. memahami dan menerapkan proses penyederhanaan (dalam

Bygate,1994:18).

Sebagian besar butir yang dikemukakan Howard masih bersifat umum. Maksudnya, kriteria itu dapat digunakan untuk pengajar yanq bukan dari bidang pengajaran bahasa. Pendapat Leech lebih mengarah pada kemampuan yang harus dimiliki pengajar tata bahasa. Padahal pengajaran bahasa tidak hanya memerlukan pengajar tata bahasa. Oleh sebab itu, perlu kiranya dicari upaya peinantapan kompetensi pengajar bahasa

s-ecara menyeluruh.

1.2.3 Pembelajar Bahasa Indonesia

(29)

bahasa tidak bisa terlepas dari pembelajarnya. Studi

menge

nai karakteristik pembelajar telah dilakukan para pakar

ba

hasa,

di antaranya Jakobovits (1970:98).

la

menemukan

dua

hal

penting yang harus diperhatikan guru

dalam

pengajaran

bahasa kedua, yaitu anak-anak akan lebih baik belajar bahasa

kedua daripada orang dewasa dan ada bakat bawaan yang

tidak

sama pada setiap orang. Penemuan Jakobovits ini didukung

pu-la

oleh penelitian yang dilakukan oleh US Fathman pada

ta

hun

1975,

Ramirez dan Politzer pada. tahun 1978,

Snow

dan

Hoefnagel-HShle

pada tahun 1978 (lihat Els,

1984:103-125).

Selain

itu

Nunan (1991:171) memberikan formula

pembelajar

yang baik adalah:

a.

menemukan caranya belajar;

b. mengorganisasikan informasi mengenai bahasa;

c.

berkreasi dan bereksperimen dengan bahasa;

d. mendapatkan kesempatan dan menemukan strategi dalam

pe-makaian bahasa, baik di dalam maupun di luar kelas;

e. belajar menyesuaikan diri dan mengembangkan strategi

un

tuk mengerti bahasa sasaran tanpa harus paham setiap

ka-ta;

f.

menggunakan mnemonics;

g- memperbaiki kesalahan;

h.

menggunakan penqetahuan bahasa;

(30)

20

j. belajar menentukan kepandaianya;

k.

belajar unsur-unsur bahasa yang dapat membantu

kecakapan-nya;

1.

belajar rnenghasilkan berbagai teknik (misalnya teknik

bercakap-cakap); dan

m. belajar gaya bahasa yang berbeda dan memvariasikannya un tuk berbagai situasi.

Masih berhubungan dengan pembelajar yanq baik, Rubin

(^975)

yang

dikutip Tarigan

(1991) menyajikan tujuh kriteria

pembelajar yang baik, yakni:

a. mempunyai kemauan keras dan ingin menjadi penduga yang

tepat;

b. berkemauan keras untuk berkomunikasi;

c. tidak. segan-segan mengakui kelemahannya dalam B2 dan ti dak malu-malu berbuat kesalahan;

d. berkemauan keras menggunakan bentuk yang baik; sangat memperhatikan bentuk bahasa;

e. suka berlatih;

f. memantau ujarannya dan membandingkannya dengan bahasa.

asli baku; dan

g. berkemauan keras menggunakan makna dalam konteks

(31)

21

Ellis (1987:122) menempatkan sembilan kriteria untuk

pembelajar yang baik, yaitu:

a. mampu memberi respon terhadap dinamika kelompok situasi

pembelajaran untuk mencegah kegelisahan dan rintangan; b. menccri kesempatan untuk menggunakan bahasa sasaran;

c. menggunakan kesempatan secara maksimal untuk menyimak dan menanggapi ujaran dalam B2, baik yang ditujukan kepadanya maLtpun kepada orang lain;

d. melengkapi pelajaran kontak langsung dengan telaah teore-tis; khususnya dalam hal bentuk bahasa;

e. lebih dewasa dalam pengembangan gramatikal;

f. mempunyai keterampilan analitik yang memadai mengenai ciri-ciri B2 dan memantau kesalahan;

g. mempunyai alasan kuat untuk belajar B2;

h.

siap membuat

percobaan dengan segala risiko,

sekalipun

menurut orang lain ia dianggap bodoh; dan

i.

mampu menyesuaikan diri pada kondisi-kondisi pembelajaran

yang berbeda.

Terlepas dari kriteria mana yang digunakan,

yang

je

las

tuntutan pengajaran bahasa terhadap

pembelajar

adalah

pendayagunaan segala potensi yanq dimilikinya dalam

belajar

dan menggunakan

bahasa sasaran.

Tuntutan ini amat berat jika

pengajar tidak benar-benar dalam melaksanakan

kewa.j ibannya.

