M O D E L P E N G A J A R A N S T R U K T U R B A H A S A D E N G A N A N C A N G A N T A T A B A H A S A P E D A G O G I S
(Studi Kasus dalam Pengajaran Struktur Bahasa Indonesia terhadap Siswa Relas 1 SHU Albidayah
Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung)
T E S I S
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis
sebagai Salah Satu Syarat Henyelesaikan Studi pada Program Studi Pengajaran Bahasa Indonesia
Program Pascasarjana IKIP Bandung
Oleh:
ANDOYO SASTROMIHARJO
XXV/9332C22
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT KEGURUAN DAN ILHU PENDIDIKAN BANDUNG
Lembar Persetujuan
DISETUJUI UNTUK DIAJUKAN
KE SIDANG UJIAN TAHAP II
Pembimbing I,
Prof.Dr. H. Ahmad Slamet Hardjasu,jana,M . A . ,M . Sc
Pembimbing II,
Prof.Dr.H. Yus Rusyana
"Perkataan
yang
baik dan
pemberian
maaf
lebih
baik daripada sedekah yang diiringi dengan sesuatu
yang menyakitkan (perasaan si penerima).
Allah
Maha-kaya lagi Maha Penyantun." (Al-Baqarah:263)
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat maka berkatalah yang baik atau diam." (H.R. Bukhari)
iia 1 amar!
KATA F'ENGANTAR iv
UCAPAN TERIMA KASIH vii
DAFTAR IS I xii
DAFTAR TABEL kv
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMP I RAN j-ivii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakanq Penelitian 1
1.2 Identifikasi Masalah 8
1.2.1 Kurikulum Pengajaran Bahasa. Indonesia 9
1.2.2 Pengajar Bahasa Indonesia 16
1.2.3 Pembelajar Bahasa Indonesia IS
1.3 Pembatasan Masalah 22
1.4 Perumusan Masalah 24
1 . 5 T u j u a n F:' e n e I i t i a n 2 5 1 . 6 M a n f a a t P e n e 1 i t i a. n 2 6
1.7 Definisi Operasional 26
1 •B H n g g a p a n ua s a r 2 7
BAB
2. 1 F
:I ANCANGAN TATA BAHASA PEDAGOGIS DALAM
PENGAJARAN STRUKTUR BAHASA
•' e r k(3fii b a n q a n P e n q a j a r a n Ei* a h a s a
^ . H
^ n c ;
: . 6
2 . a
2 . 8
Ant-ctngan Kuinunikati'i dcilafii P'engdjar c>.n Bahama indonebi; Kedudu k an Pen q a j a ran S t ruktur dalam Pengajaran Baha sa
I n d o n e s i a B e r d a s a r k an K u r i k u1u m SMU 1 9 9 4
Keranqka Tata Bahasa Pedagogis
,1 Penqertian
2 Tujuan Tata Bahasa. Pedagogis
,3 Kriteria Tata Bahasa Pedagogis
4 Hasil Penelitian Tata Bahasa Pedagogis
Rancang Bangun Silabus Pengajaran Tata Bahasa Pedagog:
dalam Penqajaran Struktur Bahasa Indonesia.
ModeI Penyaj ian S truk tur Bahasa Indonesia dengan
Ancangan Tata Bahasa Pedagogis
Struktur Bahasa Indonesia . 1 Konj ungtor
i.2 Preposisi
.3 K a 11 m a t A k t i f — [-' a s i f !. 4 K a 1 i m a t M a j e m u k
Efuku Tata Bahasa yang Dipakai di Sekolah
r'i .-•"•. r". r t t k.h i — r {•">r \ i ~ !~tr~(-. i r-1 t "t- t .•"•. t-. t Hi-|b i i i H e I U i / t FCIMCLI i Ir-il^
•. .1. I den111' i k a s i Vat x<
2 Rancanqan r e n e n t i a n jpu 1 a s i Ucj.i i D d l l i p f J.
;] i t f .1 .i. l l ci i i
3.4 Tsmpat dar- Wakiu '•-•! :el itian 114
3.5 Instrumen Penelitian .1.15
•.;•« 6 P e d o m a n I-•' e n 11 a i a n 1 ]_ 6
3.7 Teknik Analisis Data 117
BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL UJ I COBA 119
4.1 Pembuatan Persiapan Mengajar
4.2 Pengujian Keterbacaan Wacana
4.3 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Tes
4.4 Lseskripsi Pelaksanaan Uj i Coba
4.5 Deskripsi Data 134
4.6 Pengujian Persyaratan Analisis 136
4.7 Pembahasan Hasil Penelitian 140
4.7.1 Persiapan Mengajar 141
4.7. 2 Si tuasi Proses Be 1a j ar-Menga js.r 143
4.7.3 F-iasil Belajar 146
4.7.4 Model Pengajaran 178
4.7.5 Kebermanfaatan Model Pengajaran Struktur Bahasa.
dengan Ancangan Tata Bahasa Pedagogis baqi Guru 183 4,7, 6 Ke be rm a n f a a ta n Model Pengajaran S t ru k t u r B a ha s a.
dengan Ancangan Tata Bahasa Pedagogis baqi Siswa 186
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 189
5 . 1 K e s i. m p u Ian 189
5.2 Rekomendasi 194
DAFTAR PUSTAKA 197
LAMP IRAN-LAMPIRAN 201
RI WAYAT HIDUP PENULIS 271
: i v
•i .1. 1 9
121
1j-^ .--,
DAFTAR TABEL
TABEL 1 TAHAP PELAKSANAAN KURIKULUM SD, SLTP, DAN SMU 12
TABEL 2 DI MENSI TATA BAHASA 58
TABEL 3 FAKT0R PEMBELAJAR BERDASARKAN FOKUS BENTUK GRAMATIS 108
TABEL 4 SASARAN KECAKAPAN TERHADAP KEPENTINGAN BENTUK
GRAMATIS 109
TABEL 5 TUJUAN PEMBELAJARAN DAN BUTIR TES HASIL BELAJAR 122 TABEL 6 REKAPITLILASI HASIL ANALISIS BUTIR SOAL 126
TABEL 7 HASIL PERHITUNGAN KOEFISIEN RELIABILITAS TES
HASIL BELAJAR 127
TABEL 8 NILAI PRETES DAN POSTES SETIAP PAKET 135
TABEL 9 RERATA PRETES, POSTES, DAN STANDAR DEVIASI
SETIAP PAKET 136
TABEL 10 HASIL PENGUJIAN SEBARAN NILAI PRETES-POSTES
SETIAP PAKET 137
TABEL 11 HASIL PENGHITUNGAN HOMOGINITAS VARIANSI 138
TABEL. 12 HASIL UJI t PRETES-POSTES 139
TABEL 13 PERUBAHAN NILAI PRETES KE POSTES 140
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pandangan Orang terhadap Tata Bahasa 36
barnbar 2,2 Tipe Tata Bahasa 56
G a m bar 2.3 Kedud u k an Tata Ba hasa Ped ag oq is 56 Gambar 2 .4 Mode 1 Penyajian Bahan Strlik tur 72 Gambar 2,5 Posisi Silabus Pengajaran Struktur
DAFTAF LAMPIRAN
L rfmp iran 1. S K P e n g a n q k a.t a n P e mb i mb i n q Di s a i n P e n e I i t i a11
Lampiran
2. SK Pengangkatan Pembimbing Disain Penelitian
dan F'enulisan Tesis II 204
Lampiran 3. Hasil Perhitunqan Koefisien Reliabilitas ml 206
Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal ml 207
Lampiran 5. Hasil Perhitunqan Koefisien Reliabilitas m2 208
Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal m2 209
Lampiran 7. Hasil Perhitunqan Koefisien Reliabilitas m3 210
Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal m3 211 Lampiran 9. Hasil Perhitungan Koefisien Reliabilitas m4 212 Lampiran 10. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal m4 213 Lampiran 11, Uhahan XI: Tes Awal Model A 214
Ubahan X2: Tes Akhir Model A
Lampiran 12. Tabel RangkLiman Ubahan XI 215
Lampiran 13. Kecocokan Kurve XI 216
Lampiran 14. Tabel Ranqkuman Ubahan X2 217
L a rn p i ran 15. K e c o c o k a n K u r v e X 2 218
Lampiran 16, Ubahan XI; Tes Awal Model B 219
Ubahan X2: Tes Akhir Mode?]. B
Lampiran 17. Tabel Rangkuman Ubahan XI 220
Lampiran 18. Kecocokan Kurve XI 221
Lampiran I'-i
ipiran 20 „ Kecocokari p-.u.r v e
Lampiran 21. Ubahan XI; Tes Awal Model C 224
Ubahan X2; ies Akhir Model C
Lampiran 22. Tabel Rangkuman Ubahan XI 225 L a m p i r a n 2 3 . Ke c: o c o ka n Ku rv e X1 2 2 6 Lampiran 24. Tabel Rangkuman Ubahan X2 227
Lampi ran 25. Kecocok an Ku rve X2 228
Lampiran 26. Ubahan XI: Tes Awal Model D 229
Ubahan X2: Tes Akhir Model D
Lampiran 27. Tabel Rangkuman Ubahan XI 230
Lampiran 28. Kecocokan Kurve XI 231
Lampiran 29. Tabel Rangkuman Ubahan X2 232
Lampiran 30. Kecocokan Kurve X2 233
Lampiran 31. Uji Homoqenitas 234
Lampiran 32. Uji t Paket 1 236
Lampiran 33. Uji t Paket 2 237
Lampiran 34. Uji t Paket 3 238
Lampiran 35. Uji t Paket 4 239
Lampiran 36. Lembar Pengamatan 240
Lampiran 37, Satu.an Pelajaran paket 1 242 Lampiran 38. Satu.an Pelajaran paket 2 249 Lampiran 39. Satu.an Pelajaran paket 3 256 Lampiran 40. Satuan Pelajaran paket 4 263 Lampiran 41. Su.rat Keteranqan Penelitian 270
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Masyarakat .Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang
memiliki aneka bahasa. daerah. Keanekaan bahasa daerah terse
but diikat oleh satu bahasa persatuan, yaitu bahasa
Indone
sia.