Untuk tugas ini diperlukan tenaga pengajar profesional dalam

(32)

Jika kita menilik keadaan pembelajar bahasa Indone

sia,

secara u.mum mereka dapat digolongkan

ke dalam tiga

qo~-longan, yaitu pembelajar yang berstatus ekabahasawan bahasa daerah, ekabahasawan bahasa Indonesia, dan dwibahasawan. Da

lam pengajaran bahasa. Indonesia, ketiga golongan tersebut selama ini mendapat perlakLian yang sama. Alasan yang

mendu-kung situasi tersebut adalah faktor sarana sekolah di Indo

nesia belum siap mengelompokkan mereka sesuai dengan pengua saan bahasanya dan faktor kemudahan dalam pengadministra-sian. Dengan situasi yang seperti itu, timbul masalah dalam keberhasilan pengajaran. Dengan kata lain, situasi demikian memunculkan masalah, yaitu apakah keberhasilan pengajaran

bahasa Indonesia tidak perlu memperhitungkan karakteristik penguasaan bahasa yang dimiliki para pembelajarnya ataukah keberagaman penguasaan bahasa pada siswa berkontribusi ter hadap keberhasilan pengajaran bahasa. Jika berkontribusi, seberapa besar kontribLisinya dan bagaimana tindak lanjutnya. Jawab permasalahan tersebut hanya dapat diperoleh melalui

penel itian.

1.3 Pembatasan Masalah

(33)

dan tingkat pendidikan, ancangan, metode, teknik, maupun yang berhubungan dengan cakupan bahan. Dalam tesis ini ha nya akan diangkat satu masalah pokok, yakni masalah yang berhubungan dengan model pengajaran bahasa. Indonesia. Model yang d.ipilih dalam rangka penelitian ini adalah model penga jaran struktur bahasa dengan ancangan tata bahasa pedagogis.

Model

ini

digunakan sehubungan dengan

karakteristik

yang

harus muncul dalam pengajaran bahasa Indonesia adalah bahan

yang

harus dikaitkan dengan kebutuhan siswa dengan

memper-hatikan segi kebenaran, keterbatasan, kehematan,

kesederha-naan, kejelasan, dan keterhubunqan.

Ancangan tata bahasa pe

dagogis ini menawarkan persyaratan tersebut karena

ancangan

ini

mendasarkan aspek kebahasaan (struktur bahasa)

disaji-kan dengan memperhatidisaji-kan unsur-unsur pedagogis. Dalam

penya-jiannya model ini dikaitkan dengan cakupan bahan pembelajar

an

struktur

bahasa Indonesia, khususnya

bidang

sintaksis

(pembelajaran

kata depan [ preposisi], kata

sambung

[kon-jungtor], pembelajaran kalimat aktif-pasif, dan kalimat

ma-jemuk)

di tingkat pendidikan sekolah menengah

umum.

Bahan

sintaksis tersebut dibuat berdasarkan hasil penelitian

ter

hadap

kesalahan berbahasa siswa sekolah menengah

yang

di

lakukan oleh Suardi (1984), Mulyaasih (1991),

Komaraningsih

(1991), Irawan (1994), dan Nurdin (1995). Selain itu

penen-tuan

bahan ini disesuaikan dengan kebutuhan topik yanq

(34)

24

ini digunakan sebagai bahan dalam keterampilan berfoicara dan menu lis yang berhubungan dengan penqgunaan bahasa (mengung-kapkan gagasan) sebagai alat berkomunikasi. AdapLin teknik pengajaran yang akan digunakan adalah diskusi kelompok. Pro-sedur penyajian bahan dalam KBM menggunakan prosedLir induk-si. Prosedur ini sesuai dengan tuntutan kurikulum SMU 1994 yang menitikberatkan penyajian awal dengan konteks

penggu-naan bahasa kemudian para siswa melakukan kegiatan pembel

ajaran sehingga diharapkan siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah dan situasi pemakaiannya.

1.4 Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah umum dan pembatasan masalah di atas, rumusan masalah yang penulis ajukan sebagai berikut.

1) Baqaimanakah model pengajaran struktur bahasa Indonesia

yang baik di SMU menurut ancangan tata bahasa pedagogis ? 2) Bagaimanakah rumusan tujuan pembelajaran berdasarkan

ancangan tata. bahasa pedagogis untuk pengajaran struk tur bahasa Indonesia di sekolah menengah umum?

3) Apakah penyajian bahan dengan prosedur induksi cocok un

tuk mengajarkan struktur bahasa Indonesia di SMU dengan

ancanqan tata bahasa pedaqoq is ?