Dengan demikian, masyarakat Indonesia
dituntut
untuk
mampu menggunakan bahasa. Indonesia selain bahasa
daerahnya.
Bahkan,
tuntutan itu diperluas lagi dengan usaha
menguasai
bahasa
asing
karena bangsa Indonesia
tidak
berkiprah
di
dalam
negeri
saja, tetapi mereka mencoba
untuk
mendunia.
Tuntutan kepemilikan bahasa yang lainnya. tersebut
menyebab-kan
masyarakat
Indonesia
termasuk
dwibahasawan
(Lihat
pengertian dwibahasawan dalam Fishman,1985 ).
Situasi
kedwibahasaan
seperti
itu
akan
berkaitan
dengan pengajaran dan pembelajaran bahasa, khususnya
bahasa
Indonesia. Dengan demikian, bagaimana mengajarkan bahasa. In
donesia untuk orang Indonesia perlu dipikirkan,
dirumuskan,
dan diteliti agar pengajaran dan pembelajaran bahasa Indone
sia
bagi dwibahasawan benar-benar dapat
berhasil.
Rusyana
(1988)
mengemukakan
beberapa hal yang
berhubunqan
dengan
pendidikan
baqi dwibahasawan, antara lain bahasa
apa
yang
akan diajarka.n, untuk siapa diajarkan, bagaima.na cakupa.
n-nya,
dan bagaimana bahasa-bahasa itu diajarkan.
Semua
itu
f'.:<litisi (dalam menentukan bahasa man a yang diajarkan), para Unguis terapan (dalam ha 1 apa yang diajarkan dan bagaimana cakupannya), maupun dengan para praktisi (dalam hubungannya dengan bagaimana bahasa-bahasa itu diajarkan). Bahkan, Cook (1991) pada bagian awal bukunya menyatakan bahwa "language
learning and language teaching are vital to the everyday
l i v e s o f m i l l i o n s " .
Dalam hal pengajaran dan pembelajaran bahasa di— perlukan ancangan, metode, dan teknik. Berbagai ancangan,
metode, dan teknik pengajaran dan pembelajaran bahasa telah
diuji coba dalam berbagai bahasa (Lihat Richards, 1993; Ellis,1988; Couture,1986; Freed,1991; Stevick,1991; Bygate, .1994; dan 0dlin,1994). Berdasarkan laporan , cara—cara yang telah dilakukan mereka berhasil dalam pengajaran dan pembel
aj aran bahasa (khususnya pengajaran dan pembelajaran bahasa
kedua). Tampaknya keberhasilan tersebut tidak berarti mene ntukan persamaan pandangan, tumbukan-tumbukan terjadi sebab keberhasilan cara-cara yang dilakukan mereka menggunakan'pe-rangkat yang berbeda dan dalam suasana kebahasaan yang
ber-beda pula.
Situasi seperti itu melibatkan berbagai bahasa du—
nia. Jika kita araati situasi penqajaran dan pembelajaran ba
perbaikan
pengajaran. Dengan adanya penqqantian
kurikulum,
berbagai
komponen di dalamnya juga mengalami
perkembanqan.
Hal itu dapat kita lihat dari penekanan yang dilakukan
pada
setiap
kurikulum
yang berbeda-beda (rnulai
dari
penekanan
terhadap bahan sampai pada. mengutamakan fungsi bahasa).
Im-plikasi
dari perubahan itu, tentu saja, berhubungan
dengan
perubahan ancangan, metode, dan teknik pengajaran dan
pembe-lajaran bahasa. Oleh sebab itu, perlu kiranya dilakukan
pe
nelitian
mengenai
keampuhan ancangan, metode,
dan
teknik
yang dipakai dalam memaknai pelaksanaan pengajaran dan
pem
belaj aran bahasa.
Di
samping situasi perangkat kurikulum
yang
terus-nerus
menumbuhkan qairah penelitian,
kita pun
tertantang
leh
situasi hasil pengajaran bahasa Indonesia yang
selalu
eresahkan para pendidik dan masyarakat. Keresahan yang
mun-cul
dari kalangan guru adalah penyajian bahan yang
terlalu
luas
dalam
kurikulum 1984 dan keresahan yang
muncul
dari
masyarakat tertuju pada hasil pengajaran, yaitu bahwa penga
jaran
bahasa. Indonesia di sekolah-sekolah
mengarah
kepada
penqetahuan bahasa daripada keterampilan ber bahasa dan Ltkur—
an keberhasilan suatu pengajaran
pada umumnya oleh para
pen
didik dan masyarakat disandarkan pada hasil ebtanas (Lihat
Badudu,1985:72j 91).
Ken ya taa.n d i atas men un ju kkan ad a kom ponen pengajaran
yang
lemah. Seandainya benar tanqgapan masyarakat
terhadap
4
ketidakberhasiIan pengajaran bahasa Indonesia disebabkan
oleh
arah pengajaran yang
lebih mengarah
pada
pengetahuan
bahasa
berarti model pengajaran yang diterapkan
para
gLiru
masih belum menunjukkan keberhasilan dalam mencapai tujuan. Model pengajaran yang dibuat guru, belum mampLi membangkitkan semangat belajar dan juga belum mampu menciptakan suasana belajar yang dapat menumbuhkan gairah dalam meningkatkan keterampilan berbahasa para siswa. Jika model yang menyebab— kan kelemahan tersebut, perlu dicari penyebabnya, yakni kom ponen model yang mana yang mengandung kelemahan dan apakah
bisa komponen itu dimodifikasi.
Kalau kita perhatikan perkembangan pengajaran bahasa
terutama
dilihat dari
rancang
bangun
pengajaran,
ternyata
berbagai
rancang
bangun telah dihasilkan oleh
para
pakar
linguistik terapan dalam mencari cara yang paling baik untuk
pengajaran bahasa.
Kita
dapat menyaksikan sampai akhir abad
ke-19 dunia pengajaran bahasa didominasi oleh Metode Grama-tika-Terjemahan (Grammar-Translation Method) . Metode ini lebih menekankan bahasa tulis, penghafalan kaidah-kaidah bahasa, dan penerjemahan (Sumardi,1992:18-19). Kelemahan yang tampak dari metode ini adalah qu.ru lebih banyak
menggu-nakan waktunya untuk mengajarkan
kaidah bahasa,
bukan
menga-jark an ke terampiI an ber bahasa 1isan dan tulisan para s iswa. Dengan demikian, guru yang tidak bisa berbahasa taget dapat
kaidah-kaidat.n/.i. Meskipun demik ian , metode ini masih mewarnai dunia pengajaran bahasa karena metode ini dapat diqunakan untuk
kelas
yang
besar dan tidak menuntut teknologi yang
canggih
(Sumardi,1992s18). Ketika memasuki abad ke-20 metode ini
tidak
mampu
mempertahankan
konsep-konsep
pengajarannya
karena
kebutuhan untuk
menguasai
bahasa tidak
hanya
bahasa
tulis. Pada saat inilah pengajaran bahasa. lebih diutamakan bahasa lisan. Metode yang terkenal saat. itu adalah Metode Langsung (Direct Method). Dalam penerapannya metode ini mensyaratkan guru agar ia memiliki penguasaan bahasa lisan yang baik dan jumlah siswa yang sedikit. Tentu saja kondisi semacam itu kurang memberikan keberhasilan, baik dari segi situasi kelas maupun dari kemampuan guru. Pada tahun 1940-an
berkat
dukungan
linguistik Struktural,
mulai
dikembangkan
Metode Audiolingual (Audio!ingual Method). Metode ini
mene-kankan
pentingnya penguasaan
bahasa
lisan
dengan
latihan-latihan berupa penubian lisan (oral drills) dan latihan penguasaan pola-pola kalimat (pattern practice). Dengan kedua cara itu diharapkan siswa dapat meningkatkan
keteram-p>i lannya
dalam berbahasa.
Metode ini
hanya
mampu
bertahan
selama 25 tahun karena perkembangan berikutnya Chomsky
(1957) memperkenalkan Gramatika Transformasi. Dalam hal ini
Struktur-al , untuk maksud-maksud
pedagogis sumbangan
pemikirannyd ma
sih kecil (Sumardi,1992:99).