4) Baqaimanakah evaluasi penqajaran struktur bahasa Indo

nesia dalam model pengajaran tata bahasa pedaqoqis di

(35)

5) Komponen pengajaran yang mana yanq dominan dalam penq ajaran struktur bahasa Indonesia di SMU dengan

mengquna-k a. n a n c a. n g a. n tat a b a h a s a p e d a g o g i s ?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah penulis mem—

peroleh gambaran model penqajaran struktur bahasa Indonesia

yang baik dengan ancangan tata bahasa pedagogis di sekolah

menengah umum. Adapun Tujuan yang lebih rinci dalam peneli

tian ini adalah penLilis:

1) memperoleh model pengajaran struktur bahasa Indonesia

yang baik untuk siswa SMU;

2) memperoleh rumusan tujuan pembelajaran struktur baha

sa Indonesia yang cocok untuk siswa sekolah menengah

umum;

3) memperoleh prosedur penyajian bahan pengajaran struktur bahasa Indonesia yang cocok untuk siswa sekolah menengah

umum;

4) memperoleh bentuk evaluasi yang cocok dalam pengajaran struktur bahasa Indonesia untuk siswa sekolah menengah

umum; dan

5) menqetahui komponen penqajaran yanq dominan dalam peng ajaran struktur bahasa Indonesia dengan menggunakan

(36)

1.6 Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan ha-silnya dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan bahasa pada umumnya, pengajaran bahasa Indonesia pada khususnya yang implementasinya berhubungan dengan pengembangan pengajaran bahasa Indonesia berdasarkan Kurikuluim 1994. Oleh sebab itu,

manfaat penelitian ini akan dapat dirasakan oleh:

1. pendidik, sebagai masukan dalam meningkatkan kualitas

pengajaran struktur bahasa Indonesia;

2. pembelajar, sebagai masukan untuk meningkatkan kete—

rampilarmya dalam penggunaan bahasa Indonesia; dan

3. penulis buku siswa dan buku tata bahasa pedagogis, seba

gai masukan untuk merancang dan mendeskripsikan bahan

ajar atau. kaidah bahasa Indonesia.

1.7 Definisi Operasional

Untuk memberikan arahan agar penelitian ini sesuai dengan harapan penulis diperlukan definisi operasional isti

lah-istilah yanq penulis gunakan. Dengan definisi ope

rasional ini diharapkan ada titik pijak yanq sama dalam

me-mandang permasalahan. Adapun isti1 ah—isti1 ah yang terkait

da1 am penelitian ini sebagai berikut.

a. Model yanq penulis maksu.dkan adalah rancangan pengajaran.

Sebagai suatu rancangan pengajaran model ini menyiratkan

(37)

penyajian bahan, dan evaluasi pembelajaran.

b.

Pengajaran Struktur Bahasa Indonesia

adalah pengajaran

kaidah

sintaksis bahasa Indonesia, yang berkenaan

dengan

konjungtor,

preposisi,

kalimat aktif-pasif,

dan

kalimat

maj emLtk .

c.

Tata

bahasa pedagogis

adalah tata bahasa yang ditujukan

untuk para pembelajar. Penyusunan tata bahasa ini dilaku

kan oleh guru.

Dengan demikian, rancangan dan penyajian

bahan struktur dilakukan

berdasarkan

kebutuhan

pembelajar

dengan memperhatikan aspek kebenaran, keterbatasan,

kehe-matan konsep,

kejelasan,

kesederhanaan,

dan

keterhubunq-ai i

1.8 Anggapan Dasar

Penelitian

ini

menggunakan anggapan

dasar

sebagai

berikut.

1. Metode merupakan salah satu komponen dalam pengajaran.

Dalam pengajaran bahasa berbagai

metode telah

ditemukan.

Kesernuanya digunakan dalam usaha mencapai tujuan pengaja

ran.

Tujuan pengajaran bahasa yang

berbeda-beda

menimbul-kan

keragaman dalam pemakaiannya.

Keragaman

metode

itu

bukan

berarti akan memunculkan metode yang paling

baik.

Setiap metode memiliki karakteristik tertentu. Oleh sebab

itu ,

jika

metode A lebih berhasil

dibandingkan

dengan

(38)

23

1ebih baik daripada metode B. Denqan kata

lain,

tidak

ada

metode

yang paling

baik,

yang ax da guru yang

baik

dalam

mem i1i h me tod e.

Setiap metode memiliki kekuatan dan kelemahan sehingga

keefektifan pemakaian suatu metode bergantung kepada

ke-cakapan guru dalam

memilihnya. Keefektifan metode ini akan dapat. ditentukan oleh seberapa besar bahan dapat diserap siswa dalam jang-ka waktLt yang telah ditetapkan. Dengan demikian, ketepat — an guru memilih metode akan dapat dilihat dari keterpa-haman siswa terhadap bahan yang diberikan.

Keberhasilan suatu pengajaran akan bergantung kepada ber bagai faktor. Salah satu faktornya adalah model mengajar. Berbagai model mengajar telah dikenal guru. Model meng ajar mana yang paling baik (paling cocok), tentunya, sa-ngat sulit ditentukan sebab setiap model akan mempunyai

persyaratan dengan kondisi-kondisi tertentu. Oleh sebab

(39)

Model pengajaran struktur bahasa dengan ancangan tata bahasa pedagogis meru.pakan salah satu model meng ajar yang digunakan guru dalam menyampaikan bahan struk-tli r ba has a de>n g an mem pe r t im ban g ka n Lt nsu r—u nsur pedagogis, yaitu kebenaran, pembatasan, kehematan konsep, kejelasan, kesederhanaan, dan keterhubungan (Swan dalam Bygate, Tonkyn, dan Wi11iams,1994:45). Pertimbangan pedagogis da

lam pengajaran merupakan suatu langkah yang harus ditem-puh guru, pada saat merancang, melaksanakan, dan menilai pengajarannya. Pengajaran struktur bahasa merupakan sa-rana dalam mendayagunakan funqsi bahasa sebagai alat ko

munikasi.