Pada deka.de berikutnya Robert Lado menawarkan suatu model pengajaran yang menggunakan ancangan linguistik
kon-trastif atau lebih dikenal dengan istilah analisis
kontras-tif dan kesalahan berbahasa. Ternyata, bukti-bukti yang
di-peroleh mengenai kekontrasan antardua bahasa dan temuan
ten-tang aspek-aspek kesalahan berbahasa anak belum mampu
ber-bLtat banyak untuk menyederhanakan pola kerja praktisi peng
ajaran bahasa (Nurhadi,1994:38).
Selanjutnya dalam rangka mencari landasan yang kokoh
untuk pengajaran bahasa, para Unguis terapan dari berbagai
negara mengadopsi model pengajaran komunikatif yang ternyata
untuk lingkungan Inggris telah menunjukkan kehebatannya
se-telah metode Lisan dan Situasional mulai surut (Lihat Sumar
di, 1992: 99). Ancangan ini memanfaatkan berbagai disiplin
ilmu dengan materi pelajaran disusun atas dasar fungsi bahasa dan kebutuhan siswa. Ancangan inilah yang sekarang diterapkan dalam kurikulum pengajaran bahasa di Indonesia,
baik untuk Kurikulum 1984 maupun Kurikulum 1994. Bagaimana
perkembangan dan hasil penqajaran dengan menggunakan
ancana-..an komunikatif , kiranya, s.eca.ra makro belum bisa dilapor —
kan meskipun dalam skala kecil (berbagai penelitian) ancang
Dengan perkembanqan metode pengajaran bahasa di atas
tampak
adanya usaha para pakar untuk mencapai
keberhasilan
dalam pengajaran
bahasa.
Dengan
berkembangnya berbagai meto
de mengajar tersebut muncul
pertanyaan apakah ada
perbedaan
di antara metode tersebut dan
jika ada,
dalam hal apa
perbe-daannya.
Dalam hal ini Mackey
(1965:139)
menyebutkan ada
ti-ga unsur yang menyebabkan perbedaan antara metode yang satu
dengan metode yang
lainnya,
yaitu
(1) perbedaan teori
bahasa
yang
melandasinya;
(2) perbedaan
tipe pemerian bahasa;
dan
(3) perbedaan persepsi dalam belajar bahasa. Perbedaan
yang
dikemukakan
oleh Mackey tersebut akan berkait
erat
dengan
model
pengajaran yang dikembangkan oleh guru
untuk
setiap
metode.
Berbagai rancang
bangun yang
telah dibuat berdasarkan
temuan Unguis terapan di atas dipakai juga dalam pengajaran
bahasa
Indonesia. Hal ini tampak dari munculnya
perubahan-perubahan kurikulum yang terjadi
hampir 30 tahun terakhir
ini. Walaupun kurikulum berubah,
bukan
berarti kurikulum
me-rupakan satu-satunya sumber ket.idakberhas.ilan penqajaran ba
hasa.
Indonesia. Jika keluhan masyarakat mengenai
kemampuan
siswa yang
belum
memuaskan dalam mata
pelajaran bahasa Indo
nesia dij adikan ukuran keresahan,
kita perlu. meneliti
aspek
mana
yang
terka.it dalam ketidakberhasi Ian pengajaran
bahasa
Indonesia. Dalam hal
ini sekurang-kurangnya ada tiga
-kah yang
harus diganti,
pendidikkah yang
kuranq
profesional,
ataukah aspek nonakademis yanq kuranq mendukunq.
1.2 Identifikasi Masalah
Setiap kali suatu pengajaran dikatakan gagal komponen
yang sering menjadi pusat perhatian masyarakat adalah guru.
Pusat perhatian tersebut wajar saja dilakukan masyarakat se
bab guru merupakan pengendali keberhasilan pengajaran di
se-kolah. Namun, dalam hal ini diperlukan kearifan untuk
rnenen-tukan sisi mana yang mengalami kelemahan dalam dunia penga
jaran. Strevens (1980:25—28) mengajukan beberapa faktor yang
dapat menentukan keberhasilan dalam pengajaran bahasa, ya
itu :
a. pembelajar yang berkemauan;
b. pembelajar melihat relevansi pembelajarannya;
c. pembelajar mempunyai harapan yang tinggi;
d. bahasa target mempunyai kedudukan baik di masyarakat;
e. persyaratan fisik dan organisasi terpenuhi;
f. tujuan realistis diterima oleh semua pihak;
g. silabus cocok;
h. intensitas penqajaran relatif tinggi;
i. pengajar yanq berkompetensi profesional tinggi; dan
Kesepuluh
komponen
tersebut
dipersinqkat
oleh
Tarigan
(1991:3)
menjadi
tiga komponen,
yaitu:
a. prestasi pembelajar; b. prestasi pengajar; dan
c. prestasi sistem.
Dengan memperhatikan komponen kesuksesan dalam penga
jaran bahasa di atas,
kiranya jelas bahwa faktor guru (penq
aj ar) merupakan sal ah satu faktor saja dalam komponen penq
ajaran
yang ikut menentukan kebermaknaan suatu
pengajaran.
Agar lebih jelas mengenai masalah yang muncul sehubungan de
ngan pengajaran bahasa, di bawah ini disajikan tiga komponen
pokok
dalam pengajaran bahasa, yaitu
kurikulum
pengajaran
bahasa Indonesia, pengajar bahasa, dan pembelajar bahasa.
1.2.1 Kurikulum Pengajaran Bahasa Indonesia
Keberhasilan suatu pengajaran ditentukan oleh
berba
gai faktor. Salah satu faktor yang dapat menentukannya
ada
lah
kurikulum. Siahaan (1986:76) menggambarkan kondisi
ku
rikulum
sekolah di Indonesia belum memuaskan, baik
dilihat
dari
segi kelengkapannya, kejelasan,
relevansi,
keajegan,
kesahihan, dan kelayakan. Selama ini pemerintah Indonesia
telah
mengganti
kurikulum Lintuk sekolah dasar dan
menenqah
sebanyak
tujuh kali, yakni Kurikulum 1950,
Kurikulum
195S,
Kurikulum 1964,
Kurikulum 1968,
Kurikulum 1975/1976,
Kuriku
10
(Tarno ,1991: 743). Penggantian atau perubahan kurikulum berkait erat dengan sistem pengajaran secara menyeluruh se
bab di dalam sebuah kurikulum menurut Siahaan (1991:196)
terdapat informasi mengenai (1) bahasa yang akan diajarkan, (2) si pelajar, (3) cara atau sistem penyampaian bahasa. De ngan kata lain, kurikulum mengandung unsur bahan, pembel
ajar, dan sistem pengajaran. Jika di antara komponen terse
but terdapat kelemahan, hasil pembelajaran tidak sesuai de ngan harapan. Dengan demikian, penggantian atau
penyempur-naan kurikulum berdampak terhadap bahan, pembelajar, dan
sistem pengajaran.
Setiap kurikulum sekolah berubah masyarakat selalu
mempertanyakan hal ikhwal terjadinya perubahan atau
penyem-purnaan kurikulum sekolah tersebut. Pertanyaan-pertanyaan
yang muncul sehubungan dengan hal itu, di antaranya mengapa
kurikulum berubah dan dalam hal apa perubahan itu terjadi. Pertanyaan pertama menuntut jawaban filosofis, sedangkan pertanyaan kedua menuntut jawaban teknis. Kedua tuntutan
jawaban tersebut harus memberikan kejelasan kepada masyara
kat agar mereka sadar terhadap perubahan tersebut.
Tarigan (1995) menjelaskan lima hal yanq melatarbela—
kangi perubahan Kurikulum 1984 ke Kurikulum 1994, yaitu (1)
perubahan sifat ma.sya.rakat Indonesia dari masyara.kat agraris
menjadi masyarakat industrial is; (2) perkernbangan ilmu pe
11
kulum lama; (3) berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1939
tentang Sistem Pendidikan Nasional;
(4) hasil
pengamatan dan
penelitian pelaksanaan kurikulum yang lama; dan (5) hasil studi perbandingan ke manca negara. mengenai pelaksanaan ku
rikulum .
Perubahan yang paling mendasar dari Kurikulum 1984 ke Kurikulum 1994 terjadi pada perubahan orientasi. Kurikulum
1984
berorientasi masih pada pengajaran.
Maksudnya,
dalam
pelaksanaan kurikulum pengajar meletakkan dasar
berpikirnya
pada bagaimana bahan yang ada dalam kurikulum dapat diajar
kan.
Orientasi
ini membawa konsekuensi
pada
diri
pengajar
bahwa mereka harus berpikir apa yang harus saya ajarkan
dan
bagaimana
cara
mengajarkan bahan
sebagaimana yang
telah
di-gariskan
kurikulum.
Kurikulum 1994 memberikan wawasan
yang
berbeda,
yakni orientasi bukan lagi pada pengajaran,
melain-kan
pada pembelajaran.
Dengan
perubahan orientasi ini
secara
otomatis pengajar pun harus mengubah perlakuannya dalam
me-maknai pengajaran bahasa. Maksudnya,
pengajar harus berpikir
bagaimana
cara
siswa mempelajari
bahan yang terdapat
dalam
pembelajaran yang ada di dalam kurikulum (Tarigan, 1995:5).