Agar dapat berkomunikasi dengan

baik

diperlukan

kompetensi komunikasi.

Khranke (1987:21)

berpendapat

bah-wa struktur atau lebih sering disebut tata bahasa merupa

kan komponen dalam kompetensi komunikasi.

Dengan struktur

yang baik dan benar komunikasi akan dapat dijalin

dengan

1ancar.

Model pengajaran struktur yang selama ini disajikan

oleh para guru masih berkiblat pada penyajian yang

bersi-fat linquistis bukan pedagogis. Unsur-u.nsur bahasa di

ajarkan lepas dari konteksnya sehingga siswa kurang mampu

men g e m ban g kan ke te ram p i 1an n y a d a 1a m keg ia t. an be r bah a s a . Selain itu. guru dalam memberikan evaluasi masih menqarah

pada. u.nsu.r teori

bahasa sehingga siswa digiring untuk

(40)

30

nantinyd akan digunakan dalam keperluan

tuturan dan

tu-1i san (Badudu,1985:96) .

4. Model pengajaran struktur bahasa dengan ancangan tata

bahasa pedagogis lebih banyak melibatkan

keaktifan

siswa

dalam belajar bahasa. Oleh sebab itu, teknik diskusi me

rupakan teknik yang cocok untuk digunakan.

Dengan

teknik

ini

siswa lebih banyak diranqsang

untuk

berbahasa

se

hingga

kegiatan

belajar-mengajar lebih

banyak

diwarnai

dengan

pemajanan keterampilan

berbahasanya.

Situasi

se-perti inilah yang dituntut dalam pengajaran bahasa sebab

pembelajaran bahasa

Indonesia diarahkan untuk

meningkat

kan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan

bahasa In

donesia, baik

secara

lisan maupun

tertulis. Dengan

demi-kian, pembelajaran bahasa Indonesia harus lebih diwarnai oleh fungsi bahasa daripada pengetahuan bahasa. Oleh

sebab

itu, keterampilan berbahasa (menyimak,

berbicara,

membaca, dan menulis)

menduduki peran yang penting.

5. Kebaikan suatu model mengajar bergantung pada tujuan peng

ajarannya. Dalam GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum SMU 1994 tercantu.m tujuan umum pengajaran bahasa Indonesia:

1) siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia se

tt aQa i bahasa nasi.ona 1 dan

bahasa neqar a ;

2) siswa memahami

bahasa Indonesia dari segi bentuk,

mak-na, dan fungsi, serta menggunakannya dengan

tepat

(41)

3 ) siswa memi1iki keinampuan menqgunakan bahasa Indonesia

untuk meningkatkan kemampuan intelektual (berpikir

kreatif dan disiplin, menggunakan akal sehat,

menerap-kan

pengetahuan yang berguna, memahami

dan

menekuni

konsep abstrak serta memecahkan masalah), kematangan

emosional dan sosial; dan

4) siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan

me-manfaatkan karya sastra untuk mengembangkan

kepribadi-an, memperluas wawasan kehidupkepribadi-an, serta meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan berbahasa (Depdikbud,

1993:1).

Berdasarkan tujuan umum di atas dapat ditarik

ke-simpulan bahwa tujuan penqajaran bahasa Indonesia adalah

siswa memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam

berbahasa

Indonesia. Oleh sebab itu, pengembangan

model

pengajaran struktur bahasa Indonesia yang baik harus

(42)
(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini memiliki. beberapa variabel. Penjelasan

mengenai variabel tersebut penulis sajikan berikut ini.

3.1.1 Variabel Bebas

Penelitian ini penulis lakukan dalam rangka menerap— kan model pengajaran tata bahasa pedagogis. Dengan model pengajaran ini penulis mengharapkan siswa dapat memperoleh

pengajaran tata bahasa (pengajaran struktur) yang rnudah

di-pahami dan dapat meningkatkan keterampilannya dalam berbaha sa. Oleh sebab itu, keefektifan model merupakan sasaran pen— capaian. Bila dikaitkan dengan jenis variabelnya, model

pengajaran struktur bahasa Indonesia dengan ancangan tata

bahasa pedagogis ini merupakan variabel bebas.