Kurikulum .1994 dilaksanakan secara bertahap.
Tahapan
TABEL 1
TAHAP PELAKSANAAN KURIKULUM SD, SLTP, DAN SMU 1994
Tahun ajaran 1994/ 1995/ 1996/
Sekolah Kelas 1995 1996 1997 Dst.
I X X X X
II - X X X
SD III - - X X
IV X X X X
V - X X X
VI - - X X
SLTP I X X X X
& II - X X X
SMU III - - X X
•
(Sumber:Depdikbud,1993:29)
12
Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini Kurikulum 1994 baru berlanqsung selama satu
tahun. Selama kurun waktu tersebut kita belum bisa
menentu-kan apakah kurikulum ini mumpuni untuk terus dilaksanakan
atau tidak. Terlepas dari hal itu kendala-kendala dalam
13
Dalam pelaksanaan pengajaran, guru mengejawantahkan
kurikulum dalam bentuk silabus. Mackey (1978:323) memberikan
sumbangan pikiran bahwa dalam menganalisis silabus terdapat
empat pertanyaan yang harus dijawab, yaitu (1) Apa yang ha
rus ada di dalam silabus?; (2) Bagaimana cakupannya
(Cakup-an) ; (3) Mengapa cakupan itu harLis ada; dan (4) Bagaimana silabus itu dapat dicapai oleh para pembelajar. Empat perta nyaan yang diajukan Mackey itu menyiratkan kriteria yang ha rus ada di dalam silabus. Kriteria yang dimaksud adalah si labus harus berisi bahan yang akan diberikan. Bahan tersebut adalah bahan yang sudah disusun untuk pembelajar pada ting-kat tertentu. Tentu saja, berdasarkan bahan pembelajaran tersebut akan tergambar berbagai aspek, di antaranya tujuan yang hendak dicapai, metode yang digunakan, bahan yang
di-sampaikan,
kegiatan yang dilakukan,
media dan
sarana
yang
dipakai, dan alat evaluasi yang diberikan.
Dalam pengajaran bahasa terdapat berbagai macam si labus atau model pengajaran. Krahnke (1987) dalam bukunya yang berjudul Approaches to Syllabus Design for Foreign La
nguage Teaching mengupas enam tipe silabLis pengajaran baha
sa, yakni The Structural Syllabus, The Notional/Functional
Sy1labus, Situational Syllabi, Skil1-Based Syllabi, The
Task-Based Syllabi, The Content-Based Syllabus, Choosing and
Integrating Syllabi. Selain itu Jack C. Richards dan Theo
14
Communicative Language Teaching, Total Physical Response,
The Silent May, Community Language Learning, The Natural Ap
proach, dan Suggestopedia. Terence Odlin sebagai editor (1994) menyajikan tulisan seputar Pedagogical Grammar.
Yalden (1987) dalam bukunya yang berjudul The Communicative
Syllabus membedar enam tipe silabus komunikatif mulai dari
Structural-Functional, Structures and Functions, Variabel
Focus, Functional, Fully Notional, sampai pada Fully Commu
nicative dengan lima tahapan rancang bangun silabus komuni
katif mulai dari SLirvai kebutuhan, deskripsi tujuan, pilihan tipe silabus, silabus proto, dan silabus pedagogis. Dengan banyaknya silabus dalam pengajaran bahasa, tentu saja, su-asana tersebut memberikan nuansa baru dalam dunia pengajaran
bahasa.
ha-nya cocok untuk pengajaran bahasa Indonesia. bagi orang asing, bagaimana prosedur pelaksanaannya, dan kendala apa
yang ditemukan dalam pengajaran bahasa Indonesia jika sila
bus tersebut diterapkan. Permasalahan tersebut perlu dicari
jawabnya dalam Lipaya mencari cara meningkatkan keberhasilan
pengajaran bahasa Indonesia. Jawab dari permasalahan terse
but akan dapat diperoleh apabila telah dilakukan penelitian.
Kurikulum 1994 menganut lima pendekatan, yaitu
pen-dekatan tujuan, Komunikatif, CBSA, Keterampilan Proses, dan Pragmatik. Kelima pendekatan tersebut diupayakan untuk men-capai vujuan pengajaran bahasa Indonesia. Adapun tujuan pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis (Depdikbud,1993: 3). Dengan orientasi belajar bahasa adalah belajar berkomunika si n perlu diupayakan silabus yang mengarah pada maksud ter sebut. Misalnya, bahan struktur bahasa Indonesia disajikan
dalam kegiatan keterampilan berbahasa (menyimak,
berbicara,
membaca, dan menulis). Oleh sebab itu, penyaj iannya diperlLi-kan silabus yang merujuk pada kebutuhan komunikasi bukan
keilmuan.
Penelitian yang akan
penulis
lakukan ini
merupakan
16
1.2.2 Pengajar Bahasa Indonesia
Salah satu fungsi pengajar merupakan
penggerak
terja-dinya
proses belajar mengajar. Sebagai
penggerak
pengajar
harus memenuhi beberapa kriteria.
Kriteria itu harus menyatu
dalam
diri pengajar agar ia dapat menunjukkan
mutu
profe-sionalnya.
Pada saat hasil
proses belajar
mengajar
kurang
memuaskan, tak pelak pengajarlah yang mendapat perhatian pertama dan utama. Masyarakat sibuk dengan melayangkan ber
bagai
tuduhan
kepada
pengajar seolah-olah pengajarlah
yang
menjadi biang keladi kegagalannya. Benarkah simpulan masya rakat seperti itu? Apakah para pengajar belum dibekali
kom-petensi
yang
cukup untuk
terjun ke
lapangan?
Apakah
para
pengajar kurang meningkatkan segi profesinya setelah terjun
ke
lapangan? Kiranya pertanyaan-pertanyaan
tersebut
perlu
mendapat
pertimbangan dari
pihak
yang
bersangkutan dan
pihak
yang berwenang.
Jika
kita renungkan
pertanyaan-pertanyaan
itu,
ada
dua
lembaga yang
mendapat sorotan dalam dunia pendidikan,
yaitu lembaga persekolahan dan LPTK (IKIP, FKIP, dan STKIP). Kedua lembaga itu sama-sama mengelola dunia pendidikan.
Lembaga persekolahan mengelola pendidikan di tingkat
menen-gah ke bawah, sedangkan lembaga penghasil tenaga pengajar mengelola pendidikan di tingkat tinggi. Secara de jure kedua lembaga tersebut harus merasa prihatin, sekalipun secara de
tua pembelajar, dan masyarakat.
Permasalahan yang muncul sehubungan dengan pengajaran
Bahasa dan Sastra. Indonesia dari sisi pengajar adalah
masih
banyak
pengajar
Bahasa
dan Sastra
Indonesia
yang
tidak
mempunyai kewenangan mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia
(Badudu,1993:2
dan Syarif, 1994:9)). Kenyataan seperti
ini
pada. satu sisi tidak bisa. dihindarkan (masih terdapat
seko
lah yang kekurangan guru) dan pada sisi lain kualitas penga
jaran Bahasa dan Sastra. Indonesia pa tut dipertanyakan.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan profil penga
jar
bahasa
yang berkompetensi. Dalam hal ini
Howard
yanq
dikutip James memberikan kriteria untuk pengajar bahasa :
a. menguasai semua metode mengajarkan bahasa dan dapat
me-nerapkan metode itu dalam proses belajar mengajar;
b. menguasai bahan yang akan dan sedang diajarkan;
c. melaksanakan semua kegiatan sekolah;
d. menguasai semua jenis dan prosedur penilaian;
e. menguasai semua tipe latihan berbahasa;
f. menguasai pengelolaan kelas;
g. menguasai teknik pengajaran individual;
h. dapat menentukan dan menguasai silabi pelajaran;
i. dapat memanfaatkan media penqajaran yang tersedia;
j. menguasai tujuan pengajaran dan aktivitas untuk
mencapai
tujuan itu; dan
k. menguasai teknik-teknik pendidikan (Pateda,1991:39).
18
Selain
itu Leech
mengharuskan pengajar
bahasa
(khususnya
tata bahasa atau struktur bahasa):
a. mampu menghadapi interaksi tata bahasa dengan leksikon sebagai suatu sistem komunikasi;
b.
dapat menganalisis permasalahan qramatis yang ditentukan
pembelajar;
c. mempunyai kemampuan dan keyakinan untuk menqevaluasi
penggunaan tata bahasa;
d. menyadari hubungan kontrastif antara bahasa penutur asli
dengan bahasa asing; dan
e. memahami dan menerapkan proses penyederhanaan (dalam
Bygate,1994:18).
Sebagian besar butir yang dikemukakan Howard masih bersifat umum. Maksudnya, kriteria itu dapat digunakan untuk pengajar yanq bukan dari bidang pengajaran bahasa. Pendapat Leech lebih mengarah pada kemampuan yang harus dimiliki pengajar tata bahasa. Padahal pengajaran bahasa tidak hanya memerlukan pengajar tata bahasa. Oleh sebab itu, perlu kiranya dicari upaya peinantapan kompetensi pengajar bahasa
s-ecara menyeluruh.
1.2.3 Pembelajar Bahasa Indonesia
bahasa tidak bisa terlepas dari pembelajarnya. Studi
menge
nai karakteristik pembelajar telah dilakukan para pakar
ba
hasa,
di antaranya Jakobovits (1970:98).
la
menemukan
dua
hal
penting yang harus diperhatikan guru
dalam
pengajaran
bahasa kedua, yaitu anak-anak akan lebih baik belajar bahasa
kedua daripada orang dewasa dan ada bakat bawaan yang
tidak
sama pada setiap orang. Penemuan Jakobovits ini didukung
pu-la
oleh penelitian yang dilakukan oleh US Fathman pada
ta
hun
1975,
Ramirez dan Politzer pada. tahun 1978,
Snow
dan
Hoefnagel-HShle
pada tahun 1978 (lihat Els,
1984:103-125).
Selain
itu
Nunan (1991:171) memberikan formula
pembelajar
yang baik adalah:
a.
menemukan caranya belajar;
b. mengorganisasikan informasi mengenai bahasa;
c.
berkreasi dan bereksperimen dengan bahasa;
d. mendapatkan kesempatan dan menemukan strategi dalam
pe-makaian bahasa, baik di dalam maupun di luar kelas;
e. belajar menyesuaikan diri dan mengembangkan strategi
un
tuk mengerti bahasa sasaran tanpa harus paham setiap
ka-ta;
f.
menggunakan mnemonics;
g- memperbaiki kesalahan;
h.
menggunakan penqetahuan bahasa;
20
j. belajar menentukan kepandaianya;
k.
belajar unsur-unsur bahasa yang dapat membantu
kecakapan-nya;
1.
belajar rnenghasilkan berbagai teknik (misalnya teknik
bercakap-cakap); dan
m. belajar gaya bahasa yang berbeda dan memvariasikannya un tuk berbagai situasi.
Masih berhubungan dengan pembelajar yanq baik, Rubin
(^975)
yang
dikutip Tarigan
(1991) menyajikan tujuh kriteria
pembelajar yang baik, yakni:
a. mempunyai kemauan keras dan ingin menjadi penduga yang
tepat;
b. berkemauan keras untuk berkomunikasi;
c. tidak. segan-segan mengakui kelemahannya dalam B2 dan ti dak malu-malu berbuat kesalahan;
d. berkemauan keras menggunakan bentuk yang baik; sangat memperhatikan bentuk bahasa;
e. suka berlatih;
f. memantau ujarannya dan membandingkannya dengan bahasa.
asli baku; dan
g. berkemauan keras menggunakan makna dalam konteks
21
Ellis (1987:122) menempatkan sembilan kriteria untuk
pembelajar yang baik, yaitu:
a. mampu memberi respon terhadap dinamika kelompok situasi
pembelajaran untuk mencegah kegelisahan dan rintangan; b. menccri kesempatan untuk menggunakan bahasa sasaran;
c. menggunakan kesempatan secara maksimal untuk menyimak dan menanggapi ujaran dalam B2, baik yang ditujukan kepadanya maLtpun kepada orang lain;
d. melengkapi pelajaran kontak langsung dengan telaah teore-tis; khususnya dalam hal bentuk bahasa;
e. lebih dewasa dalam pengembangan gramatikal;
f. mempunyai keterampilan analitik yang memadai mengenai ciri-ciri B2 dan memantau kesalahan;
g. mempunyai alasan kuat untuk belajar B2;
h.
siap membuat
percobaan dengan segala risiko,
sekalipun
menurut orang lain ia dianggap bodoh; dan
i.
mampu menyesuaikan diri pada kondisi-kondisi pembelajaran
yang berbeda.
Terlepas dari kriteria mana yang digunakan,
yang
je
las
tuntutan pengajaran bahasa terhadap
pembelajar
adalah
pendayagunaan segala potensi yanq dimilikinya dalam
belajar
dan menggunakan
bahasa sasaran.
Tuntutan ini amat berat jika
pengajar tidak benar-benar dalam melaksanakan
kewa.j ibannya.
Untuk tugas ini diperlukan tenaga pengajar profesional dalam
Jika kita menilik keadaan pembelajar bahasa Indone
sia,
secara u.mum mereka dapat digolongkan
ke dalam tiga
qo~-longan, yaitu pembelajar yang berstatus ekabahasawan bahasa daerah, ekabahasawan bahasa Indonesia, dan dwibahasawan. Da
lam pengajaran bahasa. Indonesia, ketiga golongan tersebut selama ini mendapat perlakLian yang sama. Alasan yang
mendu-kung situasi tersebut adalah faktor sarana sekolah di Indo
nesia belum siap mengelompokkan mereka sesuai dengan pengua saan bahasanya dan faktor kemudahan dalam pengadministra-sian. Dengan situasi yang seperti itu, timbul masalah dalam keberhasilan pengajaran. Dengan kata lain, situasi demikian memunculkan masalah, yaitu apakah keberhasilan pengajaran
bahasa Indonesia tidak perlu memperhitungkan karakteristik penguasaan bahasa yang dimiliki para pembelajarnya ataukah keberagaman penguasaan bahasa pada siswa berkontribusi ter hadap keberhasilan pengajaran bahasa. Jika berkontribusi, seberapa besar kontribLisinya dan bagaimana tindak lanjutnya. Jawab permasalahan tersebut hanya dapat diperoleh melalui
penel itian.
1.3 Pembatasan Masalah
dan tingkat pendidikan, ancangan, metode, teknik, maupun yang berhubungan dengan cakupan bahan. Dalam tesis ini ha nya akan diangkat satu masalah pokok, yakni masalah yang berhubungan dengan model pengajaran bahasa. Indonesia. Model yang d.ipilih dalam rangka penelitian ini adalah model penga jaran struktur bahasa dengan ancangan tata bahasa pedagogis.
Model
ini
digunakan sehubungan dengan
karakteristik
yang
harus muncul dalam pengajaran bahasa Indonesia adalah bahan
yang
harus dikaitkan dengan kebutuhan siswa dengan
memper-hatikan segi kebenaran, keterbatasan, kehematan,
kesederha-naan, kejelasan, dan keterhubunqan.
Ancangan tata bahasa pe
dagogis ini menawarkan persyaratan tersebut karena
ancangan
ini
mendasarkan aspek kebahasaan (struktur bahasa)
disaji-kan dengan memperhatidisaji-kan unsur-unsur pedagogis. Dalam
penya-jiannya model ini dikaitkan dengan cakupan bahan pembelajar
an
struktur
bahasa Indonesia, khususnya
bidang
sintaksis
(pembelajaran
kata depan [ preposisi], kata
sambung
[kon-jungtor], pembelajaran kalimat aktif-pasif, dan kalimat
ma-jemuk)
di tingkat pendidikan sekolah menengah
umum.
Bahan
sintaksis tersebut dibuat berdasarkan hasil penelitian
ter
hadap
kesalahan berbahasa siswa sekolah menengah
yang
di
lakukan oleh Suardi (1984), Mulyaasih (1991),
Komaraningsih
(1991), Irawan (1994), dan Nurdin (1995). Selain itu
penen-tuan
bahan ini disesuaikan dengan kebutuhan topik yanq
24
ini digunakan sebagai bahan dalam keterampilan berfoicara dan menu lis yang berhubungan dengan penqgunaan bahasa (mengung-kapkan gagasan) sebagai alat berkomunikasi. AdapLin teknik pengajaran yang akan digunakan adalah diskusi kelompok. Pro-sedur penyajian bahan dalam KBM menggunakan prosedLir induk-si. Prosedur ini sesuai dengan tuntutan kurikulum SMU 1994 yang menitikberatkan penyajian awal dengan konteks
penggu-naan bahasa kemudian para siswa melakukan kegiatan pembel
ajaran sehingga diharapkan siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah dan situasi pemakaiannya.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah umum dan pembatasan masalah di atas, rumusan masalah yang penulis ajukan sebagai berikut.
1) Baqaimanakah model pengajaran struktur bahasa Indonesia
yang baik di SMU menurut ancangan tata bahasa pedagogis ? 2) Bagaimanakah rumusan tujuan pembelajaran berdasarkan
ancangan tata. bahasa pedagogis untuk pengajaran struk tur bahasa Indonesia di sekolah menengah umum?
3) Apakah penyajian bahan dengan prosedur induksi cocok un
tuk mengajarkan struktur bahasa Indonesia di SMU dengan
ancanqan tata bahasa pedaqoq is ?