Dalam dunia pengajaran bahasa, pengajaran tata bahasa

(pengajaran struktur) tidak bisa dilepaskan. Bahkan, dalam

pengamatan sekilas pengajaran bahasa identik dengan peng

ajaran kaidah-kaidah bahasa (struktur bahasa). Denqan peng

ajaran kaidah-kaidah bahasa ini siswa diharapkan dapat

men gguna kannya dalam berbahasa.. Namun, sett? I ah sekian lama

pengajaran bahasa berlangsung, dengunq keberhasilannya belum

pernah terdengar. Kenyataan seperti. itu perlu dicari faktor

(44)

102

penyebabnya. Apakah para guru bahasa telah mel a-ks--..: :akan

ke-wajibannya dalam mengajarkan

bahasa*,

apakah para guru

telah

membuat rancangan

pengajaran yang mumpuni

untuk meningkatkan

keterampilan

para siswanya berbahasa,

apakah para guru baha

sa telah menjadikan dirinya contoh pemakai bahasa yang

baik

dan benar di mata para siswanya, dan masih

banyak pertanyaan

lain yang muncul

jika kita membicarakan kegaqalan

pengajaran

bahasa.

Di

antara

pertanyaan

tersebut ada

satu

pertanyaan

yang mampu mengaitkan pertanyaan lainnya. Pertanyaan yang penulis maksudkan adalah apakah guru telah membuat model

pengajaran (rancangan pengajaran)

yang mumpuni untuk mening

katkan keterampilan para siswanya dalam berbahasa. Perta

nyaan tersebut akan

berka.it erat dengan segala aspek peng

ajaran,

yakni mulai dari tahap persiapan,

penyajian,

peng-evaluasian, sampai yang menyangku.t kecakapan guru.

Dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa, sejumlah kaidah bahasa perlu disampaikan. Penyampaiannya memerlukan

strategi

tertentu

sebab

lahan yanq digarapnya

bukan

ilmu

murni, melainkan terapan. Sebagai ilmu terapan berbagai as

pek

terapan

patut diperhatikan,

misalnya aspek

psikolinguis

tik (dalam hal apa saja bahasa itu diperoleh dan baqaimana cara mem pe ro1e hn ya) , aspek sos io1i n g u isti k (ba g a irn ana

keter-hu. bung an

bahasa target dengan unsur sosial

penu turnya) ,

as —

(45)

sum-bangan yang tidak sedikit dalam penqajaran dan pembelajaran

bahasa.

Model pengajaran tata bahasa pedagogis merupakan sa lah satu model yang diterapkan dalam pengajaran bahasa. Mo del ini memiliki beberapa keistimewaan. Pertama, model ini dibuat oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Karena dibuat oleh guru, kaidah-kaidah yang disajikan tersusun ber

dasarkan kebutuhan siswa dengan tidak mengabaikan tuntutan

kurikulum. Kedua, model ini diwarnai oleh aspek penggunaan

bahasa. Kaidah-kaidah bahasa diberikan dalam rangka

menje-laskan penggunaan bahasa. Selama ini pengajaran kaidah baha

sa diberikan secara terpisah (bahkan dalam kurikulum 1984

label struktur dijadikan label pokok bahasan tersendiri).

Dengan label ini pengajaran struktur lebih diwarnai dengan pengetahuan bahasa (kestrukturalan) sehingga pengajarannya menjadi kering. Siswa dipacu untuk menghapal kaidah-kaidah bahasa dan dalam hal evaluasi berbagai soal kestrukturalan (pengetahuan bahasa) disajikan dengan bobot yang lebih ba

nyak. Ternyata keadaan yang seperti itu belum mampu mengna

si 1 kan siswa-siswa yang terampi1 berbahasa. Jika pengajaran

struktur bahasa yang lebih mengarah paxda kestrukturalan ti

dak dimaksudkan seperti itu, berarti ada faktor—faktor yang

belum tergarap dalam pengajarannya, misalnya, faktor

keter-kaitannya dengan konteks dan faktor bahasa penjelasan guru.

Model pedagogis ini menawarkan hal yang seperti itu.

(46)

IOq

ga, model ini menggunakan

bahan yang disesLtaikan dengan

ke

butuhan siswa. dan kebutuhan komunikasi

(bahan bernaung

da

lam suatu tema penggunaan bahasa).

Dengan demikian,

bila da

lam komunikasi dibutuhkan kaidah-kaidah yang kompleks,

tidak

tertutup kemungkinan kaidah itu diberikan lebih dini. Oleh

sebab itu, bagaimana hasil pelaksanaannya di lapangan

perlu

kiranya

model ini diujicobakan agar kekuatan-kekuatan

yang

dimiliki

dapat tampak dan kelemahan-kelemahan yang ada dapat

diperbaiki sehingga nantinya dapat mengembalikan

pengajaran

struktur pada kedudukan yang semestinya.

3.1.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil

belajar

siswa berupa kemampuan siswa

menggunakan

struktur

bahasa dalam menulis.

Kriteria. struktur yang penulis gunakan

untuk

mengukurnya adalah ketepatan siswa dalam

menggunakan

struktur sintaksis.

Penulis memilih kegiatan penggunaan bahasa dalam ben tuk tulisan denqan pertimbangan bahwa penggunaan bahasa da

lam

bentuk

tulisan akan rnudah dianalisis di sampinq

bahasa

tulis

memiliki

kaidah yang sudah mantap.

Oleh

sebab

itu,

analisis kesalahain

berbahasa sangat berperan dalam

pengukur-a n k e t e p a t a n pe n g g u n a a. n b a h a s a .

Untuk menjaring adanya keunggulan dalam model

ini

pe

(47)

Pre-105

tes dilaksanakan untuk mengidentifikasi kemampuan awal sis wa, sedangkan postes dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa sehingga seberapa besar pengaruh model itu di terapkan dapjat diketahui. Selain pret.es dan postes, penulis menggunakan juga skala. penqamatan. Alat ini dipakai untuk memperoleh gambaran kegiatan berbahasa guru ketika menyaji kan bahan pembelajaran. Untuk menghindari bias yang tinggi penulis bertindak sebagai guru. Kegiatan berbahasa guru akan dinilai oleh enam orang yang terdiri atas tiga orang berasal dari dosen IKIP Bandung dan tiga orang lainnya guru yang berpengalaman dalam pengajaran bahasa Indonesia.

3.1.3 Variabel yang Dikontrol

Agar penelitian ini lebih bermakna, ada variabel lain

yang akan dikontrol. Variabel yang dimaksud adalah tujuan

pembelajaran, susunan bahan pelajaran, alat pelajaran, ke giatan belajar, evaluasi, dan bahasa guru. Ketepatan tuju.an

pembelajaran diukur denqan ketepatan rumusan tujuan dari se

gi bahasa dan pencapaian hasil belajar siswa. Kriteria yang penulis gun a kan untuk mengukur ketepatan rumusan tuju.an pem

belajaran dari segi bahasa adalah ketepatan penggunaan

struktur bahasanya dan dari segi pedagoginya. Peni1aiannya

dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam pengajaran

bahasa Indonesia. Kriteria yanq diukur untuk kemantapan struktur bahasa yang dipergunakannya adalah kebenaran,

(48)

keter-106

hubungan (Swar. dalam try gate, .1994:46-51). Keen am ciri ter sebut harus kompak dalam mendukung suatu. penjelasan kai

dah. Dari sec.i pencapaian hasil belajar, kriteria pengukur

an diperoleh dari hasil uji statistik. Untuk uji statistik

penulis menggunakan SPS Edisi Sutrisno Hadi dan Seno Pamar

diyanto Versi 88/IN/IBM dalam pengujian normalitas sebaran

nilai, program ANATES yang disusun oleh Kama To V-2,5 un

tuk uji validates dan reliabilitas instrumen tes, dan uji t

terhadap nilai pretes dan postes. Rumus uji t yang penulis

gunakan adalah:

Md

t =^ ,' (Arikunto, 1993:264)

2 >;2d

N(N-l)

3.2 Rancangan Penelitian

Model yang penulis lakukan adalah menerapkan suatu

model dalam sebuah kelas. Model tersebut dibuat s e c a r a berkelanjutan dalam suatu keutuhan yang terdiri atas paket

pengajaran tata bahasa pedagogis untuk mengajarkan prepo

sisi, konjungtor, kalimat aktif-pasif, dan kalimat ma-jemuk.

Keempat paket tersebut diamati dengan menggunakan dua alat

ukur, yaitu alat ukur yang menggunakan statistik (untuk

melihat keberhasilan pengajaran) dan alat ukur berupa skala

penqamatan (untuk melihat keberhasilan kegiatan proses

b e1 a j ar—men ga.jar da1 am pen y a.j ian ba han) .

Setelah sebuah paket diberikan dan berdasarkan peng—

(49)

107

Perlaku*n terhadap paket lain pun diberikan dengan

prosedur

yang sama. Perlakuan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa

model

yang

sempurna akan

menggambarkan

hasil yang sama

pada

siswa

yang

berbeda kelas dalam

satu

tingkat

pendidikan.

Memang, penulis menyadari bahwa penyajian seperti itu akan memberikan solusi bahwa. tidak ada metode yang tidak. berhasi 1

apabila dalam pelaksanaannya mengalami

penyempurnaan.

Namun,

dalam hal ini penu.lis mempunyai pemikiran lain bahwa suatu model pengajaran diberikan kemudian disempurnakan akan men dapatkan suatu formula dalam hal apa model tersebut memiliki

kelemahan

dan

kekuatan.

Kelemahan dan

kekuatan

itu

dapat

dijadikan dasar dalam hal

pemilihan model

untuk

bahan

penga-j a ran s t ru k tu r.

Berdasarkan variabel penelitian dan rancangan peneli tian tersebut dapat digambarkan rancang bangu.n penelitian

ini sebagai berikut.

Rancang bangun di atas dinamakan Pre-test and Post —test

One-Group Design. Dengan rancang bangun di ats penulis asumsikan

bahwa* perbedaan antara O^ dan 0-7 merupakan efek dari

perla

(50)

103

3.3 Populasi dan Sampel

F'opulasi

penelitian ini siswa sekolah menengah

umum

kelas

1.