4) Baqaimanakah evaluasi penqajaran struktur bahasa Indo
nesia dalam model pengajaran tata bahasa pedaqoqis di
5) Komponen pengajaran yang mana yanq dominan dalam penq ajaran struktur bahasa Indonesia di SMU dengan
mengquna-k a. n a n c a. n g a. n tat a b a h a s a p e d a g o g i s ?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini secara umum adalah penulis mem—
peroleh gambaran model penqajaran struktur bahasa Indonesia
yang baik dengan ancangan tata bahasa pedagogis di sekolah
menengah umum. Adapun Tujuan yang lebih rinci dalam peneli
tian ini adalah penLilis:
1) memperoleh model pengajaran struktur bahasa Indonesia
yang baik untuk siswa SMU;
2) memperoleh rumusan tujuan pembelajaran struktur baha
sa Indonesia yang cocok untuk siswa sekolah menengah
umum;
3) memperoleh prosedur penyajian bahan pengajaran struktur bahasa Indonesia yang cocok untuk siswa sekolah menengah
umum;
4) memperoleh bentuk evaluasi yang cocok dalam pengajaran struktur bahasa Indonesia untuk siswa sekolah menengah
umum; dan
5) menqetahui komponen penqajaran yanq dominan dalam peng ajaran struktur bahasa Indonesia dengan menggunakan
1.6 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan ha-silnya dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan bahasa pada umumnya, pengajaran bahasa Indonesia pada khususnya yang implementasinya berhubungan dengan pengembangan pengajaran bahasa Indonesia berdasarkan Kurikuluim 1994. Oleh sebab itu,
manfaat penelitian ini akan dapat dirasakan oleh:
1. pendidik, sebagai masukan dalam meningkatkan kualitas
pengajaran struktur bahasa Indonesia;
2. pembelajar, sebagai masukan untuk meningkatkan kete—
rampilarmya dalam penggunaan bahasa Indonesia; dan
3. penulis buku siswa dan buku tata bahasa pedagogis, seba
gai masukan untuk merancang dan mendeskripsikan bahan
ajar atau. kaidah bahasa Indonesia.
1.7 Definisi Operasional
Untuk memberikan arahan agar penelitian ini sesuai dengan harapan penulis diperlukan definisi operasional isti
lah-istilah yanq penulis gunakan. Dengan definisi ope
rasional ini diharapkan ada titik pijak yanq sama dalam
me-mandang permasalahan. Adapun isti1 ah—isti1 ah yang terkait
da1 am penelitian ini sebagai berikut.
a. Model yanq penulis maksu.dkan adalah rancangan pengajaran.
Sebagai suatu rancangan pengajaran model ini menyiratkan
penyajian bahan, dan evaluasi pembelajaran.
b.
Pengajaran Struktur Bahasa Indonesia
adalah pengajaran
kaidah
sintaksis bahasa Indonesia, yang berkenaan
dengan
konjungtor,
preposisi,
kalimat aktif-pasif,
dan
kalimat
maj emLtk .
c.
Tata
bahasa pedagogis
adalah tata bahasa yang ditujukan
untuk para pembelajar. Penyusunan tata bahasa ini dilaku
kan oleh guru.
Dengan demikian, rancangan dan penyajian
bahan struktur dilakukan
berdasarkan
kebutuhan
pembelajar
dengan memperhatikan aspek kebenaran, keterbatasan,
kehe-matan konsep,
kejelasan,
kesederhanaan,
dan
keterhubunq-ai i
1.8 Anggapan Dasar
Penelitian
ini
menggunakan anggapan
dasar
sebagai
berikut.
1. Metode merupakan salah satu komponen dalam pengajaran.
Dalam pengajaran bahasa berbagai
metode telah
ditemukan.
Kesernuanya digunakan dalam usaha mencapai tujuan pengaja
ran.
Tujuan pengajaran bahasa yang
berbeda-beda
menimbul-kan
keragaman dalam pemakaiannya.
Keragaman
metode
itu
bukan
berarti akan memunculkan metode yang paling
baik.
Setiap metode memiliki karakteristik tertentu. Oleh sebab
itu ,
jika
metode A lebih berhasil
dibandingkan
dengan
23
1ebih baik daripada metode B. Denqan kata
lain,
tidak
ada
metode
yang paling
baik,
yang ax da guru yang
baik
dalam
mem i1i h me tod e.
Setiap metode memiliki kekuatan dan kelemahan sehingga
keefektifan pemakaian suatu metode bergantung kepada
ke-cakapan guru dalam
memilihnya. Keefektifan metode ini akan dapat. ditentukan oleh seberapa besar bahan dapat diserap siswa dalam jang-ka waktLt yang telah ditetapkan. Dengan demikian, ketepat — an guru memilih metode akan dapat dilihat dari keterpa-haman siswa terhadap bahan yang diberikan.
Keberhasilan suatu pengajaran akan bergantung kepada ber bagai faktor. Salah satu faktornya adalah model mengajar. Berbagai model mengajar telah dikenal guru. Model meng ajar mana yang paling baik (paling cocok), tentunya, sa-ngat sulit ditentukan sebab setiap model akan mempunyai
persyaratan dengan kondisi-kondisi tertentu. Oleh sebab
Model pengajaran struktur bahasa dengan ancangan tata bahasa pedagogis meru.pakan salah satu model meng ajar yang digunakan guru dalam menyampaikan bahan struk-tli r ba has a de>n g an mem pe r t im ban g ka n Lt nsu r—u nsur pedagogis, yaitu kebenaran, pembatasan, kehematan konsep, kejelasan, kesederhanaan, dan keterhubungan (Swan dalam Bygate, Tonkyn, dan Wi11iams,1994:45). Pertimbangan pedagogis da
lam pengajaran merupakan suatu langkah yang harus ditem-puh guru, pada saat merancang, melaksanakan, dan menilai pengajarannya. Pengajaran struktur bahasa merupakan sa-rana dalam mendayagunakan funqsi bahasa sebagai alat ko
munikasi.
Agar dapat berkomunikasi dengan
baik
diperlukan
kompetensi komunikasi.
Khranke (1987:21)
berpendapat
bah-wa struktur atau lebih sering disebut tata bahasa merupa
kan komponen dalam kompetensi komunikasi.
Dengan struktur
yang baik dan benar komunikasi akan dapat dijalin
dengan
1ancar.
Model pengajaran struktur yang selama ini disajikan
oleh para guru masih berkiblat pada penyajian yang
bersi-fat linquistis bukan pedagogis. Unsur-u.nsur bahasa di
ajarkan lepas dari konteksnya sehingga siswa kurang mampu
men g e m ban g kan ke te ram p i 1an n y a d a 1a m keg ia t. an be r bah a s a . Selain itu. guru dalam memberikan evaluasi masih menqarah
pada. u.nsu.r teori
bahasa sehingga siswa digiring untuk
30
nantinyd akan digunakan dalam keperluan
tuturan dan
tu-1i san (Badudu,1985:96) .
4. Model pengajaran struktur bahasa dengan ancangan tata
bahasa pedagogis lebih banyak melibatkan
keaktifan
siswa
dalam belajar bahasa. Oleh sebab itu, teknik diskusi me
rupakan teknik yang cocok untuk digunakan.
Dengan
teknik
ini
siswa lebih banyak diranqsang
untuk
berbahasa
se
hingga
kegiatan
belajar-mengajar lebih
banyak
diwarnai
dengan
pemajanan keterampilan
berbahasanya.
Situasi
se-perti inilah yang dituntut dalam pengajaran bahasa sebab
pembelajaran bahasa
Indonesia diarahkan untuk
meningkat
kan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan
bahasa In
donesia, baik
secara
lisan maupun
tertulis. Dengan
demi-kian, pembelajaran bahasa Indonesia harus lebih diwarnai oleh fungsi bahasa daripada pengetahuan bahasa. Oleh
sebab
itu, keterampilan berbahasa (menyimak,
berbicara,
membaca, dan menulis)
menduduki peran yang penting.
5. Kebaikan suatu model mengajar bergantung pada tujuan peng
ajarannya. Dalam GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum SMU 1994 tercantu.m tujuan umum pengajaran bahasa Indonesia:
1) siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia se
tt aQa i bahasa nasi.ona 1 dan
bahasa neqar a ;
2) siswa memahami
bahasa Indonesia dari segi bentuk,
mak-na, dan fungsi, serta menggunakannya dengan
tepat
3 ) siswa memi1iki keinampuan menqgunakan bahasa Indonesia
untuk meningkatkan kemampuan intelektual (berpikir
kreatif dan disiplin, menggunakan akal sehat,
menerap-kan
pengetahuan yang berguna, memahami
dan
menekuni
konsep abstrak serta memecahkan masalah), kematangan
emosional dan sosial; dan
4) siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan
me-manfaatkan karya sastra untuk mengembangkan
kepribadi-an, memperluas wawasan kehidupkepribadi-an, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa (Depdikbud,
1993:1).
Berdasarkan tujuan umum di atas dapat ditarik
ke-simpulan bahwa tujuan penqajaran bahasa Indonesia adalah
siswa memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam
berbahasa
Indonesia. Oleh sebab itu, pengembangan
model
pengajaran struktur bahasa Indonesia yang baik harus
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Identifikasi Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki. beberapa variabel. Penjelasan
mengenai variabel tersebut penulis sajikan berikut ini.
3.1.1 Variabel Bebas
Penelitian ini penulis lakukan dalam rangka menerap— kan model pengajaran tata bahasa pedagogis. Dengan model pengajaran ini penulis mengharapkan siswa dapat memperoleh
pengajaran tata bahasa (pengajaran struktur) yang rnudah
di-pahami dan dapat meningkatkan keterampilannya dalam berbaha sa. Oleh sebab itu, keefektifan model merupakan sasaran pen— capaian. Bila dikaitkan dengan jenis variabelnya, model
pengajaran struktur bahasa Indonesia dengan ancangan tata
bahasa pedagogis ini merupakan variabel bebas.