Penqambilan

populasi

ini

berdasarkan

pendapat

Celce-Murcia(1985)

mengenai

faktor

pembelajar

berdasarkan

fokus

bentuk gramatis. Agar lebih jelas

mengenai

pendapat

Celce-Murcia

tersebut,

di

bawah ini penulis sajikan

tabel-nya,

TABEL. 3

FAKTOR' PEMBELAJ A3 BEPJ3ASARKAN FOKUS BENTUK: GRAMATIS

Learner Importance of a focus on Form

factors Less important Moderately important More important

Learning style Fblistic Mixed Analytic

Age Children Adolescents Adult.

Profeciency E-ieqining Intermediate Advanced level

Educational Pre-1iterate Semi-1 ite;rate Literate

background No formal education

Some forma. 1 edu.cati.cn

Well-educate=d

i —

-(Allen & Harley, 1992: 129)

Berdasarkan pendapat Celce-Murcia di atas, siswa SMU termasuk pada siswa yang di go long kan teal ah berusia dewasa

(51)

109

diberi bentuk-bentuk gramatis. Di sampinq itu usia golongan

ini berada pada golongan yang bebas dari keniraksaraan de

ngan latar pendidikan yang baik. Untuk mengetahui kecakapan

apa yang harus dimiliki golongan siswa tersebut, lebih

lan-jut Celce-Murcia menggambarkannya pada diagram berikut.

TABEL 4

SASARAN KECAKAPAN TERHADAP KEFENTINGAN BENTUK GRAMATIS

Learner

factors

Importance of a focus an Form

Less important Moderately important More important.

Learning style Skill Ftegister Need/Use Ftolistic Listening Reading Informal Survival Mixed' Speaking Consu1tative Vocationa1 Analytic Writing r orma1 Profesional

(Allen & Harley,1992:133)

Berdasarkan diagram di atas tampak bahwa siswa SMU

sangat penting diberi kecakapan (keterampilan) menulis.

Mes-kipun diagram tersebut ditujukan bukan pada siswa Indonesia,

diagram tersebut dapat dig Lin a kan dengan pertimbangan bahwa

siswa SMU harus diberi bekal keterampilan yang nantinya da

pat digunakan untuk mencari. pekerjaan sebab golongan usia

(52)

n o

longan usia kerja.

Lokasi

studi

kasus yang penulis lakukan

adalah

SMU

Albidayah yang berada di Batujajar Kabupaten Bandung. Lokasi

ini

penulis ambil dengan dasar hasil wawancara

pendahuluan

dengan

pihak yayasan dan penyelenggara

pendidikan

(kepala

sekolah)

bahwa hanya sekolah ini yang memiliki program

ke

terampilan berbahasa bagi para siswanya. Program ini

diada-kan sehubungan dengan hasil penelitian yang dilakudiada-kan bidang

Bimbingan Karier bahwa ternyata siswa di sekolah tersebut

perlu

diberikan

program khusus tersebut.

Setelah

berjalan

beberapa tahun hasilnya ternyata menggembirakan.

Dampak

po-sitif

yang muncul

tidak hanya siswa dapat meningkatkan

ke-terampilannya berbahasa,

juga sikap siswa semakin

menunjuk-kan sikap positif terhadap belajar. Untuk melaksanamenunjuk-kan prog

ram tersebut,

para siswa diberi jam pelajaran ekstra. Dengan

demikian, jika dilakukan penelitian di sekolah tersebut, pi

hak sekolah dan siswa tidak merasa dirugikan. Selain itu pi

hak

sekolah menyambut baik dan bahkan selalu berharap

agar

sekolahnya

dapat dijadikan

lokasi penelitian

dalam

rangka

meningkatkan mutu pengajaran.

Siswa

kelas 1 di sekolah ini terdiri atas empat

ke

las. Penulis mengambil

sampel sebanyak satu kelas, yang

ber-jumlah 25 siswa. Jumlah ini tidak. berasal dari kelas

nyata,

melainkan

kelas bentukan yang siswanya tersebar pada

empat

(53)

laku-I l l

kan agar sampel diharapkan dapat mewakili populasi

yang

ada

sehingga penelitian ini dapat lebih objek+:if. Pemilihan

kedua

puluh

lima siswa tersebut dilakukan

secara

terpilih

(baik,

sedang,

kurang)

dari

masing-masing

kelas

dengan

jumlah komposisi

berimbang.

Adapun jumlah siswa yang dijadi

kan

sampel didasarkan

pada kelas ideal

agar dalam

pelaksa

naan kegiatan belajar-mengajar terjadi

interaksi yang baik.

Bahan

pengajaran struktur yang penulis libatkan dalam

pengajaran berancangan tata bahasa pedagogis adalah bahan

dari

sintaksis berupa kata depan (preposisi), kata

sambung

(konjungtor), kalimat aktif-pasif, dan kalimat majemuk.

Pengambilan

sampel

bahan ini didasarkan pada hasil

peneli

tian.

Sapani (1986)

mengadakan penelitian yang

berhubungan

dengan kesalahan ber-bahasa tulis siswa SMA. Sapani mengada

kan penelitian melibatkan kelompok IPS dan IPA. Kesalahan

yang dibuat masing-masing

kelompok

tampak

berikut ini.

Kelompok IPS:

a.

13 (727.)

dari

18 kalimat yang dibuat siswa salah;

b. sebanyak 48 (74X) dari 65 siswa memiliki >607. kalimat sa

lah; bahkan

terdapat 13 orang (20a) di antaranya yang

se-luruh kalimatnya salah;

(54)

112

K e 1o m p o k IP A:

a. jumlah kalimat yang salah pada kelompok ini 1059 (63%) dari total 1686. Reratanya setiap siswa 21 kalimat dan 13 kalimat (627.) salah;

b. jumlah siswa yang jumlah kalimat benarnya >/ 757. tidak

ada.

Jenis kesalahan yang ditelitinya:

a. kesalahan kata: kebenaran kata, ketepatan pilihan kata,

penempatan kata, dan makna kata

b. kesalahan bentuk kata: bentuk kata berimbuhan, kata

ulang, dan kata majemuk

c. kesalahan kalimat : struktur/penyusunan kalimat, keleng

kapan dan ketepatan unsur kalimat,

kemantapan kalimat, dan frase.

Hasil penelitian tersebut memberi tanda bahwa siswa SMA ma

sih melakukan kesalahan pada struktur sintaksis. Tingkat ke-salahannya tinggi (72% dan 63%). Untuk memberikan kejelasan, di bawah ini penulis sajikan contoh kesalahan kalimat yang

dibuat siswa,

(1) Di dalam agama pun menqanjurkan ....

(2) Dengan pendidikan hendaknya menghidupkan potensi

gene-rasi riembangunan .

(3) Hal ini sangat meresahkan bagi para pjelajar.

(4) Kita, sebagai generasi mLtda yang merupakan tulanq

(55)

;i3

Bentuk

kesalahan di atas terdiri atas kesalahan

penggunaan

kata depan,

kalimat aktif, dan kalimat majemuk.

Laporan lain disampaikan pada tahun .199.1 oleh dua

pe-neliti,

yaitu Komaraningsih dan

Mulyaasih.

Komaraningsih

meneliti

penggunaan diksi pada karangan

argumentasi

siswa

SMA.

Menurutnya, siswa melakukan kesalahan dalam kata

tuga

sebanyak

28%. Hasil penelitian Komaraningsih didukung

pula

oleh Wawan Irawan yang mengadakan penelitian penggunaan pre

posisi

pada tahun 1994. Bentuk kesalahan itu tecermin

pada

kalimat di bawah ini.

(1) Urbanisasi adalah sar.gat kurang baik ditinjau dalam

pemerataan penduduk.

(2) Akibat daripada bujuk rayu itu tidak sedikit yang

ter-bawa pengaruh.

(3) Sektor pariwisata memang merupakan faktor penunjang

kepada devisa negara yang sekaligus untuk menunjanq

pembangunan .

Irawan menambahkan bahwa frekuensi pemakaian preposisi

pada

yang

tidak perlu tampak lebih banyak dibandingkan yang

la

innya

dan

kesalahan akibat penambahan preposisi

di

depan

subjek tampak lebih banyak dilakukan.

Mulyaasih

pada tahun yang sama melakukan

penelitian

dalam hal keefektifan kalimat pada surat lamaran

peke

Referensi

Dokumen terkait

Sampai November 2006 ini Komite Medik telah berhasil menyusun buku Clinical Pathways RSUP Fatmawati Edisi Pertama yang terdiri dari 62 jenis penyakit dari profesi medis SMF

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder dilakukan pada pemanen rotan khususnya di Desa Mambue dengan menggunakan dua metode, yaitu: dengan teknik

No Unit Kerja Jabatan Kualifikasi Pendidikan No Ujian Nama DAFTAR PESERTA YANG M EM ENUHI PERSYARATAN (M P) TES KOM PETENSI DASAR.. CPNS TAHUN 2013 DI LINGKUNGAN KEM ENTERIAN

Tujuannya selain ingin mendapat keuntungan dan tambahan uang saku, usaha ini diharapkan dapat meringankan beban orang tua kita sehingga tidak perlu membiayai uang

belajar kinestetik dari rata-rata nilai pre tes 56,5 dengan prediket ”Kurang” atau “D”, menjadi 60 nilai post tes dengan prediket “cukup” atau “C”,

Sehubungan dengan hal itu, banyak bermunculan bimbingan dan penyuluhan, psikiater, konsultan jiwa dan sebagainya yang mencoba memberikan jawaban

[r]

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna karena memiliki.. Tumbuhan dan hewan merupakan sumber daya