Dalam dunia pengajaran bahasa, pengajaran tata bahasa
(pengajaran struktur) tidak bisa dilepaskan. Bahkan, dalam
pengamatan sekilas pengajaran bahasa identik dengan peng
ajaran kaidah-kaidah bahasa (struktur bahasa). Denqan peng
ajaran kaidah-kaidah bahasa ini siswa diharapkan dapat
men gguna kannya dalam berbahasa.. Namun, sett? I ah sekian lama
pengajaran bahasa berlangsung, dengunq keberhasilannya belum
pernah terdengar. Kenyataan seperti. itu perlu dicari faktor
102
penyebabnya. Apakah para guru bahasa telah mel a-ks--..: :akan
ke-wajibannya dalam mengajarkan
bahasa*,
apakah para guru
telah
membuat rancangan
pengajaran yang mumpuni
untuk meningkatkan
keterampilan
para siswanya berbahasa,
apakah para guru baha
sa telah menjadikan dirinya contoh pemakai bahasa yang
baik
dan benar di mata para siswanya, dan masih
banyak pertanyaan
lain yang muncul
jika kita membicarakan kegaqalan
pengajaran
bahasa.
Di
antara
pertanyaan
tersebut ada
satu
pertanyaan
yang mampu mengaitkan pertanyaan lainnya. Pertanyaan yang penulis maksudkan adalah apakah guru telah membuat model
pengajaran (rancangan pengajaran)
yang mumpuni untuk mening
katkan keterampilan para siswanya dalam berbahasa. Perta
nyaan tersebut akan
berka.it erat dengan segala aspek peng
ajaran,
yakni mulai dari tahap persiapan,
penyajian,
peng-evaluasian, sampai yang menyangku.t kecakapan guru.
Dalam pengajaran dan pembelajaran bahasa, sejumlah kaidah bahasa perlu disampaikan. Penyampaiannya memerlukan
strategi
tertentu
sebab
lahan yanq digarapnya
bukan
ilmu
murni, melainkan terapan. Sebagai ilmu terapan berbagai as
pek
terapan
patut diperhatikan,
misalnya aspek
psikolinguis
tik (dalam hal apa saja bahasa itu diperoleh dan baqaimana cara mem pe ro1e hn ya) , aspek sos io1i n g u isti k (ba g a irn ana
keter-hu. bung an
bahasa target dengan unsur sosial
penu turnya) ,
as —
sum-bangan yang tidak sedikit dalam penqajaran dan pembelajaran
bahasa.
Model pengajaran tata bahasa pedagogis merupakan sa lah satu model yang diterapkan dalam pengajaran bahasa. Mo del ini memiliki beberapa keistimewaan. Pertama, model ini dibuat oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Karena dibuat oleh guru, kaidah-kaidah yang disajikan tersusun ber
dasarkan kebutuhan siswa dengan tidak mengabaikan tuntutan
kurikulum. Kedua, model ini diwarnai oleh aspek penggunaan
bahasa. Kaidah-kaidah bahasa diberikan dalam rangka
menje-laskan penggunaan bahasa. Selama ini pengajaran kaidah baha
sa diberikan secara terpisah (bahkan dalam kurikulum 1984
label struktur dijadikan label pokok bahasan tersendiri).
Dengan label ini pengajaran struktur lebih diwarnai dengan pengetahuan bahasa (kestrukturalan) sehingga pengajarannya menjadi kering. Siswa dipacu untuk menghapal kaidah-kaidah bahasa dan dalam hal evaluasi berbagai soal kestrukturalan (pengetahuan bahasa) disajikan dengan bobot yang lebih ba
nyak. Ternyata keadaan yang seperti itu belum mampu mengna
si 1 kan siswa-siswa yang terampi1 berbahasa. Jika pengajaran
struktur bahasa yang lebih mengarah paxda kestrukturalan ti
dak dimaksudkan seperti itu, berarti ada faktor—faktor yang
belum tergarap dalam pengajarannya, misalnya, faktor
keter-kaitannya dengan konteks dan faktor bahasa penjelasan guru.
Model pedagogis ini menawarkan hal yang seperti itu.
IOq
ga, model ini menggunakan
bahan yang disesLtaikan dengan
ke
butuhan siswa. dan kebutuhan komunikasi
(bahan bernaung
da
lam suatu tema penggunaan bahasa).
Dengan demikian,
bila da
lam komunikasi dibutuhkan kaidah-kaidah yang kompleks,
tidak
tertutup kemungkinan kaidah itu diberikan lebih dini. Oleh
sebab itu, bagaimana hasil pelaksanaannya di lapangan
perlu
kiranya
model ini diujicobakan agar kekuatan-kekuatan
yang
dimiliki
dapat tampak dan kelemahan-kelemahan yang ada dapat
diperbaiki sehingga nantinya dapat mengembalikan
pengajaran
struktur pada kedudukan yang semestinya.
3.1.2 Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil
belajar
siswa berupa kemampuan siswa
menggunakan
struktur
bahasa dalam menulis.
Kriteria. struktur yang penulis gunakan
untuk
mengukurnya adalah ketepatan siswa dalam
menggunakan
struktur sintaksis.
Penulis memilih kegiatan penggunaan bahasa dalam ben tuk tulisan denqan pertimbangan bahwa penggunaan bahasa da
lam
bentuk
tulisan akan rnudah dianalisis di sampinq
bahasa
tulis
memiliki
kaidah yang sudah mantap.
Oleh
sebab
itu,
analisis kesalahain
berbahasa sangat berperan dalam
pengukur-a n k e t e p a t a n pe n g g u n a a. n b a h a s a .
Untuk menjaring adanya keunggulan dalam model
ini
pe
Pre-105
tes dilaksanakan untuk mengidentifikasi kemampuan awal sis wa, sedangkan postes dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa sehingga seberapa besar pengaruh model itu di terapkan dapjat diketahui. Selain pret.es dan postes, penulis menggunakan juga skala. penqamatan. Alat ini dipakai untuk memperoleh gambaran kegiatan berbahasa guru ketika menyaji kan bahan pembelajaran. Untuk menghindari bias yang tinggi penulis bertindak sebagai guru. Kegiatan berbahasa guru akan dinilai oleh enam orang yang terdiri atas tiga orang berasal dari dosen IKIP Bandung dan tiga orang lainnya guru yang berpengalaman dalam pengajaran bahasa Indonesia.
3.1.3 Variabel yang Dikontrol
Agar penelitian ini lebih bermakna, ada variabel lain
yang akan dikontrol. Variabel yang dimaksud adalah tujuan
pembelajaran, susunan bahan pelajaran, alat pelajaran, ke giatan belajar, evaluasi, dan bahasa guru. Ketepatan tuju.an
pembelajaran diukur denqan ketepatan rumusan tujuan dari se
gi bahasa dan pencapaian hasil belajar siswa. Kriteria yang penulis gun a kan untuk mengukur ketepatan rumusan tuju.an pem
belajaran dari segi bahasa adalah ketepatan penggunaan
struktur bahasanya dan dari segi pedagoginya. Peni1aiannya
dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam pengajaran
bahasa Indonesia. Kriteria yanq diukur untuk kemantapan struktur bahasa yang dipergunakannya adalah kebenaran,
keter-106
hubungan (Swar. dalam try gate, .1994:46-51). Keen am ciri ter sebut harus kompak dalam mendukung suatu. penjelasan kai
dah. Dari sec.i pencapaian hasil belajar, kriteria pengukur
an diperoleh dari hasil uji statistik. Untuk uji statistik
penulis menggunakan SPS Edisi Sutrisno Hadi dan Seno Pamar
diyanto Versi 88/IN/IBM dalam pengujian normalitas sebaran
nilai, program ANATES yang disusun oleh Kama To V-2,5 un
tuk uji validates dan reliabilitas instrumen tes, dan uji t
terhadap nilai pretes dan postes. Rumus uji t yang penulis
gunakan adalah:
Md
t =^ ,' (Arikunto, 1993:264)
2 >;2d
N(N-l)
3.2 Rancangan Penelitian
Model yang penulis lakukan adalah menerapkan suatu
model dalam sebuah kelas. Model tersebut dibuat s e c a r a berkelanjutan dalam suatu keutuhan yang terdiri atas paket
pengajaran tata bahasa pedagogis untuk mengajarkan prepo
sisi, konjungtor, kalimat aktif-pasif, dan kalimat ma-jemuk.
Keempat paket tersebut diamati dengan menggunakan dua alat
ukur, yaitu alat ukur yang menggunakan statistik (untuk
melihat keberhasilan pengajaran) dan alat ukur berupa skala
penqamatan (untuk melihat keberhasilan kegiatan proses
b e1 a j ar—men ga.jar da1 am pen y a.j ian ba han) .
Setelah sebuah paket diberikan dan berdasarkan peng—
107
Perlaku*n terhadap paket lain pun diberikan dengan
prosedur
yang sama. Perlakuan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa
model
yang
sempurna akan
menggambarkan
hasil yang sama
pada
siswa
yang
berbeda kelas dalam
satu
tingkat
pendidikan.
Memang, penulis menyadari bahwa penyajian seperti itu akan memberikan solusi bahwa. tidak ada metode yang tidak. berhasi 1
apabila dalam pelaksanaannya mengalami
penyempurnaan.
Namun,
dalam hal ini penu.lis mempunyai pemikiran lain bahwa suatu model pengajaran diberikan kemudian disempurnakan akan men dapatkan suatu formula dalam hal apa model tersebut memiliki
kelemahan
dan
kekuatan.
Kelemahan dan
kekuatan
itu
dapat
dijadikan dasar dalam hal
pemilihan model
untuk
bahan
penga-j a ran s t ru k tu r.
Berdasarkan variabel penelitian dan rancangan peneli tian tersebut dapat digambarkan rancang bangu.n penelitian
ini sebagai berikut.
Rancang bangun di atas dinamakan Pre-test and Post —test
One-Group Design. Dengan rancang bangun di ats penulis asumsikan
bahwa* perbedaan antara O^ dan 0-7 merupakan efek dari
perla
103
3.3 Populasi dan Sampel
F'opulasi
penelitian ini siswa sekolah menengah
umum
kelas
1.
Penqambilan
populasi
ini
berdasarkan
pendapat
Celce-Murcia(1985)
mengenai
faktor
pembelajar
berdasarkan
fokus
bentuk gramatis. Agar lebih jelas
mengenai
pendapat
Celce-Murcia
tersebut,
di
bawah ini penulis sajikan
tabel-nya,
TABEL. 3
FAKTOR' PEMBELAJ A3 BEPJ3ASARKAN FOKUS BENTUK: GRAMATIS
Learner Importance of a focus on Form
factors Less important Moderately important More important
Learning style Fblistic Mixed Analytic
Age Children Adolescents Adult.
Profeciency E-ieqining Intermediate Advanced level
Educational Pre-1iterate Semi-1 ite;rate Literate
background No formal education
Some forma. 1 edu.cati.cn
Well-educate=d
i —
-(Allen & Harley, 1992: 129)
Berdasarkan pendapat Celce-Murcia di atas, siswa SMU termasuk pada siswa yang di go long kan teal ah berusia dewasa
109
diberi bentuk-bentuk gramatis. Di sampinq itu usia golongan
ini berada pada golongan yang bebas dari keniraksaraan de
ngan latar pendidikan yang baik. Untuk mengetahui kecakapan
apa yang harus dimiliki golongan siswa tersebut, lebih
lan-jut Celce-Murcia menggambarkannya pada diagram berikut.
TABEL 4
SASARAN KECAKAPAN TERHADAP KEFENTINGAN BENTUK GRAMATIS
Learner
factors
Importance of a focus an Form
Less important Moderately important More important.
Learning style Skill Ftegister Need/Use Ftolistic Listening Reading Informal Survival Mixed' Speaking Consu1tative Vocationa1 Analytic Writing r orma1 Profesional
(Allen & Harley,1992:133)
Berdasarkan diagram di atas tampak bahwa siswa SMU
sangat penting diberi kecakapan (keterampilan) menulis.
Mes-kipun diagram tersebut ditujukan bukan pada siswa Indonesia,
diagram tersebut dapat dig Lin a kan dengan pertimbangan bahwa
siswa SMU harus diberi bekal keterampilan yang nantinya da
pat digunakan untuk mencari. pekerjaan sebab golongan usia
n o
longan usia kerja.
Lokasi
studi
kasus yang penulis lakukan
adalah
SMU
Albidayah yang berada di Batujajar Kabupaten Bandung. Lokasi
ini
penulis ambil dengan dasar hasil wawancara
pendahuluan
dengan
pihak yayasan dan penyelenggara
pendidikan
(kepala
sekolah)
bahwa hanya sekolah ini yang memiliki program
ke
terampilan berbahasa bagi para siswanya. Program ini
diada-kan sehubungan dengan hasil penelitian yang dilakudiada-kan bidang
Bimbingan Karier bahwa ternyata siswa di sekolah tersebut
perlu
diberikan
program khusus tersebut.
Setelah
berjalan
beberapa tahun hasilnya ternyata menggembirakan.
Dampak
po-sitif
yang muncul
tidak hanya siswa dapat meningkatkan
ke-terampilannya berbahasa,
juga sikap siswa semakin
menunjuk-kan sikap positif terhadap belajar. Untuk melaksanamenunjuk-kan prog
ram tersebut,
para siswa diberi jam pelajaran ekstra. Dengan
demikian, jika dilakukan penelitian di sekolah tersebut, pi
hak sekolah dan siswa tidak merasa dirugikan. Selain itu pi
hak
sekolah menyambut baik dan bahkan selalu berharap
agar
sekolahnya
dapat dijadikan
lokasi penelitian
dalam
rangka
meningkatkan mutu pengajaran.
Siswa
kelas 1 di sekolah ini terdiri atas empat
ke
las. Penulis mengambil
sampel sebanyak satu kelas, yang
ber-jumlah 25 siswa. Jumlah ini tidak. berasal dari kelas
nyata,
melainkan
kelas bentukan yang siswanya tersebar pada
empat
laku-I l l
kan agar sampel diharapkan dapat mewakili populasi
yang
ada
sehingga penelitian ini dapat lebih objek+:if. Pemilihan
kedua
puluh
lima siswa tersebut dilakukan
secara
terpilih
(baik,
sedang,
kurang)
dari
masing-masing
kelas
dengan
jumlah komposisi
berimbang.
Adapun jumlah siswa yang dijadi
kan
sampel didasarkan
pada kelas ideal
agar dalam
pelaksa
naan kegiatan belajar-mengajar terjadi
interaksi yang baik.
Bahan
pengajaran struktur yang penulis libatkan dalam
pengajaran berancangan tata bahasa pedagogis adalah bahan
dari
sintaksis berupa kata depan (preposisi), kata
sambung
(konjungtor), kalimat aktif-pasif, dan kalimat majemuk.
Pengambilan
sampel
bahan ini didasarkan pada hasil
peneli
tian.
Sapani (1986)
mengadakan penelitian yang
berhubungan
dengan kesalahan ber-bahasa tulis siswa SMA. Sapani mengada
kan penelitian melibatkan kelompok IPS dan IPA. Kesalahan
yang dibuat masing-masing
kelompok
tampak
berikut ini.
Kelompok IPS:
a.
13 (727.)
dari
18 kalimat yang dibuat siswa salah;
b. sebanyak 48 (74X) dari 65 siswa memiliki >607. kalimat sa
lah; bahkan
terdapat 13 orang (20a) di antaranya yang
se-luruh kalimatnya salah;
112
K e 1o m p o k IP A:
a. jumlah kalimat yang salah pada kelompok ini 1059 (63%) dari total 1686. Reratanya setiap siswa 21 kalimat dan 13 kalimat (627.) salah;
b. jumlah siswa yang jumlah kalimat benarnya >/ 757. tidak
ada.
Jenis kesalahan yang ditelitinya:
a. kesalahan kata: kebenaran kata, ketepatan pilihan kata,
penempatan kata, dan makna kata
b. kesalahan bentuk kata: bentuk kata berimbuhan, kata
ulang, dan kata majemuk
c. kesalahan kalimat : struktur/penyusunan kalimat, keleng
kapan dan ketepatan unsur kalimat,
kemantapan kalimat, dan frase.
Hasil penelitian tersebut memberi tanda bahwa siswa SMA ma
sih melakukan kesalahan pada struktur sintaksis. Tingkat ke-salahannya tinggi (72% dan 63%). Untuk memberikan kejelasan, di bawah ini penulis sajikan contoh kesalahan kalimat yang
dibuat siswa,
(1) Di dalam agama pun menqanjurkan ....
(2) Dengan pendidikan hendaknya menghidupkan potensi
gene-rasi riembangunan .
(3) Hal ini sangat meresahkan bagi para pjelajar.
(4) Kita, sebagai generasi mLtda yang merupakan tulanq
;i3
Bentuk
kesalahan di atas terdiri atas kesalahan
penggunaan
kata depan,
kalimat aktif, dan kalimat majemuk.
Laporan lain disampaikan pada tahun .199.1 oleh dua
pe-neliti,
yaitu Komaraningsih dan
Mulyaasih.
Komaraningsih
meneliti
penggunaan diksi pada karangan
argumentasi
siswa
SMA.
Menurutnya, siswa melakukan kesalahan dalam kata
tuga
sebanyak
28%. Hasil penelitian Komaraningsih didukung
pula
oleh Wawan Irawan yang mengadakan penelitian penggunaan pre
posisi
pada tahun 1994. Bentuk kesalahan itu tecermin
pada
kalimat di bawah ini.
(1) Urbanisasi adalah sar.gat kurang baik ditinjau dalam
pemerataan penduduk.
(2) Akibat daripada bujuk rayu itu tidak sedikit yang
ter-bawa pengaruh.
(3) Sektor pariwisata memang merupakan faktor penunjang
kepada devisa negara yang sekaligus untuk menunjanq
pembangunan .Irawan menambahkan bahwa frekuensi pemakaian preposisi
pada
yang
tidak perlu tampak lebih banyak dibandingkan yang
la
innya
dan
kesalahan akibat penambahan preposisi
di
depan
subjek tampak lebih banyak dilakukan.
Mulyaasih
pada tahun yang sama melakukan
penelitian
dalam hal keefektifan kalimat pada surat lamaran
peke